TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA TINDAKAN PENATALAKSANAAN JARUM SUNTIK INJEKSI DI RUANG TRIASE INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA TINDAKAN PENATALAKSANAAN JARUM SUNTIK

INJEKSI DI RUANG TRIASE INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016

KINTAN KIRGIANI KIRANA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA TINDAKAN PENATALAKSANAAN JARUM SUNTIK

INJEKSI DI RUANG TRIASE INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016

KINTAN KIRGIANI KIRANA

NIM. 1220025036

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA TINDAKAN PENATALAKSANAAN JARUM SUNTIK

INJEKSI DI RUANG TRIASE INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

KINTAN KIRGIANI KIRANA NIM. 1220025036

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(4)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 01 Juli 2016 Penguji I

(dr. Ketut Suarjana. MPH.) NIP. 197911182006041002

Penguji II

(dr. Ni Made Sri Nopiyani, M.PH) NIP. 198311042008012005


(5)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 01 Juli 2016

Pembimbing

( Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes ) NIP. 197105292Ó08122001


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikan skripsi yang berjudul "Tingkat Kepatuhan Terhadap Standar Operasional Prosedur Pada Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi di Ruang Triase Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2016" ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih diberikan atas kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini kepada:

1. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini

2. Kepala Bagian Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) yang telah memberikan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini

3. Rina Listyowati, S.SiT., M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

4. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan arahan, saran dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini

5. I Dewa Gede Agung Rat Keresna Putra, S.KM, yang telah memberikan arahan, saran, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini

6. Kedua orang tua dan adik tercinta yang selalu memberikan perhatian, semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini


(7)

vi

7. Rekan-rekan Mahasiswa PSKM FK Unud angkatan 2012, yang telah bersama-sama saling membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skrispi ini.

8. Seorang terkasih, Made Pasek Arya Suwahdendi, terima kasih atas perhatian, semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Demikian skripsi ini disusun, semoga dapat memberikan manfaat bagi diri kami sendiri dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 01 Juli 2016


(8)

vii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN Skripsi, Juli 2016

Kintan Kirgiani Kirana

TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA TINDAKAN PENATALAKSANAAN JARUM SUNTIK

INJEKSI DI RUANG TRIASE INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016

ABSTRAK

Insiden tertusuk jarum di RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari-Desember 2015 ditemukan sebanyak 70 kasus. RSUP Sanglah telah membuat SOP terutama prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi yang harus dipatuhi oleh petugas kesehatan dalam melakukan kegiatan klinisnya. Namun, penerapan SOP ini belum dilakukan secara optimal oleh petugas kesehatan. Hal ini didasarkan pada masih banyaknya kasus tertusuk jarum yang dialami petugas. Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai masalah yang serius karena mengancam kesehatan dan keselamatan pasien dan petugas kesehatan secara global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan desain potong lintang (cross-sectional) yang dilaksanakan di ruang Triase IGD

RSUP Sanglah dari bulan April-Mei 2016. Sampel yang digunakan sebanyak 97 tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi yang dilakukan petugas kesehatan yang bertugas di ruang Triase IGD RSUP Sanglah. Teknik yang dipakai

Consecutive Sampling. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif yaitu mencari

persentase masing-masing hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan pada tahap persiapan kategori kepatuhan tindakan 97,94% dan tidak patuh 2,06%, tahap prosedur kerja kategori kepatuhan tindakan 77,32% dan tidak patuh 22,68%. Kepatuhan tindakan berdasarkan karakteristik jenis kelamin, perempuan lebih banyak 81,43% dibandingkan laki-laki 66,67%. Berdasarkan karakteristik umur, 20-25 tahun sebesar 100%, 26-30 tahun 75,00%, diatas 30 tahun 76,19%.

Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa kepatuhan tindakan SOP penatalaksanaan jarum suntik injeksi secara keseluruhan memiliki tingkat kepatuhan rendah dengan kepatuhan sebesar 77,32% dan yang tidak patuh sebesar 22,68%. Saran untuk pihak RSUP Sanglah, diharapkan petugas kesehatan untuk melakukan pengecekan ulang kelengkapan alat-alat pada tahap persiapan, dan melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: Kepatuhan;Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi;Standar Operasional Prosedur


(9)

viii PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT

MEDICAL FACULTY OF UDAYANA UNIVERSITY

HEALTH ADMINISTRATION AND POLICY DEPARTEMENT Kintan Kirgiani Kirana

STANDARD OPERATING PROCEDURES THE LEVEL OF COMPLIANCE FOR NEEDLE STICK INJECTION MANAGEMENT IN TRIAGE INSTALLATION SANGLAH GENERAL HOSPITAL EMERGENCY

DEPARTEMENT DENPASAR YEAR 2016

ABSTRACT

The incidence of needlestick in Sanglah Hospital from January to December 2015, it was found 70 cases of needle stick injury. Sanglah Hospital has made SOP for needle stick injection management which must be followed when health workers perform their clinical activities. But, the implementation of this SOP is not optimally done for each health workers. It is based on still many cases of needlestick experienced health workers The incidence of infectious diseases in hospitals service is considered a serious problem because it threatens the patients and health care workers globally. The aim of this study to see how compliance SOP for needle stick injection management in emergency triage room Sanglah Hospital.

This research use quantitative descriptive method with cross-sectional design, and conducted in Sanglah Hospital emergency deparrtement from April until May 2016. 97 samples were taken with consecutive sampling technique. The analysis was performed by descriptive method, to look the percentage of each research element result.

The results showed at the SOP preparation stage category is 97.94% compliance and non- compliance 2.06%. At this stage of the SOP working procedure stage compliance is 77.32% and 22.68% did not. The compliance analysis based on the characteristics of samples sex show that women 81.43% better than men 66,67% . Based on the characteristics of samples age, in 20-25 years age samples compliance is 100%, 26-30 years is 75.00%, and 76.19% for above 30 years age samples.

The conclusion of this study SOP compliance management actions injection syringe overall had relatively low levels, compliance is 77.32% and 22.68% did not . The advices for Sanglah Hospital Management, the health workers are expected to rechecking the completeness of the tools that being used and doing the works procedures accordance to the established standard procedures.

Key words:Compliance ; management needle stick injection; Standard Operating Procedures


(10)

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4. Tujuan ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Manajemen Risiko ... 7

2.1.1 Identifikasi Risiko ... 10

2.1.2. Penyakit Akibat Pajanan Jarum Suntik ... 10

2.1.3 Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 11

2.2. Prosedur Penatalaksanaan Jarum Suntik ... 13

2.3. Standar Operasional Prosedur ... 15

2.3.1 Tujuan Khusus Standar Operasional Prosedur ... 15


(11)

x

2.4. Kepatuhan (Compliance) ... 16

2.4.1 Definisi Perilaku Kepatuhan ... 16

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan ... 17

2.4.2 Penelitian Tentang Kepatuhan Terhadap SOP ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep ... 21

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.2.1 Variabel Penelitian ... 22

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 22

BAB IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Desain Penelitian ... 24

4.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

4.2. Populasi dan Sampel ... 24

4.2.1 Populasi ... 24

4.2.2 Sampel ... 25

4.2.3 Teknik Sampling ... 26

4.3. Pengumpulan Data ... 26

4.3.1 Jenis Data yang Digunakan ... 26

4.3.2 Cara Pengumpulan Data ... 26

4.3.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 27

4.4. Teknik Analisis Data ... 27

4.4.1 Teknik Pengolahan Data ... 27

4.4.2 Analisis Data ... 28

BAB V HASIL PENELITIAN ... 30

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

5.2. Hasil Variabel Penelitian ... 31

BAB VI PEMBAHASAN ... 40

6.1. Kepatuhan SOP Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi Tahap Persiapan ... 40

6.2. Kepatuhan SOP Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi Tahap Prosedur Kerja ... 41

6.3. Gambaran Tingkat Kepatuhan Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi Berdasarkan Karakteristik Demografi ... 44


(12)

xi

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 47

7.1. Simpulan ... 47

7.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional……… 23 Tabel 5.1 Karakteristik Demografi Petugas yang Melakukan Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi di Ruang Triase Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2016………. 32 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepatuhan SOP Tindakan Penatalaksanaan

Jarum Suntik

Injeksi……… 33

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kepatuhan SOP Tindakan Penatalaksanaan

Jarum Suntik Injeksi pada Tahap

Persiapan……… 34

Tabel 5.4 Item Observasi SOP Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi pada Tahap

Persiapan………... 34 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepatuhan SOP Tindakan Penatalaksanaan

Jarum Suntik Injeksi Tahap Prosedur

Kerja……… 35

Tabel 5.6 Item Observasi SOP Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi pada

Tahap Prosedur

Kerja………. 35

Tabel 5.7 Tingkat Kepatuhan Tindakan Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi di Berdasarkan Karakteristik Demografi di ruang Triase IGD RSUP


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 Checklist SOP Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi

Lampiran 5 Hasil Statistik Data Kepatuhan SOP Penatalaksanaan Jarum Suntik Injeksi

Lampiran 6 Lembar Ethicel Clearance


(16)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

SOP : Standar Operasional Prosedur IGD : Instalasi Gawat Darurat

CDC : Centers for Disease Control and Prevention


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Dalam penyelenggaraan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan, serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda tajam sebagai sarana pendukung. Permasalahan yang muncul dan dihadapi di kemudian adalah munculnya kejadian luka tusuk pada tenaga medis yang melakukan kegiatan rumah sakit tersebut (Harrington, 2003).

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa upaya kesehatan di rumah sakit bersifat menyeluruh, terpadu, bermutu, merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan rumah sakit yang bermutu dan juga perlindungan yang layak. Oleh karena itu, rumah sakit dalam memberikan pelayanan wajib memenuhi standar profesi dan juga memperhatikan hak pasien (Depkes RI, 2004).

Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan, diperlukan suatu perangkat intruksi atau langkah-langkah kegiatan tersebut, intruksi tersebut adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten


(18)

2 dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku (Depkes RI, 2006).

Kualitas pelayanan dan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan dihubungkan oleh kejadian infeksi. Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai masalah yang serius karena mengancam kesehatan dan keselamatan pasien dan petugas kesehatan secara global. Kejadian yang paling umum terjadi di pelayanan kesehatan adalah tertusuk jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas kesehatan. (Yayasan Spiritia, 2009). Setiap pasien berpotensi menularkan virus Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV melalui darah. Selama ini banyak ditemui kasus di rumah sakit bahwa pekerja medis kerap mengalami kejadian tertusuk jarum suntik bekas pakai. Kejadian ini dapat terjadi misalnya, ketika pekerja medis menyuntik pasien, dan pasien tiba-tiba bergerak secara spontan saat ujung jarum menusuk kulitnya. Selain itu yang juga rawan adalah saat petugas medis melakukan tindakan recapping (penyarungan kembali jarum suntik bekas

pakai).

Petugas kesehatan beresiko terpajan penularan penyakit infeksi blood borne seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, yang berasal dari sumber infeksi

seperti benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai (Weston, 2008). Di Amerika Serikat, lebih dari 8 juta petugas kesehatan di Rumah Sakit terpajan darah atau cairan tubuh lainnya, diantaranya melalui jenis kontak seperti luka dengan instrumen tajam yang terkontaminasi seperti jarum suntik dan pisau bedah (82%), kontak dengan selaput lendir mata, hidung atau mulut (14%), terpajan dengan kulit yang terkelupas atau rusak (3%), dan gigitan manusia (1%), dan 800.000 kejadian luka dengan instrumen tajam yang terkontaminasi


(19)

3 tersebut terjadi setiap tahun di antara semua petugas kesehatan (Centers for Disease Control and Prevention, 2007).

Di Indonesia, data penelitian pada 114 petugas kesehatan di 10 puskesmas DKI Jakarta menunjukkan sekitar 84% di antaranya pernah tertusuk jarum bekas. Ditemukan prevalensi HBsAg positif sebesar 12,5% pada kelompok dokter gigi dan 13,3% pada petugas laboratorium, padahal prevalensi pada petugas kesehatan umumnya sekitar 4% (Hudoyo, 2004 dalam Basuki dan Hadi, 2007).

Di Bali, khususnya di Kota Denpasar, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Januari 2016, selama tahun 2015 terdapat 70 insiden tertusuk jarum.Sementara target yang ditetapkan oleh pihak RSUP Sanglah untuk indikator insiden tertusuk jarum adalah 0% (0 insiden).

