Kitab Qasas al-Anbiya pada bab Ihtijaj Adam dan Musa Karya Ibnu Katsir : analisis morfosintaksis terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M.

(1)

i

Kitab

Qasas al-

Anbiyâ‟

pada

Bab

Ihtijâj Âdam dan Mûsâ

Karya Ibnu Katsîr

(Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh :

AHMAD FARHAN 1110024000005

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H


(2)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

Ciputat, 23 Maret 2015

Ahmad Farhan


(3)

iii

KITAB QASAS AL-ANBIYÂ‟ PADA BAB IHTIJÂJ ÂDAM DAN MÛSÂ

KARYA IBNU KATSÎR

ANALISIS MORFOSINTAKSIS TERJEMAHAN M. ABDUL GHAFFAR E.M

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh :

AHMAD FARHAN 1110024000005

Dosen Pembimbing

Dr. Abdullah, M. Ag. Drs. Ahmad Syatibi, MA.

NIP: 19610825-199303-1-002 NIP: 19550703-198603-1-002

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Kitab Qasas al-Anbiyâ' pada Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsa, karya Ibnu Katsîr (Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M) yang ditulis oleh AHMAD FARHAN, NIM 1110024000005 telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah pada tanggal

9 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada program studi Tarjamah.

Ciputat, 9 April 2015

Sidang Munaqasyah

TIM PENGUJI TANDA TANGAN

Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum ( )

(Ketua Sidang) Tgl.

Umi Kulsum, M.A ( )

(Sekretaris Sidang) Tgl.

Dr. Abdullah, M.Ag ( )

(Pembimbing 1) Tgl.

Drs. Ahmad Syatibi, M.A ( )

(Pembimbing 2) Tgl.

Dr. Tb. Ade Asnawi, M.A ( )

(Penguji 1)

Tgl.

Drs. Ikhwan Azizi, M.A ( )


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa dilimpahkan kepada sosok teladan umat, Baginda Nabi Besar Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya semoga kita mendapatkan curahan syafa‟atnya di hari

akhir kelak.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah khususnya kepada: Prof. Dr. Syukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Umi Kulsum, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah, serta seluruh dosen jurusan Tarjamah. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis untuk bisa diaplikasikan di masa mendatang.

Kepada dosen yang tidak pernah bosan memberikan semangat serta motivasinya untuk penulis, Dr. Abdullah, M.Ag dan Drs. Ahmad Syatibi, M.A selaku dosen pembimbing skripsi, penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga atas kesediaannya meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi untuk penulis.

Kemudian kepada kedua orang tua penulis, Muhammad Soleh dan Tuti Lutpiah.atas doa, dukungan dan motivasi yang selalu diberikan untuk penulis.

Selanjutnya, kepada kerabat penulis di UIN Syarif Hidayatullah, sahabat-sahabat penulis: Lukman Hakim, Kholis Alhasan, Syafaat Maulana, Makfiyyah Muthia, Siti Nur Asiah, terima kasih atas motivasi, doa, dukungan serta ide-ide yang kalian sumbangkan untuk penulis, dan sudah rela meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mencari referensi dan menulis skripsi. Kepada teman-teman seperjuangan penulis, terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan selama delapan semester kita mengemban ilmu bersama dalam satu atap.

Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini bisa memberikan manfaat bagi siapa saja terutama yang tertarik dengan dunia penerjemahan. Saran dan kritik membangun, penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Jakarta, 23 Maret 2015


(6)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

LEMBAR PENGESAHAN ……… iii

PRAKATA ………... iv

DAFTAR ISI ……… v

PEDOMAN TRANSLITERASI ……… xi

SINGKATAN ………..xvii

GLOSARIUM ………....xviii

ABSTRAK ……….xx

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ………... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….…... 3

D. Tinjauan Pustaka ………... 3

E. Metode Penelitian ……… 4

F. Sistematika Penulisan ………... 6

BAB II Teori Terkait Linguistik dan Penilaian Penerjemahan A. Kajian Linguistik ………....8


(7)

vii

1. Pengertian Linguistik ……….8

2. Aspek-aspek Linguistik ………...9

B. Penilaian Terjemahan ………. 20

1. Aspek Penilaian………...22

2. Teknik Penilaian ………22

C. Pedoman Penilaian Rochayah Machali ……….………..23

BAB III Gambaran Umum Kitab Qasas al-Anbiyâ' A. Tentang Kitab ……….32

B. Biografi Penulis ………..32

1. Riwayat Hidup Ibnu Katsîr ………..32

2. Karir Ibnu Katsîr ………...33

3. Karya Ibnu Katsîr ………...35

C. Biografi Penerjemah ………36

1. Riwayat Hidup M. Abdul Ghaffar E.M ………....36

2. Karir M. Abdul Ghaffar E.M ………....37

3. Karya M. Abdul Ghaffar E.M ……….. .38

BAB IV ANALISIS A.Pengantar ………39


(8)

viii

B.Analisis Terjemah Kitab Qasas al-Anbiyâ‟

………39

 Data 1 ……….………...39

Analisis Morfologi …..………..39

Analisis Sintaksis………...………40

 Data 2 ……….………...41

Analisis Morfologi ………41

Analisis Sintaksis………...43

 Data 3 ………..………..43

Analisis Morfologi ………44

Analisis Sintaksis ………..46

 Data 4 ……….………...49

Analisis Morfologi ………50

Analisis Sintaksis ………..51

 Data 5 ……….………...52

Analisis Morfologi ………53

Analisis Sintaksis ………..54

 Data 6 ……….…………...55

Analisis Morfologi ………55

Analisis Sintaksis ………..56

 Data 7 ……….………...56


(9)

ix

Analisis Sintaksis ………..57

 Data 8 ……….……….. 58

Analisis Morfologi ………59

Analisis Sintaksis ………..59

 Data 9 ……….………….. .60

Analisis Morfologi ………....61

Analisis Sintaksis ………..62

 Data 10 ……….… .62

Analisis Morfologi ………....62

Analisis Sintaksis ………..63

 Data 11 ……….…… .63

Analisis Morfologi ………64

Analisis Sintaksis ………..64

 Data 12 ………. .64

Analisis Morfologi ………65

Analisis Sintaksis ………..66

 Data 13 ……….……….67

Analisis Morfologi ………67

Analisis Sintaksis ………..68

 Data 14 ……….……… .69

Analisis Morfologi ………69


(10)

x

 Data 15 ……….……… .70

Analisis Morfologi ………70

Analisis Sintaksis ………..71

 Data 16 ……….……….72

Analisis Morfologi ………73

Analisis Sintaksis ………..73

 Data 17 ……….……….74

Analisis Morfologi ………75

Analisis Sintaksis ………..75

 Data 18 ……….……… .76

Analisis Morfologi ………76

Analisis Sintaksis ………..77

 Data 19 ……….……… .78

Analisis Morfologi ………78

Analisis Sintaksis ………..80

 Data 20 ……….………...81

Analisis Morfologi ………81

Analisis Sintaksis ………...83

C.Hasil Penilaian Terjemahan Kitab Qasas al-Anbiyâ'……….84

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….91


(11)

xi

B. Saran-saran ……….92

DAFTAR PUSTAKA ………..93


(12)

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan

B be

T te

ts te dan es

j je

h h dengan garis di bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er


(13)

xiii

s es

sy es dan ye

s es dengan garis di bawah d de dengan garis di bawah t te dengan garis di bawah z zet dengan garis di bawah

، koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

h ha

' apostrof


(14)

xiv

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul, ketentuan alih aksaranya ialah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ialah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i

Au a dan u

2.1 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas

Î i dengan topi di atas


(15)

xv

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu , dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda )ّـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah tetapi al-darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 Tarîqah

2 al-jâmi‟ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd


(16)

xvi Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, dan nama diri. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al -Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

7. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‟l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu tsabata al-ajru al-harakah al-‘asriyyah


(17)

xvii asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulânâ Maliku al-Sâlih

Yu‟atstsirukumu Allâh al-mazâhir al-‘aqliyyah

al-âyât al-kauniyyah al-darûrah tubihu al-mahzûrât


(18)

xviii

SINGKATAN

BSa : Bahasa Sasaran BSu : Bahasa Sumber

TBp : Teks Bahasa Penerima NBSa : Naskah Bahasa Sasaran NBSu : Naskah Bahasa Sumber SL : Source Language


(19)

xix

GLOSARIUM

Abreviasi: Proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata.

Adjektiva: Kata yang menerangkan kata benda.

Afiksasi: Proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar atau alas. Derivasi: Proses pengimbuhan afiks non inflektif pada dasar untuk

membentuk kata.

Diatesis aktif: Bentuk gramatikal sebuah verba, atau klausa, yang subjek gramatikalnya merupakan pelaku.

