Analisis Kandungan N Tidak Bermerek Di Kota Medan 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang

artinya asin adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan
dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu
pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang
sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara,
misalnya dengan pengasapan (Soeparno, 2009)
Komponen utama sosis terdiri dari daging lemak, dan air. Selain itu, pada
sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya
nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging
sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung
protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika
standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan
sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolestrol sosis yang cukup

tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah
maslah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya dikemudian hari. Jika
anak anda suka sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan kandungan
lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda harus jeli
membaca kandungan nutrisi pada label

11
Universitas Sumatera Utara

12

Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan,
dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan
proses kuring dan dimasukkan ke dalam selongsong (Buckle, 1987).Sosis adalah
produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (tidak kurang dari
75%) dengan tepung atau pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan
tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan
bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es, minyak, garam dan lemak.
Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bumbubumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan (bahan inovasi).

Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa latin “salsus”, yang memiliki arti
garam, sehingga sosis dapat diartikan sebagai daging giling yang diawetkan
dengan garam. Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang
dicacah serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).
Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah
emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya.
Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran
daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis
dibungkus

oleh

protein

daging

lean

dengan


struktur

serupa

dengan

emulsi,walaupun bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya. Protein
larut garam terutama mayonnaise diekstrak dengan garam dan selama proses
pencacahan membentuk sejenis emulsi yang membungkus partikel lemak.

Universitas Sumatera Utara

13

Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan yang
diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut Bukle et al.
(1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging
yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dan segera
dimasak untuk dimakan.
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara

harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal
pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses
pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena dimaksudkan untuk
mengawetkan daging segar yang tidak dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust
1987). Proses pembuatan sosis sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan garam
dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari
daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk
yang simetris (Tauber 1985).
Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Emulsi
adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekulmolekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik (Winarno 1997).
Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam kelas,
yaitu: sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis
masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging
masak (Kramlich 1971).
Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau digiling,
diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong

Universitas Sumatera Utara

14


serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa
ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam
selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering
dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan
dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi
dalam keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 2009).
2.1.1 Bahan pembuatan Sosis
Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, menurut Nakai dan
Modler (2000), adalah:
a.

Daging mentah: Pemilihan daging yang tepat adalah penting untuk
produksi sosis berkualitas. Daging mentah yang digunakan harus segar,
dengan jumlah mikrobia yang sangat rendah.

b.

Garam: Bentuk utama garam yang biasa digunakan adalah natrium klorida.
Pada prinsipnya, kegunaan garam adalah untuk memecah dan mengekstrak

protein myofibril yang diperlukan untuk dapat membentuk ikatan selama
pemasakan.

c.

Fosfat: Digunakan untuk memperbaiki kapasitas pengikatan air dari
daging dengan meningkatkan pembengkakan serat, untuk memecah
protein, dan mengurangi oksidasi. Selain itu juga dapat membantu
melindungi dan menstabilkan rasa serta warna pada produk akhir.

d.

Bahan pengawet: Kebanyakan sosis diawetkan dengan nitrit dan bentuk
nitrit yang populer digunakan adalah natrium nitrit.

Universitas Sumatera Utara

15

e.


Extenders dan Filler: Banyak produk sosis yang mengandung extenders
atau filler, seperti konsentrat whey protein, gluten gandum, dll. Fungsinya
adalah untuk meperbaiki tekstur dan rasa sosis.

f.

Air

g.

Penghambat mikrobia: Contohnya adalah potassium sorbat, benzoat
(dengan pencelupan), dan natrium laktat (diformulasikan dalam sosis).

h.

Bumbu:

Sosis


dibandingkan

merupakan
produk

lain.

produk

yang

Penambahan

sangat
bumbu

berbumbu
berfungsi

jika

untuk

memperbaiki rasa akhir produk.
i.

Antioksidan: Untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.
Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan

sosis diantaranya adalah garam, fosfat, bahan pengawet seperti nitrat, bahan
pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat atau lemak. Penambahan
lemak terutama untuk mencegah pengerutan protein dan menambah cita rasa.
Garam dan fosfat digunakan agar daging lebih awet dan untuk mengembangkan
protein, serta meningkatkan pengikatan air. Sedangkan asam askorbat digunakan
agar daging terlihat lebih memerah dan untuk mencegah pembusukan daging.
Sedangkan untuk meningkatkan kandungan sosis, tak jarang ditambahkan
karbohidrat dan isolat protein agar sosis lebih bergizi (Soeparno, 2009).
2.1.2

Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis
Walaupun banyak terdapat tipe-tipe produk sosis, terdapat beberapa proses


dasar dalam pembuatannya. Produksi sosis memiliki lima langkah yang umum,

Universitas Sumatera Utara

16

yaitu proses perubahan, pencampuran, pengisian, penggabungan, dan pengemasan
(Nakai dan Modler, 2000). Adapun proses pembuatan sosis daging sapi, menurut
Sutaryo dan Mulyani (2004), meliputi penggilingan daging, pencampuran adonan
sosis (daging, lemak, tepung, garam, gula, bumbu dan es), pengisian selongsong
sosis, pengukusan selama 30 menit, dan pendinginan.
Sosis mempunyai umur simpan yang berbeda-beda, tergantung dari cara
pengolahannya. Sosis mentah harus disimpan dalam refrigerator dengan kemasan
utuh, dapat disimpan dalam waktu tiga hari atau simpan beku, dan masak
sempurna sebelum dikonsumsi. Sosis masak dapat disimpan dalam refrigerator
selama tujuh hari setelah kemasan dibuka, atau simpan beku. Sosis kering dapat
disimpan pada suhu ruang sampai tiga minggu. Sosis semi kering dapat bertahan
hingga tiga minggu (kemasan utuh) dengan penyimpanan dalam refrigerator. Jika
kemasan sudah terbuka, simpan dalam refrigerator dan habiskan dalam waktu tiga

hari atau simpan beku (Syamsir, 2009). Syarat mutu sosis daging yang baik
menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel. 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging yang Baik
No

1

2
3
4
5
6
7

8

9

10

Kriteria Uji
Keadaan :
1.1 Bau
1.2 Warna
1.3 Rasa
1.4 Tekstur
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Bahan tambahan makanan
7.1 Pewarna
7.2 Pengawet
Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb)
8.2 Tembaga (Cu)
8.3 Seng (Zn)
8.4 Timah (Sn)
8.5 Raksa (Hg)
Cemaran Arsen (As)
Cemaran mikrobia :
10.1 Angka lempang total
10.2 Bakteri bentuk koli
10.3 Escherichia coli
10.4 Enterococci
10.5 Clostridium perfringens
10.6 Salmonella
10.7 Staphilococcus aureus

Satuan

Persyaratan

%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
%b/b

Normal
Normal
Normal
Bulat Panjang
Maks. 67,0
Maks. 3,0
Min. 13,0
Maks. 25,0
Maks. 8
Sesuai SNI 01-0222-1995

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks. 2,0
Maks. 20,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0 (250,0)
Maks. 0,03
Maks. 0,1

Koloni/gr
APM/gr
APM/gr
Koloni/gr
Koloni/gr

Maks.105
Maks. 10
>3
102
Negatif
Negatif
Maks. 102

(SNI 01-3820-1995)
Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:
a.

Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan,
contohnya polish sausage.

b.

Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter, bologna,
knackwurst.

Universitas Sumatera Utara

18

c.

Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage

d.

Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer
sausage, cervelet, dry salami, pepperoni.

e.

Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves.
Dari lima jenis sosis ini, yang umum dijumpai di Indonesia adalah dari

jenis yang dimasak dan diasap. Jika sosis mentah (fresh sausage) harus dimasak
hingga matang sebelum dikonsumsi maka sosis fermentasi dapat langsung
dimakan tanpa proses pemasakan atau pemanasan. Sosis masak dengan atau tanpa
diasap, karena sudah mengalami proses pemasakan pada proses pembuatannya,
cukup dipanaskan sebelum dikonsumsi.
Adapun Proses Pembuatan Sosis yaitu: Sosis dibuat dari daging segar yang
telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan
bahan-bahan garam, gula, NaNO3 atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai
merata. Daging campuran disimpan dengan suhu 1-3,5oC selama 1 malam. Setelah
selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti
bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir.
Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran
digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu
kamar. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan
benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau
pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut
didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu

Universitas Sumatera Utara

19

sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika
menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Suparno, 1998).
2.2

Nitrit
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta

natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama
berabad-abad

(Silalahi, 2005). Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas

karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, korned, dan burger)
selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet antimikroba, juga berfungsi
sebagai pemberi aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2006). Curing adalah cara proses
daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit
dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu (Harris, 1989). Maksud
curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur
dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. Produk
daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (Soeparno, 1994).
Menurut Winarno (2004), Pada umumnya proses curing terjadi karena:
a.

Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang
mampu mereduksi ferri menjadi ferro.

b.

Terjadinya denaturasi globinoleh panas. Bila daging yang di curing
dipanaskan pada suhu 1500F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi.

c.

Hasil akhir curing daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak
dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak.
Nitrit mampu menghambat pertumbuhan bakteri, terutama bakteri patogen

Clostridium botulinum (Silalahi, 2005). Bakteri ini merupakan mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara

20

patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging
cured. Nitrit mengahmbat produksi toksin Clostridium botulium dengan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang
disebabkan oleh toksin Clostridium botulium disebut botulisme (Soeparno, 2009).
Biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis daging
olahan seperti sosis dan daging lainnya . Pada sebuah penelitian pada tahun 1978
dikatakan bahwa nitrit dapat mengakibatkan kanker pada tikus percobaan karena
pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin yang
secara alamiah terdapat didalam makanan sehinga membentuk senyawa
nitrosiamin yang bersifat karsinogenik atau pemicu terbentuknya sel-sel kanker
yang sangat berbahaya ternyata nitrosiamin dapat menimbulkan tumor pada jenis
organ bahkan kadang-kadang dapat menembus plasenta sehinga dapat pula
mengakibatkan tejadinya tumor pada janin jadi meskipun berbagai jenis bahan
tambahan ini di bolehkan untuk dikonsumsi tetap ada batasnya yang di tetepkan
(Nurhayati 2007).
Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan
WOF (Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak
menyenangkan pada produkdaging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada
konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan
menurunkan angka TBA pada produk daging sapi dan ayam. TBA (Thio
Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid
membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan spektrofotometer.
Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanyaketengikan dari

Universitas Sumatera Utara

21

senyawa aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo,
2006).
Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan
(BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun
menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir
sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu suatu pengawet
ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki
warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya
vitamin serta mineral (Yuliarti, 2007).
Nitrat dan nitrit terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja
ditambahkan pada beberapa makanan oalahan, seperti daging sebagai pengawet
dan pewarna tetap (Adam M. dan Y. Motarjemi, 2004). Nama lain (sinonim) atau
nama dagang dari Natrium Nitrit adalah, Sendawa Chili, Caliche, Saltpeter, Soda
niter, anti-rust, filmerine, erinitrit, nci-c02084, synfat1004, azotynsodowy,
dusitansodny, natriumnitrit, nitritosodico, dan Sodium nirite. Sifat fisik dari
Natrium nitrit (NaNO2) berbentuk butiran berwarna putih sedangkan Kalium nitrit
(KNO2) berbentuk butiran berwarna putih dan mudah larut dalam air (Cahyadi,
2006).
Salah satu jenis pengawet yang digunakan adalah nitrit. Nitrit digunakan
dalam pengolahan daging. Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain :
1.

Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan
tersebut dipanaskan bisa meningkatkan daya awet 10 kali lebih lama

Universitas Sumatera Utara

22

daripada

bahan

pangan

dipanaskan

terlebih

dahulu

selanjutnya

ditambahkan nitrit.
2.

Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun

3.

Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam,
suhu inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum. (Nurwantoro, 1997).
Menurut

Soeparno

(1998),

penggunaan

nitrit

sebagai

pengawet

mempunyai tujuan untuk :
1.

Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen
Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi
daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin
Clostridiumbotulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada
daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan Clostridium
perferingens dan Staphylococcus aureus pada daging.

2.

Membentuk cita rasa
Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau
awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi
lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid,
asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.

3.

Memberi warna merah muda yang menarik
Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi
warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat
kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut

Universitas Sumatera Utara

23

mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin
yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin
tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi
metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan
nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Menurut Buckle
(1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan
senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh
panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai
warna merah muda yang relatif stabil.
Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan
Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di
Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999.
Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel
chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga
sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
2.3

Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit
Nitrat dan nitrit adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian

dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang
mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian
dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah
dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering
ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.

Universitas Sumatera Utara

24

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses
oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen.
Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah
komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat
mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam,
nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya.
Stuktur kimia dari nitrat

Struktur kimia dari nitrit

O == N -- O-

Berat meolkul: 62.05

Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen
yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak
pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion
klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan
nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit
maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas
beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat
dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Nitrat dan nitrit
bersifat higroskopis (Wahyudi, 2007).
2.4

Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan
Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging

ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan

Universitas Sumatera Utara

25

amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik
(Cahyadi,

2006).

Nitrosamin

merupakan

zat

karsinogenik

yang

dapat

menimbulkan kanker pada berbagai macam jaringan tubuh (Anwar, 2004).
Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diingini
seperti rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi
rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar
dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh
konvulsi, koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis dapat
mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).
Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan
dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari
kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini
akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih
berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis
yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan
dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila
daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi.
Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti
timbulnya kanker perut pada manusia.
Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek
vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri
abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta
sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada

Universitas Sumatera Utara

26

kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa.
Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah,
saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila
mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma
atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi
yang diberikan (Wahyudi, 2007).
Penggunaan nitrit pada produk kornet, sosis, dan produk daging giling
lainnya tidak boleh melebihi 150ppm. Orang yang mengkonsumsi produk
makanan yang menggunakan pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di
bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah
mengkonsumsi makanan tersebut (Candra, 2007). Batas penggunaan nitrit di
negara-negara Barat telah diturunkan dari 150 ppm menjadi hanya 50 ppm saja,
karena terbukti adanya kemungkinan terbentuknya senyawa nitrosamin yang
bersifat karsinogenik (Anwar, 2004).
Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek
vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri
abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta
sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada
kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa.
Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah,
saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila
mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma

Universitas Sumatera Utara

27

atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi
yang diberikan (Wahyudi, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet
nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder,
seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi
pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab
kanker).
2.5

Jenis-Jenis Bahan Pengawet
Bahan pengawet, menurut Cahyadi (2009), dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1.

Zat Pengawet Organik Zat pengawe organik yang masih sering dipakai
adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.

2.

Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari
pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik
digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam betuk garamnya.
Contoh: asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan lainlain.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses kyuring daging untuk

memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikrobia seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang
mematikan. Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit
dalam pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hamburger) selain
sebagai pembenuk warna dan bahan pengawet antimikrobia, juga berfungsi
sebagai pembentuk faktor sensori lain, yaitu aroma dan cita rasa. Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara

28

penggunaan Na-nitrit dapat menimbulkan efek yang membahayakan karena nitrit
dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin
yang bersifat toksik (Cahyadi, 2009).
Menurut Cahyadi (2009), reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan
atau dalam perut bersuasana asam adalah sebagai berikut:
R2NH + N2O3

R2N.NO + HNO2

(amin sekunder)
R3N + N2O3

R2N.NO + RNO2

Nitrosoamina (karsinogenik)
Penggunaan nitrat sebagai pengawet memang terbukti mampu mencegah
perkembangan bakteri Clostiridium botulinum penyebab keracunan makanan.
Namun kajian lain juga menemukan bahwa bahan nitrat atau nitrit yang digunakan
sebagai pengawet daging dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan
karsinogenik. Jika bahan ini seringkali masuk ke dalam tubuh bersama makanan
yang dimakan dalam rentang waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan
kanker (Benowitz, 2007).

Universitas Sumatera Utara

29

2.6

Kerangka Konsep
Sosis menggunakan pengawet nitrit pada proses pengolahan. Pada

penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar nitrit
yang tedapat dalam sosis kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999.
Sosis

Kandungan
Nitrit
Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara