Analisis Kandungan N Tidak Bermerek Di Kota Medan 2016

(1)

Gambar 1. Sosis Merek C


(2)

(3)

Gambar 6. Sosis Merek A


(4)

Gambar 1. Sampel dimasukkan dalam tabung reaksi

Gambar 2. Sampel yang sudah dimasukkan dalam tabung reaksi dipersiapkan untuk masuk dalam nanowave


(5)

(6)

Gambar 5. Sampel yang sudah menjadi larutan dipindahkan dalam erlenmeyer dan dicampur dengan bahan-bahan pereakksi

Gambar 6. Larutan sampel yang telah dicampur bahan pereaksi didiamkan sebelum dimsukkan dalam alat spektrofotometri


(7)

(8)

(9)

(10)

ܰ ܽ ܰ ܱଶ= ܥ ݔ 2000 ܸ ݔ ܹ Keterangan:

C : Konsentrasi NO2 (ppm) dalam larutan sampel V : Volume filtrat sampel (ml)

W : Berat Sampel (gr) Diketahui : C = 1,8342

V = 25 W = 10 Ditanya : NaNO2 Jawab :

ܰ ܽ ܰ ܱଶ= ܥ ݔ 2000 ܸ ݔ ܹ ܰ ܽ ܰ ܱଶ=

1,8342ݔ2000 25ݔ10


(11)

Jawab : 10 gr = 0,01 kg

Kadar Nitrit dalam 1 kg sampel = 1 x 14,6736 0,01


(12)

50 x 1467,36 = 73,218 mg 1000

Berdasarkan batas maksimum ADI yang dapat dikonsumsi untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg. Jika seseorang dengan berat badan 60 kg mengonsumsi sosis yang mengadung nitrit 8 mg, maka sosis ini masih dapat dikonsumsi karena masih sesuai dengan batas maksimum ADI, namun sosis dengan kode sampel P2 memiliki kandungan nitrit 73,218 mg sehingga tidak lagi aman dikonsumsi.


(13)

(14)

(15)

(16)

Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Adams, M. & Motarjemi, Y. 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan.Jakarta: EGC.

Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.

Alwi, Hasan. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Astawan, M. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Awang. Rahmat, 2003. Kesan Pengawet Dalam Makanan, www.prn2.usm.my. Diakses pada [ Tanggal 01 November 2017]

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Kliping surat Kabar Sinar Harapan. Diakses pada tanggal 5 November 2016. www.perpustakaan.pom.go.id.

Baliwati, Y. F., Dwiriani, C. M., dan Khomsan, A. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007

Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan.Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Cahyadi, W. (2006) Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarata: PT Bumi Aksara. Darius, Jamari, 2007. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Pada Sosis

Daging Sapi yang Beredar di Kota Medan. Skripsi FKM USU Medan. Depkes RI, 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Depkes RI, Jakarta.


(17)

Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta Tahun 2011.Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Irianto, Kus, 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat.Yrama Widya, Bandung

Khomsan, Ali, 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Kramlich, R. V. 1971. The Science Of Meat and Meat Product,San Fransisco Kramlich, W. E. 1973. Sausage Products. Di dalam Price and B. S. Sceiveger

(ed).The Science and Meat Product. W.H. Freeman and Co., Westport,Connecticut.

Lestari, P. (2011). Analisis Natrium Nitrit secara Spektrofotometri Visibel dalam Daging Burger yang Beredar di Swalayan Purwokerto. Pharmacy.

Lusiana, R. (2013). Penetapan Kadar Nitrit dan Nitrat di dalam Sosis yang Beredar di Kota Medan secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.

Matondang, N.S. (2015). Penetapan Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Kornet Daging sapi dan Daging Sapi Asap secara Spektrofotometri Sinar Tampak.Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 31 dan 39. Nakai, S. And H.W Modler, 2000. Food Protein, Processing Application.Wiley

VCH. New York.

Nurhayati, 2007. Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan.Jurnal Ftp Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachman, Nurhidayatur, 2005. Uji Kadar Nitrat-Nitrit pada Chicken Nugget yang Dijual di Daerah Malang. http://student-research.umm.ac.id. Diakses : 28 Agustus 2010.

Rangkuti, B. A. (2008). Penetapan Kadar Nitrit pada Daging Sapi Segar dan Olahan yang Beredar di Kota Medan secara Spektrofotometri Sinar Tampak.Skripsi Fakultas Farmasi USU. Hal. 36.


(18)

SNI. 1995. Tentang Bahan Tambahan Makanan. 01- 0222- 1995. Badan Standart Nasional Indonesia.

Soemirat, Juli, 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging.UGM Press Yogjakarta.

Sutaryo dan Mulyani, S. 2004. Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak dan Standar Nasional Indonesia (SNI).Ungaran: Komplek-Taru Budaya. Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan

Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor

Syamsir E, 2009, Peluang Usaha Yogurt, www.ilmupangan.com [ diakses pada tanggal 7 november 2016 pukul. 17.00]

Wahyudi, H. (2007). Keracunan Nitrat-Nitrit.http://red-msg.blogspot.com Winarno, F. G. dan Srikandi Fardias.1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia.

Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta Winarno, FG. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Yuliarti, N. (2007). Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi.


(19)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisa kandungan bahan pengawet nitrit dan yang terdapat di dalam produk daging sapi olahan yaitu sosis yang bermerk dengan uji laboratorium secara kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Kota Medan yaitu Supermarket Carefour, Brastagi Swalayan, Pasar Karang Sari, Pasar Buah Setia Budi. Alasan memilih ke 4 tempat tersebut sebagai lokasi penelitian yaitu, tempat tersebut merupakan tempat menjual berbagai merek sosis serta seluruh bahan baku burger dan tempat-tempat tersebut mempunyai banyak pelanggan. Pengujian pengawet nitrit dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkunagan (BTKL) Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan September 2016 sampai dengan Februari 2017.


(20)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh merek sosis yang dijual di di Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 jenis sosis berbeda yang diambil berdasarkan metode purpossive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel sesuai kriteria yang diinginkan peneliti dari populasi menjadi sampel. Jenis sosis yang terpilih yaitu 4 sosis bermerek antara lain merek kimbo, vitalia, makmur, vigo, dan 2 sosis tidak bermerek.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Untuk kepentingan analisis di labooratorium maka masing-masing sampel diambil sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam kantung plastik serta diberi tanda/nama merek sosis kemudian dibawa ke Laboratorium Biokimia dan Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkunagan (BTKL) Medan untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan kadar nitrit dilakukan dengan metode spektrofotometri (analisa kuantitatif).

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada sosis bermerek yang dijajakan di grosir bahan baku burger di kota Medan. Selanjutnya kadar nitrit yang digunakan pada sosis diketahui melalui hasil pemeriksaan di Laboratorium


(21)

Biokimia dan Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkunagan (BTKL) Medan. Alasan pemilihan tempat pemeriksaan ini adalah laboratorium memiliki bahan dan peralatan yang memadai.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian, yang dapat menjadi bahan masukan dalam penulisan dan mendukung penelitian yaitu buku, jurnal, skripsi, peraturan perundang-undangan, peraturan menteri, artikel dan sebagainya.

3.5 Definisi Operasional

1. Sosis adalah produk hasil olahan daging sapi atau daging ayam dengan bumbu-bumbu, garam, diproses dengan curing.

2. Nitrit adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet makanan. 3. Kadar nitrit adalah banyaknya zat pengawet nitrit yang terkandung dalam

sosis, diukur dengan metode spektrofotometri.

4. Tempat penjualan bahan baku burger adalah tempat yang menjual bahan-bahan dasar pembuatan burger, seperti saus, roti, daging burger dan sosis. 5. Memenuhi syarat kesehatan adalah kondisi dimana kandungan pengawet

nitrit yang terdapat pada daging sapi olahan yaitu sosis sesuai dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sebesar 125 mg/kg. 6. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah salah satu peraturan

tentang Bahan Tambahan Makanan yang di dalamnya mengatur tentang batas maksimum penggunaan nitrit yang diperbolehkan dalam daging olahan yaitu 125 mg/kg dan untuk kornet 50 mg/kg.


(22)

3.6 Pemeriksaan Nitrit 3.6.1 Peralatan

1. Spektrofotometer

2. Cawan

3. Pipet volunter 10 ml, 25 ml

4. Nanowave

5. Kuvet, berdiameter 50 mm 6. Erlenmeyer 50 ml

7. Gelas ukur 10 ml

8. Timbangan analitik, dengan kepekaan minimum 1 mg. 9. Tabung reaksi

3.6.2 Bahan Pereaksi 1. Larutan boraks jenuh 2. Larutan seng asetat

3. Larutan NaOH

4. Larutan sulfanilamide 5. Larutan nafthyletilendiamin

3.6.3 Cara Kerja Pemeriksaan Nitrit (Uji Kuantitatif)

1. Sampel (sosis sapi/ayam) ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

2. Tabung reaksi dimasukkan nanowave kemudian dibiarkan agar sampel tercampur dan menjadi larutan


(23)

3. Pada sampel yang telah menjadi larutan ditambahkan dengan 5 ml larutan boraks jenuh dan 100 ml aquadest panas (700 C), kemudian larutan dikocok.

4. Larutan dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditambahkan dengan 2 tetes larutan NaOH dan 2 ml larutan seng asetat.

5. Filtrat dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 25 ml. 6. 25 ml filtrat dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. 7. Pada 25 ml filtrat ditambahkan 0,5 ml sulfanilamide.

8. Kemudian larutan ditambahkan dengan 0,5 ml larutan nafthyletilendiamin. Larutan dikocok dan selama 3 menit larutan dibiarkan sampai larutan berubah warna menjadi warna pink.

9. Absorbansi larutan diukur dalam kuvet berdiameter 50 mm dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 mm.

10. Baca konsentrasi nitrit dalam ppm.

Cara menghitung kadar nitrit dengan menggunakan rumus : NaNO2(mg) = C x 2000

V x W Keterangan :

C : Konsentrasi NO2(ppm) dalam larutan sampel V : Volume filtrat sampel (ml)


(24)

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif. “Metode Analisis Deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiono, 2008)”. Hasil pemeriksaan Laboratorium dibuat dalam bentuk tabel dan dinarasikan, pembahasan serta diambil kesimpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan Permekes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan. Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui apakah sosis yang beredar memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(25)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Terletak di antara Kabupaten Deli Serdang dan terletak 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Adapun luasnya adalah ± 300.288 km2 (BPS Kota Medan, 2004).

Kota Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia, di Medan terdapat beberapa pusat penjualan sosis yaitu antara lain yaitu Brastagi Swalayan yang terletak di Jl. Jendral Gatot Subroto No. 288, Medan, Sumatera Utara. Brastagi Swalayan menyediakan berbagai macam barang kebutuhan pokok termasuk sosis siap saji. Dari Brastagi Swalayan peneliti mendapatkan satu jenis sampel.

Pasar Karang Sari berlokasi di Jl. Karang Sari Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia merupakan pasar tradisional yang beroperasi di pagi hari. Masyarakat biasa menggunakan pasar untuk memenuhi belanja kebutuhan pokok sehari-hari baik dari pedagang di pasar maupun toko-toko grosir di dalam pasar. Dari Toko grosir di pasar karang rejo peneliti mendapatkan dua jenis sampel.

Pasar Buah Pondok Indah terletak di Jl. Setia Budi, Tj. Rejo, Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. Pasar Buah Pondok indah utamanya menyediakan buah dan sayur segar untuk konsumsi rumah tangga namun juga menyediakan berbagai makanan setengah jadi seperti sosis, kornet dan nugget. Di


(26)

Pasar Buah Pondok Indah Transmart Carefourr Medan Fair Plaza, Sekip, kebutuhan rumah tangga jadi diantaranya daging beberapa jenis sosis namun jenis sampel.

Berikut Gambar Sosis yan

k Indah Peneliti mendapatkan dua jenis sampel.

Carefourr yang terletak di Jl. Gatot Subroto No. 30, Kompleks Sekip, Medan Petisah, menyediakan berbagai macam tangga serta bahan pangan baik bahan mentah maupun

daging sosis. Di Transmart Carefourr peneliti mendapatkan nis sosis namun karena pertimbangan penelitian hanya mengambil sat

r Sosis yang peneliti dapatkan dari beberapa tempat di atas:

Gambar 1. Sosis Curah A

No. 30, Kompleks berbagai macam alat maupun barang peneliti mendapatkan hanya mengambil satu


(27)

Gambar 2. Sosis merek A

Gambar 3. Sosis merek B


(28)

4.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

4.2.1. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada Pemeriksaan nitrit

sampel yang dilakukan

kemudian dibawa ke Laboratorium Kimia. Sampel terdiri dari

nitrit pada Sosis dilakukan dengan metode spektrof Gambar 5. Sosis Curah B

Gambar 6. Sosis Curah C

ksaan Laboratorium

iksaan Kuantitatif Nitrit Pada

Pemeriksaan nitrit yang terdapat pada Sosis dimulai dari pengambilan dilakukan dengan dua kali pengambilan pada hari yang

ke Laboratorium Balai Tenaga kesehatan Lingkungan Kimia. Sampel terdiri dari 6 Sosis dari setiap pusat penjualan sosis. Pemeriksaan nitrit pada Sosis dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

dari pengambilan hari yang berbeda Lingkungan bagian pusat penjualan sosis. Pemeriksaan


(29)

Hasil perhitungan kadar nitrit diperoleh dalam bentuk ppm atau mg/kg kemudian hasilnya dibandingkan dengan Permenkes RI No 1168 / Menkes / Per / X / 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM), yang membatasi penggunaan maksimum pengawet nirit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg dan melihat apakah penggunaan pengawet nitrit pada Sosis sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil pemeriksaan kadar nitrit secara kuantitatif pada sampel sosis dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Nitrit Pada Sampel Sosis

No Kode Sampel Nilai Banyaknya Batas Maksimum

Serapan Nitrit Penggunaan Nitrit (mg/kg) (mg/kg) dalam bahan

makanan

1 P1 0,0780 62,40

2 P2 1,8342 1467,36

3 P3 0,1986 158,88

125

4 P4 0,4124 329,92

5 P5 0,1514 121,12

6 P6 0,0470 37,60

Keterangan:

P1 : Sosis Curah A P2 : Sosis Merek A P3 : Sosis Merek B P4 : Sosis Merek C P5 : Sosis Curah B P6 : Sosis Curah C


(30)

Pada tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa dari 6 (enam) sampel sosis memiliki kadar nitrit yang bervariasi. Kadar nitrit tertinggi terdapat pada kode sampel P2 yaitu sosis yang dijual di grosir di Pasar Karang Sari Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Polonia sebesar 1467,36 mg/kg dan kadar nitrit yang terendah terdapat pada kode sampel P6 yaitu sosis yang dijual di Pasar Buah Setiabudi Jl. Setia Budi sebesar 37,6 mg/kg. Selanjutnya berikut kadar nitrit dari masing-masing sampel sosis dari kandungan yaitu sampel kode P1 sebesar 62,4 mg/kg, sampel kode P3 sebesar 158,88 mg/kg, sampel kode P4 sebesar 329,92 mg/kg dan sampel kode P5 sebesar 121,12 mg/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrit dari 3 (tiga) sampel sosis yang diperiksa melebihi batas maksimum penggunaan nitrit pada produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg.


(31)

5.1. Nitrit Pada Sosis

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar nitrit pada 6 (enam) sampel Sosis memiliki kadar nitrit yang bervariasi, dimana kadar nitrit tertinggi terdapat pada kode sampel P2 yaitu Sosis yang dijual di grosir di Pasar Karang Sari Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia sebesar 1467,36 mg/kg dan kadar nitrit yang terendah terdapat pada kode sampel P6 yaitu Sosis yang dijual di Pasar Buah Setiabudi Jl. Setia Budi sebesar 37,6 mg/kg.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada kode sampel P2, P3, dan P4 melebihi batas maksimum penggunaan nitrit berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan yaitu sebesar 125 mg/kg.

Berdasarkan hasil penelitian Nur (2012) mengenai kandungan nitrit dalam sosis pada distributor sosis di Kota Yogyakarta tahun 2011, didapatkan kadar nitrit tertinggi pada sampel sebesar 211,294 mg/kg dan terendah 83,354 mg/kg dari 4 sampel yang diteliti. Sedangkan berdasarkan penelitian Lestari (2011) tentang analisis natrium nitrit secara spektrofotometri visibel dalam daging burger yang beredar di swalayan purwokerto ditemukan bahwa tidak terdapat daging burger yang menggunakan bahan pengawet nitrit melebihi batas maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999. Hal ini menunjukkan kadar nitrit dalam sampel yang diperiksa oleh peneliti termasuk besar jika dibandingkan


(32)

dengan produk olahan daging ditempat lain sehingga seharusnya pihak terkait memberikan perhatian yang lebih terhadap kualitas bahan pangan olahan daging yang beredar di kota Medan.

Walaupun kadar nitrit beberapa sampel Sosis yang diperiksa masih berada di bawah batas maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999, pengkonsumsian Sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.

Mengingat hal ini maka perlu ditetapkan batas penggunaan harian (daily intake) bahan kimia (Syah, 2005). Konsep Acceptable Daily Intake (ADI) didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit (Cahyadi, 2006). ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefinisikan sebagai jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh setiap harinya, bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi konsumen atau pemakainya (Yuliarti, 2007). Sosis yang dapat dikonsumsi berdasarkan ADI maksimum adalah yang kandungan nitritnya maksimum 8 mg untuk 60 kg berat badan.

Dalam sehari masyarakat diperkirakan hanya mengonsumsi sosis 1 kali dan dalam sosis diasumsikan terdapat 50 gr daging. Dalam penelitian ini kadar nitrit tertinggi yaitu sebesar 1467,36 mg/kg. Berdasarkan batas maksimum jumlah asupan harian (ADI) yang dapat dikonsumsi untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg nitrit, sehingga pada kelompok remaja yang berat badannya 60 kg yang


(33)

mengonsumsi Sosis dengan kadar nitrit tertinggi dalam 50 gr Sosis adalah sebesar 8 mg, dari hasil ini diketahui bahwa Sosis tersebut tidak aman dikonsumsi oleh seseorang dengan berat badan 60 kg karena sudah tidak sesuai dengan batas maksimum ADI.

Penelitian ini dilakukan mengingat nitrit sebagai bahan pengawet yang diijinkan penggunaanya sering digunakan pada produk olahan daging seperti sosis untuk menghambat pertumbuhan bakteri pathogen Clostridium botulinum dan mempertahankan warna merah daging. Penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet dibatasi yaitu maksimum 125 mg/kg karena penggunaan pengawet nitrit dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan dampak bagi kesehatan. Nitrit yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan methemoglobin simptomatik. Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa methemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ dan kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah berkurang. Kandungan methemoglobin dalam darah 30-40% dapat menimbulkan gejala klinis berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia), karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen (Pranita, 2007). Penderita methemoglobin (methemoglobinemia) akan menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak nafas, muntah dan shock. Kemudian kematian penderita terjadi apabila kandungan methemoglobin lebih tinggi dari ± 70 % (Cahyadi, 2006).

Pemeriksaan kadar nitrit pada penelitian ini menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet, dimana nitrit dalam sampel diektrasi air panas dan protein-protein terlarut akan diendapkan. Larutan nitrit disaring dan ditambahkan


(34)

dengan sulfanilamide dan nafthyletilendiamin sehingga larutan berwarna merah jambu. Besarnya warna merah jambu ini sebanding dengan jumlah nitrit dalam sampel dan diukur resapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yaitu 528 nm. Pemeriksaan kadar nitrit dilakukan 1 kali percobaan.

Mengingat penggunaan pengawet nitrit pada Sosis tidak dapat diketahui ciri-ciri khusus yang dapat dilihat secara langsung dengan mata maka masyarakat harus lebih berhati-hati dalam membeli atau mengonsumsi Sosis. Pengawet nitrit ini bersifat kumulatif sehingga kadarnya akan semakin banyak dalam tubuh dan membentuk nitrosamin yang berpotensi menimbulkan penyakit kanker dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu sebaiknya pengawet nitrit tidak dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan walaupun kadar nitrit yang terdapat dalam Sosis masih jauh di bawah standar penggunaan maksimum (Cahyadi, 2006).


(35)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kadar nitrit pada sosis yang dijual di Kota Medan Tahun 2016, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Seluruh sampel daging sosis yang diperiksa mengandung nitrit dengan kadar yang bervariasi.

2. Kadar nitrit pada tiga sampel yaitu, Sosis Merek A, Sosis Merek C, dan Sosis Merek B tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 karena kadarnya melebihi batas maksimum yaitu sebesar 125 mg/kg.

3. Sosis curah yang dijual di swalayan belum tentu tidak baik dengan sosis bermerek yang dijual di swalayan begitu juga sebaliknya. Dalam penggunaan kadar nitrit yang berlebihan tidak bisa diliat dari fisik saja karna tidak dapat dibedakan.

6.2. Saran

1. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan khususnya pada pengawet nitrit dan pewarna kepada produsen dan masyarakat.


(36)

2. Kepada masyarakat diharapkan agar lebih hati-hati dalam membeli daging burger sapi atau tidak sering-sering mengonsumsi daging burger sapi karena jika nitrit dan pewarna sintetis dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dapat berbahaya bagi kesehatan.

3. Kepada Perindustri Perdagangan untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan mencantumkan kadar nitrit yang digunakan oleh sosis tersebut.


(37)

2.1 Sosis

Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan (Soeparno, 2009)

Komponen utama sosis terdiri dari daging lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolestrol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah maslah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya dikemudian hari. Jika anak anda suka sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda harus jeli membaca kandungan nutrisi pada label


(38)

Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan, dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan proses kuring dan dimasukkan ke dalam selongsong (Buckle, 1987).Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es, minyak, garam dan lemak. Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan (bahan inovasi). Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa latin “salsus”, yang memiliki arti garam, sehingga sosis dapat diartikan sebagai daging giling yang diawetkan dengan garam. Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).

Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein daging lean dengan struktur serupa dengan emulsi,walaupun bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya. Protein larut garam terutama mayonnaise diekstrak dengan garam dan selama proses pencacahan membentuk sejenis emulsi yang membungkus partikel lemak.


(39)

Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan yang diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut Bukle et al. (1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan.

Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena dimaksudkan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust 1987). Proses pembuatan sosis sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan garam dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Tauber 1985).

Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik (Winarno 1997). Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam kelas, yaitu: sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging masak (Kramlich 1971).

Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong


(40)

serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 2009).

2.1.1 Bahan pembuatan Sosis

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, menurut Nakai dan Modler (2000), adalah:

a. Daging mentah: Pemilihan daging yang tepat adalah penting untuk produksi sosis berkualitas. Daging mentah yang digunakan harus segar, dengan jumlah mikrobia yang sangat rendah.

b. Garam: Bentuk utama garam yang biasa digunakan adalah natrium klorida. Pada prinsipnya, kegunaan garam adalah untuk memecah dan mengekstrak protein myofibril yang diperlukan untuk dapat membentuk ikatan selama pemasakan.

c. Fosfat: Digunakan untuk memperbaiki kapasitas pengikatan air dari daging dengan meningkatkan pembengkakan serat, untuk memecah protein, dan mengurangi oksidasi. Selain itu juga dapat membantu melindungi dan menstabilkan rasa serta warna pada produk akhir.

d. Bahan pengawet: Kebanyakan sosis diawetkan dengan nitrit dan bentuk nitrit yang populer digunakan adalah natrium nitrit.


(41)

e. Extenders dan Filler: Banyak produk sosis yang mengandung extenders atau filler, seperti konsentrat whey protein, gluten gandum, dll. Fungsinya adalah untuk meperbaiki tekstur dan rasa sosis.

f. Air

g. Penghambat mikrobia: Contohnya adalah potassium sorbat, benzoat (dengan pencelupan), dan natrium laktat (diformulasikan dalam sosis). h. Bumbu: Sosis merupakan produk yang sangat berbumbu jika

dibandingkan produk lain. Penambahan bumbu berfungsi untuk memperbaiki rasa akhir produk.

i. Antioksidan: Untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.

Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan sosis diantaranya adalah garam, fosfat, bahan pengawet seperti nitrat, bahan pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat atau lemak. Penambahan lemak terutama untuk mencegah pengerutan protein dan menambah cita rasa. Garam dan fosfat digunakan agar daging lebih awet dan untuk mengembangkan protein, serta meningkatkan pengikatan air. Sedangkan asam askorbat digunakan agar daging terlihat lebih memerah dan untuk mencegah pembusukan daging. Sedangkan untuk meningkatkan kandungan sosis, tak jarang ditambahkan karbohidrat dan isolat protein agar sosis lebih bergizi (Soeparno, 2009).

2.1.2 Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis

Walaupun banyak terdapat tipe-tipe produk sosis, terdapat beberapa proses dasar dalam pembuatannya. Produksi sosis memiliki lima langkah yang umum,


(42)

yaitu proses perubahan, pencampuran, pengisian, penggabungan, dan pengemasan (Nakai dan Modler, 2000). Adapun proses pembuatan sosis daging sapi, menurut Sutaryo dan Mulyani (2004), meliputi penggilingan daging, pencampuran adonan sosis (daging, lemak, tepung, garam, gula, bumbu dan es), pengisian selongsong sosis, pengukusan selama 30 menit, dan pendinginan.

Sosis mempunyai umur simpan yang berbeda-beda, tergantung dari cara pengolahannya. Sosis mentah harus disimpan dalam refrigerator dengan kemasan utuh, dapat disimpan dalam waktu tiga hari atau simpan beku, dan masak sempurna sebelum dikonsumsi. Sosis masak dapat disimpan dalam refrigerator selama tujuh hari setelah kemasan dibuka, atau simpan beku. Sosis kering dapat disimpan pada suhu ruang sampai tiga minggu. Sosis semi kering dapat bertahan hingga tiga minggu (kemasan utuh) dengan penyimpanan dalam refrigerator. Jika kemasan sudah terbuka, simpan dalam refrigerator dan habiskan dalam waktu tiga hari atau simpan beku (Syamsir, 2009). Syarat mutu sosis daging yang baik menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel berikut:


(43)

Tabel. 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging yang Baik

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan :

1.1 Bau - Normal

1 1.2 Warna - Normal

1.3 Rasa - Normal

1.4 Tekstur - Bulat Panjang

2 Air %b/b Maks. 67,0

3 Abu %b/b Maks. 3,0

4 Protein %b/b Min. 13,0

5 Lemak %b/b Maks. 25,0

6 Karbohidrat %b/b Maks. 8

Bahan tambahan makanan

7 7.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995 7.2 Pengawet

Cemaran logam

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

8 8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 (250,0)

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Cemaran mikrobia :

10.1 Angka lempang total Koloni/gr Maks.105 10.2 Bakteri bentuk koli APM/gr Maks. 10 10.3 Escherichia coli APM/gr >3

10 10.4 Enterococci Koloni/gr 102

10.5 Clostridium perfringens - Negatif

10.6 Salmonella - Negatif

10.7 Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks. 102 (SNI 01-3820-1995)

Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:

a. Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, contohnya polish sausage.

b. Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter, bologna, knackwurst.


(44)

c. Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage d. Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer

sausage, cervelet, dry salami, pepperoni.

e. Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves.

Dari lima jenis sosis ini, yang umum dijumpai di Indonesia adalah dari jenis yang dimasak dan diasap. Jika sosis mentah (fresh sausage) harus dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi maka sosis fermentasi dapat langsung dimakan tanpa proses pemasakan atau pemanasan. Sosis masak dengan atau tanpa diasap, karena sudah mengalami proses pemasakan pada proses pembuatannya, cukup dipanaskan sebelum dikonsumsi.

Adapun Proses Pembuatan Sosis yaitu: Sosis dibuat dari daging segar yang telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan bahan-bahan garam, gula, NaNO3 atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai merata. Daging campuran disimpan dengan suhu 1-3,5oC selama 1 malam. Setelah selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir. Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu kamar. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu


(45)

sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Suparno, 1998).

2.2 Nitrit

Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama berabad-abad (Silalahi, 2005). Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, korned, dan burger) selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet antimikroba, juga berfungsi sebagai pemberi aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2006). Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu (Harris, 1989). Maksud curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (Soeparno, 1994).

Menurut Winarno (2004), Pada umumnya proses curing terjadi karena: a. Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang

mampu mereduksi ferri menjadi ferro.

b. Terjadinya denaturasi globinoleh panas. Bila daging yang di curing dipanaskan pada suhu 1500F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi. c. Hasil akhircuring daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak

dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak.

Nitrit mampu menghambat pertumbuhan bakteri, terutama bakteri patogen Clostridium botulinum (Silalahi, 2005). Bakteri ini merupakan mikroorganisme


(46)

patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging cured. Nitrit mengahmbat produksi toksin Clostridium botulium dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium botuliumdisebut botulisme (Soeparno, 2009).

Biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan daging lainnya . Pada sebuah penelitian pada tahun 1978 dikatakan bahwa nitrit dapat mengakibatkan kanker pada tikus percobaan karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin yang secara alamiah terdapat didalam makanan sehinga membentuk senyawa nitrosiamin yang bersifat karsinogenik atau pemicu terbentuknya sel-sel kanker yang sangat berbahaya ternyata nitrosiamin dapat menimbulkan tumor pada jenis organ bahkan kadang-kadang dapat menembus plasenta sehinga dapat pula mengakibatkan tejadinya tumor pada janin jadi meskipun berbagai jenis bahan tambahan ini di bolehkan untuk dikonsumsi tetap ada batasnya yang di tetepkan (Nurhayati 2007).

Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF (Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak menyenangkan pada produkdaging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan spektrofotometer. Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanyaketengikan dari


(47)

senyawa aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo, 2006).

Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral (Yuliarti, 2007).

Nitrat dan nitrit terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada beberapa makanan oalahan, seperti daging sebagai pengawet dan pewarna tetap (Adam M. dan Y. Motarjemi, 2004). Nama lain (sinonim) atau nama dagang dari Natrium Nitrit adalah, Sendawa Chili, Caliche, Saltpeter, Soda niter, anti-rust, filmerine, erinitrit, nci-c02084, synfat1004, azotynsodowy, dusitansodny, natriumnitrit, nitritosodico, dan Sodium nirite. Sifat fisik dari Natrium nitrit (NaNO2) berbentuk butiran berwarna putih sedangkan Kalium nitrit (KNO2) berbentuk butiran berwarna putih dan mudah larut dalam air (Cahyadi, 2006).

Salah satu jenis pengawet yang digunakan adalah nitrit. Nitrit digunakan dalam pengolahan daging. Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain : 1. Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan


(48)

daripada bahan pangan dipanaskan terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit.

2. Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun 3. Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam,

suhu inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum. (Nurwantoro, 1997). Menurut Soeparno (1998), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk :

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen

Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridiumbotulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan Clostridium perferingens dan Staphylococcus aureus pada daging.

2. Membentuk cita rasa

Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.

3. Memberi warna merah muda yang menarik

Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut


(49)

mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Menurut Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil.

Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

2.3 Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit

Nitrat dan nitrit adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.


(50)

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya.

Stuktur kimia dari nitrat Struktur kimia dari nitrit

Berat meolkul: 62.05 Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Nitrat dan nitrit bersifat higroskopis (Wahyudi, 2007).

2.4 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan

Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan


(51)

O-amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006). Nitrosamin merupakan zat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker pada berbagai macam jaringan tubuh (Anwar, 2004).

Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diingini seperti rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia.

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada


(52)

kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).

Penggunaan nitrit pada produk kornet, sosis, dan produk daging giling lainnya tidak boleh melebihi 150ppm. Orang yang mengkonsumsi produk makanan yang menggunakan pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan tersebut (Candra, 2007). Batas penggunaan nitrit di negara-negara Barat telah diturunkan dari 150 ppm menjadi hanya 50 ppm saja, karena terbukti adanya kemungkinan terbentuknya senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Anwar, 2004).

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma


(53)

atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker).

2.5 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet, menurut Cahyadi (2009), dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Zat Pengawet Organik Zat pengawe organik yang masih sering dipakai

adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.

2. Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam betuk garamnya. Contoh: asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan lain-lain.

Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses kyuring daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikrobia seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hamburger) selain sebagai pembenuk warna dan bahan pengawet antimikrobia, juga berfungsi sebagai pembentuk faktor sensori lain, yaitu aroma dan cita rasa. Akan tetapi,


(54)

penggunaan Na-nitrit dapat menimbulkan efek yang membahayakan karena nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi (2009), reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan atau dalam perut bersuasana asam adalah sebagai berikut:

R2NH + N2O3 R2N.NO + HNO2 (amin sekunder)

R3N + N2O3 R2N.NO + RNO2 Nitrosoamina (karsinogenik)

Penggunaan nitrat sebagai pengawet memang terbukti mampu mencegah perkembangan bakteri Clostiridium botulinum penyebab keracunan makanan. Namun kajian lain juga menemukan bahwa bahan nitrat atau nitrit yang digunakan sebagai pengawet daging dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Jika bahan ini seringkali masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dimakan dalam rentang waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan kanker (Benowitz, 2007).


(55)

2.6 Kerangka Konsep

Sosis menggunakan pengawet nitrit pada proses pengolahan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar nitrit yang tedapat dalam sosis kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Sosis

Kandungan Nitrit

Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999

Tidak memenuhisyarat Memenuhi syarat


(56)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal ( RI, 2012).

Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin banyak pula produk daging yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet, menarik dan lebih praktis dibandingkan dengan produk segarnya, seperti sosis, kornet daging sapi, dan ham (Winarno, 2011).

Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis makanan yang mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan sebagian atau sebagian besar zat gizi yang terkandung di dalamnya hilang atau


(57)

rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan menjadi lebih awet, lebih bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman, lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor yang sangat penting dalam pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak aman bagi kesehatan, tidak ada artinya (Winarno, 2011).

Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tetapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama (Alwi, 2011).

Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein daging dengan struktur serupa dengan emulsi, walaupun bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari usus binatang atau bahan lain sebagai pengganti usus tersebut, misalnya plastik polipropilen 0,05 mm, sehingga bentuknya khas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan sosis terdiri atas daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu. Pada prinsipnya


(58)

semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Sosis mempunyai nilai gizi tinggi namun, komposisi gizi sosis berbeda-beda bergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber protein. Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8 % (Astawan, 2008). Mutu sosis yang dihasilkan harus dijaga oleh pengendali mutu supaya menghasilkan produk sosis yang berkualitas.

Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui serta dibungkus dalamcasingmenjadi bentuk silinder yang simetris. Komponen utama sosis adalah daging, lemak dan air. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu. Maksudcuring antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. (Soeparno, 2009).


(59)

Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya (Yuliarti, 2007). Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa pada daging (Syah, 2005).

Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan (Wahyudi, 2007). Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan bila tidak segera ditolong akan meninggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat, 2009).

Jumlah maksimum nitrit yang bisa ditambahkan dalam curing daging adalah 62,8 g/100 Kg. Dosis nitrit yang lebih dari 15 - 20 mg/Kg berat badan akan menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata dapat menimbulkan efek yang membahayakakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang menghasilkan turunan nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Husni et al., 2007).

Produk pangan yang beredar saat ini masih banyak yang belum memenuhi syarat higienis, dan standar mutu keamanan pangan. Fenomena ini dapat terlihat


(60)

dari adanya beberapa permasalahan pokok di bidang keamanan pangan seperti, masih ditemukannya penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran bahan kimia berbahaya, cemaran pathogen, dan masa kadaluarsa yang ditemukan oleh BPOM pada beberapa waktu sebelumnya (Baliwati. 2004).

BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sudah selalu mengadakan survey terhadap makanan yang beredar dipasar tradisional maupun pasar modern seperti di supermarket. Namun adanya keinginan produsen untuk menghasilkan keuntungan, dengan mengabaikan faktor keamanan pangan. Hal ini dikemukakan karena masih banyaknya ditemukan makanan yang tidak memiliki izin dari BPOM (Cahyadi, 2008).

Produk-produk makanan yang beredar baik di pasar taradisional maupun pasar modern harus mendapat izin dari BPOM. Khusus untuk makanan yang beredar di Supermarket, sebagian konsumen beranggapan makanannya lebih berkualitas dibanding pasar tradisional. Namun terkadang Supermarket juga tidak menjamin kalau produk makanan yang dijual tersebut aman dan memiliki izin dari BPOM (Irianto,2007).

Menurut Khomsan (2003), nitrit sebagai pengawet aman digunakan, namun sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg (Cahyadi, 2006). Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Pada tahun 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang


(61)

menelan korban 38 jiwa manusia. Kasus ini terjadi karena mereka mengkonsumsi biskuit yang mengandung natrium nitrit dalam taraf yang melebihi batas yang diijinkan (Yuliarti, 2007).

Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diinginkan seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, di ikuti oleh konvulsi, koma, dan jika tidak dapat pertolongan akan mengakibatkan kematian. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrit atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia. Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit


(62)

sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian (ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.

Hasil penelitian Magee dan bernes (1954) menunjukan bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies nitrisodimetilamin juga merupakan kasinogen kuat yang dapat menimbulkan tumor terut pada hati dan ginjal tikus percobaan. Dari Hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26-40 minggu .pada dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih, pada dosis 30 mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal.

Berdasarkan penelitian tentang nitrit yang dilakukan oleh Darius (2007), seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Pada 10 sampel sosis daging sapi yang diteliti mengandung pengawet nitrit tapi masih memenuhi


(63)

persyaratan untuk mengkonsumsi karena kandungannya masih dibawah batas maksimum, yaitu sebesar 125 mg/kg.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) dan Lusiana (2013) pada sosis dan burger daging sapi masih memenuhi persyaratan, sedangkan Matondang (2015) kadar nitrit dan nitrat pada kornet daging sapi dan daging sapi asap yang diteliti masih memenuhi persyaratan yang diizinkan, dan menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa perubahan kadar nitrit dan nitrat terhadap pengaruh suhu dan lama penyimpanan pada kornet daging sapi dan daging sapi asap.

Berdasarkan hasil data dari Badan Pengawasan, Obat dan Makanan Provinsi Gorontalo, pada tahun 2013 hasil pemeriksaan laboratorium terdapat keracunan nitrit pada makanan nasi paket yang mengakibatkan 16 orang keracunan. Keracunan tersebut terjadi karena adanya penggunaan nitrit yang berlebihan (BPOM, 2013).

Menurut penelitian Nur (2011) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta. Jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini sebanyak 5 merk sosis yang terdiri dari 3 merk sosis daging ayam yaitu merk A, C dan D serta 2 merk sosis daging sapi yaitu merk B dan E. Berdasarkan hasil uji kualitatif kandungan nitrit dalam sosis dapat diketahui 5 bahwa semua sampel merk sosis yang diteliti mengandung nitrit, sedangkan kadar


(64)

nitrit yang terdapat dalam 5 sampel merk sosis tersebut bervariasi. Kadar nitrit tertinggi tardapat pada merk sosis E yaitu sebesar 211,294 mg/kg dan kadar terendah terdapat pada merk sosis C yaitu sebesar 83,354 mg/kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel merk E melebihi batas maksimum penggunaan nitrit pada produk olahan daging menurut Permenkes RI No 1168/Men/Per/1999 yaitu memiliki kadar sebesar 211,294 mg/kg. Walaupun kadar nitrit beberapa sampel sosis yang diteliti masih berada di bawah batas maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/ Per/X/1999, yaitu 125 mg/kg, namun konsumsi sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.

Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999. Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

Pada tanggal 16 Oktober 2008 ditemukan kasus keracunan pada siswa SDN Sukosewu 1 Gandusari Blitar akibat membeli jajanan berupa sosis dan tempura yang dijual di halaman sekolah mereka. Berdasarkan penelitian BPOM dinyatakan bahwa para siswa itu keracunan senyawa kimia nitrat yang terdapat pada sosis dan tempura (BPOM, 2008).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penelitian ke lapangan, didapatkan beberapa merek daging sosis di tempat bahan baku burger


(65)

yang memakai bahan pengawet nitrit tetapi tidak diberi label sebagai keterangan berapa kadar nitrit yang digunakan, merek-merek tersebut antara lain Kimbo, Champ, dan Vigo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar kandungan nitrit pada produk daging sosis apakah kandungan pengawet nitrit sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi sesuai Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan makanan, dengan batas maksimum penggunaan 125 mg/kg.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu berapakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis dan apakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis tersebut telah memenuhi standard baku sesuai dengan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang kadar nitrit pada produk daging sosis di kora Medan.

2. Dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai bahayanya kadar zat pengawet nitrit yang berlebihan jika dikonsumsi.


(66)

diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/ membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg. Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, dan lemah otot. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Sampel yang dianalisis adalah enam produk sosis dari empat tempat berbeda yaitu Transmart Carefourr, Brastagi Swalayan, Pasar Buah Pondok Indah dan Pasar Karang Rejo. Penetapan kadar nitrit dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan pereaksi warna N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida pada panjang gelombang maksimum 537 nm.

Hasil identifikasi menunjukkan semua sampel yang ditentukan mengandung nitrit. Kadar nitrit yang diperoleh berturut-turut dalam sosis adalah kode sampel P1 sebesar 62,4 mg/kg, P2 sebesar 1467,36 mg/kg, P3 sebesar 158,88 mg/kg, P4 sebesar 329,92 mg/kg, P5 sebesar 121,12 mg/kg, dan sampel kode P6 sebesar 37,6 mg/kg

Tiga sampel tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sampel dengan kode sampel P2, P3 dan P4. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan.


(67)

preservative is safe to use, but even safe to consider the safety limit its use in food so as not to cause a negative impact on human health. Permenkes No. 116 / Menkes / Per / X / limit the maximum use of nitrite preservatives in processed meat products in the amount of 125mg / kg. Nitrite preservatives can lead to some effects such as nausea, vomiting, headache, low blood pressure, and muscle weakness. The purpose of this study is to determine the levels of nitrite contained in sausage meat products sold in raw materials burger place in the city of Medan, and then compared with the maximum levels of nitrites permitted refers to Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999.

Samples were six sausage products from four different places namely Transmart Carefourr, Brastagi Supermarket, Pondok Indah Fruit Market and Tanjung Rejo Market. Determination of nitrite levels carried by visible spectrophotometry using a color reagent N- (1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride at a wavelength of 537 nm maximum.

The identification results showed all samples were determined to contain nitrite. Nitrite levels were obtained respectively in the sausage is sample code P1 amounted to 62.4 mg / kg, P2 amounted to 1467.36 mg / kg, P3 amounted to 158.88 mg / kg, P4 amounted to 329.92 mg / kg, amounting to P5 121.12 mg / kg, and sample code P6 amounted to 37.6 mg / kg

Three samples did not meet the requirements based Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999, were sample with code P2, P3 and P4. To BPOM and Health Department had to inform the regulations on the use of food additives and dangers of the used of food additives on health.


(68)

FAKULTAS KESE UNIVERSITAS

MEDAN 2016

Oleh : SUCI DEFAYANTI

121000142

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017


(69)

(70)

KANDUNGAN NITRIT PADA SOSIS BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK DI KOTA MEDAN 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudia ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau kali dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Februari 2017 Yang membuat pernyataan

Suci Defayanti NIM. 121000142


(71)

diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/ membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg. Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, dan lemah otot. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Sampel yang dianalisis adalah enam produk sosis dari empat tempat berbeda yaitu Transmart Carefourr, Brastagi Swalayan, Pasar Buah Pondok Indah dan Pasar Karang Rejo. Penetapan kadar nitrit dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan pereaksi warna N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida pada panjang gelombang maksimum 537 nm.

Hasil identifikasi menunjukkan semua sampel yang ditentukan mengandung nitrit. Kadar nitrit yang diperoleh berturut-turut dalam sosis adalah kode sampel P1 sebesar 62,4 mg/kg, P2 sebesar 1467,36 mg/kg, P3 sebesar 158,88 mg/kg, P4 sebesar 329,92 mg/kg, P5 sebesar 121,12 mg/kg, dan sampel kode P6 sebesar 37,6 mg/kg

Tiga sampel tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sampel dengan kode sampel P2, P3 dan P4. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan.


