Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

SEI RAMPAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

NURHAYATI

091201002/MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

Judul : Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Nurhayati

NIM : 091201002

Program Studi : Kehutanan

Minat Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Agus Purwoko, S. Hut., M. Si. Oding Affandi, S.Hut.,M.P

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S. Hut., M. Si., Ph. D. Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

Nurhayati. Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.

Aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Salah satu produknya yaitu ijuk aren yang diolah menjadi sapu dan sikat ijuk. Akan tetapi sangat sedikit masyarakat yang memanfaatkan ijuk aren karena terbatasnya informasi nilai finansial dari pengolaan ijuk aren. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial, alur dan margin pemasaran serta efisiensi pemasaran produk ijuk. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pengolahan ijuk dan pelaku usaha penjualan produk ijuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan sikat ijuk lebih layak karena nilai R/C ratio untuk sapu yaitu 1,15 dengan BEP volume produksi sebanyak 314 unit dan BEP harga sebesar Rp. 4668,07 serta payback period 12 kali. Sedangkan usaha sikat ijuk memiliki nilai R/C ratio yaitu 1,10 dengan BEP volume produksi sebanyak 321,20 dan BEP harga sebesar Rp. 729,99 serta payback period 3 kali. Terdapat 4 saluran dengan nilai margin untuk sapu Rp. 9650 dan nilai margin sikat Rp. 4630. Saluran pemasaran dikatakan tidak efisien pada pengolah karena nilai mark up on selling tinggi


(4)

NURHAYATI. Financial Analysis and Product Marketing of sugar palm fibers (Arenga pinnata) in desa pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Under Academic Supervision of AGUS PURWOKO and

ODING AFFANDI.

Sugar palm is one of the non-timber forest products has immediate benefits and a high economic potential because almost all parts can provide financial benefits. One of its products is palm fibers that are processed into fibers brooms and brushes. But very few people who use palm fibers because of the limited information on the financial value of process palm fibers. Therefore, this research aims to determine the financial feasibility, workflow and marketing margins and marketing efficiency fiber products. Respondents of this research were the businesses fibers and fibers businesses selling products. The method of data analysis were financial analysis and marketing analysis.

The results showed that the broom and brush fibers making business because the value of R / C ratio is 1.15 with number of BEP volume of production was 314/unit and number of BEP price was Rp. 4668.07 and the payback period is 12 times production. While the brush fibers business has a value of R / C ratio is 1,10 with number of BEP volume production was 321,20/unit and number of BEP price Rp. 729,99 and payback period 3 times. There are 3 lines with margin value for broom Rp. 9650 and the margin value of brush Rp. 4630. Marketing channels is said to be inefficient to processing because value of mark-up on selling high.


(5)

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 September 1990 di Tanjung Beringin (Serdang Bedagai, Sumatera Utara), dari Ayah bernama Amat Suhardi dan Ibu bernama Mariatun Sitorus. sebagai anak ke enam dari sembilan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar pada SD Negeri 104307 Tanjung Beringin dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 1 Tanjung Beringin dan lulus pada tahun 2006 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun 2009 di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin. Penulis kuliah di Program Studi Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui program PMP pada tahun 2009.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Hasil Hutan Non Kayu 2011, asisten praktikum Geodesi Kartografi 2011 serta menjadi asisten Pemanenan Hasil Hutan pada tahun 2012. Penulis mengikuti organisai Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) dan Organisasi Badan Kenaziran Mushalla Baytul Asyzaar. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Taman Hutan Raya (Tahura) pada tahun 2011 dan melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 07 Februari – 11 Maret 2013 di Taman Nasional Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat.


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan proposal penelitian ini dengan baik.

Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Finansial dan Pemasaran Ijuk Aren di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai”. Dalam Penelitian ini akan dijelaskan mengenai proses pengolahan ijuk menjadi sapu dan sikat ijuk, analisis finansial pembuatan sapu dan sikat, analisis pemasaran dan efisiensi pemasaran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi yaitu bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. selaku ketua dan bapak Oding Affandi, S.Hut., M.P. selaku anggota yang telah membimbing saya sepanjang penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak memberi dukungan terhadap penulis baik dalam doa dan materil serta teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2013


(7)

Halaman.

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRACK ... ii

ABSTARK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Tujuan ... 4

Manfaat ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hasil Hutan Bukan Kayu ... 5

Tanaman Aren ... 6

Botani aren ... 6

Syarat tumbuh ... 8

Penyebaran ... 9

Ijuk Aren ... 10

Kegunaan ijuk ... 11

Mengolah ijuk ... 11

Produk-produk dari serat ijuk ... 12

Potensi ijuk sebagai komoditi ekspor ... 14

Analisis Finansial ... 14

Kelayakan usaha ... 17

Pemasaran ... 19

Efisiensi Pemasaran Produk ... 19

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Alat dan Bahan ... 21


(8)

Revenue cost ratio (R/C) ... 23

Pendekatan break event point... 24

Payback period ... 24

Analisis Pemasaran ... 25

Efisiensi Pemasaran ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ... 28

Karakteristik Responden ... 28

Produk Sapu Ijuk ... 30

Proses pembuatan sapu ijuk ... 30

Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk ... 35

Biaya produksi dan pendapatan ... 35

Revenue cost ratio (R/C) ... 37

Pendekatan break event point (BEP) ... 38

Payback period ... 39

Produk Sikat Ijuk ... 40

Proses pembuatan sikat ijuk ... 40

Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sikat Ijuk ... 44

Biaya produksi dan pendapatan ... 44

Revenue cost ratio (R/C) ... 46

Pendekatan break event point (BEP) ... 46

Payback period ... 47

Analisis Perbandingan Usaha Sapu dan Sikat IJuk ... 48

Pendapatan ... 48

Revenue cost ratio (R/C) ... 48

Pendekatan break event point (BEP) ... 49

Payback period (PP) ... 49

Analisis Pemasaran ... 50

Pelaku pemasaran distribusi sapu dan sikat ijuk ... 51

Saluran pemasaran sapu dan sikat ijuk ... 53

Analisis margin pemasaran dan margin keuntungan produk ijuk ... 55

Efisiensi Pemasaran ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ...63

Saran ... ...64

DAFTAR PUSTAKA ... ...65


(9)

No. Halaman

1. Rekapitulasi Karakteristik Responden Menurut Karakteristik Umur ... 28

2. Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. 29 3. Biaya Penyusutan Peralatan Pengolahan Sapu Ijuk ... 36

4. Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk ... 36

5. Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk ... 37

6. Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk ... 37

7. Nilai BEP Usaha Pengolahan Sapu Ijuk ... 38

8. Analisis Payback Period Pembuatan Sapu Ijuk ... 39

9. Biaya Penyusutan Peralatan Pembuatan Sikat Ijuk ... 44

10.Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk ... 45

11.Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk ... 45

12.Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sikat Ijuk ... 46

13.Nilai BEP Usaha Pengolahan Sikat Ijuk ... 47

14.Analisis Payback Period Pembuatan Sikat Ijuk ... 48

15.Margin Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran I) ... 56

16.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran I) ... 57

17.Margin Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran II)... 58

18.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran II) ... 58

19.Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran III) ... 59

20.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran III) ... 60


(10)

No. Halaman

1. Bahan Baku Pembuatan Sapu ... 31

2. Ijuk Yang Telah di Potong ... 31

3. Pemasukan Ijuk dalam Tapak Sapu ... 32

4. Proses PengrapianPermukaan Sapu ... 32

5. Pemotongan Ujung Sapu ... 33

6. Pembungkusan Sapu ... 33

7. Sapu Siap untuk Dipasarkan ... 34

8. Alur Proses Pembuatan Sapu Ijuk ... 35

9. Bahan Baku Pembuatan Sikat Ijuk... 40

10.Penyisiran Ijuk ... 41

11.Proses Pemotongan Ijuk ... 41

12.Alat Pembuatan Sikat/Brus dan Kumpulan Sikat Ijuk ... 42

13.Proses Pengguntingan Sikat ... 42

14.Pembentukan sikat ... 43

15.Alur Proses Pembuatan Sikat Ijuk ... 43

16.Alur Pemasaran pada Saluran Pemasaran I... 53

17.Alur Pemasaran pada Saluran Pemasaran II ... 54


(11)

1. Kuesioner Responden/Pengolah Ijuk Aren ... 68

2. Kuesioner Responden/Penjual Produk Ijuk ... 73

3. Kuesioner Responden/Pengumpul/Distributor Produk Ijuk ... 77

4. Analisis Biaya Produksi Sapu Ijuk dalam Sekali Produksi ... 81

5. Perhitungan Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk ... 81

6. Analisis Biaya Produksi Sikat Ijuk dalam Sekali Produksi ... 83

7. Perhitungan Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sikat Ijuk ... 84

8. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran I ... 85

9. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran II... 85


(12)

Nurhayati. Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.

Aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Salah satu produknya yaitu ijuk aren yang diolah menjadi sapu dan sikat ijuk. Akan tetapi sangat sedikit masyarakat yang memanfaatkan ijuk aren karena terbatasnya informasi nilai finansial dari pengolaan ijuk aren. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial, alur dan margin pemasaran serta efisiensi pemasaran produk ijuk. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pengolahan ijuk dan pelaku usaha penjualan produk ijuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan sikat ijuk lebih layak karena nilai R/C ratio untuk sapu yaitu 1,15 dengan BEP volume produksi sebanyak 314 unit dan BEP harga sebesar Rp. 4668,07 serta payback period 12 kali. Sedangkan usaha sikat ijuk memiliki nilai R/C ratio yaitu 1,10 dengan BEP volume produksi sebanyak 321,20 dan BEP harga sebesar Rp. 729,99 serta payback period 3 kali. Terdapat 4 saluran dengan nilai margin untuk sapu Rp. 9650 dan nilai margin sikat Rp. 4630. Saluran pemasaran dikatakan tidak efisien pada pengolah karena nilai mark up on selling tinggi


(13)

NURHAYATI. Financial Analysis and Product Marketing of sugar palm fibers (Arenga pinnata) in desa pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Under Academic Supervision of AGUS PURWOKO and

ODING AFFANDI.

Sugar palm is one of the non-timber forest products has immediate benefits and a high economic potential because almost all parts can provide financial benefits. One of its products is palm fibers that are processed into fibers brooms and brushes. But very few people who use palm fibers because of the limited information on the financial value of process palm fibers. Therefore, this research aims to determine the financial feasibility, workflow and marketing margins and marketing efficiency fiber products. Respondents of this research were the businesses fibers and fibers businesses selling products. The method of data analysis were financial analysis and marketing analysis.

The results showed that the broom and brush fibers making business because the value of R / C ratio is 1.15 with number of BEP volume of production was 314/unit and number of BEP price was Rp. 4668.07 and the payback period is 12 times production. While the brush fibers business has a value of R / C ratio is 1,10 with number of BEP volume production was 321,20/unit and number of BEP price Rp. 729,99 and payback period 3 times. There are 3 lines with margin value for broom Rp. 9650 and the margin value of brush Rp. 4630. Marketing channels is said to be inefficient to processing because value of mark-up on selling high.


(14)

Latar Belakang

Hutan dan ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan dan hasil kayu maupun bukan kayu memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Salim (1997) menjelaskan bahwa manfaat hutan terdiri dari manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti getah, buah-buahan, dan minyak atsiri sedangkan pemanfaatan secara tidak langsung seperti hutan menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia.

Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) merupakan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. HHNK memiliki manfaat langsung karena merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (APHI, 2002).

Pohon aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling, daunnya dapat dibuat sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, akarnya sebagai bahan obat-obatan dan dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan tepung serta lidi, semua ini memiliki nilai ekonomi.


(15)

Pemanfaatan dari produk tanaman aren salah satunya adalah ijuk. Ijuk merupakan bahan serat alami yang berasal dari tanaman aren (Arenga pinnata). Ijuk mampu menghasilkan beberapa jenis bahan yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia, diantaranya sebagai bahan industri dan kontruksi. Untuk bahan industri, ijuk dapat digunakan sebagai bahan dasar sapu ijuk, sikat ijuk, tali ijuk serta bahan pembuat alat alat kebersihan lainnya. Untuk bahan kontruksi, ijuk bagus untuk bahan atap, resapan air pada kontuksi lapangan, atau pun septic thank. Beberapa jenis bahan ijuk di atas memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda.

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu daerah penyebaran tanaman aren (Arenga pinnata) di Sumatera Utara. Berdasarkan sumber data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai dalam katalog Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai (2011), penyebaran tanaman aren (Arenga pinnata) hampir terdapat di seluruh Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai dengan rata-rata produksi produk aren adalah 682,12 kg/ha. Dengan penyebaran bahan baku yang cukup banyak tersebut, maka pemanfaatan tanaman ini memungkinkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Serdang Bedagai, salah satunya di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, yang merupakan desa pengrajin ijuk. Produk yang dihasilkan adalah sapu dan sikat ijuk yang berasal dari tanaman aren.

Kajian mengenai analisa usaha sangat penting dilakukan, salah satunya adalah untuk mengetahui pengaruh pengrajin dalam menjalankan usaha dibidangnya, khususnya dalam menjalankan usaha pengrajin ijuk. Analisa usaha dilakukan merujuk pada pengelolaan ijuk di Kecamatan Sei Rampah, Desa


(16)

Pelintahan. Pentingnya analisa usaha dilakukan untuk menilai kelayakan usaha pengrajin ijuk, mengetahui nilai ekonomi dari produk ijuk dan efisiensi pemasaran produk ijuk agar nantinya dapat memberikan informasi kepada masyarakat pengrajin ijuk bahwa ijuk berguna untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Pohon aren (Arenga pinnata) sama seperti kelapa, seluruh bagian dari batangnya bermanfaat secara ekonomi. Mulai dari batang untuk bahan bangunan dan seni, daun, buah, bunga (mayang), dan ijuk sudah lama digunakan nenek moyang kita sebagai penunjang kehidupan bahkan diolah menjadi alat perbersih rumah tangga seperti sapu ijuk. Pohon ini sangat berpotensi sebagai komoditi ekspor, bisa berperan sebagai penyuplai energi dan melestarikan lingkungan. Oleh karena itu, dengan pemanfaaatan produk aren, salah satunya ijuk, sebagai sapu dan sikat ijuk dapat meningkatan peningkatan nilai ekonomi dari ijuk. Dengan demikian, informasi ini dapat menjadi daya tarik untuk mengusahakan ijuk kedepannya.

Permasalahan

Masalah pokok penelitian ini adalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan finansial dari usaha pengrajin ijuk?

2. Bagaimana alur dan margin pemasaran dari ijuk yang diusahakan oleh masyarakat Desa Pelintahan?


(17)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kelayakan finansial dari usaha pengrajin ijuk

2. Untuk mengetahui alur dan margin pemasaran dari ijuk yang diusahakan oleh masyarakat Desa Pelintahan.

3. Untuk mengetahui efesiensi pemasaran produk ijuk.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat pengolah ijuk, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kelayakan finansial dari usaha yang dijalankannya, alur dan margin pemasaran serta efesiensi pemasaran produk ijuk.

2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kerajinan ijuk.


(18)

Hasil Hutan Non Kayu

Baharuddin dan Taskirawati (2009) Mengemukakan bahwa pemanfaatan hasil hutan non kayu umumnya untuk kebutuhan atau kepentingan sendiri dan bangunan umum di desa serta untuk bahan kerajinan masyarakat. Masyarakat memandang hutan sebagai lahan usaha dan penyediaan berbagai keperluan sehari-hari, namun pemanfaatannya tetap diatur menurut adat terutama untuk hal-hal yang menyangkut tanah perladangan.

Sejak zaman prasejarah hasil hutan bukan kayu telah banyak dimanfaatkan oleh manusia. Sebelum manusia mengenal peralatan logam manusia purba telah menggunakan batu dan tulang binatang sebagai alat berburu. Pada saat itu manusia purba hidup berburu dan meramu dan belum mengenal bangunan rumah. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan mereka kemudian telah mengenal teknik bercocok tanam. Mereka mulai bercocok tanam umbi-umbian dari hutan sebagai sumber makanan mereka dan telah menjinakkan hewan sebagai hewan

peliharaan untuk bahan makanan dan kendaraan mereka (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).

Sejak manusia mengenal kayu sebagai bahan bangunan, penggunaan hasil hutan kayu tetap tidak lepas dari kehidupan manusia. Bagi masyarakat pedesaan, hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya yang penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka, mereka memanfaaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbi, pati aren, nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga menggunakan hasil hutan bukan


(19)

kayu sebagai bahan pembuatan pakaian seperti sarung sutera serta sebagai bahan pembuat bangunan rumah (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).

Tanaman Aren Botani aren

Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Asam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan (Gultom, 2009).

Aren (Arenga pinnata) termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan), merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantai timur India sampai ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat hampir diseluruh wilayah Nusantara (Sunanto, 1993).

Klasifikasi tanaman aren menurut Sunanto (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales

Family : Arecaceae/Palmae Genus : Arenga


(20)

Pohon aren dewasa (tua) merupakan palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 meter, dengan diameter batang mencapai 65 cm. Batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang. Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjangnya mencapai 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, berukuran 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya. Bunganya berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun, panjang tongkol hingga 2,5 m (Rauf, 2011).

Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat, berdiameter 4-5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing-masing berbentuk seperti siung bawang putih. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda dan menjadi kuning setelah tua (masak). Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak (Sunanto, 1993).

Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit, karena lendir ini mengandung asam oksalat (H2C2O4). Tiap untaian buah


(21)

panjangnya mencapai 1,5-1,8 meter, dan tiap tongkol (tandan buah) terdapat 40-50 untaian buah. Tiap tandan terdapat banyak buah, beratnya mencapai 1-2,5 kuintal. Buah yang setengah masak dapat dibuat kolang kaling. Pada satu pohon aren sering didapat 2-5 tandan buah yang tumbuhnya agak serempak. Ijuk aren yang baik berasal dari tanaman yang belum berbunga, yaitu ketika aren yang berumur 4-5 tahun. Apabila tanaman aren telah berbunga mutu ijuknya menjadi kasar (Sunanto, 1993).

Syarat tumbuh

Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung), berkapur, dan berpasir. Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (pH tanah terlalu asam). Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 m di atas permukaan laut. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m, dan lebih dari 800 m, tanaman aren dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang memuaskan (Sunanto, 1993).

Disamping itu, banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Atau, jika diperhitungkan dengan perumusan Schmidt dan Ferguson, iklim yang paling cocok untuk tanaman ini adalah iklim sedang sampai iklim agak basah (Sunanto, 1993).

Faktor lingkungan tumbuhnya juga berpengaruh. Daerah-daerah perbukitan yang lembab, dimana di sekelilingnya banyak tumbuh berbagai


(22)

tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari (Sunanto, 1993).

Penyebaran

Pohon enau sangat mudah tumbuh, tanpa memilih tingkat kesuburan tanah dan kondisi lahan. Asal-usul pohon enau diketahui berasal dari wilayah Asia tropis, menyebar secara alami mulai dari India Timur di sebelah barat, hingga ke Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam sampai ketinggian 1.400 meter diatas permukaan laut. Pohon enau umumnya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai (Rauf, 2011).

Tanaman aren bisa dijumpai dari pantai barat India sampai ke sebelah selatan China dan juga Kepulauan Guam. Habitat aren juga banyak terdapat di Filipina, Malaysia, Dataran Asam di India, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma (Myanmar), Srilangka dan Thailand. Saat ini tercatat sekitar 2.800 jenis tanaman anggota palmae yang terdiri dari 215 genus. Sebanyak 460 jenis dari 35 genus diantaranya berada di Indonesia dan tersebar diberbagai pulau, baik di pulau kecil maupun di pulau besar. Dari sekian ratus jenis tanaman keluarga palmae di Indonesia, maka tanaman aren termasuk unggulan bila dilihat dari potensi dan kegunaannya (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).

Wilayah penyebaran aren terletak antara garis lintang 20° LU - 11° LS yaitu meliputi India, Srilangka, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Hawai, Philipina, Guam, dan berbagai pulau di sekitar Pasifik. Di Indonesia tanaman ini hampir tersebar di seluruh wilayah Nusantara (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).


(23)

Pohon aren dapat menghasilkan ijuk setelah berumur lebih dari 5 tahun. Menurut Teysmaan, pohon aren dapat menghasilkan ijuk pada fase 4 atau 5 tahun sebelum tongkol-tongkol bunganya tumbuh. Pada fase tersebut dapat dipastikan akan menghasilkan 20 sampai 50 lembaran ijuk, berbeda-beda tergantung besar pohon dan umurnya. Pohon yang masih muda, kualitas ijuknya rendah dan masih kecil-kecil. Jika pohon sudah berbunga maka produksi ijuknya kembali sedikit dan kualitasnya rendah. Dengan demikian produksi ijuk yang kualitas dan kuantitasnya baik berasal dari pohon aren yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua (4 sampai 5 tahun sebelum pohon aren berbunga), yaitu dapat menghasilkan 30 sampai 50 lembaran ijuk. Pohon aren yang sudah berbunga ijuknya menjadi kecil dan jelek (Hatta, 1993).

Ijuk Aren

Ijuk merupakan helaian benang-benang atau serat-serat yang berwarna hitam, berdiameter < 0,5 mm, dan bersifat kaku dan wulet (tidak mudah putus). Ijuk bersifat lentur dan tidak pula mudah rapuh, sangat tahan dalam genangan air yang asam, termasuk genangan air laut yang mengandung air garam. Walaupun demikian kelemahan yaitu tidak tahan terhadap api, jadi sangat mudah terbakar . Ijuk adalah bahan serat alami yang didapat dari pohon (enau/aren/nira). Sebuah pohon yang sejenis palem ini mampu menghasilkan beberapa jenis bahan yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya serabut yang berupa serat yang di sebut ijuk. (Hatta, 1993).

Penyediaan ijuk sebagai bahan baku industri semakin langka disebabkan pohon aren adalah tanaman yang tidak dibudidayakan, namun tumbuh secara liar di areal pertanian rakyat, pekarangan dan sebagian besar di hutan. Tanaman ini


(24)

memproduksi ijuk setelah berumur + 5 tahun, sedangkan yang berjenis unggul

mampu berproduksi lebih cepat tidak ditemukan pada tanaman lain (Soeseno, 1993).

Kegunaan ijuk

Ijuk digunakan sebagai bahan bangunan, seperti bangunan tanggul di dinding saluran pengairan dan septic tank, membalut pangkal tiang kayu bangunan yang berada di dalam tanah agar tidak mudah terserang rayap, penyaring air, tempat penempelan induk ikan mas, bahan pengisi jok kursi, peralatan rumah tangga, dan pengisian tembok penangkis ombak tepi laut. Hal tersebut yang membuat ijuk bagus dijadikan tali untuk mengikat bagian-bagian tertentu dari badan kapal atau perahu. Serat ijuk yang tidak terpakai untuk sapu dan tali (kakaban) dipakai untuk bangunan tanggul dan dinding tembok pengairan agar memegang bahan-bahan organik yang merembes bersama air. Semakin lama tumpukan bahan organik semakin banyak yang membuat perekatan antar batu semakin erat (Hatta, 1993).

Mengolah ijuk

Memanfaatkan ijuk dimulai dari pemanenan dari batang aren yang sudah berumur lima tahun. Dengan sebatang tangga bambu panjang yang diberi lubang-lubang, ijuk yang sudah dilepas lidi-lidinya mulai dicongkel dengan parang agar terlepas dari batang. Setelah itu dibawa ke tempat pengrajin untuk nanti disisir. Sisir dibuat dari kawat baja berdiameter 0,5-1,0 cm dengan panjang sekitar 20 cm, ditancapkan pada batang atau balok yang keras (kayu jati atau kayu batang kelapa yang tua). Sisir ini dibuat dua macam yaitu sisir yang renggang dan sisir yang rapat. Sisir yang renggang adalah sisir yang jarak antar tancapan kawat besi


(25)

bajanya sekitar 20 cm, yaitu untuk menyisir awal anyaman, sedangkan sisir yang rapat sisir yang antar tancapnya kawat besi bajanya sekitar 3 cm, yaitu untuk menyisisir anyaman ijuk sehingga menjadi benang atau serat ijuk yang lepas. Serat ijuk yang sudah terlepas dapat diikat dalam jumlah tertentu sehingga berbentuk seperti cemara. Dari serat inilah biasa dibuat peralatan rumah tangga, atap rumah (Soesena, 1992).

Produk-produk dari serat ijuk

Menurut Hatta (1993) serat serat ijuk dapat digunakan untuk pembuatan berbagai peralatan rumah tangga, atap rumah yang berfungsi sebagai genting dan lain-lainnya. Secara rinci, pemanfaatan atau penggunaan serat ijuk sebagai berikut:

1. Peralatan rumah tangga

Banyak kita jumpai peralatan rumah tangga yang menggunakan ijuk sebagai bahan bakunya. Keberadaan peralatan ini sangat penting bagi kehidupan rumah tangga, seperti sapu, sikat, dan alat pembersih lainnya. Pembuatan bentuk berbagai macam peralatan rumah tangga tersebut telah mengalami modifikasi sedemikian rupa, sehingga sekarang ini bentuk berbagai peralatan rumah tangga tersebut tampak lebih menarik, misalnya, dengan mengkonsumsi bahan-bahan dari plastik yang beraneka ragam warnanya. Permintaan barang-barang peralatan rumah tangga tersebut semakin meningkat selaras dengan semakin meningkatnya jumlah rumah tangga yang ada di Indonesia. Akibatnya industri rumah tangga yang memproduksi barang-barang peralatan rumah tangga dari bahan ijuk itu dapat semakin berkembang, sehingga dapat menampung tenaga kerja yang semakin meningkat.


(26)

2. Tali ijuk

Tali dari bahan ijuk sudah kita kenal sejak lama dan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh tali-tali dari bahan lain. Di samping kualitasnya yang baik atau wulet, tali ijuk itu tidak akan rapuh atau rusak oleh panas matahari atau hujan. Tali ijuk ini bisa digunakan untuk mengikat bambu pagar pekarangan atau untuk mengikat rangka atap rumah dari bambu. Dalam hal ini, tali ijuk lebih kuat dan tahan lama dibandingkan dengan paku logam. Di luar negeri, tali dari ijuk sering digunakan sebagai tali jangkar kapal. Tali ijuk tidak akan mengalami kerapuhan walaupun selalu terendam dalam air laut yang mengandung garam.

3. Atap ijuk

Ijuk juga banyak digunakan untuk dibuat atap sebagai pengganti genting, khususnya bangunan rumah yang mempunyai bentuk seni. Cara pembuatan atap ijuk cukup sederhana. Serat-serta ijuk dipotong dengan ukuran panjang yang seragam sekitar 50 cm. serat-serat ini ditata dan dibuat lempengan dengan ketebalan 4-5 cm, salah satu ujung lempengan dijepit dengan dua bilah bambu yang dipaku atau diikat dengan kawat atau tali ijuk sehingga lempengan ijuk itu kuat dan serat-serat ijuknya tidak mudah lepas. Panjang gapitan tergantung pada kebutuhannya.

Sebelum lempengan ijuk dipasang sebagai atap, terlebih dahulu disiapkan kerangka atapnya (tempat meletakkan) lempengan-lempengan ijuk. kerangka ini mirip kerangka yang biasa dipasang atap genteng yaitu terdiri darai susunan kayu usuk dan kayu reng. Untuk atap ijuk seluruh kerangka tersebut bagian atasnya dibeli lembaran seng atau lembaran plastik tebal yang tidak bergelombang dan


(27)

diperkuat dengan paku sehingga lembaran seng/plastik menempel kuat pada kerangka.

Lempengan-lempengan ijuk kemudian diletakkan menempel lembaran seng/plastik dengan mendahulukan penempelan dibagian paling bawah dari lempengan seng/plastik, kemudian baru menempelkan di bagian atas berikutnya dan seterusnya sehingga posisinya sepetri genting.

Potensi ijuk sebagai komoditi ekspor

Setelah ijuk sortir dan diikat menurut panjang masing-masing sekarang bentuknya seperti batang tebu. Maka disebut tebuan. Mutunya ditandai secara abjad. Grade A untuk serat yang panjangnya 30-40 cm, grade B 40-50 cm, grade C 50-75 cm, grade D 75-90 cm, dan grade E 90-120 cm. Di luar negeri serat pohon aren ini kurang lebih sama kegunaannya di dalam negeri yakni akan dipintal untuk membuat tali kapal. Seperti telah disebut di atas serat ijuk tahan terhadap daya rusak air garam. Ijuk juga digunakan untuk atap bangunan yang menampilkan unsur alami dan ramah lingkungan. Selain itu tentu juga digunakan untuk memenuhi keperluan pertanian dan rumah tangga (Hatta, 1993)

Analisis Finansial

Analisis finansial adalah penilaian proyek dari sudut badan-badan atau orang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan secara langsung dalam proyek. Analisis finansial harus memperhatikan waktu diperolehnya penerima agar dapat menarik individu atau pengusaha yang bertindak sebagai investor untuk menanamkan modalnya (Kadariah, 1988).

