Data Kependudukan Kota Cilegon

3.2. Data Kependudukan Kota Cilegon

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2009-2013) jumlah penduduk Kota Cilegon mengalami kenaikkan. Proses perkembangan jumlah penduduk dari 349.162 jiwa pada tahun 2009 menjadi 398.304 jiwa pada tahun 2013 dicirikan dengan proses pertumbuhan yang relatif stagnan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.4. di bawah.

Relatif tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kota Cilegon selain karena adanya pertambahan penduduk secara alami, namun juga dipengaruhi oleh peristiwa migrasi penduduk yang masuk sebagai pencari kerja maupun tenaga kerja yang merupakan implikasi atas bertumbuhkembangnya kondisi perekonomian Kota Cilegon, khususnya pada sektor industri, perdagangan dan jasa.

Sumber : CDA Kota Cilegon Tahun 2014

Gambar 3.2. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Cilegon Tahun 2009-2013

Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut, kepadatan penduduk di Kota Cilegon juga mengalami peningkatan dari 2.235 jiwa/km 2 pada tahun 2012 menjadi 2.269 jiwa/km 2 pada tahun 2013. Konsentrasi kepadatan penduduk pada tahun 2013 tertinggi terjadi di Kecamatan Jombang yang mencapai sebesar 5.534 jiwa/km 2 , sedangkan Kecamatan Ciwandan merupakan kecamatan yang terendah kepadatan penduduknya yakni mencapai sekitar 873 jiwa/km 2 . Tingginya kepadatan penduduk di Kecamatan Jombang dikarenakan kecamatan ini merupakan kawasan pusat permukiman penduduk, sebaliknya Kecamatan Ciwandan yang kepadatannya rendah dikarenakan kecamatan ini wilayahnya didominasi oleh kawasan perindustrian.

Tabel 3.2. Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Cilegon Tahun 2012 dan 2013

Tahun 2013 No

Penduduk Tingkat Kepadatan

Penduduk Tingkat Kepadatan

(Km²)

(Jiwa)

(Jiwa/Km²)

(Jiwa)

(Jiwa/Km²)

Kota Cilegon

Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014

Jika diperhatikan dari perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap perempuan (sex rasio) di Kota Cilegon, terlihat bahwa pada tahun 2013 sex rasionya sebesar 104, yang berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki 4% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex rasio terbesar terdapat di Kecamatan Purwakarta yakni sebesar 107, sedangkan terendah terdapat di Kecamatan Cibeber yakni sebesar 102.

Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Cilegon Tahun 2013

Sex Ratio No.

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kota Cilegon

Sumber : CDA tahun 2014

Dilihat dari komposisi umur penduduk di Kota Cilegon, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas (usia produktif) mengalami kenaikkan dari tahun ke tahun. Tingginya persentase penduduk usia produktif tersebut merupakan potensi sumber daya manusia yang dimiliki Kota Cilegon yang seharusnya menjadi sumber daya yang bisa di dayagunakan.

Secara umum struktur penduduk menurut kelompok umur dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok usia 0-14 tahun, 15-64 tahun dan 65 tahun ke atas atau kelompok usia produktif dan non produktif. Penduduk non produktif yang merupakan gabungan antara penduduk muda (0 - 14 tahun) dengan usia tua (65 tahun ke atas) pada tahun 2013 mencapai 40,32 %, sementara itu penduduk yang termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebesar 59,68 %. Mengingat persentase penduduk usia produktif yang cukup tinggi, apabila diimbangi dengan kualitas yang baik akan menjadi sumber daya penting bagi pembangunan.

Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Atas dasar konsep ini dapat digambarkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja atau seberapa besar beban yang ditanggung oleh Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Atas dasar konsep ini dapat digambarkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja atau seberapa besar beban yang ditanggung oleh

ABK merupakan perbandingan antara penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif, dimana pada tahun 2013 angkanya yaitu 67,56 atau dapat dikatakan bahwa setiap 100 orang produktif akan menanggung 67-68 orang non produktif atau kurang lebih 2 berbanding 1. Meskipun demikian secara total komposisi umur penduduk produktif dan nonproduktif di Kota Cilegon masih tergolong wajar dan cukup menguntungkan, karena kelompok usia produktif yang cukup besar sementara umur non produktif relatif kecil.

Tabel 3.4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Cilegon Tahun 2011-2013

Tahun 2013 No Umur

Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014

Isue penting yang terkait dengan pemberdayaan penduduk usia produktif utamanya adalah mengenai ketenagakerjaan, yang dalam hal ini adalah terkait dengan keadaan angkatan kerja, struktur ketenagakerjaan, dan pengangguran.

Pada tahun 2013, sekitar 60,23% dari seluruh penduduk usia kerja merupakan tenaga kerja aktif dalam kegiatan ekonomi atau disebut dengan angkatan kerja. Jumlah ini menurun sekitar 5,51% dibanding tahun 2012. Persentase angkatan kerja yang diistilahkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menggambarkan pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa di Kota Cilegon. Pada tahun 2013 TPAK laki-laki sebesar 82,30%, lebih tinggi daripada TPAK perempuan sebesar 37,18% karena penduduk laki-laki umumnya pencari nafkah utama di keluarga. Rendahnya TPAK perempuan disebabkan kegiatan utama perempuan umumnya mengurus rumahtangga dibandingkan menjadi angkatan kerja (bekerja atau mencari kerja). Prosentase dari jumlah pengangguran terhadap total jumlah angkatan kerja diistilahkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT), yang pada tahun 2012 angkanya mencapai 11,30%dan pada tahun 2012 dapat ditekan menjadi sebesar 7,16% atau terjadi penurunan sebesar 4,14 %.

Makin menurunnya TPT, menunjukan bahwa Pemerintah Daerah secara perlahan dapat mengatasi masalah pengangguran. Hal ini tidak terlepas dari adanya sinergitas antara seluruh stakeholder pembangunan. Penyediaan lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja yang masih Makin menurunnya TPT, menunjukan bahwa Pemerintah Daerah secara perlahan dapat mengatasi masalah pengangguran. Hal ini tidak terlepas dari adanya sinergitas antara seluruh stakeholder pembangunan. Penyediaan lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja yang masih

Tabel 3.5. Perkembangan Angkatan Kerja, TPAK, dan TPT di Kota Cilegon Tahun 2009-2013

Angkatan Kerja

Total

Bukan

TPAK TPT Tahun

60,23 7,16 Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2014

Disamping itu, peningkatkan kualitas SDM juga harus dikedepankan. Untuk mengurangi terjadinya mismatch dalam pasar kerja, perlu adanya link and match antara pendidikan dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Mengacu kepada visi jangka panjang Pemerintah Daerah Kota Cilegon sebagai kota industri, perdagangan dan jasa, maka muatan pendidikan seyogyanya lebih diarahkan kepada tiga sektor tersebut. Berdasarkan data penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, ketiga sektor tersebut merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

Selain upaya menumbuhkan lapangan kerja, pengurangan pengangguran juga harus dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat, melalui penumbuhan jiwa wirausaha (entrepreneurship), peningkatan skill dan kemudahan permodalan bagi pengusaha mikro, kecil Selain upaya menumbuhkan lapangan kerja, pengurangan pengangguran juga harus dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat, melalui penumbuhan jiwa wirausaha (entrepreneurship), peningkatan skill dan kemudahan permodalan bagi pengusaha mikro, kecil

Tabel 3.6. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Cilegon Tahun 2010-2013

TAHUN No.

Lapangan Usaha

1. Pertanian, Kehutanan, Peternakan dan

0,40 0,82 3. Industri Pengolahan

2. Pertambangan dan Penggalian

18,90 14,02 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

8,86 9,47 6. Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa

7. Transportasi, Pergudangan, dan

8. Lembaga Keuangan, Real Estate,

5,69 12,79 Persewaan & Jasa Perusahaan

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan

Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2014

3.3. Kawasan Industri di Kota Cilegon

Definisi kawasan industri sebagaimana dikemukakan dalam Pasal (1) angka 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (sering disebut Industrial Estate), yaitu; kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

Kawasan industri dirancang untuk dikembangkan sebagai sarana mempercepat pertumbuhan industri lengkap dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Kawasan industri dikelola oleh badan yang bertanggung jawab secara terus menerus terhadap fasilitas kawasan industri dan lingkungan. Dengan demikian hubungan antara pengusaha/penanam modal dengan pengelola kawasan industri tidak terputus.

Hampir seluruh kota dan kabupaten di Indonesia telah menetapkan lokasi kegiatan dan kawasan industri dalam rencana tata ruang wilayahnya masing-masing. Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kawasan industri sangat beralasan, karena berbagai dampak positif/keuntungan yang dapat diperoleh bagi perkembangan wilayah di sekitarnya (Djajadiningrat, 2004).

Keuntungan pertama adalah bahwa pengembangan kawasan industri dapat memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Keuntungan kedua adalah kemudahan dalam penyediaan sarana infrastuktur yang diperlukan oleh industri dalam melaksanakan aktivitas produksinya. Dengan menggabungkan sejumlah industri di dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana penunjang guna proses produksi dapat lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan industri individual yang letaknya berjauhan. Dengan adanya kawasan industri yang beraglomerasi, dan merupakan kumpulan dari berbagai industri, maka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana industri dapat lebih mudah dilakukan dan relatif lebih murah karena digunakan secara bersama-sama.

Keuntungan ketiga, yakni; pembukaan lapangan pekerjaan baru. Dengan tumbuhnya kawasan industri, maka lapangan kerja dan kesempatan kerja baru akan tersedia, yang dapat menyerap banyak tenaga kerja industri. Dengan bertambahnya lapangan pekerjaan baru tersebut, maka pendapatan masyarakat diharapkan akan meningkat, disertai juga dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas pekerja ini biasanya dilakukan melalui pelatihan serta peningkatan ketrampilan/keahlian dan pengetahuan. Semakin besar tenaga kerja yang berhasil diserap dan bekerja di kawasan industri, menjadi nilai tambah suatu perekonomian, karena hal tersebut menjadi penopang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Selain itu, terjadi pula penambahan lapangan pekerjaan yang berasal dari pembukaan lapangan kerja baru dari sektor ekonomi informal, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para buruh/pekerja yang bekerja di kawasan tersebut. Misalnya semakin bertumbuhnya warung makan, rumah kontrakan, ojek, warung barang kelontong, bengkel, rumah sewa, dan lain sebagainya. Peningkatan sektor ekonomi informal ini akan meningkatkan penghasilan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri tersebut.

Keuntungan keempat yakni meningkatnya harga lahan di sekitar kawasan industri. Menurut penelitian Yusriadi (2003), adanya pembangunan berbagai industri telah menyebabkan tanah menjadi semakin berdimensi ekonomis semata. Harga tanah semakin membubung Keuntungan keempat yakni meningkatnya harga lahan di sekitar kawasan industri. Menurut penelitian Yusriadi (2003), adanya pembangunan berbagai industri telah menyebabkan tanah menjadi semakin berdimensi ekonomis semata. Harga tanah semakin membubung

Keuntungan kelima adalah dari peningkatan pendapatan daerah (PAD) melalui pajak daerah. Dengan bertambahnya pajak daerah, maka pembangunan daerah akan lebih meningkat. Sumbangan PDRB dari sektor industri pengolahan diharapkan menjadi meningkat dengan semakin berkembangnya kawasan industri di suatu daerah tertentu.

Keuntungan keenam, dilihat dari aspek kependudukan, kawasan industri juga dapat mengurangi arus urbanisasi, terutama untuk kawasan industri yang letaknya di daerah pinggiran kota. Masyarakat dari daerah pinggiran tidak perlu pergi ke kota sebagai tempat mencari pekerjaan, tetapi cukup kawasan industri yang menyediakan lapangan kerja cukup banyak.

Kota Cilegon merupakan kota otonom yang secara yuridis terbentuk pada tanggal 27 April 1999 berdasarkan UU No. 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon. Sebagaimana dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten Tahun 2002 – 2017, Kota Cilegon

ditetapkan sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah Provinsi

Banten, dan diarahkan pada pengembangan kelompok industri besar dan sedang, industri kecil, dan industri kerajinan.

Atas dasar tersebut, maka pengembangan kawasan industri di Kota Cilegon merupakan suatu kebutuhan. Kawasan industri dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan industri dapat berlangsung secara efisien dan produktif, mendorong pemanfaatan sumber daya setempat, pengendalian dampak lingkungan, dan sebagainya.

Beberapa kawasan industri yang ada di Kota Cilegon, diantaranya adalah (Bappade Kota Cilegon, 2014) ;

3.3.1. Kawasan Industri Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC)

PT Krakatau Steel (KS) adalah salah satu perusahaan baja terbesar di Asia Tenggara dengan luas lahan ± 3.300 Ha, sebelumnya lahan Kawasan Industri Cilegon yang seluas ± 3.300 Ha tersebut, dikelola sendiri oleh PT KS. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha dan PT KS sendiri membutuhkan fasilitas dan infrastruktur yang lain, maka PT KS mendirikan prasarana yang dibutuhkan, yaitu; membangun Krakatau Daya listrik (KDL) sebagai penyuplai listrik, Krakatau Tirta Industri (KTI) sebagai penyuplai air, Krakatau Bandar Samudra (KBS) sebagai penyedia jasa pelabuhan. Kesemuanya dikelola langsung oleh PT KS.

Merujuk kepada izin usaha PT KS yang mana bidang usahanya memproduksi Baja maka sesuai dengan Keputusan Presiden maka dibentuklah perusahan tersebut menjadi anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain anak perusahan di atas masih ada beberapa anak perusahaan yang lainnya, seperti; PT Pelat Nusantara (LATINUSA),

PT Krakatau Engineering (KE), PT Krakatau Wajatama (KW), PT Krakatau Informatikan and Teknologi (Kitech), PT KHI, PT. Semless Pipe Indonesia Jaya (SPIJ), dan PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC)

PT KIEC adalah salah satu anak perusahaan PT KS, yang didirikan pada tanggal 16 juni 1982 melalui Akta Notaris Soedarsono, SH. Nomor 17, berkedudukan dan berkantor pusat di Wisma Baja Jl. Gatot Subroto Jakarta dan kantor cabang di Wisma Krakatau Jl.Yasin Beji Nomor 6 Cilegon. Pada awal berdirinya PT. KIEC sebagai anak perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola kawasan industri berupa pengurusan jasa dan lahan industri dari produk PT KS. Adapun luas lahan yang serahkan untuk dikelola menjadi kawasan industri seluas 550 Ha dari total luas ± 3000 Ha.

Dibangunnya kawasan industri PT.KIEC ini untuk mendukung industri strategis besi dan baja PT.Kralatau Steel. PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) terletak di Kawasan Industri, di kelilingi daerah perbukitan dan laut. Di kawasan ini beroperasi sekitar 84 industri dengan berbagai jenis produk seperti fabrikasi, peralatan industri, kontraktor, manufaktur, baja, telekomunikasi, papan gypsum, kimia, dan mesin. Dari sejumlah tersebut, sudah terpakai 245 hektar oleh 70 perusahaan baik nasional maupun multinasional. Kawasan tersebut terletak di Kelurahan Kotasari (Kecamatan Grogol), Kelurahan Warnasari dan Samang Raya (Kecamatan Citangkil), Tegalratu, Randakari, Kepuh dan Gunung Sugih (Kecamatan Ciwandan).

PT KIEC merupakan perusahaan yang bergerak dibidang properti dengan bisnis diantaranya: industri property, commercial property, dan residential property. Pada tahun 1995, PT KIEC mendapat kepercayaan dari PT KS untuk memperluas lahan kawasan industri dengan modal sendiri yaitu: membuat kawasan industri di Ciwandan tepatnya di Kelurahan Randakari dan Tegalratu dengan luas ± 75 Ha, yang mana sudah ada 5 (lima) perusahaan atau investor yang menempati kawasan tersebut diantaranya: Pabrik gula PT Sentra Usaha Jayatama (PT SUJ), Pabrik tepung PT Pundi Kencana, PT Cerestar Floor, PT Bintang Cilegon, dan PT Cheetam Garam Indonesia .

Gambar 3.3. Gambar Kawasan Industri KIEC I dan KIEC II

Gambar 3.4. Peta Kawasan Industri KIEC I dan KIEC II

Fasilitas Industri di Kawasan KIEC I dan II adalah: - Pelabuhan Cigading (150.000 DWT) - Pembangkit listrik (3.400 MVA) - Pabrik pengolah air industri (2.000 l/s) - Jalan kelas Satu - Pemadam kebakaran dan Keamanan - Jaringan telekomunikasi - Gas alam (9 mmscfd,) - Rel Kereta Api

Sedangkan fasilitas sosial yang terdapat di Kawasan KIEC I dan II, adalah: ruang perkantoran, hotel, ruang rapat, hospital, sarana olah raga, bank, sekolah berstandar internasional, supermarket, perumahan club investor, kantor manajemen, padang golf, pusat rekreasi, kantor pos, real estat dan perumahan, pemadam kebakaran, dan layanan keamanan 24 jam.

Keunggulan yang dimiliki kawasan industri ini adalah dekat dengan pusat bisnis Indonesia, 100 km dari Jakarta tepat di pintu keluar Cilegon Barat ruas jalan tol Jakarta-Merak. Dekat dengan Pelabuhan Merak, Pelabuhan Cigading, sehingga memudahkan para investor untuk melaksanakan pengiriman bahan baku dan hasil produksinya. Kawasan industri PT KIEC menyediakan kavling siap bangun dilengkapi dengan sarana jalan kelas I, saluran dan drainase yang cukup baik, serta jalur hijau sepanjang jalan.

Karena lokasinya yang berdekatan dengan kawasan industri baja dan kawasan industri kimia dasar sehingga mempunyai nilai lebih bagi industri yang memerlukan bahan baku baja dan bahan kimia dasar. Disamping itu, kawasan industri PT KIEC juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang sangat memadai yaitu suplai listrik 400 MW dari PT Krakatau Daya Listrik dan 2.000 MW dari PT Pembangkit Listrik Negara, suplai air industri 2.000 liter per detik dari PT Krakatau Tirta Industri, Pelabuhan Cigading yang mampu menampung kapal hingga kapasitas 150.000 DWT dan jaringan telepon dari PT Telkom.

Disamping lahan industri, PT KIEC juga menyediakan Bangunan Pabrik Siap Pakai (SFB) dan jasa sewa pergudangan. Saat ini, gudang yang dimiliki adalah 3 unit SFB dengan ukuran 1.683 m 2 dan 6 unit gudang di area pergudangan CMI dengan ukuran masing-masing 2.400 m 2 . Untuk mengantisipasi kebutuhan jasa pergudangan di masa datang PT KIEC bekerja sama dengan PT Krakatau Bandar Samudra akan membangun gudang curah seluas 1,5 hektar di Pelabuhan Cigading dengan harapan akan menambah aliran bongkar muat di Pelabuhan Cigading dan dapat meningkatkan aktivitas bisnis di Cilegon.

Untuk melepaskan kepenatan selama bekerja, PT KIEC juga menyediakan fasilitas olah raga dan rekreasi, yaitu; Padang Golf Permata Kraktau yang memiliki 18 hole dan driving range untuk latihan, kolam renang ukuran olimpic dan lapangan tenis, yang semuanya terletak di sepanjang jalan Yasin Beji Cilegon.

Untuk mengantisipasi adanya tenaga kerja asing atau relasi-relasi dari investor yang akan tinggal sementara atau singgah di Cilegon, PT KIEC menyediakan hotel dengan fasilitas bintang tiga, yaitu; Hotel Permata Krakatau. Hotel ini terletak di lokasi yang sangat strategis yaitu dekat dengan kawasan industri, pusat bisnis Cilegon, fasilitas olah raga dan rekreasi. Bagi para pebisnis yang membutuhkan ruang perkantoran, PT KIEC menyediakan Wisma Krakatau dan Wisma Permata dengan harga sewa yang sangat bersaing di lokasi yang strategis serta dukungan fasilitas yang memadai.

3.3.2. Kawasan Cipta Niaga Internasional

PT Cipta Niaga Internasional sebagai unit bisnis dari BCS Infrastructure membangun kawasan pergudangan dengan nama Taman Cipta Niaga, yang terletak di Jl. Raya Merak Km. 115 Kelurahan Rawa Arum Kecataman Grogol Kota Cilegon.

Kawasan Taman Cipta Niaga dibangun sebagai kawasan industri dan pergudangan yang aman, nyaman, ramah lingkungan dan bertaraf internasional yang menjadi satu-satunya kawasan pergudangan dengan fasilitas lengkap. Taman Cipta Niaga dibangun dengan harapan untuk dapat lebih mem-fasilitasi sektor bisnis di Propinsi Banten yang terus berkembang dan menyediakan suatu lokasi yang ideal dalam menjalankan bisnis yang dimiliki.

Kawasan Taman Cipta Niaga dibangun di tanah seluas kurang lebih

22 hektar dengan sistem cluster (satu pintu masuk dan keluar yang sama) ini menyediakan lahan tempat dimana fasilitas pergudangan dan industri terkait dapat mendapatkan layanan maksimal dengan segala fasilitas yang ditawarkan. Saat ini telah tersedia lahan pergudangan untuk 195 unit gudang terpadu yang terbagi dalam dua tipe, Standard Factory Building dan Three In One Building (Minimalist). Gudang juga dapat dibangun sesuai dengan keinginan client/customer (Built to Suit). Kawasan pergudangan mempunyai total 3 Lot dari total kawasan di Taman Cipta Niaga.

Gambar 3.4. Fasilitas Pergudangan di Kawasan Industri Taman Cipta Niaga

Kawasan Industri Taman Cipta Niaga saat ini telah bergabung beberapa bidang industri seperti produsen Pipa Baja, Produsen Gula, industri packaging, disamping beberapa jenis industri lain yang sudah ikut mendapatkan pelayanan maksimal dari Taman Cipta Niaga.

Harga yang ditawarkan untuk produk Gudang Taman Cipta Niaga adalah mulai dari 800 Juta-an sampai 1.4 Milyar, dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas seperti listrik, air, keamanan, jalur hijau, sumber daya manusia dan layanan tambahan seperti jasa pengangkutan dan bongkar muat juga transportasi.

BAB IV HASIL SURVEY DATA LAPANGAN

Untuk memenuhi kebutuhan data dalam rangka menjawab tujuan penelitian, telah dilakukan pengumpulan data melalui kegiatan survei lapangan, yaitu; (1) Survei lapangan yang dilakukan kepada masyarakat yang berada di

sekitar kawasan industri. (2) Survey institusional ke Dinas SKPD terkait di Kota Cilegon untuk mengetahui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan oleh instansi tersebut.

(3) Survei institusional ke pengelola kawasan industri KIEC dan Pengelola CCSR untuk mengetahui kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sudah dilakukan melalui kegiatan CSR.

Hasil lengkap dari survey lapangan yang telah dilakukan, dapat dirangkum sebagaimana uraian berikut ini;

4.1. Survei Lapangan kepada Masyarakat di Kawasan Industri

Kegiatan survei lapangan dilakukan selama 4 (empat) minggu dengan menyebar kuesioner untuk diisi oleh masyarakat sebagai instrumen untuk mendapatkan beberapa data primer yang terkait dengan masalah dan tujuan penelitian. Kegiatan survei ini dilakukan di 4 (empat) kecamatan yang wilayahnya berdekatan langsung dengan kawasan industri atau kawasan peruntukan industri, sehingga keberadaan kawasan

Keempat kecamatan dimaksud adalah; Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Grogol, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Pulau Merak. Tidak semua kelurahan di empat kecamatan tersebut menjadi objek penelitian dan diminta masyarakatnya untuk mengisi kuesioner penelitian. Penentuan objek wilayah penelitian kelurahan didasarkan pada keberadaan kawasan industri/kawasan peruntukan industri, sehingga kelurahan yang dijadikan objek wilayah studi adalah;

a. Kecamatan Ciwandan : Kelurahan; Kubangsari, Randakari, Tegal Ratu, dan Gunung Sugih.

b. Kecamatan Citangkil : Kelurahan; Samangraya, Kebonsari, dan

Warnasari.

c. Kecamatan Grogol : Kelurahan; Kotasari, Gerem, Rawa Arum,

dan Grogol.

d. Kecamatan Pulomerak : Kelurahan; Mekarsari, Tamansari, Suralaya, dan Lebakgede. Jumlah responden yang akan diambil seluruhnya berjumlah 300 orang responden, yang disebar bedasarkan proporsi banyaknya industri yang ada di wilayah kecamatan mereka, sehingga proporsi respondennya di setiap kecamatan adalah; Ciwandan (100 orang), Citangkil (75 orang), Grogol (75 orang) dan Pulomerak (50 orang). Pengambilan responden menggunakan metode simple random sample yaitu pengambilan responden secara acak sesuai yang ditemui di lapangan.

