ASESMEN KINERJA PRAKTIKUM PENEMUAN DAN H

DAN HUKUM KIRCHHOFF TESIS

  Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan IPA Pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

  Oleh:

  ERWIN 039302

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2005

  DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

  Pembimbing I

  Prof. Dr. Asmawi Zainul, M. Ed.

  Pembimbing II

  Dr. Eng. Agus Setiawan, M.Si.

  Mengetahui,

  Ketua Program Studi Pendidikan IPA

  Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

  Prof. Dr. H. Achmad. A. Hinduan, M. Sc.

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Asesmen Kinerja Praktikum Penemuan dan Hubungannya dengan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Rangkaian Hambatan Listrik dan Hukum Kirchhoff” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risikosanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

  Bandung, Juli 2005 Yang membuat pernyataan,

  Erwin

ASESMEN KINERJA PRAKTIKUM PENEMUAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP RANGKAIAN HAMBATAN LISTRIK DAN HUKUM KIRCHHOFF

  (Erwin, NIM 039302)

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kinerja saat praktikum dengan pemahaman konsep siswa tentang konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif korelasional. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I salah satu SMA Negeri di Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan yang berjumlah 40 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui tes, angket, dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan analisis korelasional sesuai dengan jenis data yang diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja siswa saat praktikum mempunyai hubungan positif dengan pemahaman konsep siswa. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi Jaspen’s yang dikonversi ke dalam korelasi Pearson sebesar r = 0,67. Analisis hubungan kinerja dengan pemahaman menggunakan korelasi product momen memperoleh koefisien korelasi r = 0,59. Penerapan penilaian kinerja ternyata dapat mempengaruhi pemahaman konsep siswa sebesar 23,90 . Kinerja siswa saat praktikum pada penelitian ini tergolong baik karena siswa secara rata-rata telah melakukan 79,17 tugas (task) dari semua tugas yang diberikan. Siswa juga telah mampu memahami konsep sebesar 76,25 . Tanggapan siswa terhadap konsep, praktikum, dan penilaian praktikum juga tergolong baik karena rata-rata siswa memperoleh skor 3,29 pada skala 4. Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini, disarankan kepada guru untuk menerapkan penilaian kinerja agar hasil penilaian lebih adil dan menyeluruh. Guru hendaknya memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk menunjukkan kinerjanya melalui praktikum, sehingga siswa lebih terampil dan memiliki keterampilan hidup yang dapat diterapkan dalam kehidupannya setelah terjun ke masyarakat. Pembelajaran dengan metode praktikum juga mampu memotivasi siswa dan membuat mereka tidak terjebak untuk menghafal pelajaran.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

  Tesis yang berjudul “Asesmen Kinerja Praktikum Penemuan dan Hubungannya dengan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Rangkaian Hambatan Listrik dan Hukum Kirchhoff” ini merupakan salah satu bentuk penelitian deskriptif korelasional. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan guna meraih gelar Magister Pendidikan pada Progran Studi Pendidikan IPA, konsentrasi Pendidikan Fisika Sekolah Lanjutan, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

  Penelitian ini melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, yakni dalam kegiatan menyusun rangkaian hambatan listrik dan membaca hasil pengukuran. Melalui penelitian ini diharapkan siswa akan lebih terampil dalam merangkai hambatan listrik dan meningkatkan pemahaman konsep siswa tentang rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff.

  Penulis menyadari tulisan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun guna perbaikan selanjutnya penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

  Bandung, Agustus 2005

  Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak dan hanya mengandalkan kemampuan penulis semata yang serba terbatas, penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Bapak Prof. Dr. Asmawi Zainul, M.Ed., selaku pembimbing I sekaligus sebagai direktur Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, yang telah memberikan bimbingan dengan sepenuh hati, cepat, sabar, dan selalu memotivasi selama penyusunan proposal sampai pelaporan hasil penelitian.

  2. Bapak Dr. Agus Setiawan selaku pembimbing II, yang juga telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh perhatian dan ketelitian dari sejak penulisan proposal sampai selesai penulisan tesis ini.

  3. Bapak Prof. Dr. H. Djam’an Satori, M.A., sebagai Asisten Direktur I Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam urusan akademik, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan cepat.

  4. Ibu Prof. Dr. Nuryani Rustaman, sebagai Asisten Direktur II Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia sekaligus sebagai dosen pada Program Studi Pendidikan IPA, yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, dan bantuan baik selama perkuliahan maupun dalam membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.

  5. Bapak Prof. Dr. H. Achmad A. Hinduan, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPA Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang tidak bosan-bosan membimbing, memotivasi, memberi masukan, dan arahan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai penyusunan tesis ini.

  6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan IPA di Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi pengembangan wawasan penulis.

  7. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu yang telah memberikan izin belajar kepada penulis di Program Studi Pendidikan IPA, konsentrasi Pendidikan Fisika ,Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

  8. Bapak Sumono, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri I Buay Madang OKU Timur, Sumatera Selatan, yang telah memberikan izin serta kesempatan untuk melaksanakan penelitian dan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

  9. Teman-teman sejawat Guru SMAN Negeri 1 Buay Madang yang telah bersedia bekerja sama dan membantu melakukan observasi saat siswa praktikum .

  10. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan IPA Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan sumbangan moril dan materil dalam penulisan tesis ini.

