Pembahasan 1. Pengetahuan Guru Tentang Bullying
32
5.2. Pembahasan 5.2.1. Pengetahuan Guru Tentang Bullying
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan guru tentang bullying adalah cukup. Menurut Notoatmodjo 2007, pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Dalam hal ini berarti guru- guru di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan
Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki pengetahuan yang cukup tentang bullying.Hal ini disebabkan karena bullying merupakan masih istilah baru
bagi kalangan guru di Kecamatan Halongonan khususnya di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho.
Hal ini sejalan dengan penelitian Hazler 2001 menunjukkan hanya sedikit guru yang mengenali kejadian atau mengidentifikasikan adanya bullying.
Hal ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa guru-guru sering kali over-estimate efektivitas mereka dalam mengenali dan mengintervensi
situasi bullying, terlepas dari berbagai jenis bullying yang terjadi Limber, 2008. Misalnya, dalam suatu penelitian, 70 guru-guru menyatakan bahwa mereka
“hampir selalu” mengintervensi situasi bullying, sementara hanya 25 dari murid-murid mereka setuju dengan penelitian ini.Terlihat bahwa guru-guru
bertindak tidak konsisten dalam mengintervensi bullying. Temuan ini mengindentifikasikan bahwa guru-guru tidak waspada terhadap bullying yang
Universitas Sumatera Utara
33 terjadi di sekolah, baik karena sulit dideteksi atau karena kurang dilaporkan oleh
para siswa Limber, 2008. Hasil penelitian terhadap 33 guru, mayoritas responden menjawab salah
pada pertanyaan kuesioner tentang memberi nama julukan dan mengejek yaitu 24 responden 72.7. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawan 2012 yang menyebutkan bahwa 50 dari sampel sebanyak 609 pelajar sekolah melakukan tindakan bullying secara verbal. Kondisi tersebut akan
mengakibatkan korban mengalami gangguan psikologis, kepercayaan diri yang merosot, malu, trauma, merasa sendiri, dan takut ke sekolah. Dalam kondisi
selanjutnya, ditemukan bahwa korban mengasingkan diri dari sekolah, ketakutan sosial, dan akibar terburuknya korban cenderung ingin bunuh diri Astuti, 2008.
Sebagai seorang guru yang memiliki jenjang pendidikan diharapkan seharusnya memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan yang lebih dalam
mengenali bullying agar dapat mencegah terjadinya tindak bullying berikutnya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan guru tentang bullying maka akan dapat
meminimalkan terjadinya perilaku bullying di kalangan siswa Usman, 2013. Hasil penelitian yang didapat dari 33 responden mayoritas menjawab
benar yaitu pada pertanyaan kuesioner penelitian yang berisikan tentang faktor penyebab bullying dalam keluarga sebanyak 27 responden 81.8.
Hal ini didukung oleh pendapat Usman 2013 yang menyatakan bahwa keluarga merupakan kunci penting anak dalam berperilaku karena di dalam
keluarga inilah norma dan nilai akan ditanamkan kepada anak. Di dalam keluarga anak diajarkan untuk menahan perilaku negatif yang akan diterimanya dalam
Universitas Sumatera Utara
34 pergaulan. Perlakuan yang diterima anak dalam kelurga baik dari orangtua
maupun saudara akan membentuk perilaku anak di sekolah maupun masyarakat. Oleh karena itu, sudah merupakan keharusan untuk membentuk iklim keluarga
yang kodusif bagi pembentukan perilaku anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan guru adalah
sarjana. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi Notoatmodjo, 2007. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti yang ditandai dengan pengetahuan guru tentang bullying pada kategori cukup. Hal ini disebabkan adanya faktor kurangnya kesadaran pihak sekolah
untuk mendeteksi tindakan bullying di sekolah, yaitu sering mengabaikan keberadaan bullying, anak-anak pelaku bullying akan mendapatkan penguatan
terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain Hazler dalam Curelaru, 2009.
Suatu penelitian observasional menemukan bahwa guru-guru hanya melaporkan 18 insiden bullying yang terjadi di sekolah menengah dan sekolah
dasar mereka Atlas, 1998. Terlihat bahwa guru-guru bertindak tidak konsisten dalam mengintervensi bullying. Temuan ini mengindentifikasikan bahwa guru-
guru tidak waspada terhadap bullying yang terjadi di sekolah, baik karena sulit dideteksi atau karena kurang dilaporkan oleh para siswa Limber, 2008.
Universitas Sumatera Utara
35