PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SDN di Kota Bandung.

(1)

iii DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Manfaat Penelitian ... 10

D. Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 11

F. Hipotesis Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 15

B. Pembelajaran Kontekstual (CTL) ... 17

1. Pengertian Pembelajara Kontekstual ... 17

2. Komponen Pembelajaran Kontekstual ... 18

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 21

4. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 23

5. Perbedaa Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Lain ... 23

C. Kemampuan Representasi... 24

1. Pengertian Representasi dalam Matematika ... 24

2. Representasi sebagai Aktifitas Siswa ... 26

D. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 28

1. Pengertian Kemampuan Masalah Matematika ... 28

2. Pemecahan Masalah Matematika ... 30

3. Bentuk dan Soal Pemecahan Masalah ... 33

4. Prosedur Pembelajaran Matematika dalam Pemecahan Masalah ... 33

E. Pembelajaran Konvensional ... 36

F. Penelitian yang Relevan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 39

B. Subjek Penelitian ... 39

C. Instrumen Penelitian ... 40

1. Tes Representasi dan Pemeahan Masalah Matematika ... 41

2. Angket Sikap Siswa ... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51


(2)

iv

F. Kegiatan Pembelajaran ... 52

G. Bahan Ajar ... 53

H. Prosedur Penelitian ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57

1. Kemampuan Representasi Matematika ... 58

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 66

3. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 78

B. Pembahasan ... 79

1. Pembelajaran Kontekstual ... 80

2. Kemampuan Representasi Matematika ... 84

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 87

4. Asosiasi antara Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematika ... 91

5. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 93

B. Rekomendasi ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Alat Pengumpul Data 3.1 Kisi-kisi Tes Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika . 102 3.2 Tes Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 104

3.3 Hasil Uji Instrumen dengan bantuan Program ANATES Versi 4.0.5 ... 109

3.4 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 113

3.5 Angket Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 114

3.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 115

3.7 Bahan Ajar ... 124

B. Data Penelitian 4.1. Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Eksperimen A ... 148

4.2. Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Eksperimen Kualifikai Sedang B ... 149

4.3. Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Kontrol A ... 150

4.4. Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Kontrol B ... 151

4.5. Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika ... 152


(3)

v

4.6. Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Representasi

Matematika ... 154 4.7. Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Representasi

Matematika ... 155 4.8. Skor Postes Kemampuan Representasi Matematika Kelas

Eksperimen A ... 156 4.9. Skor Postes Kemampuan Representasi Matematika Kelas

Eksperimen B ... 157 4.10. Skor Postes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Kontrol

A ... 158 4.11. Skor Postes Kemampuan Representasi Matematika Kelas Kontrol

B ... 159 4.12. Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Representasi

Matematika ... 160 4.13. Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Representasi

Matematika ... 162 4.14. Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Representasi

Matematika ... 163 4.15. Gain Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksperimen A ... 164 4.16. Gain Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksperimen B ... 165 4.17. Gain Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol A ... 166 4.18. Gain Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol B ... 167 4.19. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematika ... 168 4.20. Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematika ... 170 4.21. Uji ANOVA Peningkatan Kemampuan Representasi Matematika 171 4.22. Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Eksperimen A ... 4.23. Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Eksperimen B ...

172 173 4.24. Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Kontrol A ... 174 4.25. Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Kontrol B ... 175 4.26. Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 176 4.27. Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 178 4.28. Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah


(4)

vi

4.29. Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen A ... 4.30. Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Eksperimen B ... 4.31. Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas

Kontrol A ... 4.32. Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol B ... 4.33. Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.34. Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.35. Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.36. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.37. Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.38. Uji ANOVA Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 4.39. Skor Postes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksperimen A ... 4.40. Uji Korelasi Product moment antara Peningkatan Kemampuan

Representasi dan Pemecahan Masalah Pada Kelas Eksperimen A 4.41. Skor Postes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksperimen B ... 4.42. Uji Korelasi Product moment antara Peningkatan Kemampuan

Representasi dan Pemecahan Masalah Pada Kelas Eksperimen B 4.43. Skor Postes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol A ... 4.44. Uji Korelasi Product moment antara Peningkatan Kemampuan

Representasi dan Pemecahan Masalah Pada Kelas Kontrol A ... 4.45. Skor Postes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol B ... 4.46. Uji Korelasi Product moment antara Peningkatan Kemampuan

Representasi dan Pemecahan Masalah Pada Kelas Kontrol B ... 4.47. Skor Angket Siswa Kelas Eksperimen ... 4.48. Skor Pretes-Postes Kemampuan Representasi Matematika

Berdasarkan Tingkat Kelompok Kemampuan di Kelas ... 4.49. Skor Pretes-Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Berdasarkan Tingkat Kelompok Kemampuan di Kelas ... 180 181 182 183 184 186 187 188 190 191 193 194 196 197 199 200 202 203 205 207 208

FOTO-FOTO PENELITIAN ... RIWAYAT HIDUP ...

209 200


(5)

vii

DAFTAR TABEL

Hal 3.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematika ... 42 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika... 45 3.3 Analisis Validitas Tes Kemampuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematika ... 47 3.4 Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi dan

Pemecahan Masalah Matematika ... 48 3.5 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi dan

Pemecahan Masalah Matematika ... 50 4.1 Rerata, Simpangan Baku, Skor Minimum, dan Skor Maksimum Pretes

Kemampuan Representasi Matematika ... 59 4.2 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Representasi Matematika ... 59 4.3 Rerata, Simpangan Baku, Skor Minimum, dan Skor Maksimum Postes

Kemampuan Representasi Matematika ... 61 4.4 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Representasi Matematika ... 61 4.5 Rerata Gain, Simpangan Baku Gain, Skor Minimum Gain, dan Skor

Maksimum Gain Kemampuan Representasi Matematika ... 63 4.6 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Representasi Matematika .... 64 4.7 Rerata, Simpangan Baku, Skor Minimum, dan Skor Maksimum Pretes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 66 4.8 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 67 4.9 Rerata, Simpangan Baku, Skor Minimum, dan Skor Maksimum Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 68 4.10 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 69 4.11 Rerata Gain, Simpangan Baku Gain, Skor Minimum Gain, dan Skor

Maksimum Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 71 4.12

4.13

Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... Analisis Angket Sikap Siswa ...

72 79 4.14 Rerata Skor Pretes-Postes Kemampuan Representasi Matematika

Berdasarkan Tingkat Kelompok Kemampuan Siswa ... 87 4.15 Rerata Skor Pretes-Postes Kemampuan Pemecahan Masalah


(6)

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal

3.1 Skema Prosedur Penelitian 56

4.1 Diagram Batang Rerata Gain Kemampuan Representasi Matematika ... 64 4.2 Diagram Batang Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia banyak mendapat sorotan. Rendahnya capaian siswa Indonesia diperkuat oleh laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang memaparkan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara peserta, jauh di bawah rata-rata internasional (Muchlis, 2009). Survei ini dilaksanakan setiap empat tahun sekali untuk mengukur pencapaian siswa kelas IV – VIII. Survei terbaru dilakukan pada tahun 2007, Indonesia tidak mengikuti survei untuk kelas IV, hasilnya dipublikasikan pada tanggal 9 Desember 2008 di harian Kompas.

