Alur Penghukuman Alur Sentimental

65 menimpa Wasi Rengga hingga Bu Wicitra terkujut sampai pingsan tak sadarkan diri. Ketragisan inilah yang membuat cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi semakin menarik.

4.3.4.4 Alur Penghukuman

Alur penghukuman merupakan alur yang menunjukkan peristiwa pengadilan atau hukuman terhadap kesalahanan yang dilakukan oleh sang tokoh. Alur penghukuman yang terdapat dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi terjadi manakala sang tokoh iblis yang dikurung di dalam sumur di Gunung Merapi oleh Ki Ageng Pemanahan karena melakukan berbagai pembantaian untuk membalas dendamnya. Sebagaimana kutipan yang menandakan alur penghukuman berikut ini. Giliran tumiba menyang astane Ki Pemanahan, panjenengane kagungan krenteg arsa nglarung bumbung tilarane eyange mau. Ngepasi wiwit yasa padunungan anyar Mataram kanthi mbabat alas Mentaok paringane Sultan Hadiwijaya, Ki Pemanahan paring dhawuh marang putrane, Sutawijaya kang uga karan Ngabehi Loring Pasar. ”jebeng, dimen ora ngreridhu anggon kita mbukak Mentaok, labuhen bumbung pring gadhing iki ana sajroning sumur padhas ing gigire Merapi... 1 Giliran jatuh kapada tangannya Ki Pemanahan, beliau memiliki keinginan untuk menghanyutkan bambu peninggalannhya eyangnya tadi. Bertepatan dengan pembuatan tempat baru Mataram dengan membuka hutan Mentaok pemberian Sultan Hadiwijaya, Ki Pemanahan memberikan perintah kepada putranya, Sutawijaya yang juga disebut Ngabehi Loring Pasar. ”Jebeng, agar tidak mengganggu kita membuka Mentaok, buanglah bambu gadhing ini di dalam sumur batu di lereng Merapi... 1 Berdasarkan kutipan di atas, iblis yang telah disegel di dalam bambu merupakan bentuk penghukuman bagi sang iblis. Adanya hukuman terhadap sang iblis yang mengganggu kehidupan Ki Ageng Sela beserta keturunannya. Dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi hukuman sang iblis tidak cukup hanya 66 disegel tetapi juga dipenjara dalam sumur batu. Inilah bukti bahwa dari segi isinya, cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi memiliki alur penghukuman.

4.3.4.5 Alur Sentimental

Alur sentimental merupakan alur yang menggambarkan suasana sentimental yang menimpa sang tokoh. Suasana atau perasaan sentimental sering kali muncul dan menimpa pada diri tokoh ketika sang tokoh merespon balik atas rangsangan yang menimpanya karena merasa tersinggung dan jengah terhadap perlakuan tokoh lain yang mencoba menyerang atau menyakitinya. Sebagaimana kutipan cerita berikut ini yang melukiskan perasaan sentimental Salindri terhadap keberhasilan Witono Paing, saingan dagangnya. ”Hemmmmm Wie Pauw Ing, tekamu mrene mung gawe rugine wong Sogan”. Witono Paing ngreripih nyembah-nyembah njaluk urip. Nanging tanpa guna. Esuke kelakon geger. Panjeriting Witono Paing wedok ngagetake saisine Kampung sogan sing racak lagi padha nglempit kemul. Tangga paling cedhak kang kusung-kusung teka kewuhan ngeneng-eneng Nyah Witono sing patrape kaya wong owah. Wira-wiri mlebu metu omah cincing dhaster karo nangis ndrenginging tanpa kendhat... 1 ”Hemmmmm Wie Pauw Ing, kedatanganmu di sini hanya merugikan orang Sogan”. Witono Paing merintih menyembah-nyembah meminta hidup. Tetapi tiada guna. Paginya terjadi kehebohan. Jeritan Witono Paing putri menghentak Kampung Sogan seisinya yang baru saja melipat selimut. Tetangga paling dekat yang mendengar teriakan segera menenangkan Nyah Witono yang kelakuannya seperti orang sinting. Mondar-mandir keluar masuk rumah memegangi baju dasternya sambil menangis tanpa henti... 1 SKKW, edisi 3 halaman 20. Penggunaan alur sentimental terlihat ketika salindri yang sudah berubah menjadi mahluk setengah manusia membunuh Witono Paing. Berdasar kutipan di atas terdapat dialog Salindri kepada Witono Paing yang telah menghancurkan bisnis keluarganya bahwa kedatangan Witono paing hanya merugikan orang- orang Sogan. Adanya perasaan sentimen terhadap Witono paing yang beretnis 67 cina dan kegagalan bersaing secara sehat inilah yang menyebabkan perasaan sentimental Salindri kepada Witono Paing. Peristiwa inilah yang membuktikan keberadaan alur sentimental di dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi.

4.3.4.6 Alur Kekaguman