PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA PADA RANAH KOGNITIF.

(1)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Variabel Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT (NUMERED HEAD TOGETHER) DAN HASIL BELAJAR PADA RANAH KOGNITIF ... 11

A. Model Pembelajaran ... 11

B. Pembelajaran Kooperatif ... 13

C. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif...15

D. Pembelajaran Kooperatif NHT (Numered Head Together) ... 17

E. Hasil Belajar ... 22

F. Hubungan Pembelajaran Kooperatif NHT (Numered Head Together)dengan Hasil Belajar Ranah Kognitif...31


(2)

vi

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Metode Penelitian ... 34

B. Desain Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

D. Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian ... 43

G. Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian ... 48

H. Teknik Pengolahan Data ... 54

I. Pelaksanaan Penelitian...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian...59

B.Pembahasan Hasil Penelitian...75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(3)

vii

DAFTAR TABEL Tabel

2.1. Langkah-Langkah dalam Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif NHT

(Numbered Head Together) ... 20

2.2. Hubungan Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) dengan Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 32

3.1 Desain Penelitian one group pre test post test ... 35

3.2. Interpretasi Validitas ... 44

3.3. Interpretasi Reliabilitas ... 46

3.4. Interpretasi Taraf Kemudahan... 47

3.5. Interpretasi Daya Pembeda ... 48

3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 1 ... 49

3.7. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 2 ... 51

3.8. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 3 ... 52

3.9. Distribusi Soal Tes Hasil Belajar Kognitif ... 54

3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 55

3.11. Rata-rata Skor yang Dinormalisasi ... 56

3.12. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 57

4.1. Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) oleh Guru ... 60

4.2. Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) oleh Siswa ... 62


(4)

viii

4.3. Rekapitulasi Skor Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-1 ... 64 4.4. Rekapitulasi Skor Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-2 ... 65 4.5. Rekapitulasi Skor Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-3 ... 66 4.6. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek Kognitif Pertemuan Ke-1. 69 4.7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek Kognitif Pertemuan Ke-2. 70 4.7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek Kognitif Pertemuan Ke-3. 72


(5)

ix

DAFTAR GAMBAR Gambar

3.1 Diagram Alur Proses Penelitian ... 40 4.1. Diagram Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 67 4.2. Diagram Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

A. Perangkat Pembelajaran ... 93

A.1.a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Treatment 1 ... 94

A.1.b. Skenario Pembelajaran Treatment 1 ... 100

A.1.c Lembar Kerja Siswa Treatment 1 ... 107

A.2.a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Treatment 2 ... 111

A.2.b. Skenario Pembelajaran Treatment 2 ... 116

A.2.c Lembar Kerja Siswa Treatment 2 ... 122

A.3.a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Treatment 3 ... 125

A.3.b. Skenario Pembelajaran Treatment 3 ... 130

A.3.c Lembar Kerja Siswa Treatment 3 ... 136

B. Instrumen Penelitian ... 141

B.1.a. Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar Kognitif Pertemuan Ke-1 ... 142

B.1.b. Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar Kognitif Pertemuan Ke-2 ... 151

B.1.c. Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar Kognitif Pertemuan Ke-3 ... 158

B.2.a. Soal Pre-test Post-test Hasil Belajar Kognitif Pertemuan ke-1 ... 168

B.2.b. Soal Pre-test Post-test Hasil Belajar Kognitif Pertemuan ke-2 ... 172

B.2.c. Soal Pre-test Post-test Hasil Belajar Kognitif Pertemuan ke-3 ... 176

C. Instrumen Observasi ... 180

C.1.a. Format Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) oleh Guru... ... 181


(7)

xi

C.1.b. Format Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif

NHT (Numbered Head Together) oleh Siswa ... 184

C.1.c. Kriteria Penilaian Aktivitas Siswa ... 186

C.2.a. Analisis Instrumen Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) oleh Guru ... 189

C.2.b. Analisis Instrumen Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) oleh Siswa ... 190

D. Analisis Tes Uji Coba ... 191

D.1. Soal Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif ... 192

D.2. Analisis Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif... 207

E. Analisis Data Penelitian ... 209

E.1.a.Distribusi Skor Pre-testPost-test Tes Pertemuan Ke-1... 210

E.1.b.Distribusi Skor Pre-testPost-test Tes Pertemuan Ke-2... 212

E.1.c.Distribusi Skor Pre-testPost-test Tes Pertemuan Ke-3... ...214

E.2.a.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-1... 216

E.2.b.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-2... 217

E.2.c.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Kognitif Siswa Pertemuan Ke-3... ...218

E.3.a.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek Kognitif Pertemuan Ke-1... 219


(8)

xii

E.3.b.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek

Kognitif Pertemuan Ke-2...221

E.3.c.Analisis Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa Setiap Aspek Kognitif Pertemuan Ke-3...223

F. Dokumentasi Penelitian ... 225

F.1. Lembar Judgement ...… 226

F.2. Foto-foto Penelitian ... 229

G. Studi Pendahuluan... ... 232

G.1. Soal Tes Pendahuluan Hasil Belajar Siswa ...233

G.2. Angket Observasi Siswa...235

G.3. Daftar Nilai Ulangan Siswa...,,,,,,,,... 236

G.4. Analisis Angket Observasi Siswa ...237


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta–fakta, konsep–konsep, atau prinsip–prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sebagai salah satu bidang IPA, mata pelajaran fisika diadakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa sekitar, baik secara kualitatif maupun kuntitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri. Secara rinci, fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA adalah sebagai sarana: (Depdiknas, 2006).

i) Menyadarkan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan YME, ii) Memupuk sikap ilmiah yang mencakup; jujur dan obyektif terhadap data, terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, kritis terhadap pernyataan ilmiah, dan dapat bekerja sama dengan orang lain, iii) Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dan lisan, iv) Mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, v) Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah.

Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa salah satu tujuan pembelajaran fisika di tingkat SMA adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan, konsep


(10)

dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Dengan demikian pembelajaran fisika yang dimaksud adalah sebagai wahana atau sarana untuk dapat melatih para siswa agar memiliki kemampuan untuk dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika melalui pengembangan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan fakta-fakta empiris di lapangan. Agar pembelajaran sesuai dengan tujuannya, maka pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga siswa diberi pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.23 Tahun 2006 untuk mata pelajaran fisika.

1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan

menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis 2. Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif 3. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum 4. Mendeskripsikan prinsip dan konsep konservasi kalor sifat gas ideal, fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika serta penerapannya dalam mesin kalor 5. Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi 6. Menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai masalah dan produk teknologi.

Seharusnya konsep tersebut diperoleh siswa melalui pemberian pengalaman oleh guru untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, sehingga siswa


(11)

dapat memahami konsep fisika dan mengaplikasikan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan sangat berbeda, seperti yang terjadi di berbagai sekolah dari hasil studi pendahuluan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung dalam penelitian Tata Koswara (2010), bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di kelas lebih sering didominasi oleh guru, dengan metode yang digunakan adalah metode ceramah. Selain itu di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Bandung Barat dalam penelitian Lisda Lisnawati (2010), diketahui bahwa proses pembelajaran fisika di kelas masih didominasi oleh guru. Dimana metode pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru di kelas adalah metode ceramah. Dalam penelitian Grahita Putri (2010) di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Majalengka proses pembelajaran fisika di kelas masih didominasi oleh guru. Metode pembelajaran seperti ini tidak sejalan dengan proses pembelajaran fisika yang dikehendaki oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), karena dalam metode ceramah ini siswa tidak di beri kesempatan untuk menemukan sendiri konsep fisika yang dipelajarinya. Sehingga pembelajaran fisika tidak sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diharapkan. Proses pembelajaran seperti itu terjadi pula di salah satu SMA Negeri di kota Cimahi. Hal ini teramati oleh peneliti pada saat melakukan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2010 dengan cara menyebarkan angket respon siswa terhadap pembelajaran fisika, nilai rata-rata ulangan harian dan wawancara. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam studi pendahuluan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran G.1. dan G.2. Dari studi pendahuluan ini


(12)

diperoleh data-data tentang respon siswa terkait mata pelajaran Fisika dan kondisi pencapaian hasil belajar siswa dalam daftar nilai ulangan harian yang terdapat dalam Lampiran G.3 dan G.4.

Dari hasil penyebaran angket bahwa pembelajaran yang sering dilakukan yaitu didominasi oleh pemberian tugas dan ceramah. Kemudian 76,20% siswa menganggap fisika sebagai pelajaran yang sulit, 19,04% siswa yang menganggap fisika sebagai pelajaran yang membosankan, dan hanya 4,78% siswa yang menganggap fisika pelajaran yang mudah. Sedangkan nilai rata-rata ulangan fisika 83,33% di bawah 60, 16,66% antara 61-80, dan 0% nilai fisika di atas 80. Selain itu berdasarkan hasil nilai rata-rata ulangan harian pada pokok bahasan kinematika gerak nilai rata-rata ulangan harian adalah 45 dari skor maksimum 100. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan guru didapat keterangan bahwa metode yang sering digunakan guru dalam pembelajaran fisika di kelas adalah metode ceramah dan diskusi/tanya jawab. Karena metode tersebut di anggap lebih efektif dan efisien terhadap waktu pembelajaran yang tersedia. Selain pembelajaran yang masih konvensional, hasil wawancara menunjukkan bahwa memang hasil belajar fisika pada ranah kognitif masih rendah.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa pembelajaran fisika masih berpusat pada guru dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkonstruksi pengetahuan. Akibatnya pembelajaran menjadi kurang efektif karena keterlibatan siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran. Penggunaan metode ceramah membuat siswa hanya mendapat informasi tentang materi pembelajaran dari guru di kelas


(13)

sehingga siswa sulit memahami dan memaknai konsep-konsep fisika yang dibahas, karena siswa tidak mengalami dan belajar untuk merumuskan konsep tersebut. Keadaan tersebut telah menyebabkan hasil belajar fisika siswa masih rendah.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu adanya upaya perbaikan proses pembelajaran agar siswa lebih banyak terlibat dalam pembelajaran. Dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan memudahkan mereka menguasai materi yang dipelajarinya. Makin banyak siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, diharapkan semakin baik hasil belajar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi untuk mendapatkan hasil belajar yang tinggi adalah model pembelajaran kooperatif. Para ahli menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit (Trianto, 2007: 44).

Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan


(14)

toleransi, hasil belajar lebih tinggi. NHT merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. NHT (Numbered Head Together) pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto,2007: 62).

Hasil penelitian Agus Kurniawan (2010) menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Evi Risnawati (2010) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) dapat meningkatkan prestasi belajar. Dalam penelitian Yanti Juanita (2009) bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe numbered head together (NHT) meningkatkan hasil belajar siswa pada sub pokok bahasan pemantulan cahaya.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki model pembelajaran NHT (Numbered Head Together), peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together) untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa SMA ranah kognitif yang masih rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini diberi judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Head Together) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA Pada Ranah Kognitif”


(15)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif NHT (Numbered Head Together)?

2. Bagaimana peningkatan dari setiap aspek hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif NHT (Numbered Head Together)?

C.Batasan Masalah

Adapun aspek-aspek yang menjadi batasan untuk masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Besar peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif ditentukan melalui perhitungan nilai gain yang dinormalisasi dari data tes awal (pre test) dan tes akhir (post test).

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(16)

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif NHT (Numbered Head Together).

2. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dari setiap aspek pada ranah kognitif setelah mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif NHT (Numbered Head Together).

E.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tentang potensi model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together)dalam meningkatkan hasil belajar kognitif siswa, yang nantinya dapat memperkaya hasil penelitian sejenis dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, seperti guru, lembaga-lembaga pendidikan, para praktisi/pemerhati pendidikan, para peneliti, para mahasiswa di LPTK dan lain-lain.

F. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas : pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together).

2. Variabel terikat : hasil belajar ranah kognitif fisika siswa.


(17)

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu adanya penegasan-penegasan istilah dalam penelitian ini.

1. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) didefinisikan sebagai jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007: 62). Penerapan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together) menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT: Fase 1: Penomoran, Fase 2: Mengajukan pertanyaan, Fase 3: Berpikir bersama, Fase 4: Menjawab. Untuk mengetahui keterlaksanaan model ini dalam proses pembelajaran dilakukan observasi keterlaksanaan model oleh beberapa observer dengan panduan lembar observasi.

2. Hasil belajar aspek kognitif didefinisikan sebagai kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual (Munaf, 2001: 67). Tujuan kognitif adalah tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan perilaku dalam aspek berpikir/intelektual (Sagala, 2010: 157). Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini sebagai kemampuan kognitif sebagaimana tercakup dalam taksonomi Bloom yang hanya di tinjau meliputi C1 (hafalan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan) dan C4 (analisis). Peningkatan hasil belajar


(18)

kognitif ditentukan berdasarkan gain yang dinormalisasi yang dihitung dari data tes awal (pre test) dan tes ahir (post test). Tes yang diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda.


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pre- experiment. Menurut Panggabean (1996: 21) Pre-Experiment yaitu penelitian yang secara khas meneliti mengenai keadaan praktis yang didalamnya tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Metode ini digunakan karena peneliti tidak mampu mengontrol semua variabel yang berpengaruh. Dari hasil studi pendahuluan peneliti mengetahui banyak variabel yang berpengaruh dan tidak dapat peneliti kontrol. Salah satu contohnya yaitu proporsi belajar siswa yang dijadikan sampel penelitian tidak sama. Ada beberapa siswa dari kelas sampel penelitian yang mengikuti les, bimbel dan sejenisnya di luar jam belajar sekolah. Selain itu, alasan peneliti menggunakan metode Pre-Experiment sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together). Hal itu sejalan dengan Abrahams dalam Tata (2010: 31) yang menjelaskan bahwa “pre-experiment digunakan ketika peneliti ingin melihat perbedaan antara pretest dan posttest setelah diberikan suatu treatment (perlakuan)”.


(20)

B.Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest, di dalam desain ini tes dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen pre-test (tes awal) dan sesudah eksperimen post-test (tes akhir). Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together). Pembelajaran yang dilakukan terdiri dari tiga kali pembelajaran, dengan tes sebelum pembelajaran pre-test, dan setelah pembelajaran post-test. Hal itu dilakukan karena materi pembelajarannya banyak, sehingga tidak cukup untuk disampaikan dalam satu kali pertemuan. Untuk lebih jelasnya, one group pretest-posttest yang dilakukan dapat digambarkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Desain penelitian one group pre test post test Pre test Treatment Post test

T1 X T4

T2 X T5

T3 X T6

Keterangan :

T1 : Tes awal (Pre-test) pada pembelajaran 1 dengan materi modulus elastisitas yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan

T2 : Tes awal (Pre-test) pada pembelajaran 2 dengan materi hukum Hooke yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan

T3 : Tes awal (Pre-test) pada pembelajaran 3 dengan materi rangkaian seri dan paralel yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan


(21)

X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numered Head Together).

T4 : Tes akhir (Post-test) pada pembelajaran 1 dengan materi modulus elastisitas yang dilakukan setelah diberikan perlakuan. Tes yang diberikan sama dengan tes awal (pre-test)T1.

T5 : Tes akhir (Post-test) pada pembelajaran 2 dengan materi hukum Hooke yang dilakukan setelah diberikan perlakuan. Tes yang diberikan sama dengan tes awal (pre-test)T2.

T6 : Tes akhir (Post-test) pada pembelajaran 3 dengan materi rangkaian seri dan paralel yang dilakukan setelah diberikan perlakuan. Tes yang diberikan sama dengan tes awal (pre-test)T3.

Pengaruh perlakuan adalah rata-rata selisih pre-test dan post-test sebelum pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran.

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Luhut Panggabean (1996: 48) populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau universe. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap populasi dan diambil dengan menggunakan teknik sampling. Sedangkan Arikunto (2006: 130) menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2006: 131).

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di kota Cimahi semester 1 tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan sampelnya


(22)

adalah kelas XI IPA 3 dengan jumlah siswa 41 orang yang diambil secara purpossive sample yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan bahwa hasil belajar kognitif siswa dapat diteliti di kelas tersebut sesuai dengan nilai rata-rata kelas yang paling rendah di bandingkan dengan kelas yang lain. Sesuai dengan rekomendasi guru bidang studi fisika yang mengajar di kelas XI IPA.

Purposive sample atau sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi. (Arikunto, 2006: 139)

D.Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :

a. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

b. Mengurus surat izin penelitian dan menghubungi pihak sekolah yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian.

c. Melakukan studi pendahuluan, pembagian angket observasi ke siswa, melihat nilai rata-rata ulangan, serta melakukan wawancara dengan guru.

d. Merumuskan masalah penelitian.

e. Melakukan studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan dikaji.


(23)

f. Menelaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dilakukan untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dicapai.

g. Membuat dan menyusun instrumen penelitian (instrumen tes dan instrumen eksperimen), menyusun silabus, serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Skenario Pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together).

h. Mempertimbangan (judgment) instrumen penelitian oleh tiga orang dosen ahli. 2 orang dosen dan satu orang guru mata pelajaran fisika yang ada di sekolah tempat penelitian.

i. Menguji coba instrumen penelitian.

j. Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian melakukan revisi terhadap instrumen penelitian yang kurang sesuai. Untuk menguji coba instrumen tes hasil belajar ranah kognitif dilakukan pengolahan data tujuannya untuk melihat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kemudahan instrumen sehingga ketika instrumen itu diberikan pada kelas eksperimen, instrumen itu memiliki validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kemudahan yang cukup. Ujicoba instrumen ini dilakukan pada kelas yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelas eksperimen yang akan diberi treatment, karena untuk mengukur sesuatu diperlukan alat ukur yang baik.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan meliputi :

a. Memberikan tes awal (pre-test) untuk mengukur kemampuan hasil belajar kognitif siswa sebelum diberi perlakuan (treatment).


(24)

b. Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) dalam jangka waktu tertentu.

c. Memberikan tes akhir (post-test) untuk mengukur peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diberi perlakuan (treatment).

3. Tahap Akhir

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilakukan antara lain :

a. Mengolah data hasil pre-test dan post-test serta menganalisis lembar observasi keterlaksanaan guru dan siswa.

b. Membandingkan hasil analisis data instrumen tes antara sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan untuk melihat dan menentukan apakah terdapat peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together).

c. Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data.

d. Memberikan saran-saran terhadap aspek-aspek penelitian yang kurang sesuai.


(25)

Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat dilukiskan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alur Proses Penelitian Perumusan masalah Studi pendahuluan Studi literatur dan telaah

kurikulum

Pembuatan instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran

Uji coba dan analisis instrumen Tes awal (Pre-test)

Tes akhir (Post-test)

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered

Head Together) Observasi

Pengolahan data

Analisis data dan pembahasan


(26)

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah lembar observasi dan tes hasil belajar ranah kognitif.

1. Observasi Aktivitas Guru

Lembar observasi aktivitas guru ini memuat daftar cocok (√) keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) yang dilaksanakan. Dalam lembar ini juga terdapat kolom keterangan untuk memuat saran-saran observer terhadap kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama pembelajaran.

Lembar observasi ini kemudian dikoordinasikan kepada observer agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap isi dari lembar observasi tersebut. Secara keseluruhan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together) ini dapat dilihat pada Lampiran C.1.

2. Observasi Aktivitas Siswa

Observasi aktivitas siswa ini memuat daftar cocok(√) keterlaksaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) yang dilaksanakan. Dalam lembar ini juga terdapat kolom keterangan untuk komentar atau saran-saran terhadap kekurangan aktivitas siswa dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together). Secara keseluruhan


(27)

lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Head Together) ini dapat dilihat pada Lampiran C.1.

3. Tes Hasil Belajar Ranah Kognitif

Tes ini digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif yang diperoleh siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together). Tes ini disusun berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai pada setiap pertemuan pembelajaran. Soal-soal tes yang digunakan berupa soal pilihan ganda tentang materi yang akan diajarkan. Materi yang di ajarkan dalam penelitian ini adalah modulus young, hukum Hooke, serta rangkaian pegas seri dan paralel. Perangkat pembelajaran untuk materi tersebut meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, serta Lembar Kerja Siswa (LKS) di buat untuk tiga kali pertemuan. Bentuk tes yang digunakan pada tes awal dan tes akhir ini adalah pilihan ganda dengan 5 (lima) pilihan. Untuk tes awal dan tes akhir digunakan soal yang sama berdasarkan anggapan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif siswa akan benar-benar dilihat dan diukur dengan soal yang sama. Butir-butir soal dalam tes hasil belajar mencakup aspek kognitif C1 (hafalan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), dan C4 (analisis) sesuai dengan taksonomi Bloom (Munaf, 2001: 67).

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen penelitian (tes hasil belajar kognitif) adalah sebagai berikut :

a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi yang akan diberikan.


(28)

b. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

c. Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.

d. Melakukan uji coba instrumen penelitian terhadap siswa.

e. Setelah instrumen yang diujicobakan tersebut valid dan reliabel, maka instrumen itu dapat digunakan untuk melakukan pre-test dan post-test.

F. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian 1. Analisis validitas butir soal hasil belajar Kognitif

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes (Munaf, 2001: 57). Menurut Arikunto (2006: 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien product moment. Validitas soal dapat dihitung dengan menggunakan perumusan : Arikunto (2008: 72)

(

)( )

(

)

(

2 2

)

(

2

( )

2

)

Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ − =


(29)

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor tiap butir soal. Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.

Nilai yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan validitas butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Interpretasi Validitas

Koefisien korelasi Kriteria 0,80 < ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < ≤ 0,60 Cukup 0,20 < ≤ 0,40 Rendah 0,00 < ≤ 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2008: 75) 2. Analisis reliabilitas instrumen butir soal tes hasil belajar Kognitif

Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah) walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda (Munaf, 2001: 59). Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan metoda belah dua (split half method). Sehingga, Arikunto (2008: 93) mengemukakan untuk perumusan perhitungan reliabilitas tes adalah sebagai berikut:


(30)

1 1 2 2 11

1 1 2 2 2 1

r r

r =

+ Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

r

2 1 2

1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Metode split half method adalah metode belah dua. Telah disinggung oleh Arikunto (2008: 100) bahwa salah satu syarat untuk dapat menggunakan metode belah dua adalah bahwa banyaknya item harus genap agar dapat dibelah. Syarat yang kedua item-item yang membentuk soal tes harus homogen atau paling tidak setelah dibelah terdapat keseimbangan antara belahan pertama dengan belahan kedua.

Untuk mengatasi kesulitan memenuhi persyaratan ini maka reabilitas dapat dicari dengan rumus yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson yaitu rumus K-R. 21. Sehingga Arikunto (2008: 109) mengemukakan perumusan perhitungan reabilitas tes adalah sebagai berikut:

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

n = banyaknya item

M = Mean atau rerata skor total = standar deviasi atau varians


(31)

Nilai yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Interpretasi Reliabilitas Koefisien korelasi Kriteria

0,80 < ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < ≤ 0,60 Cukup 0,20 < ≤ 0,40 Rendah 0,00 < ≤ 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2008: 75) 3. Analisis Tingkat Kemudahan Butir Soal

Taraf kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Taraf kemudahan dihitung dengan menggunakan rumus (Munaf, 2001: 20):

Keterangan :

= Taraf kemudahan

= Skor rata-rata siswa pada satu nomor butir soal tertentu = Skor tertinggi yang telah ditetapkan pada pedoman penskoran untuk nomor butir soal dimaksud.

Taraf kemudahan butir soal berkisar antara 0,0 sampai dengan 1,0. Bila butir soal mempunyai taraf kemudahan 0,0 berarti tidak seorangpun peserta tes dapat nmenjawab butir soal tersebut secara benar. Taraf kemudahan 1,0 berarti bahwa semua peserta tes dapat menjawab butir soal itu secara benar.


(32)

Nilai yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan taraf kemudahan butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Interpretasi Taraf Kemudahan

Nilai Kriteria

0,00 < ≤ 0,30 Sukar 0,31 < ≤ 0,70 Sedang 0,71 < ≤ 1,00 Mudah

(Munaf, 2001: 21) 4. Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2008: 211). Untuk menentukan nilai daya pembeda maka digunakan rumus sebagai berikut :

A B

A B A B

B B

DP P P

J J

= − = −

(Arikunto, 2008: 213)

Keterangan:

DP = daya pembeda butir soal

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas


(33)

Nilai DP yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan daya pembeda butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

Negatif Soal Dibuang

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik Sekali (Arikunto, 2008: 218)

Berdasarkan analisis-analisis yang telah dipaparkan, maka sebelum instrumen tersebut dipakai, peneliti telah melakukan uji coba instrumen terlebih dahulu dengan jumlah 53 soal tes pilihan ganda, untuk pertemuan ke-1 ke-18soal, pertemuan ke-2 ke-18 soal, dan pertemuan ke-3 ke-17 soal .

G. Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Tes

Untuk memperoleh instrumen yang baik, maka instrumen tes tersebut harus diuji coba terlebih dahulu. Namun, sebelum dilakukan uji coba, instrumen tes tersebut terlebih dahulu dipertimbangkan (judgement) oleh dua orang dosen dan satu orang guru kelas di sekolah yang menjadi tempat penelitian. Setelah dilakukan beberapa perbaikan dari segi bahasa, isi, dan kesesuaian soal dengan indikator, kemudian penulis mengujicobakan instrumen di sekolah yang menjadi tempat penelitian. Pada penelitian ini, uji coba soal dilakukan kepada siswa SMA di kelas XI IPA yang telah mempelajari materi terlebih dahulu yang dijadikan pokok bahasan dalam penelitian di sekolah yang sama. Data hasil uji coba


(34)

kemudian dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya agar diperoleh instrumen yang baik dan layak digunakan dalam penelitian.

Soal dibuat dalam tiga perangkat, yaitu tiga set soal tes hasil belajar untuk tiga kali pembelajaran maka analisis terhadap ketiga instrumen ini pun dipisahkan.

Data hasil ujicoba instrumen penelitian yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 3.6, 3.7 dan 3.8.

1. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Tabel 3.6

Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 1 No.Soal Ranah

Kognitif

Validitas Daya Beda Tingkat

Kesukaran Keterangan Nilai Katagori Nilai Katagori Nilai Katagori

1. C2 ~ Tidak

valid

0 jelek 0 Sukar Dibuang

2. C1 0,54 Cukup 0,26 Cukup 0,82 Mudah Dipakai

3. C2 -0,07 Tidak

valid

0,05 Jelek 0,55 Sedang Dibuang

4. C1 0,42 Cukup 0,32 Cukup 0,68 Sedang Dipakai

5. C2 0,25 Rendah 0,11 Jelek 0,95 Mudah Dibuang

6. C2 0,41 Cukup 0,21 Cukup 0,79 Mudah Dipakai

7. C2 0,48 Cukup 0,26 Cukup 0,55 Sedang Dipakai

8. C2 0,53 Cukup 0,32 Baik 0,74 Mudah Dipakai

9. C3 0,19 Sangat

rendah

0,11 Jelek 0,16 Sukar Dibuang

10. C3 0,58 Cukup 0,32 Cukup 0,47 Sedang Dipakai

11. C1 0,57 Cukup 0,21 Cukup 0,84 Mudah Dibuang

12. C4 0,41 Cukup 0,37 Cukup 0,34 Sedang Dipakai

13. C3 0,47 Cukup 0,32 Cukup 0,58 Sedang Dipakai

14. C4 0,42 Cukup 0,37 Baik 0,66 Sedang Dipakai

15. C3 0,41 Cukup 0,26 Cukup 0,76 Mudah Dipakai

16. C4 0,40 Rendah 0,37 Cukup 0,66 Sedang Dibuang

17. C4 0,37 Rendah 0,42 Cukup 0,26 Sukar Dibuang


(35)

Hasil perhitungan tingkat kemudahan tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar pertemuan ke-1 dapat dilihat pada tabel 3.6 di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kemudahan dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 33,3% atau sebanyak 6 butir soal, kategori sedang sebesar 50% atau sebanyak 9 butir soal, dan kategori sukar sebesar 16,7% atau sebanyak 3 butir soal. Daya pembeda dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 22,2% atau sebanyak 4 butir soal, kategori cukup sebesar 66,7% atau sebanyak 12 butir soal, kategori baik sebesar 11,1% atau sebanyak 2 butir soal. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 5,5% atau sebanyak 1 butir soal, kategori rendah sebesar 16,7% atau sebanyak 3 butir soal, kategori cukup sebesar 66,7% atau sebanyak 12 butir soal, dan tidak valid sebesar 11,1% atau sebanyak 2 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria cukup sebesar 0,48.

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 12 soal dari 18 soal. Soal dengan kategori rendah, sangat rendah, tidak valid, buruk, dan jelek tidak dipakai dalam penelitian ini karena dianggap tidak memenuhi syarat. Akan tetapi pada soal dengan nomor 11 tidak digunakan karena memiliki jawaban lebih dari satu. Sehingga soal yang digunakan berjumlah 11 soal.


(36)

2. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 2 Tabel 3.7

Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 2

No.Soal Ranah Kognitif

Validitas Daya Beda Tingkat

Kesukaran Keterangan Nilai Katagori Nilai Katagori Nilai Katagori

19. C1 0,45 Cukup 0,42 Baik 0,37 Sedang Dipakai

20. C1 0,50 Cukup 0,26 Cukup 0,45 Sedang Dipakai

21. C1 0,41 Cukup 0,32 Cukup 0,47 Sedang Dipakai

22. C3 0,17 Sangat

rendah

0 Jelek 0,21 Sukar Dibuang

23. C2 0,51 Cukup 0,42 Baik 0,68 Sedang Dipakai

24. C3 0,28 Rendah 0,05 Jelek 0,71 Mudah Dibuang

25. C4 0,47 Cukup 0,26 Cukup 0,87 Mudah Dipakai

26. C2 0,04 Sangat

Rendah

0,32 Cukup 0,26 Sukar Dipakai

27. C2 0,45 Cukup 0,32 Cukup 0,63 Sedang Dipakai

28. C2 -0,12 Tidak

Valid

-0,16 Buruk 0,34 Sedang Dibuang

29. C3 0,52 Cukup 0,37 Cukup 0,39 Sedang Dipakai

30. C3 0,42 Cukup 0,26 Cukup 0,76 Mudah Dipakai

31. C4 0,57 Cukup 0,42 Baik 0,68 Sedang Dipakai

32. C4 0,46 Cukup 0,37 Cukup 0,55 Sedang Dipakai

33. C4 0,44 Cukup 0,21 Cukup 0,16 Sukar Dipakai

34. C4 0,29 Rendah 0,21 Cukup 0,32 Sedang Dibuang

35. C1 0,25 Rendah 0,21 Cukup 0,29 Sukar Dibuang

36. C2 0,42 Cukup 0,32 Cukup 0,63 Sedang Dipakai

Hasil perhitungan tingkat kemudahan tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar pertemuan ke-2 dapat dilihat pada tabel 3.7 di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kemudahan dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 16,7% atau sebanyak 3 butir soal, kategori sedang sebesar 61,1% atau sebanyak 11 butir soal, dan kategori sukar sebesar 22,2% atau sebanyak 4 butir soal. Daya pembeda dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 11,1% atau sebanyak 2 butir soal, kategori cukup sebesar 66,7% atau sebanyak 12 butir soal, kategori


(37)

baik sebesar 16,7% atau sebanyak 3 butir soal dan kategori buruk sebesar 5,5% atau sebanyak 1 butir soal. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 18 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 11,1% atau sebanyak 2 butir soal, kategori rendah sebesar 16,7% atau sebanyak 3 butir soal, kategori cukup sebesar 66,7% atau sebanyak 12 butir soal, kategori tinggi 0% dan tidak valid sebesar 5,5% atau sebanyak 1 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi yaitu 0,69.

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 13 soal dari 18 soal. Soal dengan kategori rendah, sangat rendah, tidak valid, buruk, dan jelek tidak dipakai dalam penelitian ini karena dianggap tidak memenuhi syarat.

3. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 3 Tabel 3.8

Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Pertemuan 3

No.Soal Ranah Kognitif

Validitas Daya Beda Tingkat

Kesukaran Keterangan Nilai Katagori Nilai Katagori Nilai Katagori

37. C1 0,53 Cukup 0,53 Baik 0,68 Sedang Dipakai

38. C1 0,67 Tinggi 0,21 Cukup 0,63 Sedang Dipakai

39. C2 0,67 Tinggi 0,21 Cukup 0,53 Sedang Dipakai

40. C2 0,60 Tinggi 0,42 Baik 0,47 Sedang Dipakai

41. C3 0,65 Tinggi 0,42 Baik 0,68 Sedang Dipakai

42. C3 0,01 Sangat

Rendah

0,05 Jelek 0,03 Sukar Dibuang

43. C4 0,41 Cukup 0,21 Cukup 0,16 Sukar Dipakai

44. C3 0,57 Cukup 0,32 Cukup 0,42 Sedang Dipakai

45. C2 0,67 Tinggi 0,32 Cukup 0,58 Sedang Dipakai

46. C3 0,41 Cukup 0,26 Cukup 0,71 Mudah Dipakai

47. C3 -0,00 Tidak

valid

0,11 Jelek 0,16 Sukar Dibuang

48. C3 0,45 Cukup 0,37 Cukup 0,55 Sedang Dipakai


(38)

No.Soal Ranah Kognitif

Validitas Daya Beda Tingkat

Kesukaran Keterangan Nilai Katagori Nilai Katagori Nilai Katagori

rendah

50. C3 0,27 Rendah 0,21 Cukup 0,39 Sedang Dibuang

51. C3 0,61 Tinggi 0,21 Cukup 0,58 Sedang Dipakai

52. C4 0,48 Cukup 0,37 Cukup 0,39 Sedang Dipakai

53. C2 0,48 Cukup 0,32 Cukup 0,58 Sedang Dipakai

Hasil perhitungan tingkat kemudahan tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar dapat dilihat pada tabel 3.8. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kemudahan dari 17 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 5,9% atau sebanyak 1 butir soal, kategori sedang sebesar 70,6% atau sebanyak 12 butir soal, dan kategori sukar sebesar 23,5% atau sebanyak 4 butir soal. Daya pembeda dari 17 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 11,7% atau sebanyak 2 butir soal, kategori cukup sebesar 70,6% atau sebanyak 12 butir soal, kategori baik sebesar 17,6% atau sebanyak 3 butir soal, dan yang termasuk ke dalam kategori soal buruk yang harus dibuang sebesar 0%. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 17 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 11,8% atau sebanyak 2 butir soal, kategori rendah sebesar 5,9% atau sebanyak 1 butir soal, kategori cukup sebesar 41,2% atau sebanyak 7 butir soal, kategori tinggi sebesar 35,3% atau sebanyak 6 butir soal dan tidak valid sebesar 5,9% atau sebanyak 1 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria cukup yaitu 0,44 dihitung dengan rumus reliabilitas KR-21 karena jumlah soal dalam pertemuan 3 ganjil sehingga tidak bisa menggunakan metode splith half method (metode belah dua).


(39)

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 13 soal dari 17 soal. Soal dengan kategori rendah, sangat rendah, tidak valid, jelek dan sukar tidak dipakai dalam penelitian ini karena dianggap tidak memenuhi syarat. Sedangkan soal-soal yang telah dirancang kembali untuk penelitian dapat dilihat pada Lampiran B.1.

Adapun distribusi soal tiap jenjang tersebut dapat di lihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9

Distribusi Soal Tes Hasil Belajar Kognitif

Jenjang Kognitif Pertemuan Nomor Soal Jumlah Soal Pengetahuan (C1)

1 1,2

8

2 1, 2,3

3 1, 2

Pemahaman (C2)

1 3,4,5

11 2 4,6,7,13

3 3, 4, 8,13 Penerapan (C3)

1 6,8,10

10

2 8, 9

3 5,7,9,10,11 Analisis (C4)

1 7,9,11

9 2 5,10,11,12

3 6,12

H.Teknik Pengolahan Data

1. Analisis Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numered Head Together)

Untuk mengetahui kriteria keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada setiap pertemuan maka data hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran diolah menjadi dalam bentuk


(40)

persentase. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah sebagai berikut:

Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format observasi keterlaksanaan pembelajaran. Setiap indikator pada fase pembelajaran terlaksana/muncul diberikan skor satu, dan jika tidak muncul diberikan skor nol.

Menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan rumus berikut:

Mengkonsultasikan hasil perhitungan persentase ke dalam kategori keterlaksanaan model pembelajaran yang dapat dilihat pada Tabel 3.10 Budiarti dalam Tata (2010: 49).

Tabel 3.10

Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana Keterangan:


(41)

2. Analisis Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif

Jika instrumen yang telah dibuat telah valid dan reliabel, maka instrumen tersebut diberikan kepada siswa dalam kelas eksperimen. Dan setelah instrumen diberikan kepada kelas eksperimen kemudian dilakukan pengolahan data. Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dilakukan analisis terhadap skor gain yang dinormalisasi pada setiap pertemuan dalam pembelajaran. Skor gain yang dinormalisasi yaitu perbandingan rata-rata gain aktual dengan rata-rata gain maksimum. Gain rata-rata aktual yaitu selisih skor rata-rata post test terhadap skor rata-rata pre test. Rumus rata-rata gain yang dinormalisasi tersebut disebut juga faktor <g> atau faktor Hake sebagai berikut: (Richard R. Hake, 1998 : 1)

−< >

> < − > < = > < pre pre post s s s g % 100

Simbol <spre > dan <spost > masing-masing menyatakan skor rata rata pre test dan post test setiap individu yang dinyatakan dalam persen. Besarnya faktor <g> dapat dilihat pada Tabel 3.11 (Richard R. Hake, 1998 : 2).

Tabel 3.11

Rata-rata Gain yang Dinormalisasi

Nilai klasifikasi

0,00 < (<g>) < 0,30 Rendah 0,30 ≤ (<g>) < 0,70 Sedang 0,70 ≤ (<g>) Tinggi


(42)

I. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Pada setiap pertemuan, kegiatan dimulai dengan melakukan tes awal (pre-test) pada siswa, kemudian siswa diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together), selanjutnya diakhiri dengan tes akhir (post-test) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diberi perlakuan. Pada setiap kegiatan pembelajaran, peneliti dibantu oleh beberapa observer yang terdiri dari guru mata pelajaran fisika dan mahasiswa jurusan pendidikan fisika. Tugas observer yaitu mengamati dan menilai keterlaksaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) oleh guru dan siswa.

Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.12. Tabel 3.12

Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pertemuan

Ke-

Tanggal Tempat Kegiatan

1 20 Oktober 2010 XI IPA 3 Pertemuan 1: Modulus Elastisitas 2 21 Oktober 2010 XI IPA 3 Pertemuan 2: Hukum Hooke 3 27 Oktober 2010 XI IPA 3 Pertemuan 3: Rangkaian Seri

Paralel

Pada saat penelitian dilaksanakan, tidak semua siswa hadir sehingga semua siswa di kelas penelitian tidak dapat dijadikan sampel penelitian. Pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan pertemuan ketiga, hanya 37 orang siswa yang mengikuti prosedur penelitian yang meliputi tes awal (pre-test), perlakuan (treatment), dan tes akhir (post-test). Perangkat pembelajaran dalam penelitian yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, dan lembar kerja siswa (LKS) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A.


(43)

Dari pelaksanaan kegiatan penelitian ini didapatkan beberapa data yaitu data observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) oleh guru dan siswa, data tes hasil belajar kognitif siswa untuk setiap pertemuan (pre-test dan post-test). Data-data tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui persentase keterlaksanaan model pembelajaran, peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitf untuk setiap pertemuan, dan peningkatan setiap aspek kognitif yang ditinjau.


(44)

87 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) baik pada pembelajaran pertama, kedua, dan ketiga. Pada pembelajaran pertama peningkatannya sebesar 0,39 dengan kriteria sedang, pada pembelajaran kedua peningkatannya sebesar 0,42 dengan kriteria sedang, dan pada pembelajaran ketiga peningkatannya sebesar 0,51 dengan kriteria sedang. Rata-rata peningkatan dari tiga pertemuan sebesar 0,44 dengan kriteria sedang.

2. Hasil belajar siswa untuk setiap aspek kognitif mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) baik pada pembelajaran pertama, kedua, dan ketiga. Sehingga diperoleh rata-rata peningkatan dari tiga pertemuan untuk C1 (hafalan) sebesar 0,40 dengan kriteria sedang, untuk C2 (pemahaman) sebesar 0,54 dengan kriteria sedang, untuk C3 (penerapan) sebesar 0,47 dengan kriteria sedang, untuk C4 (analisis) sebesar 0,15 dengan kriteria rendah.


(45)

88 B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat di ajukan beberapa saran, antara lain:

1. Sebaiknya sebelum melakukan penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian harus dipertimbangkan dengan kondisi dan kemampuan siswa. Pelaksanaan tes akhir (post test) sebaiknya dilaksanakan minimal dihari berikutnya agar siswa lebih mempersiapkan diri untuk belajar menghadapi post test.

2. Guru harus mampu mengaktifkan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi, seperti memancing siswa untuk bertanya dan berpikir atas konsep-konsep dasar, baik konsep yang sederhana maupun konsep dasar yang kompleks. Sehingga tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat maksimal karena kualitas dalam pembelajaran yang terlaksana dengan optimal.

3. Siswa harus dilatih ke dalam contoh yang berbeda dalam konsep yang sama. Sehingga ketika siswa mengerjakan soal tes akhir siswa mampu menganalisis soal dengan baik.

4. Pengaturan waktu dalam proses pembelajaran harus benar-benar direncanakan. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus memberikan batasan-batasan waktu pada siswa dalam menyelesaikan tugasnya. Guru dituntut untuk dapat mengefektifkan pembelajaran agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai dengan baik.


(46)

89

5. Pada saat kegiatan penyelidikan, bimbingan hendaknya dilakukan secara merata pada setiap kelompok agar mengurangi peluang siswa untuk main-main sehingga pembelajaran bisa lebih kondusif.

6. Kegiatan eksperimen secara berkelompok hendaknya lebih sering dilakukan agar kerja sama dalam kelompok dan saling membantu antar anggota kelompok semakin terlatih. Sehingga komunikasi dan interaksi antar anggota dapat berjalan dengan baik.

7. Dalam catatan observasi keterlaksanaan petunjuk LKS praktikum harus lebih dperjelas lagi.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Fisika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. [Online].Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf [6 Juli 2010]

Herdian. (2009). Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together).[Online]. Tersedia: http://id.wordpress.com/ [21 september 2010]

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Kisworo, Endy, 2006 dalam http//F:activities.htm, diakses tanggal 25 Agustus 2010.

Koswara, Tata. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Lie, Anita. (2010). Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Nuh, U. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Nurhasanah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(48)

Panggabean, Luhut. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Bandung.

Poerwadarminta ,W. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Suprijono, Agus. (2010). Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wulandari, Ratih. (2008). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi Pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(1)

58

Dari pelaksanaan kegiatan penelitian ini didapatkan beberapa data yaitu data observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) oleh guru dan siswa, data tes hasil belajar kognitif siswa untuk setiap pertemuan (pre-test dan post-test). Data-data tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui persentase keterlaksanaan model pembelajaran, peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitf untuk setiap pertemuan, dan peningkatan setiap aspek kognitif yang ditinjau.


(2)

87 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) baik pada pembelajaran pertama, kedua, dan ketiga. Pada pembelajaran pertama peningkatannya sebesar 0,39 dengan kriteria sedang, pada pembelajaran kedua peningkatannya sebesar 0,42 dengan kriteria sedang, dan pada pembelajaran ketiga peningkatannya sebesar 0,51 dengan kriteria sedang. Rata-rata peningkatan dari tiga pertemuan sebesar 0,44 dengan kriteria sedang.

2. Hasil belajar siswa untuk setiap aspek kognitif mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT (Numered Head Together) baik pada pembelajaran pertama, kedua, dan ketiga. Sehingga diperoleh rata-rata peningkatan dari tiga pertemuan untuk C1 (hafalan) sebesar 0,40 dengan kriteria sedang, untuk C2 (pemahaman) sebesar 0,54 dengan kriteria sedang, untuk C3 (penerapan) sebesar 0,47 dengan kriteria sedang, untuk C4 (analisis) sebesar 0,15 dengan kriteria rendah.


(3)

88 B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat di ajukan beberapa saran, antara lain:

1. Sebaiknya sebelum melakukan penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian harus dipertimbangkan dengan kondisi dan kemampuan siswa. Pelaksanaan tes akhir (post test) sebaiknya dilaksanakan minimal dihari berikutnya agar siswa lebih mempersiapkan diri untuk belajar menghadapi post test.

2. Guru harus mampu mengaktifkan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi, seperti memancing siswa untuk bertanya dan berpikir atas konsep-konsep dasar, baik konsep yang sederhana maupun konsep dasar yang kompleks. Sehingga tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat maksimal karena kualitas dalam pembelajaran yang terlaksana dengan optimal.

3. Siswa harus dilatih ke dalam contoh yang berbeda dalam konsep yang sama. Sehingga ketika siswa mengerjakan soal tes akhir siswa mampu menganalisis soal dengan baik.

4. Pengaturan waktu dalam proses pembelajaran harus benar-benar direncanakan. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus memberikan batasan-batasan waktu pada siswa dalam menyelesaikan tugasnya. Guru dituntut untuk dapat mengefektifkan pembelajaran agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai dengan baik.


(4)

89

5. Pada saat kegiatan penyelidikan, bimbingan hendaknya dilakukan secara merata pada setiap kelompok agar mengurangi peluang siswa untuk main-main sehingga pembelajaran bisa lebih kondusif.

6. Kegiatan eksperimen secara berkelompok hendaknya lebih sering dilakukan agar kerja sama dalam kelompok dan saling membantu antar anggota kelompok semakin terlatih. Sehingga komunikasi dan interaksi antar anggota dapat berjalan dengan baik.

7. Dalam catatan observasi keterlaksanaan petunjuk LKS praktikum harus lebih dperjelas lagi.


(5)

90

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Fisika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. [Online].Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf [6 Juli 2010]

Herdian. (2009). Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together).[Online]. Tersedia: http://id.wordpress.com/ [21 september 2010]

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Kisworo, Endy, 2006 dalam http//F:activities.htm, diakses tanggal 25 Agustus 2010.

Koswara, Tata. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Lie, Anita. (2010). Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Nuh, U. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Nurhasanah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

91

Panggabean, Luhut. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Bandung.

Poerwadarminta ,W. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Suprijono, Agus. (2010). Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wulandari, Ratih. (2008). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi Pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Strategi Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Mathaul Huda

0 5 173

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Mol Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Di Kelas X-6 SMAN 8 Kota Tangerang Selatan

0 3 8

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEDIA CHARTA UNTUK MENINGKATKAN HASIL Penerapan Strategi Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dengan Media Charta Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pokok Materi

0 2 15

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MOTIVASI SISWA PADA SUB KONSEP EKOSISTEM PANTAI.

0 0 38

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 161 Pekanbaru

0 0 13