Kualitas pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya kurikulum, guru, dan masyarakat. Kurikulum di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan, namun rata-rata nilai ujian matematika siswa masih tetap rendah, meskipun telah didukung keikutsertaan masyarakat atau orang tua misalnya dengan dibentuknya dewan pendidikan dan komite sekolah. Di Kota Bandung untuk rata-rata nilai UASBN pelajaran matematika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan meskipun masih ada beberapa siswa yang mendapat nilai jauh di bawah nilai rata-rata. Pada tahun pelajaran 2009-2010 di Kota Bandung secara kuantitas memperoleh nilai rata-rata ± 6,87 (Diknas Kota Bandung). Ini dimungkinkan karena pada saat siswa duduk di kelas VI, empat bulan menjelang ujian nasional mulai didrill untuk


(8)

2

mengerjakan soal-soal yang diprediksi akan keluar sehingga pada saat ujian mereka dapat mudah menyelesaikan soal tersebut.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelajaran matematika kurang disukai oleh siswa SD terutama kelas tinggi (Kelas 3 – Kelas 6). Banyak siswa SD mengalami kesulitan belajar matematika. Pelajaran ini dianggap kurang menarik minat siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran matematika diselenggarakan secara konvensional.

Romberg & Kaput (1999) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang berpijak pada pendekatan konvensional terdiri atas tiga segmen, yaitu (1) memeriksa PR yang lalu, (2) menyajikan materi baru disertai contoh, dan (3) memberikan soal untuk keesokan harinya. Lebih lanjut lagi dalam iklim konvensional menurut Thompson dan Senk (Turmudi, 2008: 9) bahwa setiap topik diperkenalkan dengan menyatakan aturan (rule) atau rumus, aturan diikuti oleh satu contoh menerapkan rumus tersebut kemudian memberikan soal-soal latihan. Jika hal tersebut yang dilakukan, maka siswa hanya mengerjakan prosedur simbolik, tidak berpikir kritis dan kreatif.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut perlu ditingkatkan motivasi, kemampuan, dan kreativitas siswa dalam belajar matematika sesuai dengan tuntutan era yang penuh perubahan. Oleh karena itu, maka harus dikembangkan pembelajaran matematika yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi juga membantu siswa untuk mencerna dan membentuk pengetahuan mereka sendiri serta mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Pembelajaran matematika yang demikian itu tidak


(9)

3

mungkin bisa dicapai dengan hanya melalui hafalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat mekanistik, rutin, dan algoritmis, serta proses pembelajaran biasa atau konvensional yang cenderung berpusat kepada guru. Oleh karena itu, diperlukan metode dan pendekatan yang sesuai untuk mengubah dari situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar, dari alam berpikir guru ke alam berpikir siswa.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam KTSP sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Selain itu pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide, atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Hal ini didorong oleh perkembangan arah pembelajaran matematika yang digagas oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) di Amerika pada tahun 1989 yang mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, yang menjadi standar proses dalam program pembelajaran matematika di sekolah dasar. Pada tahun 2000, NCTM memutuskan bahwa representasi yang pada mulanya merupakan bagian dari komunikasi menjadi memiliki kedudukan yang sama dengan standar kemampuan yang lainnya.

Dalam Principles and Standards for School Mathematics tahun 2000 dikatakan bahwa terdapat lima standar yang menjelaskan keterkaitan pemahaman matematika dan kompetensi matematika yang hendaknya diketahui dan dapat


(10)

4

dilakukan siswa. Pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang perlu dimiliki siswa tercakup dalam standar proses yang meliputi: problem solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation (NCTM, 2000, h. 29). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan representasi dalam pembelajaran matematika sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Kemampuan representasi harus dimiliki pula oleh seseorang karena untuk berpikir setara matematika dan mengkomunikasikan ide-ide matematika, perlu merepresentasikanya dalam berbagai cara. Representasi ini dapat berupa simbol tertulis, gambar, grafik, ataupun obyek fisik.

Meski kemampuan representasi merupakan salah satu standar proses yang harus dicapai oleh siswa melalui pembelajaran matematika, namun pada pelaksanaannya bukan hal yang sangat mudah. Berdasarkan pengamatan penulis dan hasil dari beberapa penelitian (Tesis dan Disertasi), hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas yang selama ini dilaksanakan dengan cara konvensional sehingga belum memungkinkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan daya representasi siswa secara baik dan optimal.

Pada saat berdiskusi dengan rekan satu profesi, terungkap bahwa masih ada siswa kelas VI yang dalam memecahkan suatu masalah matematika hanya


(11)

5

berdasarkan prosedur yang ada, jika masalah tersebut dibuat dalam masalah tidak rutin, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut. Kalaupun mereka dapat memecahkan masalahnya, mereka tidak dapat mengungkapkan atau menujukkan pemodelan yang mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Salah satu contoh adalah dalam mencari luas permukaan dan isi dari suatu bangun ruang. Siswa masih ada yang tertukar antara mencari luas permukaan bangun ruang dengan isi bangun ruang jika materi tersebut diberikan dalam bentuk soal pemecahan masalah. Menurut Bruner hal ini berkaitan dengan mental representasi yang siswa miliki. Ini mungkin diakibatkan dari image yang ada dalam mental peserta didik. Pada sebagian siswa ada kemungkinan belum terbentuk imagenya dengan baik antara luas permukaan dengan isi bangun ruang, sehingga siswa perlu diberikan kembali dalam bentuk obyek yang nyata atau diberikan dalam bentuk gambar.

Contoh soal :

Rino mempunyai sebuah tempat pensil yang berbentuk balok. Sisi atas tempat pensil tersebut luasnya 160 cm2,lebar 10 cm, dan tinggi 5 cm. a. Berapa cm2 luas seluruh permukaan tempat pensil tersebut? b. Berapa cm3 isi tempat pensil tersebut?

Dari 30 orang siswa kelas VI yang diminta untuk menyelesaikan soal tersebut, hasilnya adalah:

1) 7 siswa yang menjawab benar dan hasil akhirnya pun tepat.


(12)

6

3) Selebihnya tidak menjawab dengan baik karena salah dalam membedakan antara luas permukaan dan isi bangun ruang.

Siswa yang menjawab benar ada yang mempresentasikannya dalam bentuk gambar dan tulisan seperti di bawah ini:

Luas sisi atas = 160 cm2 lebar kotak pensil = 10 cm tinggi kotak pensil = 5 cm.

Kemampuan representasi matematika seseorang dapat menunjukkan tingkat pemahaman yang terkait erat dengan kemampuan pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang rumit, dapat menjadi sederhana jika strategi dan pemahaman representasi matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya permasalahan menjadi sulit dipecahkan jika penggunaan representasinya kurang tepat atau keliru.

Pemecahan masalah menurut NCTM (2000) merupakan aktivitas dalam menyelesaikan tugas di mana cara penyelesaian belum diketahui sebelumnya dengan pasti. Pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan masalah adalah suatu tindakan yang dilakukan guru agar siswa termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada soal dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahannya.

Menurut Branca (Sumarmo, 1994: 8) bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan

10 cm

5 cm 160 cm2


(13)

7

sebagai jantungnya matematika. Artinya, kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Lebih lanjut Branca (Krulik S. dan Reys, 1980: 3) mengatakan bahwa pemecahan masalah dalam prosesnya memiliki aktivitas-aktivitas yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah dalam matematika termasuk memecahkan masalah-masalah kata sederhana yang muncul dalam kalimat standar, memecahkan masalah bukan rutin atau teka-teki, menerapkan matematika pada masalah dunia nyata, dan membuat serta menguji hubungan-hubungan matematika yang dapat menuntun pada mata pelajaran yang lain. Dengan mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah, memungkinkan siswa didik menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam kehidupan.

