Analisa Pengawet Benzoat Pada Minuman Bersoda Secara Kualitatif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

ingredien khas makanan mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan.
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan (Cahyadi, 2006).
2.1.2 Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan

penggunaan

Bahan

Tambahan


Pangan

bermacam-macam

tergantung jenis yang ditambahkan. Secara umum adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi makanan atau
minuman. Contohnya menambahkan vitamin-vitamin ke dalam susu
bubuk agar nilai gizi susu meningkat.
2. Untuk memperbaiki warna, rasa, aroma, dan tekstur makanan atau
minuman. Contoh vetsin ditambahkan agar rasa makanan lebih gurih, soda
kue (sodium bikarbonat) ditambahkan pada pembuatan bolu agar adonan
mengembang dengan baik.
3. Untuk mempertahankan keamanan dan meningkatkan daya simpannya,
misalnya menambahkan antioksidan pada minyak agar tidak cepat tengik.
4. Untuk memenuhi kebutuhan diet kelompok masyarakat tertentu. Misalnya
penderita diabetes tidak boleh makan atau minum produk-produk yang

bergula, maka dibuatlah makanan yang tidak mengandung gula, namun
tetap manis. Rasa manis itu bisa didapat dari pemanis buatan seperti
aspartam.
5. Untuk membantu proses pengolahan, pengemasan, distribusi, dan
penyimpanan produk pangan agar kualitasnya tetap baik. Misalnya, agar
susu bubuk tidak menggumpal maka ditambahkan zat anti gumpal ketika
susu tersebut dikemas (Indrati, 2014).
2.1.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu sebagai berikut :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

Universitas Sumatera Utara

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan
yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat

perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan
ini dapat pula merupakan residua atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis (Cahyadi, 2008).
2.1.4 Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan
Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa
tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah :
1. Antioksidan
2. Antikempal
3. Pengatur keasaman (asidulan)
4. Zat pemanis bukan gula
5. Pemutih dan pematang tepung
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental
7. Pengawet
8. Pengeras
9. Pewarna


Universitas Sumatera Utara

10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa
11. Sekuestran
2.1.5 Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan
Bahan tambahan makanan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan
dalam makanan berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan
Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah:
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)
6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9. Formalin (Formaldehyde)
10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)
11. Rhodamin B (pewarna merah)
12. Methanyl Yellow (pewarna kuning), (Cahyadi, 2008).

2.2

Bahan Pengawet

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini

Universitas Sumatera Utara

biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang
disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya produk daging,
buah-buahan, dan lain-lain. Defenisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau
bahan yang mampu menghambat, menahan, atau menghentikan, dan memberikan
perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2008).
Pengawet adalah bahan kimiawi yang ditambahkan kedalam olahan
pangan guna mencegah tumbuhnya jamur atau bakteri. Tumbuhnya jamur atau
bakteri akan meyebabkan terjadinya pembusukan, pengasaman, dan kerusakan
lain pada produk. Dengan mencegah tumbuhnya jasad renik tersebut makan

produk makanan atau minuman dapat disimpan lebih lama dan mutunya tetap baik
saat dikonsumsi (Indrati, 2014).
Menurut Winarno, bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat
mempertahankan makanan terhadap serangan bakteri, ragi, dan kapang. Sebagai
contoh misalnya natrium benzoat yang digunakan didalam minuman-minuman
dan makanan yang asam, natrium dan kalsium propionate untuk mencegah kapang
didalam roti dan kue-kue, asam sorbat yang digunakan didalam keju untuk
mencegah tumbuhnya kapang, dan bahan-bahan yang mengandung khlor aktif
yang berfungsi sebagai pembasmi mikroba pada pencucian buah-buah dan sayursayuran (Winarno, 1980).
2.2.2 Jenis Bahan Pengawet
2.2.2.1 Pengawet Alami
1. Chitosan
Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan, khususnya
udang dan rajungan. Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan.

Universitas Sumatera Utara

Chitosan dilarutkan dalam asam asetat kemudian ikan asin yang akan
diawetkan dicelupkan dalam larutan. Chitosan bekerja dengan cara
menekan pertumbuhan bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga

dengan penambahan chitosan ikan asin akan mampu bertahan hingga tiga
bulan, berbeda dengan ikan asin yang hanya dilakukan penggaraman biasa
yang hanya mampu bertahan 2 bulan saja.
2. Kalsium hidroksida (kapur sirih)
Kalsium hidoksida (kapur sirih) aman digunakan untuk bahan pengawet
bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan
yang lain.
3. Karagenan
Karagenan merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut.
Bahan ini dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun
mie sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti boraks.
4. Air ki atau air abu merang
Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki bisa dibeli di
took-toko obat Cina. Air ki ini dapat mengawetkan mie dengan aman
karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang padi. Air ki
juga cukup mudah dibuat sendiri, yakni dengan cara membakar merang
padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air.
Kemudian, diendapkan.
5. Asam sitrat
Asam sitrat dapat digunakan untuk mengawetkan ikan basah maupun

