Prototyping adalah proses yang memungkinkan pengembang perangkat
lunak untuk membuat model dari perangkat lunak yang akan dibangun. Model tersebut dapat dinyatakan dalam tiga bentuk: 1 prototipe berbentuk kertas atau
model berbasis PC yang menggambarkan bagaimana interaksi antara manusia dan mesin terjadi, 2 working prototype yang mengimplementasikan beberapa subset
dari fungsionalitas yang diinginkan dari perangkat lunak, atau 3 program yang telah ada saat ini yang mengerjakan sebagian atau seluruh fungsionalitas yang
diinginkan tetapi memiliki beberapa feature yang akan ditingkatkan dalam usaha pengembangan selanjutnya. Rangkaian kegiatan dalam prototyping digambarkan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses Prototyping sumber: Laudon dan Laudon, 2005.
Identifikasi Kebutuhan
Dasar Langkah 1
Mengembangkan Working
Prototype Langkah 2
Menggunakan Prototipe
Langkah 3
Pengguna Puas?
Prototipe Operasional
Revisi dan Perbaikan
Prototipe Langkah 4
TIDAK YA
2.4. Basisdata Spasial
Shekhar dan Chawla 2003 mendefinisikan sistem manajemen basisdata spasial Spatial Database Management System - SDBMS sebagai berikut:
1. SDBMS adalah modul perangkat lunak yang dapat bekerja dengan sistem
manajemen basisdata dasar, seperti Object-Relational Database Management System
OR-DBMS atau Object-Oriented Database Management System
OO-DBMS 2.
SDBMS mendukung beberapa model data spasial, tipe data abstrak Abstract Data Type –ADT dan bahasa query yang dapat memanggil ADT
tersebut 3.
SDBMS mendukung indeks spasial, algoritma yang efisien untuk melaksanakan operasi spasial, serta aturan-aturan yang spesifik bagi domain
tertentu untuk optimasi query. Gambar 2 menggambarkan arsitektur untuk membangun SDBMS
berdasarkan OR-DBMS
Gambar 2. Arsitektur SDBMS tiga-layer sumber : Shekhar Chawla, 2003.
2.5. Spatial Data Mining
Seperti berbagai bidang riset dan aplikasi lainnya, geografi telah berpindah dari lingkungan miskin-data dan miskin-komputasi ke lingkungan kaya-data dan
kaya-komputasi. Bidang, cakupan, dan volume dataset geografik digital terus berkembang dengan cepat. Agen di sektor publik dan swasta mengadakan,
memproses dan menyebarkan data digital tentang penggunaan lahan, peubah sosial-ekonomi dan infrastruktur dengan resolusi geografis yang rinci. Berbagai
teknologi seperti penginderaan jarak jauh, global positioning sustem GPS, perangkat yang peka lokasi – position aware devices telepon selular, sistem
navigasi kendaraan, wireless internet client menyebabkan jumlah data geografik akan meningkat secara eksponensial dalam pertengahan abad ke-21 mendatang.
Metode analisis spasial tradisional dikembangkan pada saat biaya pengumpulan data sangat mahal serta tenaga komputasi yang tersedia masih
lemah. Peningkatan jumlah data serta beragamnya sifat data geografik digital menyebabkan teknik analisis spasial tradisional kewalahan. Teknik analisis spasial
tradisional berorientasi pada informasi sederhana yang berasal dari dataset yang kecil dan seragam. Metode statistik tradisional, khususnya statistik spasial,
memiliki beban komputasi yang tinggi. Teknik-teknik tersebut memerlukan penegasan dari pakar corfirmatory dan mensyaratkan peneliti untuk mempunyai
dugaan sebelumnya a priori hypotheses. Dengan demikian, teknik analisis spasial tradisional tidak dapat dengan mudah menemukan pola pattern,
kecenderungan pattern dan hubungan relationship yang baru dan tidak terduga, yang mungkin tersembunyi jauh di dalam dataset geografik yang sangat
besar dan beragam Miller dan Han 2001. Penjelasan mendalam tentang analisis spasial dapat ditemukan dalam Anselin 2004 dan ESRI 2005, sedangkan
penjelasan tentang statistik spasial dapat ditemukan dalam Cressie 1993. Penggunaan sistem basisdata spasial yang makin meluas Güting 1994,
Worboy 1995, Shekhar dan Chawla 2003 telah merintis peningkatan perhatian bagi spatial data mining. Spatial data mining merupakan the extraction of implicit
knowledge, spatial relations, or other patterns not explicitly stored in spatial databases
Koperski Han 1995, diacu dalam Koperski et al. 1996.