4.1.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap responden penelitian, maka dapat diketahui karakteristik responden menuntut jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, status perkawinan, pekerjaan dan tanggungan keluarga. Karakteristik responden tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang lebih komprehenship terhadap para responden yang menjadi sumber informasi utama dalam penelitian ini.

Tingkat kualitas penelitian yang dihasilkan salah satunya ditentukan oleh tingkat keakuratan informasi yang diperoleh dari para responden penelitian. Oleh karena itu, setiap penelitian perlu menjelaskan siapa yang menjadi responden penelitiannya dengan baik. Untuk mengetahui kondisi tersebut di atas maka dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Status Perkawinan

Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Jenis kelamin (n=300) Laki-laki

2. Umur (n = 300)  30

3. Status Perkawinan (n=300) Kawin

89,0 Belum kawin

13 4,3 Duda/Janda

Sumber: Data Primer, 2014

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah responden penelitian yang dilaksanakan pada wilayah studi adalah 87,3% laki-laki dan 12,7% wanita. Berdasarkan informasi tersebut di atas maka diketahui bahwa yang menjadi tulang punggung dalam keluarga pada wilayah penelitian tersebut adalah laki-laki terutama dalam membangun kehidupan ekonomi masyarakat.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kehidupan rumah tangga masyarakat di wilayah studi relatif berjalan dengan baik dalam pengertian kehidupan rumah tangga masyarakatnya berjalan harmonis, sehingga keadaan tersebut merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam membangun kultur masyarakat yang lebih maju di masa yang akan datang melalui dukungan rumah tangga yang relatif baik.

Kemudian berdasarkan umur responden dalam penelitian ini diketahui bahwa persentase umur responden yang lebih muda atau kurang dari 30 tahun jumlahnya mencapai 9,7%, sementara yang berumur 31 – 40 jumlahnya mencapai 23,0%, adapun yang berumur antara 41-50 tahun jumlahnya mencapai 27,0%, sementara yang umurnya lebih dari 50 tahun jumlahnya mencapai 40,3%. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masyarakat pada wilayah studi tersebut memiliki potensi yang cukup baik untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi daerah pada wilayah tersebut di masa yang akan datang, karena 59,7% kepala rumah tangganya dalam kategori usia produktif.

Status perkawinan responden pada wilayah studi berdasarkan Tabel 4.1 di atas maka responden yang berstatus kawin jumlahnya 89,0% dan yang berstatus belum kawin jumlahnya hanya 4,3%, sedangkan yang berstatus janda/duda jumlahnya 6,7%. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat pada wilayah studi tersebut pada umumnya memandang pentingnya hidup berkeluarga.

4.1.2. Kondisi Sosial Masyarakat di Wilayah Studi

Faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menyoroti masalah sosial adalah dalam hal banyaknya tanggungan keluarga dan tingkat pendidikan anggota keluarga dan kepala keluarga. Banyaknya tanggungan akan berhubungan dengan tingkat stressing, reaksi sosial dan motivasi kepala keluarga untuk berusaha dalam rangka bertahan hidup. Sedangkan tingkat pendidikan berkenaan dengan bekal kepala keluarga dalam berusaha dan mendukung pekerjaan, serta berkenaan dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan-perubahan sosial di masa depan.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga

No Tanggungan Keluarga

Sumber: Data Primer, 2014

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas maka dapat diketahui bahwa variasi tanggungan keluarga pada masyarakat di wilayah studi menunjukkan bahwa tanggungan keluarga yang jumlahnya kurang dari 3 orang jumlahnya mencapai 36%, sedangkan yang tanggungan keluarganya antara 3-5 orang jumlahnya mencapai 53,7%, sementara yang jumlahnya 6 – 8 orang mencapai 10,3%. Kondisi tersebut di atas, menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata kepala rumah tangga masyarakat pada wilayah studi memiliki tanggungan keluarga yang cukup besar.

Oleh karena itu, beban hidup dan tanggung jawab kepala keluarga secara ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan industri/kawasan peruntukan industri juga relatif berat, sehingga memerlukan perhatian berupa kebijakan yang dapat membantu meningkatkan pendapatan rumah tangganya agar kehidupannya dapat lebih sejahtera.

Beban tanggungan keluarga terkait dengan jumlah anak dalam rumah tangga. Secara umum, distribusi jumlah anak dalam rumah tangga masyarakat di wilayah studi, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Keseluruhan Responden di Wilayah Studi Distribusi anak

Persentase No.

Jumlah

dalam keluarga (%)

1 Tidak ada/tanpa anak

7 Lebih dari 5 anak

Sumber: Data Primer, 2014

Tabel di atas memberikan gambaran bahwa secara umum jumlah anak dalam setiap keluarga bagi mayoritas responden di wilayah studi adalah sebanyak 1 sampai 2 anak atau 26,7% dan 29,3%. Namun demikian, terdapat pula responden yang memiliki anak sebanyak 3 orang (14,0%), 4 orang (9,0%), dan lebih dari 4 orang (7,3%). Banyaknya anak dalam rumah tangga akan menjadikan beban tanggungan kepala keluarga bertambah besar. Tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian, terutama dari sisi pendidikan untuk peningkatan kualitas generasi muda mereka.

Terkait dengan hal tersebut, maka selanjutnya ditelusuri dengan melihat tingkat lulusan anak-anak di dalam rumah tangga, sebagai berikut;

Tabel 4.4. Distribusi pendidikan anak 12 tahun ke Atas Pada Wilayah Studi

No Tingkat Pendidikan

Jumlah

Persentase (%)

1 Tanpa Anak / Blm 12 Thn

107

35,7

2 Tidak tamat SD

8 2,7

3 Tamat SD dan Sederajat

30 10,0

4 Tamat SLTP dan sederajat

51 17,0

5 Tamat SLTA dan Sederajat

77 25,7

6 Tamat Diploma

3 1,0

7 Tamat Sarjana (S1)

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 4.4. di atas dapat dijelaskan bahwa

pendidikan generasi muda dari responden di wilayah studi memperlihatkan gambaran yang beragam. Pada kondisi anak usia 12 tahun ke atas, semestinya tingkat pendidikan yang sudah ditempuh minimal sudah tamat sekolah dasar / sederajat.

Kondisi obyektif tersebut ditunjukkan oleh tingkat pendidikan bagi anak usia 12 tahun ke atas yang telah mengenyam pendidikan pada tingkat pendidikan sekolah dasar dengan jumlah 10,0%, tamat SLTP jumlahnya mencapai 17,0%, sedangkan yang berpendidikan SLTA jumlahnya mencapai 25,7%, dan untuk tingkat pendidikan Diploma hanya 1,0% dan sarjana strata satu (S1) jumlahnya mencapai 8,0%. Untuk anak usia 12 tahun ke atas yang tidak menamatkan SD jumlahnya hanya 2,7%. Semakin tinggi pendidikan anak dalam keluarga, memperlihatkan makin baiknya pemahaman kepala rumah tangga dalam mempersiapkan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang yang makin kompetitif.

Tinggi rendahnya pendidikan anak dalam keluarga sebagaimana tersebut di atas, akan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh kepala rumah tangga dan besarnya tingkat penghasilan tetap yang diperoleh oleh kepala keluarga setiap bulannya. Bagaimanapun, tinggi rendahnya pendidikan akan terkait dengan besar-kecilnya pendapatan yang dimiliki oleh keluarga.

Terkait dengan hal tersebut di atas, berikut ini disajikan tingkat pendidikan kepala keluarga yang terpilih menjadi responden pada wilayah studi, sebagaimana Tabel berikut ini:

Tabel: 4.5. Distribusi Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Pendidikan

No Tingkat Pendidikan

Jumlah

Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD

1 Sekolah Dasar

4 Akademi/Diploma

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 4.5. di atas diketahui bahwa kompetensi

masyarakat di wilayah studi yaitu di sekitar kawasan industri atau kawasan peruntukan industri, masih terdapat kepala keluarga yang hanya mempunyai pendidikan tertinggi tidak tamat SD (3,35%), tamatan SD (27,7%) dan tamatan SLTP (19%). Kondisi tersebut secara umum merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan ekonomi masyarakat di wilayah studi.

Oleh karena itu, masyarakat wilayah studi perlu senantiasa didorong untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, agar mereka memiliki kemampuan untuk bersaing dalam proses kehidupan yang semakin kompetitif di masa datang.

Aspek kondisi sosial masyarakat lainnya yang perlu pula dicermati di wilayah studi, antara lain; adalah mengenai status tempat tinggal atau rumah, sumber kebutuhan air bersih, kelengkapan sarana MCK dan sarana penerangan rumah yang digunakan dalam rumah tangganya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6. Status Tempat Tinggal, Sumber Kebutuhan Air Bersih, Kelengkapan Sarana MCK Dan Sarana Penerangan

1. Status Tempat Tinggal:

a. Milik Sendiri 86,7

b. Sewa 7,0

c. Numpang 6,3

2. Sumber Air Bersih:

a. Sumur Timba/ pompa jet 48,0

b. Sungai 5,0

c. PDAM 46,7

3. Sanitasi;

a. MCK sendiri 90,0

b. MCK Umum 8,7

c. MCK di sungai 1,3

4. Penerangan Rumah;

a. Listrik dari PLN 100 Sumber: Data Primer, 2014

Berdasarkan Tabel 4.6. di atas dapat diketahui bahwa status tempat tingal responden dalam penelitian ini pada umumnya berstatus rumah sendiri yaitu dengan jumlah 86,7%, sedangkan yang sewa rumah sebanyak 7,0% dan yang menumpang dengan orang tua/mertua hanya 6,3%. Selanjutnya, berdasarkan sumber air bersih pada umumnya sudah menggunakan sumur/pompa jet sebanyak 48,0%, menggunakan air dari PDAM yaitu dengan jumlah 46,7%, sedangkan sumber air lainnya adalah sungai sebanyak 5,0%. Adapun kondisi sanitasi untuk MCK pada umumnya sudah memanfaatkan MCK sendiri sebesar 90,0%, akan tetapi masih ada yang menggunakan MCK umum sebesar 8,7%, dan MCK di sungai sebanyak 1,3%.

Untuk penerangan rumah tangga, masyarakat di wilayah studi sudah 100% menggunakan penerangan PLN. Memperhatikan kondisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan air bersih dan penerangan listrik pada umumnya sudah dapat terpenuhi bagi masyarakat di wilayah studi.

4.1.3. Kondisi Ekonomi Masyarakat di Wilayah Studi

Kondisi ekonomi berkaitan dengan pekerjaan dan pendapatan masyarakat. Pekerjaan merupakan sumber penghidupan bagi keluarga, karena darinya diperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.

Berikut ini disajikan data lapangan pekerjaan dari responden di wilayah studi, yaitu :

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan

2 Petani/Nelayan

3 Buruh/Karyawan

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 4.7. di atas maka dapat diketahui bahwa

responden yang pekerjaan utamanya sebagai wiraswasta jumlahnya 63,4%, petani jumlahnya 9,3%, buruh/karyawan sebesar 19,0% dan lainnya 8,3%. Secara umum berdasarkan informasi dari data pada Tabel 4.7. di atas responden yang pekerjaan utamanya sebagai wiraswasta jumlahnya 63,4%, petani jumlahnya 9,3%, buruh/karyawan sebesar 19,0% dan lainnya 8,3%. Secara umum berdasarkan informasi dari data pada Tabel 4.7. di atas

Jika lebih didalami lagi terhadap responden yang pekerjaannya wiraswasta, jenis usaha yang digeluti oleh mereka adalah sebagai berikut;

Tabel 4.8.

Usaha yang Telah Dijalankan Masyarakat di Wilayah Studi Usaha yang Telah

2. Perdagangan umum (restoran/ warung kecil/

45 23,68 sembako)

3. Budidaya ikan lele

5. Industri umkm

6. Perdagangan beras,

18 9,47 sayuran, buah-buahan

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan kondisi tersebut di atas, terlihat bahwa jenis usaha yang digeluti oleh responden cukup variasi, secara umum usaha yang telah dijalankan adalah antara lain; usaha lainnya sebanyak 28,42%, perdagangan umum sebanyak 23,68%, industri umkm 16,84%, perbengkelan dan perdagangan beras, sayuran dan buah-buahan sebanyak 9,47%, budidaya ikan lele 7,37%, dan peternakan 4,74%.

Dimaksud wirausaha lainnya adalah petani, tukang ojek, penjual keliling, tukang cukur, salon, tukang jahit, sales, kios pulsa, penjual material bangunan dan sejenisnya. Usaha peternakan adalah usaha peternakan ayam ras dan itik etelur, serta usaha industri umkm adalah industri umkm emping dan ceplis, emping, keripik singkong dan batu bata. Kondisi tersebut di atas menggambarkan bahwa aktivitas kegiatan usaha yang telah dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah studi cukup beragam, dan saling melengkapi dalam proses kehidupan bermasyarakat.

Terkait dengan berapa lama usaha tersebut digeluti atau dijalankan, yang dapat dijadikan indikasi bagi keberhasilan dalam menjalankan usaha, dapat dilihat sebagaimana Tabel berikut ini;

Tabel 4.9. Lamanya (Pengalaman) Menjalankan Usaha

No Lamanya menjalankan Usaha Jumlah Persentase (%)

1 Kurang dari 1 tahun

2 Lebih dari 1 tahun - 3 tahun

3 Lebih 3 tahun - 5 tahun

4 Lebih dari 5 tahun-10 tahun

5 Lebih dari 10 tahun

Sumber: Data Primer, 2014 Responden yang bekerja sebagai wiraswasta, ketika ditanya sudah

berapa lama menjalankan profesinya, tampak bahwa mereka memiliki penglaman yang bervariasi terhadap profesinya yang digelutinya sehari- hari. Hal ini dapat dilihat dari lamanya menjalankan usaha pada kisaran lebih 3 tahun - 5 tahun sebesar 25,8% dan kisaran lebih 1 tahun - 3 tahun berapa lama menjalankan profesinya, tampak bahwa mereka memiliki penglaman yang bervariasi terhadap profesinya yang digelutinya sehari- hari. Hal ini dapat dilihat dari lamanya menjalankan usaha pada kisaran lebih 3 tahun - 5 tahun sebesar 25,8% dan kisaran lebih 1 tahun - 3 tahun

Ketika ditanyakan rata-rata besarnya pendapatan yang diterima dari pekerjaan pokok setiap bulannya kepada responden terpilih, jawaban mereka atas pertanyaan dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Rata-Rata Pendapatan dari Pekerjaan Pokok Per Bulan

Rata-Rata Pendapatan Persentase No.

Jumlah

per bulan

2 Lebih dari Rp. 5.000.000,

Sumber: Data Primer, 2014 Rata-rata pendapatan responden (kepala keluarga) dari pekerjaan pokok sebagaimana pada Tabel 4.10. tersebut di atas, memperlihatkan bahwa mayoritas rata-rata pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan pokok adalah lebih kecil dari Rp. 5.000.000,- (72,0%), sementara yang memiliki pendapatan di atas Rp. 5.000.000,- yang diperoleh dari pekerjaan pokok adalah sebanyak 28,0%.

Kondisi di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar pendapatan mereka relatif kecil dan terbatas, terlebih lagi jika dikaitkan dengan jumlah tanggungan keluarga yang harus menjadi beban bagi mereka. Khusus bagi wiraswasta dan masyarakat yang menganggur, dengan pendapatan yang relatif kecil dan terbatas tersebut, tentunya, mereka memerlukan Kondisi di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar pendapatan mereka relatif kecil dan terbatas, terlebih lagi jika dikaitkan dengan jumlah tanggungan keluarga yang harus menjadi beban bagi mereka. Khusus bagi wiraswasta dan masyarakat yang menganggur, dengan pendapatan yang relatif kecil dan terbatas tersebut, tentunya, mereka memerlukan

Tabel 4.11. Distribusi Rata-rata Pengeluaran Keluarga Per Bulan Masyarakat di Wilayah Studi Rata-rata Pengeluaran

Persentase No.

Jumlah

Keluarga per Bulan

1. Kurang dari Rp. 1.000.000,-

2. Lebih Rp.1.000.000 sampai Rp.3.000.000

3. Lebih Rp.3.000.000 sampai Rp 5.000.000 199 66,3

4. Lebih Rp.5.000.000

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata pengeluaran

setiap keluarga untuk memenuhi kebuuhan per bulan relatif variasi, yaitu; terdapat 1,7% masyarakat yang tingkat pengeluarannya kurang dari Rp.1.000.000,-/bulan, terdapat 10,3% dengan tingkat pengeluaran/bulan lebih dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp.3.000.000,-/bulan, terdapat 66,3% dengan tingkat pengeluaran/bulan lebih dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp.3.000.000,-/bulan,, dan sebanyak 21,7% lainnya memiliki tingkat pengeluaran/bulan lebih besar dari Rp. 5.000.000,-.

4.1.4. Keberadaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah juga dipengaruhi oleh peranan lembaga ekonomi sebagai mitra masyarakat dalam mengembangkan kegitan usahanya, baik dari institusi pemerintah, Keberhasilan pembangunan suatu wilayah juga dipengaruhi oleh peranan lembaga ekonomi sebagai mitra masyarakat dalam mengembangkan kegitan usahanya, baik dari institusi pemerintah,

Meski demikian, tidak dinafikan pula bahwa beberapa diantara mereka ada yang pernah menerima fasilitas maupun program bantuan modal, peralatan dan manajemen, baik dari Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPMKP, maupun dinas-dinas lainnya yang ada di Kota Cilegon. Akan tetapi penyebaran bantuan yang didapatkan oleh masyarakat di wilayah studi belum merata. Hal tersebut dapat dilihat dari sekitar 56% responden mengatakan bahwa belum pernah mendapatkan bantuan program pemberdayaan, yang tentu saja sangat diperlukan dalam pengembangan usahanya, sedangkan yang telah menerima bantuan permodalan hanya sekitar 44%, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.12. Bantuan Program Pemberdayaan yang Pernah Diterima

Distribusi Bantuan Lembaga Persentase No.

1. Tidak Pernah Dapat

168

56,0

2. Pernah Dapat

a. Permodalan

73 24,4

b. Pelatihan Kecakapan Hidup

34 11,3

c. Bimbingan dan konsultasi

15 5,0

d. Bantuan Peralatan Produksi

Sumber: Data Primer, 2014

Bantuan permodalan banyak diberikan oleh Dinas Sosial untuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Fakir Miskin dengan nomimal 20 juta rupiah per kelompok usaha. Selain itu, bantuan permodalan juga telah banyak diberikan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan khususnya bagi kelompok masyarakat yang bergerak dibidang perikanan dan pengolahan hasil perikanan yang jumlahnya bervariasi hingga mencapai 50 juta rupiah per kelompok usaha. Selain bantuan pemberian modal, dinas Pertanian dan Perikanan juga telah banyak memberikan bantuan dan fasilitasi kepada masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman modal kepada pihak perbankan. Bantuan permodalan juga diberikan oleh BPMKP terutama kepada masyarakat yang memiliki usaha, dengan jumlah bantuan permodalan bervariasi, sesuai kebutuhan dan kapasitas usaha yang dimiliki masyarakat.

Selain itu, dinas Pertanian dan Perikanan juga memberikan bantuan kepada kelompok usaha masyarakat dalam bentuk bantuan peralatan. Untuk kegiatan pelatihan kecakapan hidup (life skill) juga telah rutin dilaksanakan oleh dinas Koperasi dan UMKM dan BPMKP, serta bantuan bimbingan teknis telah juga dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan BPMKP. Akan tetapi, identifikasi terhadap pemberian bantuan dari lembaga-lembaga tersebut bagi masyarakat, secara faktual masih belum merata penyebarannya.

Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan ekonomi yang lebih baik pada wilayah studi maka seyogyanya peningkatan peran lembaga ekonomi mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama dalam pengembangan usaha masyarakat yang berada di wilayah studi, khususnya dalam hal koordinasi baik antar instansi yang ada di pemerintahan maupun antar lembaga pemberi bantuan non pemerintah dengan instansi pemerintah. Hal ini untuk menghindarkan masyarakat penerima bantuan hanya tertumpuk pada individu/kelompok tertentu saja. Hasil diskusi dengan SKPD-SKPD terkait, selama ini lembaga non pemerintah hanya meminta data kepada instansi terkait, akan tetapi pada saat realisasi bantuan tidak ada laporan kelompok masyarakat mana yang mendapatkan bantuan tersebut.

Pemberian bantuan kepada masyarakat di wilayah studi terutama yang bersifat pembinaan dan permodalan merupakan bagian dari proses penguatan ekonomi kerakyatan. Untuk melihat kondisi obyektif bantuan permodalan dari lembaga ekonomi pada wilayah tersebut maka secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.13. Besarnya Bantuan Permodalan yang Diterima Responden

No Bantuan Permodalan Jumlah Persentase (%)

1. Kurang dari Rp.5.000.000,-

2. Rp. 5.000.000 sampai Rp.10.000.000

3. Rp.10.000.000 sampai Rp.25.000.000

4. Rp.25.000.000 sampai Rp.100.000.000

Sumber: Data Primer, 2014

Besarnya jumlah bantuan modal yang diterima masyarakat di wilayah studi dalam pengembangan kegiatan ekonominya cukup bervariasi, dengan jumlah yang relatif kecil yaitu 57,5% menerima bantuan kurang dari Rp.5.000.000,- dan 35,6% dengan jumlah Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,- kemudian 4,1% dengan bantuan modal lebih dari Rp. 10.000.000,- sampai Rp. 25.000.000,- dan 4,1% dengan bantuan modal lebih dari Rp. 25.000.000,- sampai Rp. 100.000.000,-

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kajian ini bahwa bantuan dari lembaga ekonomi baik perbankan maupun lembaga ekonomi non bank serta pemerintah daerah sudah cukup besar terbukti dengan adanya kelompok masyarakat yang mendapatkan bantuan permodalan antara Rp.50.000.000,- sampai Rp.100.000,000,-. Akan tetapi sekali lagi belum semua masyarakat di wilayah studi pernah mendapatkan bantuan baik permodalan maupun bentuk-bentuk bantuan lainnya.

Selanjutnya, mengenai keberadaan lembaga ekonomi yang memungkinkan diharapkan oleh masyarakat untuk menjadi mitra pemberi bantuan dalam rangka pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat di wilayah studi, diantaranya adalah; Koperasi, Bank, Perusahaan Daerah atau instansi lainnya. Akan tetapi kurangnya koordinasi lembaga-lambaga ini pada saat implementasi bantuan dengan pemerintah, baik pihak kelurahan, kecamatan maupun SKPD terkait sehingga untuk masyarakat di wilayah studi belum semuanya dapat menerima bantuan permodalan.

Pemberdayaan dari segi aspek pelatihan kecakapan hidup seperti pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat terutama untuk menumbuhkan jiwa berwirausaha bagi masyarakat dimana hanya terdapat 11,3% responden yang pernah mendapatkan pelatihan tersebut.

Terkait dengan komposisi sumber permodalan bagi usaha yang dijalankan oleh masyarakat, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14. Sumber Permodalan Responden

No Sumber Permodalan

4 Pemerintah Daerah

5 Lembaga Keuangan Non Bank

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas sumber permodalan responden bersumber dari modal sendiri, yaitu 48,2%, sedangkan yang bersumber dari perbankan hanya berkisar 2,3%, dari keluarga 18,8%, dari pemerintah daerah 16,1%, dan sumber lainnya (lembaga keuangan non bank dan BUMN) yaitu sebesar 14,7%. Hal ini memberikan gambaran bahwa peranan perbankan dan BUMN dalam pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah studi sudah ada walaupun masih cukup rendah, sehingga masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kegiatan usahanya.

4.1.5. Kondisi Social Capital Masyarakat di Wilayah Studi

Salah satu modal yang sangat strategis dalam kehidupan masyarakat kita adalah modal sosial atau capital social. Asset tersebut bahkan hampir luput dari perhatian berbagai pihak untuk tetap menumbuhkembangkan dalam masyarakat. Oleh karena itu, modal sosial tersebut pada berbagai wilayah terutama di wilayah perkotaan telah mulai mengalami kemerosotan sejalan dengan pergeseran pola hidup masyarakat yang cenderung lebih bersifat materialistis.

Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh modal sosial terasa sangat berbeda dengan kondisi kehidupan masyarakat telah kehilangan nilai modal sosial. Kehidupan masyarakat desa yang jauh dari dinamika perubahan kehidupan yang modern dewasa ini masih memiliki nilai kehidupan modal sosial. Disadari atau tidak modal sosial adalah merupakan kekuatan yang sangat luar biasa dalam pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pula, pola kehidupan masyarakat di wilayah studi sejatinya memiliki karakteristik seperti kebanyakan masyarakat pribumi Kota Cilegon yang religius, sehingga dapat menjadi potensi sosial capital sebagai modal pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil kajian pada wilayah tersebut ditemukan bahwa nilai-nilai kehidupan masyarakat di wilayah studi mulai diwarnai oleh nilai-nilai modal sosial yang relatif mulai berkurang. Hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas masyarakatnya yang melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum di wilayahnya dengan cara bergotong royong yang ditunjukkan oleh pernyataan responden pada tabel berikut:

Tabel 4.15.

Frekuensi Kegiatan Gotong Royong

Masyarakat di Wilayah Studi

Pernyataan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Tidak Pernah

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 16,7%

mengatakan bahwa kegiatan gotong royong sering dilaksanakan untuk membangun kepentingan masyarakat dan sebanyak 76,3% mengatakan sudah jarang ikut serta dalam kegiatan bergotong royong, bahkan terdapat pernyataan responden yang menyatakan tidak pernah bergotong royong sebanyak 7,0%. Mulai lunturnya budaya gotong royong di masyarakat selain akibat dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang sudah ditangani oleh pemerintah, juga diakibatkan adanya arus globalisasi yang tinggi di perkotaan dan imbas dari kawasan industri, sehingga kepedulian sosial masyarakat yang mulai berkurang untuk melaksanakan pembangunan dengan bergotong royong.

Sebagai gambaran lengkap aktivitas gotong rayong masyarakat di wilayah studi yang telah berjalan dalam lingkungan masyarakat sebagai salah satu bagian dari pilar modal sosial masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang kita dan telah menjadi kekuatan pembangunan pada masa yang lalu. Untuk itu aktivitas tersebut dapat dilihat sebagaiana pada Tabel berikut ini:

Tabel 4.16. Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat

Persentase No

Aktivitas

Jumlah (%)

1. Tidak Pernah Gotong Royong

2. Membangun rumah penduduk

21 7,0 Membangun/memperbaiki

50,0 fasilitas umum

4. Membangun pos kamling

5. Lainnya (kebersihan lingkungan)

Sumber: Data Primer, 2014 Keterangan dari Tabel tersebut di atas menjelaskan bahwa betapa

nilai-nilai kegotongroyongan dalam masyarakat di wilayah studi lebih banyak pada kegiatan membangun/memperbaiki fasilitas umum, seperti; masjid, mushola, jalan desa/RT, WC umum, jembatan (gorong-gorong), dan sejenisnya, yaitu sebesar 50%. Kegiatan gotong royong lainnya yang banyak dilakukan masyarakat, seperti kegiatan lainnya (kebersihan lingkungan) serta membangun poskamling dan rumah penduduk.

Modal sosial lainnya yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah studi adalah dalam bentuk sikap keterbukaan terhadap masyarakat pendatang. Keterbukaan masyarakat untuk menerima masyarakat lain untuk mengembangkan usaha pada wilayahnya juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nilai kebersamaan yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah studi. Beberapa daerah yang relatif sangat terbuka terhadap masyarakat lain telah terbukti lebih maju dalam membangun perekonomian daerahnya. Pernyataan masyarakat untuk menerima secara terbuka para pendatang di wilayahnya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.17. Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang

No Pernyataan Sikap

Jumlah

Persentase (%)

1 Sangat terbuka

Sumber; Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa penerimaan masyarakat terhadap pendatang, ditunjukkan oleh 27,0% jawaban responden menyatakan sangat terbuka, dan 73,0% terbuka. Berlangsungnya proses kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh nilai-nilai modal sosial akan memberikan pengaruh yang baik terhadap terciptanya kehidupan yang damai atau kondusif.

Kondisi tersebut bukan hanya terjadi dalam wilayah studi, akan tetapi juga berfungsi sebagai instrumen untuk lebih mudah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak atau masyarakat pada wilayah lain secara damai. Dengan modal sosial yang baik dalam masyarakat akan meningkatkan sikap percaya masyarakat terhadap pemerintah dalam melaksanakan proses pembangunan. Dukungan berupa kemudahan akses informasi dan sosialisasi hasil-hasil pembangunan juga dirasakan sangat diperlukan oleh masyarakat.

Pelestarian nilai-nilai modal sosial dalam masyarakat perlu tetap mendapatkan perhatian, sebab salah satu penopang pelestariannya dalam masyarakat kini secara perlahan mulai mengalami degradasi fungsi terutama melalui peran organisasi kepemudaan sebagai penerus dan Pelestarian nilai-nilai modal sosial dalam masyarakat perlu tetap mendapatkan perhatian, sebab salah satu penopang pelestariannya dalam masyarakat kini secara perlahan mulai mengalami degradasi fungsi terutama melalui peran organisasi kepemudaan sebagai penerus dan

Pencermatan terhadap kondisi modal sosial lainnya pada masyarakat di wilayah studi meliputi; tingkat keamanan wilayah, kepercayaan terhadap pemerintah, kerukunan antar warga, dan organisasi kepemudaan serta ketersediaan sarana informasi yang dapat diskses masyarakat secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut merupakan bagian dari modal sosial yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pembangunan suatu wilayah atau daerah, karena pembangunan suatu wilayah terutama untuk berinvestasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor keamanan wilayah, kepercayaan terhadap pemerintah, dan sarana fasilitasnya.

Tabel 4.18.

Kondisi Modal Sosial Masyarakat di Wilayah Studi Jawaban Responden (%) No.

URAIAN

Sangat

Cukup Kurang

1. Tingkat keamanan

2. Jaringan kerjasama

17,0 100 kepada pemerintah

4. Kerukunan antar

5. Keberadaan lembaga

21,7 100 sarana informasi

Sumber: Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi modal sosial masyarakat di wilayah studi secara umum sudah baik. Ada beberapa hal yang perlu dioptimalkan keberadaannya yaitu peranan lembaga kepemudaan seperti Karang Taruna yang oleh sebagian responden menganggap kurang berperan (37%) dan tidak berperan (13,3%). Selain itu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah masih perlu ditingkatkan melalui peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat baik dari penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya. Hal lainnya yang perlu ditingkatkan adalah ketersediaan sarana informasi yang ada baik pada tingkat kelurahan maupun RT, dimana masyarakat perlu mengetahui secara terbuka program-program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah khususnya yang berkaitan dengan wilayah tempat tinggalnya.

4.1.6. Tanggapan Masyarakat di Wilayah Studi terhadap Pemberdayaan Ekonomi yang dilakukan Pemerintah Daerah

Berikut ini diuraikan hasil kajian di lapangan terhada tanggapan mereka atas pelaksanaan pemberdayaan ekonomi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, karena bagaimanapun diakui bahwa Pemerintah Daerah melalui beberapa SKPD yang memiliki tupoksi telah beberapa kali memberikan program bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah studi. Namun permasalahannya, berbagai program tersebut sering Berikut ini diuraikan hasil kajian di lapangan terhada tanggapan mereka atas pelaksanaan pemberdayaan ekonomi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, karena bagaimanapun diakui bahwa Pemerintah Daerah melalui beberapa SKPD yang memiliki tupoksi telah beberapa kali memberikan program bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah studi. Namun permasalahannya, berbagai program tersebut sering

Berikut adalah tanggapan responden mengenai efektivitas pemberdayaan ekonomi yang selama ini telah berjalan di wilayah studi.

Tabel 4.19. Keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Lokal dari Pemerintah Daerah

No Keberadaan Program

Jumlah

Persentase (%)

1 Tidak Pernah

Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 4.19. di atas menjelaskan keberadaan program pemberdayaan masyarakat lokal yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka memajukan perekonomian masyarakat setempat. Dari 300 responden, terlihat bahwa sebagian besar responden (51,0 %) menyatakan tidak pernah ada program pemberdayaan masyarakat lokal, 48 % responden lainnya menyatakan jarang ada kegiatan tersebut dan sisanya hanya sebesar 1 % yang menyakatan sering ada program pemberdayaan.

Data tersebut menunjukkan dua kemungkinan yang terjadi, pertama kurang tepatnya sasaran kegiatan program pemberdayaan untuk masyarakat lokal, karena dari hasil kunjungan ke instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Koperasi, BPMKP, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan terlihat bahwa masing-masing dinas setiap Data tersebut menunjukkan dua kemungkinan yang terjadi, pertama kurang tepatnya sasaran kegiatan program pemberdayaan untuk masyarakat lokal, karena dari hasil kunjungan ke instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Koperasi, BPMKP, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan terlihat bahwa masing-masing dinas setiap

Selanjutnya adalah tanggapan responden mengenai peranan program pemberdayaan pemerintah daerah untuk SDM lokal dalam mendorong pengembangan ekonomi di wilayah studi. Dari 300 responden, sebagian besar responden (76,3%) menyatakan tidak tepat sasaran, 4% sangat tidak tepat sasaran, sedangkan hanya 18,7 % yang menyatakan tepat sasaran dan 1 % sangat tepat sasaran. Tabel 4.20. ini menunjukkan bahwa program pemberdayaan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah daerah tidak tepat sasaran dan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat setempat.

Tabel 4.20. Ketepatan Program Pemberdayaan Masyarakat

No Ketepatan Sasaran

Jumlah

Persentase (%)

1 Sangat Tepat Sasaran

5 1,0

2 Tepat Sasaran

56 18,7

3 Tidak Tepat Sasaran

229

76,3

4 Sangat Tidak Tepat Sasaran

Sumber: Data Primer, 2014

Selanjutnya adalah pembahasan mengenai keterlibatan masyarakat selama ini dalam rencana kegiatan ekonomi di wilayah ini. Dari 300 responden 68,0 % menyatakan setuju dan 11,0 % sangat setuju bahwa masyarakat selama ini telah dilibatkan dalam perencanaan kegiatan ekonomi. Hal ini sesuai dengan analisis pada bagian capital social masyarakat setempat, yang menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keterbukaan dan selalu menanamkan pola kerjasama dalam kehidupan mereka, serta memiliki kepercayaan kepada pihak pemerintah. Hanya sekitar 20,0 % yang menyatakan tidak setuju dan 1 % sangat tidak setuju.

Tabel 4.21. Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan

No Keterlibatan

Jumlah

Persentase (%)

1 Sangat Setuju

3 Kurang Setuju

4 Tidak Setuju

Sumber: Data Primer, 2014 Berikutnya adalah tanggapan responden terhadap keingian masyarakat dapat keterlibatan dalam menentukan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dimana sebanyak 31% responden menyatakan sangat setuju dan 68,0 % menyatakan sangat agar masyarakat dilibatkan dalam menentukan program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang ditujukan atau diperuntukkan bagi wilayah mereka.

Tabel 4.22. Keterlibatan Masyarakat Dalam Kegiatan Pembangunan

No Keterlibatan

Jumlah

Persentase (%)

1 Sangat Setuju

3 Kurang Setuju

4 Tidak Setuju

Sumber: Data Primer, 2014 Selanjutnya

responden atas proses pendampingan yang selama ini mereka dapatkan ketika ada program bantuan dari pemerintah. Dari 300 responden, 16,0 % menyatakan tidak pernah mendapatkan

adalah

tanggapan

8,3% menyatakan ada pendampingan selama dan setelah bantuan, 15,3 % mendapatkan pendampingan hanya selama program bantuan berjalan dan 4,3 % mendapatkan pendampingan hanya setelah program bantuan selesai, serta 56,0 % tidak memberikan jawaban karena ketidaktahuan mereka mengenai keberadaan pendampingan tersebut.

pendampingan,

Jawaban responden ini jika kita hubungkan dengan tabel 4.12. dan tabel 4.19. akan terlihat benang merahnya. Karena reponden tidak pernah mendapatkan program pemberdayaan ekonomi, sehingga tidak menjawab. Disamping itu, kadang pula beberapa petugas pemberi program kurang memahami mengenai esensi kegiatan/program pemberdayaan yang akan dijalankan, sehingga ketika kegiatan selesai, kemungkinan mereka juga memiliki anggapan bahwa tugas mereka telah selesai. Hal ini tentunya Jawaban responden ini jika kita hubungkan dengan tabel 4.12. dan tabel 4.19. akan terlihat benang merahnya. Karena reponden tidak pernah mendapatkan program pemberdayaan ekonomi, sehingga tidak menjawab. Disamping itu, kadang pula beberapa petugas pemberi program kurang memahami mengenai esensi kegiatan/program pemberdayaan yang akan dijalankan, sehingga ketika kegiatan selesai, kemungkinan mereka juga memiliki anggapan bahwa tugas mereka telah selesai. Hal ini tentunya

Tabel 4.23. Proses Pendampingan yang Berkelanjutan

No Proses Pendampingan

Jumlah

Persentase (%)

1 Tidak Menjawab

168

56,0

2 Pendamping Selama dan

25 8,3 Setelah Program Bantuan

3 Pendampingan Selama

46 15,4 Program Bantuan

4 Pendampingan Setelah

13 4,3 Program Bantuan

5 Tidak Ada Pendampingan

Sumber: Data Primer, 2014 Berikut adalah tabel yang menjelaskan bagaimana keberlanjutan usaha dari masyarakat setempat setelah selesainya pelaksanaan program bantuan dari pemerintah.

Tabel 4.24. Keberlanjutan Usaha Yang Mendapatkan Bantuan

No Keberlanjutan Usaha

Jumlah

Persentase (%)

1 Tidak Menjawab

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa dari 300 responden, 15,0%

menyatakan usaha mereka yang telah mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah masih berjalan sampai dengan sekarang, sedangkan 29,0%

menyatakan usahanya tidak lagi berjalan, dan 56,0% responden tidak menjawab apakah usaha mereka masih berjalan atau tidak karena memang usaha yang mereka jalankan bukan berdasarkan bantuan program dari Pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 34% saja keberhasilan dari program bantuan usaha dari pemerintah sedangkan 66% dapat dikatakan tidak berhasil. Hal ini selain berhubungan dengan kurang tepatnya sasaran penerima program bantuan, mungkin juga berhubungan dengan kemampuan manajerial dari para pelaku usaha untuk dapat terus bertahan hidup ditengah persaingan usaha yang semakin ketat.

4.1.7. Bantuan Program dan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang Diharapkan dari Pemerintah Daerah dan atau Perusahaan

Pengembangan berbagai potensi ekonomi oleh masyarakat di wilayah studi, pada umumnya mengalami hambatan dari sektor permodalan, karena kebanyakan masyarakat di wilayah studi tersebut masih banyak yang belum memahami cara mendapatkan permodalan pada lembaga keuangan terutama perbankan.

Berikut ini disampaikan tentang kendala yang terjadi dilapangan dan diperkirakan dapat menghambat perkembangan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi daerah, yaitu; SDM, Teknologi, dukungan sarana dan prasarana umum. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.25. Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi pada Wilayah Studi

Hambatan Pengembangan No.

Persentase (%) Potensi Ekonomi

4. Sarana dan prasarana

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 4.25. di atas maka menurut responden,

memperlihatkan bahwa hambatan yang paling besar menurut mereka adalah masalah permodalan dengan responden yang menyatakan sebanyak 87,7%, diikuti oleh dukungan sarana dan prasarana umum dengan jumlah responden yang menyatakannya sebanyak 4,3%, masalah SDM dinyatakan oleh sebanyak 4,0% responden, masalah teknologi (2,7%), serta masalah lainnya dinyatakan oleh sebanyak 1,3% responden.

Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan paling mendasar adalah kebutuhan permodalan. Hambatan lainnya yang juga perlu mendapat perhatian adalah dukungan sarana dan prasarana produksi, SDM dan teknologi.

Oleh karenanya, masyarakat di wilayah studi mengharapkan adanya bantuan dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang diarahkan pada penguatan dibidang permodalan, bantuan sarana dan prasarana produksi, dan penguatan kompetensi SDM masyarakat dalam Oleh karenanya, masyarakat di wilayah studi mengharapkan adanya bantuan dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang diarahkan pada penguatan dibidang permodalan, bantuan sarana dan prasarana produksi, dan penguatan kompetensi SDM masyarakat dalam

Tabel 4.26. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang diharapkan dari PEMDA

Program Pemberdayaan No.

Ekonomi Masyarakat yang

Persentase (%) Diharapkan

Jumlah

1. Bantuan Permodalan

2. Program Pelatihan Kecakapan

14 4,7 Hidup (Life Skill)

3. Bantuan Peralatan Produki

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 4.26. di atas terlihat bahwa sebagian besar

masyarakat di wilayah studi yang terpilih sebagai responden, menyatakan keinginannya agar pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat lebih ditekankan pada bantuan permodalan dengan responden yang menyatakannya sebanyak 85,3%. Selanjutnya, masyarakat menginginkan bantuan dalam bentuk peralatan produki, hal ini telah dipilih dan diminta oleh sebanyak 7,3 responden, bantuan berikutnya yang diharapkan dalam hal program pelatihn kecakapan hidup (life-skill) dinyatakan oleh 4,7% responden, serta program lainnya dinyatakan oleh sebanyak 2,7% responden.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan utama yang dimiliki oleh masyarakat dalam mengembangkan usahanya adalah masalah permodalan. Ketika pendidikan mereka terbatas, sehingga sulit untuk Berdasarkan hal tersebut, permasalahan utama yang dimiliki oleh masyarakat dalam mengembangkan usahanya adalah masalah permodalan. Ketika pendidikan mereka terbatas, sehingga sulit untuk

Ketika ditanyakan tentang Program Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skill) apa yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh dunia usaha ataupun pemerintah sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar, yang disesuaikan dengan potensi lokal yang ada di wilayah mereka, berikut ini rangkuman jawaban responden atas pertanyaan dimaksud, yaitu;

Tabel 4.27. Usulan Pelatihan yang Berpotensi Ekonomi Pada Wilayah Studi

Usulan Pelatihan Kecakapan Hidup Persentase No

1. Pelatihan Ketrampilan Las

2. Pelatihan Ketrampilan Sablon/Cetakan

3. Pelatihan Ketrampilan Disain Grafis

4. Pelatihan Ketrampilan Menjahit

5. Pelatihan Mekanik Sepeda Motor

6. Pelatihan Mekanik Mobil

7. Pelatihan Tata Boga

8. Pelatihan Teknisi Hand Phone

9. Pelatihan Teknisi Komputer

10. Pelatihan Tata Rias (Salon)

11. Pelatihan Budidaya Ikan

12. Pelatihan Budidaya Pertanian

13. Pelatihan Beternak Ayam/Itik

Sumber: Data Primer, 2014

Sedangkan, usulan masyarakat terhadap bantuan peralatan produksi dari pemerintah daerah maupun pihak swasta/BUMN adalah sebagai berikut;

Tabel 4.28. Usulan Bantuan Peralatan Produksi yang Mendukung Usaha yang telah Ada Pada Wilayah Studi

Persentase No

Usulan Peralatan Produksi Jumlah (%)

1. Bantuan Bibit (melon, mangga )

2. Bantuan Bibit (ayam, itik/bebek)

3. Bantuan Benih (Lele, Emas, Nila,

17 5,7 Bandeng)

4. Bantuan Mesin Giling Emping

5. Bantuan Alat Tambal Ban

6. Bantuan Alat Kompresor

7. Bantuan Alat Las

8. Bantuan Jaring

9. Bantuan Peralatan Sablon

10. Bantuan Peralatan Tata Boga (Oven, Alat Cetakan Kue, Alat Potong,

26 8,7 Penggilingan, Katel Besar, Tungku)

11. Bantuan Peralatan Salon

12. Bantuan Mesin Jahit

13. Bantuan Mesin Hand Tracktor

14. Bantuan Kandang Ternak

15. Bantuan Peralatan Pertanian (Pacul,

15 5,0 Garpu, perkakas lainnya)

Total

Sumber: Data Primer, 2014 Pada tabel di atas, dapat dilihat tentang harapan dari masyarakat terkait bantuan peralatan produksi untuk mendukung kegiatan usaha yang saat ini telah ada dan berjalan di masyarakat sebagai bentuk bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh pemerintah daerah.

4.2. Survei Institusional pada Dinas SKPD di Kota Cilegon Terkait Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat yang Telah dilakukan

Kegiatan survei institusional ke beberapa SKPD di Kota Cilegon yang memiliki Program Pemberdayaan Masyarakat, dilakukan bersamaan waktunya dengan survei lapangan kepada masyarakat. Adapun SKPD yang didatangi dan menjadi objek sumber data penelitian adalah; Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Indag, BPMKP, Dinas Pertanian, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.

Menurut hasil survei lapangan diketahui bahwa Pemerintah Daerah Kota Cilegon telah melakukan berbagai program pembardayaan ekonomi masyarakat, yang dituangkan dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat di SKPD terkait, sebagaimana berikut ini;

4.2.1. Dinas Ketenagakerjaan

Program pemberdayaan ekonomi yang telah dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan selama tahun 2013, diantaranya adalah melalui program peningkatan kualitas, produktivitas, serta kompetensi tenaga kerja, diantaranya adalah;

1. Pemberian Pelatihan berbasis Kompetensi merupakan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja mencaku pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai standar yang ditetapkan dan dipersyaratkan di tempat kerja. Pelatihan dimaksud adalah; 1. Pemberian Pelatihan berbasis Kompetensi merupakan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja mencaku pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai standar yang ditetapkan dan dipersyaratkan di tempat kerja. Pelatihan dimaksud adalah;

b. Pembinaan dan pelatihan bidang las listrik (20 orang).

c. Pelatihan service sepeda motor (20 orang).

d. Pelatihan service komputer (20 orang).

e. Pelatihan menjahit bagi wanita putus sekolah (80 orang).

f. Pelatihan service motor tempel (20 orang). Jumlah masyarakat yang mengikuti pelatihan sebagaimana tersebut di atas adalah sebanyak 190 orang.

2. Pemberian Pelatihan berbasis Masyarakat merupakan pelatihan yang didesain berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi daerah baik yang mengacu kepada standar kompetensi maupun non standar kompetensi. Pelatihan dimaksud adalah; Pendidikan dan pelatihan masyarakat dalam bidang usaha mandiri. Pada diklat ini telah didik sebanyak 20 orang masyarakat sesuai dengan bidang usaha mandiri mereka.

3. Pemberian Pelatihan Kewirausahaan merupakan pelatihan yang membekali peserta secara bertahap agar memiliki kompetensi kewirausahaan dan bisnis, sehingga mampu menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain sesuai tuntunan pembangunan. Pada diklat ini telah didik sebanyak 86 orang masyarakat yang telah memiliki usaha.

4.2.2. Dinas Koperasi dan UMKM

Sebagaimana halnya pada Dinas Ketenagakerjaan, program pemberdayaan ekonomi juga telah dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM selama tahun 2013, yang dilaksanakan melalui program peningkatan dan pengembangan UKM, diantaranya adalah;

a. Pendidikan dan Pelatihan Merk (Brand)

b. Pendidikan dan Pelatihan Pengemasan Produk. Tujuan dari pelaksanaan diklat di atas ditujukan untuk meningkatkan daya saing dan pemasaran produk UKM. Kegiatan diklat tersebut diikuti oleh sebanyak 60 UKM yang tersebar di Kota Cilegon.

4.2.3. Dinas Industri dan Perdagangan

Selama tahun 2013, program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Dinas Industri dan Perdagangan dalam rangka mendorong agar masyarakat menjadi dapat mandiri dalam mengembangkan potensi ekonom yang ada di wilayahnya, yaitu melalui program Pengembangan Industri. Adapun kegiatan yang dilakukan adaah;

a. Pengadaan dan Perawatan Papan Informasi Sentra Industri Kecil Menengah sebagai alat komunikasi visual dalam rangka promosi. Dilakukan dengan cara pemasangan papan informasi di ruang terbuka pada berbagai lokasi yang ada di Kota Cilegon. Jumlah papan yang dipasang sebanyak 10 unit papan informasi sentra industri kecil.

b. Melakukan promosi produk unggulan IKM dalam kegiatan pameran nasional maupun even internasional yang ada di wilayah Indonesia, dan melakukan studi komparasi. Pada kegiatan ini, diambil produk unggulan dari 5 (lima) IKM untuk mengikuti pameran nasional, serta 10 orang pengurus Dekranasda Kota Cilegon ikut dalam studi komparasi.

c. Pelatihan Batu Bata dan Genteng, yaitu; diklat bagi IKM batu bata dan Genteng yang ada di Kota Cilegon. Kegiatan diklat ini ditujukkan bagi

18 orang dari IKM batu bata dan Genteng.

4.2.4. Badan BPMKP

Secara umum badan ini merupakan SKPD yang diberikan tugas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat yang ada di Kota Cilegon. Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh BPMKP diantaranya adalah;

1. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, dalam bentuk;

a. Pendampingan Program Gerakan Pembangunan Banten Bersatu yang dilakukan oleh 129 orang pelaku pemberdayaan masyarakat tingkat kelurahan.

b. Pendampingan pola apdat karya oleh 86 orang LPMK.

c. Pelatihan calon wira usaha baru bagi 250 orang calon wira usaha baru.

d. Pemberian dana bergulir kepada masyarakat yang memiliki usaha oleh UPT PEM.

2. Program Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan, dalam bentuk sosialisasi pemberdayaan masyarakat kepada 790 orang masyarakat dan penyuluhan pemberdayaan masyarakat kepada 600 RTS.

4.2.5. Dinas Pertanian

Selama tahun 2013, program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Dinas Pertanian di bidang pertanian dan peternakan, diantaranya adalah sebagai berikut;  Bidang Pertanian

Pada bidang pertanian telah dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui;

1. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan dan Holtikultura, diantaranya adalah;

a. Bimbingan teknis Tani kepada 100 orang peserta.

b. Pendidikan dan latihan bidang pertanian kepada 10 orang santri

2. Program Peningkatan Kualitas SDM dan Kelembagaan Petani serta Alat dan Mesin Pertanian, diantaranya adalah;

a. Pemagangan petani Melon sebanyak 20 orang petani.

b. Temu usaha asosiasi petani melon.

c. Tersedianya sarana dan prasarana pertanian dan pasca panen.

 Bidang Peternakan Pada bidang pertanian telah dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui Program Pengembangan dan Pengelolaan Bina Usaha Peternakan, diantaranya adalah;

a. Pemberian bibit ternak, yaitu; 4 ekor kerbau dan 250 ekor unggas.

b. Temu teknis bidang peternakan sebanyak 30 orang santri.

4.2.6. Dinas Kelautan dan Perikanan

Selama tahun 2013, program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melalui;

1. Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, diantaranya dalam bentuk;

a. Bantuan sarana dan prasarana 14 lampu set

b. Pendampingan bagi Perikanan Tangkap

2. Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Budidaya dan Pembinaan Kelembagaan, diantaranya dalam bentuk;

a. Pelatihan pembenihan kepada 20 orang peserta.

b. Bantuan Pakan, sebanyak 5.400 kg.

c. Bantuan indukan lele, sebanyak 20 paket.

d. Bantuan peralatan pembuatan abon ikan, sebanyak 2 unit.

e. Pendampingan perikanan budidaya.

4.3. Survei Institusional ke Pengelola Kawasan Industri KIEC dan Pengelola CCSR Kota Cilegon

Kegiatan survei institusional ke Pengelola Kawasan Industri KIEC terkait dengan kegiatan CSR mereka, dilakukan pada minggu kedua dan ketiga bulan November 2014, dengan jumlah kunjungan sebanyak 3 kali. Sedangkan survei institusional ke pengelola CCSR Kota Cilegon hanya dilakukan satu kali pada minggu kedua di Bulan November 2014. Tujuan dilakukan survei institusional ke kedua instansi tersebut adalah untuk mengetahui kegiatan CSR apa saja yang telah dilakukan oleh mereka yang dapat mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri dimana mereka melaksanakan aktivitas industri.

Hasil kegiatan survei pada kedua instansi tersebut, dapat dilihat pada penjelasan berikut ini;

4.3.1. Corporate Social Responsibility PT KIEC

Sebagaimana disebutkan di atas, PT KIEC merupakan salah satu anak perusahaan PT KS yang bergerak dibidang pengelolaan kawasan industri. Kemudian sejak tahun 1995, PT KIEC mendapat tanggung jawab dari PT KS untuk mengelola lapangan Golf dan Sarana Olah Raga, serta Hotel dan Perkantoran.

Komitmen KIEC terhadap engembangan masyarakat dan wilayah dilakukan melalui serangkaian kegiatan CSR yang dilakukan dan Community Development (CD) sebagai bagian integral dari proses menjalankan bisnisnya, memiliki tanggung jawab dan kewajiban kepada masyarakat sekitar kawasan.

Terhadap masyarakat atau komunitas di sekitar perusahaan, tanggung jawab dapat dibuktikan melalui pelaksanaan program-rogram CSR yang sustainable dan dapat memicu tumbuhnya kemandirian masyarakat. Bagi KIEC, CSR merupakan bagian penting karena tanpa dukungan yang kuat dari masyarakat di sekitar lokasi perusahaan. Operasional tidak akan berjalan dengan lancar, intervensi, gangguan, provokasi, blokade dan mungkin demontrasi akan selalu mewarnai kegiatan operasional perusahaan. Program kemasyarakatan adalah sesuatu dimana perusahaan dapat menunjukkan kepada masyarakat bagaimana seriusnya komitmen perusahaan untuk melaksanakan program CSR, apalagi saat ini CSR telah menjadi salah satu competitive adventage bagi perusahaan yang melaksanakannya.

Beberapa bidang kegiatan CSR yang telah dilakukan oleh PT KIEC di tahun terakhir, diantaranya adalah;

a. Bidang Pendidikan

Dilakukan untuk membantu meningkatkan kualitas SDM masyarakat di sekitar perusahaan, melalui penyaluran bea siswa untuk peralatan sekolah anak siswa SD/sederajat dan SMP/sederajat, penyaluran donasi dalam bentuk sarana pendidikan/sekolah, perpustakaan sekolah, sponshorship kegiatan pendidikan, pelatihan/seminar, kegiatan olahraga dan seni budaya lokal, sebagaimana berikut ini (disarikan dari Buku Refleksi CSR KIEC);

- Kegiatan beasiswa untuk peralatan sekolah melalui Baitul Amanah KIEC - Bantuan donasi dalam bentuk sarana pendidikan/sekolah sebanyak 9

kegiatan. - Bantuan donasi untuk perpustakaan sekolah sebanyak 3 kegiatan. - Bantuan sponshorship untuk kegiatan pendidikan, sebanyak 17 kegiatan. - Bantuan sponshorship untuk kegiatan pelatihan/seminar, sebanyak 19

kegiatan. - Bantuan sponshorship untuk kegiatan olahraga dan seni budaya lokal, sebanyak 26 kegiatan.

b. Bidang Kesehatan

Dilakukan untuk membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di sekitar perusahaan, melalui pemberian bantuan pengobatan gratis bagi masyarakat di beberapa kelurahan sekitar perusahaan, baik yang dilakukan oleh sendiri, maupun bersama-sama dengan KS Group melalui Program Pelayanan Kesehatan Keliling (Yankesling).

Pengobatan gratis adalah kegiatan CSR yang rutin dilakukan PT KIEC, karena sangat bermanfaat untuk membantu warga sekitar yang kurang mampu sehingga kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Selama tahun 2012, telah dilakukan 5 kegiatan di bidang kesehatan.

Selain pengobatan gratis, telah dilakukan pula kegiatan khitanan masal bagi warga yang kesulitan mengkhitankan anaknya dan kegiatan donor darah. Dalam satu tahun, dilakukan 1 kali kegiatan khitanan masal dan kegiatan donor darah.

c. Bidang Sosial dan Keagamaan

Di bidang sosial dan keagamaan, CSR PT KIEC diarahkan untuk memberikan bantuan untuk perbaikan bangunan tempat prasarana ibadah (masjid, mushola, dan islamic center), prasarana umum dan sosial, dan bantuan untuk kegiatan-kegiatan peringatan hari besar keagamaan, hari besar nasional, dan kegiatan sosial lainnya.

Selain itu, CSR KIEC dibidang ini dengan memberikan batuan paket sembako kepada warga kurang mampu yang berada di sekitar perusahaan, juga Zakat, infaq, dan shodaqoh, yang dananya dikumpulkan dari penghasilan yang diterima dari para karyawan/ti setiap bulannya.

Beberapa kegiatan CSR KIEC dibidang sosial dan keagaaan, sebagaimana berikut ini (disarikan dari Buku Refleksi CSR KIEC); - Bantuan untuk perbaikan bangunan tempat prasarana ibadah, sebanyak

19 kegiatan. - Bantuan untuk perbaikan prasarana umum dan sosial, sebanyak 21 kegiatan.

- Bantuan donasi untuk kegiatan-kegiatan peringatan hari besar keagamaan, sebanyak 50 kegiatan. - Bantuan donasi untuk kegiatan-kegiatan peringatan hari besar nasional, sebanyak 7 kegiatan. - Pemberian santunan dalam bentuk Zakat, infaq, dan shodaqoh, sebanyak 31 kegiatan. - Pemberian bantuan paket sembako, sebanyak 2 kegiatan. - Pemberian bantuan sosial lainnya, sebanyak 55 kegiatan.

d. Bidang Lingkungan Hidup dan Bencana Alam

PT KIEC peduli terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap masyarakat dan juga lingkungan alam sekitar. Program CSR terhadap lingkungan hidup dilakukan melalui program penghijauan dengan menanam ribuan pohon dan bakti sosial untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Untuk program ini telah dilakukan 2 jenis kegiatan, melalui penanaman pohon di Komplek Arga Pura Cilegon dan lomba kebersihan lingkungan.

Sedangkan CSR KIEC untuk bencana alam, dilakukan bersama- sama CSR KS Group, yaitu memberikan bantuan bagi masyarakat yang terkena bencana banjir.

4.3.2. Corporate Social Responsibility PT KS dan Group

Kegiatan CSR dan pemberdayaan masyarakat sekitar, sejak lama telah menjadi prioritas bagi PT KS. Terlebih sejak kegiatan ini diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor; PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER- 08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor; PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Kegiatan CSR PT KS dikelola secara langsung oleh Divisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), disamping Divisi PKBL, terdapat pula unit lain yang ikut serta menyalurkan CSR, seperti; Baitul Maal Krakatau Steel Group (BMKSG), Yayasan Pendidikan Warga Krakatau Steel (YPWKS), Serikat Karyawan Krakatau Steel (SKKS), serta Badan Pembina Olah Raga dan Seni Krakatau Steel (BPOS-KS).

Kepedulian atau tanggung jawab sosial PT KS tidak hanya pada beberapa bidang yang bersifat sosial, namun juga meliputi pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerdayaan ekonomi masyarakat selalu menjadi Kepedulian atau tanggung jawab sosial PT KS tidak hanya pada beberapa bidang yang bersifat sosial, namun juga meliputi pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerdayaan ekonomi masyarakat selalu menjadi

Divisi PKBL PT KS, mengelola CSR PT KS yang terdiri dari program kemitraan dan program bina lingkungan. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan menjadi mandiri, meliputi sektor; industri, perdagangan, pertanian, peternakan, perikanan dan jasa.

Sedangkan program bina lingkungan merupakan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh perusahaan, mencakup bidang; pendidikan, kesehatan, prasarana dan sarana umum, sarana umum dan ibadah, serta pelestarian lingkungan.

Dalam memberikan program PKBL PT KS, Divisi PKBL KS membagi wilayah berdasarkan lokasi, dampak populasi, jenis, ukuran, dan dana yang disediakan perusahaan. Pembagian wilayah ini, sangat membantu perusahaan untuk menentukan prioritas pelaksanaan program-program CSR PT KS.

Tabel 4.29. Daerah Penerima Program PKBL PT KS

Dampak

Keterangan

Ring Lokasi Nama Daerah Alokasi

Operasi

Desa yang Kecamatan Citangkil, pabrik

I. 0 – 500 m dari

Terkena

dampak

berdekatan meliputi Kelurahan

langsung

dengan

Samang Raya, Warnasari, 45%

pabrik

Kubangsari, Citangkil, Kebon Sari

II. 501 – 100 m

Kelurahan di Kecamatan dari pabrik

Potensi

Desa di

terkena

sekitar

Citangkil, di luar Ring I,

dampak

pabrik, di

yaitu; Kelurahan 25%

langsung

luar Ring I Deringgo, Lebak Denok,

Taman Baru

III. 1001 – 1500 m

Kota Cilegon dan dari pabrik

Daerah yang masih 20%

dampak

pabrik di

termasuk Banten

langsung

luar Ring II

IV. Tidak

Seluruh

Luar Banten

Lebih dari

terkena

wilayah di

1.500 m dari

10% pabrik

dampak

luar Ring I,

langsung

II, dan III

Sumber; Divisi PKBL PT KS, 2014

A. PROGRAM KEMITRAAN

Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/ MBU/2007 Pasal 1, definisi Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Prinsipnya sama dengan program pengembangan usaha mikro dan kecil. Program Kemitraan PT KS dilakukan melalui kegiatan pinjaman dana bergulir bagi usaha kecil, dengan jasa administrasi pinjaman per tahun sebesar 6% (enam persen).

Perhatian PT Krakatau Steel terhadap usaha kecil dimulai sejak tahun 1992, yakni sejak berdirinya unit kerja bernama Divisi Pembinaan Industri Kecil (PIK) di lingkungan PT Krakatau Steel (Persero), sementara Perhatian PT Krakatau Steel terhadap usaha kecil dimulai sejak tahun 1992, yakni sejak berdirinya unit kerja bernama Divisi Pembinaan Industri Kecil (PIK) di lingkungan PT Krakatau Steel (Persero), sementara

Menurut Pasal 11, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER- 05/ MBU/2007, Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk;

a. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan.

b. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan.

c. Beban Pembinaan;

1. Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, permagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan.

2. Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan.

3. Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan Mitra Binaan. Beberapa kegiatan dari program kemitraan yang telah dilakukan

dilakukan oleh PT KS adalah;

 Pinjaman Dana Bergulir

Sejak program ini dimulai pada tahun 1992 sampai dengan Desember 2014, PT Krakatau Steel sudah membina 4.395 usaha kecil mitra binaan yang berasal dari Kota Cilegon dengan memanfaatkan pinjaman dana bergulir dengan total penyaluran Rp 65.385.323.770,- yang meliputi : - 1.201 usaha kecil mitra binaan di sektor industri; - 2.432 usaha kecil mitra binaan di sektor perdagangan; -

43 usaha kecil mitra binaan di sektor pertanian; - 368 usaha kecil mitra binaan di sektor peternakan; -

82 usaha kecil mitra binaan di sektor perikanan; dan - 269 usaha kecil mitra binaan di sektor jasa.

Tabel 4.30. Pinjaman Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil Berdasarkan Sektor dalam Program Kemitraan PT KS

Penyaluran No

Jumlah Mitra

65.385.323.770 Sumber; Divisi PKBL PT KS, 2014

Dengan demikian, usaha kecil yang paling banyak menjadi mitra binaan dari PKBL PT KS ada di sektor perdagangan, diikuti sektor industri kecil. Minta binaan yang paling sedikit berasal dari sektor pertanian.

Untuk mengetahui berasal dari mana saja mitra binaan Divisi PKBL PT KS, dapat dilihat pada Tabel 4.31. berikut ini;

Tabel 4.31. Pinjaman Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil Berdasarkan Wilayah dalam Program Kemitraan PT KS

Penyaluran No

Jumlah Mitra

65.385.323.770 Sumber; Divisi PKBL PT KS, 2014

Pada tabel di atas, terlihat bahwa usaha kecil yang banyak memanfaatkan fasilitas pinjaman dana bergulir dari PT KS berasal dari Kecamatan Cilangkil, diikuti berturut-turut oleh Cilegon, Jombang, Purwakarta, Cibeber, Ciwandan, Pulomerak dan Grogol.

Disadari bahwa melalui UKM, ekonomi negara bisa tumbuh, sebab UKM tidak rentan terhadap krisis. Hal ini terbukti pada saat krisis moneter melanda dunia, UKM merupakan sektor yang paling bisa bertahan dibandingkan sektor usaha lain. Pembinaan PT Krakatau Steel terhadap usaha kecil mitra binaan atau UKM meliputi bidang manajemen, pinjaman modal kerja, serta pemasaran melalui promosi dan pameran.

 Pameran dan Promosi Dagang

Pameran merupakan salah satu media efektif untuk mempromosikan berbagai produk dan kegiatan usaha para pengusaha kecil mitra binaan (UKM), agar produknya diterima pasar dan UKM menjadi mandiri dan tangguh. Selain berpameran, PT Krakatau Steel juga membantu mempromosikan produk usaha kecil mitra binaan dengan menyediakan tempat di Lantai 2 Krakatau Junction Primkokas.

 Program Pemanfaatan lahan

Di samping pinjaman dana bergulir, kepedulian PT Krakatau Steel dalam membantu masyarakat memperoleh kesempatan berusaha adalah dengan cara meminjamkan lahan perusahaan untuk bercocok tanam bagi 237 petani penggarap dan berdagang bagi 149 pedagang yang memanfaatkan lahan PT Krakatau Steel, dan banyak pedagang bergerak.

 Program Pengelolaan Sampah

Kepedulian PT Krakatau Steel dalam membantu masyarakat sekitar memperoleh kesempatan kerja juga diwujudkan dengan memberikan kesempatan mengelola kebersihan dan pengangkutan sampah, yang melibatkan beberapa kelompok usaha milik warga sekitar perusahaan. Ratusan tenaga kerja lokal bekerja di bidang jasa kebersihan dan penanganan sampah (cleaning service).

B. PROGRAM BINA LINGKUNGAN

Program bina lingkungan (BL) menurut Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/ MBU/2007, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan BUMN. Dana BL bersumber dari, penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% dan hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana program BL.

Ruang lingkup bantuan program BL BUMN sebagaimana Pasal 11 ayat (2) butie e, adalah sebagai berikut;

1. Bantuan korban bencana alam.

2. Bantuan pendidikan dan atau pelatihan.

3. Bantuan peningkatan kesehatan.

4. Bantuan pengembangan prasarana dan atau sarana umum.

5. Bantuan sarana ibadah.

6. Bantuan pelestarian alam. Strategi penyaluran dana BL, yaitu melalui;

1. Kerjasama dengan PPKS, SKKS, YPW KS, Pusdiklat dan Lembaga Pendidikan.

2. Baitul Mall KS dan FDKM KSG.

3. Kerjasama Program dengan CFD Chapter Banten dan Dinsos Provinsi Banten.

4. Kerjasam dengan Karang Taruna/LSM

5. Kerjasam Program dengan instansi terkait Tripika dan Tripida.

6. Kerjasam Program dengan KS Group.

7. Kerjasama dengan Periska KS Group. Beberapa bidang kegiatan BL yang telah dilakukan oleh Divisi PKBL PT KS di tahun 2014, diantaranya adalah;

a. Program Pendidikan dan Pelatihan

Dilakukan untuk membantu meningkatkan kualitas SDM masyarakat di sekitar perusahaan, melalui penyaluran bea siswa untuk peralatan sekolah anak siswa SD/sederajat dan SMP/sederajat, SLTA/sederajat, Mahsiswa/i D1, D2, dan S1, penyaluran donasi dalam bentuk sarana pendidikan/sekolah, pelatihan rintisan usaha, perpustakaan sekolah, sponshorship kegiatan pendidikan, pelatihan/seminar, kegiatan olahraga dan seni budaya lokal.

b. Program Kesehatan

Dilakukan untuk membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di sekitar perusahaan. Kepedulian PT KS di bidang kesehatan diawali dari menyediakan sarana kesehatan dengan mendirikan poliklinik, hingga kemudian berkembang menjadi rumah sakit. Keberadaan rumah sakit ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang signifikan dalam upaya memperbaiki kualitas kesehatan, baik masyarakat sekitar maupun karyawan PT KS.

Beberapa kegiatan BL yang berkenaan dengan bidang kesehatan, yang sudah dilakukan diantaranya adalah; Program pengobatan gratis, program pengobatan gigi, program khitanan massal, program donor daran, dan program pemberian makanan tambahan balita dan TB Paru.

c. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Umum, serta Rumah Ibadah

Beragam cara dilakukan PT Krakatau Steel dalam rangka berbagi dan menunjukkan kepedulian terhadap upaya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Di antaranya berupa pengembangan prasarana dan sarana umum yang biasanya berupa pembangunan dan renovasi prasarana pendidikan, fasilitas umum, dan sarana lain yang dibutuhkan masyarakat.

Pembangunan dan renovasi prasarana pendidikan, selain bagian dari Krakatau Steel Peduli Sarana Umum, juga merupakan bagian dari Krakatau Steel Peduli Pendidikan, mengingat titik beratnya pada peningkatan kualitas pendidikan.

Sedangkan terhadap fasilitas atau sarana umum yang memberi kemudahan pelayanan kepada masyarakat sekitar perusahaan, termasuk keamanan dan ketertiban wilayah, dapat berbentuk pembangunan gedung maupun menyiapkan lahan untuk kepentingan umum maupun kepentingan sarana ibadah.

d. Program Lingkungan Hidup dan Bencana Alam

Keberadaan PT Krakatau Steel di Cilegon tak terlepas dari upayaupaya meningkatkan kelestarian alam sekitar perusahaan. Hal ini mengingat keberhasilan dalam mendukung ramah lingkungan juga akan berdampak positif terhadap kelangsungan operasional perusahaan.

Di samping untuk menyeimbangkan kondisi lingkungan dengan proses produksi, PT Krakatau Steel berupaya menghijaukan Kota Cilegon dengan menanam ratusan ribu pohon. Langkah ini dimaksudkan agar kawasan industri tidak menjadi area polusi, tetapi justru sebagai paru-paru Kota Cilegon dan Banten yang akhirnya diharapkan bisa memberi kontribusi terhadap upaya mengurangi pemanasan global.

Dengan langkah-langkah yang demikian itu, harapan besar kami, PT Krakatau Steel mampu mewujudkan diri sebagai Green Company/ Industry. Dalam rangka Go Green atau mewujudkan perusahaan berwawasan lingkungan, PT Krakatau Steel menggerakkan dan melibatkan banyak pihak dalam program penanaman pohon di lingkungan sekitar perusahaan.

PT Krakatau Steel sebagai BUMN tak pernah tertinggal dalam membantu korban bencana alam di manapun di wilayah Indonesia. Itu karena pada umumnya perusahaan-perusahaan di PT Krakatau Steel dan Group telah mengantisipasinya dengan sejumlah program taktis untuk bantuan-bantuan darurat atau korban bencana alam.

4.3.3. Program Corporate Social Responsibility oleh Lembaga CCSR Kota Cilegon

Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan yang ada di kawasan industri terhadap masyarakat sekitar yang ada di kawasan industri di Cilegon, secara bertahap telah banyak dilakukan oleh mereka, dan hasil kegiatannya dilaporkan kepada lembaga CCSR yang dibentuk melalui Perwal Kota Cilegon Nomor 10 Tahun 2012, tentang Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

CCSR merupakan lembaga independen yang dibentuk melalui Peraturan Walikota, yang bertugas sebagai mitra pemerintah dan dunia usaha, dalam rangka implementasi program CSR dari perusahaan yang terdapat di wilayah Cilegon.

Lembaga CCSR sebagaimana Pasal 12 ayat (3) dalam Perwal Kota Cilegon Nomor 10 Tahun 2012, disebutkan memiliki tugas antara lain:

a. Mengkoordinasikan dan mengakomodasikan program perencanaan dan pelaksanaan dalam penghimpunan dan pendistribusian dana tanggung jawab sosial perusahaan di Kota Cilegon kepada Pemerintah Kota Cilegon, DPRD dan Perusahaan pembayar tanggung jawab sosial perusahaan;

b. Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Kota Cilegon;

c. Melaksanakan pelaporan program/ kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tanggung jawab sosial perusahaan di Kota Serang kepada Pemerintah Kota Cilegon, DPRD dan Perusahaan pembayar tanggung jawab sosial perusahaan.

Sedangkan fungsi lembaga CCSR, sebagaimana Pasal 12 Ayat (2) dalam peraturan yang sama, disebutkan antara lain:

a. Melakukan sosialisasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan kepada perusahaan yang menjalankan usahanya di Kota Cilegon;

b. Melayani dan memfasilitasi perusahaan yang memiliki kewajiban dan/atau dapat melaksanakan tanggung jawab sosial untuk mengaktualisasikan tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungannya;

c. Mendata, mencatat, mendokumentasikan dan mempublikasikan seluruh kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan;

d. Memberikan apresiasi/penghargaan terhadap perusahaan yang telah menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan secara nyata dan efektif, serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terdiri dari kegiatan:

a. Pendataan perusahaan yang memiliki kewajiban dan dapat melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan;

b. Penyusunan program sosial di Kota Cilegon dan penghimpunan dana dari perusahaan yang memiliki kewajiban dan/atau dapat melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan;

c. Pendistribusian dana dari perusahaan yang memiliki kewajiban dan/atau dapat melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan kepada masyarakat.

Sedangkan ruang lingkup tangggung jawab sosial diarahkan melalui 4 (empat) program utama, yakni:

a. Pembangunan sarana prasarana fasilitas umum dan sosial di lingkungan Kota Cilegon;

b. Pemberdayaan ekonomi masyarakat;

c. Kegiatan keagamaan, pendidikan dan kebudayaan;

d. Tanggap darurat sosial dan bencana alam

A. PROGRAM PRIORITAS

Sejak pembentukannya hingga tahun 2014, lembaga CCSR sudah menetapkan program prioritas terhadap kegiatan CSR yang harus dilakukan oleh perusahaan di Kota Cilegon. Adapun prioritas program CSR yang disusun oleh lembaga CCSR, selama periode tahun 2011 – 2013, adalah sebagai berikut;

Tabel 4.32. Program Prioritas Lembaga CCSR Tahun 2011 - 2013

Program Prioritas Tahun No.

√ - 2. Pembuatan jamban keluarga

1. Bantuan buku paket sekolah

√ √ 3. Pemugaran Rumah Tidak Layak

√ √ Huni/semenisasi

4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

- - berbasis kecamatan

5. Listrik Masuk Desa

√ √ 6. Bantuan Kaca Mata untuk Siswa

√ √ Sekolah Dasar

7. Pengembangan TTG Melalui Posyantek

√ - 8. Jamkesda (cuci darah)

- √ 9. Bak Sampah

Jumlah Program Prioritas 5 6 5

Sumber: Laporan CCSR, 2014

Terhadap kegiatan program prioritas tersebut, pada tahun 2011, terdapat 4 (empat) perusahaan yang terlibat melaksanakan CSR sesuai program dimaksud, yaitu; BJB, PT KS, PT Chandra Asri, dan PT Indonesia Power, dengan total CSR yang disalurkan kepada masyarakat sebesar Rp 1.481.959.000,-. dengan bantuan terbesar untuk program bantuan buku paket sekolah sebesar Rp 1.053.459.000,-.

Pada tahun 2012, terdapat 6 (enam) perusahaan yang terlibat melaksanakan CSR sesuai program prioritas di tahun itu, perusahaan dimaksud yaitu; BJB, PT KS, PT Chandra Asri, dan PT Indonesia Power, PT Mitsubishi dan PT ASDP. Total CSR yang disalurkan kepada masyarakat sebesar Rp 1.929.928.000,-. dengan bantuan terbesar untuk program bantuan jamban keluarga sebesar Rp 794.000.000,-.

Sedangkan pada tahun 2013, terdapat 6 (enam) perusahaan yang terlibat melaksanakan CSR sesuai program prioritas di tahun itu, perusahaan dimaksud yaitu; BJB, PT KS, PT Chandra Asri, dan PT Indonesia Power, PT Askes dan PT Wijaya Karya. Total CSR yang disalurkan kepada masyarakat sebesar Rp 1.459.936.400,-. dengan bantuan terbesar untuk program bantuan listrik masuk desa sebesar Rp 840.000.000,-.

Besaran nilai pelaksanaan CSR untuk program prioritas yang dikeluarkan oleh perusahaan dan terdata dalam lembaga CCSR pada tahun 2011-2013, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.33.

Besaran Nilai CSR untuk Program Prioritas pada Tahun 2011 - 2013

No. Program CSR Tahun (dalam Rp)

1. Bantuan Buku paket sekolah

666.028.000 - 2. Pembuatan Jamban Keluarga

794.000.000 230.000.000 3. Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni

114.900.000 150.000.000 4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

- 5. Listrik Masuk Desa

290.000.000 840.000.000 6. Bantuan Kaca Mata untuk Siswa SD

30.000.000 30.000.000 7. Pengembangan TTG Melalui Posyantek

35.000.000 - 8. Jamkesda (cuci darah)

- 159.936.400 9. Bak Sampah

Sumber: Laporan CCSR, 2014

Pihak-pihak yang terlibat dalam program prioritas CSR pada tahun 2011-2013, adalah;

Tabel 4.34.

Pihak-pihak yang Terlibat dalam Program Prioritas pada tahun 2011

Ket/Dinas No

Sponsor Kegiatan CSR

1. Buku Paket SMP/

- SMA/SMK Negeri

Bank BJB

Bank BJB

PT. KS, PT. CA PT. KS, PT. CA

Dindik

Forum BUMD

Forum BUMD

2.. Pemberdayaan

- Ekonomi Berbasis

Pemkot

BPMKP Kecamatan

Cilegon

PT. KS

3. Jamban Keluarga

PT. KS

Bank BJB

Bank BJB

PT. CA

PT. IP Disperindag 5. Pemugaran Rumah

4. Listrik Masuk Desa

PT. IP

PT. IP

PT. KS Dinkes dan Tidak Layak Huni

Bank BJB

Bank BJB

/Semenisasi PT ASKES BKBPP 6. Pengembangan TTG

PT. IP, PT CA

Melalui Posyantek

- PT. Mitsubishi

BPMKP

PT ASDP Merak

7. Bank Sampah

Dinas PT. CA Kebersihan

8. Bantuan Kacamata

- PT. IP, dan Dinkes Untuk Siswa SD

PT. CA 9. Jamkesda (Cuci Darah)

- Bank BJB Dinkes

Sumber; Laporan CCSR, 2014

B. PROGRAM TAMBAHAN

Selain program prioritas, pada tahun 2011-2013 juga terdapat Program Tambahan CCSR, untuk program bantuan; korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan atau sarana umum, sarana ibadah dan pelestarian alam/lingkungan. Adapun jumlahnya sebesar, yaitu;

Tabel 4.35. Nilai CSR yang disalurkan/dikeluarkan untuk Program Tambahan pada tahun 2011 - 2013

Nilai CSR yang disalurkan/ No.

Tahun

Dikeluarkan (Rp)

11.686.541.000 Total CSR Program Tambahan

29.012.002.000 Sumber; Laporan CCSR, 2014

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan CSR program tambahan (bukan prioritas), pada tahun 2011 hingga 2013, secara berturut-turut terdapat pada tabel di bawah ini;

Tabel 4.36. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Program Tambahan CCSR pada tahun 2011

No Perjanjian Kerjasama

Program

Nilai (Rp)

1. PT KS dengan KM Hospital Program Operasi Bibir Sumbing 30.000,000,- 2. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

80.000,000,- dengan Disnaker Kota Cilegon

Penyelenggaraan Pelatihan

Kejuruan Sepeda Motor Angk. 1 3. PT Indonesia Power dan Disnaker

100.000.000,- PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

Pelatihan Las

Program Pembangunan

4. 150.000.000,- dengan Dinkes Kota Cilegon

PUSKESMAS Kec. Ciwandan Program Penghijauan melalui

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. 5. dengan Dinas LH Kota Cilegon

Pemberian 10.000 bibit tanaman 150.000,000,-

buah

Lanjutan Tabel 4.36.

No Perjanjian Kerjasama

Program

Nilai (Rp)

6. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Program Peningkatan Gizi Balita, dengan Dinkes Kota Cilegon

Penanganan Gizi Buruk dan 40.000.000,-

Pemeriksaan Kesehatan

7. PT Chandra Asri dengan Kelurahan Pemberian Pinjaman Bergulir 200,000,000,- Gunung Sugih Kecamatan Ciwandan

8. PT. Chandra Asri dengan DikNas Mengirimkan 3 Siswa SMA Cilegon u/ mengikuti olimpiade

Fisika dunia

9. PT Krakatau Posco dengan Baitul

Serah Terima Bantuan Buku

142,475,000,- Maal di Kota Cilegon

Perpustakaan Sebanyak 700 Buku 10. PT Krakatau Posco dengan Baitul

Serah Terima Alat Uji Saring Elisa Maal

(Elisa Screened) sebanyak Satu 306,275,000,-

Unit

11. PT KS dengan RSUD Kota Cilegon

92,000,000,- 12. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Program Operasi Katarak

Pemberian Bantuan Sumber Air 25,000,000,- dengan dengan CCSR

Bersih di Kelurahan Grogol 13. PT Krakatau Steel dengan dengan

Pemberdayaan Ekonomi

CCSR

Masyarakat (PEM) 1

- 14. PT BJB dengan CCSR

Milyard/Kecamatan

Pengadaan Buku Paket SMP 458,459,000,-

Cilegon

15. PT Krakatau Steel dengan CCSR Pengadaan Buku Paket SMA & 248,000,000,-

SMK

16. PT Krakatau Steel dengan CCSR Program Jambanisasi 120 Unit 300,000,000,- 17. PT CAP dengan CCSR

Pengadaan Buku SMA Kota Cilegon

209,000,000,- 18. PT CAP dengan CCSR

Program Jambanisasi 20 unit 50.000.000,- 19. PT. KS dengan CCSR UNTIRTA

Vocational Training 1 th (150 siswa) 3.000.000.000,- 20. PT. KS dengan UNTIRTA dan CCSR

Program D1 WTP, dan D1 Tenaga Listrik (untuk 80 orang)

88,000,000,- 21. BJB dengan CCSR

Program Jamban Keluarga 130 unit 332.500,000,- 22. PT.krakatau Steel dengan DPLH

Program Penanaman 30 ribu Cilegon dan CCSR

300,000,000,- 23. Forum BUMD dengan CCSR

pohon

Bantuan Buku Paket Untuk SMA 138,000,000,- 24. PT. KIMIA FARMA dengan CCSR

Pemeriksaan mata 358 siswa dan 50,000,000,- Pemberian Kacamata 100 Siswa SD

25. PT. KIMIA FARMA dengan CCSR Pemberian Komputer 10 Unit di 35,000,000,-

SD Negeri Cilegon

26. PT. KIMLIA FARMA dengan CCSR Pengobatan Gratis 300 Warga 49,000,000,-

Cilegon

TOTAL TAHUN 2011 Rp. 8,224,909,000

Sumber; Lembaga CCSR Kota Cilegon, 2014

Lanjutan Tabel 4.36.

No. Perjanjian Kerjasama

Program

Nilai (Rp)

1. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Bantuan Buku Paket Untuk SD dengan CCSR

104.316.000,- 2. BJB dengan Cilegon Corporate Social Bantuan Buku Paket Untuk SD

Negeri

Responsibility (CCSR)

283.531.000,- 3. FORUM BUMD KOTA Cilegon

Negeri

Bantuan Buku Paket Untuk SD dengan CCSR

179.416.000,- 4. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Negeri

dengan CCSR Program Jamban Keluarga 200 unit 480.000.000,- 5. BJB dengan CCSR

Program Jamban Keluarga 100 unit 240.000.000,- 6. PT Chandra Asri Petrochemical

Bantuan Buku Paket Untuk SDN 98.765. 000,- 7. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

476.362.000,- 12. PT. Indonesia Power dengan

Perintisan Usaha/Kreatif

Pemberian Kacamata 60 Siswa 15.000.000,- dengan CCSR

Sekolah Dasar

13. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

2.800.000.000,- 14. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

Vocational Training

75.000.000,- 15. PT Chandra Asri Petrochemical

Operasi Katarak

750.000.000,- 16. PT. Krakatau Posco

Rumah Pintar

Peduli Keagamaan dan Budaya 143.550.000,- 17. PT. Indonesia Power

1.500.000.000,- 18. PT. Krakatau Posco

Comdev Coorporate

Peduli Kegiatan Pemuda dan 96.069.000,-

Olahraga

19. PT. Krakatau Posco

6.700.000,- 20. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Peduli Kegiatan Lain-lain

120.000.000,- dengan Krakatau Medika Hospital

Operasi Bibir Sumbing

21. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

150.000.000,- 22. PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk

Khitanan Masal

Pembangunan Masjid/Mushola di Clg

370.000.000,- 23. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

200.000.000,- 24. PT. Krakatau Posco

Pelatihan Las

722.705.000,- 25. PT. Krakatau Posco

Peduli Pendidikan

Peduli Kesehatan Masyarakat 23.348.000,- 26. PT. Krakatau Posco

Peduli Lingkungan Bersih dan 51.481.000,-

Hijau

27. PT. Krakatau Posco

21.174.000,- 28. PT. Indonesia Power

Peduli Bencana

PT. ASDP Merak Pengembangan TTG Melalui 35.000.000,- PT. Mitsubishi

Posyantek

PT. Chandra Asri Petrochemical 29. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Pembuatan Sarana Air Bersih di 33.000.000,-

Cilegon

TOTAL CSR TAHUN 2012 Rp. 9.100.552.000,-

Sumber; Lembaga CCSR Kota Cilegon, 2014

Lanjutan Tabel 4.36.

No Perjanjian Kerjasama

Program

Nilai (Rp)

1. PT KS dengan CCSR Rumah Tidak Layak Huni 5 unit 75.000.000 2. Askes dengan CCSR

Rumah Tidak Layak Huni 5 unit 75.000.000 3. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Jambanisasi Keluarga 30 unit 72.000.000 dengan CCSR

4. PT. Indonesia Power dengan CCSR Jambanisasi Keluarga 35 unit 84.000.000 5. PT Chandra Asri dengan CCSR

Jambanisasi Keluarga 20 unit 50.000.000 6. PT Wijaya Karya Insan Pertiwi

dengan CCSR Jambanisasi Keluarga 10 unit 24.000.000 7. Pelatihan Pemanfaatan limbah

PT KS dengan CCSR

pelastik dan sampah

5.000.000 8. Santunan Pendidikan untuk Kaum

826.491.000 9. PT KS dengan CCSR

PT KS dengan CCSR

miskin

Korban Bencana Alam

PT KS dengan CCSR

790.000.000 11. PT KS dengan CCSR

Vocational Training

533.000.000 12. PT KS dengan CCSR

Beasiswa Pendidikan

100.000.000 13. PT KS dengan CCSR

Santunan Yatim Dhu’afa

Pelatihan Perintisan Usaha/Kreatif 175.000.000 14. PT KS dengan CCSR

300.000.000 15. PT KS dengan CCSR

Peningkatan Kesehatan

Pembangunan Sarana Sekolah 134.000.000 16. PT KS dengan CCSR

98.000.000 17. PT KS dengan CCSR

Pembangunan Posyandu

400.000.000 18. PT KS dan BMKSG dengan CCSR

Sarana Ibadah

300.000.000 19. PT Indonesia Power dengan CCSR

Pelestarian Alam

Pembangunan Instalasi Listrik 450.000.000 20. PT Indonesia Power dengan CCSR

208.000.000 21. PT Indonesia Power dengan CCSR

Bantuan Pendidikan

Bantuan Pengobatan Masyarakat 130.000.000 22. PT Indonesia Power dengan CCSR

20.000.000 23. PT Indonesia Power dengan CCSR

Bantuan Khitanan Massal

250.000.000 24. PT Indonesia Power dengan CCSR

Perbaikan Sarana

Bantuan Pelatihan Keterampilan 400.000.000 25. PT Indonesia Power dengan CCSR

Bantuan Kacamata Untuk Siswa 15.000.000

Sekolah dasar

26. PT. Chandra Asri dengan CCSR

50.000.000 27. PT. Chandra Asri dengan CCSR

Bank Sampah

Bantuan Kacamata Untuk Siswa 15.000.000

Sekolah dasar

28. PT. Chandra Asri Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, 6.000.000.000 dan Sosial Lingkungan Hidup

TOTAL Rp. 11.686.541.000

Sumber; Lembaga CCSR Kota Cilegon, 2014

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan secara komprehensip pembahasan terhadap hasil-hasil survei lapangan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, juga dilakukan dalam rangka menjawab tujuan penelitian. Pembahasan dimaskud, sebagaimana diuraikan berikut ini;

5.1. Analisis Potensi dan Masalah Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri

5.1.1. Analisis Potensi Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri

Analisis potensi ekonomi dan perekonomian masyarakat yang dapat dikembangkan di wilayah studi, dapat didekati dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu;

1. Pendekatan potensi industri yang ada di wilayah sekitar

2. Pendekatan potensi SDA yang ada di wilayah sekitar

3. Pendekatan potensi sektor usaha yang ada di wilayah sekitar Pendekatan potensi industri dimaksudkan melihat keberadaan

kawasan industri dipandang sebagai potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat di sekitar wilayah industri yang ada di Kota Cilegon. Pendekatan Potensi SDA dimaksudkan melihat kemelimpahan SDA yang ada di wilayah sekitar sebagai potensi yang didapat dikembangkan oleh masyarakat. Sedangkan pendekatan pengembangan SDM Potensial dimaksudkan sebagai upaya untuk

5.1.1.1. Pendekatan Potensi Industri yang Ada di Wilayah Sekitar

Kota Cilegon adalah salah satu wilayah di Propinsi Banten yang di dalamnya berkembang berbagai industri, meliputi; industri baja nasional PT. Krakatau Steel, pusat kegiatan industri petrokimia, serta industri lainnya. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kota Cilegon sangat signifikan, sebagaimana data yang tercatat di BPS Kota Cilegon (2014), diketahui bahwa kontribusi sektor industri pada tahun 2012 dan 2013, berturut-turut sebesar 72,46% dan 72,27%.

Tabel 5.1. PDRB Kota Cilegon ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah)

No. Lapangan Usaha

1. Pertanian, Peternakan,

304.109,01 1,47 Kehutanan dan Perikanan

13.872,04 0,07 3. Industri Pengolahan

2. Pertambangan dan Penggalian

14.904.770,82 72,27 4. Listrik, Gas dan Air Bersih

74.380,45 0,36 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

2.544.456,76 12,34 7. Pengangkutan dan Komunikasi

977.575,20 4,74 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Keterangan ; * ) Angka Perbaikan; ** ) Angka Sementara

Sumber

; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Kontribusi industri yang cukup besar menunjukkan bahwa perekonomian Kota Cilegon ditopang oleh sektor industri. Kawasan industri yang dapat berkembang dengan baik, di dalamnya akan berdiri banyak pabrik maupun pergudangan. Banyaknya pabrik yang berdiri di suatu kawasan industri dapat merangsang pemusatan/ aglomerasi industri di suatu daerah. Dampak positif dari adanya aglomerasi tersebut adalah akan tumbuhnya perekonomian di daerah yang bersangkutan yang pada ujungnya kemakmuran daerah dan kesejahteraan masyarakatnya akan meningkat.

Keberadaan kawasan industri di Kota Cilegon, merupakan potensi ekonomi yang tidak dapat dibantahkan bagi masyarakat sekitar, dimana akan terjadi pertumbuhan perekonomian wilayah, yaitu; Pertama; ketersediaan lapangan kerja formal di kawasan industri yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, baik itu masyarakat sekitar yang ada di kawasan industri maupun masyarakat Kota Cilegon lainnya yang berada di luar kawasan industri. Semakin besar tenaga kerja yang berhasil diserap dan bekerja di kawasan industri, menjadi nilai tambah suatu perekonomian, karena hal tersebut menjadi penopang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Ketersediaan lapangan pekerjaan formal tersebut, jika dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat, akan berdampak positif terhadap kesejahteraan dan pendapatan masyarakat, dimana masyarakat

akan mendapatkan penghasilan secara permanen dari aktivitas kerja mereka di sektor industri. Adanya penghasilan yang secara rutin mereka peroleh setia bulannya, akan memberi kesempatan besar bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan secara baik, sehingga dapat mendorong keberlanjutan peningkatan SDM masyarakat yang lebih berkualitas di masa yang akan datang. Kondisi ini sudah barang tentu akan terjamin terciptanya stabilitas sosial dalam kawasan industri. Disamping itu, adanya pelatihan ketrampilan/keahlian dan pengetahuan dalam rangka meningkatkan kualitas pekerja sesuai dengan standar dan tuntutan kerja di perusahaan, merupakan keuntungan langsung bagi masyarakat sekitar yang bekerja di sektor industri.

Kedua, keberadaan kawasan industri merupakan potensi bagi terciptanya lapangan pekerjaan di sektor informal dan sektor perdagangan/jasa, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para buruh/pekerja yang bekerja di kawasan tersebut. Misalnya; semakin bertumbuhnya warung makan, rumah kontrakan/sewa, tukang ojek, warung barang kelontong, bengkel, tempat-tempat kuliner, agen-agen travel, salon, dan lain sebagainya. Peningkatan sektor ekonomi informal ini akan meningkatkan penghasilan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri tersebut.

Pengelola kawasan industri (KIEC) menyediakan lahan kantin untuk dimanfaatkan pedagang serta banyak pedagang bergerak.

Kebanyakan pekerja lebih memilih membeli makanan dan minuman dari warung/pedagang kaki lima karena rasa dan harganya. Di luar kawasan industri juga banyak berdiri toko, warung, rumah makan, pasar, bengkel motor, dan penjual keliling, yang didirikan dekat dengan perumahan buruh. Pelanggan utama toko-toko tersebut adalah warga sekitar dan pegawai pabrik.

Bagi penjual bergerak, yang menjual makanan/minuman menggunakan mobil yang dimodifikasi menjadi lapak tempat menjual mereka, pada umumnya mereka tinggal di desa dekat kawasan industri, dan mendapatkan bahan mentah/baku (terutama buah-buahan dan sayuran) dari desa-desa sekitar kawasan.

Umumnya, sebagian besar penjual bergerak menjalankan usahanya di dalam kawasan selama lebih dari 5 tahun dan sebagian dari mereka memulai usahanya sejak awal pengembangan kawasan, dan menghasilkan penghasilan hingga sekitar Rp 10 juta per bulannya. Tidak ada peraturan kawasan yang melindungi jenis usaha ini, yang ada hanyalah proteksi informal dari pabrik-pabrik (di mana mereka berada). Sebagian besar pedagang berkerak menjalankan usahanya mulai pukul 06.30 hingga 16.00 setiap harinya, dan ada juga yang hanya berjualan saat pagi sebelum jam kerja dimulai, siang hari saat jam istirahat (pabrik), dan jam sore saat buruh hendak pulang, yaitu dengan menyediakan makanan/minuman untuk dijual kepada para buruh dan pengunjung lalu lalang.

Sektor-sektor ekonomi informal ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan para buruh –buruh yang bekerja di kawasan industri tersebut. Peningkatan sektor ekonomi informal tersebut tentu saja akan meningkatkan penghasilan masyarakat yang tinggal di kawasan industri tersebut.

Ketiga, keberadaan kawasan industri dapat menjadi potensi bagi ukm dan koperasi yang ada di sekitar kawasan industri untuk bekerja sama dengan pihak perusahaan, khususnya dalam hal;

a. Kerjasama penyediaan katering/ makanan/ minuman. Beberapa perusahaan yang ada di kawasan, diantaranya memberikan fasilitas makan siang bagi karyawannya, sedangkan sebagian lainnya diserahkan dalam bentuk uang. Namun demikian, kadangkala, penyediaan makan siang juga dilakukan oleh koperasi karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Hal yang dapat dilakukan oleh ukm dan koperasi yang ada di sekitar kawasan industri melakukan kerjasama dengan koperasi karyawan dalam hal penyediaan bahan baku untuk kebutuhan makan siang karyawan tersebut, misalnya; kerjasama dalam hal penyediaan beras, ikan, sayuran, buah-buahan, kebutuhan bumbu makanan, kotakan nasi, air minum, dan sebagainya.

b. Kerjasama pemanfaatan limbah industri. Beberapa perusahaan yang ada di kawasan, dapat dijajaki oleh ukm dan koperasi dalam rangka pengelolaan limbah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.

5.1.1.2. Pendekatan Potensi SDA yang Ada di Wilayah Sekitar

Melalui pendekatan potensi SDA di wilayah sekitar, dapat dilakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar dengan membentuk kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya dan kearifan lokal.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat dimaksud adalah dengan cara membentuk kawasan yang menjadi sentra beragam vokasi dimana warga masyarakat dilatih menguasai keterampilan tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan sumberdaya yang ada di wilayahnya, sehingga taraf hidup masyarakat semakin meningkat.

Pendekatan pada potensi kemelimpahan sumber daya alam dan kearifan lokal, dilakukan pada sektor-sektor ekonomi yang dirasa menjadi potensi ekonomi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon, diantaranya adalah:

a. Sektor Pertanian

Komoditas yang menjadi unggulan sebagai hasil produksi pertanian di kawasan industri Kota Cilegon, meliputi; tanaman pangan, sayur- mayur, dan perkebunan. Kegiatan potensi pertanian tersebut di atas, banyak dilakukan pada empat kecamatan di sekitar kawasan industri Kota Cilegon, yaitu; Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Grogol dan Kecamatan Pulomerak. Kegiatan sektor pertanian ini berupa Komoditas yang menjadi unggulan sebagai hasil produksi pertanian di kawasan industri Kota Cilegon, meliputi; tanaman pangan, sayur- mayur, dan perkebunan. Kegiatan potensi pertanian tersebut di atas, banyak dilakukan pada empat kecamatan di sekitar kawasan industri Kota Cilegon, yaitu; Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Grogol dan Kecamatan Pulomerak. Kegiatan sektor pertanian ini berupa

Berdasarkan data hasil survei institusional penelitian di Kota Cilegon, diperoleh data komoditas hasil produksi pertanian yang banyak dilakukan penduduk di kawasan industri, disajikan pada tabel berikut;

Tabel 5.2. Produksi Komoditi Hasil Pertanian Masyarakat Sekitar Kawasan Industri Tahun 2013

Produksi Hasil Pertanian (Ton) No.

Komoditi

Grogol Jumlah A. TANAMAN PANGAN

Ciwandan Citangkil Pulomerak

1.630,0 3.362,0 2. Kacang Tanah

1. Padi Sawah

395,0 2.067,0 3. Ketela Pohon

B. SAYUR-SAYURAN

- 18,0 6. Kacang Panjang

C. PERKEBUNAN

Sumber; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Komoditi di atas merupakan komoditas yang banyak dikembangkan oleh penduduk sekitar kawasan industri di Kota Cilegon sesuai dengan potensi kemelimpahan SDA dan kearifan lokal. Pemerintah daerah dan perusahaan yang ada di kawasan industri dapat ikut berperan serta lebih jauh untuk meningkatkan dan mengoptimalkan produksi dimaksud, dalam bentuk pemberdayaan ekonomi sektor pertanian bagi masyarakat Komoditi di atas merupakan komoditas yang banyak dikembangkan oleh penduduk sekitar kawasan industri di Kota Cilegon sesuai dengan potensi kemelimpahan SDA dan kearifan lokal. Pemerintah daerah dan perusahaan yang ada di kawasan industri dapat ikut berperan serta lebih jauh untuk meningkatkan dan mengoptimalkan produksi dimaksud, dalam bentuk pemberdayaan ekonomi sektor pertanian bagi masyarakat

b. Sektor Peternakan

Jenis ternak yang masih banyak dipelihara oleh rumah tangga dan masyarakat di sekitar kawasan industri Kota Cilegon, khususnya pada empat kecamatan (Ciwandan, Citangkil, Grogol dan Pulomerak) yang bersinggungan dengan kawasan industri langsung, adalah jenis ternak; sapi, kerbau, kambing, domba, ayam kampung, ayam ras dan itik.

Pada tabel berikut ini disajikan jumlah rumah tangga di empat kecamatan yang dimaksud, yang banyak memelihara jenis hewan ternak sapi, kerbau, kambing, domba, ayam kampung, ayam ras dan itik, yaitu;

Tabel 5.3. Jumlah Ternak yang Dipelihara Penduduk Sekitar Kawasan Industri Kota Cilegon Tahun 2013

Jumlah Ternak yang Dipelihara Penduduk (ekor) No.

Jenis Ternak

Grogol Jumlah

1.045,- 3.340,0 4. Domba

189,0 238,0 5. Ayam kampung

5.373,0 25.755,0 6. Ayam Ras

5.000,- 10.510,0 7. Itik

Sumber; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Pada tabel di atas, dapat dilihat ternyata bahwa masih banyak penduduk yang tinggal di kawasan industri, yang masih memelihara dan

budidaya ternak, diantaranya adalah; sapi, kerbau, kambing, domba, ayam kampung, ayam ras dan itik. Ternak yang paling banyak dipelihara dan dibudidayakan oleh masyarakat di kawasan industri adalah ternak; ayam kapung, ayam ras, dan itik, diikuti ternak kambing, kerbau, domba dan sapi. Mendasarkan hal tersebut, pemberdayaan ekonomi dapat juga dilakukan pada sektor peternakan yang memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut di wilayah sekitar kawasan industri, diantaranya; dengan pemberian bantuan pakan, modal, dan atau ketrampilan vokasi pada masyarakat setempat untuk melakukan budidaya ternak di atas.

Khusus untuk ternak unggas, seperti ayam pedaging dan bebek, bahkan telah menjadi usaha bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan penelusuran data dari Cilegon Dalam Angka (2014), yang diperoleh dari Kantor BPS setempat, diketahui bahwa terdapat 19 usaha ayam pedaging dan 7 usaha, yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan industri, sebagai mana tabel berikut ini;

Tabel 5.4. Jumlah Usaha dan Jumlah Unggas yang Diusahakan oleh Penduduk Sekitar Kawasan Industri Kota Cilegon Tahun 2013

Bebek No.

Ayam Pedaging

Usaha Jumlah

Sumber; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014 Sumber; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Pada sektor perikanan, potensi ekonomi yang dapat dikembangkan adalah budidaya perikanan darat. Berdasarkan penelusuran survei lapangan pada wilayah studi, budidaya perikanan darat sudah banyak dibudidayakan dan dikembangkan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri, yaitu melalui budidaya kolam ikan lele.

Di seluruh kecamatan yang berada di sekitara kawasan industri, melalui budidaya kolam ikan lele banyak dijumpai di kecamatan; Ciwandan, Citangkil, Grogol dan Pulomerak, sebagaimana tabel berikut, yaitu;

Tabel 5.5. Jumlah dan Nilai Produksi Budidaya Kolam Ikan Lele oleh Penduduk Sekitar Kawasan Industri Kota Cilegon Tahun 2013

Budidaya Ikan Lele No.

Kecamatan

Jumlah (Kg)

Nilai (Ribu Rp)

Sumber; CDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa potensi ekonomi dari sektor perikanan, khususnya budidaya kolam ikan lele sangat menjanjikan apabila dapat dikelola dengan baik. Melihat potensi ini, pemerintah daerah dan pihak swasta yang berada di kawasan industri, dapat ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dengan menggalakkan budidaya perikanan, baik dalam hal pemberian modal, pemberian pakan ikan, maupun pelatihan vokasi budidaya ikan lele bagi masyarakat sekitar kawasan industri.

5.1.1.3. Pendekatan Potensi Jenis Usaha yang Ada di Wilayah Sekitar

Pendekatan yang ketiga yang dilakukan dalam menilai potensi perekonomian di wilayah sekitar kawasan industri adalah dengan melihat sektor usaha yang telah ada dan dikembangkan oleh penduduk di sekitar kawasan industri.

Berdasarkan penelusuran survei lapangan dan survei institusional, diketahui bahwa sektor usaha yang banyak dilakukan oleh penduduk sekitar, diantaranya adalah; perdagangan umum (supermarket, swalayan, restoran, kaki lima, toko/warung), industri rumahan, industri kecil, perbengkelan, tempat rekreasi, jasa trevel, notaris, dan usaha salon.

Tabel 5.6. Jumlah Kegiatan Usaha/Perdagangan yang Ada di Sekitar Kawasan Industri Kota Cilegon Tahun 2013

Kecamatan

No. Jenis Usaha Jumlah Ciwandan Citangkil Pulomerak Grogol

1. Super market/ 2 6 13 6 27 swalayan

2. Restoran (rumah 2 11 4 5 22 /kedai makan)

3. Warung kaki lima

168 725 4. Toko/warung

531 2.381 5. Industri RT

48 10 50 324 6. Industri Kecil

3 1 - 4 9. Salon/barber shop

10 12 13 19 54 10. Tempat rekreasi

2 2 - 4 11. Bengkel motor/las

Sumber; Data Primer dan KDA, BPS Kota Cilegon, 2014 Kegiatan usaha/perdagangan yang banyak dilakukan oleh

penduduk di sekitar kawasan industri di Kota Cilegon adalah kegiatan usaha toko/warung. Warung/toko dimaksud mencakup warung kelontongan, toko sembako, toko elektronik, toko handphone, foto copy, penduduk di sekitar kawasan industri di Kota Cilegon adalah kegiatan usaha toko/warung. Warung/toko dimaksud mencakup warung kelontongan, toko sembako, toko elektronik, toko handphone, foto copy,

Kegiatan usaha lainnya yang banyak digeluti dan dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan industri adalah restoran dan warung makan/kedai. Kegiatan usaha ini banyak dijumpai di sekitaran kawasan industri. Dengan banyaknya karyawan yang bekerja pada kawasan industri dan tinggal di sekitar kawasan industri menjadi potensi yang mendorong makin banyaknya masyarakat yang membuka usaha restoran dan warung/kedai makan.

Kegiatan usaha diurutan berikutnya yang ada dan dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan industri adalah industri rumah tangga dan industri kecil, yang bergerak di bidang kerajinan kayu, kerajinan anyaman, kerajinan kain, handicraft, makanan (tata boga), seperti; emping, ceplis, gipang, keripik, kue kering, kue basah, dll.

Kegiatan usaha dalam bentuk jasa perbengkelan (perbengkelan las, bengkel motor, maupun bengkel mobil), jasa kecantikan (salon), dan barber shop (tukang cukur), juga cukup banyak dilakukan oleh masyarakat yang ada di sekitar kawasan industri. Banyaknya pekerja maupun keluarga pekerja di kawasan industri yang menggunakan kendaraan (motor/mobil), sudah barang tentu suatu saat tertentu akan membutuhkan jasa perbengkelan untuk merawat kendaran yang mereka miliki dalam rangka Kegiatan usaha dalam bentuk jasa perbengkelan (perbengkelan las, bengkel motor, maupun bengkel mobil), jasa kecantikan (salon), dan barber shop (tukang cukur), juga cukup banyak dilakukan oleh masyarakat yang ada di sekitar kawasan industri. Banyaknya pekerja maupun keluarga pekerja di kawasan industri yang menggunakan kendaraan (motor/mobil), sudah barang tentu suatu saat tertentu akan membutuhkan jasa perbengkelan untuk merawat kendaran yang mereka miliki dalam rangka

Disamping kegiatan usaha di atas, terdapat juga kegiatan usaha yang dilakukan oleh sebagian kecil penduduk/masyarakat yang ada di sekitar kawasan industri. Kegiatan usaha dimaksud adalah supermarket/ swalayan, usaha travel, notaris, dan tempat rekreasi. Kegiatan usaha ini jumlahnya sedikit karena untuk melakukan kegiatan usaha tersebut dibutuhkan jumlah permodalan yang sangat besar serta dibutuhkan keahlian/kompetensi spesifik untuk dapat membuka usaha dimaksud.

5.1.2. Analisis Masalah Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri

Berbagai potensi perekonomian yang disebutkan di atas, pada dasarnya merupakan berbagai peluang yang sangat terbuka untuk dapat dimanfaatkan dan dimasuki oleh masyarakat yang berada di kawasan industri. Namun demikian, tidak semua masyarakat yang ada di kawasan industri dapat memanfaatkan dengan baik berbagai peluang dari potensi perekonomian yang ada tersebut.

Berikut ini diidentifikasi hasil pencermatan berbagai permasalahan yang menyebabkan masyarakat tidak dapat memanfaatkan potensi ekonomi yang ada dihadapan mereka, diantaranya adalah;

5.1.2.1. Pergereseran Struktur Ekonomi dari Pertanian Menuju Industri tidak Diantisipasi dengan Peningkatan Pendidikan/Keahlian

Berdasarkan hasil obeservasi dan wawancara di lapangan didapatkan informasi bahwa pengembangan kawasan industri memberikan dampak bagi masyarakat sekitarnya. Sebelum berkembang sektor industri, sektor pertanian paling besar kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian yang mencakup tanaman bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan mendominasi lapangan usaha. Namun sektor pertanian yang selama ini menjadi andalan penciptaan lapangan kerja tidak dikelola secara baik dalam bentuk usaha tani (farm enterprise) bahkan cenderung masih bersifat subsistem.

Setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 tahun 1989 yang mengatur pembangunan kawasan industri, terjadi perubahan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Pembangunan kawasan industri menghilangkan lahan pertanian dan membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas.

Perubahan struktur ekonomi di Kota Cilegon dari sektor pertanian ke sektor industri, telah menggusur sebagian lahan pertanian dan menggantinya dengan kawasan industri. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke sektor industri, tidak serta merta dapat memindahkan pelaku di sektor pertanian ke sektor industri. Masyarakat sekitar yang bermata pencaharian pertanian, sudah terbiasa bekerja tanpa perlu sertifikasi pendidikan, yang tentunya berbeda dengan karakteristik tenaga kerja Perubahan struktur ekonomi di Kota Cilegon dari sektor pertanian ke sektor industri, telah menggusur sebagian lahan pertanian dan menggantinya dengan kawasan industri. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke sektor industri, tidak serta merta dapat memindahkan pelaku di sektor pertanian ke sektor industri. Masyarakat sekitar yang bermata pencaharian pertanian, sudah terbiasa bekerja tanpa perlu sertifikasi pendidikan, yang tentunya berbeda dengan karakteristik tenaga kerja

Sejatinya, keberadaan kawasan industri memberi peluang bagi tumbuhnya berbagai kesempatan kerja, yang dapat dimanfaatkan oleh mereka. Hanya saja, pergeseran dari struktur ekonomi dari sektor pertanian menuju sektor industri, sebelumnya tidak secara baik diantisipasi oleh sebagian besar penduduk di sekitar kawasan, sehingga keberadaan kawasan industri tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh hampir kebanyakan penduduk, dimana mereka tidak secara serta-merta secara langsung bergeser dari pekerja di sektor pertanian menjadi pekerja di sektor industri karena terbentur oleh terbatasnya pendidikan yang mereka memiliki. Hanya sebagian kecil saja penduduk yang dapat memanfaatkan keberadaan kawasan industri dengan menjadi salah satu pegawai/karyawan pada perusahaan yang ada di kawasan industri tersebut.

5.1.2.2. Tenaga Kerja Lokal di Sekitar Kawasan Tersisih dan Kalah Bersaing dengan Pendatang akibat Keterbatasan Keahlian dan Pendidikan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, keberadaan kawasan industri pada dasarnya akan menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan usaha bagi masyarakat dan penduduk sekitar kawasan. Namun dalam Sebagaimana telah dijelaskan di atas, keberadaan kawasan industri pada dasarnya akan menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan usaha bagi masyarakat dan penduduk sekitar kawasan. Namun dalam

Sebagian besar perusahaan yang beroperasi dalam kawasan industri, lebih menitikberatkan pada tenaga kerja yang kompeten, produktif, loyal, dan disiplin. Demi mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas tersebut, perusahaan akan menggunakan berbagai kriteria agar mendapatkan pekerja/karyawan yang dapat memenuhi kriteria dimaksud.

Pada kenyataannya angkatan kerja dan tenaga kerja lokal di sekitar kawasan terutama yang hidup di sektor pertanian dan informal, secara umum memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Keterbatasan kualitas SDM masyarakat sekitar dari segi pendidikan formal, maupun pengetahuan dan keterampilannya disebabkan oleh rendahnya akses mereka pada sektor pendidikan.

Akibatnya mereka kalah bersaing dengan tenaga kerja pendatang, khususnya yang dari luar daerah, dalam mendapatkan pekerjaan pada perusahaan yang ada di kawasan industri, sehingga mereka akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Kondisi ini tentu tidak diharapkan akan selamanya terjadi pada mereka.Untuk itu diperlukan upaya berbagai pihak untuk dapat meningkatkan kualitas SDM penduduk, khususnya bagi angkatan kerja muda baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal, supaya mereka dapat menjadi aktor utama pembangunan di daerah mereka sendiri. Angkatan kerja muda di sekitar kawasan yang Akibatnya mereka kalah bersaing dengan tenaga kerja pendatang, khususnya yang dari luar daerah, dalam mendapatkan pekerjaan pada perusahaan yang ada di kawasan industri, sehingga mereka akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Kondisi ini tentu tidak diharapkan akan selamanya terjadi pada mereka.Untuk itu diperlukan upaya berbagai pihak untuk dapat meningkatkan kualitas SDM penduduk, khususnya bagi angkatan kerja muda baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal, supaya mereka dapat menjadi aktor utama pembangunan di daerah mereka sendiri. Angkatan kerja muda di sekitar kawasan yang

5.1.2.3. Keberadaan Tenaga Kerja Outsoursing membatasi Kesempatan Kerja bagi Tenaga Kerja Lokal di Sekitar Kawasan

Permintaan tenaga kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya perusahaan yang beroperasi di kawasan industri. Peningkatan ini menjadi tantangan bagi penduduk usia kerja produktif dan kompetitif bersaing dengan pekerja pendatang dan peraturan ketenagakerjaan serta kebijakan pemerintah daerah. Melalui penerimaan tenaga kerja yang selektif dan cenderung diskriminatif serta adanya perusahaan pengerah tenaga kerja yang memasok tenaga kerja outsourcing (sistem kontrak kerja lepas), telah membatasi kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal di sekitar kawasan.

Memang pada kenyataannya pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di Indonesia termasuk perusahaan di kawasan industri Cilegon. Keuntungan yang diperoleh perusahaan yang melakukan outsourcing adalah penghematan biaya (cost saving), perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core business), dan akses kepada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan.

Keberadaan tenaga kerja outsourcing semakin menambah keterbatasan kesempatan kerja dan membuat penduduk sekitar menjadi pengangguran, karena tenaga kerja kadangkala didatangkan dari luar

daerah oleh perusahaan penyedia tenaga kerja outsourcing. Penyediaan tenaga kerja melalui jasa perusahaan outsourcing menyebabkan informasi penerimaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan di kawasan industri menjadi tidak jelas dan tertutup, sehingga masyarakat sekitar yang memiliki keinginan untuk dapat bekerja pada perusahaan di kawasan industri menjadi sulit, selain karena ketidakadaan informasi lowongan, juga mereka tidak bisa melamar langsung ke perusahaan, karena penyediaan tenaga kerja dilakukan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja, yang berkantor di luar daerah.

5.1.2.4. Kurangnya Kepemilikan Aset dan Permodalan, serta Terbatasnya Akses pada Pembiayaan

Masyarakat lokal di sekitar kawasan industri yang menjalankan kegiatan usaha mandiri, baik di sektor usaha/pendagangan maupun yang menjalankan kegiatan usaha dengan memanfaatkan kemelimpahan sumber daya alam, sebagian besar memiliki kepemilikan aset yang terbatas serta kesulitan untuk memulai dan mengembangkan usaha.

Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan terhadap kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi.

Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk memperoleh modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat

bunga yang sangat tinggi. Masyarakat lokal juga menghadapi masalah lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, terutama perlindungan terhadap hak cipta industri tradisional, dan hilangnya aset usaha akibat penggusuran.

5.2. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon

Aspek kelembagaan terdiri dari hal-hal yang lebih abstrak yang menentukan “jiwa” suatu kelembagaan, yaitu; persoalan nilai, norma, etika, dan berbagai aturan tertulis. Aspek kajian lebih jauh adalah tentang sistem kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain (Syahyuti, 2005).

Sementara, aspek keorganisasian berupa sesuatu yang lebih statis, yaitu; struktur, penetapan peran, tujuan, keanggotaan, dan lain-lain. Fokus utama yang dipelajari adalah struktur, peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riel, struktur kewenangan kekuasaan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, profil, pola kekuasaan (sentralistis atau distributif), dan lain-lain.

Kelembagaan merujuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Secara sederhana, kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial yang menjalankan suatu masyarakat. Diibaratkan sebagai organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Setiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas.

Meskipun batasan kelembagaan dan organisasi berbeda-beda menurut berbagai ahli, namun maksudnya adalah merupakan suatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

Untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia di pedesaan diperlukan serangkaian intervensi sosial ekonomi yang mendorong perubahan-perubahan dari kondisi pertanian tradisional menjadi kondisi industri melalui proses industralisasi. Selama ini telah dikenal adanya kelembagaan ekonomi di pedesaan yang menghidupi kegiatan perekonomian pedesaan yang tradisional, seperti; lumbung desa, pasar mingguan, pasar ternak, koperasi dan sebagainya. Eksistensi dan manfaatnya telah cukup dirasakan oleh masyarakat pedesaan, hanya saja pertumbuhan dan perkembangannya relatif lambat.

Pembangunan ekonomi suatu wilayah memerlukan penguatan kelembagaan ekonomi, seperti kelembagaan pendanaan yang membantu menyediakan dana sebagai modal usaha, kelembagaan pasar, sarana pendukung dan sarana penunjang, kelembagaan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.

Kelembagaan ekonomi diartikan sebagai norma/kaidah, peraturan atau organisasi yang memudahkan koordinasi dalam membentuk harapan masing- masing yang mungkin dapat dicapai dengan saling kerjasama. Dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat, selalu mengacu kepada upaya memperkuat kemampuan kelompok yang terdiri atas keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok usaha.

Sesuai dengan pengertian lembaga di atas, yang dimaksudkan dengan penguatan kelembagaan ekonomi di sini adalah penguatan pada kelompok, yang terdiri dari keluarga-keluarga atau kelompok-kelompok usaha, yang bertujuan meningkatkan kemampuan ekonominya. Jelas, bahwa jika ekonomi keluarga dan kelembagaan ekonomi dikuatkan maka perekonomian masyarakat dapat dibuat berdaya (Cornelis, 2005).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat yang ada di kawasan industri, kelembagaan yang ada di masyarakat adalah dalam bentuk koperasi, diantaranya; sebagaiman berikut ini;

Tabel 5.7. Kelembagaan yang Ada di Masyarakat

Kecamatan

No. Jenis Koperasi Jumlah Ciwandan Citangkil Pulomerak Grogol

1. Koperasi Simpan 3 6 1 3 13 Pinjam

2. KUD

3 - 3 3. Lumbung Desa

- 2 Usaha Ekonomi

Sumber: KDA, BPS Kota Cilegon, 2014

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kelembagaan yang ada di masyarakat, yang ada di sekitar kawasan industri sebagian besar berbentuk usaha ekonomi desa dan koperasi simpan pinjam. Sedangkan sisanya berbentuk lumbung desa, KUD, dan kelembagaan lainnya. Keberadaan kelembagaan ekonomi seharusnya mampu memberikan nilai tambah bagi anggota yang tergabung di dalamnya.

Sesuai dengan tujuan didirikannya kelembagaan ekonomi, misalnya; koperasi, maka tugas pokok koperasi pada dasarnya adalah meningkatkan kesejahteraan anggota baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Indikator tingkat kesejahteraan anggota di dalam batasan ekonomi biasanya diterjemahkan ke dalam variabel pendapatan, biaya, dan laba. Dengan demikian, tugas pokok koperasi untuk mempromosikan anggota atau meningkatkan kesejahteraan anggota dapat dipertegas menjadi tugas untuk meningkatkan pendapatan usaha anggota, menekan biaya usaha, dan meningkatkan laba usaha.

Beberapa manfaat apabila sekelompok masyarakat melakukan kerja sama melalui kelembagaan koperasi, antara lain:

1. Membangun economies of scale dalam setiap transaksi di pasar input maupun pasar output. Dengan demikian akan tercapai efisiensi dan peningkatan daya tawar yang mendorong kenaikan harga di pasar output dan penurunan harga di pasar input.

2. Memperoleh external economies, yaitu; meningkatnya produktivitas karena peluang kemitraan atau kerjasama dengan berbagai pihak eksternal semakin terbuka.

3. Memperoleh manfaat-manfaat non-ekonomis karena adanya penyatuan individu ke dalam kelompok.

Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, dapat dilakukan dengan cara memperkuat kelembagaan ekonomi yang sudah ada maupun membentuk kelembagaan ekonomi yang baru. Dalam beberapa kasus, menunjukkan bahwa lembaga lokal kemasyarakatan sebenarnya menjadi pilihan yang cukup kredibel sebagai agen pembangunan. Hanya saja, ada persoalan umum dimana keberadaannya selama ini masih memerlukan pembenahan, terutama dari segi kapasitas sumber daya, organisasional maupun kapasitas manajerialnya. Arah baru yang diharapkan adalah, bagaimana lembaga kemasyarakatan itu berperan efektif dan optimal dalam pengelolaan pembangunan di wilayahnya dengan visi pemberdayaan.

Adanya keberadaan lembaga ekonomi masyarakat diharapkan akan menjadi wadah sekaligus agen penggerak dalam memfasilitasi, memediasi, mengokunikasikan sekaligus sebagai aktor dalam mengembangkan Adanya keberadaan lembaga ekonomi masyarakat diharapkan akan menjadi wadah sekaligus agen penggerak dalam memfasilitasi, memediasi, mengokunikasikan sekaligus sebagai aktor dalam mengembangkan

Hal ini penting karena: pertama, adanya kendala maupun potensi SDM, SDA dan karakteristik kondisi wilayah yang tidak sama. Kerjasama antara lembaga ekonomi lokal akan menumbuhkan pendekatan pembangunan yang sinegis. Kedua, sebagai forum kordinasi perencanaan pembangunan kewilayahan agar berjalan tanpa menimbulkan akses yang merugikan bagi masyarakat maupun daerah lain.

Dalam konteks pemberdayaan, strategi penguatan ekonomi masyarakat bagi masyarakat yang ada sekitar kawasan industri, perlu diprioritas kepada hal berikut, antara lain; (1) Pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP). (2) Pemenuhan kebutuhan dasar terutama di bidang pendidikan kualitas

SDM yang produktif dan berdaya saing, kebutuhan gizi, maupun sarana dan prasarana fisik sesuai kebutuhan.

(3) Pelestarian pranata dan kearifan lokal, dan; (4) Partisipasi lembaga ekonomi masyarakat dalam pengambilan

keputusan pembangunan.

Masyarakat dalam Pengembangan UEP

Lembaga lokal yang bergerak di bidang ekonomi, memiliki kontribusi strategi sebagai wahana dalam menggerakkan potensi ekonomi lokal. Kerapuhan usaha ekonomi masyarakat selamat ini, disebabkan belum adanya kolaborasi efektif dari berbagai usaha ekonomi yang ada, agar efisien dalam mengelola, efektif dalam mengembangkan usaha, dan optimal dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Oleh karena itu dalam rangka penguatan kelembagaan ekonomi lokal perlu dikembangkan berbagai kerjasama efektif antar pelaku usaha ekonomi di wilayah studi. Peran koperasi dan usaha bersama yang telah dirintis perlu dikembangkan lebih optimal. Adapun beberapa prioritas yang dapat diagendakan dalam rangka pengembangan usaha ekonomi produktif di wilayah studi, antara lain meliputi:

Pertama, penumbuhan usaha ekonomi sesuai karakteristik kemampuan, peluang pasar dan prospektif, melalui : (1) Menemukenali, menggali dan mengaktualkan potensi ekonomo lokal

guna merangsang tumbuhnya peluang kerja, kesempatan kerja dan berusaha.

(2) Peningkatan akses permoalan yang diarahkan ke pengembangan lembaga keuangan di wilayah studi yang sustainable. (3) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan teknis produksi, budidaya, serta keterampilan usaha bagi SDM di wilayah studi.

(4) Peningkatan akses teknologi melalui upaya pengenalan, proses transformasi dan pelatihan dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan nilai tambah produk

(5) Pembinaan kemampuan manajemen usaha. (6) Pengembangan akses informasi pasar agar pemasaran hasil usaha

berjalan lancar dengan harga yang menarik. (7) Pendampingan guna menjamin keberlanjutan usaha, sampai titik

dimana masyarakat lebih dapat mandiri. (8) Pembinaan agar masyarakat mampu mengelola surplus usaha secara

proporsional dan tidak terjebak pada orientasi konsumtif yang berlebihan.

Kedua, penguatan transaksi usaha ekonomi masyarakat di wilayah studi. Pada umumnya usaha ekonomi masyarakat di wilayah studi memiliki nilai transaksi ekonomi yang rendah dan potensial memperoleh ancaman dari usaha industri dan bisnis skala besar. Hal ini terjadi karena: (a) Usaha rakyat pedesaan umumnya termasuk ”usaha pasaran” yang

mudah dimasuki semua orang. (2) Produsen tidak memiliki akses informasi pasar yang memadai. (3) Sering terjadi fluktuasi harga, karena panen yang melimpah. (4) Ancaman dari produk subsitusi pabrikan yang relatif bermutu dan

lebih murah. (5) Daya saing produk rendah, karena keterbatasan modal, teknis produksi, manajemen dan promosi.

Untuk menguatkan transaksi usaha masyarakat, maka diperlukan beberapa langkah, diantaranya:

1. Peningkatan kualitas produk, harga yang bersaing, efisiensi biaya produksi dan pembenahan distribusi dan promosi.

2. Diversifikasi produk dengan pengaturan sentra produksi unggulan.

3. Memfokuskan pada segmen pasar tertentu sehingga terhindar dari persaingan frontal.

4. Perlindungan pemerintah dalam bentuk subsidi, pembinaan, regulasi dan penetapan harga pasar.

5. Adanya jaringan informasi pasar untuk produk-produk usaha rakyat, (f) kemitraan usaha dengan sektor usaha besar atas dasar saling menguntungkan.

Ketiga, mengembangkan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan. Adapun model kemitraan yang dikembangkan bisa berupa: (1) Model kemitraan produk, yakni inti-plasma , sub-kontak, dan vendor. (2) Model kemitraan permodalan. (3) Modal kemitraan manajerial.

5.2.2. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara mendasar terkait dengan peningkatan kualitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan maupun infrastruktur lingkungan. Strategi pengelolaan pembangunan di masing-masing daerah diharapkan mampu Peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara mendasar terkait dengan peningkatan kualitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan maupun infrastruktur lingkungan. Strategi pengelolaan pembangunan di masing-masing daerah diharapkan mampu

Kelembagaan ekonomi lokal diharapkan dapat mengembangkan peran dan fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu dapat dilakukan dalam bentuk santunan maupun perguliran modal. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik sasaran. Pada kelompok marginal dan rentan, dimana tidak dimungkinkan maupun berkembang dengan diberikan modal bergulir, maka kepada mereka diberikan santunan secara hibah.

Namun kepada kelompok masyarakat yang berpotensi dan berkemampuan mengembangkan usaha, maka bantuan itu pemenuhan kebutuhan dasar selayaknya dilaksanakan melalui stimulan modal secara bergulir. Demikian pula dalam pengadaan infrastruktur perlu dipertimbangkan kemanfaatan sosial-ekonomi bagi pengembangan fasilitas umum maupun pengembangan akses ekonomi yang ada di wilayah tersebut.

Dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar ini dapat di kembangkan institusi-institusi ekonomi lokal semacam lumbung pedesaan, koperasi primer yang telah ada, yayasan sosial, yayasan pendidikan maupun usaha untuk mengembangkan lembaga keuangan kelurahan. Penguatan Dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar ini dapat di kembangkan institusi-institusi ekonomi lokal semacam lumbung pedesaan, koperasi primer yang telah ada, yayasan sosial, yayasan pendidikan maupun usaha untuk mengembangkan lembaga keuangan kelurahan. Penguatan

BUMKel dirancang tidak sekedar tidak sekedar sebagai instrumen penguatan ekonomi, namun secara terpadu juga menyalurkan sebagian keuntungannya untuk keterjaminan sosial warga dan pembangunan infrastruktur di kelurahan. BUMKel adalah lembaga usaha kelurahan yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah kelurahan dalam upaya memperkuat perekonomian kelurahan.

BUMKel pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi kelurahan dan merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi, yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteran ekonomi masyarakat kelurahan melalui pengembangan usaha ekonomi mereka, serta memberikan sumbangan bagi peningkatan sumber pendapatan asli desa

yang memungkinkan kelurahan mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal. BUMKel merupakan pilar kegiatan ekonomi di kelurahan yang

berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. BUMKel sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal

(barang dan jasa) ke pasar. Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMKel mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di kelurahan. Peran pemerintah kelurahan adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal, sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas kelurahan yang lebih berdaya.

5.2.3. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Pelestarian Tradisi dan Kearifan Lokal

Tradisi merupakan nilai atau norma, kaidah atau keyakinan- keyakinan yang masih dihayati dan dipelihara, bahkan dipatuhi oleh masyarakat sekitar atau satuan masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan kesejahteraannya. Tradisi itu sering kali terwujud secara lestari dan berkembang berdasarkan ikatan keyakinan komunitas lokal.

Pelestarian tradisi penting dilakukan sebagai filter terdepan dalam menghadapi budaya asing, khususnya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat lajunya. Disamping itu, tradisi yang tumbuh pada suatu masyarakat pada dasarnya juga menjadi asset atau modal sosial yang penting dalam rangka memberdayakan (empowering) masyarakat demi mewujudkan kualitas hidup dan kesejahteraan.

Selama ini masih berkembang pandangan sederhana mengenai pengelolaan pembangunan yang beredar luas pada khalayak umum. Proses pembangunan dimaknai secara sederhana sebagai perubahan kehidupan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Modernitas dilakukan dengan memperkenalkan lembaga dan nilai-nilai baru dengan menghancurkan tatanan nilai atau kelembagaan tradisional, yang dipandang sebagai kendala terhadap jalannya proses modernisasi.

Dengan demikian, tolok ukur sukses pengelolaan pembangunan adalah seberapa pesat nilai yang berlaku di masyarakat meninggalkan ikatan nilai tradisi seperti kekeluargaan, kegotong-royongan, nilai-nilai keagamaan, adat-kebiasaan lokal, maupun pranata budaya yang sebenarnya telah berurat dan berakar dalam formasi kehidupan sosial.

Pandangan semacam ini jelas mengandung kelemahan mendasar, karena mengabaikan asas kerakyatan serta mengabaikan nilai-nilai dan lembaga-lembaga yang dirujuk secara pekat dan terbukti unggul sebagai kerangka acuan dalam membina kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup juga kesejahteraan masyarakat lokal.

Dampak lebih lanjut implementasi kerangka modernisasi dalam pengelolaan pembangunan adalah masyarakat diberlakukan sebagai kesatuan yang homogen. Terjadi keseragaman pola perubahan yang didesiminasikan kepada seluruh sasaran pembangunan. Padahal, masyarakat sebenarnya merupakan kesatuan komunitas yang cukup Dampak lebih lanjut implementasi kerangka modernisasi dalam pengelolaan pembangunan adalah masyarakat diberlakukan sebagai kesatuan yang homogen. Terjadi keseragaman pola perubahan yang didesiminasikan kepada seluruh sasaran pembangunan. Padahal, masyarakat sebenarnya merupakan kesatuan komunitas yang cukup

Sementara itu banyak ”aktifitas pembangunan” yang didasarkan pada nilai tradisi dan kearifan lokal justru menunjukkan efektifitas dan efisiensi dalam prosesnya dan optimal dalam mewujudkan hasil yang diharapkan. Nilai kearifan lokal dibidang pengembangan partisipasi dan keswadayaan, pembangunan yang berwawasan kelestarian lingkungan, pemanfaatan aset adat-budaya sebagai modal sosial dalam mewujudkan kesejahteraan adalah serangkaian tema-tema yang menunjukkan optimalitas pola pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan pembangunan yang berdasarkan penghormatan pada tradisi lokal.

Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat dalam hal ini berarti mengoptimalkan fungsi lokal yang berfungsi sebagai wadah penerapan, pelestarian, sekaligus pengembangan tradisi yang ada. Dalam hal ini masyarakat diberikan wewenang untuk menggali sistem pengetahuan dan nilai-nilai fungsional yang dibutuhkan agar mereka mampu berpartisipasi dengan tetap berlandaskan pada jati diri dan akar budaya yang dimilikinya. Seringkali pengembangan kelestarian dan kearifan lokal ini tidak semata berorientasi sosial-kultural, namun juga ekonomi, semacam pengembangan pariwisata lokal.

5.2.4. Penguatan Kelembagaan dalam Pengambilan Keputusan Pengelolaan Pembangunan

Kelebagaan ekonomi masyarakat lokal memiliki fungsi dan peran yang optimal, maka pengenguatan kelembagaan ekonomi seharusnya lebih meningkatkan kontribusi dan perannya dalam pengelolaan pembangunan. Pengelolaan pembangunan partisipatif memberikan peluang besar bagi masyarakat termasuk kelembangaan ekonmi lokal dalam pengambilan keputusan dan mendayagunakan keswadayaan guna mengembangkan potensi dan menangulangi permasalahan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang lebih baik secara transformatif.

Berbagai bentuk tindakan pengelolaan pembangunan, yang enguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, didorong untuk kegiatan:

a. Perumusan visi dan misi bersama tentang makna, urgensi dan perioritas- perioritas pembangunan,

b. Pengkajian potensi dan modal sosial yang dimiliki bersama dalam mendukung harapan-harapan perubahan yang diinginkan,

c. Melaksanakan dan mengendalikan program,

d. Melakukan evaluasi dan refleksi bersama terhadap pelaksanaan program, dan

e. Menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) program.

Penyusuna RTL program ini menandai siklus baru dalam upaya pencapaian mutu kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih meningkat, lebih manusiawi, merupakan langkah transformatif yang dilakukan secara terus-menerus melalui aksi-refleksi dari semua pihak tanpa terputus-putus. Rangkain di atas merupakan mekanisme manajemen yang partisipatif yang diimplementasikan dalam pembangunan dengan visi pemberdayaan.

5.3. Merumuskan Kebijakan Pemberdayaan Usaha Masyarakat Bersama di Kawasan Industri

Berdasarkan hasil survei lapangan dan survei institusional dalam rangka pengumpulan dan pengolahan data tentang potensi perekonomian di sekitar kawasan industri dan proses identifikasian terhadap berbagai faktor masalah perekonomian di kawasan industri, selanjutnya dapat disusun dan dirumuskan kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri.

Titik poin yang utama adalah pemberdayaan masyarakat harus melibatkan segenap potensi yang ada dalam masyarakat. Perumusan kebijakan pemberdayaan usaha bersama masyarakat merupakan upaya penyusunan kebijakan yang lebih diarahkan pada masyarakat di sekitar kawasan industri berbasis pemberdayaan ekonomi masyarakat yang bertujuan untuk mengambangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan dan kemandirian.

Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, di mana pembangunan dapat dikatakan berhasil bilamana dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk mau dan mandiri memberlanjutkan pembangunan serta mengembangkan hasil-hasilnya. Dalam proses pembangunan, upaya untuk memberdayakan masyarakat merupakan paradigma yang dianggap lebih realistik.

Substansi pemberdayaan ekonomi adalah memampukan dan kemandirian ekonomi masyarakat beserta penguatan pranatanya. Konsep ini mencerminkan paradigma yang bersifat bertumpu pada masyarakat, partisipatif, pemberdayaan dan berkelanjutan. Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang berdasarkan pada asumsi bahwa pemberdayaan ekonomi yang dilakukan, bersumber dari usulan-usulan masyarakat berdasarkan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya sesuai potensi perekonomian di wilayah mereka dan kearifan lokal.

Penyusunan kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri diarahkan pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan berkelanjutan dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepatguna untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan, kesejahteraan masyarakat serta menghapus kemiskinan.

Penyusunan kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat, mempertimbangkan (tiga) aspek potensi perekonomian masyarakat, yang ada di wilayah sekitar, yaitu; potensi industri, potensi SDA, dan potensi sektor usaha, serta mempertimbangkan juga berbagai permasalahan perekonomian yang ada di wilayah sekitar.

Beberapa program kebijakan yang diperlukan dalam rangka pemberdayaan usaha masyarakat di kawasan industri, diantaranya adalah sebagai berikut;

5.3.1. Program Peningkatan SDM Potensial sesuai Kebutuhan dan Potensi Perekonomian Masyarakat Sekitar

Program peningkatan SDM potensial dilakukan sesuai kebutuhan dan potensi masyarakat sekitar. Pada bagian awal disebutkan bahwa terdapat potensi industri di wilayah sekitar, potensi kemelimpahan SDA, dan potensi sektor usaha, sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidupnya. Namun demikian, semuanya itu terkendala oleh keterbatasan SDM dan keahlian yang dimiliki penduduk sekitar akibat rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki.

Terkait dengan hal tersebut, perlu adanya upaya peningkatan SDM potensial bagi masyarakat sekitar kawasan industri sesuai dengan kebutuhan dan potensi perekonomian masyarakat sekitar, yang dilakukan melalui berbagai program pendidikan vokasi, sesuai dengan kebutuhan penduduk. Program pendidikan vokasi dimaksud, dapat diarahkan pada;

1. Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH)

Pendidikan kecakapan hidup (PKH) atau life skill secara umum diartikan sebagai interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Program kecakapan hidup sebagai program keterampilan hidup dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah ataupun didanai melalui dana kegiatan CSR perusahaan, untuk memberikan kesempatan bagi warga masyarakat sekitar kawasan industri yang karena sesuatu hal tidak memiliki keterampilan kerja agar mengikuti berbagai keterampilan sehingga memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kerja yang memadai untuk bekerja dan atau berusaha mandiri.

Penyelenggaraan program PKH sebagai program pemberdayaan masyarakat artinya mendidik dan melatih warga masyarakat di sekitar kawasan industri, dengan orientasi agar peserta didik mendapatkan kecakapan/ketrampilan vokasional tertentu yang dapat dijadikan oleh warga masyarat tersebut untuk memperoleh pekerjaan, baik jenis pekerjaan yang ada pada perusahaan yang berada di kawasan industri maupun untuk melemar pada instansi lain di luar kawasan industri. Pelatihan dimaksud diantaranya adalah;

1. Pelatihan Akuntansi dasar dan lanjutan

2. Pelatihan Ekspor Impor

3. Pelatihan Komputer (Aplikasi Perkantoran)

4. Pelatihan Satuan Pengamanan (Satpam)

5. Pelatihan Perpajakan

6. Pelatihan Perhotelan

7. Pelatihan otomotif

8. Pelatihan bahasa Inggris.

9. Pelatihan mengemudi.

10. Pelatihan-pelatihan untuk keahlian spesifik yang dibutuhkan oleh industri.

Melalui program pelatihan kecakapan hidup, masyarat diajarkan berbagai keahlian/keterampilan kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja, sehingga peserta didik memiliki keterampilan yang sesuai kebutuhan lapangan kerja, sehingga yang bersangkutan dapat melamar pada berbagai perusahaan ataupun institusi yang ada di kawasan industri maupun di luar kawasan industri.

2. Program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM)

Program pendidikan kewirausahaan masyarakat (PKM) adalah program pendidikan kewirausahaan dan keterampilan usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah ataupun didanai melalui dana kegiatan CSR perusahaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan peluang usaha yang ada di masyarakat sekitar. Melalui pelatihan PKM, warga masyarakat di sekitar kawasan industri diberikan kesempatan untuk belajar keahlian vokasional tertentu dan didorong untuk berwirausaha berdasarkan kelompok maupun secara individu.

Berdasarkan hasil survei potensi ekonomi masyarakat, hasil jawaban kuesioner dari responden, dan kebutuhan pelatihan yang diusulkan oleh warga sekitar kawasan industri, dapat diketahui pendidikan PKM yang diharapkan dapat diberikan oleh pemerintah daerah ataupun oleh perusahaan melalui program CSR, diantaranya adalah;

1. Pelatihan Ketrampilan Las

2. Pelatihan Ketrampilan Sablon/Cetakan

3. Pelatihan Ketrampilan Disain Grafis

4. Pelatihan Ketrampilan Menjahit Umum/bordir

5. Pelatihan Mekanik Sepeda Motor

6. Pelatihan Mekanik Mobil

7. Pelatihan Tata Boga

8. Pelatihan Teknisi Hand Phone

9. Pelatihan Teknisi Elektonik

10. Pelatihan Teknisi Komputer

11. Pelatihan Tata Rias Penganten (Salon)

12. Pelatihan Tata Kecantikan Rambut

13. Pelatihan Tata Kecantikan Kulit Melalui pelatihan PKM, kelompok warga masyarakat tidak saja diberikan bekal keterampilan fungsional praktis yang dapat dijadikan bekal untuk usaha mandiri atau membuka peluang usaha sendiri, tapi juga diberikan bekal pengetahuan kewirausahan, dan ditanamkan pola pikir (mindset) sikap berwirausaha, sehingga diharapkan kelompok warga masyarakat dapat didorong untuk menjadi wirausahawan baru dengan 13. Pelatihan Tata Kecantikan Kulit Melalui pelatihan PKM, kelompok warga masyarakat tidak saja diberikan bekal keterampilan fungsional praktis yang dapat dijadikan bekal untuk usaha mandiri atau membuka peluang usaha sendiri, tapi juga diberikan bekal pengetahuan kewirausahan, dan ditanamkan pola pikir (mindset) sikap berwirausaha, sehingga diharapkan kelompok warga masyarakat dapat didorong untuk menjadi wirausahawan baru dengan

3. Program Pendidikan berbasis Kemelimpahan Sumberdaya Alam dan kearifan lokal.

Program pendidikan berbasis kemelimpahan sumberdaya alam dan kearifan lokal adalah program pemberdayaan masyarakat dengan cara memberikan pendidikan vokasi kepada masyarakat di sekitar kawasan industri yang sesuai dengan potensi, kemelimpahan sumberdaya dan kearifan lokal. Dengan demikian, warga masyarakat dapat belajar dan berlatih menguasai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan sumberdaya yang ada di wilayahnya, sehingga taraf hidup masyarakat semakin meningkat.

Berdasarkan hasil survei potensi ekonomi masyarakat, hasil jawaban kuesioner dari responden, dan kebutuhan pelatihan yang diusulkan oleh warga sekitar kawasan industri, dapat diketahui pendidikan berbasis kemelimpahan sumberdaya alam dan kearifan lokal yang diharapkan dapat diberikan oleh pemerintah daerah ataupun oleh perusahaan melalui program CSR, diantaranya adalah;

1. Pelatihan Budidaya Ikan Air Kolam (Budi daya lele, emas, dan mujair/nila).

2. Pelatihan Budidaya Pertanian (tanaman pangan, sayur mayur dan melon)

3. Pelatihan Beternak Ayam/Itik/Bebek. Melalui program pendidikan berbasis kemelimpahan SDA dan kearifan lokal tersebut, masyarakat yang tinggal di kawasan industri, diberikan berbagai ketrampilan, keahlian dan pengetahuan vokasional sesuai dengan kemelimpahan SDA yang ada di wilayahnya sehingga mereka dapat memanfaatkan sumber-sumber kearifan lokal mereka. Sebagaimana halnya program pendidikan PKM, program pendidikan berbasis kemelimpahan SDA, akan lebih berhasil manakala diakhir diklat, mereka dibentuk beberapa kelompok usaha dan diberikan stimulan modal kerja dan peralatan untuk memanfaatkan potensi lokal mereka. Kepada masyarakat juga harus diberikan pendampingan melalui bimbingan dan konsultasi.

5.3.2. Program Peningkatan Akses Masyarakat kepada Sumber Permodalan

Program pemberdayaan ekonomi masyarakat tidak semata-mata hanya di fokuskan kepada peningkatan SDM Potensial, tapi juga harus dibarengi dengan upaya memberikan akses masyarakat kepada sumber permodalan.

Kelompok program ini merupakan pengembangan dari kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat yang lebih mandiri, dalam pengertian bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada pengusaha mikro dan kecil untuk mendapatkan kemudahan tambahan modal melalui lembaga keuangan/perbankan yang dijamin oleh Pemerintah.

Adapun sasaran program ini adalah tersedianya lembaga pendukung untuk meningkatkan akses pengusaha mikro dan masyarakat sekitar terhadap sumber permodalan, hal tersebut disebabkan oleh;

1. Suku bunga kredit perbankan masih tinggi, sehingga kredit menjadi mahal pada gilirannya usaha kecil dan masyarakat sekitar enggan untuk pinjam modal ke Bank.

2. Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan non bank, misalnya dana penyisihan laba BUMN dan model ventura, masih kurang. Informasi ini meliputi informasi jenis sumber pembiayaan serta persyaratan dan prosedur pengajuan.

3. Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan non bank rumit dan lama, selain waktu tunggu pencairan kredit yang tidak pasti.

4. Perbankan kurang menginformasikan standar proposal pengajuan kredit, sehingga pengusaha kecil tidak mampu membuat proposal yang sesuai dengan kriteria perbankan.

5. Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan usaha kecil, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

Berdasarkan survai lapangan (Tabel 14.4), diketahui sumber permodalan dari perbankan hanya berkisar 2,3%. Sedangkan sebagian besar sumber permodalan mereka dari modal sendiri (48,2%), keluarga (18,8%), pemerintah daerah (16,1%), dan sumber lainnya (lembaga keuangan non bank dan BUMN) yaitu sebesar (14,7%). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa peranan perbankan dan BUMN dalam pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah studi sudah ada walaupun masih cukup rendah, sehingga masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kegiatan usahanya.

Untuk meminamilisir permasalahan tersebut, maka program peningkatan akses masyarakat kepada sumber permodalan dapat dilakukan melalui;

1. Fasilitasi pemberian perguliran modal (dana bergulir) yang dapat di akses oleh masyarakat luas maupun kelompok usaha, yang bersumber dari pemerintah daerah, melalui Dinas BPMKP Kota Cilegon.

2. Fasilitasi penyediaan informasi tentang perguliran modal yang dapat di akses oleh masyarakat luas maupun kelompok usaha, yang sumber dananya dari pihak BUMN melalui program kemitraan.

3. Pemberiaan bantuan pembiayaan atau bantuan permodalan dari perusahaan-perusahaan di kawasan industri bagi usaha kecil, wirausaha baru, dan kelompok-kelompok usaha masyarakat melalui kerangka CSR perusahaan maupun institusi CCSR.

4. Pembentukan Badan Usaha Milik Kelurahan, yang dapat berfungsi sebagai lembaga pembiayaan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan.

5. Program pendampingan dan konsultasi tentang penyusunan rencana bisnis, studi kelayakan, dan laporan keuangan, dalam rangka pengajuan kredit pada sektor perbankan.

5.3.3. Program Peningkatan Dukungan Bahan Baku dan Peralatan Produksi bagi Wirausaha Baru, Kelompuk Usaha Bersama Masyarakat maupun Usaha Kecil yang sudah ada

Program peningkatan dukungan prasarana dan sarana dalam bentuk bahan baku dan peralatan produksi, dilakukan dalam mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang diberikan bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada. Program ini dilakukan oleh pemerintah daerah maupun swasta/bumn melalui kerangka PKBL maupun CSR.

Sedangkan, bantuan peralatan produksi yang diharapkan oleh masyarakat dari pemerintah daerah maupun pihak swasta/BUMN adalah sebagai berikut;

1. Bantuan bibit pertanian (melon dan mangga).

2. Bantuan bibit ternak (ayam, itik/bebek).

3. Bantuan benih (Lele, Emas, Nila, Bandeng).

4. Bantuan mesin giling emping.

5. Bantuan alat tambal ban.

6. Bantuan alat kompresor.

7. Bantuan alat las.

8. Bantuan jaring.

9. Bantuan peralatan sablon.

10. Bantuan peralatan tata boga (oven, alat cetakan kue, alat potong, penggilingan, katel besar, tungku).

11. Bantuan peralatan salon.

12. Bantuan mesin jahit.

13. Bantuan mesin hand tracktor.

14. Bantuan kandang ternak.

15. Bantuan peralatan pertanian (pacul, garpu, perkakas lainnya). Terkait dengan hal tersebut, maka program peningkatan dukungan bahan baku dan peralatan produksi bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada, dilakukan dengan cara;

1. Program bantuan peralatan produksi bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada.

2. Program bantuan bibit pertanian bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada.

3. Program bantuan bibit peternakan bagi wirausaha baru, kelompuk

usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada.

4. Program bantuan benih ikan bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada.

5. Program pendampingan pengunaan peralatan produksi melalui bimbingan dan konsultasi.

4.4. Rencana Tindak Berdasarkan Perumusan Kebijakan Tentang Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri

Recana tindak merupakan suatu rencana kegiatan yang lebih terperinci untuk menterjemahkan rumusan kebijakan yang telah dirumuskan ke dalam program-program pembangunan. Kaitannya dengan rencana tindak penguatan ekonomi masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon, adalah sebagai berikut;

Tabel 5.8.

Rencana Tindak Penguatan Ekonomi Masyarakat di

Kawasan Industri Kota Cilegon

No. Rencana Tindak

Indikator Kinerja

Program

Program/Kegiatan

Sumber Dana

Lokasi Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7

1 . Program Peningkatan SDM Potensial sesuai Kebutuhan dan Potensi Perekonomian Masyarakat

Sekitar

4 (empat) Dinas BPMKP, Kecakapan Hidup

a. Program Pendidikan

Meningkatnya

 Pelatihan Akuntansi

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, (PKH)

pengetahuan,

dasar dan lanjutan

sumber dana

ketrampilan dan  Pelatihan

lainnya (CSR

Dinas Sosial,

keahlian warga

Ekspor Impor

 Pelatihan Komputer

BL BUMN)

Perusahaan di

peserta diklat

(Aplikasi

Kawasan

dalam vokasional

perkantoran)

Industri, CCSR,

tertentu yang

 Pelatihan Satuan

Dindik

dapat dijadikan

Pengamanan

bekal untuk

(satpam)

mendapatkan

 Pelatihan Perpajakan

pekerjaan di

 Pelatihan Perhotelan

dalam kawasan

 Pelatihan otomotif

maupun di luar

 Pelatihan bahasa

kawasan

Inggris.  Pelatihan

mengemudi.  Pelatihan-pelatihan

untuk keahlian spesifik yang dibutuhkan oleh industri

Lanjutan Tabel 5.8.

No. Rencana Tindak

Indikator Kinerja

Program/Kegiatan

Sumber Dana

Penanggung

Program

Lokasi Jawab

4 (empat) Dinas BPMKP, Pendidikan

b. Program

Meningkatnya

 Pelatihan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, Kewirausahaan

pengetahuan,

Ketrampilan Las

sumber dana

Dinas Sosial, Masyarakat (PKM) keahlian warga

ketrampilan dan  Pelatihan

lainnya (CSR

Ketrampilan

Perusahaan/BL

BUMN,

masyarakat

Sablon/Cetakan

BUMN))

Perusahaan di

peserta diklat

 Pelatihan

Kawasan

dalam vokasional

Ketrampilan Disain

Industri, CCSR,

tertentu untuk

Grafis

Dindik

didorong menjadi  Pelatihan wirausaha baru

Ketrampilan

pada bidang

Menjahit

vokasi tertentu

Umum/bordir  Pelatihan Mekanik Sepeda Motor  Pelatihan Mekanik Mobil  Pelatihan Tata Boga  Pelatihan Teknisi

Hand Phone  Pelatihan Teknisi Elektonik  Pelatihan Teknisi Komputer  Pelatihan Tata Rias Penganten (Salon)  Pelatihan Tata Kecantikan Rambut  Pelatihan Tata Kecantikan Kulit

4 (empat) Dinas BPMKP, Pendidikan

c. Program

Meningkatnya

 Pelatihan Budidaya

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, berbasis

pengetahuan,

Ikan Air Kolam

sumber dana

Dinas Sosial, Kemelimpahan

ketrampilan dan

(Budi daya lele,

lainnya (CSR

BUMN, SDA dan Kearifan

keahlian warga

emas, dan

Perusahaan/

Perusahaan di Lokal

masyarakat

mujair/nila).

BL BUMN)

peserta diklat

 Pelatihan Budidaya

Kawasan

dalam vokasional

Pertanian (tanaman

Industri, CCSR,

tertentu yang

pangan, sayur

Dindik

diharapkan dapat

mayur dan melon)

membuka

 Pelatihan Beternak

lapangan usaha

Ayam/Itik/Bebek.

berdasarkan pemanfaatan kemelimpahan potensi SDA yanga ada di wilayahnya

4 (empat) Dinas BPMKP, pendampingan

d. Fasilitasi

Terlaksananya

 Memberikan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, melalui bimbingan pendampingan

fasilitasi

pendampingan

sumber dana

Dinas Sosial, dan konsultasi

usaha baru

BUMN,

bimbingan dan

 Memberikan

Perusahaan di

konsultasi kepada

bimbingan teknis dan

Kawasan

warga masyarakat

konsultasi

Industri

peserta diklat

Lanjutan Tabel 5.8.

No. Rencana Tindak Program/Kegiatan Sumber Dana Penanggung

Indikator Kinerja

Program

Lokasi Jawab

4 (empat) Dinas BPMKP, Baru dan Modal

e. Lapangan Kerja

Terciptanya

 Terciptanya APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, Usaha

lapangan kerja

lapangan kerja/

sumber dana

baru di bidang

usaha dari kelompok lainnya (CSR

Dinas Sosial,

vokasional

usaha yang dibentuk Perusahaan/

BUMN,

tertentu disertai

oleh peserta diklat

BL BUMN)

Perusahaan di

dukungan

hasil program

Kawasan

permodalan dan

pendidikan PKM Industri, CCSR

peralatan bagi

 Terciptanya

bagi kelompok

lapangan kerja/

masyarakat

usaha dari kelompok

peserta diklat

usaha yang dibentuk oleh peserta diklat hasil program pendidikan berbasis kemelimpahan SDA dan kearifan lokal

4 (empat) Dinas BPMKP, sentra-sentra usaha sentra-sentra

f. Pengembangan

Terbentuknya

 Pembentukan APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, berdasarkan

sentra-sentra usaha

sumber dana

Dinas Sosial, kearifan lokal

usaha wirausaha

kelompok

lainnya (CSR

baru berdasarkan

masyarakat hasil

Perusahaan/

BUMN,

potensi lokal di

diklat program

PK BUMN)

Perusahaan di

sekitar kawasan

pendidikan PKM Kawasan

industri

 Pembentukan Industri, CCSR

sentra-sentra usaha kelompok masyarakat hasil diklat program pendidikan berbasis kemelimpahan SDA dan kearifan lokal

2. Program Peningkatan Akses Masyarakat kepada Sumber Permodalan

4 (empat) Dinas BPMKP, perguliran modal

a. Fasilitasi pemberian Terlaksananya

 Fasilitasi pemberian

APBD dan

Kecamatan BUMN, (dana bergulir)

fasilitasi

dana bergulir bagi

sumber dana

Perusahaan di yang dapat di akses perguliran modal

pemberian

masyarakat luas

lainnya (CSR

Kawasan oleh masyarakat

maupun kelompok

Perusahaan/

Industri, CCSR luas maupun

(dana bergulir)

usaha

PK BUMN)

yang dapat di

kelompok usaha

akses oleh masyarakat luas maupun kelompok usaha

4 (empat) Dinas BPMKP, penyediaan

b. Fasilitasi

Terlaksananya

 Fasilitasi penyediaan

APBD dan

Kecamatan BUMN, informasi tentang

fasilitasi

informasi tentang

sumber dana

Perusahaan di perguliran modal

penyediaan

perguliran modal

lainnya (CSR

Kawasan yang dapat di akses perguliran modal

informasi tentang

Perusahaan/

Industri, CCSR oleh masyarakat

PK BUMN)

yang dapat di

luas maupun

akses oleh

kelompok usaha

masyarakat luas maupun kelompok usaha

Lanjutan Tabel 5.8.

No. Rencana Tindak

Indikator Kinerja

Program/Kegiatan

Sumber Dana

Lokasi Penanggung Jawab

Program

4 (empat) Dinas BPMKP, pemberiaan

c. Fasilitasi

Terlaksananya

 Fasilitasi pemberiaan CSR

Kecamatan BUMN, bantuan

fasilitasi

bantuan pembiayaan Perusahaan/

Perusahaan di pembiayaan atau

pemberiaan

atau bantuan

BL BUMN)

Kawasan bantuan

bantuan

permodalan dari

Industri, CCSR permodalan dari

pembiayaan atau

perusahaan-

bantuan

perusahaan di

perusahaan-

permodalan dari

kawasan industri

perusahaan di

perusahaan-

kawasan industri

perusahaan di

bagi usaha kecil,

kawasan industri

wirausaha baru,

bagi usaha kecil,

dan kelompok-

wirausaha baru,

kelompok usaha

dan kelompok-

masyarakat

kelompok usaha masyarakat

4 (empat) Dinas BPMKP, Badan Usaha Milik Badan Usaha

d. Pembentukan

Terbentuknya

 Pembentukan

APBD dan

Kecamatan Bappeda, Kelurahan, yang

Badan Usaha Milik

sumber dana

DPPKD dapat berfungsi

Milik Kelurahan

sebagai lembaga pembiayaan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan

4 (empat) Dinas BPMKP, pendampingan

e. Fasilitasi program

Terlaksananya

 Program

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, melalui bimbingan pendampingan

program

pendampingan dan

sumber dana

Dinas Sosial dan konsultasi

konsultasi tentang

bimbingan dan

rencana bisnis, studi

konsultasi

kelayakan, dan laporan keuangan, dalam rangka pengajuan kredit pada sektor perbankan

3. Program Peningkatan Dukungan Bahan Baku dan Peralatan Produksi bagi Wirausaha Baru, Kelompuk Usaha Bersama Masyarakat maupun Usaha Kecil yang sudah ada

4 (empat) Dinas BPMKP, peralatan produksi pemberian

a. Program bantuan

Terlaksananya

 Pemberian bantuan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, dalam rangka

peralatan produksi

sumber dana

Dinas Sosial, pemberdayaan

bantuan peralatan

lainnya (CSR

BUMN, ekonomi

produksi kepada

Perusahaan/

Perusahaan di masyarakat

kelompuk usaha

PK BUMN)

Industri, CCSR

maupun usaha kecil yang sudah ada

4 (empat) Dinas BPMKP, bibit pertanian

b. Program bantuan

Terlaksananya

 Pemberian bantuan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, dalam rangka

pemberian

bibit pertanian

sumber dana

Dinas Sosial, pemberdayaan

bantuan bibit

lainnya (CSR

BUMN, ekonomi

pertanian kepada

Perusahaan/

Perusahaan di masyarakat

kelompuk usaha

PK BUMN)

Industri, CCSR

maupun usaha kecil yang sudah ada

Lanjutan Tabel 5.8.

No. Rencana Tindak

Indikator Kinerja

Program

Program/Kegiatan

Sumber Dana

Lokasi Penanggung Jawab

4 (empat) Dinas BPMKP, bibit peternakan

c. Program bantuan

Terlaksananya

 Pemberian bantuan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, dalam rangka

pemberian

bibit peternakan

sumber dana

Dinas Sosial, pemberdayaan

bantuan bibit

lainnya (CSR

BUMN, ekonomi

peternakan

Perusahaan/

Perusahaan di masyarakat

kepada kelompuk

PK BUMN)

usaha bersama

Kawasan

masyarakat

Industri, CCSR

maupun usaha kecil yang sudah ada

4 (empat) Dinas BPMKP, benih ikan dalam

d. Program bantuan

Terlaksananya

 Pemberian bantuan

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, rangka

pemberian

benih ikan

sumber dana

Dinas Sosial, pemberdayaan

bantuan benih

lainnya (CSR

BUMN, ekonomi

ikan kepada

Perusahaan/

Perusahaan di masyarakat

kelompuk usaha

PK BUMN)

Industri, CCSR

maupun usaha kecil yang sudah ada

4 (empat) Dinas BPMKP, pendampingan

e. Fasilitasi program

Terlaksananya

 Program

APBD dan

Kecamatan Dinas Indag, melalui bimbingan pendampingan

program

pendampingan dan

sumber dana

Dinas Sosial dan konsultasi

konsultasi tentang

bimbingan dan

peralatan produksi

konsultasi

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat dibuat disimpulkan, sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui potensi perekonomian masyarakat di sekitar kawasan industri, digunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu;

a. Pendekatan potensi industri yang ada di wilayah sekitar.

b. Pendekatan potensi SDA yang ada di wilayah sekitar.

c. Pendekatan potensi sektor usaha yang ada di wilayah sekitar.

2. Pendekatan potensi industri dimaksudkan melihat keberadaan kawasan industri dipandang sebagai potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat di sekitar wilayah industri yang ada di Kota Cilegon. Terutama potensinya dalam;

a. Menyediakan lapangan kerja formal di kawasan industri yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, baik itu masyarakat sekitar yang ada di kawasan industri maupun masyarakat Kota Cilegon lainnya yang berada di luar kawasan industri.

b. Penciptaan lapangan pekerjaan di sektor informal dan sektor perdagangan/jasa, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para buruh/pekerja yang bekerja di kawasan tersebut.

3. Pendekatan Potensi SDA dimaksudkan melihat kemelimpahan SDA yang ada di wilayah sekitar sebagai potensi yang didapat dikembangkan oleh masyarakat melalui program pemberdayaan. Kemelimahan SDA di wilayah sekitar kawasan industri, adalah;

a. Sektor Pertanian. Komoditas yang menjadi unggulan sebagai hasil produksi pertanian di kawasan industri Kota Cilegon, meliputi; tanaman pangan (padi sawah, kacang panjang, ketela pohon), sayur-mayur (mentimun, terong, kacang panjang, cabe), dan perkebunan (mangga dan melon).

b. Sektor Peternakan. Ternak yang masih banyak dipelihara oleh rumah tangga dan masyarakat di sekitar kawasan industri Kota Cilegon, adalah jenis ternak; sapi, kerbau, kambing, domba, ayam kampung, ayam ras dan itik.

c. Sektor Perikanan. Potensi ekonomi yang dapat dikembangkan adalah budidaya perikanan darat melalui budidaya kolam ikan lele.

4. Pendekatan pengembangan SDM Potensial dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan SDM masyarakat sekitar dalam bidang keahlian

masyarakat dapat mengeksploitasi potensi dirinya, dan dapat berdaya saing dan mampu menangkap peluang ekonomi yang ada di wilayahnya. Berdasarkan penelusuran survei lapangan dan survei institusional, diketahui bahwa sektor usaha yang banyak dilakukan oleh penduduk sekitar, diantaranya adalah; perdagangan umum (supermarket, swalayan, restoran, kaki lima, toko/warung), industri rumahan, industri kecil, perbengkelan, tempat rekreasi, jasa trevel, notaris, dan usaha salon

5. Masalah Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri, diantaranya adalah;

a. Pergereseran struktur ekonomi dari pertanian menuju industri tidak diantisipasi dengan peningkatan pendidikan/keahlian.

b. Tenaga kerja lokal di sekitar kawasan tersisih dan kalah bersaing dengan pendatang akibat keterbatasan keahlian dan pendidikan.

c. Keberadaan tenaga kerja outsoursing membatasi kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal di sekitar kawasan.

d. Kurangnya kepemilikan aset dan permodalan, serta terbatasnya akses pada pembiayaan

6. Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon, dilakukan melalui; 6. Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon, dilakukan melalui;

b. Pemenuhan kebutuhan dasar terutama di bidang pendidikan kualitas SDM yang produktif dan berdaya saing, kebutuhan gizi, maupun sarana dan prasarana fisik sesuai kebutuhan.

c. Pelestarian pranata dan kearifan lokal.

d. Partisipasi lembaga ekonomi masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan.

7. Kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri, dirumuskan dalam bentuk program-program sebagi berikut;

a. Program peningkatan SDM potensial sesuai kebutuhan dan potensi perekonomian masyarakat sekitar, mencakup; (1) Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) (2) Program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM) (3) Program Pendidikan berbasis Kemelimpahan SDA dan

Kearifan Lokal (4) Fasilitasi pendampingan melalui bimbingan dan konsultasi (5) Lapangan Kerja Baru dan Modal Usaha (6) Pengembangan sentra-sentra usaha berdasarkan kearifan lokal

b. Program peningkatan akses masyarakat kepada sumber permodalan, mencakup; (1) Fasilitasi pemberian perguliran modal (dana bergulir) yang

dapat di akses oleh masyarakat luas maupun kelompok usaha.

(2) Fasilitasi penyediaan informasi tentang perguliran modal yang dapat di akses oleh masyarakat luas maupun kelompok usaha. (3) Fasilitasi pemberiaan bantuan pembiayaan atau bantuan permodalan dari perusahaan-perusahaan di kawasan industri bagi usaha kecil, wirausaha baru, dan kelompok-kelompok usaha masyarakat.

(4) Pembentukan Badan Usaha Milik Kelurahan, yang dapat berfungsi sebagai lembaga pembiayaan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan.

(5) Fasilitasi program pendampingan melalui bimbingan dan konsultasi.

c. Program peningkatan dukungan bahan baku dan peralatan produksi bagi wirausaha baru, kelompuk usaha bersama masyarakat maupun usaha kecil yang sudah ada. (1) Program bantuan peralatan produksi dalam rangka

pemberdayaan ekonomi masyarakat. (2) Program bantuan bibit pertanian dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat. (3) Program

dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat. (4) Program bantuan benih ikan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.

bantuan

bibit

peternakan

(5) Fasilitasi program pendampingan melalui bimbingan dan konsultasi masyarakat.

8. Rencana tindak berdasarkan perumusan kebijakan tentang penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri, dapat dilihat pada Tabel

5.7. dalam bab V dalam laporan ini;

6.2. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan rekomendasi, sebagai berikut;

1. Keberadaan kawasan industri tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat yang tinggal di dekat kawasan, disebabkan oleh keterbatas tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karenanya, tidak ada jalan lain bagi pemerintah daerah untuk terus mendorong peningkatan pendidikan masyarakat sekitar, baik melalui pendidikan jalur formal maupun jalun non formal.

2. Hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah perusahaan sekitar kawasan industri dengan cara melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, dengan cara memberikan pendidikan/ketrampilan vokasional potensial tertentu melalui PKH, yang dapat membekali masyarakat untuk mencari pekerjaan, baik bekerja pada perusahaan yang ada di dalam kawasan maupun bekerja di luar kawasan industri.

3. Bentuk program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan harus disesuaikan dengan kebutuhan potensi ekonomi masyarakat sekitar maupun berdasarkan kemelimpahan sumberdaya alam dan kearifan lokal yang ada di wilayah mereka.

4. Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang akan diselenggarakan sesuai dengan potensi industri, dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebaiknya adalah; (a). Pelatihan akuntansi dasar dan lanjutan (b). Pelatihan ekspor impor (c). Pelatihan komputer (aplikasi perkantoran) (d). Pelatihan satuan pengamanan (Satpam) (e). Pelatihan perpajakan (f). Pelatihan Perhotelan (g). Pelatihan otomotif (h). Pelatihan bahasa Inggris. (i). Pelatihan mengemudi. (j). Pelatihan-pelatihan untuk keahlian spesifik yang dibutuhkan oleh

industri.

5. Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKH) bagi masyarakat sekitar, yang akan diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, sepatutnya diarahkan untuk pembentukan wirausaha baru. Rekomendasi jenis diklat yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat, adalah;

(a). Pelatihan ketrampilan las. (b). Pelatihan ketrampilan sablon/cetakan. (c). Pelatihan ketrampilan disain grafis. (d). Pelatihan ketrampilan menjahit umum/bordir. (e). Pelatihan mekanik sepeda motor. (f). Pelatihan mekanik mobil. (g). Pelatihan tata boga. (h). Pelatihan teknisi Hand Phone. (i). Pelatihan teknisi elektonik. (j). Pelatihan teknisi komputer. (k). Pelatihan tata rias penganten (Salon). (l). Pelatihan tata kecantikan rambut. (m). Pelatihan tata kecantikan kulit.

6. Pendidikan berbasis Kemelimpahan Sumberdaya Alam dan kearifan lokal bagi masyarakat sekitar, yang akan diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, sepatutnya juga diarahkan untuk pembentukan wirausaha baru yang memanfaatkan kemelimpahan SDA dan kearifan lokal. Rekomendasi jenis diklat yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat, adalah; (a). Pelatihan budidaya ikan air kolam (budi daya lele, emas, dan

mujair/nila).

(b). Pelatihan budidaya pertanian (tanaman pangan, sayur mayur dan melon). (c). Pelatihan beternak Ayam/Itik/Bebek.

7. Selama ini, sebagian besar permodalan usaha kecil di kawasan industri berasal dari dana pribadi dan keluarga, hanya bagian kecil saja yang berasal dari sektor perbankan dan pemerintah daerah. Terkait dengan hal tersebut, direkomendasikan hal sebagi berikut; (a). Pelaksanaan perguliran dana yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah melalui BPMKP dan BUMN melalui program kemitraan PT KS, sepatutnya perlu dipertahankan dan dilanjutkan. Karena perguliran dana yang dilakukan tersebut, telah sangat membantu usaha kecil dalam bidang permodalan. Jika memungkinkan, jumlah besaran biayanya dapat ditambah.

(b) Perlu ada pusat informasi yang menyediakan informasi tentang tata cara memanfaatkan dana bergulir, termasuk informasi tentang; prosedur, mekanismenya, dan tata cara untuk mengakses dana bergulir, permodalan maupun pembiayaan, termasuk juga penyediaan informasi perusahaan mana saja yang memberikan fasilitas dana bergulir, supaya dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil dan wirausaha baru untuk permodalan mereka.

(c) Perlunya dibentuk Badan Usaha Milik Kelurahan, yang dapat berfungsi sebagai lembaga pembiayaan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan.

8. Usaha kecil, wirausaha baru, dan kelompuk usaha bersama masyarakat, yang ada di kawasan industri kota cilegon, hingga saat ini masih membutuhkan bantuan dan dukungan bahan baku maupun peralatan produksi. Sebagaimana hasil survei lapangan yang menyatakan bahwa mereka masih sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dalam bentuk bahan baku maupun peralatan produksi. Dengan demikian, Pemerintah Daerah maupun perusahaan yang ada di kawasan, untuk tetap memperhatikan kebutuhan mereka tersebut. Adapun bantuan dan dukungan dalam bentuk bahan baku maupun peralatan produksi, yang diharapkan masyarakat, sebagi berikut; (a). Bantuan bibit pertanian (melon dan mangga). (b). Bantuan bibit ternak (ayam, itik/bebek). (c). Bantuan benih (Lele, Emas, Nila, Bandeng). (d). Bantuan mesin giling emping. (e). Bantuan alat tambal ban. (f). Bantuan alat kompresor.

(g). Bantuan alat las. (h). Bantuan jaring. (i). Bantuan peralatan sablon. (j). Bantuan peralatan tata boga (oven, alat cetakan kue, alat potong,

penggilingan, katel besar, tungku). (k). Bantuan peralatan salon.

(l). Bantuan mesin jahit. (m). Bantuan mesin hand tracktor. (n). Bantuan kandang ternak. (o). Bantuan peralatan pertanian (pacul, garpu, perkakas lainnya).