Grafik 1. Jumlah Insiden Tertusuk Jarum di RSUP Sanglah Denpasar

Sumber : Tim PPI RSUP Sanglah Denpasar

Insiden tertusuk jarum di RSUP Sanglah menyebar di seluruh area klinis rumah sakit, dan paling banyak ditemukan di ruang Triase IGD, karena merupakan salah satu unit di RSUP sanglah yang dikunjungi banyak pasien yang

Jan Peb Mar April Mei Juni Juli Agst Okt Nop Des Insiden 3 6 5 5 7 6 3 6 7 6 10

Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 2 4 6 8 10 12 Ju m la h I n s id e n

Insiden Tertusuk Jarum Januari-Desember

2015


(20)

4 membutuhkan tindakan/penanganan yang cepat, dan juga kegiatan menggunakan jarum suntik di ruang Triase IGD ini banyak dilakukan.

RSUP Sanglah Denpasar adalah rumah sakit pendidikan tipe A yang sudah terakreditasi Internasional. Untuk melindungi dan mencegah penularan infeksi dari kejadian tertusuk jarum bagi petugas kesehatan dan pasien, RSUP Sanglah telah membuat Standar Operasional Prosedur terutama prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi yang harus dipatuhi oleh petugas kesehatan di RSUP Sanglah dalam melakukan kegiatan klinisnya. Namun, Tim PPI RSUP Sanglah Denpasar mengatakan bahwa penerapan SOP penatalaksanaan jarum suntik pasca injeksi yang dilakukan petugas kesehatan belum dilaksanakan dengan optimal. Hal ini didasarkan pada masih banyaknya insiden tertusuk jarum yang dialami petugas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut bagaimana kepatuhan SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi yang dikaitkan dengan kejadian tertusuk jarum di RSUP Sanglah Denpasar.

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan bahwa insiden tertusuk jarum di RSUP Sanglah selama tahun 2015 dari bulan Januari-Desember sebanyak 70 kasus. Insiden ini paling banyak ditemukan di ruang Triase IGD. RSUP Sanglah telah membuat Standar Operasional Prosedur terutama prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi yang harus dipatuhi oleh petugas kesehatan di RSUP Sanglah dalam melakukan kegiatan klinisnya. Namun, penerapan SOP penatalaksanaan jarum suntik yang dilakukan petugas kesehatan belum optimal. Hal ini didasarkan pada masih banyaknya kejadian tertusuk jarum yang dialami


(21)

5 petugas. Kejadian ini berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Untuk itu peneliti tertarik melihat tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut,

“Bagaimana tingkat kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar?”

1.4.Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi tahap persiapan di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar

b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi tahap prosedur kerja di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.


(22)

6 c. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan berdasarkan karakteristik umur dan jenis kelamin petugas kesehatan yang melakukan tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu kesehatan khususnya kepada petugas kesehatan yang bertugas di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Manajemen Rumah sakit dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam menerapkan SOP penatalaksanaan jarum suntik sehingga pihak manajemen dapat menentukan sikap yang diambil dalam peningkatan mutu pelayanan. Dapat menjadi acuan untuk menambah wawasan dalam pencegahan infeksi dan peningkatan pelayanan di rumah sakit, juga dapat menjadi referensi bacaan sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat.

1.6.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang mengarah pada peningkatan mutu di rumah sakit dimana penelitian ini menyangkut tentang tingkat kepatuhan terhadap SOP pada tindakan penatalaksanaan jarum suntik injeksi di ruang Triase IGD RSUP Sanglah Denpasar.


(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Risiko

Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan utama kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Lebih jauh lagi adalah menciptakan kerja yang tidak hanya aman dan sehat, tetapi juga nyaman serta meningkatkan kesejahteraan produktivitas kerja. Aspek dasar perlindungan kesehatan adalah manajemen risiko kesehatan. Manajemen risiko adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan. Tujuan utama manajemen risiko kesehatan adalah menurunkan risiko pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan pekerja (Seaton et al, 1994).

Tujuan tersebut hanya akan tercapai melalui kerjasama antara professional kesehatan dan keselamatan kerja yang membantu manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program kesehatan kerja, dalam menjamin kesehatan petugasnya.

Keberhasilan kegiatan manajemen risiko kesehatan dengan efektifitas dan efisiensinya sangat tergantung pada kerjasama antara berbagai pihak yang terlibat dalam program kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk pekerja. Manajemen risiko kesehatan mempunyai tujuan meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat, dan nyaman, memotong mata


(24)

8 rantai kejadian kerugian akibat kegagalan yang disebabkan oleh kecelakaan dan sakit, serta pencegahan kerugian akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Komponen utama manajemen risiko kesehatan adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveilans), dan pencatatan

(records). Di dalam komponen penilaian risiko (risk assessment), terdapat

unsur tahapan yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian dosis, dan karakteristik risiko. Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu diketahui status kesehatan pekerja dan penilaian pajanan (WHO, 1993).

1. Identifikasi Bahaya

Langkah pertama manajemen risiko kesehatan adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomic, dan psikologi, yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini dipelukan pengamatan terhadap proses dan simpulan kegiatan.

2. Penilaian Pajanan

Proses penilaian panajan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk


(25)

9 menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi

nyata dalam situasi tertentu (Bisesi, 2004). 3. Karakteristik Risiko

Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (Magnitude) risiko kesehatan pada petugas kesehatan. Dalam hal ini

adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi dengan perkiraan atau pegukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan petugas.

4. Surveilans Kesehatan

Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan petugas yang dilakukan secara teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan penunjang serta pemantauan biologis). Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko. Bentuk dan jenis pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan yang teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya (WHO, 1993).

5. Penataan Data

Penataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh

dilupakan dalam manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari kegiatan manajemen risiko kesehatan ini terutama data tingkat


(26)

10 pajanan dan surveilans kesehatan harus tersimpan rapi dan dijaga untuk setiap saat dapat digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun. Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan petugas bersifat rahasia sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaa kerahasiaan tersebut (Bisesi, 2004).

2.1.1 Identifikasi Risiko

Risiko dapat berasal dari masukan (input), proses, lingkungan dan

umpan balik. Risiko ini akan mempengaruhi keluaran (output), yaitu baik atau

tidaknya manajemen risiko suatu pelayanan kesehatan. Risiko dapat timbul pada hampir semua kegiatan dalam proses pelayanan kesehatan. Identifikasi risiko serta upaya pencegahannya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Affandi,2005).

2.1.2. Penyakit Akibat Pajanan Jarum Suntik

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C di sarana pelayanan kesehatan, sebgaian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya.

Di pelayanan kesehatan, penyakit infeksi ini termasuk dalam penyakit yang paling berisiko terpajan kepada petugas kesehatan melalui penanganan limbah klinis dan kontak dengan darah atau cairan tubuh yang lainnya. Diperkirakan 8 juta petugas kesehatan terpajan penyakit infeksi lewat darah dan berpotensi berakibat fatal (Healey dan Kenneth, 2009). Penyakit yang paling


(27)

11 signifikan adalah HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C. Virus Hepatitis B diketahui menimbulkan risiko terbesar bagi petugas kesehatan (McCulloch, 2000).

Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas pakai tidak boleh digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.

2.1.3 Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah Sakit (Depkes, 2004). Center for Disease Control and Prevention (2007) menjelaskan bahwa

salah stau pengendalian infeksi nosokomial adalah melakukan kebersihan tangan. Intervensi lainnya seperti pemasangan dan perawatan yang btepat dari peralatan invansif, penggunaan alat steril dan aseptic pada waktu pergantian balutan, kebersihan kulit, dekontaminasi dan sterilisasi dan surveilans yang berkelanjutan terhadap infeksi nosokomial.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi nosokomila terdiri dari dua faktor yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, daya tahan tubuh, dan kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen meliputi lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis serta lingkungan. Faktor yang berhubungan dengan infeksi nosokomial adalah tindakan


(28)

12 invansif, ruangan terlalu peuh dan kurang staf, penyalahgunaan antiobiotik, prosedur sterilisasi yang tidak tepat, dan ketidaktaatan peraturan pengendalian infeksi khususnya melakukan kebersihan tangan (Weston, 2008). Melakukan kebersihan tangan merupakan salah satu cara pengontrolan infeksi yang sangat mudah dilakukan. Manfaat ini juga penting dalam mengurangi penyebaran mikororganisme. Mikroorganisme ini dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian tangan dengan teknik yang benar (Potter dan Perry, 1999). 2. Kondisi-kondisi yang Mempermudah Terjadinya Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut (Potter dan Perry, 1999) :

1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak. 2. Rumah sakit seringkali melakukan tindakan invansif mulai dari

sederhana misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar seperti operasi. Dalam melakukan tindakan seringkali petugas kurang memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.

3. Mikroorganisme yang cenderung lebih resisten terhadap antibiotic, akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang tidak rasional. 4. Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien

yang dapat menularkan kuman pathogen.

5. Pengunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman. 6. Dari petugas, terkadang petugas kurang memahami cara-cara

penularan, kurang memperhatikan kebersihan perorangan, tidak menguasai cara


(29)

13 mengerjakan tindakan, tidak memperhatikan atau melaksanakan aseptik dan antiseptik,dan tidak mematuhi SOP yang ada.

2.2.Prosedur Penatalaksanaan Jarum Suntik

Merupakan tindakan yang segera dilakukan setelah petugas melakukan tindakan yang berhubungan dengan jarum suntik/benda tajam seperti injeksi. Bila benar-benar dibutuhkan, tindakan recapping hanya boleh dilakukan

dengan cara yang benar pada kondisi tertentu. Tujuan dibuatnya standar operasional prosedur ini adalah sebagai acuan dan langkah-langkah yang harus dilakukan petugas untuk mencegah pajanan benda tajam dan penularan infeksi akibat terpapar dengan jarum suntik/benda tajam.

Kebijakan pelaksanaan prosedur penatalaksanaan jarum suntik ini telah dibakukan dan disepakati serta telah disahkan oleh Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar No.HK.03.05/SK.IV.D.23/0690/2013 tanggal 9 Januari 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit di RSUP Sanglah Denpasar. Serta kebijakan Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar No.HK/02.04/IV.C.11-D.23/4384/2014 tanggal 2 April 2014 tentang Perberlakuakn Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUP Sanglah Denpasar (Tim PPI RSUP Sanglah Denpasar, 2015).

Prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi adalah sebagai berikut : 1. Standar alat :

a. Sarung tangan

b. Sharpbox


(30)

14 2. Prosedur kerja :

a. Petugas melakukan kebersihan tangan b. Petugas menggunakan sarung tangan

c. Petugas melakukan desinfeksi tutup/karet obat/cairan pelarut dengan alkohol bila berbentuk botol/vial

d. Petugas membuka tutup jarum dan letakkan di tempat yang aman dan mudah dijangkau seperti dalam kupet

e. Bila obat diharuskan untuk diencerkan/dilarutkan, petugas memasukkan cairan pelarut ke dalam vial obat dan lakukan pengocokan tanpa menarik spuit dari vial obat

f. Petugas menarik obat/cairan pelarut dengan spuit sesuai dosis/kebutuhan

g. Petugas menutup spuit pada kondisi jarum masih terbuka dengan cara salah satu tangan mengarahkan ke tutup spuit yang telah diletakkan sebelumnya dan memastikan seluruh bagian jarum telah masuk ke dalam tutupnya

h. Kemudiankpetugas mengencangkan tutup jarum dengan menggunakan tangan lainnya di bagian pangkal jarum

i. Petugas mengeluarkan udara yang masih ada di dalam spuit ketika jarum sudah pasti tertutup dengan cukup kuat, dan jangan mengeluarkan udara ketika jarum masih terbuka

j. Petugas melakukan tindakan injeksi sesuai intruksi yang diberikan k. Setelah tindakan, petugas membuang segera jarum habis pakai ke

dalam sharpbox (tanpa melakukan recapping)

- Bila sharpbox dilengkapi fasilitas pembuka jarum, petugas memutar


(31)

15 terlepas/terpisah, lalu petugas membuang syringe ke dalam tempat sampah infeksius

- Bila sharpbox tanpa dilengkapi fasilitas pembuka jarum, petugas

membuang seluruh bagian spuit ke dalam sharpbox

l. Petugas membuang ampul bekas tempat obat ke sharpbox, vial/botol

bekas obat ke kantong sampah domestik (dipisahkan dengan sampah domestik lainnya)

m. Petugas melakukan kebersihan tangan. 2.3.Standar Operasional Prosedur

Standar Operasional Prosedur merupakan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2006). Merupakan tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2006).

Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

2.3.1 Tujuan Khusus Standar Operasional Prosedur

Adapun tujuan khusus dari Standar Operasional Prosedur adalah sebagai berikut:


(32)

16 a. Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja.

b. Meminimalkan kegagalan, kesalahan, dan kelalaian dalam proses pelaksanaan kegiatan.

c. Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan. d. Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.

e. Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait. f. Mengarahkan pendokumentasian yang adekuat dan akurat

2.3.2 Fungsi Standar Operasional Prosedur

Adapun fungsi dari Standar Operasional Prosedur adalah sebagai berikut : a. Memperkuat tugas petugas atau tim.

b. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan. c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan.

d. Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja. e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan tim.

Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.

2.4.Kepatuhan (Compliance) 2.4.1 Definisi Perilaku Kepatuhan

Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas antara faktor internal dan faktor eksternal (Notoatmojo, 2007).


(33)

17 Heynes, et al (1979) dalam Efstathiou (2011) mendefinisikan kepatuhan yang diterima secara luas dalam pengaturan perawatan kesehatan. Menurut konteks ini, kepatuhan adalah sejauh mana perilaku tertentu (misalnya, mengikuti perintah dokter atau menerapkan gaya hidup sehat) sesuai dengan instruksi dokter atau saran kesehatan. Kepatuhan dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh berbagai faktor seperti budaya, faktor ekonomi dan sosial,

self-efficacy, dan pengetahuan. Pedoman yang memandu perilaku individu ada

dalam berbagai peraturan (termasuk peraturan perawatan kesehatan), tetapi tidak selalu dipatuhi.

Definisi kepatuhan di atas, lebih merujuk kepada perilaku kepatuhan pasien dalam pengobatan. Namun demikian, definisi ini juga dapat diaplikasikan pada petugas kesehatan, yaitu perilaku petugas kesehatan mengikuti standar prosedur dan kebijakan yang berlaku di pelayanan kesehatan 2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Menurut Niven (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, juga keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat kepatuhan, sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.


(34)

18 b. Akomodasi

Merupakan suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu.

c. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pembentukan perilaku terjadi melalui 3 domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan pengetahuan yang dimiliki petugas. (Notoatmojo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan adalah dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, ataupun diubah, sehingga tercapai suatu konsistensi (Azwar, 2007).

d. Usia

Usia merupakan umur yang terhitung mulai saat manusia dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Pada masa dewasa awal, seseorang


(35)

19 biasanya berubah mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, yakni menerapkan apa yang diketahuinya (Anwar, 2007). Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, dengan seiring bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat juga dari pengalaman itu sendiri. (Notoatmojo, 2007).

e. Jenis Kelamin

Variabel demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Data demografi yang mempengaruhi kepatuhan adalah jenis kelamin wanita, ras, kulit putih, dan orang tua. Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter ketika melakukan pengobatan (Smet, 1994).

Kepatuhan dalam konteks pelaksanaan prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi adalah istilah yang menggambarkan tindakan yang segera dilakukan setelah petugas melakukan tindakan yang berhubungan dengan jarum suntik seperti injeksi.

Dasar yang menjadi penopang perlunya SOP penatalaksanaan jarum suntik injeksi untuk dipatuhi adalah untuk menghindari dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya SOP tersebut.

2.4.2 Penelitian Tentang Kepatuhan Terhadap SOP

Dalam penelitian Muhammad Tukhfatul Atfhfal tahun 2014 di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul gambaran tingkat pengetahuan perawat terhadap standar operasional prosedur cuci tangan didapatkan hasil sebanyak 97 responden (97%) melakukan metode hand wash dengan kriteria


(36)

20 baik, dan 3 responden (3,0%) termasuk kriteria cukup. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Ari Setyarini tahun 2014 dengan judul kepatuhan perawat melaksanakan standar operasional prosedur pencegahan pasien resiko jatuh di Rumah Sakit Borromeus didapatkan hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan standar operasional prosedur pencegahan pasien resiko


(1)

terlepas/terpisah, lalu petugas membuang syringe ke dalam tempat sampah infeksius

- Bila sharpbox tanpa dilengkapi fasilitas pembuka jarum, petugas membuang seluruh bagian spuit ke dalam sharpbox

l. Petugas membuang ampul bekas tempat obat ke sharpbox, vial/botol bekas obat ke kantong sampah domestik (dipisahkan dengan sampah domestik lainnya)

m. Petugas melakukan kebersihan tangan.

2.3.Standar Operasional Prosedur

Standar Operasional Prosedur merupakan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2006). Merupakan tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2006).

Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

2.3.1 Tujuan Khusus Standar Operasional Prosedur

Adapun tujuan khusus dari Standar Operasional Prosedur adalah sebagai berikut:


(2)

a. Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja.

b. Meminimalkan kegagalan, kesalahan, dan kelalaian dalam proses pelaksanaan kegiatan.

c. Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan. d. Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.

e. Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait. f. Mengarahkan pendokumentasian yang adekuat dan akurat

2.3.2 Fungsi Standar Operasional Prosedur

Adapun fungsi dari Standar Operasional Prosedur adalah sebagai berikut : a. Memperkuat tugas petugas atau tim.

b. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan. c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan.

d. Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja. e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan tim.

Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.

2.4.Kepatuhan (Compliance)

2.4.1 Definisi Perilaku Kepatuhan

Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas antara faktor internal dan faktor eksternal (Notoatmojo, 2007).


(3)

Heynes, et al (1979) dalam Efstathiou (2011) mendefinisikan kepatuhan yang diterima secara luas dalam pengaturan perawatan kesehatan. Menurut konteks ini, kepatuhan adalah sejauh mana perilaku tertentu (misalnya, mengikuti perintah dokter atau menerapkan gaya hidup sehat) sesuai dengan instruksi dokter atau saran kesehatan. Kepatuhan dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh berbagai faktor seperti budaya, faktor ekonomi dan sosial, self-efficacy, dan pengetahuan. Pedoman yang memandu perilaku individu ada dalam berbagai peraturan (termasuk peraturan perawatan kesehatan), tetapi tidak selalu dipatuhi.

Definisi kepatuhan di atas, lebih merujuk kepada perilaku kepatuhan pasien dalam pengobatan. Namun demikian, definisi ini juga dapat diaplikasikan pada petugas kesehatan, yaitu perilaku petugas kesehatan mengikuti standar prosedur dan kebijakan yang berlaku di pelayanan kesehatan 2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Menurut Niven (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, juga keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat kepatuhan, sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.


(4)

b. Akomodasi

Merupakan suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu.

c. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pembentukan perilaku terjadi melalui 3 domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan pengetahuan yang dimiliki petugas. (Notoatmojo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan adalah dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, ataupun diubah, sehingga tercapai suatu konsistensi (Azwar, 2007).

d. Usia

Usia merupakan umur yang terhitung mulai saat manusia dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Pada masa dewasa awal, seseorang


(5)

biasanya berubah mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, yakni menerapkan apa yang diketahuinya (Anwar, 2007). Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, dengan seiring bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat juga dari pengalaman itu sendiri. (Notoatmojo, 2007).

e. Jenis Kelamin

Variabel demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Data demografi yang mempengaruhi kepatuhan adalah jenis kelamin wanita, ras, kulit putih, dan orang tua. Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter ketika melakukan pengobatan (Smet, 1994).

Kepatuhan dalam konteks pelaksanaan prosedur penatalaksanaan jarum suntik injeksi adalah istilah yang menggambarkan tindakan yang segera dilakukan setelah petugas melakukan tindakan yang berhubungan dengan jarum suntik seperti injeksi.

Dasar yang menjadi penopang perlunya SOP penatalaksanaan jarum suntik injeksi untuk dipatuhi adalah untuk menghindari dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya SOP tersebut.

2.4.2 Penelitian Tentang Kepatuhan Terhadap SOP

Dalam penelitian Muhammad Tukhfatul Atfhfal tahun 2014 di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul gambaran tingkat pengetahuan perawat terhadap standar operasional prosedur cuci tangan didapatkan hasil sebanyak 97 responden (97%) melakukan metode hand wash dengan kriteria


(6)

baik, dan 3 responden (3,0%) termasuk kriteria cukup. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Ari Setyarini tahun 2014 dengan judul kepatuhan perawat melaksanakan standar operasional prosedur pencegahan pasien resiko jatuh di Rumah Sakit Borromeus didapatkan hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan standar operasional prosedur pencegahan pasien resiko