Penentuan Kadar Pengawet Natrium Benzoat Yang Terdapat Pada Minuman Bersoda Di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

-

Memberikan informasi tentang apakah kadar natrium benzoat yang terdapat dalam
minuman bersoda sudah memenuhi standart yang ditetapkan oleh peraturan kepala badan
pegawas obat dan makanan republik indonesia Mentri kesehatan RI nomor
722/Menkes/Per/IX/88 yaitu tidak lebih dari 600mg/l.

-

Memberikan informasi tentang metode yang digunakan dalam penentuan kadar natrium
benzoat pada minuman bersoda yang dilakukan di laboratorium kesehatan daerah medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Bersoda
Minuman ringan bersoda atau diindonesia lebih dikenal dengan nama softdrinksejak
seabad lalu telah menjadi minuman ringan paling populer di Amerika Serikat mengungguli
minuman lainnya seperti kopi, teh dan jus. Demikian juga diindonesia, popularitas minuman ini
notabene “made in america” ini terus meningkat. Disetiap restoran, depot, warung bahkan
pedagang kaki lima selalu menyediakan minuman berkarbonasi ini (Widodo, 2008).

Di Amerika Serikat istilah softdrink digunakan untuk membedakan minuman tersebut
dari liquour (minuman beralkohol), sehingga minuman yang tidak beralkohol disebut softdrink.
Dengan demikian softdrink dapat diperjual belikan dengan bebas. Jika diwilayah utara amerika

Universitas Sumatera Utara

serikat yang beriklim subtropis dan dingin minuman beralkohol menjadi minuman favorit, maka
amerika serikat bagian selatan yang tropis dan panas softdrink yang lebih populer (Widodo,
2008).
Kita bisa mengindonesiakan softdrink sebagai minuman ringan, dengan asumsi bahwa
benar minuman ini memang “ringan” status gizi nya. Minuman ini, selain kadar gula dan kadar
pengawet nya yang tinggi, tidak memiliki zat gizi lain yang berarti. Kini kita kenal berbagai jenis
produk minuman ringan yang beredar dipasaran. Ada yang beraroma buah cola, ada yang berasa
buah jeruk, ada pula jenis berasa lain seperti rasa nanas, coffee cream, root beer sampai cream
soda (Widodo, 2008).
2.1.1. Sejarah Minuman Bersoda
Pada tahun 1830, minuman ringan atau minuman bersoda tercipta di Amerika Serikat.
Sejak itu, minuman ringan makin digemari banyak orang. Seiring waktu, produksinya pun
semakin bertambah sesuai dengan permintaan konsumen. Namun dibalik kenikmatan saat
meminum minuman bersoda tersimpan sejumlah dampak yang buruk bagi peminumnya.

Dampak tersebut mungkin tidak akan dirasakan langsung. Jika dikonsumsi secara rutin dan
berlebihan dampaknya akan dirasakan dikemudian hari (Nur’Afni, 2009).
2.1.2. Proses Pengolahan Minuman Bersoda
Proses pengolahan minuman bersoda terdiri dari beberapa tahap yaitu pengolahan air,
karbondioksida, proses pembuatan sirup, proses pencampuran, pemurnian CO2, pengemasan dan
penyimpanan.
2.1.3.Komposisi Minuman Bersoda
Komposisi dari minuman bersoda adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Air : komponen utama minuman ringan
2. CO2 : gas yang ditambahkan untuk menambah flavor atau rasa pada minuman ringan,
memberi rasa segar, rasa sedikit masam yang enak.
3. Gula / pemanis:
-

Soft drink reguler : sukrosa (gula tebu), sirup fruktosaatau HFCS : high fructose corn
syrup


-

Soft drink diet : pemanis sintetis aspartam, sakarin atau siklamat. Diamerika serikat
menggunakan pemanis mutakhir : sucralose dan acesulfame-K.

4. Kafein (terutama pada jenis cola dan coffee cream) : kadarnya cukup tinggi, membantu
seseorang tetap terjaga atau tidak mengantuk, jantung dapat berdegub kencang, sehingga
tidak direkomendasikan bagi mereka yang hipertensi, berpotensi serangan jantung
koroner atau stroke.
5. Zat pengawet : umumnya soft drink diawetkan dengan menggunakan sodium benzoat
atau natrium benzoat, suatu bahan pengawet sintetis. Aman untuk bahan pangan namun
ada batas maksimal yang harus diperhatikan.
6. Zat pewarna : ditemukan pada beberapa jenis soft drink, tidak terdapat pada jenis soft
drink jernih. Ada zat pewarna alamiah seperti karamel (pada soft drink cola) tetapi yang
paling banyak dilakukan adalah zat pewarna sintetis seperti karmoisin dan tartrazin.
7. Flavor buatan (perasa) : seperti rasa jeruk, rasa strawberry, rasa nanas dan sebagainya,
merupakan flavor sintetik, bukan hasil ekstraksi buah-buahan, jadi tidak mengandung
vitamin dan mineral seperti yang ada pada buah-buahan. (Widodo,2008)
2.2. Karbondioksida


Universitas Sumatera Utara

Karbondioksida adalah sebuah gas yang tidak berwarna yang tidak beracun pada
konsentrasi biasa/sesuai. Gas karbondioksida berada dalamatmosfer (sekitar 0,03 persen per mol)
dan dalam nafas kita, dimana gas karbondioksida dihasilkan dari oksidasi biologi dari substansi
makanan. Karena dari densitas gas karbondioksida (sekitar 1,5 lebih besar daripada yang berada
di udara), gas karbondioksida cenderung berkumpul dalam wilayah rendah dan kurang akan
udara dan dapat menyebabkan aspiksisasi (oleh pengeluaran oksigen) (Gammon,1985).
2.2.1. Sumber - sumber Karbondioksida
Karbondioksida yang terdapat diperairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai
berikut:
1. Difusi dari atmosfer : Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara
langsung kedalam air
2. Air hujan : Air hujan yang jatuh kepermukaan bumi secara teoritis memiliki kandungan
karbondioksida sebesar 0,55 - 0,60 mg/l, berasal dari karbondioksida yang terdapat
diatmosfer
3. Air yang melewati tanah organik : Tanah organik yang mengalami dekomposisi
mengandung relatif banyak kerbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi.
Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air.
4. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob : Repirasi tumbuhan dan

hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob
menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu produk akhir. Demikian juga,
dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan akan menghasilkan
karbondioksida sebagai produk akhir (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.3. Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses
fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Pemakaian bahan pengawet dalam makanan atau
minuman dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet , bahan pangan dapat
dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan
pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk
bersama bahan pangan yang dikonsumsi. yang pemkaiannya pada bahan pangan perlu diatur dan
diawasi dosis pemakaian nya. Apabila macam pemakaian bahan pangan dan dosis nya tidak
diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang
bersifat langsung atau komulatif misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat

karsinogenik.
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat
batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian penggunaan bahan pengawet
memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan
bahan pangan.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan
pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa kimia yang
relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya yang diperlukan untuk
memberikan tingkat toksisitas yang selektif.Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan

Universitas Sumatera Utara

anorganik dalam bentuk asam dan garam nya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama,
misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang(Cahyadi, 2008).
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat
mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan
terutama yang disebaban oleh faktor biologi. Tetapi tidak jarang produsen pangan
menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpan atau untuk memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik
jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan

tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makan mempunyai
sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga
berbeda. Bebrapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah benzoat, propinoat, nitrit, nitrat,
sorbat dan sullfit (Syah,2005).
2.3.1. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara umum penambahan bahan pengawet pada bahan pangan bertujuan sebagai berikut
:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen
maupun yang tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan.

Universitas Sumatera Utara

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.3.2. Persyaratan Bahan Pengawet
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya. Selain

persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain sebagai berikut :
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis menguntungkan).
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak
tersedia.
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang di awetkan.
5. Mudah dilarutkan.
6. Mununjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pHbahan pangan yang diawetkan.
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi atau membentuk senyawa kompleks
yang besifat lebih toksik.
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam pembusukan
oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2008).
2.3.3.Mekanisme Kerja Bahan Pengawet
Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan
yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan


Universitas Sumatera Utara

mikroba. Larutan NaCl dan gula yang yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih
pekat dari pada sitoplasma dalam sel mikroorganisme. Oleh sebab itu air akan keluar dalam sel
dan sel akan kering dan mengalami dehidrasi.
Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri, khamir dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan.
Penambahan asam berarti menurunkan pH (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar
penghambatan nya pada pertumbuhan mikroorganisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH
sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas
suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi
asam dan konsentrasi yaitu jumlah asam dan volume tertentu (misalnya molaritas). Jadi asam
keras lebih efektif dalam menurunan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada
konsentrasi yang sama (Cahyadi, 2008).
Asam benzoat dan garamnya (Na dan K) adalah senyawa yang relatif kurang efektif
sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan
turunnya pH sampai dibawah 5. Turun nya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang
tidak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pagan dengan pH rendah seperti sari buah dan
minuman penyegar (Cahyadi, 2008).

2.3.4.Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pengawet
Sifat-sifat bahan pengawet dapat meliputi sifat kimia dan fisik.
Sifat kimia antara lain struktur kimia atau rumus molekul dan harga pKa yang spesifik untuk
setiap jenis bahan pengawet. Sedangkan sifat fisik nya antara lain pelarutan, baik dalam air,

Universitas Sumatera Utara

alkohol ataupun minyak, bentuk bahan pengawet, besarnya pelarut sangat dipengaruhi oleh suhu.
Sifat lain dari bahan pengawet yaitu rasa dan bau yang berbeda sehingga dapat dihindarkan dari
pemalsuan.
2.3.5. Jenis Bahan Pengawet
Bahan pengawet terbagi atas dua jenis yaitu :
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida,
nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan
meta bisulfit.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini
lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk
garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialahasam sorbat, asam

propinoat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. (Cahyadi, 2008)
2.3.6. Pengawet Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas
mikroorganism seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan
lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita
rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun
memperkaya vitamin serta mineral. Sebenarnya penggunaan pengawet yang tepat (menggunakan

Universitas Sumatera Utara

pengawet yang dinyatakan aman) dengan dosis dibawah ambang batas yang ditentukan tidaklah
berbahaya bagi konsumen.
2.3.7. Gangguan Kesehatan Karena Pengawet Sintetis
Dalam mengkonsumsi pengawet buatan konsumen juga harus tetap memeperhatikan ADI
(Acceptable Daily Intake), yakni jumlah yang diperlukan untuk dikonsumsi setiap hari nya.
Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan, termasuk
pengawet, adalah racun, tetapi tingkat keracunan atau toksisitasnya sangat ditentukan oleh
jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan sakit ataupun gangguan kesehatan.
ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan jumlah zat kimia yang masuk dalam tubuh
setiap harinya bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan pada pemakainya.
ADI perlu di tetapkan mengingat ada berbagai jenis bahan tambahan makanan yang dalam dosis
tertentu (tinggi) berbahaya bagi kesehatan, sedangkan dalam dosis rendah aman untuk di
konsumsi.

Lagi pula belum ada pengganti untuk bahan ini yang lebih aman dan efektif.

(Yuliarti, 2007)
2.4. Natrium Benzoat
2.4.1. Spesifikasi Natrium Benzoat
Natrium benzoat memiliki struktur kimia sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Dengan rumus molekul C7H5NaO2
Berat molekul : 144,11
Kandungan : Tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C7H5NaO2
(Farmakope Indonesia edisi 3, 1979)
Natrium benzoat memiliki bentuk berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih, tidak
berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah
larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660gr/L dengan bentuk
yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,2.
Natrium benzoat adalah pengawet yang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba
dalam bahan pangan. Menurut peraturan mentri kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
Natrium benzoat diizinkan penggunaannya dalam pangan, tetapi memiliki batas maksimum yang
diizinkan yaitu pada jenis bahan pangan minuman ringan batas maksimum penggunaan adalah
sebesar 600mg/l. (Cahyadi, 2008)
Natrium benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering
digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan
khamir dan bakteri. Benzoat aktif pada pH 2,5-4,0 karena kelarutan garamnya lebih besar, maka
bisa digunakan dalam bentuk garam Na-Benzoat. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi
terhadap benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi
dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami
terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis (Winarno,1997)

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri,
penambahan pengawet natrium benzoat pada bahan pangan memang tidak dilarang pemerintah,
namun demikian produsen tidak menambahkan jenis bahan pengawet ini sesuka hati, karena
bahan pengawet ini akan berbahaya jika di konsumsi secara berlebihan.
Didalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman
untuk di konsumsi. Di AS, benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk
makanan. Senyawa ini digolongkan kedalam Generally Recornaized as Safe (GRAS). Buktibukti menunjukkan pengawet ini memiliki toksisitassangat rendah terhadap hewan maupun
manusia, ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang
efisien. Dilaporkan bahwa pengeluaran senyawa ini antara 66-95% jika benzoat dikonsumsi
dalam jumlah besar. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik
(menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut.
Meski aman dikonsumsi orang sehat, penderita asma dan orang yang menderita urticaria
sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besarakan mengiritasi
lambung. Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit saraf. Selain
itu, asosiasi konsumen penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa berdasarkan penelitian
badan pangan dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan
kematian dengan gejala-gejala hiperaktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat
badan (Yuliarti, 2007)
2.4.2. Bahaya Mengkonsumsi Minuman Bersoda
2.4.2.1. BahayaMinuman Bersoda

Universitas Sumatera Utara

Bahaya yang bisa terjadi dalam mengkonsumsi minuman bersoda secara rutin dan
berlebihan dapat berupa obesitas, kerusakan gigi yang disebabkan oleh kadar gula yang terdapat
dalam minuman bersoda, penyakit jantung dan diabetes. Minuman bersoda tidak hanya
mengandung kadar gula yang tinggi tetapi juga mengandung pengawet dan juga mengandung zat
aditif.

2.4.2.2. Bahaya Natrium Benzoat
Penggunaan pengawet natrium benzoat pada minuman ringan atau minuman bersoda
yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker karena natrium benzoat memiliki sifat
akumulatif.
Penelitian yang dilakukan FDA (The US Food and Drug Administration) yang dilakukan
di US menyatakan beberapa minuman ringan lainnya di US mengandung zat karsinogenik
benzene yang kadarnya tinggi. Benzene adalah suatu bahan kimia yang dapat menjadi pemicu
terjadinya leukimia dalam minuman tersebut ditemukan dua jenis kandungan zat pengawet yaitu
sodium benzoat dan potasium benzoat.
Tes yang dilakukan FDA terhadap beberapa jenis minuman bersoda menunjukkan bahwa
kandungan benzene yang terdapat pada minuman jus atau minuman soda bisa menyebabkan
masalah kesehatan yang serius. Meski peneltian tersebut dilakukan terhadap minuman yang ada
di US, tak menutup kemungkinan jenis minuman yang berada di negara kita pun mempunyai

Universitas Sumatera Utara

efek yang sama karena ada beberapa jenis merek minuman ringan kita yang berasal dari negeri
paman sam itu. (Nur’Afni, 2009)
2.5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan tanpa
melarutkan material lainnya.(Bintang, 2010)
Ekstraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbedabeda dalam berbagai pelarut. Seringkali senyawa yang hendak di ekstraksi diubah secara kimia
terlebih dahuluagar larut dalam air atau pelarut organik. Sebagai contoh pada ekstraksi cair dari
cair sering digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti larutan dalam air dan
pelarut organik (kloroform,etilasetat),untuk melakukan ekstraksi. Corong pisah beserta kran nya
sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak saling melarutkan tersebut (Bresnick,
1996).
2.5.1. Metode Ekstraksi
Adapun metode ekstraksi yang sering digunakan adalah :
a. Maserasi
Dalam proses ini, seluruh atau kasar sampel ditempatkan dalam wadah yang diisi pelarut yang
sesuai dan diberikan pada suhu kamar dengan proses pengadukan sampai materi larut. Campuran
kemudian dipisahkan dan pelarut kemudian dimurnikan untuk memperoleh ekstrak yang
diinginkan. Maserasi adalah jenis ekstraksi yang menggunakan cara dingin dalam proses
ektraksinya. Maserasi biasa disebut sebagai ektraksi cara dingin.
b. Sokletasi

Universitas Sumatera Utara

Fungsi soklet seperti ekstraksi kontinu dimana padatan secara kontinu dikontakkan dengan
pelarut. Sampel yang akan diekstrak diletakkan di dalam kertas saring (thimble) yang
dimasukkan ke dalam extraction chamber. Pelarut yang dipilih diletakkan di dalam solvent
vesselyang terletak dibagian bawah dan dipanaskan sampai titik didihnya. Pelarut akan berubah
jadi uap kemudian akan mengalami kondensasi di sepanjang kondensor, kemudian pelarut yang
sudah cair akan jatuh kebahan yang akan diekstrak. Kemudian akan terjadi proses maserasi antar
bahan dengan hasil kondensasi pelarut. Bahan yang akan diekstrak akan terikut oleh pelarut
yang mengalir kebawah dan masuk kedalam solvent vessel. Kemudian pelarut akan diuapkan
kembali dan zat yang diekstrak akan tertinggal di bawah. Oleh karena itu pelarut akan selalu
fresh. Dan proses akan terus berulang seperti itu. Ekstraksi dengan menggunakan soxhlet dengan
cara pemanasan dimana pelarut yang digunakan akan menguap dan terkondensasi kembali
sehingga akan menjadi lebih hemat. Sokletasi adalah jenis ekstraksi yang menggunakan cara
panas dalam proses ektraksinya. Sokletasi biasa disebut sebagai ekstraksi cara panas (Sinaga,s.d,
2016)
2.5.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
1. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu,
sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi
2. Penyiapan bahan sebelum ekstraksi
Agar proses ekstraksi berlangsung dengan cepat dan efisien perlu dilakukan tahap persiapan
bahan baku seperti pengeringan dan penggilingan untuk memperkecil ukuran partikel dan
memperbesar luas permukaan yang bersentuhan dengan pelarut. Pengurangan kadar air ini

Universitas Sumatera Utara

juga akan membuat bahan dapat bertahan lama sebelum proses ekstraksi berlangsung. Bahan
baku juga perlu disimpan pada tempat yang kering untuk menjaga kelembabannya sehingga
tidak merusak kualitas hasil ekstraksi. Dengan pengeringan yang sempurna akan dihasilkan
ekstrak yang memiliki kemurnian tinggi.

3. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solven,
serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju ekstraksi semakin tinggi.
4. Waktu
Semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin tinggi hasil yang diperoleh, namun bila
ekstraksi telah mencapai batas maksimum maka penambahan waktu tidak akan
mempengaruhi laju ekstraksi.
5. Faktor solven
Dalam pemilihan pelarut ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan:
a) Selektivitas
Pelarut yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi.
b) Kelarutan
Nilai kelarutan bahan yang diekstak terhadap pelarut harus cukup tinggi agar pelarut
mampu melarutkan ekstrak.
c) Viskositas
Viskositas pelarut berpengaruh pada koefisien difusi dan laju ekstraksi. Viskositas pelarut
yang rendah akan meningkatkan koefisien difusi sehingga laju ekstraksi meningkat.

Universitas Sumatera Utara

d) Kecocokan dengan solut
Pada umumnya pelarut tidak boleh bereaksi atau menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen –komponen bahan ekstraksi.
e) Titik didih
Untuk memudahkan proses pemurnian, perbedaan titik didih antara pelarut dan bahan
yang diekstrak harus cukup besar (Sinaga,s.d, 2016)

Universitas Sumatera Utara