Analisis Kandungan N Tidak Bermerek Di Kota Medan 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang

Pangan menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas

sehingga

negara

berkewajiban

mewujudkan


ketersediaan,

keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu,
dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga
perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan,
dan budaya lokal ( RI, 2012).
Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin
banyak pula produk daging yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk
yang lebih awet, menarik dan lebih praktis dibandingkan dengan produk segarnya,
seperti sosis, kornet daging sapi, dan ham (Winarno, 2011).
Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis
dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis
makanan yang mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala
kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan
sebagian atau sebagian besar zat gizi yang terkandung di dalamnya hilang atau

1
Universitas Sumatera Utara


2

rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan
menjadi lebih awet, lebih bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman,
lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor
yang sangat penting dalam pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang
dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak
aman bagi kesehatan, tidak ada artinya (Winarno, 2011).
Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak
hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus
dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tetapi
sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu
cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik
produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama (Alwi,
2011).
Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah
emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya.
Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran
daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis
dibungkus oleh protein daging dengan struktur serupa dengan emulsi, walaupun

bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya, selanjutnya dimasukkan ke
dalam wadah yang terbuat dari usus binatang atau bahan lain sebagai pengganti
usus tersebut, misalnya plastik polipropilen 0,05 mm, sehingga bentuknya khas.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan sosis terdiri atas daging, lemak,
bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu. Pada prinsipnya

Universitas Sumatera Utara

3

semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak.
Sosis mempunyai nilai gizi tinggi namun, komposisi gizi sosis berbeda-beda
bergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk
olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber protein. Ketentuan
mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah
kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak
maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8 % (Astawan, 2008). Mutu sosis
yang dihasilkan harus dijaga oleh pengendali mutu supaya menghasilkan produk
sosis yang berkualitas.
Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang

digiling dan dibumbui serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder yang
simetris. Komponen utama sosis adalah daging, lemak dan air. Komponen daging
yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging
berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga
membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah
pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi.
Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat,
pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan
karbohidrat. Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta
bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang
stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan
produk daging. (Soeparno, 2009).

Universitas Sumatera Utara

4

Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan
seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya (Yuliarti,

2007). Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat
pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah
daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa pada daging
(Syah, 2005).
Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang
diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia
simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada
anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara
berlebihan (Wahyudi, 2007). Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan
bila tidak segera ditolong akan meninggal. Keracunan kronis menyebabkan
depresi, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat, 2009).
Jumlah maksimum nitrit yang bisa ditambahkan dalam curing daging
adalah 62,8 g/100 Kg. Dosis nitrit yang lebih dari 15 - 20 mg/Kg berat badan akan
menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Penggunaan natrium nitrit sebagai
pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata dapat menimbulkan efek
yang membahayakakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida
yang menghasilkan turunan nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Husni et al.,
2007).
Produk pangan yang beredar saat ini masih banyak yang belum memenuhi

syarat higienis, dan standar mutu keamanan pangan. Fenomena ini dapat terlihat

Universitas Sumatera Utara

5

dari adanya beberapa permasalahan pokok di bidang keamanan pangan seperti,
masih ditemukannya penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran bahan
kimia berbahaya, cemaran pathogen, dan masa kadaluarsa yang ditemukan oleh
BPOM pada beberapa waktu sebelumnya (Baliwati. 2004).
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sudah selalu mengadakan
survey terhadap makanan yang beredar dipasar tradisional maupun pasar modern
seperti di supermarket. Namun adanya keinginan produsen untuk menghasilkan
keuntungan, dengan mengabaikan faktor keamanan pangan. Hal ini dikemukakan
karena masih banyaknya ditemukan makanan yang tidak memiliki izin dari
BPOM (Cahyadi, 2008).
Produk-produk makanan yang beredar baik di pasar taradisional maupun
pasar modern harus mendapat izin dari BPOM. Khusus untuk makanan yang
beredar di Supermarket, sebagian konsumen beranggapan makanannya lebih
berkualitas dibanding pasar tradisional. Namun terkadang Supermarket juga tidak

menjamin kalau produk makanan yang dijual tersebut aman dan memiliki izin dari
BPOM (Irianto,2007).
Menurut Khomsan (2003), nitrit sebagai pengawet aman digunakan,
namun sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam
makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan,
membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan
yaitu sebesar 125mg/kg (Cahyadi, 2006). Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat
menyebabkan keracunan. Pada tahun 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang

Universitas Sumatera Utara

6

menelan korban 38 jiwa manusia. Kasus ini terjadi karena mereka mengkonsumsi
biskuit yang mengandung natrium nitrit dalam taraf yang melebihi batas yang
diijinkan (Yuliarti, 2007).
Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak
diinginkan seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah
menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah

besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, di ikuti
oleh konvulsi, koma, dan jika tidak dapat pertolongan akan mengakibatkan
kematian. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang,
2003).
Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan
dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari
kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini
akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih
berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis
yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan
dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila
daging yang mengandung nitrit atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi.
Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti
timbulnya kanker perut pada manusia. Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan
tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa
nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah
dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit

Universitas Sumatera Utara


7

sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir
dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total
hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat
pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar
seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat
tergantung dari terapi yang diberikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet
nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder,
seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi
pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab
kanker). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian
(ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.
Hasil penelitian Magee dan bernes (1954) menunjukan bahwa
nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies nitrisodimetilamin juga
merupakan kasinogen kuat yang dapat menimbulkan tumor terut pada hati dan
ginjal tikus percobaan. Dari Hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari
nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26-40 minggu .pada

dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih, pada dosis 30
mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal.
Berdasarkan penelitian tentang nitrit yang dilakukan oleh Darius (2007),
seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Pada 10 sampel sosis
daging sapi yang diteliti mengandung pengawet nitrit tapi masih memenuhi

Universitas Sumatera Utara

8

persyaratan untuk mengkonsumsi karena kandungannya masih dibawah batas
maksimum, yaitu sebesar 125 mg/kg.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel
chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga
sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) dan
Lusiana (2013) pada sosis dan burger daging sapi masih memenuhi persyaratan,
sedangkan Matondang (2015) kadar nitrit dan nitrat pada kornet daging sapi dan
daging sapi asap yang diteliti masih memenuhi persyaratan yang diizinkan, dan
menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa perubahan kadar nitrit

dan nitrat terhadap pengaruh suhu dan lama penyimpanan pada kornet daging sapi
dan daging sapi asap.
Berdasarkan hasil data dari Badan Pengawasan, Obat dan Makanan
Provinsi Gorontalo, pada tahun 2013 hasil pemeriksaan laboratorium terdapat
keracunan nitrit pada makanan nasi paket yang mengakibatkan 16 orang
keracunan. Keracunan tersebut terjadi karena adanya penggunaan nitrit yang
berlebihan (BPOM, 2013).
Menurut penelitian Nur (2011) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam
Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta. Jumlah sampel yang diteliti
pada penelitian ini sebanyak 5 merk sosis yang terdiri dari 3 merk sosis daging
ayam yaitu merk A, C dan D serta 2 merk sosis daging sapi yaitu merk B dan E.
Berdasarkan hasil uji kualitatif kandungan nitrit dalam sosis dapat diketahui 5
bahwa semua sampel merk sosis yang diteliti mengandung nitrit, sedangkan kadar

Universitas Sumatera Utara

9

nitrit yang terdapat dalam 5 sampel merk sosis tersebut bervariasi. Kadar nitrit
tertinggi tardapat pada merk sosis E yaitu sebesar 211,294 mg/kg dan kadar
terendah terdapat pada merk sosis C yaitu sebesar 83,354 mg/kg. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel merk E melebihi batas
maksimum penggunaan nitrit pada produk olahan daging menurut Permenkes RI
No 1168/Men/Per/1999 yaitu memiliki kadar sebesar 211,294 mg/kg. Walaupun
kadar nitrit beberapa sampel sosis yang diteliti masih berada di bawah batas
maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/ Per/X/1999, yaitu 125
mg/kg, namun konsumsi sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran
tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.
Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan
Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di
Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999. Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005)
terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui
bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
Pada tanggal 16 Oktober 2008 ditemukan kasus keracunan pada siswa
SDN Sukosewu 1 Gandusari Blitar akibat membeli jajanan berupa sosis dan
tempura yang dijual di halaman sekolah mereka. Berdasarkan penelitian BPOM
dinyatakan bahwa para siswa itu keracunan senyawa kimia nitrat yang terdapat
pada sosis dan tempura (BPOM, 2008).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penelitian ke
lapangan, didapatkan beberapa merek daging sosis di tempat bahan baku burger

Universitas Sumatera Utara

10

yang memakai bahan pengawet nitrit tetapi tidak diberi label sebagai keterangan
berapa kadar nitrit yang digunakan, merek-merek tersebut antara lain Kimbo,
Champ, dan Vigo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar
kandungan nitrit pada produk daging sosis apakah kandungan pengawet nitrit
sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi sesuai Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan makanan, dengan batas maksimum
penggunaan 125 mg/kg.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu

berapakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis dan apakah kadar nitrit
yang terdapat dalam daging sosis tersebut telah memenuhi standard baku sesuai
dengan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999.
1.3

Tujuan Penelitian
Untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis

yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan
kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999.
1.4

Manfaat Penelitian

1.

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang kadar
nitrit pada produk daging sosis di kora Medan.

2.

Dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai bahayanya kadar
zat

pengawet

nitrit

yang

berlebihan

jika

dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara