Analisis diksi dalam buku terjemahan atlas al-Qur'an karya Syauqi Abu Khalil versi M. Abdul Ghoffar

(1)

iii

ABSTRAK

Penerjemahan merupakan sumbangsih ilmu yang sangat baik yaitu

menerjemahkan pesan atau bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) agar

para pembaca atau pendengar dapat memahami pesan khususnya dalam teks. Setiap

penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda sesuai dengan

penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan diterjemahkan. Sebagai suatu

seni dalam menyampaikan pesan, baik makna dan gaya bahasanya, penerjemah

beruasaha menyampaikan pesan dengan penyusunan kata dan kalimat yang sesuai

dengan konsep yang hendak disampaikan.

Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting dalam dunia tulis

menulis maupun tutur kata sehari-hari. Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan

dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan kata,

diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi

tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan

pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, diksi mempersoalkan

ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi kalimat, kata dan makna agar para

pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan seorang penerjemah (BSa).

Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui pemilihan kata atau diksi yang

digunakan oleh penerjemah khususnya dalam buku terjemahan Atlas Al-qur’an.

Karena, buku yang diterjemahkan tersebut membahas tentang sejarah atau

kejadian-kejadian yang termuat di dalam Al-qur’an.


(2)

iv DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... iii

Daftar Isi ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Perumusan dan pembatasan masalah... 5

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Metodologi penelitian... 6

E. Sistematika penulisan... 7

BAB II PENERJEMAHAN DAN DIKSI A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Terjemah ... 8

2. Jenis-jenis Terjemah ... 10


(3)

v B. Teori Diksi

1. Pengertian Diksi dan Korelasinya dengan Makna .. 16 2. Syarat dan Ketepatan Diksi ... 18 3. Diksi dalam Kalimat... 24 BAB III GAMBARAN UMUM BUKU TERJEMAHAN ATLAS

AL-QUR’AN DAN BIOGRAFI M. ABDUL GHOFFAR

A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-qur’an 35 B. Biografi M. Abdul Ghoffar ... 36 BAB IV ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN

A.

Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna ………... 42

1. Makna Khusus dan

makna Umum ... ... 42 2.... Makna

Denotatif dan makan Konotatif ... 46 3.... Makna

Referensial emplisit ……… ... 50

B.

Analisis Keserasian Makna dalam penerjemahan ………

52

1. Tidak diterjemahkan ... 53 2. Kerancauan Menerjemahkan... 54


(4)

vi

C. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata ... 55 1. Simile atau persamaan ………...

... 56

2. Metafora ………

... 57 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 59 B. Rekomendasi ... 60 Daftar Pustaka ... 61


(5)

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman transliterasi Arab Indonesia pada buku Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arab Latin Arab Latin

ا

= a

ض

= dh

ب

= b

ط

= th

ت

= t

ظ

= zh

ث

= ts

ع

= ‘

ج

= j

غ

= gh

ح

= h

ف

= f

خ

= kh

ق

= q

د

= d

ك

= k

ذ

= dz

ل

= l

ر

= r

م

= m

ز

= z

ن

= n

س

= s

و

= w

ش

= sy

ء

= `


(6)

viii

Penulisan Vokal Panjang dan Pendek

vokal panjang vokal pendek tanwin

â

˴

a

˱

an

î

˶

i

˳

in

û

˵

u

˲

un

Penulisan Diftong (bunyi vokal rangkap)

وا

au misalnya lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh ad-daulah

at-taurat

يا

ai misalnya asy-syaikh al-lail

asy-sayithân


(7)

ix

1 Ditulis al- (tidak kapital) bila merupakan istilah umum dalam bahasa Arab.

Misalnya:

- al-hasan - al-îmân

2 Ditulis Al- (dengan huruf awal kapital) bila merupakan nama orang, kota, sifatAllah, dan judul buku.

Misalnya:

- Al-Ghazali - Al-Busthami

- Al-Munqidz min Ahd-Dhalâl

3 Penulisan partikel al- harus luruh mengikuti huruf sesudahnya apabila ia termasuk kelompok huruf syamsiyah.

Misalnya:

- ar-rasûl - az-ziadah

Kelompok huruf syamsiyah: tha, tsa, shad, ra, ta, dha, dza, nun, dal, sin, zha, za, syin, dan lam.

Kelompok huruf qamariyah: alif, ba, ghain, ha, jim, kaf, wau, kha, fa, ‘ain, qaf, ya, mim, dan ha.


(8)

x BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Firman Allah SWT,

)

.

ةﺮ ا

:

2

(

Sebagaimana firman Allah SWT di atas, kebenaran Al-Qur’an tidak dapat diragukan lagi karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya memberikan petunjuk kepada umatnya untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Allah Swt menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Rasul yaitu bahasa Arab (al: Q.S. 16:103, 12:2). Masyarakat penerima Al-Qur’an adalah masyarakat Quraisy. Atas dasar antropologis, cukup beralasan jika pengertian bahasa Arab adalah bahasa Quraisy.

Sebagai pedoman hidup manusia khususnya umat Islam, maka banyak umat Islam yang mempelajari dan memahami Al-Qur’an dengan perhatian penuh. Namun sebagian umat Islam belum bisa memahami bahasa Al-Qur’an disebabkan oleh kesulitan perbedaan bahasa dan arti secara konstektual. Sebagian ulama dan ahli tafsir berusaha menerjemahkan dalam bahasa


(9)

xi

selain Arab. “Sebab terjemahan merupakan salah satu cara memberi jalan pada umat Islam yang belum memahami Al-Qur’an dikarenakan kesulitan bahasa.”1

Kegiatan menerjemahkan tidaklah semudah apa yang diperkirakan orang. Menerjemahkan identik dengan mengkomunikasikan keterangan, pesan atau gagasan yang ditulis pengarang asli di dalam bahasa terjemahan. Setiap penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda sesuai dengan penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan diterjemahkan. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna maupun gaya bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan estetis, begitu pula penyusunan kata dan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis.2 Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan

dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan kata, diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.3 Dengan kata

lain, diksi mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi kalimat, kata dan makna agar para pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan seorang penerjemah (BSa). .

1

Manna ‘al-Qatthan , Mabahits fi ‘ulum AL-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, Tt)

2

Nurrohman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende: Nusa Indah, 1986), Cet-1, h. 22

3

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), Cet. XVI, h.117


(10)

xii

Dalam kamus bahasa Indonesia diksi berarti pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok padanannya) untuk mengungkapkan gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau pendengar.4 Diksi adalah pilihan kata, maksudnya kita memilih kata yang

tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting dalam dunia tulis menulis maupun tutur kata sehari-hari.5

Beberapa jenis kata dan bentuk kata yang ditulis oleh penerjemah sangat bervariasi dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Penulis memberi contoh dari buku yang akan diteliti dari sisi ketepatan diksi. Dalam bahasa sumber ditulis

ثرﺎ ا

راﺮ

ا

(

ﺔ اﺰﺧ

)

رﺪ ﺎ

و

باﺮ ﻷا

بﺮ

لﻮ ر

ﷲا

ﻰّ

ﷲا

ّ و

,

رﺎ

ﻰّ

ﷲا

ّ و

2

نﺎ

5

هـ

ﺔﺋﺎ

ر

ثرﺎ ا

ﺪ و

ءﺎ

ﺮ ا

نﺎآ

ءﺎ ا

،

مﺰهو

ثرﺎ ا

و

“Al-Harits bin Dhirar, pemuka Bani Musthaliq (dari kabilah Khuza’ah ) sempat berhasil mengumpulkan beberapa orang dari kaumnya dan orang-orang Arab, untuk memerangi Rasulullah saw. melakukan perjalanan pada tanggal 2 Sya’ban 5 H dengan 700 orang untuk memecah belah orang-orang

4

P. Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 109

5

E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,


(11)

xiii

yang telah berhasil dikumpulkan oleh al –Harits bin Dhirar. Pertemuan berlangsung di sumber air Muraisi’. Hingga akhirnya al-Harits dan para pendukungnya berhasil dikalahkan.”6

Pada terjemahan di atas ditemukan ketidaktepatan dalam penempatan kata menurut kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari terjemahan di atas, menurut Penulis terdapat kerancuan makna yang terdapat kata pada kata “Hingga akhirnya” menurut Penulis merupakan kalimat yang tidak baku sebaiknya diganti dengan “sehingga”. Pada kata ءﺎ ا diterjemahkan “pertemuan”. Dalam bahasa Arab terdapat isim ma’rifat dan isim nakirah, maka pada kata ءﺎ ا merupakan isim marifat yang sudah diketahui maksudnya yaitu pertemuan antara pasukan Rasulullah Saw dan pasukan Al-Harits.

