Analisis Nuansa Makna Sumimasen Dengan Gomen Nasai Dalam Kalimat Bahasa Jepang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari interaksi sosial
terhadap manusia yang lain. Dalam interaksinya, manusia mengungkapkan maksud,
pikiran, dan perasaan dengan menggunakan bahasa. Menurut Sutedi (2003:2),
bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan
keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam
aspek kehidupan manusia. Dengan demikian, bahasa berfungsi sebagai media untuk
menyampaikan makna kepada seseorang, baik secara lisan maupun tulisan.
Dilihat dari fungsi bahasa sebagai media untuk menyampaikan makna
kepada seseorang, maka penyampaian bahasa akan dipengaruhi oleh faktor yang
muncul dari penggunaan bahasa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi unsur-unsur yang berasal dari dalam bahasa itu sendiri, yaitu
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Unsur-unsur tersebut dapat
memunculkan penggunaan bahasa yang tidak memiliki hubungan permasalahan di
luar bahasa. Sedangkan faktor eksternal meliputi unsur-unsur yang berasal dari luar

bahasa, yaitu sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, dan
lain-lain.
Dalam faktor internal bahasa ada empat cabang linguistik, yaitu fonologi
(on-inron) yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya,

1

morfologi (keitairon), yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya,
sintaksis (tougoron) yang mengkaji tentang struktur dan unsur pembentuk kalimat,
dan semantik (imiron). Sebagai salah satu cabang linguistik, semantik (imiron)
adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang makna (Sutedi, 2003:103)
J. L. Austin dalam Laksita (2010:1) menyatakan persepsinya tentang
bahasa yang menurutnya terbentuk dari yang disebutnya sebagai “tindak tutur”.
Dengan adanya tindak tutur yang terjadi pada manusia, pada saat yang sama, ada
juga terjadi yang disebut peristiwa tutur. Menurut Chaer dan Agustina (2004:50),
peristiwa tutur ( Inggris : speech event ) adalah terjadinya atau berlangsungnya
interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat,
dan situasi tertentu. Kemudian Chaer dan Agustina (2004:50) mendefinisikan
bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan

keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu.
Beberapa ahli yang meneliti mengenai tindak tutur, seperti J. L. Austin dan
J. R. Searle, menghasilkan kategori tindak tutur. Dari berbagai macam kategori
tindak tutur, permintaan maaf merupakan salah satu tindak tutur yang digunakan
manusia ketika berinteraksi dengan lawan tutur. Peristiwa meminta maaf muncul
disebabkan oleh penutur melakukan tindakan yang menyebabkan ketidaknyamanan
bagi lawan tutur.
Bahasa Jepang juga memiliki ungkapan untuk mengekspresikan
permintaan maaf yaitu sumimasen dan gomen nasai.

2

Sebagai contoh dalam pemakaian sehari-hari, kata Sumimasen dan Gomen
Nasai dapat kita perhatikan dalam percakapan berikut.

1. Sumimasen
a. Percakapan terjadi ketika penutur meminta sesuatu di sebuah restoran
di Jepang.





“Sumimasen. Ohiya wo kudasai.”
‘Permisi, saya minta air minum yang dingin’
(Widya Laksita, 2010: 30)

b. Percakapan terjadi ketika seseorang mendapatkan tiket konser dan ingin
mengajak temannya ikut namun ditolak.
A : コンサ





ット






A : Konsaato no chiketto wo moraimashita.
Isshoni ikimasenka.

A : Sudah memperoleh tiket konser.
Mau kah pergi bersama?

3

B:い

B : Itsu desuka.
B : Kapan?

A:来週

土曜日

A: Raishuu no Doyoubi desu.
A : Hari Sabtu minggu depan.


B:

来週

土曜日



B : Sumimasen. Raishuu no douyoubi ha shigoto ga arimasu kara.
B : Maaf. Karena hari Sabtu minggu depan ada pekerjaan.

A:そう

残念

A : Sou desuka. Zannen desu ne.
A : Seperti itu ya. Sayang sekali ya.
(International Mutual Activity Foundation Press, 2008: 77)


4

2. Gomen Nasai
a. (Tulisan pada adegan seorang guru wanita yang menuliskan hal yang
ingin disampaikan di papan tulis sekolah)
冬休
始業式


い!!

“Mada fuyu yasumi
Shigyoushiki wa ashita
Gomen nasai!!”

‘Masih libur musim dingin
Upacara awal semester besok
Maaf!!’
(Yasunobu Yamauchi, 2010: volume 2, chapter 32)


b. Percakapan ketika seorang wanita yang terlalu lama pulang ke rumah
orang tua asuhnya di Jepang

アン

:

Anna

: Okaasan, gomen nasai. Osoku narimashita .

Anna

: Mother, I’m sorry. I’m late.

Anna

: Ibu, maaf. Saya telat.






5



寮母

: アン
約束

Ryoubo




遅刻




: Anna san, jippun mo chikoku desu.
Yakusoku wo yabutte ha ikemasen.

Dorm Mother : Anna, you are 10 minutes late. You shouldn’t break
promises.

Ibu Asrama : Anna, kamu telat 10 menit. Kamu tidak boleh ingkar
janji.
(www.nhk.or.jp/lesson/english/learn/list/22.html)
Dari contoh yang telah dituliskan, ada persamaan makna pada kata
sumimasen dan gomen nasai, yaitu makna “maaf”. Walaupun memiliki persamaan

makna “maaf” terdapat pada contoh yang telah dituliskan, ada perbedaan nuansa
makna “maaf” yang diutarakan pada masing-masing percapakapan tersebut.
Berdasarkan dari uraian yang telah dituliskan, penulis memiliki
ketertarikan dalam melaksanakan penelitian tentang nuansa makna kata sumimasen
dan gomen nasai yang akan dituliskan dalam skripsi berjudul “Analisis Nuansa
Makna Kata Sumimasen dan Gomen Nasai Dalam Kalimat Bahasa Jepang”.


1.2

Perumusan Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui tentang nuansa makna dari kata sumimasen
dan gomen nasai karena masing-masing kata memiliki arti yang sama, yaitu “maaf”.
Namun, dalam pemakaian masing-masing kata terdapat perbedaan fungsi yang

6

menyebabkan penggunaan kata-kata tersebut belum tentu dapat saling
menggantikan. Oleh karena itu penulis menemukan adanya kesulitan bagi
pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan dan menerjemahkan kata-kata
tersebut dengan tepat, baik ke dalam bahasa Jepang maupun ke dalam bahasa
Indonesia, terutama kata-kata yang memiliki unsur sinonim.
Sesuai dengan penjelasan tersebut, penulis merumuskan masalah dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.

Apa saja makna Sumimasen dan Gomen Nasai dalam bahasa Jepang?


2.

Bagaimana persamaan dan perbedaan nuansa makna kata Sumimasen dan
Gomen Nasai dalam kalimat bahasa Jepang?

1.3

Ruang Lingkup Pembahasan

Pembatasan ruang lingkup pembahasan di dalam penulisan proposal
skripsi ini perlu dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas cakupannya. Maka
dari itu penulis membatasi pembahasan yaitu tentang makna Sumimasen dan
Gomen Nasai. Pembahasan dititikberatkankan pada analisis persamaan dan

perbedaan nuansa makna dari kedua kata yang memiliki arti yang mirip tersebut.
Untuk masing-masing kata Sumimasen dan Gomen Nasai akan dibahas 6 buah
kalimat, yang diambil dari kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang dikutip dari
kalimat percakapan yang penulis tuliskan pada latar belakang dan yang terdapat
pada buku Minna No Nihongo Shokyuu I, buku Minna No Nihongo Shokyuu II dan
buku Nameraka Nihongo Kaiwa .

7

1.4

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1

Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merupakan penelitian bahasa yang memiliki istilah

linguistik. Ilmu linguistik merupakan cabang ilmu yang mengkaji tentang bahasa.
Salah satu cabang ilmu linguistik adalah semantik. Semantik merupakan cabang
ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna kata. Kata semantik dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti tanda
dan lambang. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti menandakan atau
melambangkan (Chaer, 2002:2). Maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah
salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang makna (Sutedi, 2003:103).
Menurut Ferdinand De Saussure dalam Chaer (1994:287) makna adalah
‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada tanda linguistik. Tanda
linguistik bisa berupa kata atau leksem maupun morfem. Persamaan makna yang
terjadi antar kata atau leksem maupun morfem disebut sinonim. Sehubungan
dengan sinonim, Chaer (1994:267) menjelaskan bahwa sinonim adalah hubungan
semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran
dengan satuan ujaran lainnya. Walaupun demikian, kesamaan makna itu tidak akan
menjadi sama persis karena adanya pengaruh berbagai faktor, seperti faktor waktu,
faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan,
dan faktor nuansa makna.
Pemilihan kata-kata yang bersinonim harus diperhatikan karena kata yang
bersinonim tersebut ada yang dapat saling menggantikan dan ada yang tidak dapat
saling menggantikan. Oleh karena itu perlunya pemahaman atas kata yang dipilih

8

dalam kalimat agar tidak terjadi kesalahan dalam pemaknaan kalimat. pemilihan
kata di dalam bahasa Indonesia disebut diksi. Diksi diambil dari kata diction dalam
bahasa Inggris yang berarti pilihan kata. Menurut Keraf (2006:24) pilihan kata atau
diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari

gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar.

1.4.2

Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori atau pendekatan semantik

menurut Sutedi, dan konsep makna menurut Ferdinand De Saussures (Sutedi:2003).
Menurut Sutedi (2003:103) semantik adalah salah satu cabang linguistik yang
mengkaji tentang makna. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan makna atau arti
dalam bahasa.
Menurut Ferdinand De Saussure dalam Chaer (1994:287) makna adalah
‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.
Makna yang sama namun memiliki nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan
dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara
satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297).
Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini
dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim),

9

ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan
kelebihan makna (redundansi).
Selanjutnya menurut Parera (2004:46) secara umum teori makna
dibedakan atas :
1. Teori makna Referensial atau Korespondensi.
2. Teori makna Kontekstual
3. Teori makna Mentalisme
4. Teori makna Formalitas
Dari beberapa teori makna yang termasuk dalam kajian semantik yang
telah disebutkan, teori makna yang dipergunakan adalah teori makna kontekstual.
Teori makna kontekstual adalah sebuah makna leksem atau kata yang berbeda
dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan situasinya (Chaer,
1994 : 290), atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang
didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang memakai ujaran tersebut.
Berdasarkan

teori

makna

kontekstual

tersebut,

maka

penulis

akan

menginterpretasikan makna Sumimasen dan Gomen Nasai sesuai dengan konteks
kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut
dalam kalimat.

10

1.5

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mendeskripsikan makna Sumimasen dan Gomen Nasai dalam
bahasa Jepang.
2. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan nuansa makna kata
Sumimasen dan Gomen Nasai pada kalimat bahasa Jepang.

2.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penulisan ini adalah sebagai

berikut:
1. dapat dijadikan masukan bagi para pembelajar bahasa Jepang terutama
dalam memahami perbedaan nuansa makna Sumimasen dan Gomen Nasai
2. dapat dijadikan referensi bagi para pembelajar bahasa Jepang mengenai
nuansa makna Sumimasen dan Gomen Nasai dapat dijadikan sebagai
acuan pada penelitian yang berkenaan dengan kata bersinonim lainnya

1.6

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Isyandi (2003:13) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data

11

yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan Library Research . Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis
buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku dan
data berbahasa Jepang, maupun yang berbahasa lain, khususnya buku dan data yang
relevan dengan pembahasan skripsi ini.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kepustakaan dan dokumentasi. Mengumpulkan data, menerjemahkan, dan
menganalisis data yang berhubungan dengan percakapan yang mengungkapkan
kata Sumimasen dan Gomen Nasai.
Dari metode penelitian yang telah disebutkan, maka langkah-langkah
penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data yang berhubungan kepada kata Sumimasen dan
Gomen Nasai

2. Melakukan analisis data yang memuat kata Sumimasen dan Gomen
Nasai

3. Menarik kesimpulan dari hasil analisis data yang memuat kata
Sumimasen dan Gomen Nasai

12