BAB IV PENGAWASAN OJK TERHADAP LEMBAGA PEGADAIAN DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN LIKUIDITAS MASYARAKAT TERKAIT PEMENUHAN ASPEK KEPATUHAN
D. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Lembaga
Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan resmi memulai tugasnya sebagai lembaga pengawasan pasar modal Indonesia dan lembaga non bank menggantikan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK. Hal ini merupakan tugas berat OJK untuk dapat memperbaiki industri keuangan yang menjadi harapan bagi semua pelaku
pasar. Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan di industri pasar modal Indonesia serta akan agresif mengadakan edukasi kepada
masyarakat Indonesia. Pengawasan lembaga keuangan sebelum dikeluarkannya UU OJK pengawasan
yang dilakukan terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh dua 2 lembaga yang ditunjuk pemerintah, yaitu:
53
1. Lembaga keuangan bank perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia BI.
Artinya semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
2. Lembaga keuangan bukan bank seperti pasar modal, perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, kegiatannya diawasi oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Bapepam-LK.
53
Kasmir, Op. Cit., hlm. 323-324.
Universitas Sumatera Utara
Setelah diterbitkannya UU OJK seluruh pengawasan lembaga jasa keuangan beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan atau yang biasa disingkat OJK. OJK
merupakan lembaga diluar pemerintah yang independen dalam mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.
Dasar pembentukan OJK merupakan revisi dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 34 OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban
menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan BPK dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR.
54
Tugas dan wewenangnya meliputi microprudential, yaitu pengaturan pengawasan, manajemen risiko dan penindakan administratif terhadap
kegiatan perbankan, pasar modal dan LNKB
55
Pelaksanaan tugas dan wewenang OJK dilakukan melalui koordinasi dengan beberapa lembaga lain, antara lain : Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan
LPS, Menteri Keuangan bahkan Presiden. dengan fungsi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu independensi, terintegrasi, dan menghindari benturan kepentingan.
56
54
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 38.
55
Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No. 3,
2012, hlm. 139.
56
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 63.
Hal ini bertujuan agar kebijakan- kebijakan yang akan ditetapkan oleh OJK lebih efektif dan efisien dalam memecahkan
permasalahan kebutuhan likuiditas masyarakat dalam kegiatan jasa keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 ayat 1 UU OJK menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Indepedensi ini secara tersirat
dimaksudkan bahwa OJK dalam melakukan tugas dan kedudukannya berada diluar pemerintahan.
Setiap pihak dilarang campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang OJK dengan maksud bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan yang optimal dan mampu meningkatkan daya saing nasional, maka OJK harus dapat bekerja secara independen dalam peraturan
perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK bebas dari
campur tangan pihak lain. Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu lembaga pemegang otoritas tertinggi dan
disebut lembaga extraordinary, di mana lembaga ini mendapatkan pemindahan fungsi pengaturan dan pengawasan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti perbankan,
pasar modal dan lembaga keuangan non-bank asuransi, dana pensiun dan termasuk di dalamnya lembaga pembiayaan konsumen seluruh bisnis keuangan di Indonesia
berada di bawah pengaturan dan pengawasannya yang bebas dari intervensi pihak manapun. Namun pembentukan lembaga superpower menimbulkan kekhawatiran
tentang kewenangan besar yang dimilikinya.
57
57
Ahmad Sutedi, Op. Cit., hlm. 78.
Penjelasan diatas dapat menyimpulkan bahwa OJK bertindak sebagai pengawas lembaga yang menjalankan kegiatan jasa
Universitas Sumatera Utara
keuangan. Fungsi pengawasan tersebut dapat dilihat pada Pasal 5 UU OJK menyebutkan OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Kegiatan jasa keuangan yang diawasi OJK meliputi :
58
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Dalam hal pengawasan lembaga jasa keuangan yang bergerak di bidang pembiayaan, wewenang OJK yang termuat
dalam UU OJK yang mencakup : a.
Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala
eksekutif. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan danatau pihak
tertentu. d.
Melakukan penunjukan pengelola statuter. e.
Menetapkan penggunaan pengelola statuter.
58
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
f. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. g.
Memberikan danatau mencabut atas: 1
Izin usaha. 2
Izin orang perseorangan. 3
Efektifnya pernyataan pendaftaran. 4
Surat tanda terdaftar. 5
Persetujuan melakukan kegiatan usaha. 6
Pengesahan. 7
Persetujuan atau penetapan pembubaran. 8
Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.
Pelaksanaan tugas dan wewenangnya dalam mengawasi lembaga keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
59
1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana OJK dalam pengambilan keputusan
tidak menerima pengaruh influence dari lembaga lain. 2.
Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan mencerminkan prinsip keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
59
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum.
4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan
tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan
ketentuan hukum yang berlaku dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh OJK dalam penyelenggaraan pengawasan kegiatan jasa keuangan.
7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
E. Pengawasan OJK Terhadap Lembaga Pegadaian dalam Pemenuhan
Kebutuhan Likuiditas Masyarakat Terkait Pemenuhan Aspek Kepatuhan
Keberadaan OJK sebagai regulator tersebut harus dapat melakukan fungsi pengawasan untuk mengendalikan penyalahgunaan pasar market abuses dengan
mencegah tindakan-tindakan perusahaan dan nasabah atau konsumen di dalam sektor jasa keuangan yang berpotensi merugikan kepentingan-kepentingan perusahaan,
Universitas Sumatera Utara
nasabah atau konsumen, dan investor dari keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Seperti, keterbukaan yang melanggar hukum dan keterbukaan yang tidak
sah atau pernyataan menyesatkan misleading statement, insider dealing, dan money laundering.
60
Tujuan dari pembentukan OJK dapat dilihat pada pasal 4 UU OJK yang intisarinya terdiri atas:
61
1. Dengan adanya OJK tersebut diharapkan akan tercipta sebuah lembaga keuangan
yang bisa bekerja secara transparan, teratur, adil, dan akuntabel. Dengan begitu diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas pada lembaga keuangan menjadi
lebih professional. 2.
Selain itu keberadaan OJK tersebut diharapkan mampu mewujudkan sebuah sistem keuangan yang bisa tumbuh secara lebih berkelanjutan dan stabil. Karena
tanpa adanya keberlanjutan dan kestabilan pada system keuangan maka sistem keuangan akan semakin sulit untuk berkembang.
3. Yang tidak kalah penting dari keberadaan OJK adalah lembaga ini diharapkan
mampu melindungi setiap kepentingan konsumen dan masyarakat. Sehingga konsumen dan masyarakat merasa aman berhubungan dengan lembaga keuangan.
Dengan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, maka hal tersebut juga akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi
perkembangan lembaga keuangan.
60
http:infomoneter.comstruktur-regulasi-independensi-otoritas-jasa-keuangan diakses
pada tanggal 22 April 2016.
61
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 4 dan http:azarasidi.blogspot.co.id201310peran-ojk-dalam-pengaturan-
keuangan.html diakses pada tanggal 23 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 4 UU OJK tersebut OJK diharapkan mampu melindungi kepentingan stakeholder dalam kegiatan keuangan. Terlebih melindungi masyarakat
dalam kegiatan kebutuhan likuiditasnya. Untuk mencapai hal tersebut dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan OJK mempunyai wewenang terkait
pengaturan lembaga jasa keuangan bank dan non-bank yang meliputi :
62
1. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
2. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
3. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
4. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu. 5.
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan.
6. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,
dan menatausahakankekayaan dan kewajiban. 7.
Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pengawasan lembaga jasa keuangan khususnya pada lembaga Pegadaian dilakukan OJK dengan menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Independensi.
Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang mengawasi kegiatan jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entitas bisnis yang berpotensi
benturan kepentingan dan mempengaruhi pihak-pihak tertentu, maka OJK
62
http:sofyan.syafri.comindex.phpmy-articles4economics1-pengawasanbank- selamat -datang-ojk.html
diakses pada tanggal 23 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
harus bebas dari intervensi termasuk pemerintah. Bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang
optimal Otoritas Jasa Keuangan harus dapat bekerja secara independen dalam membuat dan menerapkan tugas dan wewenangnya sebagimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
63
Status OJK yang ditentukan didalam Pasal 1 angka 1 Jo Pasal 2 ayat 2 UU OJK hanya menentukan independen, bebas dari campur tangan pihak lain
yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. UU
OJK tidak menentukan bebas dari campur tangan pemerintah, melainkan hanya menentukan bebas dari campur tangan pihak lain seperti yang
dijelaskan diatas.
64
Independensi dari lembaga pengatur dan pengawas jasa keuangan telah menjadi prinsip utama yang dikemukakan oleh organisasi-organisasi
intrnasional di masing-masing industri keuangan. Pada umumnya organisasi pembuat standar internasional tersebut menyatakan perlunya secara
operasional lembaga pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan memiliki independensi. Untuk menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan sehingga tujuan untuk menciptakan suatu kegiatan dan
63
Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 62.
64
Bismar Nasution, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hlm., 23.
Universitas Sumatera Utara
transaksi ekonomi dalam sistem keuangan yang efisien, transparan, dan akuntabel dapat tercapai.
65
2. Terintegrasi.
Semakin pesatnya pertumbuhan kompleksitas kegiatan jasa keuangan sebagai akibat kemajuan yang luar biasa dibidang teknologi informasi dan inovasi
produk finansial yang canggih sophisticated serta kecenderungan yang tidak bisa dihentikan dari entitas bisnis berbentuk konglomerasi dan adanya
praktik-praktik arbitrase peratiran regulatory arbitrage dari entitas bisnis jasa keuangan adalah merupakan alasan-alasan pokok perlunya dilakukan
suatu pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan yang mencakup perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank secara
terintegrasi. 3.
Menghindari benturan kepentingan. Benturan kepentingan yang muncul dari adanya penggabungan dua fungsi
yang berada di dalam suatu lembaga merupakan suatu kenyataan dan pengalaman yang terjadi di beberapa negara selama ini, misalnya pengaturan
dan pengawasan perbankan yang dilaksanakan oleh bank sentral yang sekaligus berperan sebagai otoritas moneter. Benturan kepentingan dimaksud
mengakibatkan berkurangnya efektifitas fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan adanya benturan kepentingan antara bank sentral sebagai otoritas
moneter dan bank sentral sebagai pengawas perbankan inilah yang perlu
65
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik: Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan OJK 2010.
Universitas Sumatera Utara
dihindari dengan cara memisahkan fungsi pengawasan bank dari bank sentral yang fungsi utamanya adalah otoritas moneter.
66
Pengawasan sektor keuangan khususnya lembaga Pegadaian dilaksanakan untuk memastikan pelaksanaan regulasi terkait pengelolaan lembaga keuangan. Secara
umum fungsi pengawasan sektor keuangan dibagi menjadi tiga yaitu: Pengawasan OJK terhadap PT. Pegadaian dilakukan dalam mencapai tujuan
agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan PT. Pegadaian terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat. Dengan pengawasan
OJK terhadap PT. Pegadaian diharapkan mampu meningkatkan daya saing PT. Pegadaian dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat.
67
1. Macroprudential Supervision
Bertujuan membatasi krisis keuangan yang dapat menghancurkan ekonomi secara riil berfokus pada konsekuensi atas tindakan institusi sistematis
terhadap pasar keuangan, antara lain dengan cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan apabila terdapat potensi
ketidakseimbangan di sejumlah institusi keuangan serta melakukan penilaian mengenai potensi dampak kegagalan institusi keuangan terhadap stabilitas
sistem keuangan suatu negara. 2.
Microprudential Supervision
66
Ibid.
67
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan lembaga pegadaian secara individu. Kesehatan lembaga pegadaian dimaksudkan untuk menjaga
stabilitas keuangan lembaga pegadaian sehingga diharapkan tidak mengakibatkan krisis terhadap kegiatan perekonomian negara. Regulator
menetapkan peraturan yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan melalui dua pendekatan yaitu: i analisis laporan
bank off-site analysis dan pemeriksaan setempat on-site visit untuk menilai kinerja dan profil risiko serta kepatuhan lembaga keuangan terhadap
peraturan yang berlaku. 3.
Conduct of Business Supervision Menekankan pada keselamatan konsumen sebagai klien atas kecurangan dan
ketidakadilan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan keuangan yang dilakukan lembaga pegadaian.
Rancangan Peraturan OJK Tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Gadai dijelaskan bahwa perusahaan Pegadaian harus menyampaikan laporan
kepada OJK dalam Pasal 21 dan Pasal 22 yang menyatakan bahwa :
68
a. Perusahaan Pergadaian Pemerintah wajib menyampaikan kepada OJK laporan
keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling lambat 4 empat bulan setelah tahun buku berakhir.
b. Selain laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
perusahaan pegadaian pemerintah wajib menyampaikan kepada OJK laporan
68
Rancangan Peraturan OJK No. XPOJK.052015 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Gadai.
Universitas Sumatera Utara
bulanan sesuai peraturan perundang-undangan dan laporan sewaktu-waktu bila diperlukan.