Diatesis pasif: Diatesis yang menunjukan bahwa subjek adalah tujuan dari perbuatan

Frasa: Gabungan antara dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif.

Infleksi: Perubahan bentuk kata yang menunjukan berbagai hubungan gramatikal.

Kala: Perbedaan bentuk verba untuk menyatakan perbedaan waktu atau jangka perbuatan atau keadaan.

Kata: Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem.

Klausa Parantetis: Klausa yang diselipkan ke dalam kalimat dan memberikan modifikasi kepada salah satu bagian kalimat tanpa mengubah struktur dasarnya


(20)

xx Linguistik: Ilmu tentang bahasa yang mengkaji dari beberapa aspek, mulai dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikografi.

Modulasi: Pergeseran makna; modulasi ini biasanya diakibatkan oleh adanya transposisi yang terjadi pada proses penerjemahan. Nomina: Kelas kata yang dapat berfungsi sebagai subjek atau objek

dari klausa

Objek: Nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba tertentu dalam klausa.

Paduan: Hasil penggabungan beberapa morfem menjadi kata yang padat.

Predikat: Bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek.

Preposisi: Partikel yang biasanya terletak di depan nomina dan menghubungkannya dengan kata lain.

Pronomina: Kata yang menggantikan nomina atau frasa nominal.

Subjek: Bagian klausa berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa yang dikatakan pembicara.

Transliterasi: Penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain.

Transposisi: Proses atau hasil perubahan fungsi atau kelas kata tanpa penambahan apa-apa.


(21)

xxi

ABSTRAK

Ahmad Farhan

“Kitab Qasas al-Anbiyâ' pada Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ, Karya Ibn Katsîr (Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M)”

Menilai terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh makna yang disampaikan dalam pesan tersebut dapat mudah dipahami atau tidak, baik dari segi keakuratan, kejelasan, dan ketepatan. Di dalam Skripsi ini peneliti menganalisis serta menilai suatu hasil terjemahan. Sementara itu, objek kajian atau data yang dipergunakan di dalam skripsi ini adalah terjemahan dari kitab Qasas al-Anbiyâ‟ karya Ibnu Katsîr yang telah diterjemahkan oleh M. Abdul Ghaffar E.M. Sedangkan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori penilaian terjemahan oleh Rochayah Machali. Penelitian ini penulis lakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan aspek linguistik yang dilakukan oleh penerjemah dalam melakukan penerjemahannya. Baik dari segi morfologi yang meliputi makna dalam kata, dan sintaksis yang meliputi pola antara frasa, klausa, dan kalimat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kombinasi (mix method) dengan model concurrent embedded. Peneliti menganalisis dengan membagi kedua metode tersebut, metode kualitatif peneliti gunakan untuk menganalisis teks-teks dari TSu dan TSa, metode kuantitatif peneliti gunakan untuk data statistik berupa tabel dari hasil penelitian tersebut. Setelah itu hasil perolehan dari analisis tersebut dimasukkan ke dalam hitungan matematis untuk memperoleh prosentase penilaian terjemahan. Hasil dari penelitian ini, peneliti memperoleh 20 korpus data terjemahan. Segi morfologis peneliti menemukan 2 permasalahan dari jumlah keseluruhan 48 kata, kemudian segi sintaksis peneliti menemukan 5 permasalahan dari jumlah keseluruhan 40 baik dari frasa, klausa atau kalimat. Selanjutnya setelah peneliti menilai hasil terjemahan tersebut melalui teori penilaian Rochayah Machali maka prosentase penilaian sebanyak 84% atau menurut versi Machali termasuk kategori terjemahan sangat bagus dengan ekuivalen (B).


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian besar kemajuan dunia ini tidak terlepas dari para penerjemah, baik dari juru bahasa maupun dari penerjemah buku. Menerjemahkan merupakan bentuk kegiatan memindahkan maksud atau pesan bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan sedekat-dekat dan sewajar-wajarnya.

Dalam penerjemahan, terdapat dua persoalan praktis yang kita sering hadapi. Pertama, kita tidak memahami makna kata atau kalimat atau paragraf sehingga tidak menangkap pesannya. Kedua, kita mengalami kesulitan untuk menerjemahkannya, meski sudah memahami TSu-nya.1 Ini yang menyebabkan kendala dalam kegiatan dunia penerjemahan jika hal tersebut tidak dikuasai.

Kegiatan penerjemahan terutama nas keagamaan yang berasal dari bahasa Arab, sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan, telah dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandaria (1607-1636) di Aceh. Hal ini ditandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama Indonesia terdahulu.2

Kegiatan penerjemahan ini terus berlanjut hingga sekarang. Penerbit-penerbit buku terjemahan bahasa asing terutama bahasa Arab di Indonesia semakin menjamur. Demikian pula toko-toko buku di Indonesia semakin dibanjiri buku-buku terjemahan

1

Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 11

2


(23)

2 dengan beragam jenisnya, mulai dari terjemahan kitab suci al-Qurân, Hadîts, tafsîr, hingga buku-buku dakwah, akhlak, dan pemikiran. Kondisi demikian merupakan sesuatu yang menggembirakan bagi masyarakat Muslim di Indonesia karena mereka sangat terbantu dalam mengisi, melengkapi, dan menyempurnakan praktik keislamannya secara utuh dalam segala dimensinya.3

Di antara buku-buku terjemahan tersebut adalah Kitab Qasas al-Anbiyâ‟ yang

merupakan salah satu kitab klasik terkenal karya Abî al-Fidâ' Imâd al-Dîn Ismâîl binUmar bin Katsîr al-Qursyi al-Basrawi al-Damsyiqi, biasa dikenal dengan nama Ibnu Katsîr. Kitab ini merupakan salah satu dari beberapa karya besarnya. Kitab tersebut membahas tentang kisah hidup para Nabi yang didasarkan pada ayat-ayat al-Qurân yang secara langsung atau tidak langsung mengisyaratkan dan menjelaskan tentang kehidupan mereka. Namun, dari hasil penerjemahannya kitab ini perlu dikaji lebih dalam lagi, apakah terjemahan ini sudah memenuhi aspek linguistik atau belum dari segi makna morfologis atau sintaksis.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul; Kitab Qasas al-Anbiyâ' pada Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ, karya Ibnu Katsîr (Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M)

3


(24)

3

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti jelaskan di atas, maka permasalahan yang peneliti temukan dalam kitab Qasas al-Anbiyâ‟ adanya ketidaktepatan pada aspek linguistik yang meliputi morfologis, dan sintaksis. Selanjutnya, bahan penelitian yang digunakan peneliti sebagai sampel adalah pada bab kisah ihtijâj Âdam dan Mûsâ. Kemudian dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat merumuskannya dalam bentuk pertanyaan:

 Apakah tepat terjemahan kisah Ihtijâj Âdam dan Mûsâ di dalam kitab Qasas al-Anbiyâ‟ dari sisi morfologis, dan sintaksis?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

 Mengetahui ketepatan yang meliputi morfologis, dan sintaksis terjemahan kisah Ihtijâj Âdam dan Mûsâ dalam kitab Qasas al-Anbiyâ‟.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah khasanah penelitian penerjemahan yang telah ada serta sebagai masukan untuk penerbit khususnya penerbit hasil karya terjemahan.

C. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis meninjau kepustakaan (literatur), penelitian yang berkaitan dengan judul semacam ini umumnya sudah diteliti. Di antaranya:


(25)

4 1. Yuyun, yang mengkaji tinjauan terjemahan Kamus Gaul.

2. Tatam Wijaya, yang mengkaji kritik terjemahan kitab Mukhtasar Sahîh al-Bukhâri.

3. Amir Hamzah, yang mengkaji terjemahan kitab Fiqh al-Islâm wa Adillatuh. 4. Siti Hamidah, yang mengkaji Peribahasa Arab dalam buku Bahasa Gaul Ikhwân

Akhwât.

D. Metode Penelitian a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan dalam skirpsi ini adalah pendekatan penelitian linguistik4. Peneliti mengunakan pendekatan tersebut karena cakupan yang peneliti kaji terkait dalam aspek linguistik berupa morfologis dan sintaksis.

b. Sumber Data

Sumberdata yang peneliti gunakan sebagai bahan utama dalam penelitian skripsi ini adalah kitab Qasas al-Anbiyâ‟ Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ yang merupakan karya Ibnu Katsîr. Kitab tersebut membahas tentang perjalanan hidup para Nabi Allâh secara global. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Abdul Ghaffar E.M melalui penerbit Pustaka Azzam.

4 Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa dari berbagai aspek, mulai dari aspek bunyi, tata


(26)

5

c. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Proses pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan menginventarisasi teks-teks Arab dan teks-teks terjemahan. Setelah itu, peneliti melakukan analisis dengan menerapkan teori penilaian yang digunakan, sehingga ditemukan data yang tepat untuk bahan analisis dan penilaian.

d. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Metode yang peneliti gunakan adalah metode penelitian kombinasi atau (mix method) dengan model concurrent embedded, dimana metode penelitian kualitatif sebagai metode primer dan metode kuantitatif sebagai metode sekunder.5 Peneliti menganalisisnya dengan membagi kedua metode tersebut, metode kualitatif peneliti gunakan untuk menganalisis teks-teks dari TSu dan TSa. Kemudian peneliti menjelaskan secara terperinci dengan mengeksplorasi morfologis, dan sintaksis.

Kemudian, metode kuantitatif peneliti gunakan untuk data statistik berupa tabel dari hasil penelitian tersebut. Setelah itu hasil perolehan dari analisis tersebut dimasukkan ke dalam hitungan matematis untuk memperoleh prosentase penilaian terjemahan. Dengan menggunakan metode kombinasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap dan akurat.

5 Prof. Dr. Sugiono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (mix methods)


(27)

6

e. Teknik Penulisan dan Penyajian Hasil Penelitian

Data yang diambil oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian berupa teks-teks Arab yang terdapat dalam kitab Qasas al-Anbiyâ‟ dan terjemahannya. Kemudian setelah data sudah terkumpul, proses penelitian dilakukan dengan mencari dan mencatat beberapa kesalahan yang terdapat pada TSu dan TSa. Selanjutnya, hasil tersebut dimasukan ke dalam perhitungan matematis.

Dalam hal ini, peneliti menggunkan teori penilaian yang dikemukakan oleh Rochayah Machali sebagai rujukan utama dalam proses penelitian. Peneliti juga menggunakan kajian pustaka (library reseach). Secara teknis penulisan dan penyajian hasil penelitian skripsi ini didasarkan pada buku Pedoman Penilaian Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini, penulis menyajikannya dalam lima bab. Guna untuk mendapatkan hasil yang komprehensif dalam pembahasannya. Berikut adalah sistematika penulisan yang penulis paparkan:

Bab I Pendahuluan. Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.


(28)

7 Bab II Teori Terkait Linguistik dan Penilaian Penerjemahan. Bab ini membahas tentang teori yang terkait mengenai linguistik dan penilaian penerjemahan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.

Bab III Gambaran Umum. Bab ini membahas tentang biografi, karier, serta karya-karya penulis dan penerjemah.

Bab IV Analisis. Bab ini merupakan analisis dan hitungan matematis penilaian terjemahan kitab Qasas Al-Anbiyâ‟ Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ karya Ibnu Katsîr dari aspek linguistik yang meliputi morfologis, dan sintaksis.

Bab V Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan yang telah peneliti lakukan serta saran-saran yang membangun sebagai masukan untuk penerjemah dan penerbit.


(29)

8

BAB II

TEORI TERKAIT LINGUISTIK & PENILAIAN

PENERJEMAHAN

2.1 Kajian Linguistik 2.1.1 Pengertian Linguistik

Linguistik berarti ‘ilmu bahasa‟. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua ‘bahasa‟, yang dalam bahasa Prancis menjadi langue dan langgage. Istilah linguistik dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language. Di dalam bahasa Indonesia, linguistik adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah linguistis. Dalam bahasa Arab, linguistik berpadanan dengan al-„ilmu al-lughah.6

Kata linguistik dapat diartikan sebagai ilmu bahasa yang membicarakan tentang bunyi bahasa (fonologi), bentuk kata (morfologi), kalimat (sintaksis), makna kata (semantik), dan konteks berbahasa.7

Iinguistik sering juga disebut linguistik umum (al-„ilmu al-lughah al-am). Artinya, linguistik itu tidak hanya mengkaji seluk beluk bahasa Arab atau bahasa Indonesia, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Yang menjadi objek kajian linguistik adalah bahasa.8 Alwasilah mengatakan bahwa jika kita membicarakan tentang linguistik umum (general linguistic), terdapat tiga hal yang

6

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 9

7

Suhardi, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 14

8 Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)


(30)

9 tercakup di dalamnya. Ketiga hal yang dimaksud ialah (1) linguistik deskriptif; (2) linguistik historis; (3) linguistik komparatif.9

2.2 Aspek-aspek Linguistik 2.2.1. Fonologi

Fonologi adalah kajian tentang bunyi bahasa dilihat dari segi fungsinya dalam sistem komunikasi linguistik, dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Jika bunyi tersebut membedakan makna, maka bunyi tersebut dinamakan fonem. Jika tidak hanya disebut fon.10

Kemudian yang mencakup dalam aspek fonologi ialah: fonem, fon, alofon, fonotaktik, morfofonemik, dan bunyi suprasegmental.

2.2.2 Morfologi

Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari bentuk-bentuk kata dan segala proses pembentukannya. Dalam bahasa Arab ilmu ini lebih dikenal dengan

al-„ilmu al-sarf, yang merupakan satuan gramatikal yang membahas masalah struktur intern kata. Secara terminologi, morfologi adalah salah satu dari bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.11

9

Suhardi, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 15

10

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 50

11 Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)


(31)

10 Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil. Satuan gramatikal yang terkecil itu disebut morfem.12 Karenanya, al-Khuli mendefinisikan morfem sebagai satuan gramatikal terkecil, otonom, dan mempunyai makna.13

Morfem terbagi menjadi dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tidak tergantung pada adanya morfem lain. Ia dapat berdiri sendiri tanpa adanya morfem lain. Contohnya kata fahima. Sementara itu morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia tidak dapat membentuk suatu kata dan tidak mempunyai makna bila tidak digabungkan dengan kata lain. Contohnya partikel al-.14

Pembahasan terkait morfem tidak bisa mengenyampingkan pembahasan alomorf. al-Khuli mendefinisikan alomorf sebagai morf yang memiliki kemiripan dengan morfem yang lain, tetapi didistribusikan secara komperhensif, sehingga menjadi satu morfem.15

2.2.2.1 Morfem (Fa, „a, dan lam fi„l)16

Untuk menyatakan pola kata kerja, ahli tata bahasa menggunakan konsonan kata kerja )fa‘ala( “berbuat atau mengerjakan”. Huruf menggambarkan akar atau

12 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2005), h. 144

13

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 60

14

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 60

15

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 61

16


(32)

11 huruf pertama, huruf kedua, dan huruf ketiga. Jadi pada contoh kata , = fa

fi‘l, = ain fi‘l, dan = lam fil. Huruf-huruf tersebut juga dapat difungsikan sebagai huruf awal, tengah, dan akhir.

Pada kata kerja sederhana berhuruf tiga dikenal sebagai bentuk kata dasar al-tsulâtsi (verba terikonsonantal tak berimbuhan).

2.2.2.2 Bentuk Turunan17

Ada pula bentuk turunan dari huruf awal yang berhuruf tiga, yang akan menimbulkan arti yang berbeda tiap bentuk huruf memastikan pola yang tersedia dan menghasilkan perubahan khusus arti kata dasar huruf tersebut.

Bentuk-bentuk turunan dari asal kata yang terdiri dari tiga huruf dibuat dengan menambahkan awalan, sisipan, dan akhiran. Dalam bahasa Indonesia penambahan ini disebut afiksasi atau di dalam bahasa Arab al-idâfah al-zawâid. Melalui perubahan ini, maka terjadilah berbagai arti.

a. al-waznu al-fi„lu al-tsulâtsi al-mazîdu bi harfin wâhidyaitu fi‟l yang terdiri dari

tiga huruf asli dan satu huruf tambahan.

1. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari al-fi„lu al-tsulâtsi dengan memberikan

syaddah pada huruf kedua.

17


(33)

12 2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah

berharakat fathah kepada bentuk bentuk huruf asli.

3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan menyisipkan huruf alif di antara huruf pertama dan kedua pada huruf asli.

b. al-waznu al-fi„lu al-tsulâtsi al-mazîd bi harfain yaitu fi‘l yang terdiri dari tiga

huruf asli dan dua huruf tambahan.

1. al-waznu . Wazan ini sama dengan arti bentuk kata kerja . Seperti pada

contoh (berperang) dan (saling berperang).

2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari dengan menambahkan awalan

berupa partikel . Contoh lain yaitu, = memisahkan diri.

3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah

berharakat kasrah dan diberi sisipan huruf setelah huruf pertama. Contoh lain,

= membawa (orang ketiga laki-laki).

4. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari dengan menambahkan awalan yang


(34)

13 5. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah

berharakat kasrah dan huruf ketiga diberi syaddah. Seperti = menjadi merah.

c. al-waznu al-fi„lu al-tsulâtsi al-mazîd bi tsalâtsati ahruf yaitu fi‘l yang terdiri

dari tiga huruf asli dan tiga huruf tambahan.

1. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan berupa tiga

huruf yaitu .

2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan dan sisipan

setelah huruf pertama.

3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah

berharakat kasrah , sisipan alif setelah huruf kedua, dan syaddah setelah huruf

ketiga.

4. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah

berharakat kasrah , serta sisipan , dan syaddah setelah huruf kedua.


(35)

14

2.2.3. Sintaksis

Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu sun yang berarti ‘dengan‟ dan tattein yang berarti ‘menempatkan‟.18 Dalam bahasa Arab sintaksis lebih dikenal dengan ilm al-nahw. Secara etimologi, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata-kata atau kalimat. Jadi, sintaksis ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kata, frasa, klausa dan kalimat inilah yang oleh para ahli disebut sebagai satuan sintaksis.19

Dengan demikian, hubungan antarkata yang ada pada cabang ketatabahasan ini meliputi: kata, frasa, klausa, dan kalimat. Berikut pembahasannya:

1. Kata

Kata adalah bagian kalimat yang merupakan kesatuan terkecil, yang dapat berdiri sendiri dan mengandung suatu pengertian.20

Kata dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partikel dan kata penuh. Partikel adalah kata yang jumlahnya terbatas, biasanya tidak mengalami proses morfologis, bermakna gramatikal, dan dikuasai dengan cara menghafal, di dalam bahasa Indonesia, partikel yang kita kenal misalnya yang, dari, ke, di, dan pada. Sedangkan kata penuh mempunyai ciri yang berlawanan dengan partikel, yang terutama adalah

18

Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 1

19

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 99

20 Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)


(36)

15 maknanya bersifat leksikal. Kata penuh dibedakan menjadi nomina, verba, adjektiva, adverbial, preposisi, konjungsi, numeralia, dan sebagainya.21

2. Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

Frasa terbagi menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Frasa endosentris adalah frasa yang seluruh bagiannya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan perilaku salah satu komponen frasa tersebut. Sedangkan Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian unsurnya, tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya.22

Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi dua, yakni frasa endosentris yang berinduk tunggal atau yang lazim disebut sebagai frasa modifikatif dan frasa endosentris yang berinduk jamak.23

3. Klausa

Klausa merupakan satuan linguistik yang sekurang-kurangnya terdiri atas fungsi subjek (S) dan predikat (P), dan berpotensi menjadi kalimat. Dikatakan berpotensi menjadi kalimat karena sesungguhnya klausa jika diberi intonasi final (dalam konvensi tulis berupa tanda baca titik, tanda seru, dan tanda tanya), akan berubah menjadi satuan kalimat.24

21

Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 130

22

R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 67

23

R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 68

24 Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)


(37)

16 Klausa dapat digolongkan berdasarkan distribusi satuannya, yaitu:25

a. Klausa bebas, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat. a. Klausa terikat, yaitu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Untuk membedakan dari kalimat, ada semacam konvensi dalam kajian sintaksis bahwa penulisan klausa tidak diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru.

Chaer membagi klausa menjadi: (1) klausa nominal; (2) klausa verbal; (3) klausa ajektival; (4) klausa preposisional; (5) klausa numeral.26

4. Kalimat

Kalimat adalah satuan di atas klausa dan di bawah wacana. Dalam bahasa Arab kalimat adalah kontruksi yang tersusun dari dua kata atau lebih yang mengandung arti, disengaja, serta berbahasa Arab.

Kalimat dapat dikategorikan berdasarkan lima kriteria, yaitu berdasarkan: (1) jumlah dan macam klausa; (2) struktur intern kata; (3) jenis tanggapan yang diharapkan; (4) sifat hubungan pelaku dan perbuatan, dan (5) ada dan tidaknya unsur ingkar di dalam predikat utama.27

25

Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 131

26

Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)

(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 106

27 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia


(38)

17

4. 1. Jenis Kalimat

Banyak nama diberikan orang tehadap adanya jenis atau macam kalimat. Penamaan itu berdasarkan kriterianya, yaitu:28

a. Berdasarkan kategori klausanya: (1) kalimat verbal; (2) kalimat ajektifal; (3) kalimat nominal; (4) kalimat preposisional; (5) kalimat numeral; (6) kalimat adverbial.

b. Berdasarkan jumlah klausanya: (1) kalimat sederhana; (2) kalimat

“bersisipan”; )3( kalimat majemuk ratapan; )4( kalimat majemuk setara; )5(

kalimat majemuk bertingkat; (6) kalimat majemuk kompleks.

c. Berdasarkan modusnya: (1) kalimat berita (deklaratif); (2) kalimat tanya (interogatif); (3) kalimat perintah (imperatif); (4) kalimat seruan (interjektif); (5) kalimat harapan (optatif).

2.2.4. Semantik

2.2.4.1 Definisi Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu (sema( yang berarti ‘tanda‟ atau ‘lambang‟. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti ‘menandai‟ atau ‘melambangkan‟. Dalam bahasa Arab, semantik dikenal dengan ilm al-dilalah. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke- 17, bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy.

28


(39)

18 Persoalan makna adalah persoalan menarik dalam kehidupan sehari-hari, karena makna mempunyai istilah yaitu meaning yang merupakan kata dan istilah yang membingungkan.

Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa seperti fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik juga lebih umum digunakan dalam studi linguistik yang mempunyai cakupan objek yang lebih luas yaitu mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya dan merupakan bagian struktur bahasa yang terpenting yang berhubungan dengan makna ungkapan secara umum.29

2.2.4.2. Jenis Makna

Jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Sehingga para ahli semantik dapat mengelompokan jenis makna selalu terjadi perbedaan. Seperti Pateda, secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 makna, yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna gramatikal, makna ideasional, makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konseptual, makna kontruksi, makna kontekstual, makna leksikal, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna konotatif, makna stilistika, dan makna tematis.30

29

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 216

30 Ahmad Muzakki, Kontribusi Semiotika Dalam Memahami Bahasa Agama (Malang: UIN Malang


(40)

19 Berdasarkan sifat hubungan antar kata dan maknanya, makna kata dapat dibagi menjadi dua macam: makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referensinya dan sesuai dengan hasil observasi alat indra. Dengan kata lain, ia adalah makna yang melekat pada suatu kata. Misalnya, kata khail memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai‟. Bahasan yang mengenai semantik leksikal mencakup:31 (1) relasi

paradigmatik, misalnya sinonimi, antonimi, dan hiponimi; (2) relasi sintagmatik, termasuk keterbatasan seleksional; (3) struktur-struktur dalam leksikon sebagai hirarki taksonomis; (4) perubahan arti kata; dan (5) proses ekstensi arti, seperti metafora dan antonimi. Sementara itu, makna leksikal diposisikan berseberangan dengan makna gramatikal. Makna gramatikal muncul akibat adanya proses gramatikal.32 Bahasan yang mengenai makna gramatikal mencakup: (1) arti yang terdapat dalam kategori gramatikal (grammatical categories) yang merupakan satuan analisis dalam morfologi, yakni nomina, verba, dan adjektiva; (2) arti yang dikandungi oleh elemen gramatikal, misalnya afiks, preposisi, dan konjungsi; (3) arti dari kontruksi gramatikal, misalnya frasa, klausa, dan kalimat; (4) arti dari fungsi sintaksis, misalnya subjek, predikat, dan objek; dan (5) arti dari peran tematis, misalnya actor, agen, pengalam, dan pemerutung. Teori kontekstual juga bisa disebut teori makna situasional yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan

31

Makyun Subuki, Semantik: Pengantar MemahamiMakna Bahasa (Jakarta: Trans Pustaka, 2011), h. 17

32 Moch. Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern)


(41)

20 konteks.33 Oleh karena itu, makna sebuah kata sering tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini sering disebut juga makna kontekstual atau makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

B. Penilaian Terjemahan

Menilai kualitas terjemahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam peerjemahan. Ada tiga alasan menilai kualitas terjemahan: (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. Karenanya, aspek yang dinilai adalah: (1) pesan terterjemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.34

Menilai terjemahan juga menilai tingkat keterpahaman, yang berarti ada dan tiadanya dua ungkapan: (a) ungkapan yang dapat menimbulkan salah paham dan (b)

33 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 116 34


(42)

21 ungkapan yang membuat pembaca sangat sulit memahami amanat yang dikandungnya karena faktor kosakata dan gramatika.35

Penilaian terjemahan sangat penting untuk dilakukan, hal ini disebabkan oleh dua alasan: (1) untuk menciptakan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menilai beberapa versi teks BSa dari teks BSu yang sama.36

Dalam menilai hasil terjemahan, harus pula diingat bahwa penilaian tidaklah dapat dilakukan seperti penilaian di bidang matematika. Dalam matematika, tidaklah sulit untuk menentukan bahwa suatu hasil salah atau benar. Jadi 2X4 = 8, benar; 2×4 = 7, salah. Dalam terjemahan pertanyaan yang diajukan ialah sejauh mana benarnya (how right) atau sejauh mana salahnya (how wrong).37

Melalui metode penilaian terjemahan, maka akan dihasilkan terjemahan yang baik dan berkualitas yaitu, terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca dan memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi. Tingkat keterpahaman atau kualitas terjemahan ini bersifat intristik. Kualitas intristik bertalian dengan ketepatan, kejelasan dan kewajaran nas. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian amanat terjemahan dengan amanat nas sumber, kejelasan berkaitan dengan struktur bahasa, pemakaian ejaan, diksi, dan panjang kalimat, dan kewajaran berkaitan dengan kelancaran serta kealamiahan terjemahan. Kualitas intristik ini dapat diukur dengan penerjemahan ulang, membandingkan terjemahan nas sumber, tes keterpahaman, teks rumpang, dan penilaian peninjau.

35

Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 195

36 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143 37


(43)

22 1. Aspek Penilaian

Terjemahan pada hakikatnya adalah tertuang dalam bahasa tulis sehingga kriteria/ aspek penilaian yang berlaku dalam bahasa tulis berlaku pula dalam penilaian terjemahan. Penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Karena itu kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan, penilaian sangat diperlukan.38

Dalam penilaian hasil terjemahan, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh penilai, yaitu (1) ketepatan reproduksi makna (meliputi aspek linguistik, semantik, dan pragmatik), (2) kewajaran ungkapan, (3) peristilahan, dan (4) ejaan.39

2. Teknik Penilaian

Pembahasan mengenai hasil suatu terjemahan sulit untuk lepas dari aspek mutu terjemahan. Ada berbagai macam cara untuk menilai kualitas hasil terjemahan, salah satunya melalui teknik penilaian, seperti yang dikemukakan oleh Nababan, yaitu; Teknik cloze (Cloze Technique), Teknik membaca dengan suara nyaring ( Reading-Aloud technique), Uji pengetahuan, Uji performansi (Performance Test), Terjemahan

38

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Tangerang: Transpustaka, 2014), h. 135

39 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Tangerang:


(44)

23 balik (Back Translation), Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based Approach) dan Instrumen Penilaian (Accuracy and Readibility-rating instrument).40

C. Pedoman Penilaian Rochayah Machali

Machali memberikan tiga pokok bahasan terpenting dalam penilaian terjemahan: (1) segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian penerjemahan; (2) kriteria penilaian; (3) cara penilaian. Disamping itu, perlu diingat bahwa konsep penilaian yang dibahas di sini adalah penilaian umum yang diletakkan dalam kerangka metode penerjemahan semantik dan komunikatif, yaitu dua metode umum yang paling sering digunakan dalam penerjemahan. Akan halnya metode-metode lain yang khusus, akan memerlukan metode penilaian yang khusus pula.41

Penilaian Umum Terjemahan

1. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian

Hal yang perlu diingat dalam penilaian penerjemahan bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas. Ada beberapa segi dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya. Sebagai gambaran, berikut perbandingan contoh versi teks berikut:42

TSu:

Some focal points of crises in the present day world are of a long standing nature.

TSa (terjemahan autentik):

40

Kuliah, Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan (diakses 01/11/2014, 07.40 wib),

http://bahasa.kompasiana.com/2012/03/05/strategi-penilaian-kualitas-terjemahan-444110.html

41 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143 42


(45)

24 (a) Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat kronis.

(b) Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini sebetulnya merupakan masalah lama.

(c) Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa ini adalah mengenai pelestarian alam.

Ada beberapa hal yang mengemuka pada pembandingan ketiga versi teks BSa di atas. Dari segi ketepatan pemadanan ada aspek linguistik, semantik, dan pragmatik.

Dari aspek pemadanan linguistik (struktur gramatikal), ketiga versi BSa menunjukan kadar ketepatan yang berbeda dalam menyatakan kembali makna yang terkandung dalam teks BSu. Ketiganya sudah melalui prosedur transposisi, misalnya yang menyangkut frase nomina pada struktur focal points of crises. Dalam hal ini, teks (b) mengupayakan pemadanan yang lebih baik daripada teks (a) dan (c),

sekalipun terdapat penambahan kata keterangan “sebetulnya” pada teks tersebut.43

Selanjutnya, terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar pada teks (c): kata world sebagai bagian dari frase in the world menjadi nominal yang disatukan dengan kata crises, seolah-olah teks aslinya berbunyi world crises. Dalam pemilihan prosedur modulasi bebas juga ada perbedaan antara ketiganya, misalnya frase/klausa

“di dunia” dan “yang ditemukan di dunia”.44

Kemudian dari aspek padanan semantik, ada penyimpangan yang sangat

mendasar pada teks )c(. Frase “pelestarian alam” menunjukan distorsi makna

43 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 146 44


(46)

25 referensial yang serius. Pada tataran kalimat dan pada analisis sekilas, seolah-olah kata nature dapat dipadankan dengan “alam”. Padahal dalam tataran teks, topik yang dibicarakan menyangkut krisis politik, krisis regional, dan bukan tentang pelestarian alam. Jadi, penerjemah (c) tidak mampu melihat pentingnya saling hubungan kalimat dan tataran teks dalam penerjemahan tersebut.

Aspek lain yang tampak pada pembandingan ketiga teks BSa tersebut adalah gaya bahasa penyampaian. Dapat dilihat pada teks BSu bahwa penyampai berita

menggunakan gaya “bertenaga”. Gaya ini tampak dari penggunaan kata-kata

“bertenaga” seperti focal, long standing, dan crises.45

Apabila ketiganya dibandingkan dari segi gaya, penerjemah teks (a) berupaya mereproduksi gaya bertenaga tersebut, misalnya dengan menggunakan kata-kata

penting dan kronis. Pada teks (b), kata-kata berbeban makna konotatif untuk menunjukan gaya tersebut tampaknya tidak terlalu dipermasalahkan oleh penerjemah. Maka, gaya bahasa pada teks (b) menjadi gaya biasa yang netral, seperti dalam penyampaian fakta, tidak terasa sebagai teks tentang politik yang berfungsi vokatif. Demikian juga dengan gaya pada teks (c).46

2. Kriteria Penilaian

Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Akan tetapi karena penilaian karya terjemahan adalah relatif, validitas penilaian dapat dipandang dari aspek conten validity dan face validity. Alasannya adalah karena menilai

45 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 147 46


(47)

26 terjemahan berarti melihat aspek isi (content) dan sekaligus juga aspek-aspek yang

menyangkut “keterbacaan” seperti ejaan )face(, sekalipun ejaan itu sendiri juga

berkaitan dengan segi makna. Dengan mendasarkan dua jenis validity ini, diharapkan aspek reliabilitas akan dapat dicapai melalui kriteria dan cara penilaian.47

Sebelum menentukan kriteria penilaian, terlebih dahulu harus diingat kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah “tidak boleh ada penyimpangan makna referensial yang menyangkut maksud penulis asli”. Kriteria lain menyangkut

segi-segi ketepatan pemadanan (linguistik, semantik, dan pragmatik), kewajaran pengungkapan dalam BSa, peristilahan, dan ejaan.48

Tabel 1. Kriteria Penilaian

Segi dan Aspek Kriteria

A. Ketepatan reproduksi makna 1. Aspek linguistis

a. transposisi b. modulasi

c. leksikon (kosakata) d. idiom

2. Aspek semantis a. makna referensial b. makna interpersonal

i. gaya bahasa

Benar, jelas, wajar.

Menyimpang?

(lokal/total)

Berubah?

47 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 151 48


(48)

27 ii. aspek interpersonal lain

(misalnya, konotatif-denotatif) 3. Aspek pragmatis

a. pemadanan jenis teks

(termasuk maksud/tujuan penulis) b. keruntutan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks

(lokal/total)

Menyimpang?

(lokal/total)

Tidak runtut?

(lokal/total)

B. Kewajaran ungkapan Wajar dan/atau harfiah? (dalam arti kata)

C. Peristilahan Benar, baku, jelas

D. Ejaan Benar, baku

Catatan untuk kriteria tabel penilaian 1:49

1. “Lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (presentase).

2. “Total” maksudnya menyangkut 75% atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah

kalimat seluruh teks.

3. Runtut maksudnya sesuai/cocok dalam hal makna.

4. Wajar artinya alami, tidak kaku (suatu penerjemahan yang harfiah bisa kaku/wajar bisa juga tidak).

5. “Penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan” )misalnya perubahan gaya(.

49


(49)

28

3. Cara Penilaian

Cara penilaian terbagi menjadi dua, yaitu cara umum dan cara khusus. Cara umum secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan sedangkan cara khusus adalah yang khusus bagi suatu teks tertentu. Misalnya; teks hukum dan teks yang bersifat estetis.50

Tabel 2. Rambu-rambu Penilaian Terjemahan

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna 86-90 (A)

Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada kesalahan/penyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.

Terjemahan sangat bagus 76-85

(B)

Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

Terjemahan baik 61-75

(C)

Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku tetapi relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, sehingga tidak terlalu terasa seperti terjemahan, kesalahan tata bahasa dan idiom relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

50


(50)

29

Terjemahan cukup 46-60

(D)

Terasa sebagai terjemahan, ada distorsi makna, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih 25%. Ada beberapa kesalahan idiom dan/tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum dan/atau kurang jelas.

Terjemahan buruk 20-45

(E)

Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 25% dari keseluruhan teks), distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.

Catatan:

1. Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen.

2. Istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif”.

Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa kategori terjemahan dapat

“dikonversikan” menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida,

semakin baik suatu kategori, semakin kecil rentangan angka/nilainya.51 Begitu pula

yang perlu diingat pada tabel tersebut adalah perbedaan istilah “salah” dan “keliru”. Suatu kesalahan adalah kategori yang jelas letaknya dalam oposisi “benar-salah”, misalnya “kesalahan ejaan”. Sebaliknya, “keliru” tidak ada oposisi langsungnya,

karena istilah tersebut dimaksudkan di sini agar dapat mencakup kriteria penilaian

untuk “ketidakjelasan”, “ketidakwajaran”, dan “ketidakbakuan”.52

51 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 155 52


(51)

30 Namun, penting juga untuk diingat bahwa rambu-rambu penilaian terjemahan hanyalah pedoman saja, bukan harga mati. Oleh karena itu ada tahapan yang perlu dilalui sebelum penerjemah ingin melakukan proses penilaian. Yaitu:53

1. Penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap berikutnya. 2. Penilaian terperinci, yaitu berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah dibahas

sebelumnya pada bagian kriteria penilaian.

3. Penilaian terperinci tersebut digolongkan dalam suatu skala/kontinum dan dapat diubah menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan golongan atau kategori, kriteria terperinci pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum, seperti dalam tabel rambu-rambu penilaian terjemahan di atas.

Penilaian Khusus

Penilaian Khusus menyangkut teks-teks yang khusus, baik dalam hal jenisnya (misalnya puisi dan dokumen hukum seperti akta) ataupun dalam hal fungsinya (seperti ekspresif dan vokatif).54 Dokumen hukum yang berbentuk akta, tentu akan berbeda bentuknya dengan dokumen yang isinya tentang kontrak. Contohnya, suatu

akta notaris biasanya dimulai dengan frase “Hari ini telah datang menghadap saya….” Maka bentuknya pun harus tetap dipertahankan dalam penerjemahan. Hal

yang serupa berlaku juga untuk puisi. Contohnya, puisi yang berbentuk rima estetik

53 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 155 54


(52)

31 tentu tidak bisa sekadar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima, apalagi seperti cerita biasa.55

Dalam penilaian teks-teks yang khusus ini, segi-segi yang harus diikutsertakan dalam penilaian adalah; bentuk, sifat, dan fungsi. Kriteria yang dapat digunakan adalah apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh ataukah tidak, jelas ataukah tidak, wajar ataukah tidak, serta benar ataukah tidak. Kemudian semua segi dan

kriteria ini dapat “diterjemahkan” menjadi indikator seperti dalam tabel rambu-rambu penilaian terjemahan.56

55 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158 56


(53)

32

BAB III

GAMBARAN UMUM

KITAB QASAS AL-

ANBIYÂ‟

A. Tentang Kitab

Kitab ini merupakan salah satu karya dari beberapa karya fenomenal seorang ulama besar yang sudah mendunia. Sebuah kitab yang menjadi rujukan sejarah terpenting dalam kajian tentang kehidupan para Nabi, bukan hanya dipaparkan kedua puluh lima Nabi pada umumnya namun kisah lainnya yang hidup pada masa kenabian dijelaskan dalam kitab ini, seperti kisah kaum Yâsîn, kisah Hizqîl, kisah Samuel dan lainnya. Kitab tersebut ditulis dengan bersandar pada al-Qurân, Hadîts, âtsar tentang kehidupan mereka yang bersumber langsung dari Nabi Saw.

B. Biografi Penulis

1. Riwayat Hidup Ibnu Katsîr

Abî al-Fidâ' ‘Imâd al-Dîn Ismâîl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qursyi al-Basrawi al-Damsyiqi, biasa dikenal dengan nama Ibnu Katsîr. Beliau adalah seorang ahli tafsîr, sejarawan dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke delapan hijriyah.57

Ibnu Katsîr lahir pada tahun 701 H/1302 M di desa yang menjadi bagian dari kota Basra di negeri Syam. Pada usia 4 tahun, ayahnya, Syîhâb al-Dîn Abû Hafsah ‘Amr

Ibn Katsîr Ibnu Daw Ibnu Zara‟ al-Quraisyi meninggal dan Ibnu Katsîr diasuh oleh

57


(54)

33 pamannya. Kemudian pada tahun 706 H/1307 M beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.

Selama hidupnya, Ibnu Katsîr didampingi istrinya yang bernama Zainab, putri dari al-Mizzi yang masih terhitung sebagai gurunya. Ibnu Katsîr wafat pada hari

kamis 26 Sya‟ban 774 H, bertepatan dengan bulan Februari 1373 M.

2. Karir Ibnu Katsîr

Sejak kepindahan Ibnu Katsîr ke Damaskus, dia mulai meniti karir keilmuan. Peran yang tidak sempat dimainkan oleh ayah dalam mendidik, dilaksanakan oleh kakaknya, Kamal al-Dîn ‘Abd al-Wahhâb. Kegiatan keilmuan selanjutnya dijalani di bawah bimbingan ulama ternama di masanya.58

Ibnu Katsîr juga terkenal di tengah publik saat ia menjadi anggota tim dalam kasus seorang ulama sufi yang dituduh menganut paham reinkarnasi. Hasil dari penyelidikan tim ini merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjatuhkan hukuman mati kepada ulama sufi tersebut.59

Guru utama Ibnu Katsîr adalah Burhân al-Dîn al-Farazi (660-729 H) seorang

ulama pengikut Madzhab Syâfi‘i dan Kamal al-Dîn Ibnu Qâdi Syuhbah, oleh keduanya Ibnu Katsîr belajar fiqh dengan mengkaji kitab al-Tanbîh karya al-Syirazi, kitab furû‟ Syâfi‘iyyah, dan kitab Mukhtasar Ibnu al-Hâjib dalam bidang usûl al-fiqh. Berkat keduanya Ibnu Katsîr menjadi ahli fiqh, sehingga ia menjadi tempat berkonsultasinya para penguasa dalam persoalan-persoalan hukum.

58

Nur Faizin Maswan, Kajian Deskriptif Tafsîr Ibnu Katsîr (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), h. 38


(55)

34 Dalam bidang hadîts, ia belajar dari ulama Hijaz dan mendapat ijazah dari Alwani serta meriwayatkan secara langsung dari Huffâz terkemuka di masanya, seperti Syaikh Najm al-Dîn Ibnu al-Asqalâni dan Syihâb al-Dîn al-Hajjâr (w. 730 H) yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu al-Syahnah. Kepada al-Hafîz al-Mizzi (w. 742 H) penulis kitab Tahzîb al-Kamâl, ia belajar bidang al-Rijâl al-Hadîts. Ibnu Katsîr juga pernah berguru pada al-Zahabi (Muhammad bin Muhammad, 1284-1348

M( di Turba ‘Um Sâlih. Pada tahun 756H/1335 M. Ibnu Katsîr diangkat menjadi kepala Dâr al-Hadîts al-Asyrâfiyyah (Lembaga Pendidikan Hadîts), setelah Hakim Taqiy al-Dîn al-Subhi meninggal dunia. Berkaitan dengan studi hadîts, pada bulan

Sya‟ban 766 H. beliau ditunjuk mengorganisasi pengajian Sahîh al-Bukhâri.

Kemudian dalam bidang sejarah, Ibnu Katsîr banyak dipengaruhi oleh al-Hafîz al-Birzali (w. 739 H), sejarawan dari kota Syam. Berkat al-Birzali dan tarîkhnya, Ibnu Katsîr menjadi sejarawan besar yang karyanya sering dijadikan rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam.

Pada usia 11 tahun beliau telah menyelesaikan hafalan al-Qurân, dilanjutkan memperdalam al-‘ilmu al-Qirâah, studi Tafsîr dan al-‘ilmu al-Tafsîr, dari Syaikh al-Islâm ibnu Taimiyyah (661-728 H).60

60 www.hudzaifahabdurrahman.blogspot.com/.../biografi-ibnu-katsîr-risalah.html (diakses 1/10/2014, 07.00 wib)


(56)

35

3. Karya Ibnu Katsîr

Ibnu Katsîr mempunyai banyak karya yang sangat fenomenal dan banyak dikenal di seluruh dunia. Di antara karya Ibnu Katsîr adalah:

Tafsîr al-Qurân al-‘Azîm

Jâmi‟u al-Massânîd

al-Takmîlu fî Ma‘rifah Tsiqâh wa al-Du‟afâ' wa al-Majâhil fî Rijâli al-Hadîts

Syarhu al-Bukhâri

al-Ijtihâd fî Talabi al-Jihâd

Tabaqât al-Syâfi‟iyyah

al-Fusûlu fî Sîrah al-Rasûl

al-Bidâyah wa al-Nihâyah

al-Ahkâmu al-Kubrâ fî al-Hadîts

Takhrîju ahâdîts Mukhtasar Ibnu Hâjib al-Asli


(57)

36 Tartîb Musnad Ahmad ‘alâ al-Hurûf

al-Kawâkibu al-Darâri

al-Wâdih al-Nafîs fî Manâqib al-Imâm Muhammad bin Idrîs

al-Bulghah wa al-Iqnâ' fî Halli Syubhah Masalah al-Simâ'

Musnad al-Syaikhân

Qasas al-Anbiyâ'

Mukhtasar ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Salah

B. Biografi Penerjemah

1. Riwayat Hidup M. Abdul Ghaffar E.M

Nama lengkapnya adalah Muhammad Abdul Ghaffar, biasa dikenal dengan nama Ghaffar. Dia adalah seorang penerjemah sekaligus menjadi penulis buku.

Muhammad Abdul Ghaffar lahir di Tuban, 14 Februari tahun 1971. Sekarang beliau tinggal di Klender, Kampung Tanah 80, No. 32.


(58)

37

2. Karier M. Abdul Ghaffar E.M

Penerjemah yang akrab disapa dengan panggilan “Ghaffar” ini, memulai

pendidikan di Madrasah Ibtidâiyyah Dârul Huda, Tuban (Lulus pada tahun 1984),

kemudian beliau melanjutkan studi Madrasah Tsanâwiyah dan Madrasah ‘Âliyahnya

di Pondok Pesantren Gontor. Lulus pada tahun 1990 dia melanjutkan pengembaraan keilmuannya di Perguruan Tinggi LIPIA sampai tahun 1992, beliau juga melanjutkan kuliahnya di Universitas Ibn Khaldûn mengambil Prodi Hukum hingga tahun 1996.

Pesannya kepada peneliti dan umumnya kepada mahasiswa Prodi Tarjamah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa agar ingin menjadi penerjemah hal yang paling penting yang harus diingat adalah:

1. Harus banyak baca, terutama buku Arab dan Indonesia. Karena kalau anda menguasai bahasa Indonesia berarti anda sudah bisa menerjemahkan.

2. Penerjemah dan pengarang harus satu hati karena apabila penerjemah tidak bisa memahami atau menafsirkan apa yang ditulis oleh pengarang, maka pembaca hasil terjemahan tidak bisa memahami maksud pesan yang disampaikan.

3. Harus sering-sering menulis. Dengan sering menulis, kemampuan akan terasah dengan baik, terlebih lagi bagi mahasiswa Tarjamah harus dibiasakan mengasah kemampuan terjemahan.

Itulah pesan singkat dari penerjemahnya61

61


(59)

38

C. Karya M. Abdul Ghaffar E.M

Abdul Ghaffar mempunyai banyak karya terjemahan di antaranya:

- Terjemah al-Tafsîr Ibn Katsîr Pustaka Imâm Syâfi‟i

- Terjemah al-Bahjah al-Nâzirîn Pustaka Imâm Syâfi‟i

- al-Riyâd al-Salihîn Pustaka Imâm Syâfi‟i

- Ensiklopedia al-Salâh Almahira

- Tafsîr Juz ‘Amma Pustaka Imâm Syâfi‟i

- Sahîh Kitab al-Adzkâr Pustaka Imâm Syâfi‟i

- Tsalatsuna Rukhsah Syari li al-Nisâ Pustaka Azzam

- al-Intisâr lî Huqûq al-Mu‟minât Pustaka Ibnu Katsîr

- al-Taghdziyah al-Nabawiyyah Almahira


(60)

39

BAB IV

ANALISIS

A. Pengantar

Pada bab ini peneliti akan menganalisis serta menilai hasil terjemahan kitab

Qasas al-Anbiyâ‟ dari aspek linguistiknya saja, yang meliputi morfologis dan sintaksis. Adapun analisis yang peneliti lakukan dengan berpedoman pada teori penilaian penerjemahan yang dikemukakan oleh Rochayah Machali. Kemudian pembahasan yang akan peneliti analisis adalah mengenai kisah Ihtijâj Âdam dan Mûsâ „Alaihimâ al-Salâm.

B. Analisis Terjemah Kitab Qasas al-Anbiyâ‟

Data 1

Ihtijaj Adam dan Musa.63 a. Morfologi

Kata pada TSu oleh penerjemah tidak diterjemahkan, tetapi ditulis kembali dengan mengunakan kata serapan yang sama, yaitu ihtijâj. Jika dilihat pada

62 63


(61)

40 kamus64 kata memiliki arti perdebatan, dan merupakan infinitif atau al-masdar

dari kata

.

b. Sintaksis

Pada TSu kalimat oleh penerjemah tidak

diterjemahkan. Namun jika dilihat dalam kamus65, kata bermakna menyebut,

menuturkan. Alasan kata tidak diterjemahkan oleh penerjemah, karena kata tersebut sudah sesuai dengan konteksnya. Hal ini disebabkan TSu di atas sudah masuk dalam tema atau judul kisah.

Menurut tradisi tulis menulis dalam bahasa Arab, judul suatu tulisan selalu dibuat dari al-jumlah al-ismiyah bukan dari al-jumlah al-filiyah. Demikian pula dalam bahasa Indonesia, judul diawali dengan kata nomina, jarang diawali dengan verba.

Supaya lebih mudah dipahami oleh para pembaca khususnya masyarakat awam, maka peneliti memberikan terjemahan alternatif lain yaitu:

Perdebatan antara Âdam dan Mûsâ as.

64

Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 238


(62)

41

Data 2

Imam Bukhari meriwayatkan, Qutaibah memberitahu kami, Ayyub bin Najjar memberitahu kami, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyaallahu „anhu, dari Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: Musa

pernah mengajukan hujjah kepada Adam „alaihimas-salam, di mana Musa

mengatakan kepadanya, “Engkau yang telah mengeluarkan manusia dari surga dan

menjadikan mereka sengsara karena kesalahanmu.”67

a. Morfologi

Pada TSu kata hujjah tidak diterjemahkan kembali oleh penerjemah. Kata hujjah

berasal dari bahasa Arab yaitu argumentasi68. Namun sudah mengalami proses serapan dalam kamus umum bahasa Indonesia yaitu alasan, bukti69. Selanjutnya kata

dalam kamus70 bermakna .

Kata dalam kalimat pada konteks ini penerjemah sudah tepat

menerjemahkannya, yaitu mengatakan. Kata merupakan verba perfektif dari pola

66 67

Ibnu Katsîr, Kisah Para Nabi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 41

68

Taha Husei da Ataillah Fatani, KABA (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 73

69 Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 426 70


(63)

42

verba trikonsonantal tak berimbuhan mengandung makna aktivitas fisik berupa verba transitif (al-tadiyah). Pada kamus al-‘Asri kata memiliki arti berkata, berujar, namun verba transitif ini ditandai dengan penerimaan verba yang diikuti oleh

pronomina persona (al-damîr) yang berfungsi sebagai objek.

Kemudian konjungsi pada TSu diterjemahkan di mana. Pada proses penerjemahannya, penerjemah menggunakan metode terjemahan bebas. Biasanya seorang penerjemah yang menggunakan metode menerjemahkan seperti ini, lebih mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk TSu.71 Dalam hal ini peneliti mengamati penerjemah mengorbankan partikel sehingga diterjemahkannya menjadi di mana. Padahal dalam beberapa kamus yang peneliti amati, partikel tersebut bermakna kemudian72, lalu dan maka73 tidak ada terjemahan di mana. Oleh karena itu, penerjemah harus terlebih dahulu memilih padanan kata yang tepat supaya maknanya tidak berbeda dengan kamus. Peneliti berpendapat kata tersebut lebih tepat jika diterjemahkan menjadi lalu.

Selanjutnya, kata pada TSu oleh penerjemah diterjemahkan menjadi

engkau telah mengeluarkan. Kata termasuk dalam kategori infleksi atau

71

Moch. Syarif Hidayatulah, Tarjim al-Ân (Tangerang: Dikara), h. 33

72 73


(64)

43

tasrîf al-lughawi karena verba tersebut disandangi sufiks pronomina terikat atau al-damîr al-muttasil yang berupa partikel berpronomina

.

b. Sintaksis

Selanjutnya, nama diri pada frasa dalam budaya Arab disebut Kunyah.74

Dalam al-„ilmu al-nahw, nama diri (al-ismu al-alam) terbagi menjadi dua yaitu,

al-„alamu al-syakhs dan al-„alamu al-jins. Kemudian al-„alamu al-syakhs terbagi menjadi tiga yaitu, al-ismu al-khâs, al-kunyah, dan al-laqab. adalah nama

yang diberikan oleh Rasulullah saw, kata berarti kucing, maka jika digabungkan keduanya mempunyai nama bapak kucing. Adapun nama sebenarnya Abû Hurairah

adalah ‘Abdurrahman bin Sakhr.

Kata adalah salah satu dari bagian pronomina relatif atau dalam bahasa Arab disebut al-ismu al-mawsûl dan merupakan salah satu dari bagian al-ismu al-marifah. Adapun nomina dari pronominal relatif yaitu,

Data 3

74 Kunyah yaitu nama yang dimulai dengan kata Abu atau Ummu. 75


(65)

44 Adam berkata, “Wahai Musa, engkau telah dipilih Allah untuk mengemban risalah

dan kalam-Nya, apakah engkau mencela diriku atas suatu hal yang telah dituliskan Allah sebelum Dia menciptakanku atau ditetapkan Allah sebelum Dia

menciptakanku?”76

a. Morfologi

Kata pada kalimat merupakan verba perfektif yang memiliki arti

memilih. Penyampaian pesan pada TSa sudah tepat sehingga mudah dipahami oleh pembaca hasil terjemahan. Pada terjemahan ini pengalihan pesannya bermakna pasif, seperti di bawah ini:

Engkau telah dipilih Allah S P (V di-) O

Bisa juga diterjemahkan dengan kalimat aktif seperti: Allah telah memilih engkau

S P (V me-) O

Proses pembentukan kalimat pasif dari sebuah kalimat aktif dapat dilakukan dengan; (1) memindahkan objek kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif. (2) memindahkan subjek kalimat aktif menjadi objek kalimat pasif, mengubah bentuk verba dari berprefiks me- menjadi berprefiks di-.77

Kemudian kata pada TSu merupakan akar dari kata

, turunan dari wazan yang berpola al-tsulâtsi al-mujarrâd dengan al-binâ'

76

Ibnu Katsîr, Kisah Para Nabi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 41

77 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses) (Jakarta: PT. Rineka Cipta,


(66)

45

al-ajwâf al-alif. Jika dilihat pada kamus78 kata bermakna mencela, mengecam.

Pada TSu kata merupakan verba imperfektif yang mengandung pronominal

serta sebagai pronomina terikat yang berfungsi sebagai objek. Kata dalam hal ini mengandung hamzah istifhâm.

Selanjutnya, kata pada penerjemah menerjemahkan dituliskan. Kata

jika ditasrifkan menjadi dan berpola verba trikonsonantal tak berimbuhan, dalam kamus al-Munawwir mempunyai arti menulis. Pada terjemahan ini pengalihan pesannya sudah tepat karena terjemahan tersebut bermakna pasif.

Kata pada TSu diterjemahkan menjadi ditetapkan. Apabila merujuk pada

kamus79, kata memiliki arti mentakdirkan, menetapkan. Kata mempunyai pola

verba trikonsonantal derivatif dengan impervektifnya . Kata bersandingan

dengan pronominal bermakna pasif.

78

Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1298

79 Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.


(67)

46 Kemudian kata merupakan bentuk derivasi berupa verba imperfektif

dari akar kata . Pada kasus ini penerjemah menerjemahkan dia menciptakanku, terjemahannya sudah tepat dan tidak perlu diberikan alternatif terjemahan karena verba imperfektif mengandung pronomina yang tersembunyi berupa damîr yang

bermakna dia yang kembali pada lafaz Allah. Kata mengalami perubahan

gramatikal karena adanya sufiks berupa pronomina terikat bermakna aku. Jika

dilihat pada kamus80 kata mempunyai arti menciptakan, membuat, menjadikan.

b. Sintaksis

Frasa dalam aspek sintaksis merupakan frasa vokatif atau al-tarkîbu

al-nidâ' yang unsur pembentukannya vokatif. Partikel merupakan salah satu dari

. Nidâ' (vokatif) adalah kalimat ism yang berada setelah huruf-huruf nidâ'.

Jika dilihat dalam kamus, partikel memiliki arti wahai, hai (kata seru).81 Kemudian

kata merupakan nama diri atau al-ismu al-„alam dan salah satu dari bagian al-ismu al-marifah. Pada aspek sintaksis terjemahan ini isi pesannya sudah tersampaikan.

80

Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 363

81 Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.


(68)

47 Kemudian kalimat pada TSa diterjemahkan mengemban risalah dan kalam-Nya. Pengalihan pesan oleh penerjemah tidak tepat. Di dalam kamus82 kata mempunyai arti bercakap-cakap, berbicara dengan. Peneliti berpendapat dalam terjemahan ini lebih tepat di terjemahkan berbicara langsung, alasannya karena Allâh Swt berfirman di dalam sûrah al-Nisâ'/4:164 berikut:

“Dan Allâh berbicara kepada Mûsâ langsung.83

Begitu pula yang peneliti temukan di dalam surah al-A‘râf/7:144:

ۖ

“Allâh berfirman: “Hai Mûsâ, sesungguhnya Aku memilihmu )melebihkan(

kamu dari manusia lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Kemudian terkait sûrah al-A‘râf di atas, peneliti memberikan penjelasan yang ada di dalam kitab84 terkait ayat 144 tersebut yakni:

“Allah Swt berkata kepada Musa, bahwa Musa telah terpilih pada zamannya

untuk membawa risalah-Nya dan berbicara langsung dengan-Nya. Dan tidak ada keraguan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw, adalah manusia yang terbaik mulai dari Nabi Adam (awal) hingga terakhir. Untuk itu Allah mengkhususkan Nabi Muhammad dan menjadikannya Nabi dan Rasul yang terakhir (tidak akan ada Nabi setelahnya), syariatnya pun terus menerus sampai hari kiamat dan umatnya paling banyak dibandingkan umat Nabi Allah yang lain.

82

Ahmad Warson Munawwir, Qâmûs al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1227

83

Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa ialah berbicara langsung kepada-Nya. Oleh sebab itu Nabi Musa disebut Kalimullâh.


(69)

48 Nabi yang mulia setelah Muhammad adalah Nabi Ibrahim kemudian baru Nabi

Musa as. Oleh karena itu Allah Swt berfirman “Sebab itu berpegang teguhlah kepada

apa yang Aku berikan kepadamu” yaitu diberi keutamaan berbicara dan bermunajat secara langsung. Kemudian Allah Swt menyuruh Nabi Musa untuk bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah, dan jangan meminta sesuatu yang Musa sendiri

tidak bisa melakukannya.”

Lalu partikel pada kata dan merupakan partikel preposisi atau dalam bahasa Arab biasa disebut harfu al-jar, al-Sanhaji memaparkan dalam kitabnya

syarh mukhtasar jidanmengenai partikel preposisi.

Adapun harf khafad )jar( yaitu; Min, Ila, ‘An, ‘Alâ, Fî, Rubba, Ba', Kâf, Lâm. Banyak ikhtilâf dari para ahli nahwu mengenai harfu al-jar, seperti Syaikh Muhammad bin Mâlik al-Andalusy dalam kitabnya Matnu Alfiyah dan Syaikh Syaraf al-Dîn Yahya al-Imrity dalam kitabnya Nazmu al-Imrity, beliau menambahkan partikel sebagai bagian dari harfu al- jar.

Kalimat mempunyai kedudukan al-jar dan al-majrûr. Partikel bi

merupakan harfu al-jar dan risâlatih serta kalâmih dijarkan dengan bi. Kemudian partikel yang berada diantara kata dan merupakan konjungsi atau harfu al-atf. Selain al-jar al-majrûr, ada pula al-atfu al-matûf. Maksudnya, jika terdapat huruf ataf berupa ataupun lainnya (saudara al-atfu) dalam suatu kalimat, bisa dipastikan ia berkedudukan sebagai huruf ‘ataf dan yang mengikutinya disebut


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)