(72)

preservative is safe to use, but even safe to consider the safety limit its use in food so as not to cause a negative impact on human health. Permenkes No. 116 / Menkes / Per / X / limit the maximum use of nitrite preservatives in processed meat products in the amount of 125mg / kg. Nitrite preservatives can lead to some effects such as nausea, vomiting, headache, low blood pressure, and muscle weakness. The purpose of this study is to determine the levels of nitrite contained in sausage meat products sold in raw materials burger place in the city of Medan, and then compared with the maximum levels of nitrites permitted refers to Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999.

Samples were six sausage products from four different places namely Transmart Carefourr, Brastagi Supermarket, Pondok Indah Fruit Market and Tanjung Rejo Market. Determination of nitrite levels carried by visible spectrophotometry using a color reagent N- (1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride at a wavelength of 537 nm maximum.

The identification results showed all samples were determined to contain nitrite. Nitrite levels were obtained respectively in the sausage is sample code P1 amounted to 62.4 mg / kg, P2 amounted to 1467.36 mg / kg, P3 amounted to 158.88 mg / kg, P4 amounted to 329.92 mg / kg, amounting to P5 121.12 mg / kg, and sample code P6 amounted to 37.6 mg / kg

Three samples did not meet the requirements based Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999, were sample with code P2, P3 and P4. To BPOM and Health Department had to inform the regulations on the use of food additives and dangers of the used of food additives on health.


(73)

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 28 Desember 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Subur II Gg. Pribadi No.2A Medan

Polonia Persiakan

Nama Ayah : Fauzal

Suku/Bangsa : Minang

Nama Ibu : Titin Haryanti

Suku/Bangsa : Minang

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 2000-2006 : SD Negeri 064960 Medan

2. 2006-2009 : SMP Kemala Bhayangkari I Medan

3. 2009-2012 : SMA Kemala Bhayangkari I Medan

4. 2012-2017 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


(74)

selesainya Skripsi dengan judul “Analisis Kandungan Nitrit Pada Sosis Bermerek dan Tidak Bermerek Di Kota Medan 2016” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyelesaian skripsi ini peneliti mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran dalam penulisan Skripsi ini.

3. Ernawati Nasution, SKM., M.Kes. dan Prof. Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran dalam penulisan Skripsi ini.

4. Ir. Etti Sudaryati, MKM., Ph.D dan Ir. Etti Sudaryati, MKM., Ph.D selaku dosen penguji dan seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kesehatana Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada penulis.


(75)

Wirayantidan Ririn Oktaviani serta Adik Fauzi Faryan atas seluruh motivasi yang diberikan kepada penulis.

6. Kepada sahabat-sahabatku Bunga, Debbie, Drizka, Destia, Tika, Ayu, Nina dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis, terima kasih atas segala kritik dan saran yang kalian berikan semuanya.

7. Rekan – rekan stambuk 2012 yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. 8. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang

telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Medan, Februari 2017 Peneliti


(76)

ABSCTRACT... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1Sosis... 11

2.1.1 Bahan Pembuatan Sosis ... 14

2.1.2 Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis... 15

2.2 Nitrit... 19

2.4 Sifat dan Struktur Kimia Nitrit... 23

2.5 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan ... 24

2.6Jenis-jenis Bahan Pengawet ... 27

2.7 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Data Primer ... 31

3.4.2 Data Sekunder ... 32

3.5 Definisi Operasional ... 32

3.6 Pemeriksaan Nitrit ... 33

3.6.1 Peralatan ... 33

3.6.2 Bahan Pereaksi... 33


(77)

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada Sosis ... 39

BAB V PEMBAHASAN ... 42

5.1 Nitrit Pada Sosis ... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(78)

(79)

Gambar 4. Sosis Merek B ... 38

Gambar 5. Sosis Merek C ... 38

Gambar 6. Sosis Curah B ... 39


(80)

Lampiran Contoh Perhitungan Kadar Nitrit pada Sosis Lampiran Contoh Perhitungan Kadar Nitrit Dalam 1 kg Sosis Lampiran Contoh Perhitungan Sosis Yang Dapat Dikonsumsi Lampiran Permohonan Surat Izin Penelitian

Lampiran Surat Selesai Penelitian Lampiran Hasil Uji Labaratorium


(1)

5. Kepada kedua orangtua penulis, ayahanda Fauzal dan Ibunda Titin Haryanti yang senantiasa selalu mendoakan, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga besar penulis, kakak Wirayantidan Ririn Oktaviani serta Adik Fauzi Faryan atas seluruh motivasi yang diberikan kepada penulis.

6. Kepada sahabat-sahabatku Bunga, Debbie, Drizka, Destia, Tika, Ayu, Nina dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis, terima kasih atas segala kritik dan saran yang kalian berikan semuanya.

7. Rekan – rekan stambuk 2012 yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. 8. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang

telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Medan, Februari 2017 Peneliti


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii

ABSTRAK... iii

ABSCTRACT... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1Sosis... 11

2.1.1 Bahan Pembuatan Sosis ... 14

2.1.2 Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis... 15

2.2 Nitrit... 19

2.4 Sifat dan Struktur Kimia Nitrit... 23

2.5 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan ... 24

2.6Jenis-jenis Bahan Pengawet ... 27

2.7 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Data Primer ... 31

3.4.2 Data Sekunder ... 32

3.5 Definisi Operasional ... 32

3.6 Pemeriksaan Nitrit ... 33

3.6.1 Peralatan ... 33

3.6.2 Bahan Pereaksi... 33

3.6.3Cara Kerja Pemeriksaan Nitrit (Uji Kuantitatif) ... 33


(3)

3.7 Pengolahahan dan Analisa Data... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 39

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada Sosis ... 39

BAB V PEMBAHASAN ... 42

5.1 Nitrit Pada Sosis ... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging yang Baik... 17 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Nitrit Pada Sampel Sosis ... 40


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

Gambar 2. Sosis Curah A... 37

Gambar 3. Sosis Merek A ... 38

Gambar 4. Sosis Merek B ... 38

Gambar 5. Sosis Merek C ... 38

Gambar 6. Sosis Curah B ... 39


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Gambar Sampel

Lampiran Proses Cara Kerja Pemeriksaan Kadar Nitrit Lampiran Contoh Perhitungan Kadar Nitrit pada Sosis Lampiran Contoh Perhitungan Kadar Nitrit Dalam 1 kg Sosis Lampiran Contoh Perhitungan Sosis Yang Dapat Dikonsumsi Lampiran Permohonan Surat Izin Penelitian

Lampiran Surat Selesai Penelitian Lampiran Hasil Uji Labaratorium