Kajian Batik Tulis Di Rumah Industri “Retno Mulyo” Bayat Klaten

KAJIAN BATIK TULIS DI RUMAH INDUSTRI “RETNO MULYO” BAYAT KLATEN SKRIPSI

Oleh:

DENNY EKO NUR PRAMBUDY K3206018 PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Juni 2012

commit to user

KAJIAN BATIK TULIS DI RUMAH INDUSTRI “RETNO MULYO” BAYAT KLATEN

Oleh: DENNY EKO NUR PRAMBUDY K3206018

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Juni 2012

commit to user

MOTO

“Lakukan yang terbaik untuk hari ini seolah-olah tiada lagi hari esok”

(Penulis)

“Semua hal yang terjadi pada saat ini merupakan pengingat untuk menentukan

langkah selanjutnya ” (Penulis)

commit to user

PERSEMBAHAN

Teriring syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk:

 Almamater prodi pendidikan SR FKIP UNS Surakarta

 Bapak Ibu dan semua keluargaku

Senantiasa mendoakan dan memberikan segalanya

 Adek Candra:

Yang selalu memotivasiku, menemaniku, dan mengingatkanku

 Teman-teman ’06, kakak dan adik tingkat program Seni Rupa: Terimakasih atas semangat dan bantuannya

 Teman-teman kampung:

Terimakasih telah memberikan waktu untuk menyelesaikan karya ini

commit to user

ABSTRAK

Denny Eko Nur Prambudy. KAJIAN BATIK TULIS DI RUMAH INDUSTRI

“RETNO MULYO” BAYAT KLATEN.

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Latar belakang rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten (2) Manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten (3) Strategi pengembangan produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.

Penelitian ini dilaksanakan di rumah industri batik Retno Mulyo Dukuh Mejan RT 03/ RW 02, Desa Kebon, Kec. Bayat. Kab. Klaten, Prop. Jawa Tengah, pada bulan Maret sampai Mei 2012. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dan strategi model tunggal terpancang. Sumber data penelitian ini yaitu pemilik rumah industri batik Retno, pekerja rumah industri batik Retno Mulyo, Siswi SMK Rota yang PKL di rumah industri batik Retno Mulyo, pengurus kelompok batik di desa Kebon, kepala Desa Kebon, tempat, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling . Untuk teknik validitas data menggunakan review informan dan trianggulasi. Teknik analisis data dengan analisis jalinan atau mengalir.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Di rumah industri Retno Mulyo terdapat beberapa input yang merupakan unsur penting untuk menjalankan produksi batik, yaitu: a. Pelaku usaha (pemilik usaha, karyawan, siswi SMK Rota yang PKL), b. Peralatan (meja pola, penghapus, gunting, alat tulis, alat ukur panjang, sendok plastik, kukusan, gelas, dingklik, canting, kwas, jegul , gawangan, skrap, kompor, wajan, ijuk, bak celup, jimbeng, pawon, timbangan, sarung tangan, gombal, tongkat, ember, kenceng, bambu), c. Bahan (kain mori, kertas, malam, zat warna, d. Bahan pembantu (asam sulfat, soda abu, TRO , tawas, kanji), e. Disain motif tradisional, f. Energi (minyak tanah, kayu bakar, sinar matahari, listrik). (2) Proses produksi berupa persiapan (pemotongan kain dan mola), nyanting (klowongan, ngiisen-iseni, nembok), pewarnaan (dengan zat warna alam dan buatan), dan finishing (nglorod, penguatan zat warna). (3) Hasil produksi berupa kain batik dengan ukuran 250 cm x 150 cm dan 250 cm x 125 cm, dengan motif-motif yang tradisional. (4) Pengembangan produksi dilakukan bertahap, a. Mulai membangun usaha dengan modal (alat,bahan,uang) dan hasil produksi yang sedikit, b. Hasil produksi sulit dipasarkan, c. Memproduksi batik untuk mengikuti pameran batik di wilayah Jawa Tengah, d. Hasil produksi mulai diminati konsumen, e. Membangun tempat produksi yang lebih baik dan melengkapi peralatan serta bahan, f. Mampu meningkatkan jumlah produksi untuk dipasarkan di wilayah Jawa. Sekarang akan mengembangkan produksi batik cap untuk menambah jumlah hasil produksi.

Kata kunci: Batik tulis, rumah industri, pelaku usaha, disain motif tradisional

commit to user

ABSTRACT

Denny Eko Nur Prambudy. THE STUDIES ON BATIK TUL IS IN “RETNO

MULYO” HOME INDUSTRY IN BAYAT KLATEN. Thesis. Surakarta: Faculty of Training and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. June 2012.

This research purpose is to know (1) The background of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten, (2) The manajgemen production of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten (3) The production development strategy of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten.

The reasearc was conducted in Retno Mulyo batik home industry, Mejan RT 03/RW 02 , Kebon, Bayat, Klaten, Central Java, from Marc to May 2012. The form of is qualitative descriptive and single stacked model. the source of reserch data was the owner of Retno Mulyo batik home industry owner, the worker in Retno Mulyo Retno Mulyo batik home industry, batik home industry, SMK Rota’s student which got job training the head of batik corporation in Kebon Village, Village Chief of Kebon, the place, and documents. The data collecting method was using observation, in depth interview, and document analisis. The sampling used was purposive sampling. Data validity technique was using informan review, and trianggulation. Data analysis technique was using brainded and flow analysis.

From the research result, it can be concluded that (1) In Retno Mulyo batik home industry there are several input wich become important element to run batik production, those are: a. Business personel (owner, worker, and on the job trainer from SMK Rota), b. Tools/equipmen (pattern table, eraser, scissors, writing tools, measurement tools, plastic spoon, kukusan, glasses, small wooden, dingklik, canting , brush, jegul, gawangan, skrap, stove, friying pan, palm fiber, immersing bensin, jimbeng, pawon, scales, gloves, scrap cotton, stick, basin, kenceng, bamboo), c. Material (mori textile, paper, wax, diyes), d. Suporting material (sulfirid acid, caustic soda, TRO, alum, Starch), e. Tradisional motif design, f. Energy (petroleum, wood, sunlight, electricity), (2) Production process from preparation (cut the fabric, an making pattern), nyanting (klowongan, isen-iseni, nembok) , coloring (using natural and chemical dyes), to finishing (nglorod, color enchancement), (3) The production result in form of traditional motif fabric in 250 cm x 125 cm, and 250 cm x 125 cm sizes, (4) The production development was done in stages, a. Start running the bussines by small capital (money, material, and equipment), b. Production result difficulty to be marketed, c. Produc special batik to join batik exhibition in Central Java, d. The produc started to get attention from customers, e. Build better production area and provide more complete equipment and materials, f. In crease the production capacity to sell in Java Island area. And now, they will develop stamp batik to increase the sum of production.

Keyword: Batik tulis, home industry, bussines stake holder, traditional motif design.

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin pelaksanaan tugas skripsi.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan izin pelaksanaan tugas skripsi.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd, selaku Ketua Program Penidikan Seni Rupa Jurusan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin pelaksanaan tugas skripsi

4. Dr.H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd, selaku Pembimbing I, yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan pengarahan yang sangat berarti dalam esensi tulisan ini.

5. Nanang Yulianto, S.Pd, M.Ds, selaku pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan pengarahan yang sangat berarti dalam esensi tulisan ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang secara tulus

memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.

7. Ibu Sipon selaku pemilik rumah industri batik Retno Mulyo.

8. Sukoco selaku Kepala Desa Kebon, Bayat, Klaten.

commit to user

9. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang memberikan bantuan terhadap kelancaran penulisan skripsi ini. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan di dunia pendidikan khususnya.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

commit to user

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................

27

A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 27

B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................... 27

C. Sumber Data ................................................................................ 28

D. Teknik Sampling ......................................................................... 29

E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 30

F. Validitas Data .............................................................................. 32

G. Analisis Data ............................................................................... 33

H. Prosedur Penelitian...................................................................... 35 BAB IV HASIL PENELITIAN ..............................................................

37

A. Deskripsi Lokasi Rumah Industri Batik Retno Mulyo ................ 37

B. Latar Belakang Keberadaan Rumah Industri Batik Retno Mulyo. 43

C. Manajemen Produksi Batik Tulis di Rumah Industri Batik

Retno Mulyo ...............................................................................

46

1. Input (masukan) Untuk Produksi Batik Tulis di Rumah

Industri Batik Retno Mulyo .................................................

46

2. Proses Produksi Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno

Mulyo ...................................................................................

61

3. Hasil Produksi Rumah Industri Batik Retno Mulyo ............. 84

D. Strategi Pengembangan Produksi Untuk Mengembangkan Produk Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ........

91

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................ 100 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

104 DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

107

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Peralatan Membatik ...................................................................... 8 Tabel 2.2. Bahan Membatik .......................................................................... 13 Tabel 4.3. Peralatan Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ...... 47 Tabel 4.4. Bahan Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo............ 54 Tabel 4.5. Produk Batik Produksi Rumah Industri Batik Retno Mulyo ........ 85

commit to user

Gambar 7. Wawancara dengan Novi (Siswi SMK Rota yang PKL di Rumah

Industri Batik Retno Mulyo) ......................................................... 110

Gambar 8. Batik Retno Mulyo Mengikuti Pameran di Solo Paragon Mal ...... 110 Gambar 9. Wawancara dengan Bapak Sunardi di Solo Paragon Mal ............. 111 Gambar 10. Galeri Kelompok Batik Kebon Indah........................................... 111 Gambar 11. Wawancara Dengan Ibu Arini (Pengurus Kelompok Batik Kebon

Indah) ............................................................................................ 111

Gambar 12. Batik Kelengan Motif Merak (Hasil Produksi Tahun 2010) ........ 112 Gambar 13. Batik Motif Ceplok (Hasil Produksi Tahun 2010) ....................... 112 Gambar 14. Batik Kelengan Motif Merpati (Hasil Produksi Tahun 2011)...... 113 Gambar 15. Batik Motif Lung-lungan Semen (Hasil Produksi Tahun 2011) .. 113 Gambar 16. Batik Motif Truntum Lereng Sekar (Hasil Produksi Tahun 2011). 113

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto-foto Lokasi Observasi dan Kegiatan Wawancara ............ 108 Lampiran 2. Foto-foto Hasil Produksi .......................................................... 112 Lampiran 3. Hasil Wawancara ...................................................................... 114 Lampiran 4. Surat Ijin Menyusun Skripsi ..................................................... 140 Lampiran 5. Surat Keterangan Bukti Penelitian ........................................... 146

commit to user

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keaneka ragaman budaya yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Budaya merupakan identitas dari suatu kelompok yang akhirnya diharapkan menjadi identitas nasional. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan terdiri dari banyak suku, sehingga muncullah beragam adat-istiadat, dan budaya. Salah satu wujud budaya tersebu t adalah batik. Menurt Sa’du (2010: 5) “Batik secara historis berasal dari suku Jawa. Walaupun disetiap daerah di Indonesia memiliki industri batik, tapi industri batik yang paling besar yaitu di pulau Jawa”. Seni batik sudah ditemukan sejak zaman nenek moyang kita.

Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan pada waktu itu ialah batik tulis sampai dengan awal abad ke-20 dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920 (Dedi S, 2009: 6-7).