  11. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan untuk penyelesaian tesis ini.

  Penghargaan yang tak terhingga dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Masdalifah dan ayahanda tercinta Nasaruddin Pohan (alm), kakanda Relawati Pohan sekeluarga, Abanghanda Khondak Martua Pohan sekeluarga, Abanghanda Zakaria Pohan, abanghanda Irwan Pohan sekeluarga dan adinda Riyadi Pohan sekeluarga, atas motivasi serta doa yang tiada terputus dipanjatkan kepada Allah SWT untuk kesuksesan penulis. Demikian pula kepada Bapak Angkat saya H. Nurdin bin Masrudin sekeluarga dan Drs. Hamdi Akhsan, M.Si. sekeluarga yang memberikan dorongan dan dukungan sepenuhnya.

  Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan semoga amal baik BapakIbuSaudara mendapat imbalan dari Allah SWT dan Allah senantiasa melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.

  Bandung, Agustus 2005

  Penulis.

  H4 Tabel Persiapan untuk Menghitung Chi Kuadrat (Kinerja – Pemahaman). ..................................................................

  H5 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Kinerja denganTanggapan ...........................................................................

  H5.1 Tabel Persiapan untuk Menghitung a dan b

  (Kinerja – Tanggapan) ....................................................................

  H6 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi tanggapan dengan Pemahaman .......................................................

  H6.1 Tabel Persiapan untuk Menghitung a dan b

  (Tanggapan - Pemahaman) ..............................................................

  H7 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan Terhadap Konsep dengan Pemahaman Konsep ...........

  H8 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan Terhadap Praktikum dengan Pemahaman Konsep .........................

  H9 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum dengan Pemahaman Konsep .........

  H10 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Konsep dengan Kinerja ..................................................

  H11 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Praktikum dengan Kinerja ..............................................

  H12 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Penilaian Praktikum dengan Kinerja .............................

  H13 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Konsep dengan Tanggapan Terhadap Praktikum ...........

  H14 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Konsep dengan Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum ........................................................................................

  H15 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Tanggapan

  Terhadap Praktikum dengan Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum.........................................................................................

  H16 Tabel Persiapan untuk Menghitung Chi Kuadrat (Perrbedaan

  Tanggapan terhadap konsep antara Siswa yang Pemahaman Konsepnya Baik, Sedang, dan Kurang) ..........................................

  H17 Tabel Persiapan untuk Menghitung Chi Kuadrat (Perrbedaan

  Tanggapan terhadap Praktikum antara Siswa yang Pemahaman Konsepnya Baik, Sedang, dan Kurang) ..........................................

  H18 Tabel Persiapan untuk Menghitung Chi Kuadrat (Perrbedaan

  Tanggapan terhadap Penilaian Praktikum antara Siswa yang Pemahaman Konsepnya Baik, Sedang, dan Kurang) .....................

  H19 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Kolmogorov-Smirnov

  (Perbedaan Kinerja siswa Laki-laki dengan Perempuan) ...............

  H20 Tabel Persiapan untuk Menghitung harga t hitung

  (Perbedaan Kinerja siswa Laki-laki dengan Perempuan) ...............

  H21 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Kinerja

  dengan Pemahaman Konsep Siswa Laki-laki..................................

  H22 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Kinerja

  dengan Tanggapan Siswa Laki-laki ................................................

  H23 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan dengan Pemahaman Konsep Siswa Laki-laki ..............

  H24 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Konsep dengan Pemahaman Konsep Siswa Laki-laki ................................................................................

  H25 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Praktikum dengan Pemahaman Konsep Siswa Laki-laki ...............................................................................

  H26 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum dengan Pemahaman Konsep Siswa Laki-laki ..................................................................

  H27 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Konsep dengan Kinerja Siswa Laki-laki .....

  H28 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Praktikum dengan Kinerja Siswa Laki-laki .. .............................................................................

  H29 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum dengan Kinerja Siswa Laki-laki ...............................................................................

  H30 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Siswa Laki-laki Terhadap Konsep dengan Tanggapan Siswa Laki-laki Terhadap Praktikum ...........................

  H31 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Siswa Laki-laki Terhadap Konsep dengan Tanggapan Siswa Laki-laki TerhadapPenilaian Praktikum.............

  H.32 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi TanggapanSiswa Laki-laki Terhadap Praktikum dengan Tanggapan Siswa Laki-laki Terhadap Penilaian Praktikum ...........

  H33 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Kinerja dengan Pemahaman Konsep Siswa Perempuan .................

  H34 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi Kinerja

  Dengan Tanggapan Siswa Perempuan.............................................

  H35 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan dengan Pemahaman Konsep Siswa Perempuan............

  H36 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Konsep dengan Pemahaman Konsep Siswa Perempuan................................................................

  H37 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Praktikum dengan Pemahaman Konsep Siswa Perempuan................................................................

  H38 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum dengan Pemahaman Konsep Siswa Perempuan ...........................................

  H39 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Konsep dengan Kinerja Siswa Perempuan.............................................................................

  H40 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Praktikum dengan Kinerja Siswa Perempuan.............................................................................

  H41 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Terhadap Penilaian Praktikum dengan Kinerja Siswa Perempuan................................................................

  H42 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Siswa Perempuan Terhadap Konsep dengan Tanggapan Siswa Perempuan Terhadap Praktikum .......................

