Asuhan Keperawatan pada Tn. G dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa AmandanNyaman di RSU dr. Pirngadi Medan
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Nyeri 1. Definifisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2008).
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelinyang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulus atau rangsangan. Stimulus tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulus lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Aziz Alimul, 2008).
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulus atau rangsangan. Stimulus tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulus lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Aziz Alimul, 2008).
(2)
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
3. Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya (Barbara C Long, 1989 dalam Potter & Perry, 2005):
1) Teori pemisahan (Specificity Theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di
korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan. 2) Teori Pola ( Pattern Theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi yang menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respons dari reaksi sel T.
3) Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang konteks serebri. Hasil
(3)
persepsi ini akan dikembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
4) Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.
4. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar (Aziz Alimul, 2008).
(4)
Tabel 2.1
Perbedaan nyeri akut dan kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Sumber
Serangan
Waktu
Pernyataan Nyeri
Gejala-gejala Klinis
Pola
Perjalanan
Satu kejadian
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam
Mendadak
Sampai 6 bulan
Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti
Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Terbatas
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Satu situasi eksistensi Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama
Bisa mendadak, berkembang dan terselubung
Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit di evaluasi Pola respons yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)
Berlangsung terus, dapatbervariasi
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat
Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatic,nyeri visceral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom danekstremitas, nyeri neurologis dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri visceral ini umumnya bersumber dari kulit dan
jaringan dibawah kulit (superisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara kedua jenis nyeri ini dapat dilihat pada table berikut:
(5)
Tabel 2.2
Perbedaan nyeri somatik dan viseral
Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri Viseral
Kualitas Menjalar Stimulasi Reaksi otonom Refleks kontraksi otot Superfisial Tajam, menusuk, membakar Tidak Torehan, abrasi terlalu panas dan dingin Tidak Tidak Dalam Tajam, tumpul, nyeri terus Tidak Torehan, panas, iskemia pergeseran tempat Ya Ya Tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
Ya
Distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada toleran)
Ya Ya
Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain,
umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ visceral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat psikologis.
Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas
diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberpa jalur saraf (Aziz Alimul, 2008).
5. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain tolerance). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya:
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
3) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4) Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
(6)
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Karena nyeri merupakan sesutu yang kompleks, banyak factor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh:
1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di anatara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun, individu yang berusia lanjut memiliki risiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
2) Jenis Kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri(Potter & Perry, 2005).
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana beraksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991 dalam Potter & Perry).
4) Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan (Potter & Perry, 2005).
(7)
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2005). 6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Nyeri yang tidak kunjung hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian (Potter & Perry, 2005).
7) Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap disbanding pada akhir hari yang melelahkan (Potter & Perry, 2005).
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005).
9) Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebgaian maupun keseluruhan/total. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami nyeri. Sumber- sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan
(8)
keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry, 2005).
10)Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasaskan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).
7. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST (Aziz Alimul, 2008).
P (pemacu), yaitu factor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri Q (quality), dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri
S (severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri
T (time), adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
1) Data Subjektif
a. Intensitas (skala) nyeri
Klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal, misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau sampai 10. Di mana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.
Gambar 2.1
(9)
Keterangan :
0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
b. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas (seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan).
c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.
e. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Smeltzer & Bare. 2001).
2)Data Objektif
Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai (1) respons perilaku, (2) respons fisiologik, dan (3) respons afektif.
(10)
Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992).
Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger, 1992). Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001).
Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).
Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri tersebut (NIH, 1986; McGuire, 1992).
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang dapat terjadi pada masalah nyeri adalah :
1. Ansietas yang berhubungan dengan : - Nyeri yang tidak hilang
2. Nyeri yang berhubungan dengan: - Cedera fisik atau trauma
- Penurunan suplai darah ke jaringan - Proses melahirkan normal
3. Nyeri kronik yang berhubungan dengan: - Jaringan parut
(11)
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: - Nyeri maligna kronik
5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan: - Nyeri kronik
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan: - Nyeri musculoskeletal
- Nyeri insisi
7. Resiko cedera yang berhubungan dengan : - Penurunan resepsi nyeri
8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan: - Nyeri muskuloskeletal
9. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan : - Nyeri artritis panggul
10.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan : - Nyeri panggung bagian bawah
Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan lokasinya (mis, nyeri pada pergelangan tangan kanan). Lebih lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek pada fungsi individu, kondisi tersebut dapat pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain.
9. Perencanaan Tujuan:
1. Klien mengatakan merasa sehat dan nyaman
2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri 3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini 4. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab merasa nyeri
5. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman.
Rencana Tindakan:
1. Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri (ketidakpercayaan) orang lain, kurang pengetahuan, keletihan, kehidupan yang monoton).
2. Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
Ketidakpercayaan orang lain
- Sampaikan penerimaan Anda atas respon klien terhadap nyeri - Akui nyeri yang klien rasakan
(12)
- Jelaskan pada klien bahwa pengkajian nyeri dilakukan karena ingin memahami nyeri yang klien rasakan dengan baik (bukan untuk emastikan bahwa nyeri benar-benar terjadi)
- Jelaskan tentang konsep nyeri sebagai pengalaman yang sifatnya pribadi. - Diskusikan alasan mengapa klien dapat mengalami peningkatan atau
penurunan nyeri (mis, keletihan [paningkatan] atau adanaya distraksi [penurunan]).
- Dorong keluarga untuk memberikan perhatiannya, juga pada saat nyeri sedang terjadi.
Kurang pengetahuan
- Jelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien, jika penyebabnya diketahui - Jelaskan lamanya nyeri akan berlangsung, jika diketahui secara pasti
- Jelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan prosedur yang akan dilakukan secara rinci dengan menyebutkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan.
Keletihan
- Tentukan penyebab keletihan (sedatif, analgetik, gangguan tidur)
- Jelaskan bahwa nyeri dapat mendukung terjadinya stress, yang akan meningkatkan keletihan)
- Berikan kesempatan klien untuk istirahat pada siang hari, dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat saat nyeri berkurang) - Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan dosis obat pereda nyeri
pada waktu tidur
Kehidupan yang monoton
- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai manfaat terapeutik dari metode distraksi, berikut metode penghilang nyeri lainnya.
- Jelaskan bahwa distraksi biasanya akan meningkatkan toleransi nyeri dan menurunkan intensitas nyeri, tetapi setelah distraksi selesai, kewaspadaan klien terhadap nyeri dan keletihan akan meningkat.
- Variasi lingkungan jika memungkinkan
- Ajarkan beberapa metode distraksi selama periode nyeri akut (mis., menghitung gambar, bernapas secara berirama, mendengarkan musik dan meningkatkan volume bila nyeri meningkat)
(13)
3. Kolaborasikan bersama klien untuk menentukan metode mana yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.
- Pertimbangkan hal berikut sebelum memilih metode pereda nyeri yang spesifik, yakni kemauan klien untuk berpartisipasi (motivasi), kemampuann berpartisipasi (ketangkasan, penurunan sensorik), hal-hal yang disukai, dukungan orang terdekat, kontraindikasi (alergi, masalah kesehatan), biaya yang dibutuhkan, tingkat kerumitan, tindkan pencegahan, dan kenyamanan. 4. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesik yang diresepkan
5. Kaji respons klien terhadap obat-obatan pereda nyeri
6. Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien 7. Kaji penegtahuan keluarga dan responsnya terhadap nyeri.
- Beri klien kesempatan untuk mendiskusikan ketakutan, kemarahan, dan rasa frustasinya secara pribadi.
- Libatkan keluarga dalam sejumlah prosedur untuk menurunkan nyeri. 8. Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang 9. Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami
10.Beri pujian untuk kesabaran klien dan sampaikan padanya bahwa ia telah mengatasi nyeri dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku yang ditujukan klien.
11.Lakukan penyuluhan kesehatan, serta indikasi
- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai metode nyeri noninvasif (mis, relaksasi, distraksi, masase)
- Ajarkan berbagai teknik pilihan pada klien dan keluarga
10.Implementasi
A. Tindakan Peredaan Nyeri Nonfarmakologis 1. Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Misalnya seorang klien sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat pertandingan sepakbola di televisi. Cara bagaimana distraksi dapat mengurangi nyeri, dapat dijelaskan dengan teori Gate
Control. Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral
(14)
nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang (Cummings, 1981:62).
Beberapa teknik distraksi antara lain: bernafas secara pelan-pelan, masase sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil menepuk-nepukkan jari-jari atau kaki, atau membayangkan hal-hal yang indah sambil tutup mata.
2. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi tubuh disokong (mis, bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (mis, tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan misalnya melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan wajah klien dianjurkan untuk tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor.
Steward (1976:959) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut: 1. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara
2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal tersebut
3. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal
4. Klien bernafas menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Minta klien untuk mengkonsentrasikan pikiran klien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat 5. Klien mengulang langkah 4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan, perut,
punggung dan kelompok otot-otot yang lain
6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Efek Relaksasi:
− Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernafasan
− Penurunan konsumsi oksigen
(15)
− Penurunan kecapatan metabolisme
− Peningkatan kesadaran global
− Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan
− Tidak ada perubahan posisi yang volunteer
− Perasaan damai dan sejahtera
− Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
3. Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman dan Mandel, 1994). Hipnosis diri sama seperti dengan melamun . konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
4. Stimulasi Kulit
Stimulasi kulit dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres dingin, kompres hangat/panas, masase, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS). Kompres dingin dapat memperlambat impuls-impuls motorik menuju otot-otot pada area yang nyeri. Kompres dingin dan panas dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan proses penyembuhan. Pilihan dengan terapi panas dengan terapi dingin bervariasi menurut kondisi klien. Misalnya, panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990).
Masase dengan menggunakan es dan kompres menggunakan kantong es merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk menghilangkan nyeri. Masase menggunakan es dilakukan dengan menggunakan sebuah balok es yang besar atau sebuah cangkir kertas berukuran kecil, yang disisi dengan air dan dibekukan (air keluar dari cangkir saat beku untuk menciptakan permukaan es yang lembut untuk masase). Kompres dingin dapat dilakukan di dekat lokasi nyeri, di sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau di lokasi yang terletak antara otak dan lokasi nyeri. Hal ini memakan waktu 5 sampai 10
(16)
menit untuk kompres dingin. Pengompresan di dekat lokasi aktual nyeri cenderung memberi hasil yang terbaik. Seorang klien merasakan sensasi dingin, terbakar, dan sakit serta baal. Apabila klien merasa baal, maka es harus diangkat.
Suatu bentuk lain stimulasi kutaneus yang kadang kala disebut stimulasi yang berlawanan (counterstimulation), yaitu stimulasi saraf elektrik transkutaneus
(transcutaneous electrical nerve stimulation, TENS), dilakukan dengan stimulasi
pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar. Terapi ini dilakukan berdasarkan resep dokter. Unit TENS terdiri dari transmitter bertenaga baterai, kabel timah, dan elektroda. Elektroda dipasang langsung pada atau lokasi nyeri. Rambut atau bahan-bahan yang digunakan untuk persiapan kulit dibuang sebelum elektroda dipasang. Apabila klien merasa nyeri, transmitter dan menimbulkan sensasi kesemutan atau sensasi dengung. Klien dapat menyesuaikan intensitas dan kualitas stimulasi kulit. Sensasi kesemutan dapat dibiarkan sampai nyeri hilang. TENS efektif untuk mengontrol nyeri pascabedah dan mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (mis, mengangkat drain dan membersihkan serta kembali membungkus luka bedah) (Hargreaves dan Lander, 1989).
B. Terapi Nyeri Farmakologis 1. Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar.
Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamsi nonsteroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiate, dan (3) obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik.
Terapi Farmakologi (Analgesik dan Antipiretik)
1. Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral), Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone, Indomethacin 2. Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal
asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
(17)
4. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan.
5. Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada pasien dengan gagal ginjal).
11.Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam meresposns rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Aziz, Alimul, 2006).
B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. Pengkajian
Dari pengkajian pada pasien Tn. G pada tanggal 03 Juni 2014, di dapat data-data yang mendukung dalam melakukan asuhan keperawatan. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan.
1) Biodata
Seorang laki-laki Tn. G, berusia 67 tahun dan belum menikah, agama Islam. Tn.G adalah seorang buruh kasar dengan pendidikan terakhir adalah SMA, tinggal di Ling. IX Bel. Sicanang Belawan - Medan. Dirawat di ruang VII/VIII Melati III pada tanggal 9 Mei 2014. Menjalani operasi pada tanggal 21 Mei 2014 (Debridemant) dengan diagnosa medis Eletrical Burn.
2) Keluhan utama
Dalam pengkajian, didapat bahwa pasien mengeluh nyeri yang hebat pada bagian kepala dan lengan kanan akibat luka bakar.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien merasakan nyeri pada kepala dan lengan, dengan skala nyeri 6, bahkan dapat menjadi 8 ketika mengganti perban. Angka ini tergolong nyeri sedang. Dirawat di rumah sakit dan diberi obat dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh Tn. G. Nyeri yang dirasakan Tn. G tampak dari wajah yang meringis kesakitan, dan rasa nyeri mengganggu sgala aktifias Tn. G.