Menyadari pentingnya kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika, perlu diupayakan suatu pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kedua kemampuan tersebut. Pembelajaran yang memungkinkan untuk dilakukan adalah Cotextual Teaching and Learning (CTL). CTL ini merupakan suatu pembelajaran yang dikembangkan di negara Amerika Serikat, yaitu yang menghubungkan materi pelajaran dengan situasi kehidupan yang nyata, serta menganggap setiap siswa memiliki pengetahuan dasar ketika datang ke kelas. Pembelajaran ini pun dikembangkan di Belanda dengan istilah RME (Realistic Mathematics Education), dan di Jepang dengan istilah open-ended approach.

CTL (Pembelajaran kontekstual) merupakan pembelajaran yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:


(14)

8

1) Belajar berbasis masalah (problem-based), yaitu memberikan suatu masalah yang mengambil dari kehidupan nyata atau yang disimulasikan, untuk dicari pemecahannya. Masalah tersebut harus dapat dipahami siswa.

2) Menggunakan konteks yang beragam, yaitu menghadirkan berbagai konteks yang ada di sekitar siswa dalam setiap pembelajaran.

3) Belajar mandiri, yaitu siswa akan bergerak dari belajar tergantung ke belajar tak tergantung (independent learning).

4) Menggambarkan keragaman di antara siswa, yaitu perbedaan-perbedaan yang ada di dalam suatu kelas dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

5) Kelompok-kelompok belajar interdependen, yaitu kelompok belajar yang dibentuk di sekolah untuk dapat berinteraksi aktif antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.

6) Asesmen otentik, yaitu penilaian yang lebih berorientasi pada proses, sehingga pelaksanaannya menyatu dengan proses pembelajaran.

Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dibandingkan dengan pembelajaran lain dalam beberapa aspek penekanannya, yaitu:

1) Siswa belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi dan memberi makna pada pengetahuan yang didapat.

2) Siswa harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

3) Guru bertugas mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dan baru, dan memfasilitasi belajar.


(15)

9

4) Menciptakan belajar yang berpusat pada siswa, memberi umpan balik yang berasal dari proses penilaian yang benar, dan menumbuhkan bentuk kerasarna yang baik tetapi tidak saling bergantung satu dengan yang lainnya.

Kemampuan representasi matematika ini dapat ditingkatan melalui salah satu komponen dari pembelajaran kontekstual yaitu pemodelan. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika dapat ditingkatkan melalui komponen kontruktivisme, menemukan, dan refleksi dalam pembelajaran kontekstual.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berpandangan perlunya diadakan kembali penelitian tentang penggunaan pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar di Kota Bandung. Dengan penelitian ini diharapkan siswa kelas V dapat melakukan representasi dan memecahkan setiap masalah yang dihadapi dengan daya pikir yang kritis, logis, dan sistematis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka secara umum dapat dirumuskan bahwa pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar?”

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(16)

10

1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan representasi matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran CTL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran CTL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat korelasi antara peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran CTL?

4. Apakah terdapat korelasi antara peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran kontekstual?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi obyektif mengenai kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar melalui pembelajaran kontekstual. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menelaah pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan representasi matematika pada siswa.

2. Menelaah pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa. 3. Menelaah korelasi antara peningkatan kemampuan representasi dan


(17)

11

pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran CTL. 4. Menelaah korelasi antara peningkatan kemampuan representasi dan

pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

5. Memperoleh informasi mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran kontekstual.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika serta memberikan gambaran tingkat kemampuan siswa dalam representasi dan pemecahan masalah matematika.

E. Defenisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindarkan penafsiran yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa definisi operasional. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran matematika. Pembelajaran menurut Fontana (Tim MKPBM) adalah merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Sedangkan menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka


(18)

12

perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa tersebut.

Jadi pembelajaran matematika adalah merupakan penataan lingkungan yang memberi nuansa kepada siswa agar program belajar matematika dapat menumbuhkan dan mengembangkan pola pikir sikap yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa tersebut.

2. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang membantu guru menghubungkan materi pelajaran dengan kondisi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan aplikasin ya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menggunakan pemahaman dan kemampuan representasi matematika mereka dalam berbagai macam konteks, baik di dalam kelas maupun di luar kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata atau yang disimulasikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok.

3. Representasi adalah suatu proses abstraksi secara internal dari ide-ide matematika atau proses kognitif berupa pembentukan skemata yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; sebagai reproduksi mental; merujuk pada sajian secara struktur melalui gambar, simbol ataupun lambang; dan sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.


(19)

13

4. Pemecahan masalah adalah aktivitas dalam menyelesaikan tugas di mana, cara penyelesaiannya belum diketahui sebelumnya dengan pasti. Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya (knowledge) ke situasi yang baru. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi.

5. Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran matematika berlangsung. Aktivitas ini yang meliputi: (1) mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, (2) membaca buku, (3) menulis, (4) berdiskusi/bertanya antar teman, (5) berdiskusi/bertanya kepada guru, (6) merepresentasikan masalah yang diberikan, dan (7) perilaku yang tidak relevan dengan pembelajaran.

6. Korelasi. Korelasi adalah merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi jika variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi hubungan atau pengaruh, maka kedua variabel disebut independen.

F. Hipotesis Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional.


(20)

14

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional.

3. Terdapat korelasi antara kemampuan representasi matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran CTL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

4. Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran CTL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Untuk kepentingan penelitian ini, keempat hipotesis di atas akan diuji terlebih dahulu. Selanjutnya, inferensi statistik yang diperoleh dari pengujian hipotesis akan dianalisis dan dibahas sehingga akan diperoleh informasi yang lebih rinci.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen (experimental research) yaitu penelitian yang melihat hubungan sebab akibat di mana perlakuan yang diberikan terhadap variabel bebas dilihat hasilnya pada variabel terikat (Rruseffendi, 2005: 35). Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah kemampuan representasi dan kemampuan pemecahan masalah matematika.

Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran kontekstual, sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran biasa. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretest-postest Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

O X O

O O (Ruseffendi, 2005: 50)

Keterangan:

O : Pretest dan postest (kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika)


(22)

41 B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas V di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat yang masuk pada kualifikasi sedang (B) berdasarkan perolehan nilai rata-rata matematika pada UASBN tahun 2009. Dari kualifikasi tersebut terpilihlah SDN Pajajaran dari Gugus 8 Kecamatan Cicendo dan SDN Sukaluyu 1 dari Gugus 72 Kecamatan Cibeuying dengan nilai rata-rata 6,57 dan 7,23.

Peneliti mengambil sekolah yang sama-sama berkualitas sedang (B) dengan alasan untuk memperoleh data yang banyak untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa dari kedua sekolah tersebut jika mendapat perlakuan yang sama. Dengan sebelumnya melakukan observasi dan melihat nilai rata-rata kedua sekolah tersebut yang menunjukkan nilai yang homogen.

Kedua sekolah tersebut masing-masing memiliki dua rombongan belajar dengan jumlah populasi yang sama yaitu 60 orang sehingga dapat dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol pada masing-masing sekolah.

SDN Pajajaran dipilih oleh peneliti karena lokasinya berada di pinggir jalan utama Kota Bandung (Jalan Pajajaran). Sedangkan SDN Sukaluyu 1 terpilih karena letaknya di komplek perumahan yang cukup padat penduduknya. Dalam penelitian, SDN Sukaluyu 1 diberi kode A dan SDN Pajajaran diberi kode B. Pemberian kode ini hanya untuk pemberian inisial saja agar tidak tertukar atau salah tafsir.


(23)

42 C. Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu tes dan non-tes. Instrumen dalam jenis tes adalah tes representasi dan pemecahan masalah matematika. Instrumen dalam jenis non-tes berupa angket sikap siswa.

1. Tes Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika

Tes representasi dan pemecahan masalah matematika diberikan di awal pembelajaran (pretes) dan di akhir pembelajaran (postes). Soal yang diujikan pada pada pretes dan postes tidak berbeda, hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Jumlah soal dalam tes representasi dan pemecahan masalah matematika sebanyak 10 butir. Setiap butir soal disusun dalam bentuk essay (tes uraian) karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengeksplor dan mengemukakan ide-ide matematikanya.

Tes representasi dan pemecahan masalah matematika ini dikembangkan oleh peneliti dari materi bangun ruang (balok dan kubus) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membuat kisi-kisi tes yang sesuai dengan indikator pembelajaran, indikator kemampuan representasi matematika, dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yang disesuaikan dengan tingkat kesukaran soal. Kisi-kisi tes representasi dan pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada Lampiran 3.1.


(24)

43

2) Membuat soal berdasarkan kisi-kisi. Soal tes representasi dan pemecahan masalah matematika (pretes-postes) dapat dilihat pada Lampiran 3.2. 3) Menilai validasi soal tes yang dilakukan oleh dosen pembimbing dan guru

kelas V SD.

4) Memeriksa tingkat keterbacaan soal yang dilakukan oleh guru SD dan beberapa orang siswa SD.

5) Mengujicobakan tes yang kemudian dilanjutkan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

a. Pedoman penskoran tes representasi dan pemecahan masalah

Untuk memperoleh data yang obyektif dari tes representasi dan pemecahan masalah matematika, maka ditentukan pedoman penskoran yang proposional untuk setiap butir soal. Dalam penelitian ini, penskoran menggunakan rubrik yang dibedakan untuk masing-masing kemampuan.

Pedoman penskoran untuk mengukur kemampuan representasi dikembangkan oleh peneliti sendiri berdasarkan pada tingkat representasi siswa kelas V usia antara (10 – 11 tahun) yang disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematika Butir

Soal Skor Indikator

1

0 Tidak ada gambar jaring-jaring kubus satupun

1 Dapat menggambarkan 2 buah jaring-jaring kubus yang berbeda. 2 Dapat menggambarkan 3 - 4 buah jaring-jaring kubus yang berbeda. 3 Dapat menggambarkan 5 - 7 buah jaring-jaring kubus yang berbeda. 4 Dapat menggambarkan 8 - 11 buah jaring-jaring kubus yang berbeda.


(25)

44 Butir

Soal Skor Indikator

2

0 Tidak ada jawaban

1 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan kubus

2 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan kubus beserta hasilnya tetapi tidak tepat dan tidak ada satuan ukurannya.

3 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan kubus beserta hasilnya dengan tepat dan ada satuan ukurannya.

4 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan kubus beserta hasilnya dengan tepat, ada satuan ukurannya dan ada penjelasan.

3

0 Tidak ada gambar jaring-jaring balok satupun

1 Dapat menggambarkan 2 buah jaring-jaring balok yang berbeda. 2 Dapat menggambarkan 3 - 4 buah jaring-jaring balok yang berbeda. 3 Dapat menggambarkan 5 - 7 buah jaring-jaring balok yang berbeda. 4 Dapat menggambarkan lebih dari 8 buah jaring-jaring balok yang

berbeda

4

0 Tidak ada jawaban

1 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan balok

2 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan balok beserta hasilnya tetapi tidak tepat dan tidak ada satuan ukurannya.

3 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan balok beserta hasilnya dengan tepat dan ada satuan ukurannya.

4 Dapat menuliskan rumus mencari luas permukaan balok beserta hasilnya dengan tepat, ada satuan ukurannya dan ada penjelasan.

5

0 Tidak dapat memberi tanda /warna yang dapat membentuk jaring-jaring kubus.

1 Dapat mewarnai atau memberi tanda pada kertas berpetak 2 – 4 buah jaring-jaring kubus.

2 Dapat mewarnai atau memberi tanda pada kertas berpetak 5 – 10 buah jaring-jaring kubus.

3 Dapat mewarnai atau memberi tanda pada kertas berpetak 11 – 15 buah jaring-jaring kubus.

4 Dapat mewarnai atau memberi tanda pada kertas berpetak lebih dari 16 buah jaring-jaring kubus.

6

0 Tidak ada jawaban atau penjelasan.

1 Tidak ada penjelasan cara menutup gambar denah dengan ukuran persegi yang telah tentukan serta jawaban salah.

2 Dapat menjelaskan cara menutup gambar denah dengan ukuran persegi yang telah tentukan tetapi jawaban salah.

3 Jawaban benar tetapi penjelasan cara menutup gambar denah dengan ukuran persegi yang telah tentukan kurang tepat.

4 Dapat menjelaskan cara menutup gambar denah dengan ukuran persegi yang telah tentukan dan jawaban benar.


(26)

45 Butir

Soal Skor Indikator

7

0 Tidak ada jawaban atau penjelasan.

1 Tidak ada penjelasan cara menghitung banyaknya persegi serta jawaban salah.

2 Dapat menjelaskan cara menghitung banyaknya persegi tetapi jawaban salah.

3 Jawaban benar tetapi penjelasan cara menghitung banyaknya persegi kurang tepat.

4 Dapat menjelaskan cara menghitung banyaknya persegi dan jawaban benar.

8

0 Tidak dapat menggambarkan bentuk susunan dari kubus yang telah ditentukan banyaknya.

1 Dapat menggambarkan sebuah bentuk susunan dari beberapa kubus yang telah ditentukan banyaknya.

2 Dapat menggambarkan 2 - 3 buah bentuk susunan dari beberapa kubus yang telah ditentukan banyaknya.

3 Dapat menggambarkan 4 buah bentuk susunan dari beberapa kubus yang telah ditentukan banyaknya.

4 Dapat menggambarkan lebih dari 4 buah bentuk susunan dari beberapa kubus yang telah ditentukan banyaknya.

9

0 Tidak ada jawaban atau penjelasan.

1 Tidak ada penjelasan cara menentukan volume balok serta jawaban salah.

2 Dapat menuliskan rumus mencari volume balok tetapi salah dan hasilnya salah juga.

3 Dapat menjelaskan cara menentukan volume balok / dapat menuliskan rumus mencari volume balok tetapi jawaban salah.

4 Dapat menjelaskan cara menentukan volume balok / dapat menuliskan rumus mencari volume balok dan jawaban benar.

10

0 Tidak ada jawaban/tidak ada penjelasan. 1 Ada penjelasan tetapi kurang tepat.

2 Ada penjelasan tetapi kurang tepat dan jawaban pun salah. 3 Penjelasan benar tetapi jawaban salah.

4 Penjelasan benar dan jawaban benar.

Pedomam penskoran untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika diadaptasi dari Polya (1975) yang disajikan pada Tabel 3.2.


(27)

46

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Tes Pemecahan Masalah Matematika Butir

Soal Skor Indikator

5

0 Tidak dapat menentukan banyaknya jaring-jaring kubus pada kertas berpetak.

1 Dapat menentukan 2 – 4 buah jaring-jaring kubus pada kertas berpetak.

2 Dapat menentukan 5 – 10 buah jaring-jaring kubus pada kertas berpetak.

3 Dapat menentukan 11 – 15 buah jaring-jaring kubus pada kertas berpetak.

4 Dapat menentukan lebih dari 16 buah jaring-jaring kubus pada kertas berpetak.

6

0 Tidak ada jawaban

1 Hanya menghitung banyaknya persegi utuh yang dapat menutupi salah satu denah.

2 Hanya menghitung banyaknya persegi utuh yang dapat menutupi ke dua denah.

3 Jawaban banyaknya persegi yang dapat menutupi denah hanya benar satu denah.

4 Jawaban banyaknya persegi yang dapat menutupi denah benar kedua-duanya..

7

0 Tidak ada jawaban. 1 Jawaban salah.

2 Jawaban benar tetapi tidak menuliskan caranya.

3 Jawaban benar tetapi cara penyelesaiannya/rumusnya kurang tepat. 4 Jawaban benar dan rumus tepat dan benar.

8

0 Tidak ada jawaban. 1 Jawaban kurang tepat

2 Hanya dapat menentukan luas permukaan yang terluas saja atau sebaliknya.

3 Dapat menentukan luas permukaan yang terluas atau tersempit dengan benar tetapi salah satunya kurang tepat.

4

Dapat menentukan luas permukaan yang terluas dan tersempit dengan benar berdasarkan susunan beberapa buah kubus yang telah ditentukan.

9

0 Tidak ada jawaban. 1 Ada jawaban tetapi salah.

2 Hanya dapat menentukan tinggi balok dengan benar beserta caranya tetapi volume balok hasilnya salah.

3 Dapat menentukan tinggi dan volume balok dengan tepat tetapi tidak menulis kan cara penyele-saiannya.

4 Dapat menentukan tinggi dan volume balok dengan tepat beserta dengan menuliskan cara penyelesaiannya.


(28)

47 Butir

Soal Skor Indikator

10 0 Tidak ada jawaban.

1 Ada jawaban tetapi kurang tepat (menjawab dengan cara volume balok dibagi dengan volume kubus).

2 Dapat menentukan banyaknya kubus dengan tepat tetapi tidak disertai dengan cara penyelesaiannya atau penjelasannya.

3 Dapat menentukan banyaknya kubus dengan tepat tetapi cara penyelesaiannya atau penjelasannya kurang tepat.

4 Dapat menentukan banyaknya kubus dengan tepat disertai dengan cara penyelesaiannya atau penjelasannya dengan benar.

b. Analisis uji coba tes representasi dan pemecahan masalah matematika

Sebelum pelaksanaan prestes, instrumen terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa kelas VI yang telah mempelajari materi bangun ruang (balok dan kubus). Uji coba dilakukan pada satu sekolah yang mewakili kualifikasi sedang, yaitu SDN Cicabe yang terletak di Gugus 72 Kecamatan Cibeuying Kota Bandung. Jumlah siswa yang mengikuti uji coba ini sebanyak 30 orang. Uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan program ANATES Versi 4.0.5.

1) Validitas

Pengujian validitas dimaksudkan untuk melihat tingkat keandalan atau ketepatan suatu alat ukur. Suatu instrumen dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiono dalam Akdon, 2008: 143). Pengujian validitas dengan analisis faktor, yaitu mengkorelasikan antara butir soal dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment.

Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. dapat diperoleh secara langsung koefisien korelasi setiap butir soal. Koefisien korelasi


(29)

48

yang didapat (rXY), maka langkah berikutnya adalah mengkonsultasikanya

dengan nilai r product moment table pada interval kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan n – 2. Setiap butir soal dikatakan valid jika rXY

lebih besar daripada rtabel (Muhidin dan Abdurahman, 2007: 35-36). Hasil analisis validitas tes representasi dan pemecahan masalah matematika disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Analisis Validitas Tes Representatif dan Pemecahan Masalah Matematika

Nomor Soal rXY rtabel Keterangan

1 0,457 0,361 Valid

2 0,540 0,361 Valid

3 0,585 0,361 Valid

4 0,696 0,361 Valid

5 0,608 0,361 Valid

6 0,673 0,361 Valid

7 0,598 0,361 Valid

8 0,603 0,361 Valid

9 0,570 0,361 Valid

10 0,715 0,361 Valid

Dari Tabel 3.3 dapat disimpulkan bahwa meskipun koefisien korelasi yang (rXY) berbeda tetapi tetap lebih besar jika dibandingkan

dengan nilai rtabel. Dengan demikian semua soal tes representasi dan pemecahan masalah matematika adalah valid.

2) Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur ketetapan instrumen atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi tersebut. Suatu instrumen tes dikatakan baik jika reliabilitasnya tinggi. Untuk mengetahui apakah


(30)

49

suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas tinggi, sedang, rendah dapat dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya.

Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,74 yang berarti bahwa tes representasi dan pemecahan masalah matematika memiliki reliabilitas yang tinggi.

3) Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda dimaksudkan untuk melihat sejauh mana suatu alat tes dapat membedakan antara siswa yang berada pada kelompok atas dan siswa yang berada pada kelompok bawah.

Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. diperoleh persentase daya pembeda untuk setiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Analisis Daya Pembeda Tes Representatif dan Pemecahan Masalah Matematika

Nomor Soal

Daya Pembeda (%)

Interpretasi Daya Pembeda

1 46,88 Baik

2 37,50 Baik

3 31,25 Baik

4 34,38 Baik

5 25,00 Agak baik

6 25,00 Agak baik

7 25,00 Agak baik

8 31,25 Baik

9 25,00 Agak baik


(31)

50

Dari Tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh soal yang terdapat pada tes representasi dan pemecahan masalah matematika, enam di antaranya mempunyai daya pembeda baik dan yang lainnya mempunyai daya pembeda agak baik.

Pada butir soal yang memiliki daya pembeda yang agak baik, peneliti tidak merevisi soal tersebut. Alasan tidak merevisi soal karena instrumen soal tersebut jika diberikan pada siswa kelas V, kemungkinan akan terlihat perbedaannya yang cukup baik. Hal ini dikarenakan peneliti melakukan kembali uji coba soal tersebut pada beberapa siswa kelas V yang termasuk kelompok atas dan kelompok bawah. Dari uji coba tersebut dapat terlihat daya pembeda yang baik, yaitu rata-rata 31,87.

4) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal diperoleh dari persentase siswa dalam menjawab butir soal dengan benar. Jika persentase yang didapat kecil maka butir soal tersebut sukar, dan jika persentase yang didapat besar maka butir soal tersebut mudah.

Dengan bantuan ANATES Versi 4.0.5. diperoleh persentase tingkat kesukaran untuk tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika yang disajikan pada tabel 3.5.


(32)

51 Tabel 3.5

Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika

Nomor Soal

Tingkat Kesukaran (%)

Interpretasi Tingkat Kesukaran

1 51,56 Sedang

2 43,75 Sedang

3 40,63 Sedang

4 45,31 Sedang

5 62,50 Sedang

6 50,00 Sedang

7 46,88 Sedang

8 53,13 Sedang

9 46,88 Sedang

10 43,75 Sedang

Dari Tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki presentase yang berbeda pada setiap butir soalnya tetapi memiliki interpretasi yang sama, yaitu kategori soal sedang.

Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran maka tes representasi dan pemecahan masalah matematika yang diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini. Hasil analisis uji instrumen yang diperoleh dari program ANATES Versi 4.0.5. secara lengkap disajikan pada lampiran 3.3.

2. Angket Sikap Siswa

Sikap adalah salah satu komponen afektif yang merupakan kecenderungan seseorang untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, pribadi seseorang atau kelompok individu.


(33)

52

dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran kontektual yang digunakan untuk mengungkap kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika. Angket sikap siswa memuat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan sikap dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika.

Dalam angket sikap siswa terdapat 25 butir pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan memiliki empat pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kisi-kisi dan angket sikap siswa secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.4 dan Lampiran 3.5.

Angket sikap siswa diberikan kepada kelas eksperimen setelah pelaksanaan postes. Dari setiap pilihan jawaban siswa, dilakukan penskoran yang mengacu pada skala Likert. Selanjutnya dihitung rerata skor sikap yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan rerata skor netral.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil tes representasi dan pemecahan masalah matematika, serta hasil angket sikap siswa. Sedangkan data kualitatif berupa pengamatan yang dilakukan selama pembelajaran.

E. Teknik Pengolahan Data Hasil Tes

Data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dioleh dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:


(34)

53 g =

1. Memberi skor sesuai dengan pedoman penskoran.

2. Menghitung peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan rumus:

Keterangan: Spost adalah skor postes Spre adalah skor pretes Smaks adalah skor maksimum

3. Menghitung rerata skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi. 4. Menghitung simpangan baku.

5. Menghitung uji normalitas untuk mengetahui distribusi data

6. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui untuk mengetahui tingkat kehomogenan data atau untuk mengetahui apakah variasi data sama atau tidak.

7. Menguji perbedaan rerata dengan menggunakan ANOVA dua jalur.

F. Kegiatan Pembelajaran

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok pembelajaran. Kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran kontekstual dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran biasa. Namun demikian, materi pembelajaran pada kedua kelompok tersebut tetap mengacu pada silabus yang disepakati bersama antara peneliti dengan guru yang mengajar pada kedua kelompok tersebut.

Kegiatan pembelajaran di kedua SD tersebut ada perbedaan pada tenaga pengajarnya. Di SDN Pajajaran, guru yang melakukan kegiatan pembelajaran di

Spost – Spre Smaks Spre


(35)

54

kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan guru honorer. Sedangkan di SDN Sukaluyu 1, guru yang melakukan kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan guru PNS.

Kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol dilakukan seperti biasanya, yaitu guru mengawali pembelajaran dengan membahas soal-soal PR atau soal sebelumnya yang dianggap belum dikuasai oleh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan konsep yang baru secara informatif disertai contoh soal dan diakhiri dengan memberikan soal latihan. Pada kelas kontrol tidak ada perlakuan khusus dari peneliti.

Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdapat pada Lampiran 3.6

G. Bahan Ajar

Untuk menunjang pembelajaran dalam penelitian ini, digunakan bahan ajar yang sesuai dengan standar isi yang berlaku. Bahan ajar didesain agar kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bahan ajar dalam penelitian ini berupa lembar aktivitas siswa secara kelompok dan individual.

Lembar aktivitas siswa berisikan tentang konsep matematika yang terdapat pada materi bangun ruang, yaitu sifat-sifat kubus, sifat-sifat balok, jaring kubus, jaring-jaring balok, luas permukaan kubus. Luas permukaan balok, volume (isi) kubus, dan volume (isi) balok. Konsep matematika tersebut sebagian sudah di dapat siswa pada kelas IV, yaitu sifat-sifat kubus, sifat-sifat balok, jaring-jaring kubus, dan jaring-jaring balok. Hanya saja pada jaring-jaring kubus dan jaring-jaring balok tidak tereksplor dengan baik,


(36)

55

sehingga bentuk jaring-jaring yang siswa ketahui hanya beberapa saja.

Bahan ajar ini diberikan kepada kelompok eksperimen dalam bentuk kegiatan kelompok pada setiap pertemuannya. Selesai pembahasan kelompok pada setiap pertemuannya dilanjutkan dengan menyelesaikan lembar aktivitas siswa secara individual. Jumlah pertemuan pada penelitian ini sebanyak enam kali yang disesuaikan dengan jdwal mata pelajaran matematika pada kelas yang bersangkutan. Secara lengkap, bahan ajar dapat dilihat pada Lampiran 3.7.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Melakukan observasi/studi pendahuluan melalui diskusi dengan rekan guru sekolah dasar untuk memperoleh informasi mengenai proses pembelajaran, hasil belajar siswa, serta permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran.

2. Menyusun proposal penelitian.

3. Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. 4. Melakukan uji coba instrmen.

5. Menentukan subjek penelitian.

6. Memperkenalkan pembelajaran kontekstual, berdiskusi, memberikan pelatihan dan simulasi kepada guru yang mengajar di kelas eksperimen.

7. Memberikan pretes kepada kedua kelompok penelitian, kemudian menentukan rerata dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui kesamaan kemampuan kedua kelompok terhadap konsep matemtika.

8. Mengusahakan agar kondisi kedua kelompok tersebut tetap sama, kecuali pada pemberian perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen adalah pembelajaran kontekstual, sedangkan pada kelompok kontrol adalah pembelajaran


(37)

56 matematika biasa.

9. Memberikan postes kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika setelah mendapat perlakuan yang berbeda.

10. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika biasa.

11. Melakukan analisis data angket dan hasil pengamatan. 12. Menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.


(38)

57

Secara skematis prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Skema Prosedur Penelitian Studi Pendahuluan

Penyusunan rancangan pembelajaran kontekstual

Penyusunan rancangan pembelajaran biasa

Penyusunan, uji coba, revisi, dan pengesahan instrumen

Penentuan subjek

Pretes

Pelaksanaan pembelajaran kontekstual

Pelaksanaan pembelajaran biasa

Postes

Analisis Data


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Kemampuan representasi matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan peningkatan kemampuan representasi matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual.

4. Terdapat hubungan antara peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan peningkatan kemampuan representasi matematika pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(40)

93

5. Pembelajaran kontekstual ternyata dapat mengubah sikap siswa terhadap matematika. Siswa menjadi lebih bisa menikmati dan berusaha untuk menyelesaikan tugas sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Bahkan ada sebagian siswa yang berusaha membantu temannya untuk dapat menyelesaikan masalah yang diberikan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari penelitian ini, dapat dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran kontekstual lebih baik dalam meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika dibandingkan pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan pembelajaran kontekstual merupakan s t rat egi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menggunakan pemahaman dan kemampuan akademik mereka dalam berbagai macam konteks, baik di dalam kelas maupun di luar kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata atau yang disimulasikan, secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Sedangkan aktivitas guru dalam pembelajaran ini adalah membantu siswa untuk mengaitkan peran dan tanggung jawab mereka sebagai diri sendiri maupun anggota masyarakat (Howey: 2001). Aspek yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual ini adalah ke tujuh komponen utama pembelajarannya, yaitu kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Selain itu, ada aspek yang


(41)

94

perlu dihindari dalam pembelajaran kontekstual ini, yaitu rencana pembelajaran yang tidak sesuai dengan kewajaran mental sosial siswa, menganggap bahwa siswa memiliki intelegensi yang sama, serta tidak menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.

2. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memusatkan seluruh kegiatannya pada siswa, dalam artian bahwa siswa harus terlibat secara langsung dalam pembelajaran tersebut. Sehingga disarankan peran guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah sebagai fasilitator yang dapat memfasilitas kebutuhan siswa. Peran guru sebagai fasilitator di antaranya adalah membimbing dan merasa yakin bahwa siswa sudah memahami masalah yang dihadapi, membantu siswa untuk mengumpulkan materi guna menolong dan men yusun rencana pen yelesaian, mengarahkan siswa untuk dapat mengidentifikasi seluruh syarat yang diketahui untuk membangun informasi yang dapat menyelesaikan masalah, berusaha untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif sehingga dapat merefleksikan hasil belajarnya.