  246

  H43 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Siswa Perempuan Terhadap Konsep dengan Tanggapan Siswa Perempuan TerhadapPenilaian Praktikum .........

  247

  H44 Tabel Persiapan untuk Menghitung Koefisien Korelasi

  Tanggapan Siswa Perempuan Terhadap Praktikum dengan Tanggapan Siswa Perempuan Terhadap Penilaian Praktikum .......

  248

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Lembaga pendidikan persekolahan seharusnya memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) bagi siswanya, sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2004. Selain itu, pendidikan juga harus mampu meningkatkan berbagai aspek perubahan tingkah laku, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sekurang- kurangnya melalui pendidikan yang ditempuhnya, warga negara memiliki keterampilan hidup (life skill) yang dapat dimanfaatkannya setelah selesai menempuh pendidikan pada suatu jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan salah satu kompetensi dari lulusan SMAMA yaitu mampu mengalihgunakan kemampuan akademik dan keterampilan hidup di masyarakat lokal maupun global (Puskur-Balitbang Depdiknas, 2001).

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum (Puskur) Depdiknas (dalam Sudrajat H., 2002), selama tahun pelajaran 20012002, 88,4 siswa lulusan SLTA tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dan 34,4 siswa lulusan SLTP tidak melanjutkan ke SLTA. Melihat kenyataan ini, seyogyanya pendidikan yang mereka peroleh dibangku SMP atau SMA dapat mereka gunakan dalam kehidupannya setelah terjun ke masyarakat, sehingga pendidikan dapat berperan mengubah “manusia-beban” menjadi “manusia-produktif” dan pada akhirnya mereka mampu menghidupi diri sendiri dan keluarganya.

  Disamping itu, bagi siswa yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pendidikan seharusnya memberikan bekal pengetahuan dan dasar kinerja yang akan mereka butuhkan pada saat menempuh pendidikan pada jenjang yang akan ditempuhnya.

  Fisika sebagai salah satu bagian dari bahan ajar IPA di sekolah memiliki berbagai bahan kajian yang menarik untuk dipelajari, dipahami, dikembangkan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya pendidikan fisika selama ini kurang bermanfaat bagi siswa yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan pembelajaran fisika umumnya dilakukan dengan metode konvensional (ceramah). Akibatnya, siswa hanya menghapal konsep sehingga mereka tidak mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Sesuai dengan kurikulum 2004, penyampaian bahan kajian materi pelajaran fisika pada umumnya tidak dapat terlepas dari kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap penguasaan konsep, karena ada keterkaitan antara teori dan praktikum. Prinsip- prinsip yang dikemukakan dalam teori akan dikaji dalam praktikum, demikian pula sebaliknya pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam praktikum dicari dasar-dasarnya dalam teori dan prinsip-prinsip (Sutarno, 1995). Praktikum dapat memberikan penguatan terhadap penguasaan konsep, dan teori yang disampaikan dalam pembelajaran dapat diuji dengan praktikum, sehingga siswa lebih memahami konsep yang disampaikan. Menurut Rustaman (2002), terdapat beberapa alasan dilakukannya kegiatan praktikum, yaitu: pertama, praktikum Sesuai dengan kurikulum 2004, penyampaian bahan kajian materi pelajaran fisika pada umumnya tidak dapat terlepas dari kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap penguasaan konsep, karena ada keterkaitan antara teori dan praktikum. Prinsip- prinsip yang dikemukakan dalam teori akan dikaji dalam praktikum, demikian pula sebaliknya pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam praktikum dicari dasar-dasarnya dalam teori dan prinsip-prinsip (Sutarno, 1995). Praktikum dapat memberikan penguatan terhadap penguasaan konsep, dan teori yang disampaikan dalam pembelajaran dapat diuji dengan praktikum, sehingga siswa lebih memahami konsep yang disampaikan. Menurut Rustaman (2002), terdapat beberapa alasan dilakukannya kegiatan praktikum, yaitu: pertama, praktikum

  

  Agar pembelajaran fisika lebih bermakna, pembelajarannya harus banyak didukung oleh praktikum, tetapi praktikum yang tidak disertai oleh penilaian ternyata juga kurang mendorong siswa melakukannya dengan sungguh-sungguh. Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja siswa pada saat praktikum, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mahmudah (2000) bahwa penerapan penilaian kinerja dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan lebih sungguh-sungguh, dapat melatih siswa lebih mandiri, jujur, dan bertanggungjawab.

  Untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran, diperlukan adanya suatu penilaian yang menyangkut segala aspek kegiatan belajar mengajar, yakni aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Hal ini berarti untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa tidak cukup hanya menggunakan tes tertulis (paper and pencil test) saja. Sesuai dengan tujuan evaluasi bidang pendidikan yaitu untuk meningkatkan kinerja individu atau lembaga (Dirjen Dikdasmen, 2004), maka evaluasi hasil belajar yang dalam pelaksanaannya didahului dengan asesmen harus mampu mendorong siswa untuk belajar lebih baik.