(18)
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Tn. G tidak pernah mengalami penyakit yang berarti sebelumnya, sehingga tidak pernah dirawat bahkan mendapat tindakan pengobatan. Klien juga tidak memiliki riwayat alergi.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak pernah mengalami sakit yang berarti. Semua anggota keluarga dalam keadaan sehat dan tidak ada anggota keluarga yang meninggal.
6) Pemeriksaan fisik
Pada saat pengkajian, keadaan umum klien terlihat lemah dengan tanda-tanda vital: suhu 38 oC, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90 x/i, pernafasan 22 x/i, dengan skala nyeri 6. Pada pemeriksaan kepala, bentuk kepala simetris, terdapat luka di sekitar ubun-ubun dan disekitar luka tampak kemerahan. Rambut berbau, kebersihan kepala, kulit kepala serta rambut tidak terjaga diakibatkan adanya luka. Warna kulit normal (coklat), struktur wajah oval. Pada pemeriksaan mata, mata lengkap dan simetris, tidak ada kelainan yang tampak pada mata, konjunctiva bewarna merah. Pada pemeriksaan sclera, telinga, mulut, faring serta leher tidak ditemukan kelainan, semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan integument, kebersihan kurang terjaga akibat luka bakar, turgor kembali cepat, dan tidak ada kelainan yang memperburuk keadaan. Begitu juga dengan pemeriksaan thoraks/dada, klien bernafas normal dengan frekuensi 22 x/i, tidak terdapat kesulitan bernafas. Pada pemeriksaan paru dan jantung, tidak terdapat kelainan. Pada saat dilakukan inspeksi, perkusi, palpasi bahkan auskultasi semua dalam batas normal. Pada peeriksaan abdomen, abdomen simetris, peristaltic 8x/i, tidak ada bunyi tambahan, tidak terdapat benjolan, ascites bahakan nyeri tekan, semua dalam batas normal.
7) Pola kebiasaan sehari-hari
Frekuensi makan klien 3x sehari, nafsu dan selera makan baik, tidak memiliki riwayat alergi makanan, tidak merasa mual dan muntah. Klien makan makanan biasa, pada pagi hari 07.30, siang 12.30 dan malam 18.30. tidak terdapat kesulitan dalam mengunyah. Kebersihan tubuh kurang, segala aktifitas dibantu oleh keluarga klien kecuali pada saat
(19)
makan. Selama sakit, klien tidak pernah menjalankan ibadah, hanya berdoa di tempat tidur saja. Pola BAB 1x sehari, dengan karakter lunak, tidak terjadi perdarahan, tidak diare, tidak dapat tanda-tanda gangguan pada BAB. Begitu juga dengan BAK, tidak terdapat gangguan. Pola BAK normal, urine bewarna bening kekuningan, tidak terdapat nyeri atau kesulitan dalam BAK.
(20)
2. Analisa data dan rumusan masalah Tabel 2.3 ANALISA DATA
No. Data Penyebab Masalah Keperawatan
1.
2.
DS : Pasien
mengeluh sakit pada bagian luka
DO:
- Wajah tampak meringis - Pasien tampak
gelisah - Skala nyeri 6 - Nadi 90x/i - Luas luka : 45%
DS: - DO:
- Luka yang terpapar - Tanda merah
dan hangat di dekitar luka - Suhu : 38 oC
Kerusakan kulit dan jaringan
Post debridement
Respon luka pada ujung saraf
Nyeri Akut
Kerusakan jaringan Kerusakan pelindung kulit
Post debridement
Pertahanan primer inadekuat
Proses pengobatan
Risiko infeksi
Nyeri akut (rasa aman dan
nyaman)
Risiko infeksi (rasa aman dan
(21)
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 03 Juni 2014 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilakukan ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Nyeri akut dan Risiko Infeksi.