Pada umumnya bahan baku merupakan komponen utama dari barang jadi hasil industri, sehingga tinggi rendahnya bahan baku besar pengaruhnya terhadap


(28)

tinggi rendahnya harga pokok barang jadi. Bahan baku disini adalah semua bahan yang yang termasuk dalam proses produksi secara langsung sehingga merupakan komponen penting dari barang jadi. Karena tinggi rendahnya harga bahan baku merupakan salah satu faktor yang akan menentukan layak tidaknya suatu gagasan usaha (Burhan, 1995).

Penggolongan sektor industri semata-mata hanya didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja di industri tersebut, tanpa memperhatikan apakah industri ini menggunakan tenaga mesin atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahan tersebut. Penggolongan sektor ini sebagai berikut:

Industri besar : apabila mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih Industri sedang : apabila mempunyai tenaga kerja 20 sampai 100 orang Industri kecil : apabila mempunyai tenaga kerja 5 sampai 19 orang Industri rumah tangga: apabila mempunyai tenaga kerja 1 sampai 4 orang (BPS, 2011).

Berdasarkan peneliti sebelumnya oleh Marina (2012) (Studi Kasus : Pengrajin Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara). Usaha kerajinan sapu ijuk layak untuk diusahakan baik ditinjau dari peningkatan nilai tambah. Revenue-Cost Rasio

(R/C), Break Event Point (BEP), nilai tambah usaha kerajinan sapu ijuk per 1000 sapu ijuk berdasarkan skala usaha adalah usaha kecil Rp. 1.545.322,- skala rumah tangga sebesar Rp. 1.889,964, sapu ijuk kodian Rp. 998.868,- secara keseluruhan nilai tambah usaha kerajinan sapu ijuk ini berdasarkan jenis sapu yang dihasilkan adalah Rp. 1.444,416,-. R/C berdasarkan skala usaha adalah usaha kecil 1,19,


(29)

untuk skala usaha rumah tangga 1,14 dan untuk skala usaha menengah 1,08. Berdasarkan jenis sapu ijuk yang dihasilkan, R/C sapu tempahan 1,14 dan sapu kodian 1,13. Secara keseluruhan R/C usaha kerajinan sapu ijuk adalah 1,14. BEP pendapatan skala usaha rumah tangga sebesar Rp. 186.975,- skala kecil Rp. 70,752,- dan skala menengah Rp. 47. 798,- Berdasarkan jenis sapu ijuk yang dihasilkan BEP sapu ijuk kodian adalah Rp.146.077,- dan tempahan adalah Rp.57.086,-.

Berdasarkan penelitian oleh Siregar (2012) (studi kasus: Analisis Finansial dan Pemasaran Buah Aren di Desa Simantin Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun) menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pengolah buah aren menjadi kolang-kaling di Desa Pelintahan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun dalam satu kali produksi (satu minggu) adalah sebesar Rp. 763.420,14 dengan total biaya produksi sebesar Rp. 436.579,89 dalam satu kali produksi.

Berdasarkan penelitian Ester (2008) (Studi kasus di Desa Tuhaha Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku) menyatakan bahwa dilihat dari jumlah produksi yang harus dihasilkan pengusaha gula aren agar impas atau tidak mengalami kerugian maupun keuntungan adalah 7,52 kg. Rata-rata produksi gula aren yang dihasilkan oleh pengusaha dalam satu kali pproduksi adalah 12,54 kg. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gula aren yang dihasilkan oleh pengusaha mengalami titik impas sehingga layak untuk diusahakan.


(30)

Kelayakan usaha

Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran sampai seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak dilaksanakan ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran, teknik/operasi dan keuangan (Zubir, 2006).

Aspek-aspek tersebut adalah :

Analisis kelayakan usaha dapat dilihat dan dihitung dari berbagai aspek yang mempengaruhinya antara lain:

1. Pendapatan Usaha

Setiap perusahaan selalu mengejar keuntungan guna kesinambungan produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada penetapan harga yang ditawarkan. Harga suatu produk atau jasa ditentukan pula dari besarnya pengorbanan yang dilakukan untuk menghasilkan jasa tersebut dan laba atau keuntungan yang diharapkan. Oleh karena itu, penetuan harga produk dari suatu perusahaan merupakan masalah yang cukup penting, karena dapat mempengaruhi hidup matinya serta laba dari perusahaan (Lubis, 2004).

Keuntungan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dalam suatu periode produksi. Sedangkan penerimaan adalah total produksi yang


(31)

dihasilkan dengan harga jual. Dari total biaya tetap dan total biaya tidak tetap dapat diperoleh penerimaan dan pendapatan suatu usaha (Samuelson, 2001)

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh. Jadi, besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

2. Payback Periode (PP)

Analisis Payback Period adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang telah ditanamkan dalam suatu usaha. Analisis Payback Period ini dalam studi kelayakan perlu untuk mengetahui berapa lamausaha dapat mengembalikan investasi (Ibrahim, 2003).

3. Revenue Cost Ratio (R/C)

Dalam kaitannya dengan usaha, revenue cost ratio dapat dikatakan sebagai

ratio perbandingan antara penerimaan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha. Jika ratio menunjukan hasil nol maka dapat dikatakan bahwa usaha tidak memberikan keuntungan finansial. Demikian juga jika ratio

menunjukan angka kurang dari 1 maka usaha yang dilakukan tidak memberikan keuntungan dari kegiatan yang dilaksanakan (Rahim, 2008).

4. Analisis Break Even Point (BEP)

Break even point adalah suatu kondisi dimana suatu usaha tidak memperoleh keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian atau suatu kondisi yang impas/seimbang antara penerimaan dan biaya-biaya. Konsep break even


(32)

point dapat diartikan sebagai suatu konsep untuk menganalisis suatu keputusan dengan pendekatan biaya yang samaatau titik impas (Nugroho, 2002).

Manfaat memahami dan menghitung analisis BEP antara lain adalah untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba-rugi perusahaan, sebagai sarana profit planning, sebagai alat pengendali (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan, sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan (Kuswadi, 2005).

Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005).

Konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen dalam bidang pemasaran yang berorietasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen dengan didukung oleh bagian-bagian lain secara terpadu sehingga dapat memproduksi dan menjual barang yang memberikan kepuasan kepada konsumen. Dengan pendugaan ini ada empat hal yang terdapat dalam konsep pemasaran, yaitu orientasi pada konsumen (kebutuhan dan keinginan konsumen), kegiatan pemasaran yang terpadu, kepuasan konsumen dan tujuan prusahaan jangka panjang (Simanjuntak, 2005)

Efisiensi Pemasaran Produk

Menurut Andayani (2005), pemasaran suatu komoditi dikatakan efisien apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu:


(33)

a. Mampu mentransfer produk yang diperdagangkan dari produsen awal ke konsumen akhir dengan biaya minimal

b. Mampu menciptakan distribusi pendapatan yang adil dari harga yang dibayar konsumen terhadap semua lembaga tataniaga yang ikut terlibat.

Nilai efsiensi pemasaran pada sistem pemasaran suatu komoditi sangat penting karena dapat meningkatkan pendapatan produsen (petani dengan pola usahatani hutan rakyat) dan, secara agregat kelak bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu informasi tentang efisiensi pemasaran sangat membantu para pihak dan penentu kebijakan untuk menentukan yang lebih adil sebagai dampak adanya proses distribusi barang dari produsen ke konsumen tersebut.

Efisiensi pemasaran berhubungan dengan pola pemasaran yang terjadi, semakin banyak pola pemasaran maka semakin dapat dilihat efisiensi pemasaran yang efektif. Pola yang terjadi pada produk batang-batang bambu yang telah diolah sebagai komponen pembuatan dupa berbeda dari pola pemasaran produk bambu lainnya seperti produk keranjang bambu dan tepas (Alamsayah, 2013).

Eefisiensi pemasaran merupakan sistem pemasaran yang efisien apabila memenuhi syarat mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada pihak yang terlibat dalam kegiatan (Anita, 2012).


(34)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2013. Penelitian ini dilakukan di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner dan masyarakat yang mengusahakan pengrajin ijuk.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil observasi lapangan, kuisioner, dan wawancara terhadap masyarakat pengrajin ijuk secara rutin. Data sekunder diperoleh melalui sumber resmi dan instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang diperlukan antara lain berupa data penyebaran ijuk aren di Sumatera Utara.

Penentuan sempel responden dilakukan dengan metode snowball sampling. Teknik pengambilan sempel pada mulanya jumlahnya kecil tetapi makin lama makin banyak dan berhenti sampai informasi yang didapatkan dinilai telah cukup. Penelitian ini juga akan dilakukan pada pelaku usaha penjualan produk-produk ijuk dimulai dari pengolah, agen atau penyalur, pedagang hingga kekonsumen.


(35)

Metode Analisis Data

Dalam melakukan analisis data menggunakan data produksi dalam jangka waktu bulanan. Hal ini dilakukan karena kegiatan penelitian dilakukan hanya pada satu kali periode produksi ijuk, dimulai dari petani sampai konsumen. Adapun metode analisis datanya sebagai berikut:

1. Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan, Revenue cost ratio, Pendekatan Break Event Point (BEP) dan

Payback Period.

a. Analisis biaya dan pendapatan

Menurut Sadono Sukirno (2006), biaya total (TC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Total biaya produksi didapat dengan menjumlahkan Total Biaya Tetap (TFC) dan Total Biaya Variable (TVC). Dengan demikian biaya total dari usaha pengrajin ijuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

TC = TFC + TVC

Keterangan:

TC = Total Biaya/Total CostI (Rp)

TFC =Total Biaya Tetap/Total Fixed costs (Rp) TVC = Total biaya/ variable Cost (Rp)

Menurut Soekartawi (2002) penerimaan adalah banyaknya jumlah produksi dikalikan harga (banyaknya input dikalikan harga). Jumlah penerimaan (total revenue) didefinisikan sebagai penerimaan dari penjualan barang tertentu yang diperoleh dari sejumlah satuan barang produk ijuk yang terjual dengan harga penjualan setiap satuan yang dapat di rumuskan sebagai berikut :


(36)

TR = P . Q

Keterangan :

TR = Total Revenue/Total penerimaan (Rp/kg) P = Price/Harga (Rp/kg)

Q = Quantity/ Jumlah produksi (Rp/kg)

Pendapatan dari usaha pengrajian ijuk ini dapat dihitung dengan menggunakan konsep pendapatan yaitu dengan cara mengurangi total penerimaan dengan total biaya. Pendapatan dapat ditentukan dengan rumus (Soedarsono, 2004):

I = TR - TC

Keterangan:

I =Pendapatan/income (Rp)

TR =Total penerimaan/Total Revenue (Rp) TC =Total biaya/Total Costs (Rp)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Revenue cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah usaha pengrajin ijuk menghasilkan keuntungan atau tidak dari biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan produk ijuk selama jangka satu bulan. Menurut Aziz (2003)

Revenue cost ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: R/C = TR

TC Keterangan:


(37)

TC = Total Cost (Rp) Kriteria penilaian R/C (Rp)

R/C < 1 = usaha pengrajin ijuk mengalami kerugian R/C > 1 = usaha pengrajin ijuk memperoleh keuntungan R/C = 1 = usaha ijuk mencapai titik impas

c. Pendekatan Break Event Point

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya titik impas pada usaha pengrajin ijuk yaitu kondisi dimana suatu usaha ijuk tidak memperoleh keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Menurut Aswoko (2009), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

BEP Volume Produks

i =

BiayaTotal

HargaProduksi

Untuk mengetahui besarnya biaya titik impas (BEP) dalam usaha pengrajin ijuk berdasarkan unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus:

BEP (Rp)

=

BiayaTotal

Total Produksi

d. Payback Period

Analisis ini mengetahui berapa lama usaha ijuk yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Payback periode diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang menggunakan aliran khas (Umar, 2000). Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha, semakin baik usaha tersebut karena semakin lancar perputaran modal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


(38)

Payback Period = Investasi Net Benefit

Jika masa pengembalian investasi (payback periode) lebih singkat dari pada umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak dilaksanakan. Pada dasarnya semakin cepat payback periode menunjukkan semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor.

Menurut Gray (1985) menyatakan bahwa Payback Period ≤ umur usaha, maka usaha layak dijalankan sedangkan Payback Period > umur usaha, maka usaha tidak layak dijalankan. Makin pendek waktu yang diperoleh dalam Payback Period maka semakin layak usaha untuk dijalankan.

2. Analisis Pemasaran

Untuk mengetahui harga jual produk ijuk, dilakukan wawancara langsung dan penyebaran kuisioner kepada masyarakat pengrajin ijuk, oleh karena itu dilakukan analisis pemasaran produk sehingga diketahui alur pemasarannya. Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner dikumpulkan dan dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan. Secara matematis, margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mp = Pr – Pf Keterangan:

Mp = Marjin Pemasaran

Pr = Harga ditingkat konsumen Pf = Harga ditingkat produsen


(39)

Dalam analisis pemasaran ijuk, untuk mengetahui besarnya bagian keuntungan (Ski) dan bagian biaya (Sbi) masing-masing lembaga pemasaran (pedagang pengumpul) diformulasikan sebagai berikut:

Ski = ki x 100% Pr - Pf Sbi = bi x 100%

Pr - Pf Keterangan:

Ski = Bagian keuntungan Sbi = Bagian biaya

ki = Keuntungan lembaga pemasaran

bi = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran Pr = Harga ditingkat konsumen

Pf = Harga ditingkat produsen

Bagian keuntungan dilakukan pada masing-masing lembaga dihitung dengan perbandingan antara keuntungan lembaga pemasaran ijuk dengan harga tingkat konsumen dan harga tingkat produsen sapu ijuk. Begitu juga dilakukan pada bagian biaya, yang merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses memasarkan produk sapu ijuk. Dihitung dengan cara perbandingan biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran dengan harga tingkat konsumen dan tingkat produsen, ini dilakukan pada masing-masing lembaga.

Untuk mengetahui besarnya bagian harga yang diterima petani/masyarakat pengrajin ijuk (Sp) dari harga yang dibayarkan konsumen bisa diketahui dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Sp = Pf x 100% Pr


(40)

Keterangan:

Sp = Harga yang diterima petani

Pf = Harga pembelian pemasaran ditingkat produsen Pr = Harga penjualan pemasaran ditingkat konsumen

Untuk mengetahui bagian besarnya harga yang diterima pengrajin sapu ijuk dilakukan dengan perhitungan di atas, diasumsikan apabila harga atau keuntungan yang diterima petani lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang lain, maka usaha sapu ijuk lebih bernilai dibandingkan yang lain.

3. Efisiensi Pemasaran

Menurut Mubyarto. (1983) untuk mengetahui seberapa besar produk ijuk yang diperdagangkan dari produsen awal kekonsumen akhir dan distribusi pendapatan yang adil dari harga yang dibayar konsumen ijuk, maka dihitung dengan rumus mark up on cost dan mark up on selling. Secara matematis formulanya adalah:

1. Mark up on cost= Margintataniaga

Hargabeli/produksiX 100%

2. Mark up on selling= Margintataniaga

Hargajual X 100%

Besarnya nilai mark up di atas, akan menentukan tingkat efisiensi operasional sistem tataniaga yang berjalan. Nilai mark up diukur dalam persen. Nilai mark up makin rendah (kecil) menunjukkan bahwa, tingkat efisiensi (operasional) tataniaga suatu komoditi makin tinggi dan jika nilai tersebut semakin besar (tinggi) maka dikatakan sistem tataniaga yang sedang berjalan memiliki tingkat efisiensi operasional yang masih rendah (in-efisien).


(41)

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pelintahan yang terletak di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pelintahan memiliki jumlah penduduk sebanyak 625 KK dengan luas desa 2.581 Ha. Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kampung Pon 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kampung Keling 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Sei Rampah

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Keramat Asam

Penduduk desa pelintahan umumnya suku jawa, namun tidak hanya suku jawa yang terdapat di Desa Pelintahan ini, melainkan terdapat juga suku melayu, batak dengan mayoritas beragama islam (BPS, 2011).

Karakteristik Responden

Berdasarkan pengambilan data dalam pengolahan ijuk aren menjadi produk-produk ijuk menurut karakteristik umur adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Karakteristik Responden Menurut Karakteristik Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi (Orang) Proporsi (%)

1 20-30 2 20

2 31-40 5 50

3 41-50 3 30

4 >50 0 10

Jumlah 10 100

Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuisioner dilapangan diperoleh responden sebanyak 10 kelompok yang mengolah ijuk menjadi sapu ijuk dan sikat ijuk, dimana menurut karakteristik umur, kelompok umur responden antara 20-30 memiliki distribusi sebanyak 2 orang dengan proporsi 20 %, dan kelompok umur responden 31-40 tahun


(42)

memiliki distribusi paling tinggi sebanyak 5 orang dengan proporsi 50 % serta responden dengan umur 41-50 tahun memiliki ditribusi sebanyak 3 orang dengan proporsi 30 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia 31-40 tahun merupakan usia yang paling produktif dalam mengelola ijuk menjadi produk-produk ijuk, karena usaha ini umumnya merupakan pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan untuk usia >50 tidak ditemukan karena memberikan usaha kepada anak-anaknya untuk melanjutkan usaha mereka.

Berdasarkan pengambilan data dalam pengolahan ijuk aren menjadi produk-produk ijuk menurut tingkat pendidikan adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) Proporsi (%)

1 SD 2 20

2 SMP 5 50

3 SMA 3 30

Jumlah 10 100

Tingkat pendidikan juga berpengaruh pada faktor produksi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik dalam mangambil keputusan atau memecahkan suatu masalah dalam usaha. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan didominasi pada tingkat SMP sebanyak 5 orang dengan proporsi 50% . tingginya angka pada tingkat SMP ini dikarenakan para pengolah dahulunya memiliki latar belakang ekonomi kurang mampu, sehingga tidak mempu untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Hatta (1993) ijuk merupakan helaian benang-benang yang berwarna hitam, berdiameter < 0,5 mm, dan bersifat kaku dan wulet (tidak mudah putus) dan ijuk diperoleh dari pohon aren, yang terdapat pada batang pohon aren. Ijuk memiliki banyak fungsi yang dapat dijadikan bahan industri dan bahan kontruksi, untuk bahan industri ijuk dapat dijadikan bahan dasar sapu, sikat, tali dan bahan pembersih lainnya dan untuk


(43)

bahan kontruksi ijuk dapat dijadikan sebagai bahan atap, resapan air pada kontruksi lapangan atau septic thank.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat dua usaha ijuk di Desa Pelintahan yaitu usaha pembuatan sapu dan usaha pembuatan sikat ijuk. Untuk mengetahui analisis financial dalam usaha ini maka akan ditampilkan masing-masing analisis berdasarkan produk yang dihasilkan. Penelitian ijuk yang dilakukan di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah produksi sapu dan sikat ijuk.

Produk Sapu Ijuk

a. Proses pembuatan sapu

Menurut Marina (2002) sapu ijuk merupakan perpaduan dari beberapa bahan seperti ijuk, batang atau kayu, tali nilon, tali rafia, sehingga menghasilkan daya dan hasil guna yang lebih besar. Berikut proses pembuatan sapu ijuk.

- Persiapan bahan baku

Ijuk yang digunakan berasal dari Sidempuan yang merupakan lembaran ijuk yang dibentuk menjadi gulungan besar. Bahan baku yang digunakan berasal dari pohon aren dengan usia + 5 tahun. Menurut Hatta (1993) produksi ijuk dengan kualitas dan kuantitas baik berasal dari pohon aren yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (4 sampai 5 tahun sebelum pohon aren berbunga) yaitu dapat menghasilkan 30-50 lembaran ijuk.


(44)

Gambar 1. Bahan Baku Pembuatan Sapu - Pemotongan

Ijuk yang siap untuk di produksi dibuka dari gulungannya kemudian disusun masing-masing lembarannya kemudian dilakukan pemotongan, pemotongan dilakukan secara horizontal dengan lebar 35 cm menggunakan parang.

Gambar 2. Ijuk yang Telah di Potong - Pemasukan ketapak sapu

Ijuk yang sudah dipotong dimasukkan kedalam tapak sapu dengan bantuan tali nilon dan kawat sebagai pengkait tali yang berada dalam tapak sapu, kepadatan ijuk yang dimasukkan ketapak sapu tergantung muatan tapak sapu, pemasukan ijuk tidak boleh telalu jarang karena dapat menimbulkan rongga sehingga ijuk akan mudah keluar dari


(45)

tapak sapu. Kemudian pada bagian ujung disimpul agar tali nilon dan ijuk tidak lepas dari tapak sapu.

Gambar 3. Pemasukan Ijuk dalam Tapak Sapu Pengrapian permukaan sapu

Pengrapian permukaan sapu dilakukan dengan mesin grendel, pada mesin ini terdapat mata paku yang berfungsi untuk merapikan bagian permukaan ijuk yang berada pada tapak sapupengrapian dilakukan dengan cara ijuk yang sudah berada pada tapak sapu kemudian diletakkan di atas mesin grendel apabila sudah rapi, maka dibalik agar penampakan bagian keduanya merata dan rapi.

Gambar 4. Proses Pengrapian Permukaan Sapu - Pemotongan

Pemotongan ijuk yang dilakukan adalah memotong ujung sapu ijuk dengan menggunakan parang, pemotongan dilakukan dengan cara meletakkan sapu pada


(46)

landasan papan kemudian dipotong menggunakan parang sesuai dengan ukurannya, tujuan pemotongan yaitu agar bagian bawah sapu merata dan rapi.

Gambar 5. Pemotongan Ujung Sapu - Pembungkusan

Ijuk yang sudah rapi pada bagian permukaan dan ujungnya akan segera dibungkus dengan plastik pembungkus. Pembungkusan dilakukan dengan memasukkan plastik sapu kedalam tapak sapu melalui bagian atas tapak sapu.

Gambar 6. Pembungkusan Sapu

- Pemasangan batang sapu

Batang sapu yang digunakan adalah batang sapu sudah jadi, dimana sudah berpolis dan sudah memiliki plastik. Pemasangan batang dilakukan dengan cara


(47)

memasukkan batang ke dalam lubang tapak sapu, kemudian pada lubang tapak sapu dipaku agar antara batang dan tapak sapu saling mengikat satu sama lain, kemudian pada ujung batang dipasang topi penutup ujung sekaligus berfungsi sebagai gantungan. Selanjutnya sapu ijuk siap untuk dipasarkan.

Gambar 7. Sapu Siap untuk dipasarkan

Proses pembuatan sapu ijuk dalam penelitian ini hanya memerlukan waktu satu hari untuk menghasilkan 360 sapu/produksi. Usaha pembuatan sapu memiliki keterbatasan pada tenaga kerja dan alat. Oleh karena itu produk yang dihasilkan dalam usaha ini bisa dikategorikan kurang bagus karena ketersediaan alat dan tenaga kerja. Usaha pembuatan sapu tergolong industri kecil karena memiliki tenaga kerja sekitar 6-9 orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan BPS (2011), yang menyatakan bahwa penggolongan sektor industri semata-mata didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja diindustri, tanpa memerhatikan apakah industri ini menggunakan menggunakan tenaga mesin atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan tersebut. Industri dikatakan besar apabila memiliki tenaga kerja > 100 orang, industri sedang 20-100 orang, industri kecil 5-19 orang dan industri rumah tangga 1-4 orang. Proses pengolahan ijuk menjadi sapu ijuk secara singkat dapat dijabarkan dalam bagan alur sebagai berikut.


(48)

Gambar 8. Alur Proses Pembuatan Sapu Ijuk Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk

Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha yang dilakukan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan, revenue cost ratio, pendekatan break event point, dan payback period. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada pengolahan ijuk menjadi sapu. Biaya produksi dan pendapatan sapu ijuk

Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan ijuk menjadi sapu. Ada 2 jenis biaya produksi yang dikeluarkan dalam mengolah ijuk selama satu kali produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi (1995), biaya tetap adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

Persiapan bahan baku

Pemotongan

Pemasukan ketapak sapu

Pengrapian permukaan sapu

Pemotongan ujung sapu

Pembungkusan


(49)

Berdasarkan penelitian ini yang termasuk biaya tetap adalah biaya penyusutan peralatan yang digunakan dalam setiap mengolah ijuk menjadi sapu. Berikut jenis barang yang digunakan dalam mengolah ijuk menjadi sapu.

Tabel 3. Biaya Penyusutan Peralatan Pengolahan Sapu Ijuk dalam Satu Kali Produksi

No Jenis Peralatan Harga Beli (Rp) Masa

Pakai(tahun)

Biaya Penyusutan Per Sekali Produksi (Rp)

1 Mesin grendel 1.200.000 5 657,53

2 Parang 30.000 5 21,92

3 2 Jarum 5.000 1 13,70

4 2 Palu 30.000 5 10,96

Total 1.265.000 704,11

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa biaya penyusutan pembuatan sikat ijuk yaitu sebesar Rp. 704,11 yang diperoleh dari biaya penyusutan mesin grendel, parang, jarum dan palu.

Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku dan bahan pendukung lainnya yang digunakan dalam memproduksi sapu. berikut rincian biaya yang digunakan dalam satu kali produksi (1 hari) adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk dalam Satu Produksi

No Jenis Pemakaian Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Ijuk Aren 36 kg 6.000 216.000

2 Tapak sapu 360 buah 1.400 504.000

3 Tali nilon 1 kg 40.000 40.000

4 Tali plastik 1,2 gulung 4.000 4.800

5 Plastik pembungkus 18 bal 10.000 180.000

6 Batang sudah berpolis 360 batang 1.250 450.000

7 Topi gantungan 360 buah 125 45.000

8 Paku 6 kg 5.000 30.000

9 Upah tenaga kerja 6 orang 35.000 210.000

Total 1.679.800

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah biaya variabel sebesar Rp. 1.679.800 yang diperoleh dari harga masing-masing jenis bahan baku yang digunakan seperti biaya bahan baku ijuk aren, tapak sapu, tali nilon, tali plastik, plastik pembungkus, batang sudah berpolis, topi gantungan, paku dan upah tenaga kerja.


(50)

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya produksi total dalam satu kali produksi. Total penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi sapu ijuk dengan harga jual per unit sapu ijuk. Sedangkan biaya produksi diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap total dengan biaya variabel pembuatan sapu ijuk. Rincian biaya adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk

Keterangan Jumlah (Rp)

Biaya Tetap Total (Rp) 704,11

Biaya Variabel Total (Rp) 1.679.800,00

Biaya Produksi Total (TC) 1.680.504,11

Jumlah produksi 360,00

Harga jual per unit (Rp) 5.350,00

Total Penerimaan (TR) 1.926.000,00

Pendapatan (Rp) 245.496,11

Perhitungan pendapatan dilakukan untuk mengetahui pendapatan bersih yang diperoleh dari pengolahan ijuk menjadi sapu dalam satu kali produksi (satu hari). Berdasarkan Tabel 5, pendapatan bersih yang diperoleh dari pengolahan ijuk menjadi sapu ijuk sebesar Rp. 245.496,11 dengan penerimaan total Rp. 1.926.000,00 per sekali produksi dan biaya produksi total sebesar Rp. 1.680.504,11 per sekali produksi.

Revenue cost ratio (R/C)

Nilai R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha dilihat dari perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total dalam pembuatan sapu. Nilai R/C ratio pada usaha pembuatan sapu ijuk dapat ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Penerimaan Total Rupiah 1.926.000,00

Biaya Produksi Total Rupiah 1.680.504,11

R/C Ratio 1,15

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa nilai R/C ratio yang diperoleh adalah


(51)

sebesar Rp. 1.926.000,00 dengan biaya produksi total sebesar Rp. 1.680.504,11. Nilai R/C rasio di atas menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai memperoleh keuntungan. Nilai keuntungan tersebut dapat dilihat dari kriteria R/C ratio dimana apabila R/C ratio < 1 maka usaha mengalami kerugian, jika R/C ratio > 1 maka usaha mengalami keuntungan dan jika R/C ratio = 1 maka usaha mencapai titik impas.

Pendekatan Break Event Point (BEP)

Analisis pendekatan BEP dilakukan untuk mengetahui besarnya titik impas dari usaha sapu, yaitu kondisi dimana suatu usaha sapu tidak memperoleh keuntungan tetapi tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dilakukan atas dasar unit produksi dan unit rupiah. Berikut rincian analisis nilai BEP unit produksi dan BEP unit rupiah.

Tabel 7. Nilai BEP Unit Produksi dan Rupiah dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Biaya Produksi Total (TC) Rupiah 1.680.504,11

Harga Jual per Unit Rupiah 5.350,00

Jumlah Produksi Unit 360,00

BEP unit Produksi Unit 314,00

BEP Unit Rupiah Rupiah 4.668,07

Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa nilai BEP unit produksi dari usaha pembuatan sapu yaitu sebanyak 314 unit. Artinya usaha ini akan balik modal jika memproduksi sebanyak 314 unit dalam satu kali produksi. Pada perhitungan BEP unit rupiah memperoleh nilai sebesar Rp. 4.668,07 dalam satu kali produksi hal memiliki arti bahwa usaha ini akan balik modal jika menjual satu unit sapu dengan harga Rp. 4.668,07 dalam satu kali produksi. Dalam survei di lapangan diketahui produksi sapu sebanyak 360 unit dengan harga jual Rp. 5.350,00 dalam sekali produksi, hal ini menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu ijuk memperoleh keuntungan karena produksi dan nilai jual sebenarnya memelebihi nilai BEP berdasarkan unit produksi dan rupiah.


(52)

Payback Period (PP)

Analisis Payback Period (PP) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha. Analisis ini menggunakan perbandingan antara investasi dengan keuntungan. Adapun rincian analisis data pada pembuatan sapu ijuk adalah sebagai berikut.

Tabel 8. Analisis Payback Period Pembuatan Sapu Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Investasi Rupiah 2.944.800,00

Net Benefit Rupiah 245.496,11

Payback Period Produksi 11,99

Pembulatan Produksi 12

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa payback period dari usaha pembuatan sapu ijuk adalah selama 12 kali produksi. Artinya dengan investasi Rp. 2.944.800,00 dan keuntungan bersih Rp. 245.496,11 selama satu kali produksi akan dapat dikembalikan dalam jangka waktu 12 kali produksi (12 hari). Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengembalian investasi termasuk cepat. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu layak untuk di kembangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnadi (2005), yang menyatakan bahwa manfaat memahami dan menghitung analisis BEP antara lain adalah untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba dan rugi perusahaan.


(53)

Produk Sikat

b. Proses pengolahan sikat ijuk

Ijuk merupakan serat alami yang berasal dari pohon aren yang dapat dijadikan bahan industri untuk kebersihan rumah tangga yaitu sikat ijuk. Berikut proses pengolahan ijuk menjadi sikat ijuk atau biasa disebut brus.

- Persiapan bahan baku

Bahan baku dipilih dari pohon aren yang berumur + 5 tahun. Bahan baku didapatkan dari Sidempuan dalam bentuk lembaran ijuk dalam gulungan besar. Bahan baku diperolah di luar daerah karena bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi untuk produksi pengrajin ijuk karena ketersedian pohon aren sudah terbatas.

Gambar 9. Bahan Baku Sikat Ijuk - Penyisiran (ijuk kasar)

Ijuk yang berasal dari ijuk kepingan, kemudian dibuka dari gulungan dan diambil tiap lembaran ijuk kemudian disisir. Sisir yang digunakan adalah sisir yang terbuat dari kawat baja yang berdiameter 0,5-1,0 cm dengan panjang sekitar 5 cm yang ditancapkan pada batang atau balok yang keras . Akan tetapi sebelum dilakukan penyisiran, ijuk direndam dengan air agar debu yang berada pada ijuk tidak menggangu aktivitas pekerja. Tujuan penyisiran adalah untuk memisahkan antara ijuk halus dan ijuk kasar. Dalam


(54)

pembuatan sikat ijuk ini yang digunakan adalah ijuk kasar, hal ini dikarenakan agar fungsi sikat ijuk sebagai alat kebersihan rumah tangga bekerja dengan baik. Sedangkan ijuk halus dijual dan digunakan sebagai pembuatan tali dan media tanam untuk perkecambahan toge.

Gambar 10. Penyisiran Ijuk - Pemotongan

Pemotongan menggunakan alat potong seperti parang besar yang berbentuk guntingan. Kemudian ijuk kasar yang sudah berbentuk gumpalan diikat menggunakan karet ban dengan tujuan memudahkan dalam proses pemotongan. Pemotongan dimulai dengan memasukkan gumpalan ijuk kasar kedalam alat potong dan dipotong dengan ukuran 5-6 cm. Kemudian disusun rapi dan diletakkan dekat dengan alat berikutnya.

a b c

Gambar 11. Proses Pemotongan Ijuk; A. Kumpulan Ijuk Kasar; B.Alat Potong Ijuk Kasar; C. Kumpulan Potongan Ijuk Kasar.


(55)

- Pemutaran

Potongan-potongan ijuk kasar tersebut disusun panjang di atas kawat berukuran 35 cm dan dilakukan pemutaran dengan menggunakan alat pusing dan bais, dimana pada bagian lengkungan kawat diletakkan pada bais dan bagian ujung kawat diletakkan pada alat putar, kemudian potongan ijuk dijepit diantara kawat kemudian diputar sehingga membentuk lilitan kawat dan ijuk kasar dalam bentuk panjang.

Gambar 12. Alat Pembuatan Sikat/Brus dan Kumpulan Sikat Ijuk - Pengguntingan

Sikat ijuk yang dihasilkan belum memiliki ukuran yang seimbang, hal ini dikarenakan pada saat pemutaran terjadi pergeseran antara potongan ijuk dengan kawat sehingga ijuk yang dihasilkan kurang rapi. Oleh karena itu, dilakukan pengguntingan sikat dengan menggunakan mesin gunting agar sikat yang dihasilkan lebih rapi dan ukuran potongan ijuk sama ratanya.

Gambar 13. Proses Pengguntingan Sikat - Pembentukan


(56)

Sikat ijuk yang dihasilkan masih dalam kondisi sikat ijuk panjang. Oleh karena itu, dilakukan pembentukan dengan cara meletakkan sikat pada dua buah paku yang ditancapkan di balok, kemudian di lengkungkan sehingga masing-masing ujung sikat saling bertemu. Kemudian pada bagian ujung sikat di masukkan pada ujung kawat depannya dengan menggunakan tang sehingga sikat yang dihasilkan menyatu kemudian sikat ijuk siap untuk dipasarkan.

Gambar 14. Pembentukan Sikat

Proses pembuatan ijuk menjadi sikat ijuk membutuhkan waktu hanya satu hari. Proses pengolahan ijuk menjadi sikat ijuk secara singkat dapat dijabarkan dalam bagan alur sebagai berikut.

Gambar 15. Alur Proses Pembuatan Sikat Ijuk Persiapan bahan baku

Penyisiran

Pemotongan

Pemutaran Pengguntingan


(57)

Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sikat Ijuk

Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha yang dilakukan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan, revenue cost ratio, pendekatan break event point, dan payback period. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada pengolahan ijuk menjadi sikat ijuk. Biaya produksi dan pendapatan sikat ijuk

Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan ijuk menjadi sikat ijuk. Ada 2 jenis biaya produksi yang dikeluarkan dalam mengolah ijuk selama satu kali produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi (1995), biaya tetap adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

Berdasarkan penelitian ini yang termasuk biaya tetap adalah biaya penyusutan peralatan yang digunakan dalam setiap mengolah ijuk menjadi sikat ijuk. Berikut jenis barang yang digunakan dalam mengolah ijuk menjadi sikat ijuk.

Tabel 9. Biaya Penyusutan Peralatan Pembuatan Sikat Ijuk dalam Satu Kali Produksi

No Jenis Peralatan Harga Beli (Rp) Masa Pakai

(tahun)

Biaya Penyusutan Per Sekali Produksi (Rp)

1 Pusingan dan bais 200.000 10 111,11

2 Mesin gunting 1.500.000 10 833,33

3 Sikat kawat 10.000 2 27,78

4 Alat potong 100.00 4 138,89

5 Tang 15.000 3 27,78

Total 1.825.000 1.138,89

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa biaya penyusutan pembuatan sikat ijuk yaitu sebesar Rp. 1.138,89 yang diperoleh dari penjumlahan biaya penyusutan alat pusingan dan bais, mesin gunting, sikat kawat, alat potong dan tang dan dengan total harga pada masing-masing jenis peralatan sebesar Rp. 1.825.000.


(58)

Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku dan bahan pendukung lainnya yang digunakan dalam memproduksi sikat ijuk. Biaya variabel dalam pembuatan sikat ijuk berasal dari biaya bahan baku yaitu ijuk aren, kawat dan upah tenaga kerja dengan jumlah biaya sebesar Rp. 480.656. Berikut rincian biaya yang digunakan dalam satu kali produksi (1 hari) adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk dalam Satu Kali Produksi

No Jenis Pemakaian Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Ijuk Aren 26.4 kg 6.000 158.400

2 Kawat 8.8 kg 20.000 176.000

Gaji karyawan 3 2 orang membuat ijuk

kasar/kg 18,48 kg 2.200 40.656

4 1 orang memotong dan

memusing/buah 660/buah 80 52.800

5 1 orang menggunting dan

merapikan/buah 660/buah 80 52.800

Total 480.656

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya produksi total dalam satu kali produksi. Total penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi sikat ijuk dengan harga jual per unit sikat ijuk. Sedangkan biaya produksi diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap total dengan biaya variabel pembuatan sikat ijuk. Rincian biaya adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk

Keterangan Jumlah (Rp)

Biaya Tetap Total 1138,89

Biaya Variabel Total 480.656,00

Biaya Produksi Total (TC) 481794,9

Jumlah produksi 660,00

Harga Jual Per Unit (Rp) 1.500,00

Total Penerimaan (TR) 990.000,00

Sisa bahan baku 23.760,00

Pendapatan 531.965,10

Perhitungan pendapatan dilakukan untuk mengetahui pendapatan bersih yang diperoleh dari pengolahan ijuk menjadi sikat ijuk dalam satu kali produksi (satu hari).


(59)

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa pendapatan bersih yang diperoleh dari pembuatan sikat ijuk yaitu sebesar Rp. 531.965,10 dengan total penerimaan sebesar Rp. 990.000,00 dan biaya produksi total sebesar Rp. 481.794,9/hari dalam satu kali produksi. Revenue cost ratio (R/C)

Nilai R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha dilihat dari perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total dalam pembuatan sapu dan sikat ijuk. Nilai R/C ratio pada usaha pembuatan sikat ijuk dapat ditunjukkan pada Tabel 12..

Tabel 12. Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sikat Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Penerimaan Total Rupiah 990.000,00

Biaya Produksi Total Rupiah 481.794,9

R/C Ratio 2,05

Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai R/C ratio yang diperoleh 2,05 yang diperoleh dari perbandingan nilai penerimaan total Rp. 990.000,00 dengan biaya produksi total Rp. 481.794,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pembuatan sikat ijuk di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai memperoleh keuntungan. Nilai keuntungan tersebut dapat dilihat dari kriteria R/C ratio dimana apabila R/C ratio < 1 maka usaha mengalami kerugian, jika R/C ratio > 1 maka usaha mengalami keuntungan dan jika R/C ratio = 1 maka usaha mencapai titik impas. Pendekatan Break Event Point (BEP)

Analisis pendekatan BEP dilakukan untuk mengetahui besarnya titik impas dari usaha sapu dan sikat ijuk, yaitu kondisi dimana suatu usaha sikat ijuk tidak memperoleh keuntungan tetapi tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dilakukan atas dasar unit produksi dan unit rupiah. Berikut rincian analisis nilai BEP unit produksi dan BEP unit rupiah.


(60)

Tabel 13. Nilai BEP Unit Produksi dan Rupiah dari Usaha Pengolahan Sikat Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Biaya Produksi Total (TC) Rupiah 481.794,9

Harga Jual per Unit Rupiah 1.500,00

Jumlah Produksi Unit 660,00

BEP unit Produksi Unit 321.20,00

BEP Unit Rupiah Rupiah 729,99

Berdasarkan Tabel 13, menunjukkan bahwa nilai BEP unit produksi dari usaha pembuatan sikat ijuk yaitu sebesar 321 unit. Artinya usaha ini akan balik modal jika memproduksi sebanyak 321 unit dalam satu kali produksi. Pada perhitungan BEP unit rupiah mampu menjual satu sikat ijuk dengan harga Rp. 729,99 dalam satu kali produksi. Artinya usaha ini akan balik modal jika menjual sikat ijuk dengan harga Rp. 729,99 dalam satu kali produksi. Dari survei di lapangan diperoleh bahwa usaha pembuatan sikat ijuk mampu memproduksi sikat 660 unit dalam satu kali produksi dengan harga jual Rp. 1.500,00 dalam satu kali produksi. Dengan demikian usaha pembuatan sikat ijuk ini memperoleh keuntungan karena produksi dan harga jual lebih tinggi dibandingkan nilai BEP yang diperoleh.

Payback Period (PP)

Analisis Payback Period (PP) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha. Analisis ini menggunakan perbandingan antara investasi dengan keuntungan. Adapun rincian analisis data pada pembuatan sikat ijuk adalah sebagai berikut.

Tabel 14. Analisis Payback Period Pembuatan Sikat Ijuk

Keterangan Satuan Nilai

Investasi Rupiah 2.305.656,00

Net Benefit Rupiah 531.965,1

Payback Period Produksi 4,33


(1)

B. Jenis Pengeluaran Non-makanan Dalam sebulan yang lalu (Rp)

Dalam setahun yang lalu (Rp) 1. Sandang (Pakaian, sepatu, dll)

2. Perumahan

3. Pendidikan (seperti SPP anak, Buku, dan biaya sekolah lainnya

4. Kesehatan (seperti biaya berobat, vitamin)

5. Lainnya (sabun, pajak, pajak, televisi, dll)

(Isilah pengeluaran untuk sebulan lalu dan setahun lalu, jika pengeluaran hanya terdapat setahun lalu maka diisi kolom setahun lalu saja)

C. Pengeluaran Lainnya

Jenis Pengeluaran Sebulan yang lalu (Rp)

Setahun yang lalu (Rp) 1. Transfer uang

2. Membayar Hutang

3. Lainnya (arisan, meminjamkan uang, dll)

4. Tabungan/ Simpanan

VIII. Catatan

... ...


(2)

Lampiran 4. Analisis biaya produksi sapu ijuk dalam sekali produksi (1 hari) di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

Biaya Tetap Jenis Peralatan

Pemakaian Harga satuan

(Rp) Jumlah

Mesin grendel

1buah

1.200.000 1.200.000

Parang 1 buah 30.000 30.000

Jarum 2 buah 2.500 5.000

Palu 2 buah 15.000 30.000

Total 1.265.000

Biaya Variabel Ijuk Aren 36 kg 6.000 216.000

Tapak sapu 360 buah 1.400 504.000

Tali nilon 6 ons 40.000 24.000

Tali plastik 1,2 gulung 4.000 4.800 Plastik

pembungkus 18 bal 10.000 180.000

Batang sudah

berpolis 360 btg 1.250 450.000

Topi

gantungan 360 buah 125 45.000

Paku 6 kg 5.000 30.000

Upah tenaga

kerja 6 orang 35.000 210.000

Total 1.679.800

Total keseluruhan 2.944.800

Lampiran 5. Perhitungan analisis biaya dan pendapatan, R/C ratio, break event point (BEP) dan payback period pada pembuatan sapu ijuk

a. Analisis Biaya dan Pendapatan TC = TFC + TVC

= Rp. 704.11+ Rp. 1.679.800 = Rp. 1.680.504,11

TR = P x Q

= Rp5.530 X 360 = Rp. 1.926.000,00 I = TR – TC

= Rp. 1.926.000,00 – Rp. 1.680.504,11 = Rp. 245.496,11


(3)

b. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) R/C = TR

TC

= Rp. 1.926.000,00 Rp. 1.680.504,11 = 1,15

c. Pendekatan Break Event Point (BEP) BEP Q = Biaya Total

HargaProduksi =Rp. 1.680.504,11

=Rp. 5.350 =314

BEP (Rp) = BiayaTotal

Total Produksi =Rp. 1.680.504,11 =Rp. 360

=Rp. 4668,07 d. Payback Period

Payback Period = Investasi x 1 tahun Net Benefit

= Rp. 2.944.800,00 x 1 kali produksi Rp. 245.496,11

= 11,99


(4)

Lampiran 6. Analisis biaya produksi sikat ijuk dalam sekali produksi (1 hari) di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

Biaya Tetap

Jenis Peralatan Pemakaian Harga Beli (Rp)

Jumlah Pusingan dan

bais

1 buah

200.000 200.000 Mesin gunting 1 buah 1.500.000 1.500.000 Sikat kawat 1 buah 10.000 10.000 Alat potong 1 buah 100.00 100.00

Tang 1 buah 15.000 15.000

Total 1.825.000

Biaya Variabel

Jenis Pemakaian Harga satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

Ijuk Aren 26.4 kg 6.000 158.400

Kawat 8.8 kg 20.000 176.000

Gaji karyawan 2 orang

membuat ijuk

kasar/kg 18,48 kg 2.200 40.656

1 orang

memotong dan memusing/bua

h 660/buah 80 52.800

1 orang menggunting dan

merapikan/bua

h 660/buah 80 52.800

Total 480.656

Total keseluruhan 481.794,9

Lampiran 7. Perhitungan analisis biaya dan pendapatan, R/C ratio, break event point (BEP) dan payback period pada pembuatan sikat ijuk

a. Analisis Biaya dan Pendapatan TC = TFC + TVC

= Rp. 1.138,89+ Rp. 480.656,00 = Rp. 481.794,9

TR = P x Q

= Rp1.500 X 660 = Rp. 990.000,00 I = TR – TC


(5)

= Rp. 508.820,1

b. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) R/C = TR

TC

= Rp. 990.000,00 Rp. 481.794,9 = 2,05

c. Pendekatan Break Event Point (BEP) BEP Q = BiayaTotal

HargaProduksi =Rp. 481.794,9

=Rp 1.500 = 321,20 BEP (Rp) = BiayaTotal

Total Produksi =Rp. 1.680.504,11 = 660

=Rp. 729,99 d. Payback Period

Payback Period = Investasi x 1 tahun Net Benefit

= Rp. 2.305.656,00x 1 kali produksi Rp. 531.965,1

= 4,33


(6)

Lampiran 8. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran I Pelaku Pasar Jenis Biaya

Tataniaga

Harga per unit sapu(Rp)

Harga per unit sikat (Rp)

Agen besar Tenaga kerja 87,5 70

Pengolah Tenaga kerja 97 80

Agen besar Transportasi 416,67 416,67

Tenaga kerja 175,00 70

Total 591,67 486

Pedagang Bahan pendukung

Tali 13,33 13,33

Paku /kawat 4,63 40

17,96 53,33

Konsumen - - -

Total 794,13 689,33

Lampiran 9. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran II

Pelaku Pasar Jenis Biaya Tataniaga

Harga per unit sapu(Rp)

Harga per unit sikat (Rp)

Agen besar Tenaga kerja 87,5 70

Pengolah Tenaga kerja 97 80

Agen kecil Transportasi 50 50

Pedagang Bahan pendukung

Tali 13,33 13,33

Paku /kawat 4,63 40

17,96 53,33

Konsumen - - -

Total 252,46 253,33

Lampiran 10. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran III

Pelaku Pasar Jenis Biaya Tataniaga

Harga per unit sapu(Rp)

Harga per unit sikat (Rp)

Agen besar Tenaga kerja 87,5 70

Pengolah Tenaga kerja 97 80

Pedagang Bahan pendukung

Tali 13,33 13,33

Paku /kawat 4,63 40

17,96 53,33

Konsumen - - -