  Menurut Estu (1999) pelaksanaan penilaian hasil belajar IPA tidak cukup hanya diungkap dengan tes objektif dan essai, karena kedua tes tersebut belum

  dapat mengungkap hasil belajar IPA dari segi proses. Untuk mengungkapnya diperlukan alat penilaian berupa tes kinerja siswa. Penilaian kinerja yang lebih dikenal dengan asesmen kinerja dapat memperlihatkan kemampuan siswa dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam situasi yang sesungguhnya (Airasian, 1994). Mitchell (dalam Airasian, 1994) mengemukakan bahwa membedakan antara kemampuan dalam menggambarkan bagaimana keterampilan tersebut ditampilkan dan kemampuan dalam mengaktualisasikan keterampilan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam penilaian di kelas. Stiggins (1994) menegaskan bahwa asesmen kinerja (performance assessment) merupakan salah satu alternatif penilaian yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu observasi proses saat berlangsungnya unjuk keterampilan dan evaluasi hasil cipta produk.

  Konsep rangkaian hambatankomponen listrik dan hukum Kirchhoff, merupakan salah satu materi fisika yang banyak digunakan masyarakat, karena hampir semua elemen masyarakat menggunakan rangkaian dan hukum ini pada pemasangan listrik di rumahnya. Namun demikian banyak siswa lulusan SMA yang tidak memahaminya, meskipun mereka telah mempelajarinya sewaktu belajar di SMA. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya praktikum yang mereka lakukan selama duduk di bangku SMA, bahkan banyak yang sama sekali tidak pernah melakukan praktikum, padahal pada saat pelaksanaan praktikum selain mereka melakukan unjuk kerja, guru juga dapat menanamkan konsep materinya kepada siswa.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian yang berkaitan dengan kinerja dalam pembelajaran dan hubungannya dengan pemahaman konsep siswa terhadap konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  “Bagaimana hubungan antara asesmen kinerja praktikum penemuan dengan pemahaman siswa tentang konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff?” Rumusan masalah di atas dirinci ke dalam pertanyaan-pertanyaan

  penelitian, sebagai berikut:

  1. Bagaimana hubungan antara kinerja pada praktikum rangkaian hambatan

  listrik dan hukum Kirchhoff dengan pemahaman konsep siswa tentang konsep tersebut?

  2. Apakah ada perbedaan kinerja siswa laki-laki dengan siswa perempuan

  pada praktikum rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff?

  3. Bagaimana hubungan antara tanggapan siswa terhadap konsep rangkaian

  hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan penilaian kegiatan praktikum dengan kinerja siswa saat praktikum?

  4. Adakah perbedaan yang signifikan tanggapan siswa terhadap konsep

  rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan

C. Pembatasan Masalah

  Untuk menghindari terjadinya perluasan masalah yang tidak terarah, maka perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

  1. Asesmen kinerja pada penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti dan

  dibantu oleh observer lain yang dianggap mampu oleh peneliti.

  2. Bahan kajian fisika yang akan dibahas adalah konsep rangkaian hambatan

  listrik dan hukum Kirchhoff.

  3. Praktikum yang dilakukan adalah menyusun rangkaian listrik, membaca

  hasil pengukuran, melihat perbedan antara susunan seri dan susunan paralel hambatan listrik, dan merumuskan Hukum I dan II Kirchhoff.

D. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menjelaskan bagaimana hubungan antara kinerja dalam praktikum dengan

  pemahaman siswa tentang konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff.

  2. Menjelaskan perbedaan antara kinerja siswa laki-laki dengan siswa

  perempuan pada praktikum rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff.

  3. Menjelaskan hubungan antara tanggapan siswa terhadap konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan penilaian kegiatan praktikum dengan kinerja siswa saat praktikum

  4. Menjelaskan ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan tanggapan siswa

  terhadap konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan penilaian kegiatan praktikum antara kelompok siswa yang pemahaman konsepnya baik, sedang, dan kurang.

E. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain adalah:

  1. Memotivasi guru atau calon guru dalam mengembangkan asesmen kinerja.

  2. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar

  terutama kegiatan praktikum, karena aktivitas dan kreativitasnya dihargai berdasarkan kriteria penilaian yang telah disepakati bersama guru.

  3. Memberikan masukan kepada guru untuk menerapkan asesmen kinerja

  siswa dalam rangka meningkatkan cara penilaian terhadap hasil belajar siswanya.

F. Hipotesis

  Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap kinerja dapat memotivasi siswa (Mahmudah, 2000). Semakin tinggi motivasi siswa, mereka akan lebih sungguh- sungguh memahami apa yang sedang dipelajarinya. Hipotesis nol penelitian ini adalah:

  “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asesmen kinerja pada praktikum dengan pemahaman siswa tentang rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff ”

  Hasil penelitian tentang kreatifitas menunjukkan bahwa semua orang tanpa memandang usia dan suku bangsa adalah orang-orang kreatif sampai batas-batas tertentu. (Amien,1987). Disamping itu, menurut Phopam (1995) tugas kinerja yang diberikan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin atau status sosial, budaya maupun ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat Phopam tersebut dirumuskan hopotesis nol sebagai berikut:

  “Tidak terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan”

  Tanggapan seseorang terhadap sesuatu mencerminkan bagaimana orang tersebut menyikapi hal itu. Seseorang yang menanggapi sesuatu dengan baik cendrung senang dan sungguh-sungguh melakukannya. Berdasarkan kenyataan tersebut dirumuskan hopotesis nol sebagai berikut:

  “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tanggapan siswa terhadap konsep, pelaksanaan praktikum, dan pelaksanaan penilaian praktikum dengan kinerja siswa”.

  “Tidak terdapat perbedaan tanggapan yang signifikan terhadap konsep, pelaksanaan praktikum, dan pelaksanaan penilaian praktikum antara kelompok siswa yang pemahaman konsepnya baik, sedang, dan kurang”.

G. Definisi Operasional

  1. Asesmen kinerja pada penelitian ini adalah penilaian (asesmen) terhadap keterampilan psikomotor yang muncul selama kegiatan praktikum berlangsung, diukur menggunakan lembar observasi berupa daftar cek dan skala penilaian (rating scale), yang disusun khusus untuk tujuan penelitian ini.

  2. Tanggapan siswa adalah persepsi siswa tentang pelajaran konsep rangkaian hambatan listrik dan hukum Kirchhoff, kegiatan praktikum, dan penilaian kegiatan praktikum, yang dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan lembar angket, yang disusun khusus untuk tujuan penelitian ini.

  3. Kegiatan Praktikum penemuan adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam laboratorium dengan cara siswa dituntun menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. Praktikum yang dilakukan adalah menyusun rangkaian listrik, membaca hasil pengukuran, melihat perbedan antara susunan seri dan susunan paralel hambatan listrik, dan merumuskan Hukum I dan II Kirchhoff. Instrumen penelitian dikonstruksi khusus untuk penelitian ini.

  4. Pemahaman siswa adalah penguasaan ranah kognitif setelah selesai proses pembelajaran. Dalam penelitian ini pemahaman didasarkan pada skor total yang diperoleh siswa, diukur dengan menggunakan tes objektif dengan 5 pilihan, yang dikonstruksi khusus untuk penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Asesmen Kinerja (Performance Assessment)

1. Pengertian Asesmen Kinerja

  Asesmen kinerja merupakan penilaian yang mengharuskan peserta didik untuk mempertunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban yang tersedia (Zainul, 2001). Dalam kegiatan praktikum selain dapat mengukur aspek psikomotor, guru juga dapat mengukur aspek afektif peserta didik. Sedangkan dalam penilaian yang bersifat paper and pencil test guru dapat mengukur aspek kognitif siswa. Dengan demikian cukup baik, jika ingin mengukur hasil belajar siswa secara keseluruhan (aspek afektif, kognitif dan psikomotor) digunakan asesmen kinerja saat siswa melakukan unjuk kerja untuk menilai afektif dan psikomotornya dan menggunakan paper and pencil test untuk mengukur pemahaman konsepnya.

  Menurut Stiggins (1994), performance assessment adalah suatu bentuk tes dimana siswa diminta untuk melakukan aktivitas khusus dibawah pengawasan penguji (guru), yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang ditunjukkannya. Sejalan dengan pendapat Stiggins tersebut, Airasian (1994) berpendapat bahwa penilaian yang mampu membuat siswa memberikan sebuah jawaban atau suatu hasil, yang mendemonstrasikan atau mempertunjukkan segala pengetahuan dan keterampilankinerja disebut asesmen kinerja.

2. Manfaat dan Kelebihan Asesmen Kinerja

  Asesmen kinerja memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai tugas dan situasi, untuk memperlihatkan kemampuan keterampilan yang berkaitan dengan tugas atau kegiatan yang harus dikerjakan. Artinya, asesmen kinerja mengarah pada keterampilan proses siswa yang merangsang kemampuan baik psikomotor, afektif, maupun kognitif. Dengan demikian melalui asesmen kinerja guru dapat menilai siswa tidak hanya dari segi kognitif saja yang membuat penilaian tidak fair dan tidak adil.

  Manfaat asesmen kinerja menurut Airasian (1994) yakni mengindikasikan bagaimana para siswa menggunakan informasi, untuk memperlihatkan kegiatan-kegiatanaktivitas-aktivitas dan menghasilkan sesuatu dalam situasi yang menggambarkan kehidupan sebenarnya. Manfaat lain adalah bahwa sekali asesmen kinerja dikembangkan, maka instrumen tersebut dapat digunakan terus-menerus.

  Sementara itu, keunggulan asesmen kinerja sebagaimana diungkapkan Stiggins (1994) adalah bahwa penggunaan asesmen kinerja di dalam kelas membuat guru lebih percaya diri dan menyukai kualitas asesmen kinerja. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Estu (1992) asesmen kinerja lebih fair, lebih adil, dan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara langsung aktif dalam proses pembelajaran. Lebih jauh lagi Reichel (1994) mengemukakan bahwa asesmen kinerja berguna bagi guru untuk memandang asesmen sebagai bagian dari proses belajar mengajar, bukan sekedar nilai akhir, membangun atau membentuk kriteria-kriteria untuk memastikan evaluasi yang dibuat tidak menjadi Sementara itu, keunggulan asesmen kinerja sebagaimana diungkapkan Stiggins (1994) adalah bahwa penggunaan asesmen kinerja di dalam kelas membuat guru lebih percaya diri dan menyukai kualitas asesmen kinerja. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Estu (1992) asesmen kinerja lebih fair, lebih adil, dan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara langsung aktif dalam proses pembelajaran. Lebih jauh lagi Reichel (1994) mengemukakan bahwa asesmen kinerja berguna bagi guru untuk memandang asesmen sebagai bagian dari proses belajar mengajar, bukan sekedar nilai akhir, membangun atau membentuk kriteria-kriteria untuk memastikan evaluasi yang dibuat tidak menjadi

  Menurut Stiggins (1994) ada beberapa alasan mengapa asesmen kinerja perlu dilakukan, yaitu:

  a. Memberi peluang yang lebih banyak kepada guru untuk mengenali siswa

  secara lebih utuh, sebab pada kenyataannya tidak semua siswa yang kurang berhasil dalam tes objektif atau essay secara otomatis bisa dikatakan tidak terampil atau tidak kreatif. Dengan demikian penilaian kinerja siswa melengkapi cara penilaian lainnya.

  b. Dapat melihat kemampuan siswa selama proses pembelajaran tanpa harus

  menunggu hingga proses tersebut berakhir. Asesmen kinerja membantu guru memudahkan mengamati dan menilai siswa dalam belajar sesuatu, dengan demikian akan didapat informasi mengenai bagaimana siswa berintegrasi dengan lingkungannya selama proses belajar mengajar.

  c. Adanya kemampuan siswa yang sulit diketahuidideteksi hanya dengan

  melihat hasil akhir pekerjaan mereka, atau hanya melalui tes tertulis, yaitu segi keterampilan dan kreatifitas. Segi keterampilan dan kreatifitas ini dimunculkan dengan cara menugaskan siswa untuk memperagakan keterampilan yang dikuasainya dan membuat suatu karya. Terdapat beberapa target yang akan dicapai melalui asesmen kinerja yakni:

  (1) Knowledge atau pengetahuan. (2) Reasoning yang berarti penalaran atau (1) Knowledge atau pengetahuan. (2) Reasoning yang berarti penalaran atau

  Asesmen kinerja memiliki cakupan aspek yang luas, berbagai aspek kegiatan yang dilakukan dapat dinilai dengan menggunakan asesmen kinerja. Namun demikian, penilaian yang baik akan selalu mengikuti suatu proses atau langkah yang teratur, demikian juga asesmen kinerja. Menurut Stiggins (1994) penilaian yang baik akan mengikuti hal-hal sebagai berikut:

   Berawal dari sasaran pencapaian yang tepat  Mempunyai maksud yang jelas  Tergantung pada metode penilaian yang layak  Penyampelan penampilan yang tepat  Mengawasi semua sumber yang relevan dari interferensi eksternal.

3. Tugas-tugas Kinerja (Task) dan Kriteria Penilaian (Rubrik)

  Pemberian tugas (task) merupakan syarat penting untuk dapat dilakukannya penilaian terhadap penampilan atau unjuk kerja siswa. Dengan kata lain, penilaian unjuk kerja tidak dapat dilakukan tanpa adanya tugas yang nyata (Tucker, dalam Marzano, 1993). Dalam bukunya yang berjudul Student-Centered Classroom Assessment, Stiggins (1994) menyatakan bahwa dalam penilaian kinerja siswa, guru menghendaki respon yang “authentic” atau yang asli, berupa aktivitas yang dapat diamati. Tugas yang diberikan bisa dalam bentuk lisan atau Pemberian tugas (task) merupakan syarat penting untuk dapat dilakukannya penilaian terhadap penampilan atau unjuk kerja siswa. Dengan kata lain, penilaian unjuk kerja tidak dapat dilakukan tanpa adanya tugas yang nyata (Tucker, dalam Marzano, 1993). Dalam bukunya yang berjudul Student-Centered Classroom Assessment, Stiggins (1994) menyatakan bahwa dalam penilaian kinerja siswa, guru menghendaki respon yang “authentic” atau yang asli, berupa aktivitas yang dapat diamati. Tugas yang diberikan bisa dalam bentuk lisan atau

  Aspek yang dinilai dalam kinerja meliputi: 1) aspek prosedur, keterampilan, atau teknis, 2) produk atau hasil. Jika prosedur dinilai, berarti si penguji mencoba menentukan seberapa terampil orang yang bersangkutan menampilkan prosedur yang diinginkan, sedangkan penilaian produk menekankan kualitas hasil akhir. Berdasarkan kedua aspek yang akan dinilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru tidak dapat menilai kinerja siswa tanpa adanya tugas- tugas, begitu juga guru tidak akan dapat menilai tingkat prestasi siswa tanpa tugas-tugas yang nyata.

  Menurut Wangsatorntanakhun (2004) setelah tugas-tugas kinerja siswa dibuat, maka selanjutnya adalah membuat kriteria penilaian (rubrik). Hal ini bertujuan untuk menghubungkan kurikulum dengan tugas-tugas asesmen. Agar desain kriteria penilaian efektif harus dipertimbangkan siapa yang akan menggunakannya, harus jelas standar yang akan dicapai.

  Kriteria penilaian kinerja (rubrik) hendaknya telah ditentukan secara jelas sebelum siswa mulai mengerjakan tugas. Untuk memudahkan pelaksanaan penilaian terhadap kinerja, harus dirancang tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa. Tahap-tahap pengembangan tugas diawali dengan mengidentifikasi tujuan, Kriteria penilaian kinerja (rubrik) hendaknya telah ditentukan secara jelas sebelum siswa mulai mengerjakan tugas. Untuk memudahkan pelaksanaan penilaian terhadap kinerja, harus dirancang tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa. Tahap-tahap pengembangan tugas diawali dengan mengidentifikasi tujuan,

  Menentukan kriteria penilaian (rubrik) perlu dilakukan karena mempunyai kegunaan untuk menentukan validitas dan keadilan. Menurut Zainul (2001) kriteria penilaian dalam penilaian kinerja merupakan alat atau pedoman penilaian hasil kinerja siswa. Kritaria penilaian dapat membantu guru untuk menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan.

  Phopam (1995) mengemukakan tujuh kriteria penilaian yang digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih tugas kinerja siswa, yaitu:

  1. Keumuman (generalizability), maksudnya bahwa antara tugas yang

  diberikan sebanding dengan kemampuan siswa.

  2. Keaslian (authenticity), maksudnya tugas yang diberikan sesuai dengan

  apa yang ditemukan siswa di dunia nyata.

  3. Berfokus ganda (multiple focus), maksudnya dapat dinilai dari berbagai

  segi, tidak semata-mata dari satu segi saja.

  4. Keadilan (fairness), maksudnya tugas yang diberikan tidak dipengaruhi

  oleh jenis kelamin atau status sosial, budaya maupun ekonomi.

  5. Bisa tidaknya diajarkan (teachability), maksudnya perlu dipertimbangkan

  tingkat kesukaran tugas, jika terlalu sukar maka tidak tepat untuk diberikan kepada siswa.

  6. Kepraktisan (feasibility), maksudnya keterjangkauan untuk dilaksanakan

  oleh siswa berkaitan dengan biaya, ruangan, waktu dan peralatan.

  7. Bisa tidaknya diskor (scorability), maksudnya tugas yang diberikan harus

  dapat diskor. Stiggins (1994) menganjurkan agar dalam asesmen kinerja siswa dilibatkan dalam hal:

  1. Perencanaan kriteria penilaian pada awal pembelajaran

  2. Memeriksa kriteria yang terpenuhi dan yang belum terpenuhi

  3. Membuat display kriteria penilaian

  4. Pengembangan latihan kerja

  5. Membandingkan kinerja yang kontras, misalnya yang berkualitas tinggi

  dan yang berkualitas rendah

  6. Mentransformasikan kriteria penilaian ke dalam checklist, rating scale atau

  pencatatan lainnya

  7. Menilai kinerja sendiri dan siswa lain.

  Lebih lanjut stiggins (1994) mengemukakan beberapa ciri kriteria yang baik, yaitu:

  1. Mencerminkan seluruh komponen penting dari suatu kinerja

  2. Sesuai dengan konteks dan kondisi-kondisi suatu kinerja

  3. Mewakili dimensi kinerja sehingga memungkinkan para penilai untuk

  menggunakan atau menerapkan serangkaian tugas serupa secara konsisten

  4. Disesuaikan dengan kondisi peserta uji

  5. Dapat dipahami dan mudah digunakan

  6. Dapat menghubungkan hasil penilaian secara langsung ke dalam proses

  pengambilan keputusan instruksional

  7. Sebagai sarana untuk mendemonstrasikan dan mengkomunikasikan

  perkembangan siswa dari waktu ke waktu. Kriteria penilaian kinerja (rubrik) dijadikan sebagai pedoman dalam

  pemberian skor terhadap hasil kerja siswa. Ada tiga kategori asesmen kinerja menurut Reichel (1994) yaitu baik, jika pekerjaan seorang siswa memenuhi semua kriteria kinerja, sedang, jika pekerjaan siswa memenuhi semua kriteria kecuali satu, kurang, jika pekerjaannya memenuhi semua kriteria kecuali dua. Selain itu Reichel (1994) juga mengemukakan bahwa pemberian skor dari nilai relatif pada sebuah pekerjaan merupakan bagian dari sistem manapun, guru tetap perlu menetapkanmenaksir keberhasilan belajar siswa.

  Instrumen yang digunakan mengukur keterampilan menurut Arikunto (2001) biasanya menggunakan matrik. Misalnya instrumen untuk mengamati keterampilan praktek memasak (skala 5) adalah sebagai berikut:

  Tabel 2.1 Instrumen Untuk Mengamati Keterampilan Praktek Nama: ............... Kelas:............................

  1. Terampil menyiapkan alat

  2 Tekun dalam bekerja

  3 Menggunakan waktu sangat efektif

  4 Mampu bekerjasama

  5 Memperhatikan keselamatan kerja

  6 Memperhatikan kebersihan

  7 Hasil masakan enak

  Sejalan dengan yang dikemukakan Arikunto, kriteria penilaian menurut Simangunsong (1982) dapat juga dalam bentuk huruf yakni A = Baik, B = Cukup,

  C = Sedang dan D = Kurang. Penyusunan rating scale (skala penilaian) harus C = Sedang dan D = Kurang. Penyusunan rating scale (skala penilaian) harus