kering atau ikan asin. Untuk mengawetkan tahu, dapat digunakan asam

Universitas Sumatera Utara

sitrat 0,05% selama 8 jam sehingga akan tetap segar selama 2 hari pada
suhu kamar. Pembuatan asam sitrat ini juga mudah, yakni dari air kelaa
yang kemudian diberi mikroba.
6. Buah picung (biji kepayang atau kluwak)
Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi
mutunya. Tanaman ini mempunyai beberapa nama sesuai daerah tempat
tanaman ini berada. Dalam bahasa Indonesia, disebut kepayang,
sedangkan menurut bahasa Melayu disebut Pangi.
7. Bawang putih dan kunyit
Ada beberapa alternative untuk menggantikan formalin agar makanan
tetap awet atau tahan lama, misalnya penggunaan kunyit pada tahu,
sehingga dapat memberikan warna kuning dan sebagai antibiotic,
sekaligus mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat asam. Namun, kalau
kita mampu menghendaki tahu berwarna putih, dapat saja kita gunakan air
bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak segera
masam (Yuliarti, 2007).

2.2.2.2 Pengawet Sintesis
1. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit,
hydrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas
SO 2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metasulfit. Bentuk efektifnya
sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terbentuk
pH dibawah 3. Molekul sulfit mudah menembus dinding sel mikroba
bereaksi dengan asetaldehit membetuk senyawa yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfide enzim, dan
bereaksi

dengan

keton

membentuk


hidroksisulfonat

yang

dapat

menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2008).
Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus
karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu (Winarno, 1984).
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing
daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan
mikroba seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat
memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrat dan nitrit banyak
digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk-produk daging,
tetapi juga pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).
2. Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang
anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic digunakan
baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang
sering digunakan sebagai pengawet ialah asam sorbat, asam propianat,
asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2008).
Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai
lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umunya
garam Na- dan K-sorbat. Sorbat terutama digunakan untuk mencegah
pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH di atas 6,5 dan
keaktifannya menurun dan menungkatnya pH (Winarno, 1984).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Kita tidak bisa menghindari sama sekali mengonsumsi makanan atau
minuman berpengawet, karena begitu banyaknya produk olahan industri yang
menggunakan BTP ini. Tujuan pihak produsen tentu untuk menjaga produk
mereka tetap layak konsumsi selama mungkin. Mengingat kita hamper setiap hari
mengonsumsi salah satu atau beberapa produk tersebut, pastinya secara tidak
sadar kita telah mengonsumsi bahan pengawet juga. Tapi sekali lagi, selama
bahan pengawet tersebut legal dan digunakan sesuai aturan, maka kita tidak perlu
khawatir apalagi sampai antipati. Bagaimanapun penemuan bahan pengawet
adalah salah satu hasil penemuan teknologi dalam ilmu pangan. Jika tidak ada
bahan pengawet, akan banyak sekali produk pangan yang terbuang percuma
sebelum sempat dikonsumsi karena terlanjur rusak. Keadaan tersebut juga akan
meningkatkan kemungkinan kejadian keracunan makanan yang notabene jauh
lebih berbahaya daripada efek mengonsumsi bahan pengawet (Indrati, 2014).
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut :
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi pesryaratan.

Universitas Sumatera Utara

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
(Cahyadi,2008).
2.2.4 Pengawet Berbahaya
1. Asam salisilat (Aspirin)
Asam salisilat bersifat sangat iritatif sehingga sebenarnya asam salisilat
hanya baik digunakan sebagai obat luar. Sampai saat ini asam salisilat
memang masih digunakan sebagai obat yang diberikan secara oral. Namun
efek samping yang ditimbulkan obat ini berupa gangguan lambung,
pusing, berkeringat, mual, dan muntah. Jika asam salisilat diberikan dalam
jumlah besar maka dapat mengakibatkan perdarahan lambung.
2. Formalin
Besarnya manfaat dibidang industry tersebut ternyata disalahgunakan
untuk penggunaan pengawetan insdutri makanan. Bahan makanan yang
diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan
asin, dan beberapa makanan lainnya. Sangat dimengerti mengapa formalin
sering disalahgunakan. Selain harganya yang sangat murah dan mudah
didapatkan, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin
sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Kontak
dengan formalin bisa mengakitbatkan luka bakar jika mengenai kulit,
iritasi pada saluran pernafasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi
yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia.
3. Boraks (asam borat)

Universitas Sumatera Utara

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan
sebagai pengawet makanan. Selain pengawet, bahan ini berfungsi pula
mengenyalkan makanan. Boraks, yang disebut juga asam borat, natrium
tetra borax atau sodium borat sebenarnya merupakan pembersih, fungisida,
herbisida, dan insektisida yang bersifat toksik atau meracun untuk
manusia.
4. Potassium klorat
Potassium klorat juga telah dinyatakan dilarang untuk bahan tambahan
makanan. Namun demikian, bahan ini seringkali digunakan oleh sejumlah
pedagang makanan untuk mengawetkan makanan. Akibat penggunaan
bahan ini untuk dikonsumsi akan muncul berupa berbagai gangguan
kesehatan seperti iritasi saluran pernafasan, gangguan fungsi ginjal,
hemolisi sel darah merah dan methemoglobinemia akan terjadi pada orang
yang mengonsumsinya dalam jumlah besar.
5. Kloramfenikol
Kloramfenikol

sebenarnya

merupakan

suatu

antibiotika.

Namun,

antibiotika ini sering disalahgunakan untuk pengawet susu karena dapat
mematikan mikroba pengurai yang ada dalam susu. Kloramfenikol
berbahaya jika dikonsumsi setiap waktu karena merupakan suatu
antibiotika yang tidak sembarangan dapat dikonsumsi.
6. Diethhylpylocarbonate (DEPC)
DEPC berfungsi sebagai antimikroba untuk jamur, ragi dan bakteri pada
produk-produk minuman ringan (nonkarbonasi), minuman sari buah dan
minuman hasil fermentasi. Saat ini penggunaan DEPC sudah dilarang

Universitas Sumatera Utara

mengingat bahayanya terhadap kesehatan. Pada tikus senyawa ini dapat
mengakibatkan penyusutan berat badan setelah 4 minggu. Adapun pada
tikus dan babi yang dites inhalasi akan mengakibatkan iritasi mata dan
hidung serta pusing-pusing.
7. Potassium bromat
Potassium bromat dapat terhidrolisis menjadi ion K+ dan bromat. Ion
kalium ini bersama-sama natrium, klor dan ion bikarbonat berfungsi
menjaga tekanan osmosis cairan tubuh dalam mengatur keseimbangan
asam dan basa tubuh. Defisiensi kalium menyebabkan pertumbuhan
terhambat, lemah, kejang-kejang dan berakhir dengan kematian (Yuliarti,
2007).
2.3

Natrium Benzoat

2.3.1 Pengawet Natrium Benzoat
Benzoat dan turunan-turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba
terutama kapang. Asam benzoat, natrium benzoat, asam parahidroksibenzoat dan
turunannya merupakan kristal putih yang dapat ditambahkan secara langsung
kedalam makanan atau dilarutkan terlebih dahulu didalam air atau pelarut lainnya.
Asam benzoate kurang kelarutannya didalam air, oleh karena itu lebih sering
digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat (Winarno, 1980).
Natrium benzoat adalah zat tambahan yang digunakan sebagai pengawet
minuman.

Benzoat

sendiri

terdapat

beberapa

tumbuhan.

Selain

untuk

mengawetkam minuman,benzoat juga digunakan sebagai anti jamur dan
mengawetkan makanan. Hampir semua minuman ringan menggunakan natrium

Universitas Sumatera Utara

benzoat agar tahan lama, namun minuman itu juga berbahaya bagi kesehatan jika
sering mengkonsumsinya. Terlalu sering mengkonsumsi minuman ringan
berpengawet bisa menimbulkan kanker, tekanan darah tinggi, dan edema
(bengkak). Selain itu masih ada beberapa produsen minuman ringan yang tidak
memenuhi standar kesehatan nasional dalam mencampurkan bahan pengawet
(Praja, 2015).
Natrium benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan
bakteri. Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang
sering digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat berbentuk Kristal putih
yang rasanya manis dan kadang-kadang sepet. Garam ini lebih mudah larut dalam
air daripada asam benzoat. Natrium benzoat efektif digunakan pada pH 2,5-4,0.
Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH (Fachruddin, 1997).
2.3.2 Dampak Natrium Benzoat Terhadap Kesehatan
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim
syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam
hipurat yang disinpengujiana dalam hati ini, kemudian diekskresikan melalui urin.
Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat
yang tidak di ekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya
berkonjugasi dengan glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma
dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika
dikomsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2008).
Asam benzoat tidak menyebabkan efek negatif bila digunakan dalam
jumlah kecil. Asam benzoat segera dihilangkan oleh tubuh terutama setelah

Universitas Sumatera Utara

berkonjugasi dengan glisin membentuk asam hipurat (benzoiglisin). Proses
detoksifikasi ini mencegah akumulasi asam benzoat dalam tubuh (Estiasih, 2009).
2.3.3 Acceptable Daily Intake (ADI) Natrium Benzoat
Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat
ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau
gangguan kesehatan atau sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang
didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk tubuh setiap harinya, bahkan
selama hidupnya tanpa resiko yang berarti bagi konsumen atau pemakainya. ADI
untuk natrium benzoat adalah maksimal sebesar 5 mg/kg berat badan (Cahyadi,
2008).

Universitas Sumatera Utara