Menurut Sugiarti (2009: 14) ”Pada akhir abad ke-19 ada beberapa pengrajin batik yang dikenal di Mojokerto. Bahan yang dipakai pada waktu itu,

kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obatan batik dari soga jambal, mengkudu, nila/tom, tingi, dan sebagainya”.

Pembatikan mulai dikenal sejak zaman Majapahit namun perkembangaan batik mulai menyebar pesat di daerah Jawa Tengah tepatnya Surakarta dan Yogyakarta. Perang Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan, kemudian mereka menyebar ke arah timur dan barat. Di daerah- daerah baru itu para keluarga dan pengikut Pangeran Diponegoro mengembangkan batik. Ke timur, Batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung. Selain itu menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Adapun ke arah barat, batik berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon lalu berkembang di Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut (Soetarman, 2008: 2-3).

commit to user

Batik sampai saat ini terus mengalami perkembangan. Tidak mengherankan jika batik mengalami perkembangan pesat baik menyangkut motif/coraknya. Menurut Sa’du, (2010: 14) ”Motif batik tradisional yang

didominasi oleh lukisan binatang dan tanaman sempat bergeser pada motif abstrak seperti awan, relief candi, dan wayang. Hanya saja semua motif batik yang kini bermunculan tetap bertumpu pada pakem tradisional”. Sebagai akibat dari

perkembangan tersebut, warisan budaya Indonesa ini sempat diklaim oleh negara tetangga. Menanggapi klaim tersebut, pemerintah Indonesia pada akhirnya berinisiatif untuk mendaftarkan batik ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)/ organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan perserikatan bangsa-bangsa. Dalam rangka mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya dunia, pemerintah Indonesia harus melewati berbagai proses panjang. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO mengukuhkan batik sebagai global cultural heritage (warisan budaya dunia) yang berlangsung di Prancis (Sa’du, 2010: 15).

Mengenai teknik, peralatan, dan bahan untuk pembuatan batik sampai sekarang ini juga mengalami perubahan. Obat-obat untuk membuat batik semula adalah bahan yang diperoleh dari alam kini telah banyak bahan sintetis. Menurut

Soetarman (2008: 3) ”Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah Perang Dunia I yang dijual oleh pedagang- pedagang Cina di Mojokerto”. Perubahan-perubahan

batik dari batik tradisional sampai batik zaman sekarang ini berdampak pada perubahan pasar penjualan batik bahan alami di nusantara. Pengrajin batik yang menggunakan bahan alami saat ini tergolong sedikit, karena banyak para pengrajin memilih menggunakan bahan-bahan buatan seperti pewarna buatan (pewarna sintetis).

Sekarang ini juga telah muncul kain bermotif batik yang proses pembuatannya dengan teknik printing . “Banyak kalangan yang tidak setuju batik printing disebut batik, karena dibuat dengan proses sablon, tetapi bermotif batik. Bahkan sejak adanya batik printing pada tahun 1982, banyak produsen atau perajin yang tidak lagi memproduksi batik, karena kalah bersaing” ( Yusuf, 2012 : 2). Dedi S (2009: 76) juga menyatakan “Seketika, batik printing dari pemilik

commit to user

modal besar mampu menguasai pasar batik dimana- mana”. Terlepas dari kontroversi keberadaan batik printing, para pengrajin harus mampu bersikap bijak. Dengan adanya batik printing masyarakat bisa menikmati hasil budaya bangsanya sendiri dengan harga terjangkau, tapi kita jangan sampai melupakan budaya membatik secara tradisional yaitu dengan canting yang sudah turun temurun.

Meskipun perkembangan batik dari masa ke masa, pada aspek bahan pembuatan dan teknik atau prosesnya telah menunjukkan perkembangan, namun sampai saat ini masih ada pengrajin batik yang tetap konsisten mempertahankan pembuatan batik dengan teknik-teknik seperti zaman dulu, dengan menggunakan bahan-bahan alami dan dengan proses pembuatan batik secara tradisional. Salah satu rumah industri yang saat ini dalam proses pembuatan batik tetap mempertahankan cara-cara tradisional dengan canting, serta menggunakan bahan alami adalah rumah industri batik Retno Mulyo.

Rumah industri batik Retno Mulyo didirikan oleh ibu Sipon dan sudah berjalan 3 tahun yang lalu. Beliau memperoleh keterampilan membatik dari hasil bekerja di batik Danar Hadi Solo. Sambil bekerja, beliau juga belajar di BLK (Balai Latihan Kerja) Solo, di sana beliau belajar mengenai peralatan dan bahan yang digunakan dalam membatik dan cara membatik dari proses awal yaitu meliputi persiapan alat dan bahan, nyanting, pewarnaan hingga proses finishing. Saat itu yang dipelajari adalah batik tulis dan cap. Setelah lulus dari BLK, beliau semakin dipercaya oleh juragan batik Danar Hadi, di sana beliau menjadi pegawai yang diandalkan dan selalu dilibatkan setiap kali ada program promosi perusahaan. Akhirnya ibu Sipon memutuskan untuk keluar dari batik Danar Hadi Solo. Beliau membangun usaha batik di rumahnya sendiri. Sudah tiga tahun beliau mendirikan usaha dan mengajak warga sekitar untuk menjalankan usahanya. Rumah industri ini mengerjakan batik tulis dari proses awal hingga proses finishing, dan merupakan salah satu sentra pengrajin batik tulis yang menggunakan pewarnaan bahan alam dan sintetis, namun lebih mengutamakan pewarnaan alami. Sekarang ini rumah industri batik yang lain banyak yang beralih memproduksi batik printing, karena memang batik printing proses pembuatannya

commit to user

lebih mudah dan cepat, selain itu harga hasil produk batik printing juga lebih murah dibanding batik tulis maupun cap, para konsumen juga banyak yang beralih memilih batik printing. Batik tulis maupun cap telah mengalami pergeseran dan semakin berkurang peminatnya. Dengan kondisi seperti itu rumah industri batik Retno Mulyo tetap mempertahankan produksi batik tulis dan lebih mengutamakan bahan alami untuk pewarnanya. Ibu Sipon juga selalu optimis mengembangkan usahanya. Batik tradisional tidak akan terus tergeser keberadaannya jika semua pihak sadar akan besarnya nilai yang terkandung di dalam warisan budaya ini dan mau berama-sama terus melestarikan salah satu warisan nenek moyang bangsa Indonesia.

Kain batik warisan leluhur kita merupakan hasil karya seni yang indah dan unik. Keunikannya ada pada kata “batik” itu sendiri. Meskipun singkat namun

padat unsur. Misalnya proses membatik, yang terdiri dari persiapan alat dan bahan, kemudian proses membatik dengan malam, pewarnaan, dan proses akhir yaitu nglorod (menghilangkan malam pada kain batik). Mengingat banyak unsur yang terkandung dalam batik, dapat dimengerti kalau banyak upaya telah dilakukan berbagai kelompok pecinta atau pemerhati batik untuk selalu melestarikan. Masing-masing kelompok atau individu tentu memilih unsur batik yang sesuai dengan bakat, perhatian, dan kepentingannya sebagai dasar dalam melakukan pelestarian batik di Indonesia.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dimengerti bahwa keberadaan batik tulis dengan pewarna alami telah tergeser dengan batik printing dan bahan-bahan buatan (sintetis) terutama untuk bahan pewarnanya, produsen batik banyak yang beralih memproduksi batik printing , namun rumah industri batik Retno Mulyo tetap mempertahankan produksi batik dengan teknik tradisional yaitu dengan teknik tulis dan lebih mengutamakan bahan alami untuk proses pewarnaan, maka peneliti mengkaji dan meneliti dengan mengambil judul “Kajian Batik Tulis di Rumah Industri “Retno Mulyo” Bayat Klaten.

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dikaji dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:

1. Bagaimanakah latar belakang keberadaan rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten?

2. Bagaimanakah manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten?

3. Bagaimanakah strategi pengembangan produksi untuk mengembangkan produk batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan:

1. Latar belakang keberadaan rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.

2. Manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.

3. Strategi pengembangan produksi untuk mengembangkan produk batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti tersebut di bawah ini:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai referensi bagi penelitian yang akan datang mengenai pembuatan batik tulis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pembanding atau masukan pada industri batik lainnya mengenai pembuatan batik tulis.

b. Dapat dijadikan pedoman untuk mengukur kemampuan seseorang dalam dunia kerja dalam hal kemampuan keterampilan batik tulis.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Batik

Batik memiliki pengertian yang cukup banyak, para ahli mengemukakan batik dengan pengertiannya masing-masing, namun memiliki arti yang sama. Menurut Oriyati dan Winarni (1982: 89) “Batik adalah suatu istilah di Indonesia yang menggambarkan suatu proses pencapan rintang dengan desain yang khas. Perintang tersebut dengan jalan menempelkan malam pada kedua permukaan kain. Selanjutnya dilakukan pencelupan dalam larutan warna pada suhu dingin “.

Batik (atau kata batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang artinya menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan ”malam” (wax) yang dilapiskan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa Inggris ”wax-resist dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khusunya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan, tetapi ketika ditemukannya batik cap, maka laki-laki pun ikut andil dalam bidang ini. Teknik membatik sudah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilangka, dan Iran. Selain di Asia batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari pulau Jawa (Dedi S, 2009: 1).

Batik adalah seni melukis di atas kain, dengan menggunakan alat canting yang diisi lilin (malam) sebagai tinta lukisnya. Secara ilmu etimologi kata batik berasal dari kat a ”tik” yang berarti titik/kecil. Jadi, membatik adalah suatu pekerjaan yang harus memiliki kesabaran (Soetarman, 2008: 5).

Menurut Sa’du (2010: 11) ”Istilah batik berasal dari kosakata bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, dan titik adalah cara memberi motif pada kain menggunakan malam cair dengan cara dititik- titik”.

commit to user

Cara kerja membuat batik pada dasarnya adalah menutup permukaan kain dengan malam cair (wax) agar ketika kain dicelup ke dalam cairan pewarna, kain yang tertutup malam terseb ut tidak ikut terkena warna. ”Jika proses membuat batik dilakukan dengan cara ditulis menggunakan alat yang disebut canting, maka batik tersebut dinamakan batik tulis” (Soetarman, 2008: 5). ”Ada juga jenis batik yang pembuatan motifnya menggunakan alat cetak khusus yang terbuat dari logam dengan motif-motif tertentu, batik yang dibuat dengan cara ini mirip dengan stempel atau cap. Batik yang dibuat seperti ini disebut sebagai batik cap atau batik stempel” (Sa’du, 2010: 11-12).

Mengukir di atas kain itu disebut membatik, kata batik sendiri berasal dari kata “tik” yang artinya titik, batik berarti bertitik. Memang kain batik

adalah kain yang dihiasi dengan ukiran terbuat dari garis dan titik-titik. Membatik ialah melukis juga. Melukis dilakukan di atas layar, dan membatik di atas mori. Melukis dilakukan dengan kuas, tetapi membatik dengan canting. Kalau melukis dengan cat, tetapi membatik dengan malam. Tujuan melukis dan membatik adalah kesenian, karena melahirkan keindahan di atas bahan (Soekamto,1994: 9-10).

Dari pengertian-pengertian di atas, jelas bahwa batik adalah karya yang dipaparkan di atas bidang datar kain dengan dilukis atau ditulis dengan menggunakan canting atau dicap dengan menggunakan malam untuk menutup bagian kain yang tidak akan diwarnai.

B. Alat dan Bahan Membatik

Dalam proses pembuatan batik, tentunya menggunakan peralatan dan bahan yang diperlukan yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. “Alat

merupakan benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai maksud tujuan, sedangkan bahan merupakan barang yang akan dibuat menjadi barang yang lain” Tim Pustaka Phoenix (2008: 99). Soetarman (2008: 15) menyatakan bahwa “Peralatan dan bahan membatik terdiri dari bermacam-macam,

namun peralatan yang digunakan cukup sederhana dilihat dari bentuk dan fungsinya”. Meskipun saat ini banyak bermunculan peralatan-peralatan yang lebih

modern, untuk batik tulis dan cap pada umumnya menggunakan peralatan- peralatan yang tradisional.

commit to user

1. Peralatan Membatik

Menurut Soekamto (1994: 21) “Alat yang dipakai untuk mengerjakan batik antara lain adalah: Pensil, penghapus, meja, bingkai, canting, cap,

gawangan , pisau, kuas, kompor, sapu, timbangan, belanga, tongkat kayu, sarung tangan, clemek , bak celup”. Jenis-jenis peralatan dan kegunaannya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Peralatan Membatik

Gambar 2.1. Meja Pola (Kantong Seni, 2011: 1)

Meja yang digunakan yaitu:

a. Meja pola, dibuat khusus untuk memola motif batik dari kertas pola batik ke kain putih. Daun meja terbuat dari kaca dan diberi lampu neon di bawahnya.

b. Meja cap, digunakan untuk meletakkan kain mori yang akan dicap. Meja cap terbuat dari kayu yang daun mejanya harus benar-benar datar dan dilapisi plastik, busa, kertas semen dan mika.

2 Penghapus

Gambar 2.2. Penghapus (Kantong Seni, 2011: 1)

Untuk menghapus gambar yang salah pada saat memola dengan pensil pada kertas kalkir maupun pada kain. Pola yang salah, dihusap dengan stip secara perlahan, searah dengan goresan pola pensil, supaya cepat hilang dan kain tidak rusak.

3 Dingklik

Gambar 2.3. Dingklik

Untuk tempat duduk orang yang sedang membatik. Dingklik pada umumnya terbuat dari kayu, dengan tinggi kuarang lebih 15 cm.

commit to user

4 Pensil

Gambar 2.4. Pensil (Kantong Seni, 2011: 1)

Untuk menggambar motif batik di atas kertas kalkir dan kain putih. Pensil yang baik untuk menggambar pola terbuat dari grafit (barang tambang berwarna hitam arang), dengan kode H/HB, pensil ini tulisannya jelas dan mudah dihapus jika terjadi kesalahan.

5 Canting

Gambar 2.5. Canting (Kantong Seni, 2012: 2)

Untuk melukis pada waktu membatik kain yang digunakan untuk membuat batik tulis. Canting terdapat berbagai macam jenis. Jenis canting menurut fungsinya:

a. Canting reng-rengan, digunakan untuk membatik reng-rengan. Reng-rengan adalah batikan pertama kali sesuai dengan pola atau membatik kerangka dari motif dasar sebelum pekerjaan lebih lanjut

b. Canting isèn, digunakan untuk mengisi bidang polaan (Soetarman, 2008:19)

6 Cap

Gambar 2.6. Cap (Perpus Albidayah, 2011: 1)

Alat cap disebut juga canting cap, berbentuk stempel dan terbuat dari bahan tembaga, terdiri dari:

a. Bagian muka, berupa susunan plat tembaga dengan disain batik.

b. Bagian dasar, tempat melekat bagian muka.

c. Tangkai cap, untuk memegang cap pada saat digunakan untuk pencapan (Oriyati & Winarni, 1982:89).

7 Gawangan

Gambar 2.7. Gawangan

(Yusma, 2011: 1)

Untuk menggantungkan kain pada waktu membatik. Ukuran panjang gawang 150 cm, tinggi 75 cm. Gawangan pada umumnya terbuat dari kayu bambu dan besi. Para pengrajin batik kebanyakan menggunakan gawangan yang terbuat dari bambu, karena lebih ringan, mudah dipindah-pindah dan harganya lebih murah dibanding dengan bahan dari kayu ataupun besi.

commit to user

8 Pisau

Gambar 2.8. Pisau

Pisau yang digunakan adalah:

a. Pisau dapur dengan ujung meruncing digunakan untuk menghilangkan noda malam yang menetes di atas kain yang sedang dibatik.

b. Golok digunakan untuk memotong malam yang akan dimasak.

9 Kompor

Gambar 2.9. Kompor ( Republika , 2012: 1)

Kompor yang digunakan ada dua macam, kompor kecil dan besar, keduanya memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:

a. Kompor kecil, digunakan untuk memasak malam supaya cair, yang akan digunakan untuk membatik.

b. Kompor besar, untuk memasak air yang akan digunakan untuk melorod kain batik .

10 Wajan

Gambar 2.10. Wajan Kecil (Kantong Seni, 2012: 2)

Untuk tempat mencairkan malam. Wajan yang dipakai berukuran kecil, dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.

11 Ijuk

Gambar 2.11. Ijuk

Untuk menyogok lubang canting yang tersumbat kotoran pada waktu membatik.

commit to user

12 Kuas

Gambar 2.12. Kuas

Kuas yang digunakan ada bemacam- macam tergantung kegunaannya, antara lain:

a. Kuas besar, digunakan untuk menutup bagian yang luas yang tidak dapat dibatik dengan canting.

b. Kuas kecil, digunakan untuk mencolet larutan obat pewarna batik ke bagian yang akan diberi warna.

13 Bak Celup

Gambar 2.13. Bak Celup (Perpus Albidayah, 2011: 1)

Untuk mencelup kain batik dalam larutan obat pewarna. Bak celup untuk pewarnaan batik dibuat khusus, dengan panjang 150 cm dan lebar 25 cm, dan tinggi 35 cm. Bak celup ini dibuat dari bahan kayu supaya tidak berkarat.

14 Wadah Untuk Memasak Air

Gambar 2.14. Belanga (Kantong Seni, 2012: 2)

Wadah yang digunakan untuk memasak air pada umumnya adalah:

a. Cèrèt, gunanya untuk memasak air, dan ukuran ceret lebih dari satu liter.

b. Belanga, disebut juga “kèncèng”. Gunanya untuk memasak air dan air itu dipakai untuk menghilangkan lilin yang melekat pada kain batik pada waktu “melorod. Belanga dapat digunakan untuk memasak air dengan jumlah yang lebih banyak dibanding cèrèt.

15 Timbangan

Gambar 2.15. Timbangan Kue (Kantong Seni, 2011: 2)

Untuk menimbang obat pewarna yang berupa bubuk. Timbangan yang digunakan adalah timbangan kue.

commit to user

16 Sarung Tangan

Gambar 2.16. Sarung Tangan

(Bisma, 2011: 1)

Untuk melindungi kulit tangan agar tidak menjadi kotor oleh larutan obat pewarna pada saat kita mencelup dan juga untuk melindungi tangan dari bahan kimia yang dapat merusak tangan. Sarung tangan yang digunakan pada umumnya adalah sarung tangan dari bahan plastik dan karet.

17 Clemek atau Skort

Gambar 2.17. Clemek

(Bisma, 2011: 1)

Clemek atau skort yaitu selembar kain yang diberi tali pada kedua ujung sisi atas, supaya dapat diikatkan di pinggang. Gunanya untuk melindungi pakaian dari kotoran-kotoran bila kita membatik kain atau mencelup kain.

18 Tongkat Kayu

Gambar 2.18. Tongkat Kayu

Untuk mengait kain batik pada waktu melorod (merendam) kain batik dengan air panas. Tongkat harus tumpul atau tidak tajam di sisi-sisinya, agar tongkat tidak merusak kain yang dikait.

19 Ember

Gambar 2.19. Ember

(Bisma, 2011: 1)

Ember yang digunakan ada dua jenis, yaitu:

a. Ember kecil, digunakan untuk melarutkan obat pewarna. Ember yang digunakan terbuat dari bahan plastik, bukan dari metal, sebab jika menggunakan bahan metal tidak akan tahan dengan kostik soda dan mudah berkarat.

b. Ember besar, di isi air panas dan gunakan untuk melorod kain batik dan untuk mencuci kain batik yang sudah dilorod.

commit to user

2. Bahan Membatik

Bahan-bahan yang digunakan dalam membatik menurut Oriyati dan Winarni (1982: 94-96) dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.2. Bahan Membatik No

Bahan

Kegunaan

1 Kain putih

Sebagai media untuk membatik. Kain putih yang dijadikan batik disebut mori, biasanya terbuat dari katun. Kualitas mori sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan .Berikut beberapa jenis kain yang digunakan untuk membatik, yaitu:

Gambar 2.20. Mori Primissima (Kantong Seni, 2011: 1)

a. Mori primissima, merupakan golongan mori yang paling halus.

Gambar 2.21. Mori Prima

(Tugas, 2012: 1)

b. Mori prima, Merupakan golongan mori yang kedua sesudah primissima, Mori golongan ini digunakan untuk batik halus dan batik cap.

Gambar 2.22. Mori Biru

(Tugas, 2012: 1)

c. Mori biru, Merupakan mori kwalitas ketiga, biasanya digunakan untuk batik kasar dan sedang.

commit to user

2 Malam Batik

Malam batik adalah bahan untuk menutup permukaan kain menurut desain, sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak zat warna. Jenis-jenis bahan pokok malam antara lain:

Gambar 2.23. Malam Tawon (Indonetwork, 2011: 1)

a. Malam tawon, berasal dari sarang lebah “tala tawon”. Berwarna kuning suram,

mudah meleleh, mudah melekat pada kain, dan mudah lepas pada proses lorodan. Penggunaannya banyak dicampurkan malam klowongan.

Gambar 2.24. Gondorukem (Perpus Albidayah, 2011: 1)

b. Gondorukem, berasal dari pinus merkusu yang telah dipisahkan minyak dan airnya. Titik leleh agak tinggi, mudah menembus pada kain, mudah patah setelah dingin. Penggunaannya dicampurkan pada malam klowongan.

Gambar 2.25. Damar Mata Kucing (Indonetwork, 2011: 1)

c. Damar mata kucing diambil dari pohon shoria spec , langsung dipecah-pecah menjadi kecil. Bahan ini Sukar meleleh pada saat dipanaskan dan mudah membeku jika sudah menempel pada kain.

Gambar 2.26. Microwax

(Excelintl, 2012: 1)

d. Microwax, disebut juga malam mikro adalah jenis parafin yang lebih halus, warna kuning muda. Malam ini sulit untuk meleleh, mudah lepas dalam rendaman air, dan sulit menembus kain.

commit to user

Zat warna

Untuk mewarnai kain batik melalui proses celup maupun dikuas. Menurut Oriyanti dan Winarni (1983: 93-99) ditinjau dari asalnya, Zat pewarna batik terdiri dari dua jenis yaitu:

Gambar 2.27. Indigofera ( Wikipedia , 2011: 1)

a. Zat warna alam, diperoleh dari hasil alam tanpa campuran bahan buatan atau sintetis. Jenis zat warna alam diantaranya adalah:

1) Nila atau indigo, disebut juga tom, diambil dari daun tanaman indigofera. Tanaman ini terdapat bermacam-macam jenis, diantaranya adalah indigofera arrecta, indigofera guatemalaensis, indigofera sumatrana, indigofera inctoria .

Gambar 2.28. Soga (Vhrmedia, 2011: 1)

2) Soga, Selain warna biru indigo, warna coklat banyak digunakan dalam pembatikan. Warna ini diperoleh dari soga dan umumnya campuran bermacam-macam soga dari tumbuh- tumbuhan. Warna ini diambil dari kulit pohon atau kayu lalu direbus, diambil warnanya. Karena penyerapan terhadap kain sangat lambat maka pewarnaan dilakukan dengan mencelup dalam larutan soga berkali-kali dengan pengering sebelumnya.

Gambar 2.29. Pewarna Buatan

(Finu, 2012: 1)

b. Zat warna buatan Golongan zat warna buatan yang digunakan dalam pembatikan adalah: Indigosol, naftol, rapid, bejana, reaktif, direk atau chrom. Warna-warna yang diperoleh adalah biru tua, coklat merah, merah tua, hijau, kuning, dan ungu. Penggunaan zat warna buatan ini lebih menguntungkan karena pemakaiannya mudah, cepat dan sifat ketahanannya lebih baik.

commit to user

Selain bahan pembuatan batik di atas, dalam proses membatik juga sering menggunakan bahan-bahan pembantu. Menutut Oriyanti dan Winarni (1983: 98-

99) bahan pembantu yang digunakan antara lain adalah:

a. Natrium hidroksida (Kostik soda) dikenal dengan sebutan soda api atau natronloog adalah alkali kuat. Penggunaanya di dalam pelarutan zat warna naftol, rapid serta untuk mengètèl atau melarutkan malam.

b. Natrium karbonat (Soda abu) Larutannya bersifat alkali lemah dan digunakan untuk mengètèl, membuat larutan alkali untuk lorodan dan zat pembantu pada pencelupan dengan zat warna indigosol dan reaktif.

c. Turkis Red Oil (TRO) Terbuat dari minyak jarak dan digunakan sebagai zat pendispersi maupun sebagai zat pembasah untuk mencuci kain yang akan dicap.

d. Asam chlorida Digunakan untuk membangkitkan warna dari zat warna indigosol serta menghilangkan kanji secara rebusan.

e. Asam sulfat

Penggunaannya untuk membangkitkan warna zat warna indigosol.

f. Tawas

Tawas berupa kristal putih untuk fiksasi zat warna soga alam.

g. Kapur Air kapur yang merupakan lapisan air jernih pada pelarutan kapur digunakan untuk fiksasi zat warna soga alam atau melarutkan zat warna indigo secara reduksi dengan tunjung atau tetes.

h. Air hijau Air hijau merupakan senyawa chrom dengan soga buatan menyebabkan warna soga mempunyai ketahanan yang baik dan tahan pada proses melorod.

i. Minyak kacang Minyak kacang digunakan untuk mengètèl sehingga kain menjadi lemas dan daya serapnya bertambah baik.

commit to user

C. Proses Produksi Batik

Menurut Downey dan Erickson (1992: 396) “Produksi dapat dinyatakan sebagai kegiatan yang terjadi dalam pen ciptaan produk atau jasa”. Dalam sebuah

penciptaan produk dibutuhkan suatu manajemen produksi, menurut Tim Pustaka Phoenix (2008: 565) “Manajemen merupakan pengetahuan tentang proses

penggunaan dan pengelolaan sumberdaya, manusia, peralatan lainnya secara terpadu untuk mencapai sasaran yang diharapkan ... Manajemen produksi merupakan pengelolaan aspek kegiatan mengubah bahan baku menjadi barang

jadi”. Menurut Elwood S. Bufa (1993:9) “Inti dari manajemen produksi ialah memelihara hubungan dari semua variabel [masukan/input berupa sumberdaya:

Energi, tenaga kerja, bahan baku, dan proses konversi/pengubahan] dan sedapat mungkin memandang keseluruhan proes sebagai suatu sistem terpadu”. jadi dalam

proses produksi batik memang perlu adanya manajemen produksi, yang bertujuan untuk memelihara hubungan antara variabel-variabel penting dalam proses produksi batik, yaitu: bahan baku, peralatan, disain, energi, pelaku usaha, untuk menjadi suatu sistim terpadu sehingga tercapainya produk berupa kain batik yang berkualitas. Proses produksi batik merupakan proses pembuatan batik dari dari mori batik sampai menjadi kain batik yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menggunakan alat dan bahan yang tersedia. Menurut Oriyati dan Winarni (1983: 92-93) proses produksi batik meliputi 2 bagian utama, yaitu:

1. Persiapan

Persiapan dimaksudkan sebagai bermacam-macam proses pada mori sehingga menjadi kain yang siap untuk dibuat batik, pada umumnya ada 3 tahapan persiapan, meliputi:

a. Ngètèl Setelah kain mori dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat, dihilangkan kanjinya terlebih dahulu dengan jalan direndam dalam air bersih selama semalam. Kemudian agar kain mempunyai daya serap yang baik dan menjadi supel kain direndam dalam campuran minyak nabati (minyak kacang, TRO) Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang dan prosesnya disebut ngètèl .

commit to user

b. Menganji Kain yang akan dibatik perlu dikanji agar malam batik tidak meresap ke dalam kain, sehingga pada akhir proses mudah dihilangkan kembali. Kanji ( tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon /singkong) tidak menghalangi pewarna kain, karena hanya berupa kanji ringan.

c. Mengemplong Kain mori yang telah dikanji perlu dihaluskan atau diratan permukaanya dengan cara dikemplong. Beberapa lembar kain yang telah kering dan dikanji, digulung, diletakkan di atas kayu yang rata permukaannya, dipukul dengan pemukul kayu. Setelah menjadi rata, dibuka dan dilipat satu persatu (Oriyati dan Winarni, 1983: 92-94).

2. Membuat Batik

Dalam membatik pada umumnya terdapat dua teknik yaitu tulis dan cap. Masing-masing teknik membatik tersebut memiliki cara yang berbeda dalam proses pelekatan malam.

a. Batik Tulis Batik tulis adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik menggunakan canting. Motif-motif dilukis satu persatu, garis demi garis, dan titik demi titik (Dedi S. 2009: 5).

Ciri-ciri pembuatan batik tul is menurut Sa’du (2010: 58-59) adalah sebagai berikut:

1) Dikerjakan dengan menggunakan canting, yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam guna membentuk gambar awal pada permukaan kain.

2) Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar tampak lebih luwes dengan ukukran garis motif yang relatif lebih kecil dibanding dengan batik cap.

3) Gambar batik tulis bisa dilihat dari kedua sisi kain yang tampak lebih rata

(tembus bolak-balik), khususnya bagi batik tulis yang halus.

commit to user

4) Warna dasar kain biasanya lebih muda dibanding dengan warna pada goresan motif (batik tulis putihan/tembokan), misalnya wana coklat muda, kuning, biru muda.

5) Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembaran kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap dalam pengulangan gambar (ragam hias) kemungkinan bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.

6) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat batik tulis bisa mencapai 3 hingga

6 bulan.

7) Alat kerja berupa canting, harganya relatif lebih murah berkisar Rp.10.000,00 hingga Rp.20.000,00. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal karena kualitasnya lebih bagus, mewah, dan unik. Menurut Soetarman (2008: 34-46) dalam membuat batik tulis terdapat

beberapa tahapan yang dikerjakan oleh orang yang berbeda dan tidak bisa dikerjakan bersamaan dalam waktu yang sama. Tahap-tahap itu adalah:

1) Membatik kerangka, Pada tahap awal membatik, dilakukan dengan pembuatan pola (gambar lukisan motif batik). Membatik kerangka dengan memakai pola disebut mola, sedangkan tanpa pola disebut ngrujak, kain batik yang sudah dibatik seluruhnya berupa kerangka, baik bekas memakai pola maupun dirujak, disebut batikan kosongan atau klowongan.

2) Ngisèn-isèni, Tahap ini adalah memberi isi atau disebut ngisèn-isèni dari kata isi yang berarti memberi isi dengan mempergunakan canting cucuk kecil disebut juga canting isèn. Canting isèn bermacam-macam tetapi sepotong mori belum tentu menggunakan seluruh macam canting isèn. Adapun membatik pekerjaannya harus satu per satu, setiap bagian harus selesai sebelum bagian lain dikerjakan dengan canting lain, misalnya nyeceki (membuat motif yang terdiri atas titik-titik) bagian cecekan ini harus selesai seluruhnya. Setelah cecekan selesai, kemudian mengerjakan bagian lain yang mempunyai nama masing-masing, nama tersebut diambil menurut nama canting yang dipergunakan. Batikan yang lengkap dengan isèn-isèn disebut rèng-rèngan, karena namanya rèng-rèngan maka

commit to user

pengobeng yang membatik dari permukaan sampai penyelesaian (akhir) memberi isen-isen disebut ngènggrèng. jadi ngènggrèngan merupakan kesatuan motif dari keseluruhan yang dikehendaki.

3) Nerusi, Batikan yang berupa ngènggrèngan (batikan yang sudah selesai diberi isèn-isèn) kemudian dibalik permukaannya, dan dibatik lagi pada permukaan kedua itu disebut nerusi. Nerusi ialah membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusannya. Nerusi tidak berbeda dengan mola, dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Batikan yang selesai pada tahap ini pun masih disebut ngènggrèngan.

4) Nèmbok, Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau diberi warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain. Maka bagian-bagian yang tidak diberi warna atau yang diberi warna bagian yang lain harus ditutupi dengan malam. Cara penutupannya, seperti membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tèmbokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakan disebut nèmbok atau nèmboki, dan hasilnnya disebut tèmbokan.

5) Bliriki, ialah nerusi tèmbokan agar bagian-bagian itu benar-benar tertutup. Bliriki mempergunakan canting tèmbokan dan caranya seperti nèmboki. Apabila tahap terakhir ini telah selesai berarti proses membatik juga selesai. Hasil bliriki disebut “blirikan” tetapi jarang disebut demikian, lebih biasa disebut “tèmbokan”. Membatik dianggap selesai apabila proses terakhir tadi telah selesai, batikan dijemur sampai malamnya hampir meleleh. Maksud penjemuran itu agar lilin tidak mudah rontok atau hilang. Sebab malam mendidih dan bersinggungan dengan mori dingin akan membeku seketika karena proses kejut. Pembekuan malam demikian kurang baik, karena batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok. Jika dijemur, pemanasan terjadi secara merata, dan mori ikut terpanasi. Mori yang mengalami pemanasan sinar matahari akan mengembang, dan mempunyai daya serap.

6) Mbabar, ialah proses penyelesaian dari batikan menjadi kain, Selesai batikan dibliriki, pengerjaan selanjutnya yaitu memproses menjadi kain.

commit to user

Bahan-bahan untuk mbabar batikan dipergunakan bahan dari hasil alam dengan pengolahan sederhana. Proses mbabar batikan terdapat beberapa tahap, yaitu medel dan mbironi, nyoga, nglorot.

b. Batik cap Menurut Dedi S (2009: 5) “Batik cap adalah kain yang dihiasi dengan

tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga)”.

Ciri-ciri pembuatan batik cap sebagai berikut: