PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP pdf

PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR CONSUMER GOODS PADA INDEKS LQ 45 NUR KARDINA MASSIJAYA DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods Pada Indeks LQ 45 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Nur Kardina Massijaya NIM H24110014

ABSTRAK

NUR KARDINA MASSIJAYA. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods pada Indeks LQ 45. Dibimbing FARIDA RATNA DEWI.

Pasar modal adalah salah satu sarana investasi masyarakat yang tidak lepas dari gejolak variabel makroekonomi. Di tengah perkembangan variabel makroekonomi yang fluktuatif, sektor consumer goods dianggap menarik karena pesatnya pertumbuhan masyarakat kelas menengah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer goods di indeks LQ 45 secara parsial dan simultan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear sederhana dan berganda. Hasil analisis parsial mengindikasikan bahwa inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap USD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang berada di indeks saham LQ 45, sedangkan PDB dan jumlah uang beredar memberi pengaruh positif dan signifikan. Kurs beli rupiah terhadap dollar tidak memberi pengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer goods yang ada pada indeks LQ 45 pada periode 2008-2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa inflasi, kurs beli rupiah terhadap US dollar, dan produk domestik bruto secara simultan memberi pengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer goods yang ada pada indeks LQ 45 pada periode 2008-2013.

Kata kunci: consumer goods, indeks LQ 45, inflasi, nilai tukar rupiah, PDB.

ABSTRACT

NUR KARDINA MASSIJAYA. Impact on Macro Economics Variables against Stock Price of Consumer Goods Companies Listed On LQ 45. Supervised by FARIDA RATNA DEWI.

Capital market is a choice of which also affected by the fluctuative development of macroeconomics variables. Consumer goods seems attractive by the rapid development of middle class inhabitants. The purpose of this research is to analyze the partial and simultaneous impact of macro economics variables against stock price of consumer goods companies which listed on LQ 45 in 2008- 2013. The statistical methods used are simple and multiple linear regression. The analysis on partial indicates that inflation and exchange rate give significant negative impact on the movement of the stock price, while broad money and GDP give significant positive impact on the stock price of consumer goods companies that listed on LQ 45 in 2008-2013. Exchange rate gives no impact on the stock price movement. Simultaneous analysis indicates that inflation rate, exchange rate, and gross demosetic product simultaneously give significant positive impact on the stock price movement.

Keywords: consumer goods, LQ 45 index, inflation, exchange rates, GDP.

PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR CONSUMER GOODS PADA INDEKS LQ 45 NUR KARDINA MASSIJAYA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi : Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods pada Indeks LQ 45 Periode 2008-2013

Nama : Nur Kardina Massijaya NIM

: H24110014

Disetujui oleh

Farida Ratna Dewi, SE, MM Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, S.TP, MM Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar pada indeks LQ 45.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen pembimbing. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Deddy C. S., STP, MM atas bimbingannya dalam mengolah data penelitian, serta Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, S. Hut, MM dan Ibu Yusrina Permanasari, S.Sos, ME selaku penguji. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama dan Papa, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih untuk sahabat dan teman-teman di Manajemen IPB angkatan 48 atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Nur Kardina Massijaya

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR TABEL

ii DAFTAR LAMPIRAN

ii PENDAHULUAN Latar Belakang

1 Rumusan Masalah

3 Tujuan Penelitian

3 Manfaat Penelitian

3 Ruang Lingkup Penelitian

4 TINJAUAN PUSTAKA

4 METODE Kerangka Pemikiran

10 Waktu Penelitian

11 Jenis dan Sumber Data

12 Metode Pengambilan Sampel

12 Pengolahan dan Analisis Data

12 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

13 Analisis Korelasi Pearson

2 Analisis Koefisien Determinansi (Adjusted R )

14 Uji F (Uji Simultan)

14 Uji T (Uji Parsial)

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan LQ 45

15 Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham 16 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

2 Analisis Koefisien Determinansi (Adjusted R )

19 Analisis Pengaruh Parsial

20 Analisis Pengaruh Simultan

26 Implikasi Manajerial

28 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

28 Saran

29 DAFTAR PUSTAKA

29 LAMPIRAN

31 RIWAYAT HIDUP

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan rata-rata nilai transaksi saham Bursa Efek Indonesia periode 2008-2013

2 Grafik Indeks Harga Tertinggi Saham Sektoral Periode 2008-2013 2

11

3 Kerangka pemikiran penelitian

4 Perkembangan Indeks Consumer Goods dan Indeks LQ 45 periode 2008-2013

16

19

5 Diagram Scatterplot

DAFTAR TABEL

1 Penelitian terdahulu

17

2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1 K-S)

18

3 Hasil Uji Multikolinearitas 3

20

4 Hasil Analisis Korelasi Pearson

22

5 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X1

23

6 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X2

23

7 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X3

24

8 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X4

25

9 Hasil Analisis Regresi Sederhana Variabel X5

26

10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

27

11 Hasil Uji F (Uji Simultan)

DAFTAR LAMPIRAN

32

1 Kriteria Indeks LQ 45

32

2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

33

3 Uji Multikolinearitas 1

33

4 Uji Multikolinearitas 2

33

5 Uji Multikolinearitas 3

34

6 Uji Autokolinearitas

34

7 Model Summary untuk Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R 2 )

35

8 Hasil Korelasi Pearson

36

9 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X1

36

10 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X2

36

11 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X3

37

12 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X4

37

13 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Sederhana Variabel X5

38

14 Hasil Uji F Analisis Regresi Linear Berganda

39

15 Hasil Uji T Analisis Regresi Linear Berganda

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Investasi merupakan pengalokasian dana berupa penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang diharapkan akan memberi keuntungan di masa mendatang. Budaya untuk berinvestasi semakin digalakkan oleh pemerintah, seperti penyelenggaran Investor Summit and Capital Market Expo yang diadakan oleh Bursa Efek Indonesia, yang diadakan agar masyarakat tidak hanya berinvestasi semata namun menjadikan pasar modal sebagai gaya hidup yang menandai sistem nilai serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya, sehingga diharapkan budaya gemar menabung dapat beralih menjadi gemar berinvestasi khususnya di pasar modal Indonesia (BEI 2014).

Pasar modal merupakan salah satu sarana investasi masyarakat, yang secara langsung berperan pada proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan. Pasar modal yang sehat dan berkembang dengan baik telah dianggap relevan kepada pertumbuhan ekonomi negara dengan menyalurkan modal kepada investor dan pengusaha (Tripathi dan Seth 2014).

Gambar 1. Perkembangan rata-rata nilai transaksi saham Bursa Efek

Indonesia periode 2008-2013 Sumber: idx.co.id

Pengetahuan mengenai sensitivitas pasar modal terhadap faktor kunci variabel makro dan vice versa sangat penting di berbagai area investasi dan keuangan (Khan dan Zaman 2011). Terlebih untuk investor, pengetahuan mengenai fluktuasi variabel makroekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar modal sangat penting guna meminimalisir angka kerugian dalam berinvestasi di pasar modal. Makroekonomi dianggap sebagai faktor penting dalam berinvestasi di Indonesia, dimana makroekonomi mengukur stabilitas ekonomi pada suatu negara, yang ditunjukkan oleh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar (Yogaswari et al 2012). Selain variabel makroekonomi tersebut, terdapat variabel jumlah uang beredar dan produk domestik bruto, dimana keduanya merupakan variabel makroekonomi yang menggambarkan stabilitas kondisi ekonomi negara terkait.

Peran sektor barang konsumsi (consumer goods) yang tak lepas dari pengaruh variabel makroekonomi terhitung cukup besar peranannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor consumer goods dianggap menarik bagi Peran sektor barang konsumsi (consumer goods) yang tak lepas dari pengaruh variabel makroekonomi terhitung cukup besar peranannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor consumer goods dianggap menarik bagi

Basic Industry Miscellanous Industry Consumer Goods

Property&Real Estate Infrastructure

Finance

Trade, Service & Investments

Manufacturing

Gambar 2 Grafik Indeks Harga Tertinggi Saham Sektoral Periode 2008-2013 Sumber: idx.co.id

Semakin menjamurnya minimarket, convenience store, dan hypermarket cukup mencerminkan pesatnya pertumbuhan perusahaan-perusahaan pada bidang industri konsumsi di Indonesia. Sektor consumer goods dianggap cenderung potensial karena pertumbuhan kelas menengah yang cukup signifikan yang hampir mencapai 75 juta jiwa. (Tempo 2014).

Di samping indeks sektoral, terdapat pula indeks LQ 45 yang terdiri dari 45 saham terbaik di sektornya dalam klasifikasi industri BEI. Indeks LQ 45 ditinjau setiap tiga bulan sekali untuk menentukan saham-saham berfrekuensi transaksi tertinggi di Bursa Efek Indonesia, di mana secara langsung Indeks LQ 45 menggambarkan keaktifan masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia. Pengetahuan mengenai hubungan antar harga saham dengan faktor makroekonomi sangat penting, tidak hanya untuk para pelaku industri, bamun juga Di samping indeks sektoral, terdapat pula indeks LQ 45 yang terdiri dari 45 saham terbaik di sektornya dalam klasifikasi industri BEI. Indeks LQ 45 ditinjau setiap tiga bulan sekali untuk menentukan saham-saham berfrekuensi transaksi tertinggi di Bursa Efek Indonesia, di mana secara langsung Indeks LQ 45 menggambarkan keaktifan masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia. Pengetahuan mengenai hubungan antar harga saham dengan faktor makroekonomi sangat penting, tidak hanya untuk para pelaku industri, bamun juga

Rumusan Masalah

Nilai tukar rupiah yang semakin melemah, angka inflasi, dan beberapa variabel makroekonomi lainnya mengundang kekhawatiran investor terhadap situasi ekonomi Indonesia. Faktor makroekonomi yang terlibat cenderung berasal dari aspek moneter, seperti inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD) atau yang lebih dikenal dengan kurs dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (Puspitasari 2010). Sentimen makroekonomi dinilai cukup besar pengaruhnya terhadap pergerakan harga saham di pasar modal, tercermin dari banyaknya investor yang keluar dari pasar modal Indonesia ketika pemerintah menaikkan harga BBM dan membuat inflasi semakin melonjak. Namun, di tengah pergerakan variabel makroekonomi yang tampak mengkhawatirkan, performa indeks emiten sektor consumer goods cenderung menggeliat naik dan mencuri perhatian. Untuk memutuskan dampak dari variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham emiten di sektor consumer goods, diperlukan analisis mendalam dengan rumusan permasalahan dari penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), kurs beli rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara parsial terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks saham LQ 45 pada periode 2008-2013?

2. Bagaimana pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), kurs beli rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara simultan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks saham LQ 45 pada periode 2008-2013?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam upaya mengetahui pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham di sektor consumer goods . Secara spesifik penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), nilai tukar rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara parsial terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks saham LQ 45 pada periode 2008-2013.

2. Menganalisis pengaruh inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), nilai tukar rupiah, dan produk domestik bruto (PDB) secara simultan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar dalam indeks saham LQ 45 pada periode 2008-2013.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya kepada perkembangan investasi di pasar modal Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi atau referensi mengenai hubungan antara beberapa variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham perusahaan yang bergerak di sektor consumer goods.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan rujukan atau pertimbangan keputusan terkait dengan kebijakan yang diambil.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh fluktuasi beberapa variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham perusahaan yang bergerak di sektor consumer goods di Bursa Efek Indonesia. Adapun variabel makroekonomi yang digunakan adalah tingkat inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar (M2), kurs beli rupiah terhadap dollar, dan produk domestik bruto (PDB) nominal. Perusahaan yang dijadikan fokus penelitian adalah lima perusahaan yang bergerak disektor consumer goods dan berada dalam listing LQ 45, yaitu Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang nilainya telah dirata-ratakan sebagai representatif sektor consumer goods dalam periode tahun 2008-2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Makroekonomi

Makroekonomi merupakan ilmu yang berhubungan dengan pasar keseluruhan, dimana makroekonomi tidak mencakup hal-hal mendetail terkait tingkah laku unit individu ekonomi seperti rumah tangga dan perusahaan, yang merupakan subyek mikroekonomi. Makroekonomi berfokus pada tingkah laku perekonomian dan kebijakan yang mempengaruhi konsumsi dan investasi, mata uang dan neraca perdagangan, determinan perubahan tingkat upah dan harga, kebijakan moneter dan fiskal, jumlah uang beredar, anggaran nasional, suku bunga, dan utang nasional (Dornbusch et al 2008). O’Sullivan et al (2010) menjelaskan bahwa makroekonomi merupakan ilmu mengenai ekonomi suatu negara secara keseluruhan, yang berfokus pada isu inflasi (kenaikan harga keseluruhan), pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Mankiw (2006), konsep makroekonomi adalah sebuah kajian tentang gejala atau fenomena sebuah perekonomian secara luas di suatu negara, mencakup inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhinya.

Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) dapat didefinisikan sebagai jumlah seluruh uang kartal yang dipegang anggota masyarakat dan demand deposit yang dimiliki oleh perseorangan pada bank-bank umum. Sedangkan dalam arti luas (broad money) jumlah uang beredar mengikutsertakan aset-aset lain yang dapat dengan mudah dikonversi menjadi uang tunai, yaitu deposito berjangka panjang.

Guna mencapai angka inflasi sasaran, bank sentral pada suatu negara dapat menentukan suku bunga atau menentukan jumlah uang beredar. Pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan menggunakan instrumen kebijakan pemerintah berupa operasi pasar terbuka, yakni pembelian dan penjualan obligasi pemerintah (Mankiw 2006). Kontrol atas jumlah uang beredar ini disebut kebijakan moneter.

BI Rate

BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter dan sasaran operasional (Siamat 2005). Suku bunga BI Rate dipergunakan sejak 2005, dimana BI Rate akan mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bunga deposito dan kredit, serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang.

Dasar pertimbangan pemilihan SBI-1 bulan sebagai acuan penetapan BI Rate antara lain sebagai berikut:

1. SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmark oleh perbankan dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai aktivitasnya.

2. Penggunaan SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

3. Dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ke sektor ekonomi.

Penetapan BI Rate oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia merupakan sinyal kebijakan moneter guna mengendalikan inflasi ke arah sasaran inflasi jangka menengah sekaligus kondusif untuk memelihara pertumbuhan ekonomi, serta menjaga volatilitas nilai tukar.

Produk Domestik Bruto

Tingkat pertumbuhan dari perekonomian adalah tingkat dimana GDP atau produk domestik bruto (PDB) meningkat. Permintaan untuk PDB dibagi menjadi empat komponen: konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan ekspor neto, tergantung pihak mana yang melakukan pengeluaran. (Dornbusch R et al 2008).

PDB dibedakan menjadi dua, PDB riil, yaitu PDB yang mengukur perubahan output fisik dalam perekonomian antara periode yang berbeda dengan menilai semua barang yang diproduksi dalam dua periode tersebut pada harga yang sama, atau dalam harga konstan, dan PDB nominal, yang mengukur nilai output dalam suatu periode dengan menggunakan harga pada periode tersebut, atau sering disebut dengan harga berlaku.

Inflasi

Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga umum barang-barang, dimana kenaikan harga dari masing-masing tidak bersamaan, namun terjadi secara terus menerus selama periode tertentu (Mankiw 2006). Kenaikan harga yang terjadi hanya satu kali bukan inflasi, kecuali bila kenaikan satu harga barang mendorong kenaikan harga barang lain. Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga, antara lain:

1. Indeks harga konsumen (consumer price index), yang menunjukkan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

2. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index), merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.

3. PDB deflator, mencakup jumlah barang dan jasa yang diproduksi secara domestik, yang merupakan rasio dari PDB nominal terhadap PDB riil. Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif,

tergantung dari tingkat keparahan inflasi. Jika inflasi berada di bawah 10% setahun, maka inflasi berada dalam tingkat inflasi ringan, dan memberi pengaruh positif terhadap perekonomian, yaitu meningkatkan pendapatan nasional, menumbuhkan semangat pekerja, menabung, dan berinvestasi. Sebaliknya, jika terjadi hiperinflasi (di atas 100% setahun) maka keadaan perekonomian akan menjadi lesu dan kacau.

Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs, merupakan nilai mata uang terhadap pembayaran saat ini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing- masing negara atau wilayah. Nilai tukar rupiah adalah jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan, dimana fluktuasi nilai tukar akan berpengaruh pada pergerakan indeks harga saham. Kurs dibedakan menjadi dua (Mankiw 2006), yaitu:

1. Kurs nominal, yaitu harga relatif dari mata uang dua negara.

2. Kurs riil, yaitu harga relatif dari barang-barang kedua negara tersebut. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri akan relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Sedangkan jika kurs rill rendah, maka barang-barang luar negeri akan relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Pasar Modal

Menurut UU Pasar Modal No 8 Tahun 1995, pasar modal merupakan wahana investasi bagi masyarakat yang mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha. Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas, dimana pasar modal pada hakikatnya berbeda dengan pasar uang, dimana pasar modal memperjualbelikan hak kepemilikan perusahaan berupa surat berharga, dan surat pernyataan hutang perusahaan. Pasar modal adalah pasar abstrak di mana penjual dan pembeli dalam melakukan transaksinya diwakili oleh Pialang atau Broker (Riyadi 2006). Weston dan Copeland dalam Andati 2012 memberikan empat macam manfaat ekonomis pasar modal yaitu: (1) Bursa Surat Berharga (security exchange ) memperlancar proses 25 transaksi dengan menyelenggarakan pasar dimana dapat dilakukan transaksi yang relatif murah dan efisien (2) Bursa mampu menyelenggarakan transaksi yang kontinyu dan menguji nilai surat berharga. Perusahaan yang dinilai baik prospeknya oleh investor memiliki nilai yang tinggi sehingga memperlancar pembiayaan baru dan pertumbuhan perusahaannya (3) Harga-harga surat berharga relatif lebih stabil dengan adanya bursa yang terorganisir.

Adapun instrumen pasar modal yang umumnya diperdagangkan adalah saham, obligasi, reksa dana, dan instrumen derivatif.

Saham

Istilah saham (stock) mengacu pada bagian dalam kepemilikan perusahaan, dan pasar modal (stock market) adalah pasar di mana saham-saham ini diperdagangkan (Mankiw 2006). Terdapat dua jenis saham (Bodie et al 2005), yaitu:

1. Saham biasa, yang dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ukuitas, atau cukup disebut ekuitas (equities), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah perusahaan. Masing-masing lembar saham biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan. Pada saham biasa, terdapat dua karakteristik sebagai alat investasi, yaitu fitur klaim sisa (residual claim), yang berarti pemegang saham berada di barisan terakhir dari pihak-pihak yang memiliki klaim atas aset dan pendapatan perusahaan, dan kewajiban terbatas (limited liability), yaitu mayoritas pemegang saham akan menanggung kerugian jika perusahaan gagal sebesar nilai nvestasi aslinya.

2. Saham preferen (preferred stock) memiliki fitur yang serupa dengan ekuitas sekaligus utang. Namun, pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara atas manajemen perusahaan, dan mirip dengan obligasi jatuh tempo.

Harga Saham

Harga saham merupakan nilai dari suatu saham pada saat tertentu yang ditentukan pelaku pasar dan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal, dimana harga saham berperan sebagai nilai bukti pernyertaan modal pada perseroaan terbatas yang terdaftar di bursa efek atas saham yang telah beredar. Harga saham yang terbentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan atas profit perusahaan penerbit saham, mewakili nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi nilai harga saham, maka semakin baik pula citra perusahaan di mata investor.

Indeks Harga Saham

Indeks harga saham merupakan indikator yang menjadi pedoman bagi para investor guna berinvestasi di pasar modal, khususnya saham. Indeks harga saham adalah cerminan pergerakan harga saham, dan menggambarkan kekuatan penawaran dan permintaan saham di bursa saham. Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yaitu:

1. Indeks Harga Saham Gabungan, yaitu indeks yang menggunakan semua perusahaan tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.

2. Indeks Sektoral, yaitu indeks yang menggunakan semua perusahaan tercatat yang termasuk dalam masing-masing sektor, dimana sekarang ada 10 sektor yang ada di BEI: Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdagangan dan Jasa, serta Manufaktur.

3. Jakarta Islamic Index (JII), yaitu indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.

4. Indeks LQ45, mencakup 45 jenis saham emiten yang dinilai memenuhi kriteria yang ditentukan dan ditinjau setiap tiga bulan sekali oleh Bursa Efek Indonesia, dimana untuk menentukan saham-saham yang masuk ke dalam LQ 45, digunakan dua tahap seleksi. Indeks LQ45 pertama kali diluncurkan pada tanggal 24 Februari 1997 (Hamdani, 2013).

5. Indeks Kompas100, yaitu indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.

6. Indeks BISNIS-27, yakni kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27, yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.

7. Indeks PEFINDO25, yaitu kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25, dimaksudkan untuk memberikan tambahan 7. Indeks PEFINDO25, yaitu kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25, dimaksudkan untuk memberikan tambahan

8. Indeks SRI-KEHATI, merupakan indeks yang dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.

9. Indeks Papan Pengembangan,yaitu indeks yang menggunakan saham- saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.

10. Indeks individual, yaitu indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan telah banyak dilakukan. Penelitian terkait topik pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham memakai berbagai macam metode dan berbagai hipotesis untuk menunjang penelitian mereka.

Tabel 1 Penelitian terdahulu

Hasil Penelitian Tripathy (2011)

Peneliti

Metode

Uji Ljung-Box Penelitian

menunjukkan adanya

Q,Breusch-

autokorelasi di antara pasar modal India

Godfrey LM,

dengan variabel makroekonomi.

Unit Root, Granger Causality

Udegbunam dan Duration dan Perubahan tingkat suku bunga berefek Oaikhenan

negatif terhadap pergerakan harga saham, (2012)

Convexity

Model dan harga saham jatuh bersamaan dengan naiknya tingkat suku bunga.

Halim (2013) Regresi Linier Inflasi dan BI Rate tidak berpengaruh Berganda

terhadap return saham kapitalisasi besar, sedangkan jumlah uang beredar dan nilai tukar berpengaruh signifikan.

Quadir (2012) ARIMA Model Ada hubungan positif antara tingkat suku bunga dan produksi industri dengan tingkat pengembalian pasar modal.

Lanjutan Tabel 1

Hasil Penelitian Tripathi dan Seth Analisis faktor, Ada korelasi signifikan antara indikator (2014)

Peneliti

Metode

uji ADF dan PP pasar modal dan faktor makroekonomi. Unit, Regresi, ARCH Model, Granger causality, dan uji

Johansen Co-intgration

Gultom (2014) Regresi Linear Inflasi dan suku bunga SBI tidak Berganda

berpengaruh terhadap indeks LQ 45, sedangkan jumlah uang beredar positif terhadap indeks LQ 45, dan nilai tukar rupiah terhadap USD berpengaruh negatif terhadap indeks LQ 45 pada periode 2009- 2013.

METODE

Kerangka Pemikiran

Berbeda dengan pasar uang yang meliputi aset finansial yang memiliki jangka waktu satu tahun atau kurang, pasar modal merupakan pasar yang meliputi aset finansial yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun, yaitu obligasi, saham dan reksa dana. Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal, merupakan investasi yang tidak luput dari pengaruh variabel makroekonomi karena adanya sifat menyebar, salah satunya adalah resiko penurunan daya beli karena inflasi. Variabel makroekonomi berupa kurs beli rupiah, inflasi, suku bunga acuan di negara terkait (BI Rate), jumlah uang beredar, dan PDB negara terkait dianggap memberi pengaruh terhadap harga saham pada pasar modal. Pengaruh makroekonomi terhadap pergerakan saham ini penting untuk diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi guna meminimalisir risiko kerugian investor dalam berinvestasi di pasar modal.

Berdasarkan alat analisis yang digunakan, penelitian ini merupakan penelitian korelasional, di mana penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari suatu variabel, dalam hal ini variabel makroekonomi, terhadap variabel lain, yaitu harga saham perusahaan consumer goods yang berada dalam indeks saham LQ 45.

Variabel-variabel yang menjadi objek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

1. Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel terikatnya adalah harga saham perusahaan-perusahaan consumer goods, yang terdiri dari harga 1. Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel terikatnya adalah harga saham perusahaan-perusahaan consumer goods, yang terdiri dari harga

2. Variabel bebas (independent variabel) merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat, dimana pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah inflasi (X1), BI Rate (X2), jumlah uang beredar (X3), kurs beli rupiah terhadap USD (X4), dan produk domestik bruto (X5).

Kerangka pemikiran penelitian digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu penelitian agar penelitian tersebut dapat berjalan sesuai dengan ruang lingkup yang ditetapkan pada awal penelitian. Gambar 3 menunjukkan kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia dan terdaftar dalam indeks LQ45, dimana data yang digunakan adalah data dari tahun 2008 ke tahun 2013. Periode ini dipilih karena keterbaharuannya untuk menganalisis rekomendasi investasi terbaik bagi para investor secara tepat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana data diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur terkait topik yang dipercaya dan kredibel untuk dijamin kebenarannya. Jenis data sekunder yang digunakan merupakan data bulanan periode 2008-2013 (time series data). Data sekunder diperoleh dari sumber terpercaya dan relevan, seperti data situs resmi BI, BPS, dan Yahoo Finance maupun dari situs resmi perusahaan terkait. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, suku bunga acuan yaitu BI Rate, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, jumlah uang beredar, serta indeks harga saham lima perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Adapun kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang bergerak di sektor consumer goods dan terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia yang mempublikasikan laporan keuangannya setiap tahun.

2. Sampel yang dipilih adalah perusahaan sektor consumer goods yang memiliki laporan lengkap tahunan dari 2008-2013 dan berhasil masuk dalam indeks LQ45.

Pengolahan dan Analisis Data

Alat analisis regresi dipilih karena analisis regresi linier sederhana dapat menjelaskan pengaruh antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen, dan regresi linier berganda dapat menerangkan pengaruh atau ketergantungan suatu variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas (X). Bentuk persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e.....................(1) Keterangan: Y

= Harga Saham Perusahaan Consumer Goods di LQ 45 b0 = Konstanta

b1-b5 = Koefisien Regresi

e = Standar Error X1 = Inflasi X2 = BI Rate X3 = Jumlah Uang Beredar (M2) X4 = Kurs Beli Rupiah Terhadap USD X5 = Produk Domestik Bruto (PDB)

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik regresi perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian regresi, utuk memperoleh model-model regresi yang signifikan dan representatif, serta valid untuk dipertanggungjawabkan. Dalam melakukan uji penyimpangan asumsi klasik regresi, dilakukan uji berikut:

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam penelitian populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menjadi prasyarat pokok dalam analisis parametrik seperti korelasi, uji perbandingan rata-rata, analisis varian dan sebagainya, dan dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05. Ada dua cara yang biasa digunakan untuk menguji normalitas pada model regresi, antara lain dengan analisis grafik (normal P-P Plot) dan Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (Priyatno 2011). Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji signifikansi Kolmogorov-Smirnov.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Priyatno 2011). Konsekuensi praktis yang timbul sebagai akibat adanya multikolinearitas ini adalah kesalahan standar penaksiran semakin besar dan probablitias untuk menerima hipotesis yang salah menjadi semakin besar (Widodo 2013). Model pengujian multikolinearitas yang biasa digunakan adalah dengan melihat Variabel Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada model regresi, di mana regresi yang baik ditunjukkan oleh nilai VIF yang kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengestimasi apakah model regresi memiliki korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode sebelumnya (t-1), dimana model regresi yang baik adalah model yang tidak memiliki masalah autokorelasi. Metode pengujian autokorelasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah Uji Durbin-Watson, dimana pengambilan keputusannya sebagai berikut:

1. Nilai du < dw < 4 – du mengindikasikan H 0 diterima, yaitu tidak terjadi autokorelasi.

2. Nilai dw < dl maka H 0 ditolak, yaitu terjadi autokorelasi.

Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Priyatno 2011). Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji scatterplot (nilai prediksi ZPRED dengan residual SRESID).

Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi menunjukkan keeratan hubungan antar dua variabel atau lebih, dimana tujuan diadakannya analisis korelasi antara lain:

1. Mencari bukti terdapat atau tidaknya hubungan antar variabel.

2. Melihat besar kecilnya hubungan antar variabel dan arah hubungan yang terjadi.

3. Memperoleh kejelasan atau signifikansi hubungan antar variabel. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengukur hubungan antara dia variabel secara linier dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi yaitu jika korelasi lebih dari 0,5 maka hubungan antar variabel dinyatakan kuat, namun jika kurang dari 0,5 maka hubungan dinyatakan lemah.

Analisis Koefisien Determinasi ( Adjusted R 2 )

Guna mengestimasi presentase sumbangan pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat, perlu menganalisis data dengan menganalisis koefisien determinasi, dimana hasil analisis terminasi dapat dilihat di tabel Model Summary pada output SPSS. Menurut Santoso dalam Priyatno 2011, untuk regresi

dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R 2 sebagai koefisien determinasi.

Uji T (Parsial)

Uji T pada analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen dengan langkah pengujian sebagai berikut:

1. Menentukan Hipotesis Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal penelitian yang menyatakan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum dilakukannya penelitian, yang kemudian akan dibuktikan kebenarannya dari hasil penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran pada penelitian ini, disusun hipotesis sebagai berikut:

1. H 01 = Inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham.

2. H 11 = Inflasi berpengaruh terhadap harga saham.

3. H 02 = BI Rate tidak berpengaruh terhadap harga saham.

4. H 12 = BI Rate berpengaruh terhadap harga saham.

5. H 03 = Jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap harga saham.

6. H 13 = Jumlah uang beredar berpengaruh terhadap harga saham.

7. H 04 = Kurs beli rupiah terhadap US Dollar tidak berpengaruh terhadap harga saham.

8. H 14 = Kurs beli rupiah terhadap US Dollar berpengaruh terhadap harga saham

9. H 05 = Produk domestik bruto tidak berpengaruh terhadap harga saham.

10. H 15 = Produk domestik bruto berpengaruh terhadap harga saham.

11. H 06 = Inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, kurs beli rupiah terhadap USD, dan produk domestik bruto secara simultan tidak berpengaruh terhadap harga saham.

12. H 16 = = Inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, kurs beli rupiah terhadap USD, dan produk domestik bruto secara simultan berpengaruh terhadap harga saham.

2. Melihat Nilai Signifikansi

a. Apabila t hitung < t tabel dan Sig > 0,005, maka terima H 0

b. Apabila t hitung > t tabel dan Sig < 0,005, maka tolak H 0 Tabel distibusi t dicari pada α = 5% dengan derajat kebebasan (df) n-k-1, di mana n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel independen.

Uji F (Simultan)

Uji simultan dengan F-test pada analisis linier berganda bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah, dan produk

domestik bruto secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi pergerakan harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45 pada periode 2008-2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan Indeks LQ45

Sektor Consumer Goods merupakan salah satu sektor aktif penggerak ekonomi Indonesia, di mana produk-produk perusahaannya yang merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sementara itu, analis saham PT Anugrah Sentra Investama, Yusuf Nugraha, mengatakan saham consumer goods diproyeksikan menopang pergerakan indeks saham pada tahun 2014, berdasarkan pengamatan di tahun 2013 di mana sektor saham consumer goods mencatatkan kenaikan 13 persen secara year to date, dan tertinggi di bursa (Koran Jakarta 2014). Barang konsumsi atau consumer goods adalah barang yang dipakai secara langsung atau tidak langsung oleh konsumen untuk keperluan pribadi atau rumah tangga yang umumnya bersifat sekali habis. Adapun peranan consumer goods sebagai kebutuhan sehari-hari masyarakat merupakan keunggulan pada industri barang konsumsi karena adanya tingkat permintaan yang cenderung inelastik, dengan kata lain barang konsumsi kebutuhan pokok tetap dibutuhkan masyarakat, walaupun harganya naik (Uli 2009).

Manuver saham perusahaan consumer goods dapat dibilang cukup baik atas performanya yang cenderung terus meningkat, begitu juga dengan indeks LQ45 yang mencakup 45 emiten perusahaan yang dianggap memenuhi kriteria seleksi. Penggantian saham dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan

Februari dan Agustus, di mana apabila ada saham yang tidak memenuhi kriteria seleksi, maka saham tersebut dikeluarkan dari perhitungan indeks dan diganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria (Gultom 2014). Selama periode 2007- 2014, ada lima perusahaan dari sektor konsumsi yang beberapa kali memenuhi kriteria seleksi dan berada dalam daftar indeks LQ 45, yaitu Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Perkembangan indeks sektor konsumsi dan indeks LQ 45 selama periode tahun 2007-2014 dapat dilihat pada Gambar 4.

Consumer Goods

Des-07 Des-08 Des-09 Des-10 Des-11 Des-12 Des-13 Des-14

Gambar 4 Perkembangan Indeks Sektor Consumer Goods dan Indeks LQ

45 Periode 2008-2013 Sumber: bei.go.id (2015)

Indeks sektor consumer goods dan indeks LQ 45 cenderung mengalami kenaikan di setiap tahunnya, meski pada tahun 2008 kedua indeks tersebut mengalami penurunan, di mana indeks consumer goods menurun dari 444,391 menjadi 332,097, dan indeks LQ 45 menurun dari 621,128 menjadi 275,758. Penurunan indeks ini dikarenakan oleh krisis keuangan yang merupakan imbas dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat, ketika kredit perumahan di AS diberikan kepada debitur-debitur yang memiliki portofolio kredit yang buruk, hingga menyebabkan krisis dan berdampak pada kawasan Asia, termasuk Indonesia. Namun, pada tahun 2009 indeks consumer goods kembali meningkat ke angka 671,035, begitu juga dengan indeks LQ 45 yang meraih poin 499,236. Pada tahun 2010, angka indeks consumer good melesat ke poin 1149,782, dan indeks LQ

45 yang juga meningkat ke angka 682,68. Indeks consumer goods mempertahankan kinerjanya yang terus meningkat ke angka 1324,757 pada tahun 2011, berbeda dengan indeks LQ 45 yang mengalami sedikit penurunan ke angka 673,506. Pada tahun 2012 indeks LQ 45 kembali mengalami peningkatan ke angka 729,833, namun kembali mengalami penurunan sebanyak hampir delapan poin ke angka 721,833 pada tahun 2013, dan berhasil mengalami peningkatan yang cukup signifikan ke angka 898,581 pada tahun 2014. Sementara itu, indeks consumer goods terus konsisten mengalami meningkatan dengan berhasil melesat ke angka

1666,61 pada tahun 2012, dan kembali meningkat ke angka 1796,111 pada tahun 2013, serta mencapai angka 2117,919 pada tahun 2014.

Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods pada LQ45

Pada penelitian ini, peneliti memusatkan penelitian pada harga saham perusahaan-perusahaan sektor konsumsi yang terdaftar di indeks LQ 45 pada periode Februari-Agustus 2013, yaitu Gudang Garam Tbk (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma Tbk (KLBF), Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Terdapat variabel independen yang berupa inflasi, BI Rate, jumlah uang beredar/M2 (JUB), kurs beli rupiah terhadap USD (KURS), dan produk domestik bruto (PDB). Sedangkan untuk variabel dependennya adalah harga saham Gudang Garam Tbk (GGRM), harga saham Kalbe Farma Tbk (KLBF), harga saham Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), harga saham Indofood Sukses Makmur (INDF), dan harga saham Unilever Indonesia Tbk (UNVR), di mana harga saham perusahaan-perusahaan tersebut dirata-ratakan guna menjadi representatif harga saham perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di indeks LQ 45.

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah model berdistribusi normal, di mana pada penelitian ini digunakan dengan menggunakan uji Kolmogoronov- Smirnov.

Tabel 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (1 K-S)

Keterangan X1 X2 X3 X4 X5 Y Jumlah Sampel

24 24 24 24 24 24 Asymp. Sig.2- tailed

0,331 0,693 0,218 Sumber: Data diolah (2015)

Output SPSS uji 1 K-S pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa 24 sampel yang digunakan menghasilkan nilai signifikansi pada seluruh variabel X dan Y yang lebih besar dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel yang digunakan pada penelitian ini berdistribusi dengan normal.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi korelasi di antara variabel bebas, dengan melihat nilai Variabel Inflation Factor (VIF). Hasil uji multikolinearitas 1 pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi korelasi di antara variabel bebas, dengan melihat nilai Variabel Inflation Factor (VIF). Hasil uji multikolinearitas 1 pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa

Hasil kalkulasi ulang uji multikolinieritas 2 yang ditunjukkan Lampiran 4 memperlihatkan bahwa variabel X3 dan X5 masih belum terbebas dari asumsi multikolinieritas, meskipun telah dilakukan penghapusan variabel yang memiliki nilai VIF terbesar, yaitu variabel X2, sehingga harus dilakukan penghapusan variabel yang memiliki VIF terbesar dan melakukan kalkulasi kembali.

Tabel 3 Hasil Uji Multikolinearitas 3

Variabel Tolerance VIF Inflasi (X1)

1,407 Kurs Beli Rupiah (X4)

1,246 PDB (X5)

1,164 Sumber: Data diolah (2015)

Nilai VIF yang didapat setelah penghapusan variabel X3 yang ditunjukkan Lampiran 5 menunjukkan bahwa seluruh variabel yaitu variabel X1, X4, dan X5 sudah terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas karena tidak berada lebih dari angka 10, dan nilai tolerance yang ditunjukkan juga tidak kurang dari 0,1. Tidak lolosnya variabel BI Rate (X2) dan jumlah uang beredar (X3) dari uji multikolinieritas membuat kedua variabel tersebut dihilangkan dari persamaan regresi, sehingga didapat persamaan regresi baru sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b4x4 + b5X5 + e

Dimana: Y

= Harga Saham Perusahaan Consumer Goods di LQ 45 b0 = Konstanta

b1, b4, b5 = Koefisien Regresi