Dengan diagnosa keperawatan:
- Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan; post debridement d/d skala nyeri 5, wajah meringis, nadi cepat
- Resiko infeksi b/d pertahanan primer inadekuat; kersusakan jaringan kulit; post debridement d/d terlihat tanda-tanda infeksi; warna merah di sekitar luka, suhu 38 oC
(22)
4. Perencanaan
Table 2.4
Rencana Asuhan Keperawatan
Hari /
tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 3/06/20 14
1 Tujuan:
− Nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang b. Skala nyeri menurun 0-3
c. Klien tampak tenang
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana Keperawatan:
a. Kaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri
b. Kaji tanda-tanda vital klien.
c. Berikan klien posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk.
d. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kompres dingin dan hangat, pada saat nyeri berlangsung.
e. Berikan kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.
f. Beri kesempatan klien untuk istirahat pada saat nyeri berkurang.
g. Anjurkan keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.
Rasional:
a. Berguna dalam
pengawasan keefektifan obat, dan kemajuan penyembuhan.
b. Mengetahui keadaan umum klien melalui tanda-tanda vital.
c. Memberikan
kenyamanan pada klien untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
d. Membantu mengurangi ketegangan akibat nyeri. Kompres dingin dan
hangat efektif menghilangkan nyeri
dan meningkatkan proses penyembuhan
e. Membantu menurunkan stress klien dalam keadaan sakit.
f. Memulihkan kekuatan tubuh
g. Menurunkan stress klien dan membantu klien mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
(23)
Hari /
tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 3/06/20 14
2 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko infeksi tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi b. Suhu tubuh dalam batas normal
Rencana Keperawatan:
a. Kaji tanda-tanda infeksi b. Batasi jumlah pengunjung c. Jaga asepsis selama pasien
beresiko
d. Inpeksi kulit dan
membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi
e. Inpeksi kondisi luka/bekas operasi.
f. Anjurkan pasien istirahat
g. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika
terdapat tanda dan gejala infeksi.
h. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional:
a. Mengetahui dini
terjadinya infeksi b. Mengurangi kontaminasi silang. c. Meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi
d. Apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat menandakan terjadi
prosesinflamasi bakteri.
e. Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas.
f. Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap ketidaknyamanan. g. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
h. Antibiotik dapat menghambat proses infeksi
(24)
5. Implementasi dan Evaluasi Hari/tanggal No.
Dx Waktu
Implementasi
Keperawatan Evaluasi (SOAP)
Selasa, 03-06-2014
1 08.00 – 14.00 WIB
a. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri
b. Mengkaji tanda-tanda vital klien.
c. Mengatur posisi yang nyaman pada klien. d. Mengedukasi klien
tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat.
e. Memberikan
kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.
f. Menganjurkan klien untuk istirahat pada saat nyeri berkurang. g. Menganjurkan
keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.
S: klien mengeluh masih merasakan nyeri Klien mengatakan tehnik relaksasi tidak dapat mengurangi nyeri
O: Tanda-tanda vital: TD:110/80mmHg HR: 92x/menit RR: 24x/menit T: 38,2oC Skala nyeri 5 Klien tampak lemah, wajah meringis Pasien tidak merasakan nyeri saat dikendalikan dengan mengajak bercerita
A: Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan
Selasa, 03-06-2014
2 Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji tanda-tanda infeksi
S: -
(25)
b. Menjaga asepsis dengan membatasi jumlah
pengunjung
c. Menjaga asepsis selama proses pergantian perban d. Menginspeksi kulit
dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi
e. Menginspeksi kondisi luka/bekas operasi.
f. Menganjurkan pasien istirahat g. Mengedukasi
pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan
kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi. h. Memberikan
antibiotik sesuai indikasi.
- luka tampak kemerahan - akral hangat - asepsis terjaga
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
(1)
2. Analisa data dan rumusan masalah Tabel 2.3 ANALISA DATA
No. Data Penyebab Masalah Keperawatan
1.
2.
DS : Pasien
mengeluh sakit pada bagian luka
DO:
- Wajah tampak
meringis
- Pasien tampak
gelisah
- Skala nyeri 6
- Nadi 90x/i
- Luas luka : 45%
DS: - DO:
- Luka yang
terpapar
- Tanda merah
dan hangat di dekitar luka - Suhu : 38 oC
Kerusakan kulit dan jaringan
Post debridement
Respon luka pada ujung saraf
Nyeri Akut
Kerusakan jaringan Kerusakan pelindung kulit
Post debridement
Pertahanan primer inadekuat
Proses pengobatan
Risiko infeksi
Nyeri akut (rasa aman dan
nyaman)
Risiko infeksi (rasa aman dan
nyaman)
(2)
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 03 Juni 2014 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilakukan ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Nyeri akut dan Risiko Infeksi.
Dengan diagnosa keperawatan:
- Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan; post debridement d/d skala nyeri 5, wajah meringis, nadi cepat
- Resiko infeksi b/d pertahanan primer inadekuat; kersusakan jaringan kulit; post debridement d/d terlihat tanda-tanda infeksi; warna merah di sekitar luka, suhu 38 oC
(3)
4. Perencanaan
Table 2.4
Rencana Asuhan Keperawatan Hari /
tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 3/06/20 14
1 Tujuan:
− Nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi Kriteria Hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang
b. Skala nyeri menurun 0-3
c. Klien tampak tenang
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal Rencana Keperawatan:
a. Kaji nyeri, lokasi nyeri,
karakteristik nyeri, skala
nyeri
b. Kaji tanda-tanda vital klien.
c. Berikan klien posisi yang
nyaman pada waktu tidur atau duduk.
d. Ajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam, kompres dingin dan hangat, pada saat nyeri berlangsung.
e. Berikan kesempatan klien
untuk menceritakan
keluhannya.
f. Beri kesempatan klien untuk
istirahat pada saat nyeri berkurang.
g. Anjurkan keluarga untuk
berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.
Rasional:
a. Berguna dalam
pengawasan keefektifan obat, dan kemajuan penyembuhan.
b. Mengetahui keadaan
umum klien melalui tanda-tanda vital.
c. Memberikan
kenyamanan pada klien untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
d. Membantu mengurangi
ketegangan akibat nyeri. Kompres dingin dan
hangat efektif menghilangkan nyeri
dan meningkatkan proses penyembuhan
e. Membantu menurunkan
stress klien dalam keadaan sakit.
f. Memulihkan kekuatan
tubuh
g. Menurunkan stress klien
dan membantu klien mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
(4)
Hari /
tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 3/06/20 14
2 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko infeksi tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
b. Suhu tubuh dalam batas normal
Rencana Keperawatan: a. Kaji tanda-tanda infeksi
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Jaga asepsis selama pasien beresiko
d. Inpeksi kulit dan
membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi
e. Inpeksi kondisi luka/bekas operasi.
f. Anjurkan pasien istirahat
g. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika
terdapat tanda dan gejala infeksi.
h. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional:
a. Mengetahui dini
terjadinya infeksi
b. Mengurangi
kontaminasi silang.
c. Meminimalkan
kesempatan untuk kontaminasi
d. Apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat menandakan terjadi
prosesinflamasi bakteri.
e. Mencegah terjadinya
infeksi yang lebih luas.
f. Mencegah kelelahan/
terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap ketidaknyamanan.
g. Meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga
h. Antibiotik dapat
menghambat proses infeksi
(5)
5. Implementasi dan Evaluasi Hari/tanggal No.
Dx Waktu
Implementasi
Keperawatan Evaluasi (SOAP) Selasa,
03-06-2014
1 08.00 –
14.00 WIB
a. Mengkaji nyeri,
lokasi nyeri,
karakteristik nyeri, skala nyeri
b. Mengkaji tanda-tanda vital klien.
c. Mengatur posisi yang
nyaman pada klien.
d. Mengedukasi klien
tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat.
e. Memberikan
kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.
f. Menganjurkan klien
untuk istirahat pada saat nyeri berkurang.
g. Menganjurkan
keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.
S: klien mengeluh masih merasakan nyeri
Klien mengatakan tehnik relaksasi tidak dapat mengurangi nyeri
O: Tanda-tanda vital: TD:110/80mmHg HR: 92x/menit RR: 24x/menit T: 38,2oC Skala nyeri 5
Klien tampak
lemah, wajah meringis
Pasien tidak merasakan nyeri saat dikendalikan dengan mengajak bercerita
A: Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan
Selasa, 03-06-2014
2 Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji
tanda-tanda infeksi
S: -
O:
(6)
b. Menjaga asepsis dengan membatasi jumlah
pengunjung
c. Menjaga asepsis
selama proses pergantian perban
d. Menginspeksi kulit
dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi
e. Menginspeksi
kondisi luka/bekas operasi.
f. Menganjurkan
pasien istirahat
g. Mengedukasi
pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan
kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.
h. Memberikan
antibiotik sesuai indikasi.
- luka tampak
kemerahan
- akral hangat
- asepsis terjaga
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan