PEMBELAJARAN TARI NIMANG PADI UNTUK MENINGKATKAN APRESIASI TERHADAP NILAI-NILAI SENI BUDAYA LOKAL DI SMPN 2 PONTIANAK.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DARTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Batasan Istilah ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu 1. Pembelajaran Seni ... 21

2. Penerapan Nilai-Nilai Seni Budaya Tradisi ... 22


(2)

B. Teori yang Digunakan

1. Teori Belajar dan Pembelajaran ... 29

2. Tari Upacara/Ritual ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 37

B. Prosedur/Langkah-Langkah Penelitian ... 39

C. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Propinsi Kalimantan Barat ... 46

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pontianak ... 59

D. Instrumen Penelitian ... 64

E. Teknik Pengumpulan Data ... 65

F. Teknik Analisis Data ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses dan Tahapan {embelajaran Tari Nimang Padi 1. Observasi Awal ... 69

2. Kegiatan Eksplorasi (Pertemuan Pertama) ... 75

3. Kegiatan Apresiasi ... 83


(3)

B. Hasil Pembelajaran Tari Nimang Padi ... 103

1. Kriteria Penilaian Kegiatan Eksplorasi ... 104

2. Kriteria Penilaian Kegiatan Apresiasi ... 107

3. Kriteria Penilaian Kegiatan Kreasi ... 113

C. Pembahasan Angket ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 123

B. Rekomendasi ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Keterangan Halaman

1 Tabel Tahap Perkembanga Kognitif Piaget ... 30 2 Kerucut Pengalaman Belajar ... 32 3 Model Penelitian Tindakan Kelas ... 40 4 Siklus tindakan Penelitian dalam meningkatkan apresiasi pada

pembelajaran Tari Nimang Padi ...

44

5 Bagan tahapan proses pembelajaran Tari Nimang Padi ... 45 6 Peta Propinsi Kalimantan Barat ... 46 7 Tari Tiga Etnis pada Pembukaan Pekan Gawai Dayak 2012

Kabupaten Sambas ... 48 8 Penyajian Tari Nmang Padi pada Upacara Adat Naek Dango

ke-27... 51 9 Ritual penyambutan Gubernur Kalimantan Barat oleh

Masyarakat Dayak Kanayatn pada Upacara Naek Dango ke-27

... 55 10 Persiapan siswa kelas VII SMPN 2 Pontianak pada pertemuan 1

... 77 11 Bagan konsep pembelajaran pertemuan 1 …... 79 12 Kegiatan menganalisis unsur tari (ruang, waktu, dan tenaga)

dari gerak berjalan secara berpasangan oleh siswa ...

81

13 Kegiatan proses ekplorasi gerak sehari-hari oleh siswa secara berkelompok ...

86


(5)

15 Guru memberikan kesimpulan dari pembelajaran yang telah

dilakukan ... 93 16 Siswa mengapresiasi Tari Nimang Padi pada Upacara Adat

Naek Dango melalui media audio visual di ruang kelas ... 95 17 Siswa bersama guru pendamping mengikuti kegiatan pada

Upacara Adat Naek Dango ke – 27 ... 97 18 Bagan konsep pembelajaran pertemuan IV ... 99 19 Siswa berdiskusi secara berkelompok tentang pemahaman hasil

apresiasi yang telah mereka lakukan ... 100 20 Salah satu bentuk hasil kreasi siswa... 102 21 Diagram kegiatan eksplorasi ... 105 22 Diagram evaluasi perkembangan siswa sebelum kegiatan

apresiasi ... 110 23 Diagram evaluasi perkembangan siswa setelah kegiatan

apresiasi ...

111

24 Diagram evaluasi perkembangan siswa kegiatan kreasi ... 115 25 Penyerahan hasil bumi dari perwakilan kecamatan masyarakata

Dayak Kanayatn ... 165 26 Prosesi makan seprah di Istana Amantubillah Mempawah


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelaksanaan pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) yang memuat seni tari, seni musik dan seni rupa mempunyai peranan penting dalam pendidikan di sekolah termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Seperti yang dikatakan dalam Badan Standar Nasional Pendidikan bahwa:

Keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatannya terhadap kebutuhan perkembangan peserta kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresisasi melalui pendekatan “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, “belajar tentang seni”. Peran inilah yang tidak diberikan oleh mata pelajaran lain. (BSNP, 2006).

Begitu juga yang dijelaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tentang proses belajar mengajar pendidikan seni tari di SMP, sebagai berikut.

Selain membina rasa estetis dan etika siswa, dalam kegiatan pendidikan seni tari juga memberi kesempatan kepada siswa untuk berinisiatif dalam mengembangkan daya cipta, sehingga menjadi kreatif dan mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka”. (Depdiknas, 2008).

Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan seni di Sekolah Menengah Pertama yang tertuang dalam KTSP yaitu “untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi agar lebih memahami budaya sebagai tujuan dari kurikulum”.

Guru, siswa, dan bahan ajar yang disertai dengan kurikulum merupakan bagian dari proses kegiatan belajar mengajar. Khususnya guru sebagai tenaga pendidik yang memiliki peran dan fungsi penting dalam pembentukan karakter


(7)

siswa. Setiap tingkah laku dan perbuatan guru tidak menutup kemungkinan akan ditiru oleh siswanya. Dengan kata lain faktor-faktor baik secara internal maupun eksternal dari seorang guru haruslah diperhatikan dan dijaga agar tidak muncul sisi negatif yang berlebihan.

Sesuai dengan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menjadi acuan dan motivator untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Undang-Undang tersebut menjelaskan adanya empat kompetensi yang haru dimiliki oleh guru dan dosen.

Narawati (2012: 3) menjelaskan keempat kompetensi tersebut, diantaranya sebagai berikut.

1) kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru dalam penguasaan kelas;

2) kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik;

3) sosial, yaitu kemapuan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi;

4) profesional, yaitu kemampuan dalam penguasaan pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni budaya yang diampunya.

Begitu halnya dalam menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan oleh guru, faktor motivasi dalam pengembangan diri menjadi salah satu hal yang sangat penting. Pengembangan diri tidak hanya pada bentuk bukti fisik semata seperti jenjang pendidikan, yaitu banyaknya sertifikat profesi pendidikan (sebagai tanda bukti pendidik profesional), tetapi


(8)

mesti juga diarahkan pada bentuk bukti nonfisik yang meliputi cara pandang, paradigma berfikir, sikap, kebiasaan, profesionalisme, maupun prilaku dalam mengajar. Dampak yang diakibatkan dalam kurangnya pengembangan diri tersebut salah satunya yaitu kurangnya inovasi pada bahan ajar yang disediakan, sehingga muncul kebosanan dan kejenuhan siswa dalam proses pembelajaran.

Prastowo (2011: 19) mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif (menciptakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan)” sebagai berikut.

Mutu pembelajaran menjadi rendah ketika pendidik hanya terpaku pada bahan-bahan ajar yang konvensional tanpa ada kreativitas untuk mengembangkan bahan ajar tersebut secara inovatif. Untuk itu para pendidik dituntut mampu mengembangkan kreativitas mereka dalam merencanakan, menyiapkan, dan membuat bahan ajar yang inovatif, variatif, menarik, kontekstual, dan sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa serta perkembangan teknologi zaman.

Bahan ajar merupakan unsur yang amat penting dalam suatu pembelajaran. Tanpa kehadiran bahan ajar, sepertinya sulit untuk tercapainya tujuan pembelajaran serta penguasaan kompetensi dasar oleh siswa. Pembuatan dan pengaplikasian bahan ajar tersebut biasanya disertai dengan media yang digunakan dalam pembelajaran dan tentunya telah disesuasikan dengan bahan ajaranya.

Hasil penelitian terdahulu membahas tentang simbol makna gerak Tari Nimang Padi serta fungsinya (Fretisari, 2009). Tari Nimang Padi termasuk tarian ritual yang wajib dilaksanakan dalam Upacara Naek Dango karena tari ini merupakan inti dari kegiatan tersebut. Secara garis besar dari tarian ini


(9)

mengandung maksud yang begitu dalam bagi masyarakat Dayak Kanayatn berdasarkan filisofi masyarakatnya. Tarian ini merupakan simbolisasi dari pengungkapan rasa syukur kepada Jubata atas hasil panen yang telah mereka peroleh.

Dalam Tari Nimang Padi, gerak tari sangat berkaitan dengan syair dan musik pengiringnya. Ketiga unsur yang saling ketergantungan tersebut, merupakan hal yang wajib ada saat pelaksanaan Tari Nimang Padi. Makna syair tersebut dilukiskan/digambarkan dengan gerak-gerak penari dalam struktur pertunjukan Tari Nimang Padi. Dengan kata lain bisa juga disebutkan bahwa syair tersebut sebagai narasi untuk Tari Nimang Padi.

Tari Nimang Padi pada Upacara Adat Naek Dango terdiri dari tiga bagian, diantaranya bagian pertama (Nimang Padi), bagian kedua (Ka’ Dango), dan bagian ketiga (Ka’Bawang). Adapun hasil dari analisis bagian-bagian tersebut sebagai berikut.

1) Nimang Padi

Pada bagian ini merupakan bagian pembuka dari Tari Nimang Padi dimana penari masuk ke area tempat pertunjukan yaitu teras depan dari rumah betang dengan membentuk lingkaran mengelilingi plantar (sesaji). Jika dilihat dari gerak tarinya tergambar bentuk pemujaan sekaligus meminta izin utunk memulai acara ritual tersebut serta meminta berkah. Hal ini sebagai ungkapan rasa hormat kepada Jubata (Tuhan yang mengatur segalanya menurut kepercayaan masyarakat Dayak Kanayatn). Sikap saling menghormati, menghargai serta


(10)

berkerjasama tercermin dalam gerak membawa dan menimang padi secara bersama-sama mengeliligi plantar yang terdapat di tengah para penari tersebut.

2) Ka’ Dango

Ka’ Dango merupakan bagian dari tari Nimang Padi. Pada saat ini para penari berpindah membawa padi untuk menuju rumah dango yang berada tidak jauh dari rumah adat tempat plantar berada. Disinilah klimaksnya dari tarian Nimang Padi. Dilihat dari tempo yang di mainkan oleh suara alat-alat musik dan gerakan yang dibawakannya membuat para penikmat (peserta dan penonton yang menyaksikan) ikut terbawa susana yang semangat pula. Selain itu dalam ka’ dango inilah dilakukannya penyimpanan padi/tangkeatn yang telah disiapkan di antara plantar ke dango (rumah penyimpanan padi/rumah dango) yang mana merupakan inti/titik fokus dari pelaksanaan Upacara Naek Dango.

3) Ka’ Bawang

Ka’ bawang juga merupakan bagian dari Tari Nimang Padi yaitu bagian penutup dari nimang padi. Ka’ Bawang dilakukan setelah padi/tangkeatn telah disimpan/dibawa ke rumah dango.

Kajian tersebut juga diperkaya oleh hasil penelitian lain oleh Ajisman berserta tim pada tahun 1999 mengenai tata upacara, organisasi, fungsi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Naek Dango masa lalu dan masa kini serta faktor-faktor penyebab dan proses perubahan upacara tersebut.


(11)

Dalam hal ini peneliti saat ini menindaklanjuti dari hasil penelitian terdahulu yaitu membuat suatu konsepsi pembelajaran berupa bahan ajar dengan materi Tari Nimang Padi dalam Upacara Adat Naek Dango. Ini dilakukan sebagai upaya untuk menanamkan rasa kecintaan terhadap budaya lokal terkait dengan transmisi nilai budaya lokal, sehingga anak menjadi lebih aktif dan kreatif serta berkarakter. Sesuai dengan UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 menerangkan, bahan kajian seni budaya yang dimaksud untuk membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya, sedangkan bahan kajian keterampilan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki keterampilan.

Masunah (2011: 1) menyebutkan sebagai berikut.

Peran pendidikan seni antara lain untuk menumbuhkan kepekaan terhadap nilai-nilai estetis, etis, dan logis, mengaktualisasi dan ekspresi diri individu, apresiasi keberagaman seni budaya, menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas budaya bangsa, dan membantu pelestarian kesenian itu sendiri.

Peneliti merasa bahwa pembelajaran Tari Nimang Padi pada Upacara Naek Dango bisa dijadikan sebuah treatment dalam proses penanaman nilai budaya khususnya pada pembelajaran seni budaya. Diharapkan treaetment dalam pembelajaran Tari Nimang Padi ini dapat mengurangi fenomena alienansi budaya (keterasingan budaya) yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Pontianak. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Salah satunya yaitu pada perkembangan seni budaya tradisi yang terdapat di daerah tersebut. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki


(12)

masyarakarat yang mampu melestarikan dan membudayakan seni tradisinya. Berbagai tantangan dan ancaman kepunahan terhadap seni tradisi, baik secara internal, maupun eksternal selalu membayangi seni budaya tradisi tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh Sudarsono dalam Narawati (2012: 2) sebagai berikut.

Secara internal seni tradisi tidak dapat berkembang karena berbagai hal yaitu: (1) tidak disukai lagi oleh masyarakatnya; (2) tidak mampu bersaing dengan seni lain; (3) tidak memiliki lagi konteks kehidupan masyarakatnya; dan (4) secara budaya tidak terwariskan. Secara eksternal kehidupan seni dapat dipengaruhi pula oleh kehidupan politik, sosial, agama, ekonomi, dan teknologi. Dari kenyataan tersebut dapat disebutkan bahwa, seni memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang sangat erat dengan seluruh aspek kehidupan manusia dalam suatu masyarakat.

Dari ungkapan tersebut, Narawati (2012) menjelaskan pula bahwa fenomena yang terjadi saat ini ternyata tidak semua masyarakat setempat serta para keturunan seniman yang mewarisi keterampilan apalagi sampai memahami serta mendalami nilai seni budaya tradisi tersebut. Kenyataannya, banyak anak-anak usia sekolah yang tidak lagi mengenal atau mengetahui budaya lokal yang ada di daerahnya. Mereka lebih mengenal budaya-budaya asing yang semakin berkembang dengan mode dan trend-nya. Mulai dari fashion dan penampilan, gaya bicara, bahkan sampai merambat pada pola pikir dan tingkah laku.

Sebenarnya hal ini tidak selamanya berdampak buruk bagi perkembangan pola pikir mereka selama masih terarah dan tidak melupakan status serta identitas mereka sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya. Tetapi jika ini dibiarkan tanpa terarah, bukan dampak positif yang kita dapatkan dari para gerasi muda penerus bangsa, tetapi kehilangan jati diri budayanya sendiri


(13)

akan menjamuri sosok anak-anak tersebut. Akibatnya mereka lebih mencintai budaya daripada budayanya sendiri.

Lain halnya yang dirasakan oleh generasi sebelum mereka yaitu para sesepuh dan orang tua yang pernah merasakan sekaligus ikut terlibat dalam segala kegiatan seni budaya tradisi yang mengandung banyak unsur-unsur nilai yang bermakna. Dampak dari fenomena yang dialami oleh generasi muda, membuat mereka mengalami fenomena alenansi budaya pula. Semakin menipisnya seni budaya tradisi yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat muda, mengakibatkan mereka merasa kehilangan penerus bangsa yang cinta terhadap budayanya sendiri. Kerinduan yang mendalam akan pembelajaran kebermaknaan nilai-nilai positif yang terdapat dalam seni budaya tradisi juga dirasakan. Jika hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan identitas bangsa Indonesia akan hilang dan tergantikan oleh budaya asing. Selayaknya antara budaya lokal dan asing berjalan seimbang. Budaya lokal yang menjadi pondasi pembentukan diri melalui nilai-nilai budaya dan moral yang ada di dalamnya, sedangkan budaya asing sebagai alat untuk menjalin komunikasi dan kerjasama dengan masyarakatnya pula.

Tari Nimang Padi merupakan salah satu gambaran filosofi masyarakat Dayak Kanayatn yang mengandung unsur nilai-nilai budaya. Nilai-nilai tersebut mengandung makna yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia, serta dapat juga sebagai dasar dalam pembentukan karakter diri manusia itu sendiri. Selain nilai-nilai budaya, dari upacara tersebut juga terdapat rangkaian kegiatan yang dapat digunakan sebagai salah satu cara


(14)

untuk pembudayaan atau yang bisaya disebut dengan enkulturasi (pembiasaan, meningkatkan afeksi) nilai.

Hal ini sesuai dengan tulisan Narawati (2012) menjelaskan tentang manfaat seni dalam kehidupan diantaranya berdasarkan hasil penelitian Conant yang menyatakan bahwa:

pengalaman seni memiliki ketahanan serta motivasi kerja yang sangat baik bagi para seniman maupun apresiator. Seni juga dapat mengasah nilai moral, kepekaan terhadap penderitaan orang lain, dan mempertajam kecerdasan sosial. Bagi para pendidik, nilai-nilai semacam inilah yang seharusnya didahulukan daripada tujuan yang bersifat materi.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memilih Tari Nimang Padi untuk dijadikan materi dalam penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dirasakan sudah cukup untuk mewakili seni tradisi setempat yang lainnya. Selain itu juga dapat bermanfaat sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mempertebal rasa kepedulian terhadap budaya oleh siswa seperti mereka dapat mengetahui lebih tentang budaya tersebut, memahaminya, serta mebiasakan untuk hidup berbudaya. Ini dapat dijadikan sutu filter yang mengakar dalam diri siswa terhadap budayanya sendiri. Untuk itu Tari Nimang Padi dalam Upacara Adat Naek Dango berpotensi untuk dijadikan bahan ajar di sekolah khususnya pada materi tari daerah setempat.

Adapun alasan lain dari penerapan pembelajaran Tari Nimang Padi di kelas, antara lain: (1) dapat mengoptimalkan pencapaian tujuan pembelajaran; (2) dapat dijadikan alternatif pembelajaran seni budaya dan keterampilan (SBK) di sekolah; (3) dengan segala perangkat yang terdapat di dalam


(15)

pembelajaran Tari Nimang Padi ini dapat menumbuhkan minat, keaktifan serta hasil belajar siswa; (4) melalui pembelajaran Tari Nimang Padi, siswa dapat memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kesenian tersebut serta dapat melestarikan seni budaya lokal Propinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan materi tersebut peneliti menggunakan konsep etnopedagogi sebagai pegangan dalam melakukan penelitian ini. Menurut Alwasilah (2009: 50) dikatakan bahwa:

Etnopedagogi memandang pengetahuan atau kearifan lokal (local knowladge, local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang diberdayakan demi kesejahteraan masyarakat. Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal merupakan koleksi fakta, konsep, kepercayaan, dan persepsi masyarakat sekitar. Etnopedagogi merupakan praktek pendidikan berbasis kearifan lokal dalam berbagai ranah.

Fenomena pendidikan di Pontianak dalam hal pemilihan dan pengolahan bahan ajar oleh guru di kelas terlihat belum efektif karena masih bersifat teks atau konteks saja, ataupun teori atau praktek saja. Hal ini mengakibatkan aplikasi pemahaman siswa menjadi tidak komplit atau sempurna. Begitu pula yang terjadi pada proses pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) di SMP khususnya di SMP Negeri 2 Pontianak masih berpusat pada guru (teacher centered) yang mana materi hanya bersumber dan diolah oleh gurunya saja, sedangkan siswa hanya menerima materi yang disampaikan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kreativitas siswa dalam mengekspresikan dan mengaplikasikan materi yang telah mereka dapatkan. Keterbatasan mamanfaatkan serta menterjemahkan bahan ajar ke dalam bentuk pembelajaran apresiasi dan kreasi mengakibatkan terbatasnya pula perkembangan potensi siswa sebagai peserta didik.