3. Penelitian ini hanya mengungkapkan sebagian kecil saja dari manfaat penggunaan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa di kelas V SD. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk ditelaah lagi lebih jauh mengenai peranan pembelajaran kontekstual terhadap peningkatan kompetensi lainnya.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press.

Aiken, L.R. (1974). "Two Scales of Attitude Toward Mathematics". Journal for Research in Mathematics Education. 67 – 71.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.

Bern, Robert, Stefano, Johanna De. (2001). Best Practices in Contextual Teaching and Learning (A Reseach Monograph). Office of Vocational and Adult Education.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). Jakarta.

Carpenter, T.P., (1985). Learning to add subtract: An Exercise in Problem Solving. In E. A. Silver (Ed) Teaching and Learning Mathematical Problem Solving: Multiple Reseach Prespectives (17-40). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Chi, M.T.H. & Glaser, R. (1998). Categorizatio and Represetation of Physics Problems by Experts and Novices. Cognitive Science. (5), 121-152.

David, R. Wetzel. (2008). Math and Problem Solving Skill. Case Studies Provide

Students Opportunities to Practice Math.

File://G:/PEmECAHaN%20MasALAH/Math%20and%20Problem%20SoI ving%20Skill.htm.

Davis, J. Edward & McKillip William D. (1980). Improving Story-Problem Solving in Elementary School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Dinas Pendidikan. (2008). Rekapitulasi Hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandar

Nasional (UASBN) Kota Bandung Berdasarkan 3 Mata Pelajaran Tahun Pelajaran 2007-2008. Bandung: Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Bandung: Tidak Dipublikasikan

Djamarah, S.B. dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fitriati. (2000). Proses Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Pemecahan Masalah menurut Polya. (Skripsi) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.


(43)

96

Hamzah. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hiebert, J. & Carpenter, T.P. (1992). Learning and Teaching with Understanding. In D.A. Grouws (Ed). Handbook of Reseach on Mathematics Teaching and Learning. NCTM. New York: Macmilan Publishing Company.

Howey. (2001). Contextual Teaching and Learning: An Overview of the Project. In Sears, S.J. & Hers, S.B. et al. Contextual Teaching and Learning to Enhanche Students Success in the Workplace and Beyond. Colombos, Ohio: ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.

Hudiono, B. (2005). Peron Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Tematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hudoyo. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Hudoyo dan Sutawijaya. (1998). Pendidikan Matematika L Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Jacobs, H.R. (1982). Mathematics, A Human Endeavor (2nd Ed). San Fransisco: W.H. Freeman and Company.

Jaenudin. (2008). Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematika Beragam Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kilpatrick, J. (1978). Variabels and Methodologies in Reseach on Problem Solving. In L.L. Hatfield & D.A. Bradbard (Eds.) Mathematical Problem Solving: Paper from a reseach workshop. Colombos, Ohio: ERIC/SMEAC.

Klurik, S. & Reys, R.E. (1980). Problem Solving School Mathematics. Virginia. NCTM.

Lesh, R., Post, T., & Behr, M. (1987). Representations and Translations Among Representations in Mathematics Learning and Problem Solving. In C. Janvier (Ed). Problem of Representation in the Teaching and Learning of Mathematics. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.


(44)

97

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [online]. Available: http://www.matedu.cinvestay.mx/Adalira.pdf.

Mulligan, J. (1992). Children's Solution to Multiplication and Division Word Problems. A Longitudinal Study. Mathematics Education Research Journal. (4), 24-41.

Mulyati, S. (2009). Pengaruh Pendekatan Kontekstual dalam Proses Belajar Mengajar Matematika terhadap Sikap, Motivasi, dan Hasil Belajar Siswa

SMP. Disertasi. Malang:

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/artcle/view/985

National Council of Teachers of Mathematics.(1991). Profesional Standards for Teaching Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (1998). Curriculum and Evaluation Standard. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Prabawanto, S. (2003). “Pendekatan Kontekstual, Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematik Siswa”. Makalah pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Polya, G. (1975). How To Solve It (2 Ed). Princeton: Priceton University Press. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, H.E.T. (2001). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.


(45)

98

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematics Educations. Makalah: Disajikan pada Seminar Sehari tentang Realistic Mathematics Educations UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Saputri, A.D. (2005). Penerapan Pembelajaran Matematika Kontekstual pada Materi Teorema Phytagorasuntuk Meningkatkan Hasil Belajar dan

Aktivitas Siswa. Skripsi. UNS. Semarang:

http://www.pustakaskripsi.com/penerapan-pembelajaran-matematika-kontekstual-pada- materi-teorema-phytagoras-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-dan-aktivitas-siswa-2527.html

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2007). Buku Materi Pokok Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: SPs UPI.

Schoenfield, A.H. (1980). Heuristik in the Classroom, dalam Krulik, S. dan Reys, Robert E. (Eds.). Problem Solving in School Mathematic. Virginia: NCTM.

Schoenfield, A.H. (1992). Learning to think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense making in Mathematics. In D.A. Grouws (Ed). Handbook of Reseach on Mathematics Teaching and Learning. NCTM. New York: Macmilan Publishing Company.

Sears, S.J. & Hers, S.B. (2001). Contextual Teaching and Learning: An Overview of the Project. In K. R. Howey, et al. Contextual Teaching and Learning to Enhanche Students Success in the Workplace and Beyond. Colombos, Ohio: ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.

Sudjana. (1991). Desain Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

Suherman dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI.

Sukmadinata & As'ari. (2006). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PT. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sukmadinata & Syaodih, N. (2006). Pengembangkan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(46)

99

Sulianto, J. (2011). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan berpikir Kritis pada siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=

article&id=1867%3Apendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa- sekolahdasar&catid=159%3Aartikel-kontributor&Itemid=309

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Suparlan, A. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Studi Eksperimen Pada Siswa Salah Satu SMP di Cirebon). (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Susuri dan Suharto, N. (2007). Belajar SPSS For Windows untuk Mengelola Data Penelitian. Bandung: Dewa Ruchi.

Tchoshanov, M.A. (2001). Representation and Cognition: Internalizing M a t h e m a t i c a l C o n c e p t s . In H . H i t t ( E d ) . Wo r k i n g G r o u p o n Representations and Mathematics Visualization (1998-2001). [online]. Available: http://www.matedu.cinvestay.mx/Adalira.pdf.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Paradigma Eksploratif dan Investigati). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Paradigma

Eksploratif dan Investigatij). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Uyanto, S.S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta, Graha Ilmu.

Vembria, I.T. (2009). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah melalui Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri I Wonokerto Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis, Universitas Negeri Semarang.http://lib.unnes.ac.id/949/

Widyago. (2011). Pengertian Regresi dan Korelasi. [Online]. Tersedia:


(1)

94

perlu dihindari dalam pembelajaran kontekstual ini, yaitu rencana pembelajaran yang tidak sesuai dengan kewajaran mental sosial siswa, menganggap bahwa siswa memiliki intelegensi yang sama, serta tidak menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.

2. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memusatkan seluruh kegiatannya pada siswa, dalam artian bahwa siswa harus terlibat secara langsung dalam pembelajaran tersebut. Sehingga disarankan peran guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah sebagai fasilitator yang dapat memfasilitas kebutuhan siswa. Peran guru sebagai fasilitator di antaranya adalah membimbing dan merasa yakin bahwa siswa sudah memahami masalah yang dihadapi, membantu siswa untuk mengumpulkan materi guna menolong dan men yusun rencana pen yelesaian, mengarahkan siswa untuk dapat mengidentifikasi seluruh syarat yang diketahui untuk membangun informasi yang dapat menyelesaikan masalah, berusaha untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif sehingga dapat merefleksikan hasil belajarnya.

3. Penelitian ini hanya mengungkapkan sebagian kecil saja dari manfaat penggunaan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siswa di kelas V SD. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk ditelaah lagi lebih jauh mengenai peranan pembelajaran kontekstual terhadap peningkatan kompetensi lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press.

Aiken, L.R. (1974). "Two Scales of Attitude Toward Mathematics". Journal for Research in Mathematics Education. 67 – 71.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.

Bern, Robert, Stefano, Johanna De. (2001). Best Practices in Contextual Teaching and Learning (A Reseach Monograph). Office of Vocational and Adult Education.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). Jakarta.

Carpenter, T.P., (1985). Learning to add subtract: An Exercise in Problem Solving. In E. A. Silver (Ed) Teaching and Learning Mathematical Problem Solving: Multiple Reseach Prespectives (17-40). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Chi, M.T.H. & Glaser, R. (1998). Categorizatio and Represetation of Physics Problems by Experts and Novices. Cognitive Science. (5), 121-152.

David, R. Wetzel. (2008). Math and Problem Solving Skill. Case Studies Provide

Students Opportunities to Practice Math.

File://G:/PEmECAHaN%20MasALAH/Math%20and%20Problem%20SoI ving%20Skill.htm.

Davis, J. Edward & McKillip William D. (1980). Improving Story-Problem Solving in Elementary School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Dinas Pendidikan. (2008). Rekapitulasi Hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandar

Nasional (UASBN) Kota Bandung Berdasarkan 3 Mata Pelajaran Tahun Pelajaran 2007-2008. Bandung: Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Bandung: Tidak Dipublikasikan

Djamarah, S.B. dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fitriati. (2000). Proses Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Pemecahan Masalah menurut Polya. (Skripsi) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.


(3)

96

Hamzah. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hiebert, J. & Carpenter, T.P. (1992). Learning and Teaching with Understanding. In D.A. Grouws (Ed). Handbook of Reseach on Mathematics Teaching and Learning. NCTM. New York: Macmilan Publishing Company.

Howey. (2001). Contextual Teaching and Learning: An Overview of the Project. In Sears, S.J. & Hers, S.B. et al. Contextual Teaching and Learning to Enhanche Students Success in the Workplace and Beyond. Colombos, Ohio: ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.

Hudiono, B. (2005). Peron Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Tematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hudoyo. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Hudoyo dan Sutawijaya. (1998). Pendidikan Matematika L Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Jacobs, H.R. (1982). Mathematics, A Human Endeavor (2nd Ed). San Fransisco: W.H. Freeman and Company.

Jaenudin. (2008). Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematika Beragam Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kilpatrick, J. (1978). Variabels and Methodologies in Reseach on Problem Solving. In L.L. Hatfield & D.A. Bradbard (Eds.) Mathematical Problem Solving: Paper from a reseach workshop. Colombos, Ohio: ERIC/SMEAC.

Klurik, S. & Reys, R.E. (1980). Problem Solving School Mathematics. Virginia. NCTM.

Lesh, R., Post, T., & Behr, M. (1987). Representations and Translations Among Representations in Mathematics Learning and Problem Solving. In C. Janvier (Ed). Problem of Representation in the Teaching and Learning of Mathematics. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.


(4)

97

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [online]. Available: http://www.matedu.cinvestay.mx/Adalira.pdf.

Mulligan, J. (1992). Children's Solution to Multiplication and Division Word Problems. A Longitudinal Study. Mathematics Education Research Journal. (4), 24-41.

Mulyati, S. (2009). Pengaruh Pendekatan Kontekstual dalam Proses Belajar Mengajar Matematika terhadap Sikap, Motivasi, dan Hasil Belajar Siswa

SMP. Disertasi. Malang:

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/artcle/view/985

National Council of Teachers of Mathematics.(1991). Profesional Standards for Teaching Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (1998). Curriculum and Evaluation Standard. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Prabawanto, S. (2003). “Pendekatan Kontekstual, Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematik Siswa”. Makalah pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Polya, G. (1975). How To Solve It (2 Ed). Princeton: Priceton University Press. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, H.E.T. (2001). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.


(5)

98

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematics Educations. Makalah: Disajikan pada Seminar Sehari tentang Realistic Mathematics Educations UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Saputri, A.D. (2005). Penerapan Pembelajaran Matematika Kontekstual pada Materi Teorema Phytagorasuntuk Meningkatkan Hasil Belajar dan

Aktivitas Siswa. Skripsi. UNS. Semarang:

http://www.pustakaskripsi.com/penerapan-pembelajaran-matematika-kontekstual-pada- materi-teorema-phytagoras-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-dan-aktivitas-siswa-2527.html

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2007). Buku Materi Pokok Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: SPs UPI.

Schoenfield, A.H. (1980). Heuristik in the Classroom, dalam Krulik, S. dan Reys, Robert E. (Eds.). Problem Solving in School Mathematic. Virginia: NCTM.

Schoenfield, A.H. (1992). Learning to think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense making in Mathematics. In D.A. Grouws (Ed). Handbook of Reseach on Mathematics Teaching and Learning. NCTM. New York: Macmilan Publishing Company.

Sears, S.J. & Hers, S.B. (2001). Contextual Teaching and Learning: An Overview of the Project. In K. R. Howey, et al. Contextual Teaching and Learning to Enhanche Students Success in the Workplace and Beyond. Colombos, Ohio: ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.

Sudjana. (1991). Desain Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

Suherman dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI.

Sukmadinata & As'ari. (2006). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PT. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sukmadinata & Syaodih, N. (2006). Pengembangkan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(6)

99

Sulianto, J. (2011). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan berpikir Kritis pada siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=

article&id=1867%3Apendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa- sekolahdasar&catid=159%3Aartikel-kontributor&Itemid=309

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Suparlan, A. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Studi Eksperimen Pada Siswa Salah Satu SMP di Cirebon). (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Susuri dan Suharto, N. (2007). Belajar SPSS For Windows untuk Mengelola Data Penelitian. Bandung: Dewa Ruchi.

Tchoshanov, M.A. (2001). Representation and Cognition: Internalizing M a t h e m a t i c a l C o n c e p t s . In H . H i t t ( E d ) . Wo r k i n g G r o u p o n Representations and Mathematics Visualization (1998-2001). [online]. Available: http://www.matedu.cinvestay.mx/Adalira.pdf.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Paradigma Eksploratif dan Investigati). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Paradigma

Eksploratif dan Investigatij). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Uyanto, S.S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta, Graha Ilmu.

Vembria, I.T. (2009). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah melalui Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri I Wonokerto Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis, Universitas Negeri Semarang.http://lib.unnes.ac.id/949/

Widyago. (2011). Pengertian Regresi dan Korelasi. [Online]. Tersedia:


Dokumen yang terkait

Pengaruh pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa: studi penelitian eksperimen di SMP PGRI i Cipiutat

1 12 188

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DI MTS MIFTAHUSSALAM MEDAN.

0 2 22

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA.

0 1 14

MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DI KELAS V SDN UMBUL TENGAH 1 KOTA SERANG: Penelitian Eksperimen pada Kelas V SDN Umbul Tengah 1.

0 4 48

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajara

1 3 41

Penerapan Accelerated Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis Siswa SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Sebuah SMP Swasta di Bandung).

6 26 73

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SEKOLAH DASAR.

0 2 58

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN INVESTIGATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kota Tasikmalaya.

13 54 50

PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas IV di SDN Kota Bandung.

0 0 41

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

0 0 16