BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BEHAVIOUR DALAM MENGATASI KEBENCIAN SEORANG ANAK KEPADA AYAHNYA DI PERUMAHAN PONDOK JEGU TROSOBO SIDUOARJO.

(1)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK

BEHAVIOUR DALAM MENGATASI KEBENCIAN SEORANG

ANAK KEPADA AYAHNYA DI PERUMAHAN PONDOK

JEGU TROSOBO SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Muznatul Husniya

NIM. B03209041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Muznatul Husniya, (B03209041), dengan judul skripsi Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Behaviour dalam Mengatasi Kebencian Seorang Anak

Kepada Ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apa faktor-faktor yang menyebabkan kebencian anak kepada ayahnya di Perumahan Pondok Jegu? (2) Bagaimana proses bimbingan konseling dan teknik behaviour dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu? (3) Bagaimana hasil bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian anak diperumahan pondok jegu?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif dalam menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab anak membenci ayahnya. Sedangkan proses konseling menggunakan teknik behaviour. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak di Perumahan Pondok Jegu. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan kebencian seorang anak kepada ayahnya di Perumahan Pondok Jegu adalah: (1) ayah klien melakukan poligami, (2) ayah klien kurang perhatian kepada ibu klien saat ibu klien sedang sakit (3) ayah klien

kurang perhatian kepada klien dan saudara klien. Pada proses konseling, peneliti

menggunakan terapi behaviour melalui sharing experience dan meminta klien secara perlahan untuk merubah perilakunya serta mendekati ayahnya agar mendapatkan perhatian dari ayahnya.

Hasil bimbingan konseling menunjukkan bahwa kebencian seorang anak di perumahan pondok jegu sidoarjo mulai berkurang dan komunikasi antara anak dan ayah pun mulai membaik. Hal ini dibuktikan dengan adanya usaha klien untuk membuatkan kopi untuk ayah dan menanyakan kabar ayahnya yang sebelumnya menghindari ayahnya. Selain itu, ayah klien pun mulai menunjukkan sikap perhatian kepada klien dan saudaranya.


(6)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Definisi Konsep ... 5

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 5

2. Teknik Behaviour (Tingkah Laku) ... 6

3. Kebencian ... 7

F. Metode Penelitian ... 7

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 7

2. Subjek Penelitian ... 10

3. Tahap-tahap Penelitian ... 11

4. Sumber Data dan Jenis Data ... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

6. Teknik Analisis Data ... 20

7. Teknik Keabsahan Data ... 22

G. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 27

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 27

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 27

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 31

d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 32


(7)

f. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam ... 37

g. Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling Islam ... 41

2. Pengertian Kebencian ... 42

a. Psikologi ... 44

b. Agama ... 45

3. Teknik Behaviour ... 46

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 53

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Konseli, Konselor, dan Lokasi Penelitian ... 56

1. Deskripsi Konseli (Subyek Penelitian) ... 56

2. Deskripsi Konselor ... 57

3. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4. Deskripsi Masalah Klien ... 59

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Perilaku seorang Anak membenci Ayahnya ... 64

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan ”Hd” Benci Ayahnya ... 64

3. Proses dan Hasil Bimbingan dan Konseling ... 65

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Perilaku Seorang Anak Membenci Ayahnya ... 74

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan ”Hd” Benci Ayahnya ... 75

C. Proses dan Hasil Bimbingan dan Konseling ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(8)

1

Bab 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan dalam struktur biologis yang sempuna,1 manusia

dilengkapi dengan potensi inderawi, serta emosi dan rasio. Dengan potensi-potensi tersebut manusia lahir sebagai makhluk sosial, makhluk yang mampu bergaul, berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya dan makhluk lainnya. Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikannya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar manusia saling mengenal satu sama lain. Manusia dituntut untuk berfungsi sebagai penata, pengatur, perekayasa atas pembangun agar memanfaatkan segala isi dan potensi alam jagat raya ini dengan sikap yang sesuai dengan ketentuan Allah. Sebagai muslim apabila membiarkan sesama muslim lainnya dalam belenggu kemaksiatan, kemunafikan, dan kemusrikkan. Dengan maksud manusia (secara khusus) mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat untuk saling tolong-menolong, saling mengingatkan yang bertujuan untuk menyebarkan syari’at islam dan mampu merealisasikan nilai-nilai pesan Ilahi yaitu berdakwah.

Kehidupan banyak yang terjadi permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitar, entah itu berada di dalam rumah maupun di luar rumah. Perilaku Individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu

1

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: CV. Jaya Sakti: 1984), h. 1076.


(9)

2

dengan lingkungannya membawa tatanan kepercayaan pribadi, serta

pengharapan.2

Ruang lingkup keluarga seorang individu sebisa mungkin diberi

perhatian dan dicap sebagai individu yang baik (teori labelling), mengingat

keluarga adalah lingkungan pertama tempat individu belajar dan menyerap informasi. Jika sejak kecil individu sudah diberikan pengertian tentang mana yang baik dan mana yang buruk maka mental anak akan belajar dan berkembang dengan sendirinya. Mereka akan menginjak pada tahap dimana mereka belajar pada lingkungan sosial di sekitar mereka, antara lain sekolah

dan lingkungan masyarakat.3

Kehidupan rumah tangga memang senantiasa dijaga, karena keutuhan

sebuah keluarga dalam sebuah rumah tangga dengan berjalannya waktu. Ada saja permasalahan yang selalu merintangi bahkan bisa mengganggu kerukunan kehidupan dalam suami istri. Untuk itulah pembentukan keluarga hendaknya diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan keluarga yang penuh dengan semangat mawaddah wa rahmah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mendambakan keridhaannya, limpahan hidayah dan taufiq-Nya.

Kehidupan keluarga yang didasari oleh niat dan semangat beribadah kepada Allah, keluarga yang demikian akan selalu mendapat perlindungan dalam mendapatkan tujuan-tujuannya yang penuh dengan keluhuran dalam sebuah bingkai tali pernikahan yang suci dan diikat dengan janji suci

2

Kuspriatni, Lisa, Pengaruh Individu dan Pengaruhnya Terhadap Organisasi. pdf

3

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 15.


(10)

3

pernikahan. Untuk itulah diperlukan cara tips menjaga keharmonisan rumah

tangga itu sendiri.

Keluarga yang akan diteliti oleh penulis, “Hd” merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Menurut “Hd” ayahnya kurang memperhatian ibunya serta diri “Hd” dan kakaknya, dan mengakibatkan kebencian seorang anak terhadap ayah. Sang ayah telah menikah tiga kali. “Hd” merasakan kurang adanya kasih sayang dari seorang ayah, karena ibunya (sebelum meninggal) mengalami sakit diabetes dan kanker payudara, setelah ibu “Hd” mengalami sakit sang ayah telah meninggalkan istri serta anak-anaknya, sang ayah hanya bisa mengirimkan uang dan menjenguk hanya bisa dihitung dengan jari setiap bulannya. Maka dari itu mulailah permasalahan-permasalahan muncul dengan anak tidak mematuhi perkataan seorang ayahnya tersebut.

Ayahnya pernah marah besar terhadap anak tersebut, sehingga anak tersebut semakin dendam kepada sang ayah sampai sekarang. Jika ayahnya sedang di rumah menjenguk anak-anaknya maka anak tersebut selalu masuk kamar atau menyalakan televisi terlalu keras dan menganggap ayahnya tidak ada.

Dari sinilah penulis tertarik dan atas persetujuan konseli, penulis bersedia untuk memberikan bantuannya dalam membimbing dan memberikan hubungan baik antara anak dan ayah. Dengan masalah yang ada tersebut, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Behaviour dalam Mengatasi Kebencian Seorang Anak Kepada Ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo”.


(11)

4

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan kebencian anak kepada ayahnya di

Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo?

2. Bagaimana proses bimbingan konseling islam dengan teknik behaviour

dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo?

3. Bagaimana hasil bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian

anak di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo? C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak

membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui proses bimbingan konseling dalam mengatasi anak

yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.

3. Untuk mengetahui hasil bimbingan konseling islam dalam mengatasi

anak dengan tekhnik behaviour di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap akan munculnya pemanfaatan dari hasil penelitian ini secara teoristis dan praktis bagi para pembacanya. Manfaat penelitian ini baik secara teoristis dan praktis dapat peneliti uraikan sebagai berikut:


(12)

5

1. Manfaat Teoristis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam

bidang Bimbingan Konseling Islam tentang teknik behaviour dalam penanganan masalah hubungan ayah dan anak tersebut.

b. Sebagai sumber informasi dan refrensi bagi Jurusan Bimbingan dan

Konseling Islam khususnya. Dan bagi mahasiswa umumnya. Dalam hal Bimbingan dan Konseling Islam terhadap penanganan masalah hubungan ayah dan anak tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu permasalahan ayah dan

anak tersebut.

b. Bagi konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam menangani permasalahan ayah dan anak tersebut.

E. Definisi Konsep

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami beberapa konsep akan diteliti dalam skripsi ini, maka perlu menjelaskan pengertian dan maksud masing-masing.

Adapun istilah yang perlu peneliti jelaskan adalah sebagai berikut:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberi bantuan

terarah, continue dan sisitematis kepada setiap individu agar dia dapat


(13)

6

optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW kedalam dirinya, sehingga dia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an

dan Hadist.4

Sedangkan menurut Aunur Rahim Rofiq Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai Makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai kebahagian hidup didunia

dan akhirat.5

2. Teknik Behaviour (Tingkah Laku)

Menurut Watson, Skinner dan teoritikus lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Freud melihat bahwa tingkah laku di kendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku kita. Menurut teoritikus behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor yang berasal dari luar. Faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka kepribadian individu menurut teori ini dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu

4

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.

5

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta:UII Press, 2004), hal. 4


(14)

7

dan lingkungannya. Manusia datang ke dunia ini tidak dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya ”baik atau buruk”, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu selanjutnya semata-mata bergantung pada lingkungannya.

Menurut Watson, adalah tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan atas kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-kejadian-kejadian-kejadian yang di perkirakan terjadi di

dalam pikiran, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.6

3. Benci

Benci dapat di artikan sangat tidak suka. Menurut bahasa

arab gadab berarti marah, murka, benci, dan mengutuk. Adapun menurut istilah gadab ialah sikap murka atau benci kepada orang lain. Sikap membenci orang lain tanpa alasan yang jelas merupakan salah satu sifat tercela. dalam ajaran Islam, kita dianjurkan agar membenci dan mencintai seseorang itu hanya karena Allah. Artinya, tidak boleh membenci seseorang hanya karena alasan pribadi, keluarga, golongan, dan sebagainya. Agama Islam melarang umatnya berlaku tidak adil kepada orang lain karena membencinya. Maksud membenci seseorang karna Allah SWT, yaitu membenci seseorang yang tidak taat kepada agama Islam oleh karena itu, jika orang tersebut telah bertobat dan taat kepada perintah dan larangannya.

6

Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoretis terhadap Fenomena, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hal. .


(15)

8

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan pengembangan wawasan keilmuan, dan arti penelitian merupakan sarana untuk pengembangan ilmu. Setiap pengertian ilmiah di dalamnya mengandung beberapa langkah yang harus dipertimbangkan secara seksama dan dapat dipertanggung jawabkan secara metodologis, karena itulah yang mempengaruhi nuansa penelitian.

Jenis pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Metode deskriptif ialah sebagai titik berat pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti bertindak sebagai pengamat dan hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya

dalam buku observasinya. 7

Peneliti akan mendeskripsikan fenomena yang terjadi dilokasi penelitian, dalam hal ini mengenai persepsi diri pada seorang anak yang membenci ayahnya.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami

fenomena tentang yang dialami subyek peneliti secara holistic dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

7

Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 1991), h. 25


(16)

9

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.8

Penelitian social telah disebutkan bahwa ada dua jenis penelitian yang sering digunakan yaitu, penelitian jenis kuantitatif dan penelitian kualitatif. Keduanya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi logika dari perbedaan asumsi masing-masing tentang hakikat realitas social maupun hakikat manusia itu sendiri.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif sebagai penelitian dengan

prosedur non matematik, membuat pemaknaan. 9

Peneliti menggunakan metode penelitian jenis deskriptif dikarenakan:

a. Lebih fleksibel

b. Dapat menyajikan secara langsung hakikat antara penulis dan subyek

c. Lebih peka dan lebih menyesuaikan diri terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi.

Metode deskriptif ialah sebagai titik berat pada observasi dan suasana alamiah, penelitian bertindak sebagai pengamat dan hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasinya.

8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Posdakarya, 2004), hal. 6.

9

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000) h. V


(17)

10

Dan jenis penelitiannya adalah penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit social tertentu, yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat. John W. Best dalam Yatim Riyanto menyatakan bahwa studi kasus berkenaan dengan segala sesuatu yang bermakna dalam sejarah atau perkembangan kasus yang bertujuan untuk memahami siklus kehidupan atau bagian dari siklus kehidupan suatu unit individu (perorangan, keluarga, kelompok, pranata social suatu masyarakat).10

2. Subjek Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subjek yang menjadi sasaran oleh peneliti, antara lain:

a. Konseli

Seorang Laki-laki berusia 23 tahun. Dari kecil konseli sudah sering kali ditinggal oleh ayahnya berpergian, entah itu di rumah ibu tirinya yang pertama dan yang ketiga. Konseli tersebut hanya tinggal bersama kakaknya dan ibunya yang kebetulan menjadi istri yang kedua (sebelum Ibunya meninggal dunia). Konseli merasakan kurang adilnya seorang ayah yang selama ini mereka hormati.

b. Konselor

Konselor adalah seorang mahasiswi UINSA Surabaya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam atas nama

10

Nurul Zuriah, Metodologi penelitiansocial dan pendidikan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 48.


(18)

11

Muznatul Husniya. Pengalaman konselor selain mendapatkan dari mata kuliah, konselor juga banyak mendapat pengalaman dari PPL Di Sekolah SMPN 2 Taman Sidoarjo.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap ini terdiri pula atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.

a. Tahap Pra-lapangan

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini:

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Untuk dapat menyusun rancangan penelitian, maka terlebih dahulu memahami fenomena yang telah berkembang yaitu yang menyangkut masalah hubungan dengan ayah. Setelah faham akan fenomena tersebut maka peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, dan membuat rancangan data-data yang diperlukan untuk penelitian.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Setelah membaca fenomena yang ada di lapangan, penulis fokus pada satu masalah, terutama permasalahan yang


(19)

12

ada pada satu keluarga, menyangkut hubungan tentang ayah dan anak.

c. Mengurus Perizinan

Tempat penelitian sudah ditetapkan, maka selanjutnya dilakukan adalah mengurus perizinan sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian yang kemudian dalam penelitian yang kemudian mencari tahu siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberi izin bagi pelaksanaan penelitian, kemudian peneliti melakukan langkah-langkah persyaratan untuk mendapatkan perizinan melakukan penelitian di dalam keluarga tersebut.

d. Menjajaki dan Menilai Lapangan

Tahap ini belum sampai pada titik yang menyingkapkan bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data yang sebenarnya. Jadi tahap ini barulah merupakan orientasi lapangan, namun dalam hal-hal tertentu telah menilai keadaan lapangan. Pengenalan lapangan dimaksudkan pula untuk menilai keadaan, situasi, latar, dan

konteksnya.11

e. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentag situasi dan kondisi serta latar belakang penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini

11

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 130.


(20)

13

adalah teman- teman terdekatnya di masyarakat sekitar dan keluarga terdekat.

f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan dan sebagainya dan juga bertujuan untuk memperoleh diskripsi data secara global mengenai obyek penelitian.

g. Persoalan Etika Penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian, baik secara perseorangan maupun kelompok. Persoalan etika itu akan muncul jika peneliti tetap berpegang teguh pada latar belakang, normal, adat, kebiasaan dan kebudayaannya sendiri dalam menghadapi konteks latar penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

1) Memahami latar penelitian

Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu, ia perlu mempersiapkan dirinya, baik secara fisik maupun secara mental disamping dia harus mengingat persoalan etika sebagai yang telah diuraikan di muka.


(21)

14

2) Memasuki lapangan

Hal yang perlu dilakukan saat memasuki lapangan ialah menjalin hubungan keakraban, mempelajari bahasa, dan besarnya peranan peneliti, sewaktu berada pada lapangan penelitian, mau tidak mau peneliti terjun ke dalamnya dan akan ikut berperan serta di dalamnya.

3) Berperan serta sambil mengumpulkan data

Hal yang perlu dilakukan dalam tahap ini adalah pengarahan batas study dan mencatat data. Pada waktu menyusun usulan penelitian, batas study telah ditetapkan bersama masalah dan tujuan penelitian. Peneliti hendaknya memperhitungkan pula keterbatasan waktu, tenaga, dan mungkin biaya sehingga ia tidak sampai terpancing untuk mengikuti arus kegiatan masyarakat atau orang pada latar penelitian. Catatan lapangan tidak lain adalah catatan yang dibuat peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu kejadian tertentu.

4) Tahap analisis data

Tahap analisis data merupakan: suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satu uraian dasar. Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, peneliti mengadakan pengecekan atau mulai


(22)

15

melakukan proses analisis terhadap hasil temuan guna menghasilkan pemahaman terhadap data.

4. Sumber Data dan Jenis Data

Untuk mendapatkan sumber data keterangan dan informasi, penulis mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud

dengan sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.12

Adapun yang dijadikan sumber data adalah:

a. Sumber data primer

Sumber data yang diperoleh peneliti dilapangan berupa informasi langsung dari konseli serta didapat dari peneliti sebagai konselor.

b. Sumber data skunder

Sumber data yang di dapat dari informen lain yang dirasa mempunyai penting dalam proses dan masa lalu yang di alami konseli sebagai sumber informasi tambahan untuk melengkapi data yang belum di dapat pada sumber teman-teman konseli.

Sedangkan jenis data adalah jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal (deskripsi) bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:

12

Suharimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan PrakteK, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 129.


(23)

16

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang akan diperoleh peneliti dari hasil observasi dan wawancara dengan pengamatan (langsung diambil dari sumber pertama dilapangan). Sumber data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata atau tindakan dari hasil observasi dan wawancara dengan “Hd”. Data primer ini permasalahan konseli akan dibahas.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai

sumber guna melengkapi data primer,13 yang akan diperoleh

gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli, riwayat pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.

5. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data nantinya, peranannya sangat penting dalam menentukan kualitas hasil penelitian, apabila alat ini tidak akurat hasilnya pun akan tidak akurat.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempaatan mengadakan pengamatan. Sebagai

13

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Universitas Erlangga, 2001), hal. 128.


(24)

17

pengamat peneliti berperan serta kedalam kehidupan sehari-hari subjeknya pada setiap situasi yang di ingikannya untuk dapat dipahaminya dan mendapatkan data yang selengkap-lengkapnya dan data yang dihimpun dapat terjaga kevalidannya. Jadi jelas

tidak pada seluruh peristiwa ia berperan serta.14

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan penataan terhadap gejala yang di selidiki. Observasi ini berfungsi untuk memperoleh pengetahuan serta pemahaman mengetahui data konseli dan untuk menunjang serta melengkapi

bahan-bahan yang diperoleh melalui interview.15

Dalam Observasi ini, peneliti mengamati perilaku konseli yang tampak sebelum dan sesudah proses konseli, dan penelitian tersebut dapat dilihat gejala-gejala yang nampak pada diri konseli seperti ketika konseli berbicara, bertindak, bersikap terhadap ayahnya.

Dengan metode observasi ini merupakan metode yang digunakan dalam penelitiannya, untuk mencari dan mengumpulkan data secara teratur. Obeservasi atau pengamatan langsung dalam penelitian. Dengan demikian akan mampu

14

Lexy Moleong, Metologi Penelitian eEdisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009). H. 164

15

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 153.


(25)

18

memahami konteks data dalam berbagai situasi sehingga dapat memperoleh pandangan yang menyeluruh.

b. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan cara yang dipergunakan peneliti, untuk tujuan suatu tugas tertentu, yang mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang respondent, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan informan. Sebelum seorang peneliti dapat memulai wawancara, artinya sebelum ia dapat berhadapan muka dengan seseorang (informan) dan mendapat keterangan lisan, maka ada beberapa soal yang mengenai persiapan untuk wawancara yang harus dipecahkan terlebih dahulu, yaitu:

1) Seleksi individu untuk diwawancarai

2) Pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancarai

3) Pengembangan suasana lancar dalam wawancara, serta

usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan

sepenuhnya dari orang yang diwawancarai. 16

Wawancara juga merupakan pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, cara pengumpulan data kepada responden, dan jawaban- jawaban

responden dicatat atau direkam.17

16

Koenjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, hal. 130

17

Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Lainnya, (Bandung, Rosdakarya, 1999), hal. 67.


(26)

19

Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud dengan mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interview). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang amat

populer, karena itu banyak digunakan di berbagai penelitian.18

Dalam wawancara ini, peneliti akan menggali data tentang permasalahan yang dihadapi serta menggali latar belakang konseli sehingga dengan mengetahui latar belakang konseli maka peneliti dapat mengetahui penyebab dari masalah konseli dan menyelesaikan masalah dengan suatu solusi yang terbaik.

Peneliti dalam melaksanakan wawancara akan menyaampaikan pertanyaan yang bersifat umum atau disebut pemanasan, dan diarahkan untuk terciptakannya hubungan manusiawi yang wajar, setelah suasana dirasakan wajar maka peneliti baru akan menyampaikan tentang maksud dan wawancara.

c. Dokumentasi

Dari awal katanya dokumen, yang artinya barang- barang didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti

18

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (jakarta: Rajawali Pers 2006) h. 43


(27)

20

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan dan data yang diperoleh melalui metode ini atau sebagainya. Untuk gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi dokumentasi, tempat tinggal konseli, tentang identitas konselor dan konseli, serta masalah yang di

hadapi konseli tersebut.19

Dokumen adalah untuk memperoleh kejadian nyata tentang siatuasi sosial dan arti berbagai faktor disekitar subjek penelitian. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Dokumen digunakan untuk keperluan penelitian

menurut Guba dan Lincoln antara lain: 20

1) Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil,

kaya, dan mendorong.

2) Berguna berbagai bukti untuk suatu pengujian.

3) Dokumen berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif

karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.

19

Suharini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998) hal. 135

20

Lexy Moleong, Metologi Penilitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) h. 216


(28)

21

6. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.21

Dalam penelitian ini proses yang dilakukan peneliti adalah mencari data dan informasi dan memasukkannya dalam bentuk catatan yang kemudian dimasukkan ke dalam bentuk data, kemudan peneliti melakukan pemilahan data yang tidak begitu penting dalam penelitian ini. Dan langkah selanjutnya peneliti melakukan kajian secara mendalam terhadap data-data yang telah dipilih dan siap diolah dan disajikan dalam penelitian.

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari peneliti. Pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis

statistik atau non statistik perlu dipertimbangkan oleh peneliti.22

Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis dengan data non- statistik. Data pelaksanaan teknik behaviour yang dilakukan oleh konselor untuk hubungan anak

21

Lexy Moleong, Metologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) h. 248

22

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 198.


(29)

22

dengan seorang ayah adalah disajikan dalam bentuk “deskriptif komparatif”, yakni membandingkan hasil data pelaksanaan teknik behaviour di lapangan dengan teori yang ada pada umumnya untuk membandingkan kondisi konseli antara sebelum dan sesudah pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam, serta mengetahui berhasil tidaknya teknik behaviour untuk memperbaiki hubungan seorang anak dan ayah.

7. Teknik Keabsahan Data

Agar penelitian bisa menjadi sebuah penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan, maka peneliti perlu untuk mengadakan pemikiran keabsahan data yaitu :

a. Perpanjangan keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan yaitu lamanya keikutsertaan peneliti pada penelitian dalam pengumpulan data serta dalam meningkatkan kepercayaan data yang dilakukan dalam kurun waktu yang relative panjang. Dan menentuan dalam mengumpulkan data. Keikutsertaan ini nantinya tidak hanya memerlukan waktu yang sedikit, dari penambahan waktu peneliti dapat memperoleh daya yang lebih banyak dan dapat digunakan untuk mendeteksi data yang diperoleh, sehingga menyediakan lingkup yang lebih luas.


(30)

23

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau permasalahan yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara lingkup, maka ketekunan pengamatan penyediaan kedalaman.

Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya untuk memahami pokok perilaku, situasi kondisi dan proses tertentu sebagai pokok penelitian. Dengan kata lain, jika perpanjangan penelitian menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data. Oleh karena itu ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam pemeriksaan kebasahan data, maka peneliti akan melakukan pengamatan dengan teliti, memahami dan mampu menelaah terhadap proses konseling yang dilakukan oleh konselor.

Hal ini berarti bahwa peneliti juga akan mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Peneliti dalam teknik ini juga akan mampu menguraikan secara rinci sehingga peneliti juga bisa faham apa yang diteliti.

c. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk


(31)

24

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.23

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan trianggulasi dengan perbandingan sumber dan teori, melakukan pengecekan antar data-data yang didapat dari observasi, wawancara dan juga dokumentasi yang ada, dengan dua cara :

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan temannya dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

barbagai pendapat dan pandangan “Hd”, mahasiswa, informan.

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.24

23

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 178.

24

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 330


(32)

25

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka peneliti menyajikan pembahasan ke dalam beberapa bab yang sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:

Bab I, berisi pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian. Di dalam metode penelitian ada beberapa isi antara lain: Pendekatan Dan Jenis Penelitian, Sasaran Dan Lokasi Penelitian, Jenis Dan Sumber Data, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam Pendahuluan Adalah Sistematika Pembahasan.

Bab II, dalam bab ini berisi : Tinjauan Pustaka meliputi : Bimbingan dan Konseling Islam, (Pengertian Bimbingan Dan Konseling Islam, Tujuan Bimbingan Dan Konseling Islam, Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling Islam, Prinsip-Prinsip Dasar Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam. Dalam bab ini juga berisi tentang teknik behaviour yang meliputi pengertian behaviour, tekhnik-tekhnik behaviour, serta langkah-langkah behaviour. Dan selain itu dalam bab ini juga berisi tentang kebencian, yang terdiri dari pengertian benci, faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi benci, serta dampak dari benci tersebut. Penelitian Terdahulu Yang Relevan.

Bab III, berisi Penyajian Data, di dalam penyajian data meliputi : Deskripsi lokasi penelitian, yakni sejarah tentang anak dan ayah. Deskripsi obyek penelitian meliputi : deskripsi konselor, deskripsi konseli, deskripsi


(33)

26

masalah dan selanjutnya yaitu tentang deskripsi hasil penelitian yang berisi : Deskripsi tentang perilaku seorang anak membenci ayahnya, faktor- faktor yang menyebabkan seorang anak benci ayahnya, proses bimbingan dan konseling dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya, hasil bimbingan konseling Islam dalam mengataasi anak dengan teknik behaviour.

Bab IV, Dalam bab ini berisi tentang Analisis Data yang terdiri dari : Analisis tentang perilaku seorang anak membenci ayahnya, faktor-faktor yang menyebabkan seorang anak benci ayahnya, proses bimbingan dan konseling dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya, hasil bimbingan konseling Islam dalam mengataasi anak dengan teknik behaviour.

Bab V adalah penutup, di dalam penutup terdapat dua poin : Kesimpulan dan Saran.


(34)

27

Bab 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “Bimbingan” (terjemah dara kata “guidane”) dan “Konseling” (berasal dari kata counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral.1

Bimbingan dan konseling juga diartikan sebagai Suatu aktifitas pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan “Hd”.2

Bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberi bantuan terarah, continue dan sisitematis kepada setiap individu agar dia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an dan hadist Rasulallah Saw kedalam dirinya,

1

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 15.

2

Hamdan Bakran adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Baru Pustaka, 2006), hal. 180-181.


(35)

28

sehingga dia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadist.3

Sedangkan Menurut Aunur Rahim Rofiq Bimbingan konseling islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan ahirat.4

Menurut rogers (dikutip dari lesmana) mengartikan konseling sebagai hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (“Hd”), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi lebih baik.5

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Secara implisit, bimbingan dan konseling sudah bisa diketahui dalam rumusan tentang bimbingan dan konseling seperti telah dikemukan diatas. Individu yang dibimbing, merupakan individu yang merupakan individu yang sedang dalam proses perkembangan. Oleh sebab itu, merujuk pada perkembangan individu yang dibimbing, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar tercapai perkembangan yang optimal pada individu yang dibimbing. Dengan perkataan lain

3

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.

4

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta:UII Press 2004), hal.4.

5

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 2.


(36)

29

dengan individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang sesuai lingkungannya.6

Tujuan Bimbingan dan Konseling ada dua: 1) Tujuan Umum

Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.7

2) Tujuan Khusus

Dalam Islam, sosok individu yang ingin dicapai seperti disebutkan. Dalam tujuan dan konseling diatas identik dengan individu yang “kaffah” atau “insan kamil”. Individu yang kaffah atau insan kamil merupakan sosok individu atau pribadi yang sehat baik rohani (mental atau psikis) dan jasmaninya (fisiknya).

6

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), hal. 33.

7

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989) 1994: 5. Hal: 28


(37)

30

Dengan perkataan lain, sehat fisik dan psikisnya individu atau pribadi yang kaffah atau insan kamil juga merupakan sosok individu yang mewujudkan potensi iman, ilmu, dan amal serta dzikir sesuai kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari.

M. Hamdan Barkan Adz Dzaky, merinci tujuan bimbingan dan konseling dalam islam sebagi berikut:

1) Untuk menghasilakan suatu perubahan, perbaikan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan damai (muhtmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufid dan hidayah-Nya

(Mardhiyah).

2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau madrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.

3) Untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.


(38)

31

Dengan demikian, tujuan dan bimbingan dan konseling islam merupakan tujuan yang ideal dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim yang sempurna atau optimal (kaffah dan insal

kamil)).8

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Ditinjau dari segi sifatnya, layanan bimbingan, dan konseling dapat berfungsi:

1) Pencegahan (preventif)

Merupakan usaha pencegahan timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan layanan yang di berikan berupa bantuan bagi para “Hd” agar terhindar dari berbagai masalah yang terdapat menghambat perkembangannya.

2) Fungsi pemahaman

Fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak- pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan “Hd”.

3) Fungsi perbaikkan

Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakuka, namun mungkin saja “Hd” masih menghadapi masalah- masalah tertentu, disinilah fungsi perbaikkan itu berperan.

4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

8

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 36.


(39)

32

Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu para “Hd” dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan. Dengan demikian, “Hd” dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.9 d. Asas- asas Bimbingan dan Konseling Islam

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh sebab itu, harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan efisiensi proses bimbingan dan konseling dapat tercapai. Selain itu agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan.10

Asas-asas ini dapat diterapkan sebagai berikut: 1) Asas kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan “Hd” kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasian ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka

9

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Renika cipta, 2000), hal. 27.

10

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), hal. 77.


(40)

33

penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak.11

Dalam islam sangat dilarang seseorang menceritakan aib atau keburukan orang lain bahkan islam mengancam bagi orang-orang yang suka membuka aib saudaranya diibaratkan seperti memakan bangkai daging saudaranya sendiri. Al-Qur’an surat (An-Nur [24]:19) menegaskan bahwa:” sesungguhnya orang-orang yang senang tersiarnya suatu kekejian (keburukan atau kejahatan) ditengah-tengah orang yang telah beriman, bagi mereka mereka akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan di akhirat”. Relevan dengan ayat diatas Hadis menyatakan yang artinya: “Tiada seorang hamba menutupi kejelekan yang lain di dunia, melainkan

Allah Swt. Akan menutupi kejelekannya dihari kiamat”. (Hadis

Riwayat Muslim dari Abu Hurairah) 2) Asas sukarelaan

Proses bimbingan konseling harus berlangsung atas dasar sukarela baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak “Hd”. “Hd” diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa keragu-raguan ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya

3) Asas keterbukaan

11

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, (Jakarta, PT. Renika cipta, 2000), hal. 31.


(41)

34

Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan baik dari pihak konselor maupun konseli.

“Hd” diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya (masalah yang dihadapinya) dapat diketahui oleh konselor atau pembimbingnya. Selain itu, “Hd” pun harus secara terbuka menerima saran-saran dan masukan dari pihak lain. 4) Asas kekinian

Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang sedang dirasakan “Hd”. Saat ini. Artinya: masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan oleh “Hd”, bukan masalah yang sudah lampau dan bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang akan datang.

5) Asas kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. “Hd” yang dibimbing hendaklah bisa mandiri tidak tergantung kepada orang lain dan kepada konselor. 6) Asas kegiatan

Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti apabila “Hd” tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendiri, melainkan harus dicapai dengan kerja giat dari “Hd” sendiri.


(42)

35

7) Asas kedinamisan

Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada individu yang dibimbing, yaitu perubahan perilaku kearah yang lebih baik, perubahan yang terjadi tidak sekedar mengulang-ulanh hal-hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang lebih maju dan dinamis sesuai dengan arah perkembangan “Hd” yang dikehendaki.

8) Asas kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling (proses bimbingan dan konseling) tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari. Seluruh isi dan proses konseling harus sesuai dengan norma-norma berlaku.

9) Asas keahlian

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus di didik untuk pekerjaan tersebut.

10) Asas alih tangan

Konselor (pembimbing) sebagai manusia, diatas kelebihannya tetap memiliki keterbatasan kemampuan. Tidak semua masalah yang dihadapi “Hd” berada dalam kemampuan konselor. Untuk memecahkannya. Apabila konselor telah mengarahkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk memecahkan masalah


(43)

36

“Hd”, tetapi belum berhasil, maka konselor yang bersangkutan harus memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling kepada pembimbing atau konselor lain atau kepada orang yang lebih mengetahui dan profesional.

11) Asas tut wuri handayani

Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendak tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan “Hd”.

Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu “Hd” mengalami masalah. Bimbingan konseling hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya sebelum dan sesudah “Hd” menjalani layanan bimbingan konseling secara langsung.

e. Prinsip- prinsip Bimbingan dan Konseling Islam

Prinsip merupakan paduan kajian hasil teoritik dan telah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan suatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

1) Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikkan- kebaikkan, setiap pribadi mempunyai potensi


(44)

37

dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.

2) Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik, seseorang anak berbeda dengan yang lain.

3) Bimbingan merupakan usaha membantu mereeka yang

memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan pada umumnya.

4) Bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan- latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus.

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenan dengan sasaran pelayanan, masalah “Hd”, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.12

f. Unsur- Unsur Bimbingan dan Konseling Islam 1) Subyek Bimbingan dan Konseling Islami

Yang dimaksud subjek bimbingan dan konseling islami di sini adalah orang yang melaksanakan kegiatan bimbingan konseling islami yaitu pembimbing.

Konselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang paling penting dalam konseling. Seperti yang dinyatakan Perez, “Temuan penelitian menunjukkan

12

Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 218.


(45)

38

bahwa pengalaman, orientasi teoritis dan tekhnik yang digunakan, bukanlah penentu utama bagi keefektifan seorang terapis, akan tetapi kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihannya sebagai kriteria dalam evaluasi keefektifannya”.13

Menurut Muhammad Arifin seorang pembimbing harus mempunyai syarat-syarat pokok (mental psikologis), sikap dan tingkah laku sebagai berikut:14

a) Mengakui akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati dan mengamalkan, karena mereka adalah menjadi pemberi norma agama (religius norma drager) yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang di kagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir ataupun, batin di kalangan “Hd”.

b) Memiliki sikap dan kepribadian menarik, terutama terhadap “Hd”, dan juga keluarga serta lingkuan sekitarnya.

c) Memiliki rasa tanggung jawab serta rasa berbakti ang tinggi, dan loyalitas terhadap masalahnya di tengah pergolakan hatinya. d) Memiliki kekuatan jiwa yang dalam bertindak menghadapi

permasalahan yang memerlukan pemecahan. Kematangan jiwa berarti matang dalam berfikir, berkehendak dan melakukan reaksi- reaksi emosional terhadap segala hal dalam melingkupi tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak.

13

Muhammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung:CV. Pusrtaka Bumi Quraisy Cet 1, 2003), hal. 1.

14

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press Cet 1, 1982), hal. 2.


(46)

39

e) Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap “Hd” dan keluargannya serta teman-temannya.

f) Mempunyai sikap dan perasaan terikat terhadap nilai- nilai kemanusiaan yang harus ditegakkan, terutama di kalangan “Hd”nya sendiri.

g) Mempunyai kemampuan bahwa tiap manusia memiliki

kemampuan dasar yang baik, dan dapat di bimbing menuju ke arah pemikiran yang lebih dewasa.

h) Memiliki rasa cinta yang mendalam, dan meluas terhadap “Hd”. Dengan perasaan cinta ini, pembimbing selalu siap menolong memecahkan kesulitan-kesulitan yang alami oleh “Hd”.

i) Memiliki kesadaran serta berkomunikasi. Dengan demikian “Hd” tidak lekas berputus asa dalam menghadapi permasalahan- permasalahannya.

j) Memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap kebutuhan “Hd”. k) Memiliki watak dan kepribadian yang familiar, sehingga orang

yang berada di sekitar terutama keluarga yang suka bergaul dengannya.

l) Memiliki jiwa yang ingin maju dalam berkomunikasi, agar meningkatkan kemampuannya untuk berkomunikasi dengan ayahnya.

m) Memiliki pribadi yang bulat dan utuh, tidak terpecah-pecah, orang yang jiwanya terpecah-pecah tidak dapat merekam sikap,


(47)

40

pandangan yang teguh, dan konsisten, melainkan selalu berubah-ubah.

n) Memiliki pengetahuan tekns termasuk metode tentang bimbingan dan penyuluhan serta mampu menerapkan dalam tugas.

Demikianlah syarat-syarat mental psikologis bagi seorang pembimbing pada umumnya, selanjutnya yang dimaksud syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembimbing atau konselor islam antara lain:15

a) Kemampuan profesional/ keahlian meliputi: menguasai bidang permasalahn, metode dan teknik, menguasai hukum islam yang sesuai dengan bidang bimbingan konseling islam yang sudah dihadapi, memahami lantasan filosofi, memahami landasan-landasan keilmuan, mampu mengorganisasikan layanan bimbingan islami dan mampu menghimpun dan memanfaatkan data hasil penelitian yang berkaitan dengan bimbingan islami. b) Sifat kepribadian yang baik/akhlakul karimah.

c) Kempuan bermasyarakat (berukhuwah Islamiyah); berhungan pembimbing agama islam harus memiliki kemampuan sosial yang tinggi.

d) Ketaqwaan kepada Allah ini merupakan syarat utama yang harus dimilki seorang pembimbing agama islam.

2) Obyek Bimbingan Konseling dan Islami

15

Tohari Musnawar, Opcit, hal. 43-48


(48)

41

Yang dimaksud dengan obyek bimbingan dan konseling islami adalah orang yang menerima atau sasaran dari kegiatan bimbingan konseling, yang dalam hal ini adalah “Hd” yang merupakan anak ke-2 dari dua bersaudara.

g. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islami

Langkah-langkah dalam bimbingan dan konseling Islami yang dimaksudkan adalah:16

1) Identifikasi kasus

Langkah ini dilakukan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejalanya yang nampak. Dalam langkah ini, pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu. Contoh: “Hd” memiliki permasalahan dengan ayahnya, akan tetapi di sisi lain ayahnya juga bermasalah dalam keluarga kecilnya tersebut. Peneliti akan memilih permasalahan “Hd” dengan ayahnya karena dengan alasan bahwa tentang perilaku “Hd” terhadap orang tua tidak lainnya adalah ayahnya sendiri.

2) Diagnosa

Diagnosa yaitu langkah menetapkan masalah yang dihadapi “Hd” beserta latar belakangnnya. Diagnosa terdiri dari interpretasi (penafsiran) data mengenai problema yang telah dikenali gejalanya serta kekuatan dan kelemahan dalam pribadi “Hd”.

16

I Djumhur & Muhammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Bandung, CV. Ilmu, 1975), hal. 106-110.


(49)

42

3) Prognosa

Prognosa merupakan langkah yang harus ditempuh untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing “Hd”.

4) Treatment

Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan yang merupakan pelaksanaan apa- apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini tentu memerlukan adanya pengamatan yang cermat. 5) Follow-up

Follow-up dilakukan untuk menilai/mengetahui sejauh mana langkah terapi yang dilakukan dapat mencapai hasilnya. Dalam langkah ini juga dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.

2. Pengertian Kebencian

Kebencian merupakan sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antpati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini merupakan sebuah keinginan untuk menghindari, menghancurkan atau menghilangkan. Kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidakpedulian.

Definisi benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of


(50)

43

mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang kelompok, atau objek tertentu”.17

Menurut kamus Oxford, benci sering terhasil dari pada perasaan takut dan keinginan untuk melenyapkan mereka yang dianggap tidak sehaluan atau yang dilihat sebagai ancaman kepada kesejahteraan dan kebahagiaan kita.

Menurut seorang psikologis Jerman, Erich Fromm. Perasaan benci dalam diri manusia dibagi menjadi dua jenis.

a. Kebencian yang bersebab atau rasional. Ia tercetus apabila seseorang itu merasakan dirinya, kebebasannya atau idea-ideanya terancam. Kebencian jenis ini bertindak untuk melindungi diri kita. Ia akan reda sebaik saja ancaman tadi ditiadakan.

b. Kebencian yang tidak rasional. Ia bukan merupakan tindak balas kepada sesuatu ancaman khusus tetapi lahir dari pada perwatakan seseorang itu yang bersifat sentiasa ingin memusuhi orang lain. Mereka yang tergolong di dalam kumpulan ini sering menganggap bahwa hanya diri mereka serta buah fikiran mereka yang betul.18 1) Psikologi

Kebencian menurut psikologi, Dr. Sigmund Freud mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-aku-an) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidak bahagiaannya. Definisi

17

http://adedermawan123.blogspot.com/2013/07/cinta-dan-benci-menurut-pandangan.html

18

http://kasihsayang-dankebencian.blogspot.com/2014/01/makalah-iad-isd-ibd-kasih-sayang-dan.html


(51)

44

benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of Psychology (Wikipedia) adalah “emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang, kelompok, atau objek tertentu”.

Kebencian atau rasa benci biasanya bertahan cukup lama. Karena itu para psikolog lebih melihatnya sebagai sikap atau pendirian, dan tidak sekedar emosi sesaat. Kebencian bisa disebabkan oleh bermacam-macam sebab. Bisa karena pengalaman buruk sebelumnya dengan orang, kelompok atau objek yang di bencinya. Bisa juga karena pengaruh dari orang atau pihak lain. Oleh karena itu rasa benci bisa mengakibatnya sikap ke egoaannya.

Benci itu melelahkan, kebencian menimbulkan peningkatan kegiatann syaraf di dalam otak. Penelitian dengan scanning otak dari orang yang diberi gambar obyek yang di bencinya menunjukkan pola peningkatan kegiatan dalam otaknya.

Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits Nabi Muhammad saw, sebagaimana dikutip dari Lentera Hati (M.Quraish Shihab): “Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika ia menjadi seterumu. Dan bencilah seterumu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat ia menjadi kekasihmu”.

2) Agama

Ada dua jaringan yang saling berdekatan satu sama lain dalam kehidupan, yakni segi negatif dan positif. Kedua jaringan ini


(52)

45

sangat berpengaruh terhadap kebiasaan dan kehidupan manusia dalam bersosial. Jika dikaitkan dengan bidang pendidikan maka ada kaitannya dengan psikologi dan biologi manusia. Kedua sifat ini adalah sebuah fitrah yang diberikan Tuhan pada jiwa setiap manusia. Kenegatifan seseorang akan menjadi suatu pandangan yang buruk pada setiap aspek, nilai, kebiasaan atau adat istiadat seseorang. Manusia yang mempunyai akal yang sehat terkadang lupa tentang suatu ajaran atau tuntunan yang baik. Mereka anggap apa yang bukan jadi keinginannya adalah salah. Pikiran-pikiran ini biasanya membawa mereka terhadap pemikiran tentang ‘menghambakan’ diri atau nafsu. Jiwa yang sedang berperang terhadap nafsu dengan menggerakkan kebiasaan yang buruk. Akibatnya, keadaan lingkungan akan tidak stabil.

Berbeda dengan kepositifan yang menjaga eksistensinya dalam menjauhi hal-hal yang dapat merusak jasmani dan rohani. Ia lebih mudah dibangun dan di arahkan. Perbuatan-perbuatan yang baik adalah puncak tertinggi yang bisa dicapai oleh ‘positifis-positifis’.

Cinta dan benci adalah dua aspek dari jaringan-jaringan jiwa yang begitu kompleks dan berlawanan satu dengan yang lain. Ia meliputi suatu bidang jiwa yang amat luas. Islam tidaklah memusuhi fitrah manusia demikian, tetapi sebaliknya membinanya. Ia ingin agar manusia itu senang dan membenci, karena itu adalah alamiah


(53)

46

mereka. Tetapi senang dan benci itu pada hakikatnya merusak jiwa, membatasi kekuatannya, memecah-belah, dan memperbudak jiwa itu, sehingga tidak bisa melepaskan diri. Bila senang dan benci itu sampai menjadi nafsu yang tidak terkendalikan, maka ia tidak hanya merusak orang lain saja, tetapi juga merusak orangnya sendiri dalam dan membawa kehancuran.19

Islam menjangkau kedua potensi antara cinta dan benci itu lalu meletakkannya di tempatnya yang benar. Secara otomatis jiwa akan menjadi baik dan kokoh bangunannya, tidak ubahnya dengan seperti sebuah jam yang sempurna, letak jarum pendek dan jarum panjangnya di tempat yang tepat.20

c. Teknik Behaviour

Tingkah laku manusia sebagai makhluk hidup merupakan mahluk- makluk yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan mahluk- mahluk hidup yang lain. Selain manusia dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, yang terikat oleh hukum- hukum alam, manusia juga dipengaruhi atau ditentukan oleh kempuan- kemampuan yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Manusia sebagai mahluk hidup, merupakan mahluk yang dinamik dalam pengertian bahwa manusia dapat mengalami

19

Muhammad Quthb, SISTEM PENDIDIKAN ISLAM, Bandung: PT. ALMA’ARIF, 1988)

hal.251

20

. Muhammad Quthb, SISTEM PENDIDIKAN ISLAM, Bandung: PT. ALMA’ARIF, 1988) hal.320


(54)

47

perubahan- perubahan. Tingkah laku manusia dapat berubah dari waktu ke waktu.21

Aliran behaviorisme menekankan pada perubahan perilaku yang tampak sebagai indikator terjadinya proses belajar. Menurut behaviorisme, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan mengendalikan perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Kajian dalam teori ini adalah benda- benda atau hal- hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulasi) dan gerak balas (respon).

Pada pelaksanaannya, konselor menggunakan teknik behaviour untuk menangani “Hd”. Dalam teknik behaviour terbagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Teknik Tingkah Laku Umum

Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah: a) Skedul penguatan

Suatu teknik pemberian penguatan pada “Hd” ketika tingkah laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh “Hd”. Penguatan harus dilakukan terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri “Hd”. Setelah terbentuk, frekuensi penguatann dapat dikurangi atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak setiap kali perilaku baru dilakukan). Istilah ini sering disebut sebagai penguatan intermiten. Hal ini dilakukan untuk

21

Su’adah, Lendriyono Fauzik, Pengantar Psikologi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), Hal. 117.


(55)

48

mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk. Misalnya, “Hd” yang yang mengalami kesulitan membaca akan diberikan pujian secara terus-menerus, bila berhasil membaca, tapi setelah ia dapat membaca, pemberian pujian harus dikurangi.

b) Shaping

Teknik yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemmudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.

c) Ekstingsi

Teknik berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku maladatif tidak terulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabla tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang anak yang selalu menangis untuk mendapatkan yang diinginkannya. Konselor akan bertindak tidak memberi perhatian sehingga anak tersebut tidak akan menggnakan cara yang sama lagi untuk mendapatkan keinginannya.

2. Teknik Tingkah Laku Spesifik Teknik spesifik ini meliputi: a) Desensitisasi sistematik

Teknik yang paling sering digunakan. Teknik ini diarahkan kepada “Hd” untuk menampilkan respon yang tidak konsisiten


(56)

49

dengan kecemasan. Desensitiasasi sistematik melibatkan teknik relaksasi di mana “Hd” diminta untuk menggambarkan situasi yang paling menimbulkan kecemasan sampai titik di mana “Hd” tidak merasa cemas. Selama relaksasi, “Hd” diminta untuk rileks secara fisik dan mental. Teknik ini cocok untuk menangani kasusu fobia, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan secara umum, kecemasan neurotik, impotensi, dan frigiditas seksual. Selanjutkan, Wolpe (dikutip dari Corey) menyimpulkan bahwa tiga penyebab teknik desensitisasi sistematik mengalami kegagalan, yaitu:

1) “Hd” mengalami kesulitan dalam relaksasi yang disebabkan karena komunikasi konselor dan “Hd” yang tidak efektif atau karena hambatan ekstrem yang dialami “Hd”.

2) Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, hal ini kemungkinan disebabkan karena penanganan tingkatan yang keliru.

3) “Hd” tidak mampu membayangkan b) Pelatihan asertivitas.

Teknik ini mengajarkan “Hd” untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah permainan peran. Teknik ini dapat membantu “Hd” yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau menegaskaan diri di hadapan orang lain. Pelatihan asertif biasanya digunakan untuk kriteria “Hd” sebagai berikut:


(57)

50

1) Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung

2) Menunjukkan kesopanan secara berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.

3) Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”

4) Mengalami kesulitan mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.

5) Merasa tidak memiliki hak untuk memiliki perasaan dan pikirannya sendiri.

Melalui teknik permainan peran, konselor akan memperlihatkan bagaimana kelemahan “Hd” dalam situasi nyata. Kemudian “Hd” akan diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri di hadapan orang lain.

c) Time-Out.

Merupakan teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah laku yang tidak diharapkan muncul, maka “Hd” akan dipisahkan dari penguatan positif. Time-out akan lebih efektif bila dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya lima menit. Contoh kaasus: seorang anak yang senang memukul adiknya akan dimasukkan ke dalam kamar gelap selama lima menit bila terlihat melakukan tindakan tersebut. Karena takut akan dimasukkan ke


(58)

51

kamar gelap kembali, biasanya anak akan menghentikan tindakan yang salah tersebut.

d) Implosion dan flooding.

Teknik implosion mengarahkan “Hd” untuk membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang. Karena dilakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang menakutkan tidak terjadi, maka diharapkan kecemasan “Hd” akan tereduksi atau terhapus. Menurut Stampfl dikutip dari Corey teknik implosion adalah teknik yang memantang pasien untuk menatap mimpi-mimpi buruknya.

Ia menambahkan bahwa teknik implosion sangat bagus digunakan untuk pasien gangguan jiwa yang berada di rumah sakit, “Hd” neurotik, “Hd” psikotik, dan fobia. Sementara itu menurut Corey flooding merupakan teknik di mana terjadi pemunculan stimulus yang menghasilkan kecemasan secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. “Hd” akan membayangkan situasi dan konselor berusaha mempertahankan kecemasan “Hd” tersebut.

Flooding bersifat lebih ringan karena situasi yang menimbulkan

kecemasan tidak menyebabkan konsenkuensi yang parah.

Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan di atas, Corey menambahkan beberapa teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristik. Di antaranya, adalah:


(59)

52

Teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera tingkah laku yang diharapkan muncul. Contoh-contoh penguatan positif adalah senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas, medali, uang, dan hadiah lainnya. Pemberian penguatan positif dilakukan agar “Hd” dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk. Contoh: “Hd” membenci ayahnya dengan cara membanting pintu, mengeraskan volume televisi atau radio, atau keluar bersama teman-temannya. Akan tetapi setelah datangnya peneliti dan meneliti perilaku “Hd” terhadap ayahnya, peneliti merubah perilaku “Hd” dan mengubah pola pikir “Hd” terhadap ayahnya.

2) Percontohan (modelling).

Dalam teknik ini, “Hd” dapat mengamati seseorang yang dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini, konselor dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh “Hd”. Contoh: peneliti menceritakan tentang pengalaman peneliti dan memperlihatkan media melalui video.

3) Token economy.

Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku “Hd”. Metode ini menekankan penguatan yang dapat dilihat dan disentuh oleh “Hd”. Metode ini menekankan penguatan yang


(60)

53

dapat dilihat dan disentuh oleh “Hd” (misalnya kepingan logam) yang dapat ditukar oleh “Hd” dengan objek atau hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan pemikat oleh “Hd” untuk mencapai sesuatu.22 Contohnya: setelah mendengarkan cerita pengalaman pribadi peneliti serta melihat tampilan video, “Hd” lambat laun sadar akan sikapnya. Bahwa “Hd” sangat keterlaluan membenci ayahnya.

Disini peneliti menggunakan teknik percontohan (modelling) karena “hd” membutuhkan percontohan perilaku orang lain dan mempertontonkan video tentang bagaimana cara mencintai orang yang menyayangi kita sebagai keluarga serta kerabat terdekat.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Perlu dijelaskan bahwa penelitian pada dasarnya untuk memaparkan dan menjelaskan berkenan dengan penelitian-penelitian terdahulu apakah ada atau tidak dengan berkenan dengan penelitian penulis yang juga menjadi sebuah bukti konkrit bahwasannya penelitian ini sebelumnya belum ada yang membahas, kalaupun pernah terangkat tentunya dipaparkan perbedan baik dari sisi metode, obyek penelitian atau yang lain.

22

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 172.


(61)

54

Setelah peneliti meneliti dan mengamati hasil tujuan penelitian ada beberapa judul penelitian antara lain.

1. Skripsi Siti Nur Afiyah

Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Kebencian Anak pada Ayah di Wonocolo Surabaya, Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam 2015.

Penelitian ini membahas tentang bimbingan dan konseling islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam dalam menangani kebencian anak pada ayahnya.

Persamaannya, pertama dalam penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif jenis studi kasus. Kedua, penelitian ini menggunakan Bimbingan dan Konseling Islam dalam menangani kebencian anak pada ayahnya.

Perbedaannya, terapi yang digunakan pada penelitian Siti Nur Afiyah adalah Terapi Rasional Emotif dengan teknik self modelling, diskusi, dan assertive training sedangkan yang digunakan peneliti adalah Teknik Behaviour.

2. Sofiatul Khusnah

Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Family Therapy Dalam Menangani Kesenjangan Komunikasi Antara Anak Dengan Ayah Di Desa Bohar Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo : Studi Kasus Kesenjangan Komunikasi Antara Anak Dengan Ayah Yang Menikah Lagi. Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam 2015.


(62)

55

Penelitian ini membahas tentang bimbingan dan konseling islam dengan Family Therapy dalam menangani kesenjangan komunikasi antara anak dengan ayah di desa bohar kecamatan taman kabupaten sidoarjo : studi kasus kesenjangan komunikasi antara anak dengan ayah yang menikah lagi

Persamaannya, pertama dalam penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif jenis studi kasus. Kedua, penelitian ini menggunakan Bimbingan dan Konseling Islam dalam menangani kesenjangan komunikasi antara anak dengan ayah.

Perbedaannya, terapi yang digunakan pada penelitian Sofiatul Khusnah adalah Family Therapy dengan teknik homework yaitu: dengan cara mengumpulkan seluruh anggota keluarga agar saling berkomunikasi di antaranya, sedangkan yang digunakan peneliti adalah Teknik Behaviour dengan modelling.


(63)

56

Bab 3

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Konseli, Konselor, dan Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Konseli (Subyek Penelitian)

Nama Lengkap : “Hd”

Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 05 Desember 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : ISLAM

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : INDONESIA

Pendidikan :

̶ SDN Bringin Bendo 1 Taman 1998 - 2004

̶ SMP YPM 3 Bringin Bendo 2004 - 2007

̶ SMA Dharma Wanita 2007 – 2010

Alamat :

Penelitian ini menggunakan subyek dengan umur 23 tahun. Menurut Departemen Kesehatan umur 23 tahun termasuk dalam kategori umur dengan masa remaja akhir. Berarti dengan memasuki masa remaja akhir subyek tersebut akan memasuki tahap masa dewasa awal. Untuk menjaga asas kerahasiaan dalam penelitian, nama subyek diganti dengan sebutan “Hd”. Subyek tersebut merupakan anak kedua dari dua bersaudara. “Hd” lahir dari seorang ayah yang memiliki istri lebih dari satu (poligami). Ayah dari subyek (Hd) sendiri telah menikah


(64)

57

sebanyak 3 kali dengan istri yang pertama dikaruniai putra dan putri. Sedangkan buah pernikahan dengan istri kedua memiliki 2 orang anak yaitu putri dan putra. Kemudian hasil pernikahan ayah “Hd” dengan istri yang ketiga tidak dikaruniai anak. Subyek penelitian sendiri yaitu “Hd” merupakan hasil dari pernikahan ayah “Hd” dengan istri keduanya.

2. Deskripsi Konselor

Nama Lengkap : Muznatul Husniya

Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 30 September 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : ISLAM

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : INDONESIA

Pendidikan :

̶ TK Muslimat III 1995 - 1997

̶ MI. Roudlotul Banat 1997 - 2003

̶ Mts. Darul Falah Cukir 2003 - 2006

̶ MA. Darul Falah Cukir 2006 – 2009

Alamat : Jemurwonosari Gg.03 No.17 Rt/Rw:09/03 Surabaya, kode pos: 60237

Peneliti merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya sebagai mahasiswa aktif di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Jurusan yang sedang ditempuh oleh peneliti


(65)

58

adalah S1 Bimbingan dan Konseling Islam. Penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan studi dan memenuhi gelar sarjana S.Sos,I di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

Dalam penelitian ini, obyek yang menjadi kajian adalah proses komunikasi yang dilakukan dari ayah sebagai orang tua kepada anaknya. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi interpersonal maupun komunikasi intrapersonal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun melalui media. Contohnya adalah saat anak mengobrol secara langsung dengan ayah sebagai orang tuanya. Sedangkan komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal seorang manusia secara aktif dari seorang individu dalam pemrosesan simbolik sebuah pesan. Hal tersebut yang dimaksud adalah seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Contoh dari komunikasi interpersonal adalah melamun atau berdoa.

3. Deskripsi Lokasi Penelitian

Peneliti menggunakan lokasi penelitian berada di rumah subjek yaitu diperumahan Pondok Jegu Trosobo yang merupakan termasuk dalam wilayah Kabupaten Sidoarjo. Lokasi penelitian termasuk daerah semi perkotaan. Hal tersebut dilatar belakang dengan masih adanya usaha dibidang agraris dengan tali persaudaraan yang erat. Selain itu


(66)

59

dalam sisi masyarakat kota dilihat berdasarkan perkembangan usaha yang ada, yang di dalamnya banyak terdapat pabrik berdiri dengan berbagai macam pekerjaan yang ditawarkan. Oleh sebab itu masyarakat yang ada pada Perumahan Pondok Jegu Trosobo, Kabupaten Sidoarjo termasuk dalam masyarakat peperumahan semi perkotaan.

Keadaan umum dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi sifat, karakter dan tradisi yang berkembang dalam kelompok masyarakat. Dengan adanya perkembangan tersebut dalam beberapa kelompok masyarakat terdapat perbedaan sifat, karakter dan tradisi yang ada. Termasuk berlaku pada lokasi penelitian di perumahan Pondok Jegu Trosobo yang terdapat banyak sifat, karakter dan tradisi yang berkembang di masyarakat.

4. Deskripsi Masalah “Hd”.

Dalam keluarga “Hd”, ayahnya telah menikah tiga kali. Dengan istri yang pertama dikaruniai putra dan putri, sedangkan istri kedua memiliki putri dan putra, sedangkan istri yang ketiga tidak dikaruniai putra. “Hd” merupakan putra dari istri yang kedua. Di dalam keluarga ini komunikasi sangatlah kurang dengan istri yang satu dengan yang lainnya.

Terkadang “Hd” rindu dengan rasa kasih sayang seorang ayah. Tapi istri yang pertama tidak mau jika ayahnya tersebut tidur di rumah istri yang kedua. Padahal ayahnya juga ingin sekali menengok dan memperhatikan istri kedua serta istri ketiga.


(1)

80

3) Membesarkan suara TV jika ayah “Hd” berada di rumah atau “Hd” pergi bersama teman-temannya.

Berdasarkan cerita dari “Hd” dan gejala yang nampak, konselor menetapkan permasalahan yaitu anak yang membenci ayahnya. Selanjutnya konselor merancang bantuan yang akan diberikan. Konselor memilih terapi behaviour untuk membantu “Hd” merubah perilakunya serta perasaan benci terhadap ayahnya.

b. Tahap Pertengahan atau Tahap Terapi

Konselor menjelajahi dan mengeksplorasi masalah “Hd” secara lebih mendalam agar “Hd” mempunyai perspektif baru terhadap masalah yang dialami. Konselor mengatakan kepada “Hd” bahwa bagaiamana pun sikap ayah terhadapnya, beliau tetap ayah kandungnya karena status orang tua tidak akan pernah berubah. Tidak ada yang namanya mantan ayah.

Konselor menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara dengan menyelingi candaan dan betul-betul memperhatikan saat “Hd” berbicara sehingga “Hd” merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling.

Selanjutnya konselor mulai melakukan proses terapi dengan


(2)

81

tetapi sikap membenci itu hanya akan membawa dampak buruk bagi diri sendiri.

Selain itu, konselor meminta “Hd” untuk membuatkan ayahnya kopi jika ayahnya sedang berada di rumah. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa perhatian ayah kepada “Hd” dan saudaranya. Konselor bersyukur karena “Hd” mau menerima dan melakukan permintaan konselor. Namun setelah “Hd” melakukan hal tesebut, belum terjadi perubahan pada ayah “Hd”.

Selanjutnya, konselor meminta “Hd” untuk menanyakan kabar ayahnya. “Hd” pun mengikuti saran dari konselor. “Hd” mulai menanyakan kabar ayahnya secara langsung. Perilaku ini mendapatkan respon positif dari ayah “Hd”. Konselor menyarankan “Hd” untuk membiasakan menanyakan kabar ayahnya. Ayah “Hd” pun mulai perhatian lagi dengan “Hd” dengan menanyakan “Hd” sudah makan atau belum, bagaimana saudara “Hd”, ayah “Hd” juga menanyakan bagaimana pekerjaan “Hd”, dan hal lain yang menunjukkan sikap perhatian ayah “Hd” terhadap “Hd” dan saudarnya.

c. Tahap Akhir

Konselor mengakhiri sesi konseling dengan menanyakan kabar “Hd” serta tugas yang diberikan konselor kepada “Hd”.


(3)

82

3. Hasil Bimbingan Konseling dengan Teknik Behavior dalam Menangani Kebencian Anak kepada Orangtuanya.

Setelah melakukan proses konseling, perubahan yang terjadi adalah komunikasi antara “Hd” dan ayahnya sudah mulai terjalin kembali. “Hd” sudah mulai menyapa ayahnya dengan menanyakan kabar. Demikian pula dengan ayah “Hd” yang sudah mulai memberikan perhatian kepada “Hd” serta saudaranya dengan menanyakan “Hd” dan saudaranya sudah makan atau belum. Ayah “Hd” juga bertanya tentang pekerjaan “Hd”, dan hal-hal lain layaknya ayah dan anak pada umumnya.

B. Saran

Untuk “Hd” hendaknya selalu berusaha untuk menjalani dengan tulus serta penuh ikhlas dan jangan enggan menjalin komunikasi yang baik dengan ayahnya. Hal yang sekiranya kurang baik jangan sampai dilakukan, lebih bisa memilih apa yang seharusnya tidak dilakukan. Dan jangan pernah mengulang kejadian yang dipandang sebelah mata oleh ayah seperti membanting pintu.

Disarankan pula untuk lebih bisa mengendalikan dirinya agar hal-hal yang buruk yang dilakukan sebelum adanya proses konseling berlangsung tidak terulang kembali. Dan diusahakan agar jangan mudah terombang-ambing dengan suasana hati yang mudah berubah-ubah suatu saat.

Diharapkan kepada para pembaca, untuk mengembangkan proses pelaksanaan konseling dengan terapi yang sesuai dalam menangani kebencian


(4)

83

mengkaji lebih dalam mengenai teknik behaviour dalam tahap modelling terhadap anak yang membenci ayahnya. Kemudian penulis juga merasa bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis berharap kepada peneliti selanjutnya agar lebih baik untuk menyempurnakan penelitian ini. Dan untuk pembaca pada umumnya jangan pernah membiarkan sebuah masalah menjadi sebuah beban yang merugikan pada diri sendiri ataupun orang lain, dan jangan pernah menjadikan masalah orang lain sebagai sebuah beban untuk kita. Sebab apabila kita meringkankan beban orang lain maka Allah senantiasa meringankan beban kita.


(5)

Daftar Pustaka

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Golden Terayon Press Cet 1, 1982

Bakran, Hamdan, Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Fajar Baru Pustaka, 2006

Baharudin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoretis Terhadap Fenomena, Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2007

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan

Kualitatif, Surabaya: Universitas Erlangga, 2001

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1984

Depdikbud, 1994:5

Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling Islam, Yogyakarta: UII Peress, 2004

Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Tehnik Penelitian Bidang

Kesejahtraan Sosial dan Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 1999

Jalaludin, Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 1991

Ketut, Dewa Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan

Konseling di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000

Koenjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat

Kuspriatni, Lisa, Pengaruh Individu dan Pengaruhnya Terhadap Organisasi. Pdf Moleong, lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2005

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000


(6)

Namora, Lumongga, Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan

Praktik, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011

Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010

Suharimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006

Surya, Muhammad, Psikologi Konseling, Bandung: CV. Pustaka Bumi Quraisy Cet 1, 2003

Tohirin, Bimbingan dan Konseling Islam di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007