Hal ini mengindikasikan bahwa OJK mengawasi kegiatan usaha yang dilakukan lembaga pegadaian. Pengawasan OJK dilakukan melalui penyampaian
laporan tahunan yang disampaikan oleh lembaga pegadaian kepada OJK. Dalam hal ini OJK dapat dikatakan sebagai Control Institution atau lembaga kontrol lembaga
pegadaian. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11Pojk.052014 Tentang
Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank pasal 2 mengatur hal sebagai berikut :
a. OJK dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank. b.
Terkait pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 OJK dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap:
1 Pemegang saham atau yang setara pada Lembaga Jasa Keuangan Non
Bank. 2
Perusahaan anak dari Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. 3
Pihak lain yang melakukan transaksi dengan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.
c. Pemeriksaan Langsung terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat
2 dilakukan apabila pihak-pihak tersebut terindikasi mempengaruhi tingkat risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank atau menyebabkan terjadinya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
F. Akibat Hukum Terhadap Lembaga Pegadaian Yang Tidak Memenuhi Aspek
Kepatuhan dalam Pemenuhan Kebutuhan Likuiditas Masyarakat.
Objek hukum adalah perbuatan yang lahir, tujuannya ingin menyelenggarakan kedamaian dan ketenangan hidup masyarakat. Hukum merupakan kaidah untuk
berbuat sesuai dengan apa yang seharusnya diperbuat, dan hukum membentuk suatu keseluruhan yang mewujudkan sebuah sistem, yaitu keseluruhan yang teratur dan
bagian-bagiannya yang memiliki fungsi pengaturan. Menurut Hans Kelsen: “Pernyataan bahwa seorang individu diharuskan secara hukum untuk perbuatan
tertentu adalah suatu penekanan tentang isi suatu norma hukum, bukan tentang peristiwa nyata, khususnya bukan tentang sikap mental individu tersebut. Dalam
menentukan kewajiban, yaitu dengan memberikan sanksi pada pelanggaran kewajiban, aturan hukum mungkin dengan maksud agar individu memenuhi
kewajibannya karena takut akan sanksi”.
69
Menurut Thomas Aquinas, ada dua hal yang menunjukkan akibat atau efek keberlakukan hukum, yakni a kebaikan hidup manusia; dan b karakteristik hukum
sebagai perintah, larangan, izin, dan adanya sanksi hukuman.
70
69
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 65.
70
E. Sumaryono, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Kanisius Yogyakarta, 2002, hlm. 83.
Pasal 9 huruf g UU OJK yang berbunyi: “untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang menetapkan sanksi administratif terhadap
pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”. Sanksi tersebut merupakan akibat hukum yang harus diterima oleh
perseroan yang bergerak dibidang jasa keuangan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum lembaga jasa keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Terkait konteks fiduciary duty Pasal 7 Ayat 4 UU Perseroan Terbatas menjelaskan kewajiban berbadan hukum bagi perseroan adalah agar dapat
bertanggung jawab secara hukum dalam setiap perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan.
71
Pasal 85 ayat 1 UU Perseroan Terbatas yang menegaskan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan usaha perseroan, juga termasuk pada pandangan paham intuisi yang disebut di atas. Itikad baik direksi untuk menjalankan atau mengurus perseroan secara
profesional dengan skill dan tindakan pemeliharaan semuanya dimaksudkan untuk kepentingan usaha perseroan, termasuk pula kepentingan para pemegang saham.
Hal ini dikarenakan PT. Pegadaian sebagai salah satu badan hukum merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban yang diakui oleh
hukum.
72
Pasal 97 ayat 3 UU Perseroan Terbatas menyatakan jika direksi bertanggung jawab jika lalai menyebabkan kerugian perseroan dan tidak beritikad baik serta
bertanggungjawab, dan ayat 5 menyatakan jika direksi tidak bertanggungjawab jika “kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
71
I.G.Ray Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang Hukum Perusahaan, Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT, Tata Cara Pendaftaran
Perusahaan, TDUP SIUP, cet. 3, Jakarta : Kesaint Blanc, 2003, hlm. 140.
72
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, PT. Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2009, hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
tersebut.” Tidak adanya perubahan mengenai perbuatan melawan hukum PMH dalam Pasal 3 UU Perseroan Terbatas tentang piercing the corporate veil, defenisi
PMH dalam pasal tersebut sudah jelas mengenai makna bersalah pada Pasal 95 ayat 2 UU Perseroan Terbatas harus diartikan bahwa telah adanya putusan pengadilan
menyatakan seseorang telah bersalah secara pidana. Pertanggungjawaban direksi terhadap kelalaian menjalankan pengurusan PT.
Pegadaian dalam Pasal 23 mengatur norma selama pendaftaran dan pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 belum dilakukan, maka direksi secara tanggung
renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum dilakukan perseroan, dan Pasal 104 ayat 2 mengatur norma dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 terjadi karena kesalahan direksi dan harta pailit tidak cukup membayar kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung
renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailitnya.
Selain itu, dalam pasal 66 ayat 1 UU Perseroan Terbatas terkait laporan keuangan PT. Pegadaian. Dimana dalam laporan keuangan tersebut memuat hal yang
termuat dalam Pasal 66 ayat 2 UU Perseroan Terbatas. Laporan keuangan tersebut diaudit oleh komite audit dan selanjutnya ditanda tangani oleh dewan komisaris dan
dewan direksi sesuai ketentuan Pasal 67 UU Perseroan Terbatas. Berkaitan dengan ketentuan tersebut, anggota direksi dan anggota dewan komisaris bertanggung jawab
secara tanggung renteng apabila laporan keuangan yang disediakan tidak benar atau menyesatkan.
Universitas Sumatera Utara
Terkait Pierching Corporate Veil, Pasal 3 ayat 2 UU Perseroan Terbatas diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan, yaitu:
1. Persyaratan perseroan badan hukum belum atau tidak terpenuhi,
2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan iktikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi,
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum
dilakukan perseroan, 4.
Pemegang saham bersangkutan langsung atau tidak langsungsecara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Tanggung jawab Komisaris terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 114
ayat 6 UU Perseroan Terbatas bahwa atas nama perseroan, pemegang saham mewakili paling sedikit 110 satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara dapat menggugat anggota dewan komisaris karena kesalahan menimbulkan kerugian perseroan ke Pengadilan Negeri. Sedangkan tanggung jawab terbatas
pemegang saham erseroan terbatas, bahwa keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal-
pasal yang termuat dalam UU Perseroan Terbatas. Pasal 74 UU Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa perseroan yang
menjalankan usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanggung jawab tersebut harus diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
kepatutan dan kewajaran, dan apabila perseroan tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku
sebagai mana dalam Pasal 74 ayat 3 UU Perseroan Terbatas jika tidak akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal selanjutnya disebut sebagai UU Penanaman Modal juga diatur
bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. Lebih lanjut mengatur jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan Tangggung Jawab Sosial dan Lingkungan, maka
berdasarkan Pasal 34 UU Penanaman Modal, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa:
1. Peringatan tertulis.
2. Pembatasan kegiatan usaha.
3. Pembekuan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal.
4. Pencabutan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal.
Terkait pelaksanaan penanggulangan resiko dalam kegiatan jasa keuangan PT. Pegadaian, diatur dalam Peraturan OJK No. 1POJK.052015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. Dalam pasal 2 menyatakan:
1. LJKNB wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif.
2. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit
mencakup:
Universitas Sumatera Utara
a. pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, atau yang setara dari LJKNB;
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko; d.
sistem informasi manajemen risiko; dan e.
sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Dalam hal ini, akibat hukum tidak menjalankan aturan ini diatur lebih
lanjut di dalam peraturan OJK No. 1POJK.052015 yang berbunyi: 1
OJK mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada LJKNB yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat 1,
Pasal 4, Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 7 ayat 2 Peraturan OJK ini.
2 Sanksi administratif berupa teguran tertulis dikenakan paling banyak 3 tiga
kali berturut-turut yaitu: a
teguran tertulis pertama; b
teguran tertulis kedua; dan c
teguran tertulis ketiga. 3
Sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a ditetapkan jika LJKNB melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan jangka waktu pemenuhan paling lama 30 tiga puluh hari sejak ditetapkannya
sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
4 Sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua dan ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 huruf b dan huruf c ditetapkan jika dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis pertama atau kedua dimaksud, LJKNB belum dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi administratif berupa
teguran tertulis pertama atau kedua dimaksud. 5
Dalam hal LJKNB telah dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c dan belum
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, OJK dapat mewajibkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara pada LJKNB
dimaksud untuk menjalani penilaian kemampuan dan kepatutan ulang.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN