Analisis Nuansa Makna Sumimasen Dengan Gomen Nasai Dalam Kalimat Bahasa Jepang

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KESINONIMAN DAN UNGKAPAN
PERMINTAAN MAAF

2.1

Semantik

2.1.1

Pengertian Semantik

Susunan kata yang tepat baik secara struktur, fungsi dan makna dibutuhkan
dalam melakukan tindakan komunikasi. Pembelajaran makna kata diperlukan agar
penutur dan lawan tutur tidak mengalami kesalahan dalam melakukan tindakan
komunikasi. Pembelajaran makna kata dalam linguistik disebut dengan semantik.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mempelajari makna kata.
Istilah semantik disebut dengan imiron dalam bahasa Jepang.
Sutedi (2003:103) menjelaskan semantik (imiron) merupakan salah satu
cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna.
Pendapat yang mirip juga disebutkan oleh Nikelas (1988:216) bahwa

semantik menelaah tentang makna-makna yang mencakup lambang-lambang atau
tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang
lainnya serta pengaruh makna terhadap manusia dan masyarakat pemakai bahasa.
Defenisi dari semantik juga diungkapkan oleh Kridalaksana (2008) yang
mendefenisikan semantik sebagai sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam
suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Shinmura (1973:166) berpendapat bahwa semantik adalah:

13

単語
研究

形態素

意味

語学

意味


変化

歴史的心理学的

部門

Tango ya keitaiso no imi ya imi no henka wo rekisihiteki
shinrigakuteki ni kenkyuu suru gogaku no bumon.

‘Cabang ilmu dari ilmu bahasa yang meneliti secara
historis dan psikologis makna dan perubahan makna pada
kata dan morfem.’

Berdasarkan defenisi semantik yang telah disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa defenisi semantik adalah salah satu cabang ilmu bahasa atau linguistik yang
meneliti tentang makna, baik perubahan makna maupun hubungan makna, yang
terdapat dalam suatu bahasa ataupun dalam kelompok masyarakat pemakai bahasa.

2.1.2


Jenis - Jenis Makna

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan di
masyarakat sehari-hari tidak bisa terlepas dari penyampaian makna dari ujaran
setiap kata yang diberikan kepada pengguna bahasa yang lain. Djajasudarma dalam
Ishariyadi (2012:2) mengatakan bahwa makna merupakan pertautan yang ada di
antara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama dalam kata-kata. Palmer dalam
Djajasudarma (Ishariyadi, 2012:2) menyebutkan bahwa makna hanya menyangkut

14

intra bahasa di mana untuk mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah
dengan memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubunganhubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata yang lain.
Pembagian jenis-jenis makna dijabarkan menurut Mardikantoro (2009:30),
sebagai berikut:

1.

Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau pada leksem meskipun
tanpa konteks apapun. Selain itu makna leksikal juga disebut dengan
makna sebenarnya atau makna yang sesuai dengan apa yang diterima
indera kita.
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi jika ada proses gramatikal,
seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi.

2.

Makna Referensial dan Nonreferensial
Sebuah kata dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau
acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata yang tidak memiliki
acuan disebut dengan kata yang tidak bermakna referensial.

3.

Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Kata yang bermakna denotatif mengacu pada makna asli atau makna
sebenarnya dari sebuah kata atau leksem. Berbeda dengan makna
denotatif, makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada


15

makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

4.

Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata atau
kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.

Selain dari yang telah disebutkan, ada juga pendapat dari Sutedi dalam
Yuliastuti (2011: 15-16) yang membagi jenis makna menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan “辞書的意味
(jishoteki imi)” atau “語彙的意味 (goiteki imi)”. Makna leksikal adalah
makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil
pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga
dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Makna gramatikal dalam

bahasa Jepang disebut dengan “文法的意味 (bunpouteki imi)” yaitu
makna yang muncul akibat proses gramatikal. Suatu kata, ada yang
memiliki makna leksikal atau makna gramatikal saja, ada pula kata yang
memiliki kedua makna tersebut.

2. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut “明示的意味 (meijiteki
imi)” atau “ 外 延 (gaien)”. Makna denotatif adalah makna yang
berkaitan dengan dunia luar bahasa seperti suatu objek atau gagasan dan

16

bisa dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif
disebut “暗示的意味 (anjiteki imi)” atau “ 包 (naihou)” yaitu makna
yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan
bicaranya.

3. Makna Dasar dan Makna Perluasan
Makna dasar dalam bahasa Jepang disebut dengan “基本儀 (kihon-gi)”
merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata, sedangkan makna

perluasan disebut “ 転 義 (ten-gi)” merupakan makna yang muncul
sebagai hasil perluasan dari makna dasar, diantaranya akibar dari
penggunaan secara kiasan (majas/hiyu).

Dengan beberapa jenis makna yang telah disebutkan, ada juga beberapa
pembagian jenis perubahan makna juga dijelaskan oleh Simanjuntak (2009: 33-35)
sebagai berikut:

a.

Dari konkrit ke abstrak
Kata

頭 ‘atama’ (kepala)

腕 ‘ude’

(lengan) serta

‘michi’


(jalan) yang merupakan benda konkrit, berubah menjadi abstrak ketika
digunakan seperti berikut:


いい

atama ga ii

(kepandaian)





ude ga agaru

(kemampuan)

日本語教師


nihongo kyoushi e no michi (cara/petunjuk)

17

b.

Dari ruang ke waktu
前 ‘mae’

Kata

(depan) dan

長 い ‘nagai’

(panjang) yang

menyatakan arti (ruang), berubah menjadi (waktu) seperti pada contoh
berikut:


c.

年前

San nen mae

(yang lalu)

長い時間

Nagai jikan

(lama)

Perubahan menggunakan indera
Kata




い ‘ookii’

(besar) semula diamati dengan indera

penglihatan (mata), berubah ke indera pendengaran (telinga), seperti
pada



い声 ‘ookii koe’ (suara keras); kata

甘い ‘amai’

(manis) dari indera perasa menjadi karakter seperti dalam

甘い子

‘amai ko’ (anak manja).

d.

Dari yang khusus ke umum/generalisasi
Kata

着 物 ‘kimono’

yang semula berarti (pakaian tradisional

Jepang), digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum
‘fuku’ dan sebagainya.

18



e.

Dari yang umum ke khusus/spesialisasi
花 ‘hana’ (bunga secara umum) dan

Kata

卵 ‘tamago’ (telur

secara umum) digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus
seperti dalam penggunaan berikut:

f.

花見

Hana mi

(bunga sakura)



Tamago wo taberu

(telur ayam)



Perubahan nilai positif
僕 ‘boku’ (saya) dulu digunakan untuk budak

Contohnya pada kata

atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan seharihari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang
baik menjadi baik.

g.

Perubahan nilai negatif
Misalnya pada kata

貴様 ‘kisama’ (kamu) dulu sering digunakan

untuk menunjukkan kata



‘anata’

(anda), tetapi sekarang

digunakan hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini
menunjukkan adanya pergeseran nilai, dari yang baik menjadi kurang
baik.

19

2.1.3

Tautan Makna Dalam Semantik

Sudaryat (2009:37) menjelaskan bahwa relasi leksikal juga disebut dengan
tautan makna yang merupakan bermacam-macam hubungan makna yang terdapat
pada sebuah kata atau leksem. Wujud dari tautan makna ada enam macam, yaitu:
a) Sinonimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama
b) Antonimi adalah lawan kata, nama lain untuk benda yang lain, atau katakata yang berlawanan maknanya
c) Homonimi adalah kata-kata yang bentuk atau bunyinya sama atau mirip
dengan benda lain tetapi maknanya berbeda
d) Polisemi adalah kata-kata yang mengandung makna lebih dari satu,
tetapi makna itu masih berhubungan dengan makna dasarnya
e) Hiponimi adalah kata-kata yang tingkatannya ada di bawah kata lain
yang menjadi superordinatnya, hipernim, atau atasnya
f) Akronimi adalah singkatan yang dibentuk dari gabungan huruf-huruf
atau suku kata-suku kata yang ditulis dan diucapkan sebagai kata yang
wajar atau kata biasa

Menurut Keraf dalam Yuliastuti (2011:9), relasi leksikal atau tautan
makna adalah bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada kata. Wujud
tautan makna ada lima macam, yaitu:
a) Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah
mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna sama, atau (2)
keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama

20

b) Polisemi adalah satu bentuk mempunyai beberapa makna
c) Homonimi adalah dua kata atau lebih tetapi memiliki bentuk yang sama
d) Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas-bawah,
atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain
e) Antonimi adalah relasi antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda
atau bertentangan

Penjelasan di atas telah memberikan gambaran secara umum bahwa tautan
makna merupakan hubungan-hubungan makna yang terkandung dari sebuah atau
beberapa kata. Sinonimi atau kesinoniman adalah tautan makna yang digunakan
untuk melakukan analisis pada penelitian ini.

2.2

Kesinoniman

2.2.1

Defenisi Sinonim

Sinonim adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama (Sudaryat,
2009:37). Selain itu, Keraf (Yuliastuti, 2011:9) menjelaskan bahwa sinonim adalah
suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah mengenai bermacam-macam
kata yang memiliki makna sama, atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih
memiliki makna yang sama. Defenisi sinonim juga dinyatakan oleh Chaer dalam
Pulungan (2014:39) sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya
kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Satuan
bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Maka secara umum dapat
penulis simpulkan bahwa defenisi sinonim adalah sebuah relasi makna yang

21

memiliki keadaan di mana sebuah kata atau kelompok kata dengan kata atau
kelompok kata yang lain memiliki kesamaan atau kemiripan makna. Dalam bahasa
Jepang, sinonim dikenal dengan istilah

2.2.2

類義語 ‘ruigigo’ .

Cara Menganalisis Sinonim

Momiyama dalam Sutedi (2003: 129) memberikan beberapa pemikiran
tentang cara mengidentifikasikan suatu sinonim, diantaranya :

1. Chokkanteki ( 直 観 的 ) atau intuitif bahasa. Chokkanteki sering
digunakan oleh para penutur asli berdasarkan pengalaman hidupnya
untuk mengidentifikasi sinonim suatu kata.

2. Beberapa kata jika diterjemahkan dalam bahasa asing akan menjadi satu
kata, misalnya kata oriru,kudaru,sagaru,dan furu dalam bahasa
Indonesia bisa dipadankan dengan kata turun.

3. Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan
perbedaan makna yang kecil. Misalnya pada kalimat kaidan wo agaru
(階段

) dengan kaidan wo noboru (階段

), sama-sama

berarti menaiki tangga.

4. Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bisa digunakan
bersamaan (sekaligus). Misalnya kata hikaru (光) dan kagayaku (輝

22

)

yang keduanya berarti bersinar., bisa digunakan secara bersamaan
seperti pada hoshi ga hikari kagayaiteiru (星



輝い



)

berarti bintang bersinar cemerlang.

Cara kedua memiliki peluang memunculkan nuansa yang berbeda dalam kata yang
dianggap bersinonim.
Menurut Sutedi (2003: 115), perbedaan dari dua kata atau lebih yang
memiliki relasi atau hubungan kesinoniman

類義関係 ‘ruigi-kankei’

dapat

ditemukan dengan cara melakukan analisis terhadap nuansa makna dari setiap kata
tersebut. Misalnya pada kata agaru dan noboru yang kedua-duanya berarti ‘naik’,
dapat ditemukan perbedaannya sebagai berikut.





或経路

焦点

合わ

移動

Noboru : Shita kara ue e wakukeiro ni shouten o awasete idou suru
Noboru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus jalan yang dilalui









焦点

合わ

移動

Agaru : Shita kara ue e toutatsuten ni shouten o awasete idou suru
Agaru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus tempat tujuan

Jadi, perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus

焦点 ‘shouten’

gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan
‘toutatsuten’





dalam arti tibanya di tempat tujuan tersebut (hasil), sedangkan

23

noboru menekankan pada jalan yang dilalui

経路 ‘keiro’ dari gerak tersebut

(proses).

2.3

Makna Kata Sumimasen

Kata sumimasen dikelompokkan menjadi salah satu ungkapan permintaan
maaf. Meskipun kata sumimasen termasuk kelompok ungkapan permintaan maaf,
penggunaan kata sumimasen tidak terbatas hanya untuk melakukan permintaan
maaf. Laksita (2010:23) menjabarkan pengertian kata sumimasen menurut beberapa
kamus bahasa Jepang.

あい

1) Menurut




”Aisatsu Go Jiten” (1970) :

語辞



(sumanai) :



(sumanai). Kata

sapaan (aisatsu go) yang menunjukkan makna ungkapan
maaf dan ungkapan terima kasih.”

2) Menurut

”Nihon Kokugo Dai Jiten”

日本国語大辞

(1944): “negasi dari



(sumu), moushiwake

arimasen, arigatou gozaimasu. Kata yang digunakan saat
meminta maaf, berterima kasih, meminta tolong, dan
sebagainya.

24

3) Menurut
“ 済


広辞苑第6班

”Koujien Edisi 6” (2008) :

(sumimasen) : bentuk santun dari



(sumanai). Merasa bersalah terhadap mitra tutur

dan tidak bias menata perasaan sendiri; diucapkan pada saat
meminta maaf dan meminta tolong.”

Dari beberapa makna beberapa yang telah disebutkan, maka dapat dilihat
bahwa secara makna kata sumimasen bisa digunakan untuk menyatakan maaf
karena kesalahan, rasa terima kasih dan meminta tolong.

2.4

Makna Kata Gomen Nasai

Gomen nasai merupakan salah satu ungkapan permintaan maaf. Durant
(2015:5) mengatakan dalam jurnalnya bahwa menurut

基本語用例辞

”Kihongo Yourei Jiten”, (Durant, 2015:5), Gomennasai (

い),

digunakan untuk meminta maaf kepada seseorang ketika kita melakukan kesalahan
pada orang tersebut. Menurut Edisal dalam Durant (2015:5) kata gomen nasai lebih
ditekankan pada rasa penyesalan dan maaf.
Ada versi yang lebih kasual dari kata ini. (Kasual) = gomenne (
(Kasual) = gomen (

)

). Gomen berarti maaf, penolakan dan sebuah permintaan

izin (Morica, 2013:7).

25

Dari beberapa makna yang telah disebutkan, maka dapat dilihat bahwa
makna kata gomen nasai berupa ungkapan maaf yang dilakukan kepada seseorang
ketika melakukan kesalahan yang ditekankan pada rasa penyesalan, adanya
penolakan dan permintaan izin.

26