Jadi menurut Penulis, terjemahan tersebut sangat baik bila diterjemahkan sebagai berikut Pertemuan itu berlangsung di sumber air Muraisi’ sehingga Al-Harits dan para pendukungnya berhasil dikalahkan.”

Buku Atlas Al-Qur’an memberikan informasi atau pesan yang berisikan kisah-kisah Al-Qur’an, tokoh dan kelompok manusia yang dikisahkan sebelum umat manusia saat ini hidup dari Nabi Adam hingga perjalanan Rasulullah Saw, dan nama-nama tempat yang menjadi sejarah. Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an menyangkut kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah orang-orang yang pergi dari kampung

6


(12)

xiv

halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati dan seperti kisah Thalut dan Jalut, dua putra Adam, Ashabul Kahfi, Zulkarnain, Qarun, dan Ashabus Sabti, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.

Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa terjadi di masa Rasul saw. Seperti: peperangan badar dan Uhud yang diterangkan di dalam surat Ali- Imran.7 Sebagai Rasul yang diutus oleh Allah Swt. sebagai

pembawa rahmat untuk umat manusia tidak pernah memulai peperangan dan beliau berusaha untuk menghindari peperangan agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara manusia. Tapi, jika peperangan tidak mungkin dihindari, maka beliau akan menempatkan diri paling depan dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Oleh karena itu, Penulis sangat tertarik untuk membahas skripsi ini dengan judul pembahasan “Analisis Diksi dalam buku terjemahan Atlas Al-qur’an karya Syauqi Abu Khalil Versi M. Abdul Ghoffar”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian dan menghindari terlalu melebarnya jangkauan penelitian, maka dari latar belakang masalah di atas, Penulis mencoba membatasi penelitian mengenai diksi terjemahan pada bab peperangan. Adapun perumusan dan pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut:

7

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h.192.


(13)

xv

1. Apakah akurasi kata yang dipilih oleh penerjemah sesuai dengan syarat ketepatan dan keserasian diksi?

2. Apa kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas Al-Qur’an

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah yang Penulis kemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah membuktikan diksi atau pilihan kata yang dipergunakan oleh penerjemah.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini:

1. Mengetahui akurasi kata yang dilakukan oleh penerjemah sesuai dengan syarat ketepatan dan keserasian diksi

2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas Al-Qur’an.

D. Metodolgi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis meanggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan buku-buku, dokumen, majalah, dan surat kabar serta media elektronik atau internet sebagai rujukan utamanya. Kemudian menjelaskan masalah tersebut dalam kajian deskriptif. Cara ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai suatu


(14)

xvi

pendekatan dengan mendeskripsikan atau menguraikan unsur-unsur yang berkaitan dengan tema yang dimaksud.

Adapun sumber data yang dipergunakan ada dua macam:

Pertama, data primer yaitu semua data yang diperlukan dalam membantu dan melakukan analisis penulisan skripsi ini. Buku yang dijadikan rujukan adalah Atlas Al-Qur’an. Kedua, data sekunder yakni sumber-sumber lain yang mendukung data primer seperti buku Tata Bahasa Indonesia,

Linguistik, Diksi dan Gaya Bahasa dan data lain yang mendukung. Kedua sumber ini dikumpulkan dan kemudian dilakukan analisis secara dedukatif-induktif.

Untuk menghindari penulisan yang keliru, maka dalam teknik penulisan, Penulis sepenuhnya berpedoman pada buku Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Diawali dengan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah problematika pembahasan yang akan dibahas. Agar pembahasan tidak terlalu melebar dilakukan pembatasan dan perumusan masalah, kemudian metode penelitian dan teknik penulisan, tujuan,


(15)

xvii

dan kegunaan penelitian yang ditutup dengan sistematika penulisan.

BAB II : Berisi tentang landasan teori yang cakupannya terdiri dari: Definisi terjemah, jenis-jenis terjemah, dan syarat-syarat penerjemahan dan teori diksi meliputi pengertian dan korelasinya dengan makna, syarat, dan ketepatan diksi dalam kalimat.

BAB III : Berisi tentang biogarafi penerjemah yang meliputi: Gambaran Umum buku Atlas Al-Qur’an dan biografi penerjemah. Adapun bab ini merupakan aspek utama dari penelitian ini yang membahas tentang analisis kemudian diakhiri dengan analisa Penulis.

BAB IV : Adalah penutup yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dijelaskan dalam kesimpulan dan ditutup dengan rekomendasi.


(16)

xviii

BAB II

PENERJEMAHAN DAN DIKSI

A. Teori Penerjemahan

1. Definisi Penerjemahan

Bidang penerjemahan merupakan sebuah disiplin ilmu yang banyak diperbincangkan hingga saat ini. Banyak para tokoh penerjemah, baik nasional maupun internasional yang memberikan sumbangsihnya dalam pendefinisian. Beragamnya pendefinisian merupakan tanda bahwa penerjemahan adalah ilmu yang bersifat kompleks namun fleksibel, tinggal bagaimana seseorang melihat penerjemahan dari sudut apa? Senikah atau sebuah pekerjaan yang berat dan penuh dengan dedikasi tinggi?

Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Catford (1965), seperti yang dikutip Rochayah Machali, menggunakan pendekatan kebahasaan dalam kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannnya sebagai “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Begitu juga


(17)

xix

Newmark (1988), seperti dikutip Rochayah Machali, memberikan definisi serupa, yaitu: “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text”

(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).8 Sedangkan menurut Ibnu

Burdah, penerjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks berbahasa Arab (teks sumber) dengan padanannya ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran).9 Secara sederhana penerjemahan dapat

diartikan sebagai pemindahan makna teks bahasa asing ke dalam bahasa sasaran. Sedangkan secara luas penerjemahan diartikan sebagai “semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik bersifat verbal maupun non-verbal dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lainnya”.10

Kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang maknanya adalah ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia).11

8

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 5

9

Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah, Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(Yogyakarta, 2004), h. 9

10

Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), cet ke-1, h. 8

11


(18)

xx

Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian, karena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks), tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks baru itu baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan makna” antara produsen teks sumber (TSu) dan pembaca teks sasaran (TSa).12

2. Jenis-jenis Terjemah

Dalam kegiatan penerjemahan ada sebelas jenis penerjemahan. Nababan13dalam bukunya “Teori Menerjemah bahasa Inggris”

mengemukakan sepuluh jenis penerjemahan sebagai berikut: a. Word for Word Translation

Word for Word Translation (penerjemahan kata demi kata) adalah

suatu jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terkait pada

tatanan kata. Dalam melakukan tuganya, penerjemah hanya mencari

padanan kata bahasa sumber (BSu) dalam bahasa sasaran (BSa), tanpa

mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Misalnya

12

Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 6

13

Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 30-34


(19)

xxi

اﺮ ا

يﺬ ا

بﺎ ﻜ ا

أ

ﺪ أ

أ

Artinya Di mana kitab yang membelinya Ahmad kemarin?

14

b. Literal Translation

Literal Translation (penerjemah harfiah) adalah penerjemahan yang

mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi

kemudian penerjemah menyesuaikan susunan kata dalam kalimat

terjemahannya yang sesuai dengan kata dalam kalimat bahasa sasaran.

Contohnya:

ﺔ ارﺰ ا

ت

ﺎ ا

ﺮ ﺎ ا

يﺮ

Artinya: Pedagang membeli hasil pertanian.15

c. Free Translation

Dalam jenis terjemahan ini, penulis mengutip pendapat dari Nurachman Hanafi, dalam bukunya Teori dan Seni Menerjemahkan, ia menulis bahwa penerjemahan bebas itu bukan berarti penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya, sehingga esensi terjemahan itu hilang. Bebas disini berarti penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk

14

Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia (Jakarta: Persada Kemala, tt), h. 2

15


(20)

xxii

maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah bahasa sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti oleh pembacanya. Penerjemahan bebas tidak sama dengan penyaduran pesan. Dalam terjemahan bebas harus tetap setia pada pesan yang terkandung dalam bahasa sumber. Sedangkan dalam saduran dimungkinkan terjadi pengubahan atau penggantian hal-hal tertentu seperti nama pelaku, tempat, dan waktu kejadian. Misalnya

Contoh:

و

ﺎﻬ ﺎ آ

ىأر

ا

ةروﺮ ﺎ

-ﺔ

ا

ىأر

Artinya: Isi di luar tanggung jawab percetakan.16

d. Penerjemahan Dinamik

Penerjemahan dinamik disebut juga penerjemahan wajar. Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat alami, baik dalam katanya dengan konteks budaya ataupun dalam pengungkapannya dalam bahasa sasaran sedapat mungkin dihindari. Penerjemah tipe

16

Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab


(21)

xxiii

ini sangat mengutamakan amanat dan juga sangat memperhatikan kekhususan bahasa sasaran. Misalnya:

باﺮ

آﺎ ﺎ ﺈ

Artinya: Maka sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari egumpal darah kemudian dari segumpal daging.17

e. Pragmatic Translation

Penerjemahan ini mengacu pada pengalihan amanat dengan mementingkan ketetapan penyampaian informasi dalam bahasa sasaran yang sesuai dengan informasi yang terdapat dalam bahasa sumber. Penerjemahan ini begitu memperhatikan aspek bentuk estetik bahasa sumber. Contoh:

موﺪ

ماﺮ ا

لﺎ ا

Artinya: Harta haram tak akan bertahan lama.18

f. Esthetic Poetic Translation

17

M. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h.21

18


(22)

xxiv

Dalam penerjemahan estetik puitik penerjemah tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah penyampaian informasi tetapi juga masalah kesan, emosi dan perasaan, dengan mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran. Itulah sebabnya penerjemahan estetik puitik disebut juga penerjemahan sastra, seperti terjemahan puisi, prosa, dan drama yang menekankan emosi dan gaya bahasa. Contoh:

...

رﺎ ﻷﺎ

هﺬ

ﺮ ﺎ

دﺎﻜ

Artinya: dia hamper kilauan kilatnya dia pergi dengan mata-mata kilauan kilat awan hamper-hampir menghilangkan penglihatan.19

g. Penerjemahan Etnografik

Dalam penerjemahan etnografik, seseorang penerjemah berusaha menjelaskan budaya bahasa sumber dalam bahasa sasaran. Misalnya:

ﺎ رﺪ

رﺎ أ

Artinya: Selama bulan purnama menyinari kami20

19

Ibid, h. 18

20


(23)

xxv h. Penerjemahan Linguistik

Penerjemahan linguistik adalah penerjemahan yang hanya berisi informasi linguistik yang implisit dalam bahasa sumber yang dijadikan eksplisit dan dalam perubahan bentuk dipergunakan transformasi balik analisis komponen makna.

i. Penerjemahan Komunikatif

Penerjemahan berupaya memberikan makna kontekstual bahasa sumber yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Contoh:

ﺔ ﺎ

جوز

تﺎ

Artinya Suami Fatimah meninggal dunia dua jam yang lalu.21

j. Penerjemahan Semantik

Penerjemahan ini terfokus pada pencarian padanan pada tatanan kata dengan tetap terikat pada budaya bahasa sumber. Sementara Rochaya Machali menjelaskan mengenai penerjemahan kesenistraan sebagai berikut,22penerjemahan kesenisastraan adalah

penerjemahan untuk kesenian dan kesusastraan, seperti penerjemahan puisi, drama (opera), cerita bergambar, dan film. Dalam penerjemahan ini, penerjemah biasanya amat setia pada bahasa

21

Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab , h. 47

22


(24)

xxvi

sumber, selain itu tentu saja pada kandungan pesan naskah sumber serta kesan yang ditimbulkan oleh naskah tersebut. Penerjemah dituntut untuk mampu mengungkapkan nuansa dan getar-getar rasa yang tertuang dalam bahasa sumber, biasanya dikemas dalam bahasa tersirat; sehingga wajarlah kalau masyarakat berpendapat bahwa tidak semua orang dapat melakukan penerjemahan jenis ini karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya. Contohnya:

ﱠ ا

ءﺁﻮ

نﺎ ﺎ

ﺮ ﻜ ا

لﱠﺪ

و

Artinya Barangsiapa mengambil kekufuran sebagai pengganti keimanan, ia tersesat dari jalan yang benar (QS. Al-Baqarah: 108).23

3. Syarat-syarat Penerjemahan

Setiap penerjemah harus memiliki norma-norma yang tidak boleh dilanggar oleh penerjemah, kendati dia bebas memilih sarana yang satu, maupun yang lain dalam melakukan kegiatan terjemahan. Adapun syarat-syarat penerjemahan menurut Eugene A. Nida seperti yang dikutip Nurohman Hanafi sebagai berikut:24

23

Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab, h. 112

24


(25)

xxvii

a. Seorang penerjemah harus mengenal materi dan kecakapan mengungkapkan dalam bahasa penerima.

b. Seorang penerjemah harus mengetahui bermacam ilmu disiplin ilmu, walau tidak begitu mendalam. Sebab ini akan memberikan daya bayang untuk mengerti materi secara garis besar.

c. Penerjemah harus benar-benar menguasai bahasanya sendiri dan mengikuti perkembangannya. Hal ini berakibat fatal jika seorang penerjemah hanya cenderung menggunakan kata-kata yang ketinggalan zaman. Selain itu pula, Nida menambahkan satu hal lagi guna perlunya kecakapan dengan pengeatahuan Cross Cultural Understanding, yakni mengenal persamaan dan perbedaan dari dua bahasa yang terlihat.

B.

Teori Diksi

1.

Pengertian Diksi dan Korelasi dengan Makna a. Pengertian Diksi

Diksi atau yang lazim disebut pemilihan kata dalam ilmu bahasa, sesungguhnya memiliki jangkauan makna atau maksud yang jauh lebih luas daripada sekedar rangkaian kata atau salinan kata-kata dalam praktik berbahasa dan bertutur sapa. Diksi tidak


(26)

xxviii

semata-mata berurusan dengan valensi kata, maksudnya sebuah kata dan keberterimaan/kelaziman dari kata tertentu manakala dia harus hadir dalam lingkungan kata-kata lain pada sebuah kalimat atau tuturan.25contoh, dia akan maju presentasi, itu jelas-jelas

berterima, sedangkan bentuk akan dia meja sama sekali tidak berterima. Karena, susunan kolokasi kata pada bentuk yang kedua sama sekali tidak membolehkannya terjadi. Pertama, diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksiadalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kata-kata atau pembendaharaan kata bahasa itu.26

Dalam kamus Bahasa Indonesia (1998) diksi berarti pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pendengar dan pembaca. Dalam kamus Bahasa

25

Kunjana Rahardi, Seni Memilih Kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), h. 11

26


(27)

xxix

Indonesia kontemporer diksi berarti pilihan kata; penggunaan kata yang sesuai dalam penyampaian suatu gagasan dengan tema pembicara, peristiwa, atau pemirsa.27

Diksi menurut Kridalaksana (1993) adalah pilihan kata dan kejelasan tepat untuk memperoleh efek tertentu dalam pembicara di depan umum atau karang mengarang.28

Jadi, diksi adalah pilihan kata yang tepat dengan menggunakan kata-kata yang jelas sehingga pembaca dan pendengar dapat memahami.

b. Korelasi dengan Makna

Ketepatan pilihan kata mencerminkan kemampuan sebuah kata untuk memberikan makna-makna yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar. Seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Demikian, pemilihan kata sangat berkaitan dengan makna kosa kata seseorang.

Kesalahan penulis atau pembicara dalam pilihan kata akan berakibat berubah makna yang diterima oleh pembaca atau pendengar. Sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat

27

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Medan English Press, 2002), h. 354

28


(28)

xxx

tersalurkan, bahkan memungkinkan adanya kesalahpahaman. Makna kata dapat menimbulkan reaksi pada orang yang mendengar atau membaca. Reaksi yang timbul itu dapat terwujud “pengertian” atau “tindakan”. Dalam berkomunuikasi kita tidak hanya berhadapan dengan suatu rangkaian kata yang mendukung suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan kata dan cara penyampaian amanat tersebut.

2. Syarat dan ketepatan Diksi

Ketepatan diksi dalam wahana komunikasi dan interaksi profesional, sesungguhnya mempersoalkan ihwal kesanggupan sebuah kata untuk memunculkan gagasan-gagasan yang tepat dalam benak dan pikiran pembaca atau pendengarnya, seperti apa yang dipikirkan penulis atau pembicaranya. Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Seperti yang dikutip Kunjana Rahardi, syarat dan ketepatan diksi adalah:


(29)

xxxi

1. Seorang komunikator harus cermat dalam membedakan makna denotatif dan makna konotatif dalam sebuah kata.

2. Seorang komunikator harus cermat membedakan makna kata-kata yang hampir bersinonim.

3. Seorang komunikator harus membedakan makna atau arti kata dengan cermat dan tepat, terutama untuk kata-kata yang mirip sekali bentuk bentuk ejaannya.

4. Seorang komunikator tidak boleh menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri.

5. Seorang komunikator juga harus dapat menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan yang benar.

6. Seorang komunikator harus dapat menggunakan kata-kata umum dan kata-kata khusus dengan secara cermat dan tepat.

7. Seorang komunikator harus mampu menggunakan kata yang berubah maknanya dengan cermat.

8. Seorang komunikator harus cermat menggunakan kata-kata yang bersinonim.

9. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat kata-kata yang berhomofoni.


(30)

xxxii

10. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat kata-kata yang berhomografi.

11. Seorang komunikator yang baik harus menggunakan kata-kata abstrak dan kata-kata konkret dengan cermat dan tepat.29

Menurut Gorys Keeraf, syarat-syarat ketepatan diksi sebagai berikut:

1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya.

2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan.

3. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaanya. Bila penulis tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaanya itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.

29


(31)

xxxiii

Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, dan sebagainya.

4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru.

5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorable-favorit, idiom-idiomatik, progres-progresif, dan sebagainya.

6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya, berbahaya bagi.

7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. Misalnya, kata merah merupakan sebuah istilah umum akan tetapi, kata ini


(32)

xxxiv

mencakup sejumlah istilah yang lebih khusus seperti: merah darah, merah jambu, merah muda, dan sebagainya.30

8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.

Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserap oleh pancaindria, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindria yang khusus. Misalnya, kita berbicara tentang merdu

yang seharusnya bertalian dengan pendengaran, sedangkan kata sedap bertalian dengan perasa.31 Tetapi sering pula terjadi bahwa

suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran disebut juga sedap.

Contoh:

Makanan ini sedap sekali. Suaranya sedap sekali.

9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

30

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 90

31


(33)

xxxv

Ketepatan suatu kata untuk mewakili suatu hal, barang atau orang, tergantung pula dari maknanya, yaitu relasi antara bentuk (istilah) dengan pengarahannya (referennya). Tetapi, kenyataan lain yang juga dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa makna kata tidak selalu besifat statis. Dari waktu ke waktu, makna kata-kata dapat mengalami perubahan sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang telalu bersifat konserfatif. Sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi.

Sering perubahan makna berjalan begitu cepat sampai sukar diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebelum Perang Dunia II kata daulat dengan arti: 1. bahagia, berkat kebahagian, misalnya

Daulat tuanku; biasanya dipakai terhadap raja-raja atau sultan-sultan. 2. Mempunyai kekuasaan tertinggi, misalnya penyerahan kedaulatan Republik Indonesia; Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Tetapi selama revolusi fisik menentang penjajahan Belanda, kata daulat dipakai degan arti yang agak lain yaitu merebut hak dengan tidak sah, memecat dengan paksa; misalnya, tanah-tanah perkebunan Belanda banyak yang didaulat oleh rakyat; Bupati didaulat oleh rakya setempat karea bekerja


(34)

xxxvi

sama dengan imperalis32. Sesudah revolusi, arti itu menjadi pudar

dan tidak kedengaran lagi dewasa ini. Sebab itu, arti yang ketiga tidak memenuhi syarat bersifat nasional dan tidak terkenal. Karena tidak bersifat nasional dan tidak terkenal maka segera hilang dari pemakaian.

10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seoarang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.

Ketepatan dan keakuratan kata dalam hal diksi akan dapat dijamin dan tidak akan menimbulkan salah paham apa yang dirasakan oleh penulis atau pembicara karena, pembicara atau penulis berusaha secermat mungkin memilih kata untuk mencapai maksud yang dikehendakinya.

3. Diksi Dalam Kalimat

Penggunaan diksi atau pilihan kata untuk menimbulkan ide yang tepat dan jelas pada pembaca atau pendengar, tidak hanya dilakukan pada susunan kata akan tetapi dapat dilakukan pada tataran kalimat, sehingga menjadi kalimat yang jelas dan efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili ide pembicara atau penulis

32


(35)

xxxvii

dan sanggup menimbulkan ide yang sama tepatnya dengan pikiran pendengar atau pembaca.33Dengan kalimat efektif seorang

penerjemah dapat menyampaikan pesan-pesan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) secara jelas. Untuk mencapai keefektifan kalimat, kalimat efektif harus memenuhi tujuh syarat berikut, yakni:34

1) Kesepadanan dan Kesatuan Gagasan

Kesepadanan artinya antara pikiran atau perasaan (ide) sama dengan kalimat yang diucapkan atau ditulis. Kesatuan gagasan artinya bahwa sebuah kalimat harus utuh mengandung satu ide pokok atau satu pikiran (tidak menimbulkan salah paham). Biasanya jika sepadan dengan pikiran dan perasaan, kalimat dengan sendirnya akan memiliki kesatuan gagasan. Misalnya,

Contoh:

a) Pembangunan gedung sekolah baru pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberikian kredit. (terdapat subjek ganda dalam kalimat tunggal).

b) Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.

(memakai kata depan yang salah sehingga gagasan kalimat menjadi kacau).

33

Ramlan A. Gani. Mahmudah Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2007), h. 106

34


(36)

xxxviii

Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

a) Pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberi kredit untuk membangun gedung sekolah baru.

b) Pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.35

Menurut Zaenal Arifin, Kesatuan atau kesepadanan kalimat memiliki beberapa ciri, seperti yang tercantum di bawah ini:

1. Kalimat itu tidak mempunyai subjek dan predikat dengan jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk,

pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya yang ada di depan subjek.

Contoh:

a) Bagi semua Mahasiswa perguruan ini harus membayar uang kuliah. (salah)

b) Semua Mahasiswa Perguruan ini harus membayar uang kuliah. (benar)

2. Tidak terdapat subjek yang ganda. Contoh:

35

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 147


(37)

xxxix

a) penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para guru.

b) Masalah itu saya kurang paham.

Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu oleh para guru.

b) Masalah itu bagi saya kurang jelas.

3. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal

Contoh:

a) Ayahku membaca koran. Sedangkan Adik membaca buku pelajaran

b) Buat saya datang terlambat. Sehingga saya tidak dapat mengikuti matakuliah pertama.

Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

a) Ayahku membaca koran, sedangkan Adik membaca buku pelajaran.

b) Saya datang agak terlambat sehingga saya tidak dapat mengikuti matakuliah pertama.

4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang

a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskopvGunting.


(38)

xl

a) Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu. b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.36

2) Kepaduan (koherensi)

Yang dimaksud dengan koherensi adalah hubungan yang padu (koheren) antar unsur kalimat. Satu unsur dengan unsur yang lain tidak boleh diselingi sebuah kata yang tidak penting dan letak kata dalam kalimat tidak boleh dipertukarkan. Yang termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata, frase, klausa, serta tanda baca yang membentuk S-P-O-Pel-Ket dalam kalimat.

Contoh:

a) Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi. (tidak mempunyai subjek/subjeknya tidak jelas).

b) Saya punya rumah baru saja diperbaiki. (struktur kalimat tidak benar/kacau).

c) Tentang kelangkaan pupuk mendapat keterangan para petani. (unsur S-P-O tidak berkaitan erat).

d) Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi anggaran itu proyek. (salah dalam pemakaian kata dan frase). Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

36

E.Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2006), h. 100-102


(39)

xli

a) Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi.

b) Rumah saya baru saja diperbaiki.

c) Para petani mendapat keterangan tentang kelangkaan pupuk. d) Yang sudah saya sarankan kepada mereka adalah merevisi

anggaran proyek itu.37

3) Keparalelan

Yang dimaksud dengan keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan unsur-unsur yang digunakan secara konsisiten dalam satu kalimat. Umpamanya dalam sebuah perincian, jika unsur pertama menggunakan verba, unsur kedua dan seterusnya juga harus verba. Jika unsur pertama berbentuk nomina, bentuk berikutnya juga harus nomina. Jika menggunakan aktif, yang lain juga harus aktif. Demikian pula senbaliknya.

Contoh:

a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, membuat katalog, dan buku-buku diberi label.

b) Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?

c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

37


(40)

xlii

a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, pembuatan katalog, dan pelabelan buku.

b) Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha?

c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatian Ibu, saya ucapkan terima kasih.38

4) Ketepatan

Yang dimaksud dengan ketepatan adalah kesesuaian atau kecocokan pemakaian unsur-unsur yang membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti.39

Contoh:

a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sehingga petang. (salah dalam pemakaian kata sehingga)

b) ....bukan saya yang tidak mau, namun dia yang tidak suka.

(salah memilih kata namun sebagai pasangan kata bukan)

c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Namun demikian, dia...(salah dalam pemberian frase namun demikian)

Kalimat-kalimat di atas tidak memperhatikan faktor ketepatan maka, kalimat yang tepat adalah:

38

Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 149

39


(41)

xliii

a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sampai petang.

b) ...bukan saya yang tidak mau, malainkan dia yang tidak suka.

c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Walaupun demikian, dia...40

5) Kehematan

Yang dimaksud dengan kehematan adalah penggunaan kata atau frase yang tidak perlu. Hemat di sini berarti tidak memakai kata-kata mubazir, tidak mengulang subjek; tidak menjamakkan kata yang sudah berbentuk jamak. Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat berisi. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, antara lain:41

1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek ganda.

Contoh:

a) Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.

b)Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.

Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

40

Finoza, Komposisi Bahasa Indonesi, h. 150

41


(42)

xliv

a) Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.

b) Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa presiden datang.42

Adapun Contoh lain:

a) Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri mahasiswa itu belajar seharian dari pagi sampai petang.

b) Dalam pertemuan yang mana hadir Wakil Gubernur DKI dilakukan suatu perundingan yang membicarakan tentang perpakiran.

c) Agar supaya Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik Anda harus belajar dengan sungguh-sungguh.

Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Saya melihat sendiri mahasiswa itu belajar seharian.

b) Dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Gubernur DKI dilakukan perundingan perpakiran.

c) Agar Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik, belajarlah sungguh-sungguh.43

2) Pemakaian superkoordinat pada hiponim kata. Misalnya, Kata mawar sudah mencakup bunga

Kata Elang sudah mencakup burung

42

Arifin dan Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tingg, h. 104

43


(43)

xlv Contoh dalam kalimat:

a) Ia memetik bunga mawar.

b) Kemana burung Elang itu terbang?. Kalimat itu dapat diperbaiki menjadi: a) Ia memetik Mawar

b) Kemana Elang itu pergi?

3) Penggunaan bentuk panjang yang salah, misalnya,

a) Kamu janganlah membuat kotor kelas ini dengan kotoran kambing itu.

b) Dosen itu memberikan teguran kepada mahasiswa yang sering tidak masuk kuliah.

c) Persoalan sepele itu jangan dibuat menjadi besar. Lebih hemat:

a) Kamu jangan mengotori kelas ini dengan kotoran kambing itu!


(44)

xlvi

c) Persoalan sepele jangan dibesarkan.44

4) Penjamakkan kata yang sudah jamak. a) Para murid-murid (tidak baku) b) Beberapa orang-orang (tidak baku) Lebih hemat:

a) Para murid (baku) b) Beberapa orang (baku).

5) Pengunaan saling+verba resiprokal, misalnya

a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling bersalaman dan

saling bermaafan.

b) Anak-anak itu saling berkelahi satu sama lain sehingga luka parah.

Lebih hemat:

a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling menyalami dan

saling memaafkan.

b) Anak-anak itu berkelahi sehingga luka parah. 6) Penggunaan sinonim dalam satu kalimat, misalnya

a) Hanya ini saja yang dapat kuberikan padamu.

44


(45)

xlvii

b) Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang sekali

kepada anaknya. Lebih hemat:

a) Ini saja yang dapat kuberikan padamu. Hanya ini yang dapat kuberikan kepadamu.

b) Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang kepada anaknya.

Jangankan manusia, kucing saja sayang sekali kepada anaknya.45

6) Kelogisan

Yang dimaksud dengan kelogisan ialah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika. Dalam hal ini juga menuntut adanya pola pikir yang sistematis (teratur dalam penghitungan angka dan penomoran).

Contoh:

a) Kambing sangat senang bermain hujan. (padahal kambing tergolong binatang antiair).

45


(46)

xlviii

b) Karena lama tinggal di asrama putra, anaknya semua laki-laki. (tidak ada hubungan tinggal di asrama putra dengan mempunyai anak laki-laki).46

7) Penekanan atau ketegasan

Penekanan atau ketegasan ialah peninjilan pada pokok kalimat. Ada beberapa cara untuk memberikan penonjolan yaitu:

1) Mengubah fungsi kata dalam kalimat, misalnya:

a

)

Sungguh anggun gadis yang berkerudung putih itu. (yang ditekankan adalah predikat yaitu anggun).

b) Masjid itu baru didirikan pada tahun 1417 M oleh alim ulama setempat. (yang ditekankan adalah subjek penderita yaitu masjid).

2) Menggunakan klimaks atau anti klimaks misalnya:

a) Jangankan melaksanakan salat sunat, salat wajib saja dia tinggalkan.

b) Jangankan cuma ongkos umrah, ongkos haji pun akan kuberikan.

c) Jangankan dua kali, sekali pun dia belum pernah datang untuk bersilaturrahmi ke rumahku.

46


(47)

xlix

3) Menggunakan tahapan yang logis, misalnya:

a) Kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan.

b) Lebaran tahun lalu, kami sekeluarga membeli tiket pergi pulang pesawat Sriwijaya Air jurusan Tanjung Jakarta.

4) Menggunakan partikel penegas, misalnya: a) Kami datang, dia pun datang.

b) Bukan hanya kami, saudara pun ikut berbuat salah.47

47


(48)

l BAB III

GAMBARAN UMUM BUKU ATLAS AL-QUR’AN DAN BIOGRAFI M. ABDUL GHOFFAR

A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-Qur’an

Sejarah adalah sebuah segmen yang penting dalam Al-Qur’an hal ini dibuktikan melalui isi kandungan Al-Qur’an yang di dalamnya banyak menyangkut epik sejarah, baik yang terjadi pada masa lalu maupun saat Al-Qur’an menunjukkan bahwa pengungkapan kisah tersebut mempunyai bobot yang cukup potensial untuk dijadikan pelajaran yang sangat berharga dalam mendidik dan membimbing manusia pada perilaku yang lebih baik dari masa silam.

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam, memberikan pengetahuan kepada umatnya untuk mempelajari dan menghayati makna dan isinya. Al-Qur’an yang bukan saja menetapkan hukum-hukum syariat, di dalamnya juga menceritakan kejadian-kejadian nabi-nabi terdahulu dan sebagainya. Kejadian yang disampaikan Al-Qur’an kepada umatnya itu memang benar terjadi dan nyata.

Di dunia Islam, para ahli tafsir dan para cendikiawan muslim menulis sejarah yang pernah terjadi pada saat manusia (Adam dan Siti Hawa) tinggal di bumi hingga sejarah Nabi Muhammad Saw. Tetapi, mereka


(49)

li

hanya menulis buku-buku ensiklopedi atau kamus bahasa yang khusus memuat nama-nama tempat tapi, itu semua tidak cukup tanpa adanya letak dan peta yang menggambarkan tempat-tempat misalnya buku az-Zamakhsyari yang berjudul, Al-Jibal wal Amkinah wal Miyaah, dan buku al-Fariq Yahya Abdullah al-Ma’lami yang berjudul, Al- A’laam fii Al-Qur’an al-karim.48

Buku Atlas Al-Qur’an adalah sebuah buku yang menyajikan kisah Al-Qur’an yang ditulis secara singkat dan sekaligus dilengkapi dengan peta tempat kejadian itu terjadi. Buku Atlas Al-Qur’an yang diterjemahkan oleh Abdul Ghoffar memberikan pembuktian kebenaran berbagai fakta sejarah dan kejadian serta keberadaan umat-umat terdahulu yang disampaikan oleh Al-Qur’an. Pembuktian ini diperkuat lagi oleh atlas yang memperjelas letak dan posisi tempat kejadian, tempat tinggal suatu kaum dan berbagai peristiwa penting seperti gunung Baudza yang merupakan tempat pertama kali Adam diturunkan, Asqhelon, tempat di mana nabi Sulaiman as. dulu mendengarkan percakapan sekawan semut dan kejadian penting yang tidak sempat diabadikan sehingga membantu dan mempermudah umat Islam untuk mengetahui dan memahami Al-Qur’an lebih mendalam sekaligus meyakini kebenaran apa yang dikandungnya. Kitab ini ditulis oleh Dr. Syauqi Abdul Khalil pada tanggal 12 September tahun 2000 yang diterbitkan oleh penerbit Darul Fikr, Damaskus.

48


(50)

lii B. Biografi M. Abdul Ghoffar

M. Abdul Ghoffar lahir di Tuban pada tanggal 14 Februari 1971. Dia memulai pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda (1978-1984), Tuban Jawa Timur. Setelah lulus, dia lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo (1984-1990), Jawa Timur. Pada tahun 1991, dia berangkat ke Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan dan diterima di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Pada tahun 1998, dia meraih gelar S.H. (S-1) pada Fakultas Hukum, Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta.

Dalam bidang penerjemahan, dia sudah mulai menerjemahkan buku

Atlas Al-Qur’an pada bulan Oktober 2006 cetakan pertama dan selain itu, ia banyak menerjemahkan di berbagai penerbit dengan ratusan buku hasil terjemahan sejak tahun 1990. Selain menerjemahkan, saat ini menjabat sebagai Direktur Almahira, penulis dan editor di penerbit Almahira dan PT Rajagrafindo Persada.

Menurut dia, kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus untuk

diterjemahkan agar para pembaca dapat mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa silam yang termuat di dalam Al-Qur’an beserta letak-letak kejadian tersebut.


(51)

liii

Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 (Ibnu Katsir)

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 (Ibnu Katsir)

Kisah Shahih Teladan Para Nabi Jilid 1 (Syaikh Aalim bin ‘Ied al-Hilal)

Pustaka al-Kautsar, Jakarta

Fikih Keluarga (Syaikh Hasan Ayyub)

Fikih Wanita edisi Lengkap ( Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah)

1001 Tanya Jawab tentang Al-Qur’an (Qasim Asyur)

101 Wasiat Rasul untuk Wanita (Syaikh Sa’ad Yusuf Abdul Aziz)

Jati Diri Muslim (Dr. Muhammad Ali al-Hasyimy)

dll

Pustaka Hidayah, Bandung

Ensiklopedi al-Qur’an (Prof. Dr. Muhammad Sulaiman)

Fiqih Tasawwuf (Syaikh Abdul Qadir Jaelani)

Awas! Tipu Daya Setan (Thaha Abdullah al-Afifi)


(52)

liv

dll

CV Firdaus, Jakarta

Dipersimpangan Jalan (Fathi Yahan)

Sistem Kehidupan Rumah Tangga dalam Islam (Muhammad Ali Ibrahim)

Membenahi Penyimpangan di kalangan Umat (Dr. Yusuf Qardhawi)

dll

Pustaka Azzam, Jakarta

Kisah para Nabi (Ibnu Katsir)

30 Keringanan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)

30 Larangan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)

dll

Pustaka Ibnu Katsir, Bogor

Takut Kepada Allah (Muhammad Syauman bin Ahmad as-Ramli)

Nasihat Ulama Besar untuk Wanita Muslimah (Syaikh Hamid bin Ibrahim)

dll

Pustaka an-Naba’, Jakarta

Fikih Jihad ( Dr. Muh. Said Ramadhan al-Bhuthi)

Fikih Puasa (Dr. Yusuf Qardhawi)

Pernikahan Dini (Muh. Ali as-Shabuni)

dll


(53)

lv

Menjadi pendidik Muslim (Dr. Muhammad Ibrahim)

Rasa Malu dan Budayanya ( Ahmad Salim Uwaidhah)

dll

Granada Nadia, Jakarta

Islam di Persimpangan Jalan (Dr. Yusuf Qardhawi)

Wahai Putriku tutuplah Auratmu (Dr. Azizah Ali al-Fauziayah)

dll

Wacana Lazuardi, Jakarta

Shalat Jum’at Khusyu’ (Dr. Ali Ahmad asy-Syarif)

Problematika Kehidupan Rumah Tangga (Syaikh Muhammad Ali Syaikh)

dll

Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta

Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Dr. Abdul Wahab al-Qathari)

dll

Pustaka Panji Mas, Jakarta

Problematika Pengkafiran di kalangan umat ( (Fathi Yahan)

dll

Rajawali, Jakarta

Tanda-tanda Orang Munafik (Dr. Muh. Mahmud Iwadah)

Mizan, Bandung

Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani (Dr. Fahmi Huwaidi)


(54)

lvi

Atlas al-Qur’an, Mengungkap Misteri Kebesaran al-Qur’an (Dr. Syauqi Abdul Khalil)

Adapun karya sebagai editor sebagai berikut:

Renungan Ba’da Subuh (Syaikh Abdul Hamid al-Bilal)

Cantik Tanpa Makeup (Dr. Aiman al-Huasini

Mengapa Kita Mati (Dr. Abdul Muhsin Shalih)

dll

Adapun karya sebagai penulis sebagai berikut:

Kamus Indonesia – Arab, Istilah umum dan Kata-kata populer (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta)

Menyikapi Tingkah Laku Suami, Solusi Islami buat Para Isteri

(Almahira, Jakarta)


(55)

lvii BAB IV

ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN

A.

Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna

Masalah diksi berkaitan dengan keserasian kata dengan konteks kalimat, ketidaklazimkan kata yang dipilih (Arkais) atau kata itu menimbulkan keambiguan makna.49

Penulis menganalisis hasil terjemahan buku terjemahan Atlas Al-Qur’an tentang bab peperangan yang mengenai diksi dalam hubungannya dengan makna yang meliputi: kata khusus dan umum, makna konotatif dan makna denotatif, dan makna referensial implisit.

1. Makna Khusus dan Umum

Salah satu persyaratan dan ketepatan diksi, menurut Gorys Keraf adalah penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.50 Sedangkan makna

49

Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia, (Bandung: Fakultas Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 183

50


(56)

lviii

umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu.51

Penulis menemukan data-data sebagai berikut:

ر

ﺔ ﺪ ا

و

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

،

ﺮ اا

ﺔآﺮ ا

Sementara di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun langkah-langkah teknis dan strategi dalam rangka memenangkan pertempuran.”52

Kata yang bergaris bawah diterjemahakan “langkah-langkah, teknis, dan strategi” kurang tepat. Kata “langkah-langkah”, “teknis”, dan “strategi” mempunyai makna masing-masing. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), Langkah mempunyai makna 1. gerakan kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan, 2. jarak antara kedua kaki waktu melangkah ke muka, 3. sikap, tindak tanduk. Teknis mempunyai makna bersifat atau mengenai. Sedangkan strategi mempunyai makna siasat dalam perang. Kamus kontemporer mengartikan kata

ﺔ ﺧ

adalah rencana.53 Kata rencana merupakan

kata umum. Dari ketiga kata tersebut, menurut Penulis lebih cocok

51

Ibid, h. 131

52

Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 244

53

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 844


(57)

lix

dengan menggunakan kata strategi, karena kata tersebut mempunyai makna siasat perang. Namun, penerjemah menerjemahkan dengan kata khusus yang sekaligus yaitu, langkah-langkah, teknis, dan strategi. Maka, menurut Penulis, kata strategi lebih cocok digunakan karena, maknanya lebih khusus jika melihat kata sesudahnya “dalam rangka memenangkan pertempuran”. Menurut Penulis, terjemahan di atas sebagai berikut, “Sementara di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun langkah-langkah dalam rangka memenangkan pertempuran.”

Juga terdapat dalam kalimat

قﺮ أ

عﻮ

و

ت

keseluruhan pohon kurma yang dibakar itu ada enam batang saja”54

Kata

ت

mempunyai arti makna umum yaitu “pohon”, akan tetapi penerjemah tidak menerjemahkan dengan arti umum. Tetapi, ia menulis dengan makna kata khusus “batang” untuk mendapatkan gambaran yang khusus. Menurut Penulis, terjemahan tersebut, “Keseluruhan pohon kurma yang dibakar itu ada enam pohon saja.”

Juga terdapat kalimat

54


(58)

lx

،ءﺎﻜ

ﻬ و

اﻮ ﻮ

،

ﻜ أ

ﺪ أ

ﷲاو

نأ

ﺰ و

نوﺪ

و

دﺎﻬ ا

اﻮ

و

Demi Allah, aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa kalian. Maka, mereka pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih karena mereka tidak bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak memiliki apa-apa, makanan maupun kendaraan yang bisa mereka sumbangkan untuk berjuang di jalan Allah.”55

Kata yang bergaris bawah

diterjemahkan penerjemah yaitu makanan.Dalam kamus kontemporer kata

berarti biaya.56Menurut

Penulis, biaya mempunyai arti makna umum. Tetapi, penerjemah menerjemahkan kata tersebut dengan makna yang khusus yaitu makanan. Dalam Bahasa sumber, penulis asli menulis dengan gagasan makna yang umum yaitu biaya. Namun, penerjemah menerjemahkan kata

dengan makna khusus yaitu, makanan sebagai gambaran yang lebih khusus. Penerjemahan di atas menjadi, “Demi Allah, aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa kalian. Maka, mereka pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih karena mereka tidak bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak memiliki apa-apa, biaya

55

Ibid, h. 314

56


(59)

lxi

maupun kendaraan yang bisa mereka sumbangkan untuk berjuang di jalan Allah.

Terdapat pula pada kalimat:

ءﺎ

هو

ﺔ ﺎ

ا

،ﺎ ﺎ

ﺎ ﺎ

بﺎ ا

ا

نﺎآ

ةدﻮ

ا

ﺪ و

س

ا

Setelah kembali dari peperangan, mereka akan memperoleh hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan hubungan, sedang mereka dibiarkan bebas di tengah-tengah umat manusia.”57

Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan makna umum. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh teks asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks terjemahan. Namun maksud kata ini adalah kata khusus yaitu, masyarakat, Berdasarkan analisa Penulis, kata

س

ا

menyangkut seluruh manusia yang bukan hanya pada daerah tertentu melainkan seluruh dunia, maka kata ini lebih cocok dengan masyarakat yang mengandung makna yang lebih khusus. Menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Setelah kembali dari peperangan, mereka akan memperoleh hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan

57


(60)

lxii

hubungan, sedang mereka dibiarkan bebas di tengah-tengah masyarakat.

2. Makna Denotatif dan konotatif

Makna Denotatif adalah kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.58 Menurut Harimurti,

makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Jadi, makna denotatif adalah makna sebenarnya, makna yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicara maupun pada pendengar.

Konotasi adalah pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.59 Makna konotasi menurut Gorys Keraf merupakan suatu jenis

makna di mana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional,60misalnya kata amplop yang sebenarnya bermakna

‘sampul surat’, dalam masyarakat dewasa ini memiliki konotasi yang buruk atau negatif karena kata amplop itu memiliki pula makna ‘uang sogok’ atau ‘uang suap’ seperti, Beri saja amplop, maka urusan kita

58

Pateda, Semantik Leksikal, h. 98

59

Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 391

60


(61)

lxiii

akan cepat sekali! Jadi makna konotasi merupakan makna yang mengandung perasaan senang-tidak senang misalnya, kata ‘sapi’. Dalam kalimat ’kamu seperti sapi’ mungkin dalam masyarkat selain umat Hindu akan merasa dilecehkan, namun dalam masyarakat Hindu sapi merupakan hewan yang dianggap suci.

Penulis menemukan data yang berkaitan dengan pembahasan ini, sebagai berikut:

اﻮ ﺎ و

:

لﺎ ا

Bahkan mereka berkata, “Muhammad tidak pernah menghadapi ahli perang.”61

Penerjemah menerjemahkan kata

لﺎ ا

sebagai ahli perang, mungkin yang dimaksud penulis kitab ini adalah pejuang yang tangguh. Pejuang yang tangguh mengandung makna yang emosional. Penerjemah mengartikan kata tersebut dengan ahli perang dengan makna denotatif artinya memiliki makna yang mengenakkan. Sedangkan yang dimaksud penulis di sini adalah makna konotatif.

Terdapat pula pada kalimat:

أ

ر

ﺎ آﻮ

ﺔ ا

ا

ﺔ ﺪ او

ﺔﻜ

لﺎ

رأ

61


(62)

lxiv

“Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan yang memotong jalan antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat hari.”62

Kata diterjemahkan sebagai memotong kurang tepat. Penerjemah menerjemahkan dengan memotong dengan makna konotatif. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

memotong mempunyai makna lebih cocok untuk memotong dengan barang yang tajam seperti memotong kain.63 Sedangkan memotong

yang dimaksud adalah memotong jalan yang artinya melintasi perjalanan supaya lebih dekat. Maksud dari penulis asli di sini adalah makna denotatif. Menurut Penulis, kata tersebut lebih cocok dengan kata memintasi karena memintasi mempunyai makna mengambil jalan pintas, menempuh jalan yang terdekat. Sehingga penerjemahan di atas sebagai berikut, “Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan yang memintas jalan antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat hari.”

ﷲاو

مﻮ ا

ء ﺆه

بﺎ

أ

ضرﻷا

ﺎهﺮﻬ

62

Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 273

63

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 1204


(63)

lxv

Demi Allah, seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu, niscaya perut bumi lebih baik bagi kita daripada permukaanya.”64

Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan makna konotatif. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh teks asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks terjemahan. Namun, maksud kata ini adalah makna denotatif yaitu, apa yang ada di dalam bumi atau isi bumi, Berdasarkan analisa penulis, perut memberikan makna yang emosional akan tetapi, penerjemah menerjemahkan kata ini dengan makna konotatif. Jadi menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Demi Allah, seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu, niscaya isi bumi lebih baik bagi kita daripada permukaanya.”

Terdapat pula pada kalimat:

لدﺎ

صﺎ

ﺔ ﺮ

ةوﺰ

ﺔ ﺎ

Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan setimpal atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.”65

Kata yang bergaris bawah di atas mempunyai makna konotatif yang menimbulkan rasa emosional atau memiliki rasa yang kurang

64

Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 242

65


(64)

lxvi

menggenakkan. Menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan setimpal atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.” Kata pegingkaran lebih cocok sehingga memiliki rasa yang mengenakkan.

3. Makna Referensial Emplisit

Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.66 Menurut Palmer “reference deals with the relatitionship between the linguistic elements, words, sentences, etc, and the nonlinguistic world of experience” (hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat, dan dunia pengalaman yang nonlinguistik). Makna referensial merupakan isi informsi atau sesuatu yang dikomunikasikan dan disusun dalam struktur semantis.67

66

Pateda, Semantik Leksikal, h. 125

67

Mildred L. Larson, Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar Bahasa, (Jakarta: Arcan, 1989), h. 41


(65)

lxvii

Informasi implisit adalah informasi yang diungkapkan secara jelas dengan unsur leksikal dan bentuk gramatikal.68 Dari definisi tersebut

Penulis tidak perlu menyinggung analisis informasi implisit.

Informasi implisit atau makna tertentu dibiarkan implisit karena struktur bahasa sumbernya. Hal demikian disebabkan oleh informasi itu sudah tercakup di bagian lain dalam bentuk teks itu atau karena informasi sudah dikenal oleh situasi komunikasi itu, akan tetapi informasi itu harus disampaikan oleh penerjemah, karena informasi itu merupakan bagian makna yang ingin disampaikan. Penulis menemukan data-data tersebut pada kalimat:

ﻮ ر

رأ

و

ﷲا

ﷲا

ل

7

هـ

كﻮ ا

ﻰ إ

ﺎ ر

م ﻹا

ﻰ إ

ﺎﻬ

هﻮ ﺪ

ءاﺮ ﻷاو

“Pada tahun 7 H, Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada beberapa orang raja dan penguasa yang mengajak mereka supaya memeluk Islam.”69

Terjemahan di atas mengandung makna implisit. Dalam Bsu kata yang bergaris bawah orang. Akan tetapi penerjemah menyebutkan informasi implisit. Walaupun diksi yang dipilih kurang tepat. Penulis menerjemahkan kalimat tersebut sebagai berikut, “Pada tahun 7 H,

68

Ibid, h. 41

69


(1)

lxxviii BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Abdul Ghoffar dalam menerjemahkan buku

Atlas Al-qur’an

lebih menekankan kepada metode penerjemahan bebas dan harfiah, namun penerjemahan yang dilakukan dengan kedua metode tersebut tidak menghilangkan ide atau gagasan penulis. Dalam permasalahan diksi atau pemilihan kata masih kurang dengan syarat-syarat ketepatan dan kesesuaian diksi. Ada beberapa kata yang dipilh oleh penerjemah tidak mewaklili maksud penulis. Ada tiga garis besar mengenai diksi. Pertama, Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kata-kata atau pembendaharaan kata bahasa itu.

Penerjemah tidak memperhatikan beberapa syarat ketepatan diksi atau pilihan kata dalam hubungannya dengan makna, yaitu:


(2)

lxxix

a.Membedakan secara cermat kata khusus dan umum

Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu. Sedangkan makna umum adalah makna yang Sedangkan makna umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu.

b.Membedakan makna denotasi dan konotasi

makna denotasi adalah makna sebenarnya, makna yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicara maupun pada pendengar. sedangkan makna konotasi pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.

c.Simile dan metafora

Simile adalah perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu hal dengan hal yang lain, dan menggunakan kata

seperti

dan

diumpamakan

sebagai petunjuknya. Sedangkan metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung.

A.

Rekomendasi

Kajian diksi pada buku terjemahan

Atlas Al-Qur’an

masih partikular, karena hanya membahas pada analisis diksi pada bab peperangan, khususnya dalam melihat kajian makna denotatif dan


(3)

lxxx

konotatif, makna umum dan khusus, dan referensial emplisit. Dengan demikian cakupan kajian diksi lain seperti dalam kajian diksi dalam kalimat, gaya bahasa, dan lainnya tidak dibahas dalam penelitian ini. Karenanya tema-tema yang belum dibahas tersebut dapat dijadikan penelitian lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

‘al-Qatthan, Manna,

Mabahits fi ‘ulum AL-qur’an

, Riyadh: Mansyurat Ashr

al-Hadits, Tt.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai,

Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan

Tinggi,

Jakarta: Akademika Pressindo, 2006, Cet.8.

Burdah, Ibnu,

Menjadi Penerjemah, metode dan wawasan menerjemah Teks Arab

(Yogyakarta, 2004), Cet.1.

Chaer, Abdul,

Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia

, Jakarta: PT Rineka Cipta,

2000, Cet.I.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia

, Jakarta:

Balai Pustaka, 1989, Cet.2.

Finoza, Lamuddin, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan

Bahasa, 2007, Cet.13.


(4)

lxxxi

Gani, Ramlan A. dan Fitriyah, Mahmudah,

Pembinaan Bahasa Indonesia

, Jakarta:

UIN Press, 2007.

Hanafi, Nurrohman

, Teori dan Seni Menerjemahkan

, Ende: Nusa Indah, 1986, Cet.1.

Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad

, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an

, Semarang: PT

Pustaka Rizki Putra, 2002,

Hidayatullah, Moch Syarif,

Diktat II Teori dan Permasalahan Penerjemahan

.

Hoed, Benny Hoedoro,

Penerjemahan dan Kebudayaan,

Jakarta: Pustaka Jaya, 2006.

Keraf , Gorys,

Diksi dan Gaya Bahasa

, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, Cet.

XVI.

---,

Diksi dan Gaya Bahasa

, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, Cet. XIII

Kridalaksana, Harimurti,

kamus Linguistik

, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993,

Cet.3.

Machali, Rochayah,

Pedoman Bagi Penerjemah,

Jakarta: Gramedia, 2000, Cet.1.

Mansyur, Moh dan Kustiawan,

Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia,

Indonesia-Arab,

Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002.

Nababan, Rudolf,

Teori Menerjemah Bahasa Inggris

, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999.

Pateda, Mansoer,

Semantik Leksikal

, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, Cet.2.

Rofi’i,

Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia

Jakarta: Persada

Kemala, tt.

6

1


(5)

lxxxii

Rahardi, Kunjana,

Seni Memilih kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional

Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia

, Yogyakarta: Yayasan Pustaka

Nusantara, 2007.

Salim, Peter dan Yenny Salim,

Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer

, Jakarta:

Medan English Press, 2002, Cet.2.

Syihabuddin,

Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia

, Bandung: Fakultas

Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001, Cet.1.

Yusuf, Suhendra,

Teori Terjemah: Pengantar ke arah Pendekatan Linguistik dan

sosiolinguistik

, Bandung: CV Mandar Maju, 1994, Cet.1.

Larson, Mildred L,

Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar

Bahasa,

Jakarta: Arcan, 1989.


(6)