(16)

Idealnya materi pembelajaran intrakurikuler dapat mewadahi kompetensi seluruh siswa di kelas baik dari segi kognitif, afektif, serta psikomotornya sesuai dengan capaian SK dan KD pada Kurikulum. Masunah (2003: 245) menegaskan bahwa pembelajaran seni tari di sekolah bertujuan untuk membantu “menumbuhkan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa”. Sebaiknya pengembangan tersebut diharapkan dapat dilakukan secara seimbang pada ketiga ranah baik meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor dalam peningkatan kreativitas dan sensitivitas pembelajaran seni. Dalam hal ini antara proses pembelajaran untuk kreasi dan apresiasi semestinya juga dilakukan secara seimbang dan maksimal.

Narawati (2012: 5) mengutip pendapat Chapman sebagai berikut. Dua buah model pengalaman belajar yaitu apresiasi dan kreasi merupakan keseimbangan yang penting dan dibutuhkan, serta menjadi tujuan dasar pendidikan seni dalam rangka pemenuhan diri, pemahaman, dan kepedulian terhadap warisan artistik serta studi aspek sosial untuk memahami peran seni di masyarakat.

Untuk itu peneliti mencoba menerapkan pembelajaran Tari Nimang Padi sebagai pemenuhan materi tari daerah setempat khususnya bagi siswa kelas VII. Tujuan pembelajaran ini tidak hanya mencapai sebatas pengetahuan dari siswa, tetapi juga diharapkan bagi siswa dapat memahami lebih jauh tentang seni budaya tradisi tersebut melalui kegiatan eksplorasi dan apresiasi. Bukan hanya itu, diharapkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman mereka melalui kegiatan kreasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan pada siswa dalam mengekspresikan serta memahami materi yang telah diberikan.


(17)

Sasarannya bukan hanya pada perkembangan psikomotornya saja tetapi juga pada aspek afektif dan kognitif siswa dalam kegiatan kreasi dan apresiasi tersebut. Penelitian ini memberi kesempatan pada siswa untuk berapresiasi baik dalam kelas melalui media audio visual maupun apresiasi langsung dalam Upacara Naek Dango. Dalam mengapresiasi tersebut siswa diminta menginterpretasikan Tari Nimang Padi berdasarkan pemahaman mereka secara lisan, tulisan, maupun melalui gerak. Proses kreasi merupakan implementasi dari pemahaman mereka terhadap seni budaya lokal khususnya Tari Nimang Padi sebagai media untuk membangun karakter diri siswa.

Penelitian ini menggunakan sebuah produk bahan ajar dilengkapi dengan media berupa video. Media dalam bahan ajar ini berfungsi sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran pada aplikasi pembelajaran Tari Nimang Padi. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka dilakukanlah penelitian yang diberi judul “Pembelajaran Tari Nimang Padi untuk Meningkatkan Apresiasi Terhadap Nilai-Nilai Seni Budaya Lokal di SMPN 2 Pontianak”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa permasalahan pelaksanaan pembelajaran seni budaya dalam rangka mewujudkan kearifan budaya lokal melalui bahan ajar ini dapat diuraikan melalui beberapa pertanyaan penelitian sebagaimana tercantum di bawah ini:


(18)

1. Bagaimana tahapan pembelajaran Tari Nimang Padi di SMP Negeri 2 Pontianak dalam meningkatkan apresiasi siswa terhadap seni budaya lokal?

2. Bagaimana hasil pembelajaran Tari Nimang Padi di SMP Negeri 2 Pontianak dalam meningkatkan apresiasi siswa terhadap seni budaya lokal?

C. TUJUAN PENELITIAN

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa dalam berapresaisi dan berkreasi, serta menerapkan pemahaman nilai-nilai tradisi budaya lokal. Maka dari itu peneliti merumuskan tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian tersebut yaitu:

1. Menggambarkan tahapan pembelajaran Tari Nimang Padi di SMP Negeri 2 Pontianak dalam meningkatkan apresiasi siswa terhadap seni budaya lokal.

2. Menjelaskan peningkatan apresiasi siswa terhadap seni budaya lokal sebagai hasil pembelajaran Tari Nimang Padi di SMP Negeri 2 Pontianak.


(19)

D. BATASAN ISTILAH

1. Pembelajaran Tari Nimang Padi

Menurut Sanaky (2009: 3) bahwa “pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar.” Dengan kata lain ketiga bagian tersebut ada keterkaitan satu sama lain agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keaktifan bukan hanya tuntutan bagi guru selaku sumber ajar, tetapi dalam prosesnya siswa juga dilibatkan agar pembelajaran tidak hanya sebatas satu arah. Selayaknya model-model pembelajaran lebih didasarkan pada interaksi sosial antar pribadi atau interaksi dan transaksi.

Hal tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

(1) siswa dilibatkan secara aktif dalam belajar; (2) dasarkan pada perbedaan individu; (3) kaitkan teori dengan praktik; (4) mengenembangkan komunikasi dan kerjasama dalam belajar; (5) tingkatkan keberanian siswa dalam mengambil resiko dan belajar dari kesalahan; (6) tingkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain; (7) sesuaikan pembelajaran dengan taraf perkembangan kognitif. (Elmubarok, 2008: 57-58).

Konsep pembelajaran tersebut merupakan dasar konsep pembelajaran Tari Nimang Padi ini. Keterlibatan siswa dalam mencari tahu dan memahami materi ajar menjadi satu kewajiban yang harus dipenuhi melalui kegiatan apresiasi dan kreasi. Jadi pada dasarnya guru hanya sebatas menuntun dan mengarahkan siswa agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami materi. Proses pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Tari Nimang Padi dipahami


(20)

oleh siswa berdasarkan pengalaman aktivitas yang mereka dapatkan selama proses pembelajaran.

Pembelajaran Tari Nimang Padi merupakan salah satu tawaran dalam memenuhi tuntutan SK dan KD pada standar isi yaitu pada materi mengekspresikan dan mengapresiasikan karya seni tari khususnya terkait Tari Daerah Setempat.

2. Nilai-Nilai Seni Budaya

Linda, dalam Elmobarok (2008: 7) menjelaskan definisi nilai yang secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving).

Nilai-nilai nurani adalah nilai yang terdapat dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi prilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kekeseuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan dan diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Nilai-nilai tersebut antara lain setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.

Beberapa nilai-nilai tersebut terdapat dalam proses pembelajara Tari Nimang Padi serta tersirat dalam pertunjukan Tari Nimang Padi pada Upacara Adat Naek Dango. Adapun nilai-nilai budaya tersebut diantaranya keberanian, cinta damai, potensi diri, disiplin, tahu batas,


(21)

tanggung jawab, dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diserap dan diterapkan oleh siswa setelah mendapatkan treatment dalam pembelajaran Tari Nimang Padi melalui kegiatan apresiasi dan kreasi.

Secara sederhana Mulyana (2004: 11) mengungkapkan bahwa nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Jika dihubungkan dengan pembelajaran Tari Nimang Padi berdasarkan pengertian nilai tersebut, dalam hal ini anak-anak selaku siswa dilatih untuk berfikir agar dapar dapat menganalisis dari hal yang mereka apresiasi dan kreasikan, serta memilih dan memahami nilai-nilai yang terdapat dalam seni budaya tradisi tersebut. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran akan lebih mempercepat tingkat pemahaman dalam mengungkap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta penerapannya dalam kehidupan.

Seperti yang dirumuskan oleh Kluckhohn, bahwa defini nilai sebagai berikut.

Nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.

Kata budaya munurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yaitu (1) pikiran, akal budi; (2) adat istiadat (3) sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah, maka budaya bisa diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah


(22)

kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi (secara tradisi). Budaya terbentuk dari banyak unsur, seperti sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sebagai masyarakat. Kebudayaan mengandung nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lainnya yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sama halnya dengan kebudayaan menurut Tylor (2011) merupakan keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sebagai masyarakat yang berbudaya selayaknya kita tidak hanya sekedar mengetahui, tetapi maksud dari kebudayaan tersebut seperti kebermanfaatan dan kebermakanaan dari nilai-nilai yang terdapat di dalamnya haruslah dipahami lebih lanjut, dan diwujudkan dalam kehidupan selama nilai-nilai tesebut bersifat positif bagi masyarakatnya.

3. Apresiasi dan Kreasi

Apresiasi menurut bahasa yaitu (1) kesadaran terhadap nilai seni dan budaya; (2) penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, 2008). Dengan demikian berapresiasi yaitu mempunyai apresiasi atau ada apresiasi terhadap sesuatu yang mempunyai nilai positif, sedangkan mengapresiasi yaitu melakukan


(23)

pengamatan, kemudian melakukan penilaian, dan selanjutnya memberikan penghargaan.

Kegiatan apresiasi yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua tahap yaitu apresiasi melalui media di dalam kelas kemudian dilanjutkan dengan apresiasi langsung di lapangan. Tahapan-tahapan ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya sekedar mengetahui dan mengenal budaya tradisi lokal saja, tetapi mereka juga dapat lebih memahami dan mencerna maksud dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya dengan cara mereka terlibat langsung serta ikut serta dalam kegiatan budaya tersebut.

Berbeda halnya dengan kreasi, menurut bahasa merupakan hasil daya cipta; ciptaan buah pikiran atau kecerdasan akal manusia, maka berkreasi yaitu menghasilkan sesuatu sebagai hasil buah pikiran; mencipta (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, 2008). Dalam penelitian ini kreasi yang dimaksud tidak hanya membuat karya tari, namun mencakup ketiga ranah baik yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor dalam peningkatan kreativitas dan sensitivitas pembelajaran seni. Bentuknya bukan hanya bisa dengan eksplorasi dan ekspresi gerak tari saja tetapi dapat juga melalui tulisan serta lisan.

Kegiatan kreasi disini merupakan aplikasi hasil pemahaman mereka dari kegiatan apresiasi yang telah mereka lakukan. Diharapkan tidak hanya sampai pada tahap ini saja, tetapi penanaman nilai-nilai budaya tersebut terus melekat dalam diri siswa serta dapat mereka aplikasikan dalam kehidupan mereka.


(24)

E. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan bidang pendidikan. Namun secara spesifik, penelitian ini lebih memberikan manfaat bagi pihak-pihak tertentu, diantaranya:

1. Peneliti

Penelitian ini memberikan pencerahan atas fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan seni tari. Memberikan motivasi bagi peneliti dalam upaya pemahaman atas pendidikan seni baik dari fenomena yang sedang maupun yang akan terjadi, sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kualitassumber daya manusia (SDM) Indonesia.

2. Siswa

Peneliti berharap dengan adanya aplikasi pembelajaran ini dapat membantu siswa dalam upaya pengenalan dan pemahaman isi (konten) serta nilai-nilai yang terkandung di dalam seni tradisi budaya lokal, khususnya pada Tari Nimang Padi dalam Upacara Adat Naek Dango.

3. Guru dan Seniman

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai bahan masukan dan perbandingan dalam mengajar, khususnya bagi


(25)

guru seni tari dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Peneliti juga berharap dengan dimanfaatkannya seni tradisi dalam proses pembelajaran di sekolah, para seniman termotivasi untuk lebih antusias dalam menjaga kelestarian seni tradisi.

4. Lembaga Pendidikan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dan referensi bahan ajar, sehingga dapat dijadikan alternatif yang diaplikasikan.


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris. Dalam penelitian awal, peneliti menghimpun data-data tentang fenomena serta masalah yang terdapat dilapangan. Hal itu mencakup tentang fenomena alienansi budaya (keterasingan budaya), yaitu terkait keberadaan sekolah, kesiapan guru dalam proses pembelajaran, prilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran Seni Budaya, serta kegiatan pembelajarannya.

Selain itu peneliti juga mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat (fenomena eksternal) seperti keasingan anak-anak usia sekolah terhadap seni budaya lokal yang ada di daerahnya. Hal ini mempengaruhi pola hidup dari para generasi penerus bangsa ini yang lebih suka meniru budaya luar yang sedang berkembang dengan mode dan trend-nya. Semakin menipisnya seni budaya tradisi yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat muda, mengakibatkan para gerenasi sebelum mereka merasa kehilangan akan pembelajaran kebermaknaan nilai-nilai positif yang terdapat dalam seni budaya lokal.

Untuk menindaklanjuti dari hasil observasi awal, peneliti menggunakan metode penelitian action research. Seperti yang dijelaskan oleh Masyhuri (2008: 42) bahwa penelitian action research merupakan penelitian untuk


(27)

mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru untuk memecahkan suatu masalah. Action research dianggap sebagai cara yang tepat dan efektif untuk mengembangkan profesionalisme para guru sebagai tenaga pendidik serta memperbaiki proses belajar mengajar.

Dalam hal ini peneliti mencoba untuk memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan pemaparan Sukmadinata (2010) penelitian tindakan secara alamiah memberikan perbaikan-perbaikan langsung sesuai dengan kondisi dan situasi nyata, maka diharapkan dengan penelitian tindakan ini adanya perubahan yang mengarah perbaikan dalam mengatasi aleinsi budaya baik secara internal maupun eksternal. Murtiyasa (2008), menjelaskan bahwa action research merupakan bentuk kolektif dari penyelidikan refleksi dan evaluasi bagi para dosen, mahasiswa, orangtua, dan anggota masyarakat lainnya pada situasi sosial tertentu dalam rangka memperbaiki rasionalitas serta menilai praktek sosial/praktek pendidikan.

Meskipun penelitian ini bukan merupakan penelitian pengembangan tetapi dalam penelitian ini menggunakan sebuah produk berupa bahan ajar untuk uji coba yang dilengkapi dengan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam meningkatkan apresiasi dan kreasi siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnopedagogik yang menekankan pada pendekatan kultural. Pendekatan ini berusaha untuk mengetahui dan menggali potensi yang ada dalam diri siswa untuk dapat mengapresiasi serta mengembangkan nilai-nilai budaya.


(28)

B. PROSEDUR/LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Lewin (Murtiyasa, 2008) menggambar action research sebagai awal dari langkah yang berbentuk spiral dimana terdiri dari perencanaan, tindakan, dan evaluasi hasil suatu tindakan. Kemmis dalam Sukmadinata (2011: 145) mengembangkan bagan spiral penelitian tindakan dibuat oleh Lewin. Model Kemmis tersebut meliputi (1) pengamatan; (2) perencanaan; (3) tindakan pertama; (4) monitoring; (5) refleksi; (6) berfikir ulang; dan (7) evaluasi.

Dari kedua model penelitian tindakan yang utarakan, Arikunto (2010: 17 – 20) menyederhanakannya menjadi empat langkah yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Ke-empat langkah tersebut merupakan langkah-langkah penelitian yang sering dilakukan oleh peneliti lainnya dalam sebuah penelitian tindakan. Adapun gambaran siklus model penelitian action research menurut Arikunto, sebagai berikut.


(29)

Gambar 3

Model Penelitian Tindakan Kelas (Model oleh Arikunto, 2010)

Unsur-unsur dalam siklus action research dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Plan (rencana/perencanaan)

Rencana adalah tindakan yang tersusun, dengan kata lain harus terdapat kemungkinan untuk ditindaklanjuti. Rencana merupakan tindakan untuk memperbaiki apa yang telah terjadi. Dalam hal ini rencana awal yang peneliti lakukan adalah membuat RPP dan mempersiapkan materi


(30)

serta media pembelajaran sekaligus pembagian alokasi waktu dalam setiap kegiatan pembelajaran.

2. Action (tindakan/pelaksanaan)

Berupa implementasi dari perencanaan yang telah dibuat. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan, yaitu: (a) apakah ada kesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan; (b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa cukup lancar; (c) bagaimanakah situasi proses tindakan; (d) apakah siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat; (e) bagaimanakah hasil keseluruhan dari tindakan tersebut.

Pada tahap action, peneliti berusaha menjalankan semua yang telah direncanakan dalam proses tahapan sebelumnya, meskipun terkadang terdapat tindakan/action yang bersifat situasional. Hal ini dilakukan agar tetap menjaga adanya interaksi dan komunikasi antara siswa dengan peneliti sebagai guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan lingkungan sosial.

3. Observation (observasi/pengamatan)

Pengamatan merupakan proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati merupakan hal-hal yang telah disebutkan dalam proses pelaksanaan/tindakan. Pengamatan yang peneliti lakukan memiliki fungsi dalam mendokumentasikan proses tindakan, efek baik dari


(31)

tindakan yang dituju maupun yang di luar tujuan. Peneliti selalu melakukan tahapan observasi ini pada setiap pertemuan.

Dalam hal ini, ada dua yang melakukan pengamatan, antara lain: (a) Pengamatan yang dilakukan oleh orang lain, yaitu oleh guru mata pelajaran sebagai pendamping peneliti dan siswa; serta (b) Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai guru dalam pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai participant observer, dimana dalam proses observasi/pengamatan, peneliti bertindak sebagai guru mata pelajaran dalam mengaplikasikan konsep pembelajaran serta terlibat langsung dalam kegiatan objek yang diamati.

4. Reflection (melakukan refleksi)

Refleksi dilakukan atas efek sebagai dasar dari perencanaan selanjutnya. Refleksi berhubungan dengan masa lalu karena refleksi mengingat kembali tindakan yang tercatat dalam pengamatan. Dalam hal ini kegiatan refleksi yang peneliti lakukan merupakan sebuah rekomendasi untuk menuju tahapan siklus selanjutnya.

Berdasarkan data-data hasil observasi awal terhadap masalah dan fenomena yang ditemukan, maka peneliti memilih langkah-langkah ini untuk dijadikan dasar dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan yang peneliti lakukan. Langkah-langkah tersebut terdiri dari satu siklus dengan empat kali pertemuan, yang mana setiap pertemuan di dalamnya terdapat tahapan-tahapan


(32)

tersebut. Jika divisualkan dalam bentuk grafik, maka siklus tersebut akan tergambar sebagai berikut.


(33)

Gambar 4

Siklus tindakan penelitian dalam peningkatan apresiasi pada pembalajaran Tari Nimang Padi

(konsep oleh Imma, 2012) Observasi Awal

(penelitian awal)

Pertemuan I (kegiatan Eksplorasi) - Perencanaan - Pelaksanaan

- Pengamatan - Refleksi

Pertemuan II dan III (kegiatan apresiasi) - Perencanaan - Pelaksanaan

- Pengamatan - Refleksi

Pertemuan IV (kegiatan kreasi) - Perencanaan - Pelaksanaan

- Pengamatan - Refleksi


(34)

Berikut ini merupakan bagan dari penggambaran proses penerapan bahan ajar Tari Nimang Padi.

Gambar 5

Bagan tahapan proses pembelajaran Tari Nimang Padi (Konsep Imma, 2012)

KEGIATAN EKSPLORASI

• Pemahaman unsur-unsur

tari

• Eksplorasi unsur tari berdasarkan pemahaman awal

KEGIATAN APRESIASI • Apresiasi Audio Visual

• Pemahaman deskripsi

materi

• Apresiasi langsung melalui observasi lapangan

KEGIATAN KREASI

• Penggabungan pemahaman

kompetensi apresiasi dan kreasi

• Aplikasi pembelajaran dengan berkreasi dan berekspresi berdasarkan pemahaman konsep


(35)

C. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Propinsi Kalimantan Barat

a. Keberadaan Multietnis di Kalimantan Barat

Gambar 6

Peta Propinsi Kalimantan Barat

(Dokumen di http://saripedia.wordpress.com/2010/11/19/peta-33-provinsi-indonesia-terbaru-22/)

Secara etnografi, penduduk Kalimantan Barat terdiri dari berbagai komunitas yang beragam yaitu etnis Dayak, Melayu Sambas, Keturunan Tionghoa (Cina), Melayu Pontianak, Jawa, Madura, Bugis, Sunda, dan lainnya. Penduduk Kalimantan Barat memiliki berbagai komunitas masyarakat ini biasa disebut dengan multietnis. Jika komunitas tersebut di klasifikasi menjadi kelompok etnis besar maka penduduk Kalimantan Barat terdiri atas tiga etnis besar yang mendiami propinsi tersebut, yaitu etnis Dayak, Melayu, dan Tionghoa


(36)

(Cina). Masing-masing etnis tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda dan unik serta memperkaya budaya tradisi di Kalimanatan Barat.

Begitu juga dengan seni-seni budaya yang menjadi tradisi dari masyarakatnya, seperti pada masyarakat dayak khususnya masyarakat Dayak Kanayatn memiliki upacara adat tahunan yaitu Upacara Naek Dango, sedangkan pada masyarakat melayu khususnya masyarakat Melayu Kabupaten Mempawah selalu melaksanakan pesta Robo-Robo yang dilakukan setahun sekali pula. Begitu halnya dengan masyarakat etnis Cina yang selalu merayakan pesta tahun barunya yaitu Imlek dan Cap Gome yang mana di dalamnya terdapat seni tradisi yang kita kenal yaitu Barongsai dan pertunjukan para Tatung serta lampion naga.

Pada dasarnya seni tradisi dari etnis-etnis tersebut merupakan seni ritual. Langer dalam Taum (2009: 4) memperlihatkan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya bersifat psikologis. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan. Faktor utama dalam tari upacara bukan semata keindahan, melainkan mencari kekuatan yang dapat mempengaruhi atau mengatur alam sekitarnya sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu etnis yang masih mempertahankan keaslian ritualnya sampai saat ini yaitu masyarakat dayak khususnya masyarakat Dayak Kanayatn dengan Pesta Adat tahunannya yaitu Upacara Naek Dango. Mulai dari


(37)

syarat-syarat persiapan, pelaksanaan, dan penutupan upacara tersebut masih terkait dengan hukum adat ritual kepercayaan, yang harus mereka taati.

Gambar 7

Tari Tiga Etnis pada Pembukaan Pekan Gawai Dayak 2012 Kabupaten Sambas

(dokumen di http://sambas-borneo.blogspot.com/2012/05/jc-oevaang-oeray-dari-kapuas-hulu.html)

Dari ketiga etnis yang terdapat di Kalimantan Barat tersebut, etnis dayak memiliki populasi yang terbesar dibanding yang lain, karena mereka hidup secara menyebar di pedalaman wilayah Kalimantan Barat. Etnis Melayu lebih banyak berada di pesisir Kalimantan Barat, sedangkan etnis Tionghoa dan yang lainnya berada di kota Pontianak dan sekitarnya termasuk kota Singkawang yang menjadi pusat komunitas masyarakat Tionghoa (Cina). Komunitas


(38)

Dayak merupakan suku asli kalimantan yang sebagian besar bermata pencaharian bertani dan berladang, khususnya pada masyarakat pedalaman. Dahulu masyarakat Dayak ini merupakan masyarakat yang nomaden. Mereka selalu berpindah tempat untuk terus memenuhi kebutuhan hidup mereka, sampai akhirnya mereka menetap di suatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan kehidupan komunitas mereka menyebar termasuk di Propinsi Kalimantan Barat.

Walaupun pada masa sekarang masyarakat Dayak tidak lagi hidup secara nomaden khususnya bagi masyarakat Dayak Kanayatn, sebagian besar mereka masih bermata pencaharian sebagai petani dan berladang. Mereka percaya akan kekuatan alam sebagai pendamping hidup mereka yang diberikan oleh Jubata untuk memenuhi kehidupan mereka. Sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil alam yang mereka peroleh, secara tradisi setiap tahunnya selalu diadakan upacara adat besar yang disebut dengan Upacara Adat Naek Dango.

b. Upacara Adat Naek Dango

Berdasarkan hasil penelitian Fretisari (2009), dijelaskan bahwa upacara tradisional merupakan kearifan lokal melalui kegiatan sosial yang padat dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal itu dikarenakan upacara tradisonal berkaitan dengan sistem kepercayaan atau religi yang pada umumnya dilakukan untuk menghormati, mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Kuasa


(39)

serta berusaha menjaga keseimbangan semesta dan isinya termasuk makhluk halus dan leluhurnya.

Salah satu seni budaya Nusantara yang memiliki fungsi ritual yaitu Upacara Naek Dango oleh masyarakat Dayak Kanayatn di Propinsi Kalimantan Barat. Upacara Naek Dango adalah kegiatan upacara yang dilakukan untuk mensyukuri hasil panen yang diperoleh. Upacara ini merupakan upacara puncak perladangan tradisional yang hingga kini masih dilakukan oleh masyarakat Dayak Kanayatn secara turun temurun.

Pada hakekatnya kegiatan ini bersifat ritual, karena dalam pelaksanaannya secara keseluruhan mengungkapkan keyakinan akan adanya kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa (Jubata), yang dapat menurunkan berkat serta rahmat, dan dapat pula diyakini menurunkan kutukan serta bencana yang secara harfiah berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka sebagai peladang. Selain itu, upacara ini juga untuk menghormati arwah para nenek moyang yang telah meninggal sebagai ungkapan balas budi dari anak cucu terhadap leluhur yang telah berjasa memberikan tempat tinggal dan mata pencaharian bagi mereka.


(40)

Gambar 8

Penyajian Tari Nmang Padi pada Upacara Adat Naek Dango ke-27 (foto Imma, 2012)

Berdasarkan hasil kesepakatan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Dayak Kanayatn yang diwakili oleh para dewan, Nomor: XV/Kep/Musdat.DK.Kab.Ptk/85 serta disesuaikan dengan kalender wisata Propinsi Kalimantan Barat maka diputuskanlah tentang pelaksanaan Upacara Naek Dango yang dirayakan setiap tahunnya tepat pada tanggal 27 April (Ajisman, 1999: 43). Menurut masyarakatnya penetapan tanggal ini sudah sesuai, hal ini dikarenakan bertepatan dengan selesainya panen padi pada masyarakat Dayak Kanayatn itu sendiri. Ketentuan tanggal dan bulan tersebut ditetapkan oleh Dewan Adat. Pada saat ini, Naek Dango diikuti oleh peserta dari kecamatan-kecamatan (pangonyokng) yang terdapat di tiga kabupaten


(41)

yaitu kabupaten Pontianak, Kabupaten Kuburaya, dan Kabupaten Landak.

Pelaksanaan Upacara Adat Naek Dango dilaksanakan langsung oleh kecamatan yang terpilih menjadi tuan rumah, dan diawasi langsung oleh kabupaten di bawah perlindungan Propinsi Kalimantan Barat. Pesertanya pun tidak sebatas hanya pihak keluarga dan tetangganya saja, melainkan diikuti oleh beberapa kecamatan di tiga kabupaten tersebut. Dimana dari masing-masing perwakilan kecamatan wajib membawa plantar dari hasil-hasil panen pertanian dan perkebunan mereka. Selain itu setiap kecamatan juga wajib mengikuti seluruh kegiatan Upacara Naek Dango ini, mulai dari pembukaan, acara inti, acara hiburan, sampai pada penutupan. Untuk mengadakan upacara tersebut diperlukan biaya yang tidak sedikit. Jadi, bisa dibilang Upacara Naek Dango ini termasuk salah satu upacara ritual yang mahal.

Naek Dango merupakan salah satu bentuk aktualisasi budaya adat Suku Dayak Kalimantan Barat. Budaya dan nilai-nilai spritual yang diyakini memiliki misi membangun kebersamaan di tengah masyarakat serta sebagai perwujudan rasa terima kasih atas perlindungan dan berkah dari Yang Maha Kuasa. Kegiatan ini sangat penting dan strategis dalam konteks pembangunan dan pengembangan nilai-nilai budaya bangsa. Hal ini sejalan dengan kebijakan dalam Program Pembangunan Nasional yang menggariskan arah kebijakan


(42)

pembangunan kebudayaan, kesenian dan pariwisata meliputi pengembangan dan pembinaan kebudayaan nasional, perumusan nilai-nilai budaya Indonesia yang antara lain berupa pelestarian serta apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional sebagai wahana pengembangan pariwisata dan ekonomi rakyat berdasarkan pemberdayaan masyarakat.

Dalam proses pelaksanaan Upacara Naek Dango tersebut, tari memiliki peran penting. Mulai dari pembukaan dan kegiatan inti upacara selalu disertai dengan gerak-gerak tari, bahkan sampai pada acara hiburan pun tari-tarian selalu menjadi bagian dalam kegiatan tersebut. Maka sudah pasti dalam prosesi upacara adat tersebut selalu disertai dengan berbagai iringan musik khas Dayak yang disertai dengan gerakan-gerakan tari yang masing-masing memiliki arti makna, simbol serta fungsi tertentu.

Salah satu tarian yang wajib dilaksanakan dalam proses Upacara Naek Dango adalah Tari Nimang Padi. Tarian ini termasuk bagian yang penting dalam upacara tersebut, karena inti dari pelaksanaan Upacara Naek Dango teletak pada Tari Nimang Padi itu sendiri, yaitu pengungkapan rasa syukur kepada Jubata dengan disimbolkan persembahan padi yang tergambar dalam tarian tersebut. Kesan ritus yang ada di dalamnya pun sangat kental. Hukum adat yang mengatur hal ini pun sangat kuat, ini terlihat dari seberapa pentingnya pelaksanaan Tari Nimang Padi pada Upacara Naek Dango.


(43)

Tari ini terdapat di dalam Upacara Naek Dango sekaligus merupakan inti ritual dari upacara tersebut. Secara tradisi, upacara ini dipercaya sebagai pengungkapan keyakinan atas kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa yang disebut Jubata oleh masyarakat Dayak Kanayatn. Jubata dipercaya dapat menurunkan berkat serta rahmat, dan dapat pula diyakini menurunkan kutukan serta bencana yang secara harfiah berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka sebagai peladang.

Sesuai dengan motto sebagai filosofi masyarakat Dayak Kanayatn sendiri yaitu “Adil Ka Talino, Ba Curamin Ka Saruga, Ba Semgat Ka Jubata”, yang artinya yaitu “Adil Sesama (manusia), Bercermin ke Surga, Nafas Kita Milik Tuhan. Filosofi tersebut mengandung makna nilai yang begitu dalam. Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi tersebut diwujudkan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya antara lain sikap toleransi dan menghargai, saling kerjasama, selalu berbuat baik, serta beribadah. Manusia sebagai masyarakatnya dituntut untuk selalu berbuat baik dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan, yaitu dengan cara berbuat adil sesama baik itu sesama manusia sebagai masyarakat serta alam sekitar untuk penunjang kelangsungan hidup mereka agar nantinya tujuan akhir hidup mereka adalah kekal abadi di surga.


(44)

Disamping itu mereka juga selalu diingatkan bahwa ada kuasa Jubata yang selalu mengawasi mereka dalam setiap tindakan serta dapat memberikan imbalan dari apa yang mereka lakukan. Jika masyarakat berbuat baik, maka imbalan yang mereka terima akan baik pula, begitu sebaliknya jika mereka berbuat buruk atau merusak, maka imbalan yang mereka terima juga akan sama buruknya. Untuk itu sebagai rasa syukur dan penghormatan terhadap Jubata yang mereka percaya sebagai penguasa alam semesta termasuk isinya, maka masyarakat selalu mengadakan upacara-upacara ritual setiap tahunnya termasuk upacara Naek Dango.

Gambar 9

Ritual penyambutan Gubernur Kalimantan Barat oleh Masyarakat Dayak Kanayatn pada Upacara Naek Dango ke-27


(45)

Nilai-nilai dalam filosofi tersebut juga tergambar dalam kegiatan Upacara Adat Naek Dango khususnya pada Tari Nimang Padi. Setiap gerak tari yang mereka lakukan menggambarkan adanya keselarasan hidup dalam masyarakat yang disesuaikan dengan fungsi dan peran masing-masing, selain itu juga sebagai ungkapan balas budi dari anak cucu terhadap leluhur yang telah berjasa memberikan tempat tinggal dan mata pencaharian bagi mereka serta penghormatan terhadap arwah para nenek moyang yang telah meninggal.

Dari berbagai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Tari Nimang Padi ini, terdapat beberapa nilai yang dapat dijadikan dasar dalam pembentukan identitas dan karakter siswa melalui pendidikan seni, yaitu sebagai berikut.

1) “Adil Katalino” yaitu adil sesama manusia, maksudnya sebagai sesama umat manusia harus selalu berlaku adil dan bijaksana. Sikap saling menghormati dan menghargai sangat dibutuhkan bagi seseorang dalam bersikap. Tidak hanya kepada sesama manusia saja, kepada alam sekitar pun sebagai manusia ciptaan Tuhan harus bisa menghargai dengan cara memelihara dan tidak berbuat pengrusakan ekosistem didalamnya.

2) “Ba Curamin Ka Saruga” yaitu bercermin ke surga, maksudnya sebagai umat manusia ciptaan Tuhan haruslah selalu berbuat baik antar sesama. Jangan pernah melakukan


(46)

perbuatan yang tidak baik karena itu dianggap sebagai

kesalahan. Kalimat “Ba Curamin Ka Saruga” sebagai

pengingat bagi manusia untuk menjaga dan berhati-hati dalam bersikap. Mereka percaya bahwa apa yang mereka lakukan di dunia akan diberikan imbalan yang setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan.

3) “Ba Semgat Ka Jubata” yang artinya nafas kita milik Tuhan, ini dimaksudkan bahwa kita sebagai umat manusia ini harus selalu ingat akan adanya sang pencipta yang mengatur semuanya dengan sempurna.

Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi tersebut mengandung makna yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia, serta dapat juga sebagai dasar dalam pembentukan karakter diri manusia itu sendiri khususnya siswa sebagai objek penerapan materi ini. Selain nilai-nilai budayanya, dari upacara tersebut juga terdapat rangkaian kegiatan yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk internalisasi (pembiasaan, meningkatkan afeksi) nilai.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memilih Tari Nimang Padi untuk dijadikan materi dalam penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi. Hal ini dikarenakan peneliti merasa bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dirasakan sudah cukup untuk mewakili seni tradisi setempat yang lainnya. Untuk itu Tari Nimang Padi dalam


(47)

Upacara Adat Naek Dango berpotensi untuk dijadikan bahan ajar di sekolah khususnya pada materi tari daerah setempat.

Disamping itu, seni tersebut sangat mendukung dalam proses tahapan aplikasi penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi. Hal ini dikarenakan pada semester ini bertepatan dengan pelaksanaan perayaan tahunan masyarakat Dayak Kanayatn yaitu Upacara Adat Naek Dango yang mana Tari Nimang Padi ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam upacara tersebut. Siswa tidak hanya dapat mengapresiasi tari tersebut melalui media audio visual saja, melainkan siswa dapat berpartisipasi langsung dan merasakan bagaimana kegiatan seni tersebut berlangsung. Kegiatan ini disebut dengan apresiasi aktif. Tentu saja proses penyerapan nilai-nilai budaya tradisi secara pengamatan langsung akan lebih bermakna dibandingkan hanya sekedar melihatnya melalui media audio visual.

Pengalaman yang dirasakan oleh siswa saat mengapresiasi seni budaya tradisi secara live (langsung) menjadi suatu pembelajaran yang akan terus melekat dalam ingatan siswa tersebut. Dalam hal ini strategi dalam mengarahkan serta membimbing siswa dalam proses analisis hasil pengamatan serta penyerapannya disusun dengan arah yang jelas agar tidak salah alur. Salah satu dampaknya akan terlihat dari perubahan sikap dan karakter siswa yang akan terekspresi dalam bentuk hasil kreasi.


(48)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pontianak

a. Lokasi SMP Negeri 2 Pontianak Lingkungan Budaya

Penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi melalui bahan ajar Tari Nimang Padi diaplikasikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pontianak. Sekolah tersebut beralamat di Jalan Selayar Kelurahan Akcaya Kecamatan Pontianak Selatan Kota Baru Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Menurut kepala sekolah yang menjabat saat ini yaitu Bapak Dede Rukadi, S.Pd., SMP Negeri 2 Pontianak didirikan pada tahun 1958 (wawancara tanggal 5 April 2012). Bapak Dede mengatakan, semenjak awal berdirinya hingga sekarang, sarana dan prasarana yang ada di sekolah ini khususunya untuk bidang seni baru berupa alat-alat musik seperti alat band lengkap, keyboard, 10 pianika, dan 3 tar. Hal ini secara tidak langsung menuntut guru bidang studi Seni Budaya khususnya untuk seni tari serta pengajar ekstrakurikuler seni untuk bisa lebih kreatif dalam memberikan materi ajar.

Pada tahun 2005, berdasarkan SKEPMEN DIKNAS No. 818.a/C3/Kep/2007 SMP ini telah terakreditasi A serta berpredikat sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) yang mulai berlaku pada Juli 2007. SMP Negeri 2 Pontianak ini termasuk sekolah favorit ketiga setara dengan SMP Negeri 10 Pontianak, walaupun lokasinya berdekatan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Dua sekolah di atasnya dianggap lebih unggul dari segi sistem manajemen dan prestasi serta nilai akreditasi, seperti SMP Negeri 3 Pontianak


(49)

yang saat ini sudah terakreditasi A serta berpredikat sebagai Sekolah Standar Internasional (SSI). Sekolah lainnya yaitu SMP Negeri 1 Pontianak yang saat ini sedang dalam pantauan dan binaan Walikota Pontianak.

Prestasi yang pernah diraih SMP Negeri 2 Pontianak ini juga tak kalah saingnya dengan SMP yang lainnya. Sayangnya potensi yang mereka miliki belum semuanya tergali dan terolah dengan baik. Dalam hal ini faktor kesempatan/peluang yang menjadi dominan keterbatasan bergerak bagi SMP Negeri 2 ini.

Beberapa guru bidang studi Seni Budaya yang mengajar di SMP Negeri 2 ini memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Seperti halnya kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini dipegang oleh guru yang berlatar belakang pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan bukan dari pendidikan seni. Hal ini dikarenakan di sekolah tersebut tidak memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan seni. Guru seni yang bertugas mengajar seni budaya tersebut dipilih berdasarkan skill (keterampilan) serta minatnya dalam bidang seni, selain itu ia juga sebagai pembina dalam kegiatan ekstrakurikuler tari. Kebijakan kepala sekolah yang memberikan kebebasan guru untuk kreatif dalam mengelola mata pelajaran tersebut menjadi satu keuntungan oleh guru dalam mengembangkan materi di kelas.


(50)

Melihat fenomena tersebut, tentu saja dalam proses pembelajaran seperti metode dan strategi serta pengolahan bahan ajar dan kelas dalam menyampaikan materi belajar akan sangat berbeda dengan guru yang memiliki latar belakang sesuai dengan bidangnya. Keterbatasan guru tersebut mengakibatkan tingkat penyerapan materi oleh siswa untuk memahaminya juga terbatas, sehingga aplikasi pembelajaran tersebut hanya sebatas siswa dapat mengetahui dari materi yang dipelajari. Bahkan tidak jarang para siswa hanya dapat sampai pada tingkat pemahaman terhadap konten materi yang diajarkan.

Untuk itu selayaknya seorang guru bidang studi harus mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Khususnya pada mata pelajaran seni budaya dianjurkan untuk dipegang oleh guru seni pula. Bukan hanya sekedar skill (keterampilan serta minat saja yang diperlukan tetapi knowledge (pengetahuan) terhadap bidangnya tersebut yang menjadi modal dasar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

b. Manajemen Sekolah

Manajemen sekolah di SMP Negeri 2 Pontianak memiliki struktur organisasi yang sama dengan sekolah menengah pertama lainnya. Adanya Kepala Sekolah oleh Dede Rukadi ,S.Pd., para wakil kepala sekolah, guru-guru kelas dan bidang studi, staf administrasi,


(51)

serta yang terpenting adanya komunikasi yang sangat erat dengan komite sekolah. Komite sekolah yang terdiri dari lingkungan luar sekolah dalam hal ini adalah masyarakat sekitar, dan orang tua siswa serta para stakeholder lainnya.

Pada dasarnya Bapak Dede Rukadi selaku Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pontianak ini sangat mendukung bahkan merespon secara aktif dalam setiap aktivitas seni di lingkungan sekolah. Dukungan yang diberikan sekolah tersebut seperti media pembelajaran berupa tape, VCD, CD, serta ruang multi media yang multifungsi. Ruang multi media inilah yang biasanya digunakan dalam segala aktivitas seni khususnya seni tari sebagai tempat apresiasi dan berlatih termasuk eksplorasi. Bukan hanya itu saja, lapangan sekolah yang luas juga merupakan salah satu tempat untuk siswa berlatih. Pada kegiatan belajar mengajar mata pelajaran seni budaya yang tidak memerlukan tempat yang luas, biasanya guru cukup dengan hanya menggunakan ruang kelas siswa saja.

c. Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran seni budaya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya guru seni budaya mengacu pada kurikulum tersebut. Hanya saja materi ajar yang diberikan masih terpaku pada buku panduan atau buku pegangan guru dan belum disesuaikan dengan seni


(52)

tradisi yang terdapat di daerahnya. Secara keseluruhan materi yang diajarkan di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX khususnya seni tari hanya sebatas pengetahuan tentang tari-tarian yang sesuai dengan tingkatan kelasnya. Tentu saja materi tersebut sesuai dengan isi dari buku panduan atau buku pegangan guru.

Materi tari daerah setempat yang diberikan di kelas VII, secara garis besar dirasakan belum memenuhi semua rambu-rambu yang tercantum dalam SK dan KD dari KTSP. Pemberian materi hanya sebatas pengetahuan yang bersumber dari buku, sedangkan untuk materi prakteknya tidak semua siswa mendapatkannya. Materi tersebut hanya didapat oleh siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Materi tersebut hanya pemberian tarian tradisi yang sudah ada dan tarian hasil kreasi guru. Dalam hal ini pengolahan terhadap pergerakan siswa untuk berkreasi seperti terbatasi. Akibatnya siswa hanya mengetahui apa yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, sedangkan tingkat pemahaman kemungkinan tidak semua siswa dapat memahaminya, apalagi sampai pada tingkat kreativitas. Berarti permasalahan di sekolah ini tidak hanya pada materi namun juga penerapan materi untuk mencapai Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) secara maksimal.


(53)

d. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak. Pemilihan siswa kelas VII disesuaikan dengan pengembangan kurikulum yang digunakan oleh guru bidang studi yang disertai dengan kebijakan Kepala Sekolah, bahwa pembelajaran dalam kelas VII terdapat materi Tari Daerah Setempat. Hal ini yang menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah intsrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan respon balik sebagai data masukan. Pertanyaan tersebut diarahkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, apresiasi siswa terhadap materi, serta ekspresi siswa dalam berkreasi terhadap materi. Instrumen-instrumen tersebut berupa kuesioner, pedoman wawancara untuk siswa, guru dan kepala sekolah, serta dilengkapi dengan pedoman observasi.


(54)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data, antara lain:

1. Observasi

Observasi (observation) atau pengamatan merupakan satu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2010: 220). Observasi dilakukan bukan hanya pada tahap awal penelitian, tetapi kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan selama proses penelitian ini berlangsung. Kegiatan observasi dilakukan langsung pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak serta proses pembelajarannya, baik itu dari aktivitas, antusias dan minat (ketertarikan mereka) serta tingkat pemahaman mereka. Selain itu observasi juga dilakukan saat siswa berapresiasi, baik dalam kelas maupun pembelajaran di luar kelas, serta pada proses berkreasi.

Proses observasi atau pengamatan ini merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, karena proses obervasi juga digunakan dalam tahapan evaluasi. Data-data hasil observasi ini juga dijadikan sumber data penting untuk melihat dan mengukur perkembangan tingkat pemahaman dalam pembelajaran dan capaian penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi.


(55)

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam langsung dari respondennya yang terkait dengan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait seperti kepada sekolah untuk mendapatkan data mengenai sarana dan prasarana yang dapat menghambat dan mendukung dalam proses pembelajaran serta kebijakan dari kepala sekolah terhadap proses pembelajaran yang sedang dan akan berlangsung. Kepada guru mata pelajaran untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran yang selama ini diadakan dan untuk mengetahui kebermanfaatan dari model pembelajaran yang ditawarkan, baik dari isi kelebihan maupun kekurangan dilihat dari sudut pandang guru. Selain itu peneliti juga dapat memperoleh data dari hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai sampel untuk mengetahui ketertarikan dan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran Tari Nimang Padi. Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara tatap muka (direkam), email, sms, chating/facebook, maupun telepon.

3. Studi Dokumentasi

Peneliti menggunakan dokumentasi foto-foto yang dideskripsikan serta video yang dianalisis dalam proses pengumpulan data, disamping data-data dari beberapa dokumen seperti buku dan perangkat rancangan pembelajaran sebagai penunjang kelengkapan informasi tentang hal-hal yang terkait dalam penelitian ini.


(56)

4. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif, yang mana teknik-teknik deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur eksistensi dan distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik, yang terjadi secara alami, dan yang terakhir adalah untuk mengukur hubungan serta besarnya hubungan-hubungan yang mungkin ada antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena yang menjadi perhatian peneliti (Alwasilah, 2009: 151). Kuesioner diberikan kepada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman, kreasi dan apresiasi, serta keefektifan pembelajaran.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan teknik prosentase, sedangkan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Setelah memperoleh data dari berbagai sumber, maka peneliti akan menganalisis data tersebut dengan mengacu pada pertanyaan penelitian. Selain itu melakukan triangulasi data dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang nantinya data tersebut akan diberikan pengkodean dan diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya. Kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan data kualitatif. Seperti yang dijelaskan oleh Patton (Sugiyono, 2011: 330), bahwa melalui triangulasi “can build on the strengths of each type of data collection while minimizing the weakness in any single approach”. Dijelaskan bahwa


(57)

dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Pembelajaran Tari Nimang Padi pada Upacara Naek Dango bisa dijadikan sebuah treatment dalam proses penanaman nilai budaya khususnya pada pembelajaran seni budaya khususnya terkait dengan nilai-nilai transmisi nilai budaya lokal, sehingga anak (siswa) menjadi lebih aktif, dan kreatif, serta berkarakter. Sesuai dengan UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 menerangkan, bahan kajian seni budaya yang dimaksud untuk membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya, sedangkan bahan kajian keterampilan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki keterampilan. Diharapkan treaetment dalam pembelajaran Tari Nimang Padi ini dapat mengurangi fenomena alienasi budaya yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Pontianak.

Penerapkan pembelajaran Tari Nimang Padi sebagai pemenuhan materi tari daerah setempat khususnya bagi siswa kelas VII pada Sekolah menengah Pertama. Tujuan pembelajaran ini tidak hanya mencapai sebatas pengetahuan dari siswa, tetapi juga siswa dapat memahami lebih jauh tentang seni budaya tradisi tersebut melalui kegiatan eksplorasi dan apresiasi, baik melalui media maupun apresiasi langsung pada kegiatan (live), serta siswa dapat mengaplikasikan pemahaman mereka melalui kegiatan kreasi.


(59)

Kegiatan apresiasi secara live merupakan suatu kelebihan dalam proses penerapannya. Dalam hal ini membuktikan bahwa dengan pengamatan dan pengalaman secara langsung (proses apresiasi secara langsung) dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih meresap dan melekat dalam diri siswa sebagai manusia Untuk itu dalam konsep pembelajaran Tari Nimang Padi ini, siswa tidak hanya sekedar menerima pengetahuan mengenai bentuk dari Tari Nimang Padi yang diapresiasi oleh siswa melalui media audio visual, tetapi siswa juga dapat mengapresiasi Tari Nimang Padi tersebut secara langsung serta ikut menjadi partisipan dalam pelaksanaannya kegiatan Upacara Adat Naek Dango tersebut.

Hasil dari penerapan pembelajaran ini, yaitu adanya perubahan sikap dari siswa baik itu secara pribadi dan sosial. Begitu pula dengan perhatian dan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran Seni Budaya, dimana siswa menjadi lebih aktif, kreatif, serta berkarakter. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran Tari Nimang Padi ini dapat tercapai.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa rekomendasi dan saran yang dapat diajukan bagi pihak-pihak terkait, diantaranya sebagai berikut.

1. Bagi Guru, pembelajaran Tari Nimang Padi dapat dijadikan alternatif dalam melaksanakan proses belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran seni budaya khususnya seni budaya tradisi lokal. Selain itu juga


(60)

diharapkan guru dapat lebih memahami kebutuhan siswa dalam pembelajaran seni budaya, sehingga potensi pada diri siswa untuk menjadi siswa yang aktif, kreatif, dan berkarakter dapat terolah dan terwadahi melalui pembelajaran seni budaya.

2. Proses pembelajaran yang ditawarkan pada bahan ajar Tari Nimang Padi ini mengajak siswa mengajak siswa untuk dapat belajar mandiri seta berkelompok, sehingga siswa akan lebih aktif, kreatif dalam proses pembelajaran serta berkarakter sesuai yang diharapkan dalam tujuan pembelajarannya.

3. Peran guru untuk lebih kreatif dalam mengolah bahan ajar sangat membantu siswa untuk lebih mudah dan tertarik dalam menerima materi ajar.

4. Bagi kepala sekolah Peneliti menyarankan adanya perhatian khusus bagi mata pelajaran seni budaya, baik terhadap fasilitas, bahan ajar, serta profesionalisme guru yang mengajar mata pelajaran tersebut. Penyediaan ruangan khusus yang sesuai bagi pembelajaran seni budaya dapat membantu kegiatan pembelajaran secara maksimal. Selain itu memberikan pemahaman kepada siswa khususnya terhadap lingkungan yang berbudaya, sehingga sekolah juga ikut membantu dalam penanaman nilai-nilai seni budaya tradisi yang telah menjadi


(61)

ciri khas budaya nasional Indonesia, sehingga nilai-nilai budaya tersebut terus membudaya dan tidak punah karena terlupakan oleh masyarakatnya.

5. Penelitian yang peneliti lakukan ini, hanyalah salah satu dari sekian banyak alternatif untuk menanamkan pemahaman nilai-nilai seni budaya tradisi serta menangulangi permasalahan terhadap fenomena yang terjadi di dunia pendidikan khususnya. Oleh sebab itu diharapkan para peneliti selanjutnya dapat menggali dan melihat lebih dalam tentang permasalahan pada fenomena khusunya mengenai seni budaya tradisi, baik seni tradisi lokal, maupun Nusantara.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Ajisman, et al. (1999). Perubahan Nilai Upacara Tradisional pada Masyarakat Pendukungnya di Daerah Kalimantan Barat. Pontianak: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Propinsi Kalimantan Barat.

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Alwasilah, A.C., Surjadi, K. dan Karyono, T. (2009). Etnopedagogi: Landasan Praktek pendidikan dan Pendidikan Guru. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran: Seni Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Baharuddin dan Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Departemen Pendidikan Nasional. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Seni Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioanal.

Elmubarok, Zaim. (2008). MEMBUMIKAN PENDIDIKAN NILAI: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercapai. Bandung: Alfabeta.

Fretisari, Imma. (2009). Simbol Makna Gerak Tari Nimang Padi pada Upacara Naek Dango di Masyarakat Dayak Kanayatn Propinsi Kalimantan Barat. Skripsi Sarjana Pendidikan pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hanefi. et al. (2004). Talempong Minangkabau. Bandung: P4ST UPI.

Hermawan, Dedy. et al. (2004). Metodologi Pengajaran Seni Talempong dan Tari Piring Minangkabau. Bandung: P4ST UPI.

Johnson, E. (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.


(1)

diharapkan guru dapat lebih memahami kebutuhan siswa dalam pembelajaran seni budaya, sehingga potensi pada diri siswa untuk menjadi siswa yang aktif, kreatif, dan berkarakter dapat terolah dan terwadahi melalui pembelajaran seni budaya.

2. Proses pembelajaran yang ditawarkan pada bahan ajar Tari Nimang Padi ini mengajak siswa mengajak siswa untuk dapat belajar mandiri seta berkelompok, sehingga siswa akan lebih aktif, kreatif dalam proses pembelajaran serta berkarakter sesuai yang diharapkan dalam tujuan pembelajarannya.

3. Peran guru untuk lebih kreatif dalam mengolah bahan ajar sangat membantu siswa untuk lebih mudah dan tertarik dalam menerima materi ajar.

4. Bagi kepala sekolah Peneliti menyarankan adanya perhatian khusus bagi mata pelajaran seni budaya, baik terhadap fasilitas, bahan ajar, serta profesionalisme guru yang mengajar mata pelajaran tersebut. Penyediaan ruangan khusus yang sesuai bagi pembelajaran seni budaya dapat membantu kegiatan pembelajaran secara maksimal. Selain itu memberikan pemahaman kepada siswa khususnya terhadap lingkungan yang berbudaya, sehingga sekolah juga ikut membantu dalam penanaman nilai-nilai seni budaya tradisi yang telah menjadi


(2)

ciri khas budaya nasional Indonesia, sehingga nilai-nilai budaya tersebut terus membudaya dan tidak punah karena terlupakan oleh masyarakatnya.

5. Penelitian yang peneliti lakukan ini, hanyalah salah satu dari sekian banyak alternatif untuk menanamkan pemahaman nilai-nilai seni budaya tradisi serta menangulangi permasalahan terhadap fenomena yang terjadi di dunia pendidikan khususnya. Oleh sebab itu diharapkan para peneliti selanjutnya dapat menggali dan melihat lebih dalam tentang permasalahan pada fenomena khusunya mengenai seni budaya tradisi, baik seni tradisi lokal, maupun Nusantara.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ajisman, et al. (1999). Perubahan Nilai Upacara Tradisional pada

Masyarakat Pendukungnya di Daerah Kalimantan Barat. Pontianak:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Propinsi Kalimantan Barat.

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Alwasilah, A.C., Surjadi, K. dan Karyono, T. (2009). Etnopedagogi: Landasan

Praktek pendidikan dan Pendidikan Guru. Bandung: PT. Kiblat Buku

Utama.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Model Silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran: Seni Budaya.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Baharuddin dan Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Departemen Pendidikan Nasional. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Seni Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioanal.

Elmubarok, Zaim. (2008). MEMBUMIKAN PENDIDIKAN NILAI: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercapai. Bandung: Alfabeta.

Fretisari, Imma. (2009). Simbol Makna Gerak Tari Nimang Padi pada

Upacara Naek Dango di Masyarakat Dayak Kanayatn Propinsi Kalimantan Barat. Skripsi Sarjana Pendidikan pada FPBS UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Hanefi. et al. (2004). Talempong Minangkabau. Bandung: P4ST UPI.

Hermawan, Dedy. et al. (2004). Metodologi Pengajaran Seni Talempong dan

Tari Piring Minangkabau. Bandung: P4ST UPI.

Johnson, E. (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan


(4)

Karhami, Suud Karim A,. (2007). Bahan Ajar 4: Prinsip Pengembangan dan

Pelaksanaan Kurikulum. Jakarta: Departemen Diklat Pim Pusdiklat

Depdiknas.

Masunah, Juju. (2003). Apresiasi Seni dan Budaya dalam Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

__________. (2011). Peranan Pendidikan Seni dalam Konteks Pluralitas

Budaya untuk Membangun Bangsa yang Berkarakter. Artikel pada

Seminar Nasional Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

__________. (2003). Topeng Cirebon. Bandung: P4ST UPI.

Milyartini, Rita. (2012). Model Transformasi Nilai Budaya Melalui Pembinaan

Seni di Angklung Udjo untuk Ketahanan Budaya. Disertasi Doktor

Pendidikan Umum/Nilai pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Narawati, Tati. (2012). Penddidikan Seni dalam Konteks Budaya di Nusantara. Makalah key note pada Seminar Nasional Seni dan pendidikan Seni

“Pendidikan Seni dalam Konteks Budaya Nusantara” Program Studi

Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak

Nugraheni, Trianti. et al. (2007). Metodologi Pembelajaran Seni Tari Bali. Bandung: P4ST UPI.

Prastowo, A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif

(menciptakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan).

Jogjakarta: DIVA Press.

Octolongere, Jimmy Andin, 2012. ” Nilai Kepeminpinan dalam tari Kenyah

Mandau pada Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah”. Tesis S2 pada Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana UPI.

Rahsyad, A. (2003). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakrta: UHAMKA Press.

Sanaky, Hujair, AH. (2009). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press.


(5)

Santana, F.D.T. (2009). Tinjauan Etnopedagogik Terhadap Pembelajaran Seni

Burok di SMP Negeri 1 Susukanlebak Kabupaten Cirebon. Tesis

Magister Pendidikan pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak ditebitkan.

Sukanta, dkk. (2011). Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Masyarakat Sunda

Buhun (Wawacan) sebagai Dasar Orientasi Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa. Laporan Kemajuan Penelitian Etnopedagogi pada Jurusan

Pendidikan Seni Tari FPBS UPI. Tidak diterbitkan.

Sukmadinata, N.,S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sujiono, Y.,N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitaif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37.


(6)

DAFTAR UNDUHAN

Kerajaan mempawah. (2011) Tapak Tilas Opu Daeng Manambon. [Online] Tersedia: http://www.kerajaannusantara.com/id/kerajaan-mempawah/news/159-Tapak-Tilas-Opu-Daeng-Menambon [ 2 September 2012].

Murtiyasa, B. (2008). Action Research dalam Pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://risetnpublikasi.files.wordpress.com/2008/10/aksiriset.pdf. [14 September 2012].

Peta Propinsi Kalimantan Barat. [Online] Tersedia:

http://saripedia.wordpress.com/2010/11/19/peta-33-provinsi-indonesia-terbaru-22/). [2 September 2012].

Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional Republik Indonesia (2008).

Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. [Online]. Tersedia:

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. [29 Desember 2011].

Tari Tiga Etnis pada Pembukaan Pekan Gawai Dayak 2012 Kabupaten

Sambas. [Online] Tersedia:

http://sambas- borneo.blogspot.com/2012/05/jc-oevaang-oeray-dari-kapuas-hulu.html). [2 September 2012].

Taum, Y.Y. (2009). Tradisi Fua Pah: Ritus dan Mitos Agraris Masyarakat

Dawan di Timor 1. [1 Juni 2009]. Dalam Wacana Nusantara. [Online].

Tersedia: http://www.wacananusantara.org/6/389/tradisi-fua-pah:-ritus-dan-mitos-agraris-masyarakat-dawan-di-timor-1. [29 Juni 2009].

Tylor, E,B. (2011). Definisis Budaya – Pengertian Kebudayaan. Tersedia:

http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html. [30 Agustus 2012].