  Kategori penskoran lain adalah kategori yang dikemukakan Popham (1995), ia menyebutkan ada lima kategori kriteria penilaian yakni: kategori rendah jika siswa tidak melaksanakan tugas, tidak melengkapi rambu- rambukriteria atau tidak menunjukkan aktivitas yang menyeluruh. Kategori kurang jika hasil tidak memenuhi kriteria, tidak menyelesaikan apa yang ditanyakan, berisi kesalahan-kesalahan atau kualitasnya rendah daripada yang lain. Kategori cukup jika hasil atau asesmen memenuhi beberapa kriteria dan tidak berisi kesalahan besar atau kesalahan yang berarti. Kategori baik jika hasil atau asesmen secara kokoh atau lengkap memenuhi kriteria, dan kategori baik sekali jika semua kriteria ditemui, hasil atau asesmen lengkap memenuhi kriteria dan mempunyai keistimewaan. Sedangkan menurut Rustaman (1994), penilaian dilakukan dengan tiga kategori yaitu: baik, sedang, dan kurang, dengan konversi nilai 3 untuk kategori baik, 2 untuk kategori sedang dan 1 untuk kategori kurang. Untuk memudahkan penelitian ini, penulis cendrung menggunakan asesmen kinerja dengan kriteria penilaian sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Mahmudah (2000) dan Irawan (2002) yang menggunakan kriteria penilaian dari Rustaman dan Reichel.

B. Model Belajar Penemuan dan Penerapannya dalam Pembelajaran

  Fakta yang kita temui di lapangan menunjukkan bahwa, pembelajaran fisika di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat informatif. Menurut Amien (1987), metode pembelajaran seperti ini tidak mendukung pengembangan keterampilan berpikir siswa, karena guru mengajarkan fakta-fakta, rumus-rumus, hukum-hukum, dan siswa menghafalkannya. Oleh karena itu para pakar pendidikan mulai mencari model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal sesuai dengan karakteristik IPA. Para pakar pendidikan menyarankan untuk beralih dari pembelajaran yang berpusat pada guru ke penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada siswa.

  Salah satu model pembelajaran kognitif dari Bruner (1968) adalah belajar penemuan. Model ini menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam proses belajar. Penemuan merupakan suatu proses mental dimana siswa terlibat langsung dalam menggunakan proses mentalnya, untuk menemukan suatu konsep atau prinsip (Dahar, 1996). Sesuai dengan yang dikemukakan Dahar, Amien (1987) juga menyatakan bahwa penemuan adalah suatu proses mental dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penemuan terjadi apabila siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya, untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Proses mental yang dilakukan siswa diantaranya: mengamati, mengolong- golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan dan sebagainya.

  Cara belajar penemuan menurut Riedesel (dalam Supriadi, 2000) menekankan pada pencarian hubungan antara bentuk atau pola untuk memahami struktur dari masalah yang timbul. Belajar penemuan penting dalam pembelajaran fisika karena proses pembelajaran ini selalu melibatkan siswa dalam diskusi, memungkinkan siswa dapat bekerjasama dalam memecahkan suatu masalah. Pembelajaran dengan model penemuan harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses penemuannya.

  Pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Ketiga, secara menyeluruh hasil belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas (Dahar, 1996). Selanjutnya menurut Keegen (1995) belajar penemuan dapat mendorong siswa untuk meningkatkan konsep dan mempunyai efek yang positif untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan.

  Macam-macam pembelajaran dengan model penemuan (discovery) menurut Amien (1987), diantaranya adalah: 1) guided discovery, 2) modified discovery, dan 3) free discovery. Metode penemuan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis modified discovery, dimana guru memberikan problem atau masalah kepada siswa, kemudian siswa memecahkan masalah melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh

  jawaban. Metode ini dipilih peneliti agar dapat memadukan berbagai cara dalam pembelajaran, karena kemampuan siswa pada populasi penelian yang direncanakan peneliti tergolong rendah, dan sangat jarang melakukan praktikum khususnya pelajaran fisika. Pada metode pembelajaran penemuan ini bimbingan dan pengawasan guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Dalam hal ini tugas guru adalah memberikan masalah pada siswa untuk dipecahkan oleh siswa sendiri, menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka pemecahan masalah. Guru mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah, untuk meningkatkan keterampilan inetelektual siswa yang menjadi indikator dari belajar penemuan.

  Tahap-tahap penggunaan model belajar penemuan dalam pembelajaran menurut Amien (1987) dapat diuraikan sebagai berikut:

  a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum lembaran kerja siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.

  b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam lembar kerja siswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar.

  c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi

C. Pembelajaran Rangkaian Hambatan Listrik dan Hukum Kirchhoff di SMA

  Menurut Kurikulum 2004 standar kompetensi pada subkonsep listrik dinamis yang diajarkan pada siswa SMA adalah menerapkan konsep kelistrikan (baik statis maupun dinamis) dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi. Standar kompetensi tersebut diuraikan ke dalam beberapa kompetensi dasar sebagai berikut:

  1. Merangkai alat ukur listrik, menggunakannya secara baik dan benar dalam

  rangkaian listrik.

  2. Memformulasikan persamaan-persamaan listrik ke dalam bentuk

  persamaan.

  3. Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari-

  hari.

  4. Menerapkan konsep gaya listrik, medan listrik dan hukum Gauss pada

  suatu distribusi muatan.

  5. Memformulasikan konsep potensial listrik dan energi potensial listrik serta

  keterkaitannya.

  6. Memformulasikan prinsip kerja kapasitor dan mengaplikasikannya.

  7. Menerapkan induksi magnetik dan gaya magnetik pada beberapa produk

  teknologi.

  8. Memformulasikan konsep induksi Faraday dan arus bolak-balik,

  keterkaitannya serta aplikasinya. (Depdiknas, 2003) Karena luasnya konsep kelistrikan tersebut maka penelitian ini dibatasi