PENGARUH IMPLEMENTASI TAX AMNESTY PENGET

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |1

PENGARUH IMPLEMENTASI TAX AMNESTY, PENGETAHUAN PERPAJAKAN
DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI WILAYAH KOTA JAKARTA PUSAT
Soeprijadi dan Efri Andini
Program Studi Akuntansi Kosenterasi Perpajakan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y.A.I Jakarta
efriandini2@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to know (1) the influence of The Implementation of Tax Amnesty against the
level of compliance of Taxpayers in the city area of Central Jakarta, (2) Knowledge of
Taxation against the influence of the level of compliance by Taxpayers in the city area of Central
Jakarta, (4) Tax Sanctions against influence of the level of compliance by Taxpayers in the city area of
Central Jakarta, as well as (4) influence the implementation of Tax Amnesty, knowledge of
taxation, Taxation and witnesses together against the level of compliance of Taxpayers in the city
area of Central Jakarta. The population in this research is the whole of the tax services office in the
region of Jakarta City Retail Center. The number of samples takenas many as four of the tax services
office in the region of Jakarta City Retail Centre, the number of respondents in this study as

many as 150 people personal taxpayers spread over four Tax Services Office Pratama, Central
Jakarta. Data
collection techniques used in
this
research is purposive sampling. A
data analysis method used in this research is descriptive statistics, test data quality, analysis
of multiple linear regression, classic assumption test, and a test of the hypothesis. The results showed
that there is influence between the implementation of Tax Amnesty (X 1) against level of Taxpayer
Compliance (Y) and p-value 0.000 < 0.05. Knowledge of taxation (X 2) against the level of Taxpayer
Compliance (Y) and p-value 0.001 < 0.05. And taxation (X 3) Sanctions against the Taxpayer
Compliance Rate (Y) and p-value of 0.049 < 0.05.
Keywords: Tax Amnesty, Knowledge Of Taxation, Tax Sanctions

PENDAHULUAN
Seiring
dengan
perkembangan
perekonomian Indonesia akan diikuti pula
dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak.
Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena

yang selalu berkembang di masyarakat.
Dengan upaya pemerintah mengejar target
pajak dalam rangka pembiayaan pembangunan
nasional yang berlangsung secara terus
menerus dan berkesinambungan selama ini,
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik
materiil
dan
spiritual.
Untuk
merealisasikan tujuan tersebut diperlukan
anggaran pembangunan yang cukup besar.
Salah satu usaha untuk mewujudkan

peningkatan penerimaan untuk pembangunan
tersebut adalah dengan menggali sumber dana
yang berasal dari dalam negeri yaitu pajak.
(Modul Pajak Ikatan Akuntan Indonesia,
2016).

Dalam pelaksanaannya, implementasi
perpajakan di Indonesia masih mempunyai
beberapa permasalahan yaitu tingkat kepatuhan
Wajib Pajak yang masih terbilang rendah.
Hingga tahun 2015, Wajib Pajak (WP) yang
terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat
Jenderal pajak mencapai 30.044.103 WP, yang
terdiri atas 2.472.632 WP Badan, 5.239.385
WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan, dan
22.332.086 WP OP Karyawan. Hal ini cukup

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |2

memprihatinkan mengingat menurut data
Badan Pusat Statistik, hinga tahun 2013,
jumlah penduduk Indonesia yang bekerja
mencapai 93,72 juta orang. Artinya baru
sekitar 29,4% dari total jumlah Orang Pribadi
Pekerja dan berpenghasilan di Indonesia yang
mendaftarkan diri atau terdaftar sebagai Wajib

Pajak.
(http://www.pajak.go.id/content/article/refleksi
-tingkat-kepatuhan-wajib-pajak, diakses pada
tanggal 07 Desember 2016).
Perlu upaya berbeda dan luar biasa untuk
mencapai target penerimaan pajak tahun 2016.
Namun
demikian,
tugas
pengumpulan
penerimaan pajak pada prinsipnya tidak hanya
berada di pundak Direktorat Jenderal Pajak.
Seluruh elemen negeri ini, mulai dari Presiden,
Parlemen, Kementerian/Lembaga, penegak
hukum, orgaisasi sosial kemasyarakatan,
konsultan pajak, Wajib Pajak, dan masyarakat
memainkan peran penting dalam mewujudkan
kemandirian
negara
dalam

bentuk
pengumpulan penerimaan pajak yang optimal.
(Asrul Hidayat, 2016).
Pajak telah menyatu dengan peradaban
manusia sejak sangat lama, ia menjadi
semacam pemecah permasalahan khususnya
dalam tata kenegaraan, dari zaman sebelum
munculnya sistem kerajaan hingga masa kini,
dimana sistem ketatanegaraan sudah sangat
komplek, modern dan terintegrasi. Pajak
menjadi satu-satunya solusi bagi negara yang
tidak memiliki kekayaan yang cukup untuk
membiayai segala macam kebutuhan dalam
menjalankan
pemerintahannya,
sehingga
seluruh rakyatnya sepakat, untuk menyisihkan
sedikit kekayaan, digunakan bersama-sama,
demi menjamin keamanan, pembangunan,
kesehatan, pendidikan dan berbagai macam

kebutuhan bersama lainnya. (Budi Muliyono,
2008)
Oleh karena itu, Prof. Dr. P.J.A.
Andriani (Pernah menjabat guru besar hukum
pajak di Universitas Amsterdam, pemimpin
International Bureau of Fiscal Documentation
di Amsterdam), menyatakan pajak merupakan

iuran (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Agar tujuan pemungutan pajak
dapat tercapai, dalam memilih alternatif
pemungutan pajak harus memegang teguh
dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia
yang didasarkan atas ketentuan umum dan tata

cara perpajakan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menjadi Undang-Undang. Pendapatan Negara
dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan, namun demikian peluang untuk
terus ditingkatkan di masa yang akan datang
terbuka lebar karena potensinya belum digali
secara optimal.
Saat ini, sebagai bentuk reformasi
perpajakan salah satu agendanya adalah
meerapkan Pengampunan Pajak atau Tax
Amnesty. Bila kita melihat saat diterapkannya
perubahan UU No.6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP) diundangkan, banyak yang
memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut
terutama dalam pasal 37A ayat (1) Wajib Pajak
yang menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebelum tahun pajak
2007, yang
mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar
menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun stelah
berlakunya
Undang-Undang ini, dapat
diberikan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |3

keterlambatan
pelunasan

kekurangan
pembayaran pajak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; ayat (2) Wajib Pajak orang pribadi
yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya
Undang-Undang ini diberikan penghapusan
sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau
kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum
diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak
dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat
data atau keterangan yang menyatakan bahwa
Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib
Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
Penjelasan dari pasal tersebut menyatakan
bahwa dimana kebijakan ini merupakan versi
mini dari program pengampunan pajak yang
banyak diminta kalangan usaha. Meskipun
belum mampu memuaskan semua pihak tetapi

kebijakan yang lebih dikenal dengan nama tax
amnesty ini telah menimbulkan kelegaan bagi
banyak pihak. (Budi Muliyono, 2008)
Direktorat Jenderal Pajak mencatat
penerimaan pajak hingga akhir September lalu
meningkat 15% dibandingkan dengan tahun
2015. Peningkatan ini disokong oleh
penerimaan dari program pengampunan pajak
(tax amnesty). Direktur Potensi, Kepatuhan dan
Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal
mengungkapkan, total penerimaan pajak
mencapai Rp 791,9 triliun per Senin, 03
Oktober 2016, atau pasca berakhirnya periode
pertama tax amnesty. Jumlahnya lebih tinggi
sekitar 15% dibandingkan penerimaan pajak
per akhir September tahun lalu yang sebesar
687,7 triliun. Beliau menyatakan, besarnya
kontribusi tax amnesty terlibat dari perolehan
Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang
melesat hingga 97%.

Sebagai informasi, pada periode pertama
program tax amnesty. Direktorat Jenderal Pajak
berhasil meraup dana tebusan sebesar 97,2
triliun dari total 367.464 peserta program yang
dimulai 18 Juli lalu hingga 30 September 2016.
Dana tersebut merupakan akumulasi uang

tebusan,
pembayaran
tunggakan,
dan
penghentian
bukti
permulaan.
(http://www.liputan
6.com/tag/tax-amnesty,
diakses pada tanggal 07 Desember 2016).
Hasil
penelitian
terdahulu
yang
dilakukan oleh Tio Fanny Aritonang, 2016
berdasarkan hasil penelitiannya yang berjudul
Review Implementasi Tax Amnesty (Studi
Literatur Implementasi Tax Amnesty di
Indonesia dan di Beberapa Negara Lainnya)
mengambil
kesimpulan
bahwa
dalam
Pengampunan Pajak Nasional 2015, Indonesia
memiliki potensi untuk melaksanakannya.
Akan tetapi dibutuhkan dasar dan perangkat
hukum yang jelas serta kesiapan pemerintah
dalam melaksanakan pengampunan agar
manfaat pelaksanaan tax amnesty dapat dicapai
secara maksimal.
Pengetahuan dan pemahaman yang
kurang
tentang
pajak
mengakibatkan
kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak. Masyarakat kurang tertarik
akan membayar pajak karena tidak adanya
insentif atau timbal balik secara langsung dari
negara untuk mereka. Menurut Rahayu
(2010:141) kualitas pengetahuan pajak yang
baik akan sangat mempengaruhi kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak,
maka semakin mudah pula bagi mereka untuk
memahami peraturan perpajakan dan semakin
mudah pula untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya (Namuntu, 2005:32).
Menteri
Keuangan
Bambang
Brodjonegoro sudah menyiapkan sanksi tegas
bagi Wajib Pajak yang tidak melaporkan harta
dan asetnya secara benar saat mendaftarkan
diri dalam pengampunan pajak (tax amnesty).
Bambang mengungkapkan, jika ada harta atau
aset yang sengaja tidak dilaporkan dalam
proses pendaftaran tax amnesty, akan
dikenakan sanksi sebesar 200 persen dari pajak
penghasilan (PPh) yang harus dibayar.
Sedangkan jika Wajib Pajak tersebut tidak ikut
tax amnesty, namun masih ada temuan harta

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |4

atau aset yang belum dilaporkan dalam SPT,
Kemenkeu juga telah menyiapkan sanksi.
“Kalau tidak ikut tax amnesty, dikenakan PPh
dengan sanksi administrasi sesuai dengan
Undang-Undang Pajak,” ujar beliau.
Bambang mengatakan sebagian aset
warga negara Indonesia di luar negeri. Dan itu
hanya dilakukan secara sukarela karena kita
tidak memiliki UU yang memaksa. Kedua, tax
based yang lebih jelas supaya tahu siapa yang
belum bayar pajak dan laporannya belum
lengkap. Itu dilaporkan secara sukarela,”
tandasnya. (liputan6.com, Jakarta 29 Juni
2016)
Penelitian lainnya yang menguatkan
fenomena sanksi perpajakan dilakukan oleh
Ngadiman dan Daniel Huslin (2015) mengenai
Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, Dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Kembangan) menemukan
bahwa sunset policy berpengaruh negative dan
tidak signifikan, sedangkan tax amnesty dan
sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
KAJIAN PUSTAKA
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau
aturan. Sedangkan menurut Agus Budiatmanto
(1999) sebagaimana dikutip dalam Ratriana
Dyah Safri (2013) kepatuhan adalah motivasi
seseorang, kelompok atau organisasi untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Muliari dan Setiawan (2011)
sebagaimana
dikutip
dalam penelitian
Mir’atusholihah
(2014),
mendefinisikan
kepatuhan wajib pajak sebagai suatu keadaan
dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya.
Dalam
penelitian
Sri
Rustiyaningsih (2011) kepatuhan perpajakan
diartikan sebagai suatu keadaan yang mana
wajib pajak patuh dan mempunyai kesadaran
dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Norman D. Nowak sebagaimana dikutip
dalam penelitian Sri Rustiyaningsih (2011)
mengemukakan kepatuhan dan kesadaran
pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin
dalam situasi sebagai berikut: (1) Wajib pajak
paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (2) Mengisi formulir pajak dengan
lengkap dan jelas (3) Menghitung jumlah pajak
yang terutang dengan benar (4) Membayar
pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Implementasi Tax Amnesty. Tax Amnesty atau
Pengampunan Pajak Berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016. Pajak yang
menjadi objek amnesti pajak berdasarkan UU
No. 11 Tahun 2016 dibatasi untuk kewajiban
Pajak Penghasilan dan PPN/PPnBM. Wajib
Pajak bisa meneliti kembali apakah kewajiban
pajaknya selama ini telah dijalankan dengan
benar. Jika belum benar, maka melalui
Undang-undang amnesti pajak ini Wajib Pajak
diberi kesempatan untuk diampuni dengan cara
membayar uang tebusan, serta syarat dan tata
caranya diatur melalui Undang-undang tersebut
dan peraturan terkait lainnya.
Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah
sebuh kesempatan berbatas waktu bagi
kelompok wajib pajak tertentu untuk
membayar pajak dengan jumlah tertentu
sebagai
pengampunan
atas
kewajiban
membayar pajak (termasuk dihapuskannya
bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa
pajak sebelumnya tanpa takut penuntutan
pidana. Program ini berakhir ketika otoritas
pajak memulai investigasi pajak dari periodeperiode sebelumnya. Dalam beberapa kasus,
undang-undang
yang
melegalkan
pengampunan pajak memberikan hukuman
yang lebih berat bagi pengampun pajak yang
terlambat
menjalankan
kewajibannya.
Pengampunan pajak bermanfaat sebagai salah
satu sumber kas negara dari penerimaan pajak.
Pengampunan wajib pajak diharapkan
menghasilkan penerimaan pajak yang selama
ini belum atau kurang dibayar, di samping

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |5

meningkatkan kepatuhan membayar pajak.
Meningkatnya kepatuhan tersebut juga
merupakan dampak dari makin efektifnya
pengawasan karena semakin akuratnya
informasi mengenai daftar kekayaan Wajib
Pajak.
Dengan
demikian,
itu
sebelum
menerapkan pengampunan pajak, terdapat
beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1)
Melakukan sosialisasi rencana pengampunan
pajak,
yang
didukungoleh
perangkat
administrasi perpajakan modern menggunakan
sistem
komputer,
untuk
mendukung
penegakkan hukum pasca amnesti pajak (Erwin
Silitonga, 2006). Kampanye tax amnesty
mampu menjelaskan kepada masyarakat secara
jelas dan konkret mengenai tujuan dan manfaat
program tax amnesty. Kampanye harus dapat
menciptakan gambaran bahwa program ini
merupakan kesempatan akhir bagi Wajib Pajak
yang ingin menjadi Wajib Pajak patuh (John
Hutagaol, 2004). (2) Tunggakan pajak negara,
yaitu utang pajak yang telah pasti dan
ditetapkan dengan surat ketetapan pajak, yang
merupakan objek penagihan pajak dengan
Undang-Undang Penagihan dengan Surat
Paksa. Tunggakan pajak, tidak termasuk dalam
paket proggram pengampunan, bahkan
merupakan prasyarat harus dilunasi sebelum
Wajib Pajak dapat mengkuti program
pengampunan pajak. Khusus mengenai
tunggakan ini perlu disosialisasikan lebih awal
untuk
mencegah
jangan
sampai
isu
pengampunan
pajak
menjadi
counter
productive, karena masyarakat salah mengerti
dan beramai-ramai menunda pembayaran
pajaknya degan harapan kelak mendapat
pengampunan (Erwin Silitonga, 2006). (3)
Perlunya
program
pendukung
berupa
penegakkan hukum secara tegas dan konsisten
terhadap pelanggar hukum. Undang-Undang
amnesti Pajak harus harus didukung
seperangkat Undang-Undang lainnyaantara lain
jaminan mengalirnya data secara sistemik (by
computer ) ke pusat basis data perpajakan
nasional melalui program SIN (Single

Identification Number ). RUU yang mendukung
hal ini adalah RUU informasi dan transaksi
elektronis (ITE). Juga diperlukan amandemen
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
dengan menambahkan asas pembuktian
terbalik. Perlunya perangkat hukum, tingkat
produk hukum yang melandasi kebijakan tax
amesty sangat tergantung pada political will
dari pemegang kekuasaan suatu negara.
Apabila kebijakan ini berdasarkan produk
hukum yang lebih tinggi, akan memiliki daya
tarik yang lebih bagi wajib pajak daripada
produk hukum yang lebih rendah (John
Hutagaol, 2004). (4) Amandemen UU
Perbankan, agar memberikan akses informasi
keuangan ke sistem perpajakan, sepanjang
tidka melanggar kerahasiaan bank. Selanjutnya
adalah amandemen RUU tindak Pidana
Pencucian Uang, untuk memberikan akses
terhadap transaksi yang mencurigakan dan
transaksi kas yang besar, untuk dicocokkan
secara sistem dengan laporan SPT Wajib Pajak,
seperti yang dilaksanakan di negara maju. (5)
Perlunya good governance, untuk menata
kembali sistem penggajian pegawai negeri
guna mencegah praktik korupsi karena kurang
memadainya remunerasi yang diterima
aparatur
negara.
Dengan
demikian,
pengampunan pajak idealnya hanya berlaku
sekali (once-in-a-life time only), peraturan
perundang-undangan yang mendukung harus
ada untuk membantu tegakknya hukum secara
murni dan konsekuen yang merupakan syarat
keberhasilan program pengampunan pajak
(Erwin Silitonga, 2006). (6) Adanya jaminan
kerahasiaan
data
yang
diungkapkan.
Pemerintah harus dapat menjamin bahwa data
mengenai harta maupun penghasilan yang
diungkapan Wajib Pajak yang ikut program tax
amnesty diadministrasikan dengan baik dan
terjaga kerahasiannya. Selain itu atas data
mengenai harta maupun penghasilan yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak sehubungan
dengan
program
tidak
mengakibatkan
timbulnya tuntutan hukum terhadap wajib
pajak tersebut.

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |6

Perbaikan struktural pasca tax amnesty.
Perbaikan struktural yang harus dilakukan
pemerintah pasca program
tax amnesty
mencakup kebijakan ekonomi yang secara
langsung maupun tidak, berpengaruh terhadap
usaha Wajib Pajak, sistem perpajakan dan
efektifitas monitoring terhadap kepatuhan
Wajib Pajak, serta penerapan tax eforcement.
Perbaikan
sistem
perpajakan
meliputi
administrative and policy reforms (John
Hutagaol, 2004).
Pengetahuan Perpajakan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008: 1.377),
pengetahuan berarti segala sesuatu yang
diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal (mata
pelajaran). Pengetahuan dikaitkan segala
sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
belajar. Misalnya seperti pengetahuan yang ada
dalam mata pelajaran suatu kurikulum di
sekolah.
Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, S.H. dalam (Soemarso, 2010: 2)
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas Negara untuk membiayai
pegeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.
Secara umum, pajak merupakan sumbangan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah
yang dapat dipaksakan berdasarkan undangundang. Definisi lain dari pajak dikemukakan
oleh S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi
(2003: 1) bahwa pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteran
umum.

Sanksi Perpajakan. Sanksi perpajakan yaitu
jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan
akan
dituruti/
ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi
perpajakan
merupakan
alat
pencegah
(preventif) agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo, 1997: 42).
Menurut Resmi (2008) sebagaimana
dikemukakan dalam penelitian Bayu Caroko
(2015), sanksi perpajakan terjadi karena
terdapat pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan. Sehingga
apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak
dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan
dan
Undang-Undang
Perpajakan.
Sebagaiamana dimaklumi suatu kebijakan
berupa pengenaan sanksi dapat dipergunakan
untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah
untuk mendidik dan yang kedua adalah untuk
menghukum. Mendidik dimaksudkan agar
mereka yang dikenakan sanksi akan menjadi
lebih baik dan lebih mengetahui hak dan
kewajibannya sehingga tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama. Maksud yang kedua
adalah untuk menghukum sehingga pihak yang
terhukum akan menjadi jera dan tidak lagi
melakukan kesalahan yang sama (Zahidah,
2010 dalam Bayu Caroko, 2015).
Peraturan
atau
Undang-Undang
merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu mengenai apa yang harus
dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan
atau Undang-Undang tidak dilanggar. Jatmiko
(2006)
dalam Siti
Masruroh (2013)
mengatakan bahwa wajib pajak akan patuh
membayar pajak bila memandang sanksi
perpajakan akan lebih banyak merugikannya.
Penerapan sanksi perpajakan bertujuan untuk
memberikan efek jera kepada wajib pajak yang
melanggar norma perpajakan sehingga tercipta
kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Hipotesis. Berdasarkan latar belakang dan
teori yang mendasari, maka dapat dirumuskan

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |7

hipotesis penelitian sebagai berikut: (1)
Terdapat pengaruh positif Implementasi Tax
Amnesty terhadapTingkat Kepatuhan Wajib
Pajak dalam membayar pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama wilayah kota Jakarta
Pusat. (2) Terdapat pengaruh positif
Pengetahuan Perpajakan terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama wilayah
kota Jakarta Pusat. (3) Terdapat pengaruh
positif Sanksi Perpajakan terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama wilayah
kota Jakarta Pusat. (4) Terdapat pengaruh
Implementasi Tax Amnesty, Pengetahuan
Perpajakan dan Sanksi Perpajakan secara
bersama-sama terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak dalam membayar pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama wilayah kota Jakarta
Pusat.
METODE PENELITIAN
Poulasi adalah keseluruhan objek
penelitian baik dari benda yang nyata, abstrak,
peristiwa ataupun gejala yang merupakan
sumber data dan memiliki karakter tertentu dan
sama (Sukandarrumidi, 2006: 47). Populasi
untuk penelitian ini adalah 15 (lima belas)
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berada
di wilayah kota Jakarta Pusat, yang terdiri dari:
(1) KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih, (2)
KPP Pratama Jakarta Gambir Satu, (3) KPP
Pratama Jakarta Gambir Dua, (4) KPP Pratama
Jakarta Gambir Tiga, (5) KPP Pratama Jakarta
Gambir Empat, (6) KPP Pratama Jakarta
Kemayoran, (7) KPP Pratama Jakarta Menteng
Satu, (8) KPP Pratama Jakarta Menteng Dua,
(9) KPP Pratama Jakarta Menteng Tiga, (10)
KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, (11)
KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua, (12)
KPP Pratama Jakarta Senen, (13) KPP Pratama
Jakarta Tanah Abang Satu, (14) KPP Pratama
Jakarta Tanah Abang Dua, (15) KPP Pratama
Jakarta Tanah Abang Tiga
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik
pengambilan
sampel
bertujuan
(purposive sampling) yang merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu seperti yang dijelaskan oleh Nanang
Martono (2014: 81). Dengan kriteria
pengambilan sampel adalah Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Jakarta Pusat yang bersedia
untuk di survey, serta yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang
pribadi yang memiliki penghasilan dan wajib
pajak orang pribadi tetapi bukan pensiunan.
Dalam penelitian ini sampel minimal
yang digunakan sebanyak 7 sampel dari total
sampel yang digunakan dalam penelittian ini 4
sampel diantaranya adalah: (1) KPP Pratama
Jakarta Cempaka Putih, (2) KPP Pratama
Jakarta Menteng Tiga, (3) KPP Pratama Jakarta
Sawah Besar Dua, (4) KPP Pratama Jakarta
Kemayoran. Responden dalam penelitian ini
adalah wajib pajak yang berada di KPP
Pratama Jakarta Cempaka Putih, KPP Pratama
Jakarta Menteng Tiga, KPP Pratama Jakarta
Sawah Besar Dua, KPP Pratama Jakarta
Kemayoran
Metode Analisis Data. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research) atau
survey
dengan
teknik
kuesioner
(questionnaires). Skala pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan Skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013:
136). Skala Likert mempunyai dua bentuk
pernyataan, yaitu: pernyataan positif dan
negatif. Pernyataan positif diberi skor 5,4,3,2,
dan 1. Sedangkan bentuk pernyataan negatif
diberi skor 1,2,3,4, dan 5. Bentuk jawaban
Skala Likert terdiri dari sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju
(Syofian Siregar, 2011: 138).
HASIL DAN PEMBAHASAN

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |8

Responden dalam penelitian ini yaitu wajib
pajak orang pribadi yang tersebar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cempaka
Putih, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Menteng Tiga, Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Sawah Besar Dua dan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran
sebanyak 150 responden.
Statistik
Deskriptif.
Penelitian
ini
menggunakan
analisis
deskriptif
yang
berfungsi
untuk
mendeskripsikan
atau
memberikan gambaran obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana
data yang berlaku umum (Sugiyono, 2007: 29).
Analisis deskripsi ini meliputi tabel rata-rata
(mean), standar deviasi, nilai maksimum, nilai
minimum, dan jumlah penelitian. Berikut ini
adalah hasil analisis deskripsi dengan program
SPSS versi 23 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif

N

Valid
Missin
g

Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum

Statistics
Tingkat
Implemen
Kepatuhan
tasi Tax
Wajib
Amnesty
Pajak
150
150

Pengetah
uan
Perpajaka
n
150

Sanksi
Perpajakan
150

0

0

0

0

45.78
45.00
40
4.576
40
55

24.32
24.00
24
3.226
11
30

27.07
27.00
30
2.413
20
30

23.71
24.00
25
1.377
16
25

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data One
Sample Kolmogrov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parametersa,b

Most
Differences

Mean
Std.
Deviation
Extreme Absolute
Positive
Negative

150
.0000000
.98988170

Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance

.063
.063
-.031
.063
.200c,d

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Berdasarkan Tabel 2. Hasil uji One Sample
Kolmogrov-Smirnov Test menunjukkan bahwa
nilai probabilitas asymp. Sig. bernilai 0,20 atau
lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hasil
uji
normalitas
menunjukkan
nilai
Unstandardized Residual yang berdistribusi
normal, yang menunjukkan data baik layak
untuk digunakan dalam model regresi. Selain
menggunakan uji statistik non parametik one
sampel kolmogrov smirnov test, pengujian
normalitas
data
didukung
dengan
menggunakan
analisis
grafik
normal
probability plot. Berikut hasil dari pengolahan
uji normalitas data dengan program SPSS versi
23 yang dapat dilihat sebagai berikut:

Uji normalitas data dilakukan untuk
meyakinkan bahwa sampel yang diujikan
berdistribusi normal. Dalam penelitian ini,
teknik uji normalitas data yang digunakan
adalah uji statistik non parametik one sample
kolmogrov smirnov test, yaitu pengujian dua
sisi yang dilakukan dengan membandingkan
signifikansi hasil uji dengan taraf signifikan
5%.

Sumber: data primer yang diolah (2017)

24 Maret 2017, Artikel Imliah Mahasiswa |9

Dengan melihat tampilan pada grafik normal
plot di atas terlihat titik-titik menyebar di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model
regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi
normal.
Analisis Pengujian Asumsi Klasik. Untuk
memperoleh hasil pengujian baik, maka semua
data yang dibutuhkan dalam penelitian harus
diuji terlebih dahhulu agar tidak melanggar
asumsi klasik yang ada, dapat memperoleh
hasil pengujian hipotesis yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan serta menghasilkan
model
regresi
yang
signifikan
dan
representatif. Asumsi klasik yang diuji yaitu
Linearitas,
Heteroskedastisitas,
dan
Multikolinearitas.
Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Implementasi
Tax Amnesty Terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak
ANOVA Table
Sum of
Mean
df
Squares
Square
(Y)
*
(X1)

Betw
een
Grou
ps

(Comb
ined)
Linear
ity
Deviat
ion
from
Linear
ity
Within Groups
Total

1727.466

F

Sig.

10

172.747

18.226

.000

1569.835

1

1569.83
5

165.625

.000

157.631

9

17.515

1.848

.065

1317.474
3044.940

139
149

9.478

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Tabel 22 di atas menjelaskan bahwa terdapat
nilai yang signifikan antara pengaruh
Implementasi Tax Amnesty (X1) terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y) sebesar
0,065, dimana 0,065 > 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
linear antar variabel Implementasi Tax Amnesty
(X1) terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
(Y).

Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Pengaruh
Pengetahuan Perpajakan Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak
ANOVA Table
Sum of
Df
Squares
(Y) * Betwee (Comb
(X2) n
ined)
Groups Linear
ity
Deviat
ion
from
Linear
ity
Within Groups
Total

Mean
Square

F

Sig.

820.592

10

82.059

5.128

.000

673.330

1

673.330

42.077

.000

147.261

9

16.362

1.022

.425

2224.348
3044.940

139
149

16.003

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Tabel 23 di atas menjelaskan bahwa terdapat
nilai yang signifikan antara pengaruh
Pengetahuan Perpajakan (X2) terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) sebesar 0,425,
dimana 0,425 > 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
linear antar variabel Pengetahuan Perpajakan
(X2) terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
(Y).
Tabel 24. Hasil Uji Linearitas Sanksi
Pengetahuan Perpajakan Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak
ANOVA Table
Sum of
Mean
df
Squares
Square
(Y)
*
(X3)

Betw
een
Grou
ps

(Comb
ined)
Linear
ity
Deviat
ion
from
Linear
ity
Within Groups
Total

F

Sig.

293.020

6

48.837

2.538

.023

129.246

1

129.246

6.716

.011

163.773

5

32.755

1.702

.138

2751.920
3044.940

143
149

19.244

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Tabel 24 di atas menjelaskan terdapat nilai
yang signifikan antara pengaruh Sanksi
Perpajakan (X3) terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y) sebesar 0,138, dimana 0,138 >
0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang linear antar variabel

2 4 M a r e t 2 0 1 7 , A r t i k e l I m l i a h M a h a s i s w a | 10

Sanksi Perpajakan (X3) terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y).
Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

variabel independen. Nilai VIF semua variabel
independen lebih kecil (kurang) dari 10,00.
Berdasarkan nilai di atas, disimpulkan bahwa
tidak terjadi multikolinearitas antar variabel.
Analisis Pengujian Hipotesis. Hipotesis
dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
model regresi linear berganda dimana
pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel independen berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Model
regresi pada penelitian ini adalah
.
Tabel 6. Hasil Uji Parsial (t-test)
Model

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Berdasarkan Tabel 4. Maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat nilai yang signifikan antara
implementasi tax amnesty terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak sebesar 0,266, dimana
0,266 > 0,05. Terdapat nilai signifikansi antara
pengetahuan perpajakan terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak sebesar 0,102, dimana
0,102 > 0,05. Terdapat nilai signifikansi antara
sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan
wajib pajak sebesar 0,515 dimana 0,515 > 0,05.
Kesimpulan dari pengujian tersebut adalah
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 5. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF

1

(Constant)
Implementasi Tax Amnesty (X1)
.831
Pengetahuan Perpajakan (X2)
.828
Sanksi Perpajakan (X3)
.979
a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

1.203
1.208
1.021

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Berdasarkan Tabel 5. Diketahui bahwa nilai
Tolerance
semua
variabel
independen
(implementasi tax amnesty, pengetahuan
perpajakan, dan sanksi perpajakan) lebih besar
dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar

1

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
B
Beta
Error
2.192
4.170

t

(Constant)
.526
Implementa
si Tax
1.081
.104
.623 10.416
Amnesty
(X1)
Pengetahua
n
.380
.112
.203
3.386
Perpajakan
(X2)
Sanksi
Perpajakan
.360
.181
.110
1.987
(X3)
a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Sig.
.600
.000

.001

.049

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Dari Tabel 6. Pertama. Variabel Implementasi
Tax Amnesty (X1) menunjukkan nilai
signifikansi adalah 0,000 yang bernilai lebih
kecil dari α = 0,05, oleh karena itu keputusan
adalah tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh antara Implementasi
Tax Amnesty (X1) terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib
Pajak
(Y).
Kedua.
Variabel
Pengetahuan Perpajakan (X2) menunjukkan
nilai signifikansi adalah 0,001 yang bernilai
lebih kecil dari α = 0,05, oleh karena itu
keputusan adalah tolak H0. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
Pengetahuan Perpajakan (X2) terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Ketiga. Variabel
Sanksi Perpajakan (X3) menunjukkan nilai
signifikansi adalah 0,049 yang bernilai lebih

2 4 M a r e t 2 0 1 7 , A r t i k e l I m l i a h M a h a s i s w a | 11

kecil dari α = 0,05, oleh karena itu keputusan
adalah tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh antara Sanksi
Perpajakan (X3) terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y).
Tabel 7. Hasil Uji Simultan (F-test)
ANOVAa
Sum of
Mean
Si
df
F
Squares
Square
g.
1 Regression
1721.939
3
573.980 63.342 .000b
Residual
1323.001
146
9.062
Total
3044.940
149
a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
b. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan (X3), Implementasi Tax
Amnesty (X1), Pengetahuan Perpajakan (X2)
Model

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Dari Tabel 7. Menunjukkan nilai signifikansi
adalah 0,000 yang bernilai kurang dari α =
0,05, oleh karena itu keputusan adalah Tolak
H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh antara Implementasi Tax
Amnesty (X1), Pengetahuan Perpajakan (X2),
dan Sanksi Perpajakan (X3) terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
.
Tabel 8. Hasil Uji Koefisien Determinasi
(Kd)
Model Summaryb
Std. Error of
the Estimate
1
.752a
.566
.557
3.010
a. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan (X3), Implementasi Tax
Amnesty (X1), Pengetahuan Perpajakan (X2)
b. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Model

R

R Square

Adjusted R Square

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Dari Tabel 8. Diperoleh koefisien determinasi
atau Adjusted R Square adalah 0,557 artinya
55,7% variabel terikat yaitu Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y) variasinya dapat dijelaskan
oleh variabel Implementasi Tax Amnesty (X1),
Pengetahuan Perpajakan (X2), dan Sanksi
Perpajakan (X3) dan sisanya sebesar 44,3%
dijelaskan oleh variabel diluar variabel yang
digunakan.
KESIMPULAN
Kesimpulan. (1) Terdapat pengaruh positif
dan signifikan Implementasi Tax Amnesty (X1)

terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y).
Dalam hal ini pengaruh dari variabel
independen Implementasi Tax Amnesty (X1)
adalah berbanding lurus dengan Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y), artinya semakin
meningkat Implementasi Tax Amnesty (X1),
maka nilai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
juga akan semakin meningkat, begitu pula
sebaliknya. Dengan demikian H1 terbukti. (2)
Terdapat pengaruh positif dan signifikan
Pengetahuan Perpajakan (X2) terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Dalam hal ini
pengaruh
dari
variabel
independen
Pengetahuan
Perpajakan
(X2)
adalah
berbanding lurus dengan Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y), artinya semakin meningkat
Pengetahuan Perpajakan (X2), maka nilai
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga akan
semakin meningkat, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian H2 terbukti. (3) Terdapat
pengaruh positif dan signifikan Sanksi
Perpajakan (X3) terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y). Dalam hal ini pengaruh dari
variabel independen Sanksi Perpajakan (X3)
adalah berbanding lurus dengan Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak (Y), artinya semakin
meningkat Sanksi Perpajakan (X3), maka nilai
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga akan
semakin meningkat, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian H3 terbukti. (4) Terdapat
pengaruh Implementasi Tax Amnesty (X1),
Pengetahuan Perpajakan (X2), dan Sanksi
Perpajakan (X3) secara bersama-sama terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Dalam
hal ini pengaruh dari variabel Implementasi
Tax Amnesty (X1), Pengetahuan Perpajakan
(X2), dan Sanksi Perpajakan (X3) adalah
berbanding lurus dengan Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak (Y), artinya semakin meningkat
Implementasi Tax Amnesty (X1), Pengetahuan
Perpajakan (X2), dan Sanksi Perpajakan (X3),
maka nilai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
juga akan semakin meningkat, begitu pula
sebaliknya. Dengan demikian H4 terbukti. (5)
Koefisien determinasi (adjusted R2) yang
diperoleh sebesar 0,557. Hal ini berarti 55,7%

2 4 M a r e t 2 0 1 7 , A r t i k e l I m l i a h M a h a s i s w a | 12

variabel terikat yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak (Y) variasinya dapat dijelaskan oleh
variabel Implementasi Tax Amnesty (X1),
Pengetahuan Perpajakan (X2), dan Sanksi
Perpajakan (X3) sedangkan sisanya sebesar
44,3% dipengaruhi oleh variabel-variabel
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
REFERENSI
__________. (2011). Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. 5. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Berita Tax Amnesty. (2016, Desember 07).
Retrieved from liputan6.com, Jakarta 29
Juni 2016
Refleksi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.
(2016, Desember 07). Retrieved from
Article:
http://www.pajak.go.id/content/article/refle
ksi-tingkat-kepatuhan-wajib-pajak
Tax Amnesty. (2016, Desember 07). Retrieved
from http://www.liputan 6.com/tag/taxamnesty
(2017, Februari 22). Retrieved from
www.ortax.org/ortax/?mod=kpp&page=list
&hlm=5
Aji, A. C. (2014). Pengaruh Persepsi
Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional,
Pegetahuan Peraturan Perpajakan, dan
Kesadaran
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Akuntansi.
Daerah Istimewa Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi
Universitas
Sarjanawiyata
Tamansiswa.
Aritonang, T. F. (2016). Review Implementasi
Tax
Amnesty
(Studi
Literatur
Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
dan di Beberapa Negara Lainnya). Jurnal
Ilmiah. Malang, Jawa Timur: Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Universitas
Brawijaya.
Brotodiharjo, R. S. (1991). Pengantar Ilmu
Hukum Pajak. Bandung: Eresco NV.

Carolina, V. (n.d.). Pengetahuan Pajak.
Retrieved Oktober 26, 2006, from
http://krjogja.com/read/143620/page/tentan
g_kami
Chaerunnisa. (2010). Analisis Pengaruh
Tingkat Penghasilan dan Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam
Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan
(SPT) Tahunan untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi di Wilayah Kembangan Jakarta
Barat.
Skripsi.
Jakarta:
Jurusan
Akuntansi/Perpajakan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Chaizi,
N.
(2004,
April).
Pengaruh
Administrasi
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Keuangan
Publik, 1.
Ghozali, I. (2006). Statistik Nonparametik.
Daerah Istimewa Yogyakarta: Badan
Penerbit Undio.
Harjanti Puspa Arum, Z. (2012). Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus,
dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan
Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama
Cilacap).
Diponegoro
Journal
of
Accounting, 1, 1-8. Semarang: Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro.
Husein, A. T. (2000). Perpajakan (Revisi
Cetakan Kedua ed.). Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Huslin, N. d. (2015). Pengaruh Sunset Policy,
Tax Amnesty, dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Kembangan). Jurnal Akuntansi. Jakarta:
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Tarumanegara.
Hutagaol, J. (2004). Sekilas tentang Tax
Amnesty. Berita Pajak No. 1529, Tahun
XXXVII.
Ilyas, W. d. (2013). Perpajakan Indonesia.
Jakarta : Salemba Empat.

2 4 M a r e t 2 0 1 7 , A r t i k e l I m l i a h M a h a s i s w a | 13

Indonesia, I. A. (2015). Modul Pelatihan Pajak
Terapan Brevet AB Terpadu (30 ed.).
Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Indonesia, I. A. (2015). Susunan Dalam Satu
Naskah Undang-Undang (29 ed.). Jakarta:
Ikatan Akuntan Indonesia.
Judisseno, R. K. (2002). Pajak dan Strategi
Bisnis. Jakarta : Gramedia.
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
235/KMK.03/2003 Tanggal 3 Juni 2003
tentang Tata Cara Penetapan dan
Pencabutan Penetapan Wajib Pajak. (n.d.).
Kerlinger, F. N. (2004). Asas-Asas Penelitian
Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ketut Evi Susilawati, K. B. (2013). Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan
Pajak,
Sanksi
Perpajakan,
dan
Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada
Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan
Bermotor. E-Jurnal Akuntansi . Universitas
Udayana.
Khasanah, S. N. (2013). Pengaruh Pengetahuan
Perpajakan,
Moderenisasi
Sistem
Administrasi Perpajakan, dan Kesadaran
Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal
Pajak
Daerah
Istimewa
Yogyakarta Tahun 2013. Skripsi. Daerah
Istimewa Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Yogyakarta.
Kusuma, K. C. (2016). Pengaruh Kualitas
Pelayanan Pajak, Pemahaman Peraturan
Perpajakan Serta Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Membayar Pajak Tahun
2014 (Studi Empiris pada Wajib Pajak
yang Terdaftar di Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsul. Skripsi. Daerah
Istimewa Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Malherbe, J. (2010, Mei XII). Tax Amnesties
in the 2009 Landscape. Dalam Inside Tax.
Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Yogyakarta:
Andi.

Martono, N. (2014). Metode Penelitian
Kuantitatif: Analisis Isi dan Data Sekunder
(Revisi 2 ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Meleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mir'atusholihah, S. K. (2014). Pengaruh
Pengetahuan
Perpajakan,
Kualitas
Pelayanan Fiskus, dan Tarif Pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada Wajib
Pajak UMKM di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Malang Utara). Jurnal, 1-10.
Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu
Administrasi
Universitas
Brawijaya,
Malang.
Mulyono, B. (2008). Sunset Policy di
Indonesia:
Beberapa
Manfaat
dan
Kelemahan Dalam Implementasinya. Tesis.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Departemen Ilmu Administrasi
Program
Pascasarjana
Universitas
Indonesia.
Nasucha, C. (2004). Reformasi Administrasi
Publik: Teori dan Aplikasi . Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Pajak, D. J. (n.d.). Direktorat Jenderal Pajak.
Retrieved Oktober 21, 2016, from
http://www.pajak.go.id/content/article/me
mbangun-kepatuhan-menuju-masyarakatsadar-pajak
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. (n.d.).
Pasal 23A Undang-Undang 1945 tentang Pajak
dan Pungutan Lain. (n.d.).
Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. (n.d.).
Perez, W. (n.d.). Tentang Pajak. Retrieved
Oktober
27,
2016,
from
www.taxes.about.com
Pertiwi, D. A. (2016). Pengaruh Pengalaman
Kerja, Independendensi, Objektifitas,
Integritas, Kompetensi, dan Etika Auditor
Terhadap Kualitas Audit. Skripsi.
Pusponegoro, S. W. (2013). Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus,

2 4 M a r e t 2 0 1 7 , A r t i k e l I m l i a h M a h a s i s w a | 14

dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Melakukan Pekerjaan Bebas (Survey pada
Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Tegallega). Skripsi. Universitas Pasundan
Bandung.
Ragiman. (2011). Analisis Implementasi
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pajak Jakarta Pusat.
Rahayu, S. D. (2006). Perpajakan: Konsep,
Teori dan Isu. Jakarta: Pranada Media
Group.
Rahayu, S. K. (2010). Perpajakan Indonesia:
Konsep & Aspek Formal . Yogyakarta:
Graha Ilmu .
Rahmanto, B. W. (2015). Pengaruh
Pemahaman Peraturan Pajak, Sanksi
Denda, dan Kesadaan Wajib Pajak,
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Yogyakarta Pada Tahun 2014. Skripsi.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sakaran, U. (2011). Metodologi Penelitian
Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Santoso, S. (2015). Menguasai SPSS From
Basic To Expert Skills. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Silitonga, E. (2006, Februari 11). Ekonomi
Bawah Tanah, Pengampunan Pajak dan
Referendum. makalah disampaikan pada
Dies Natalis Universitas Parahyangan ke
31. Bandung: Fakultas Ilmu Ekonomi
Universitas Parahyangan.
Simbolon, H. (2009). Statistika. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Siregar, S. (2011). Statistika Deskriptif untuk
Penelitian Edisi Ketiga. Depok: PT
Rajagrafindo Persada.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi.
(2006).
Metodologi
Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti

Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sunyoto, D. (2010). Uji KHI Kuadrat dan
Regresi untuk Penelitian . Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Supomo, N. I. (2002). Metodologi Penelitian
Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen .
Yogyakarta: BPFE.
Susanto, N. A. (2011). Analisis Perilaku Wajib
Pajak Terhadap Penerapan Sistem E-Filing
Direktorat Jenderal Pajak. Tesis. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Program Magister
Perencanaan Dan Kebijakan Publik.
Umi Chulsum, S. d. (2008). Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Cetakan 1 ed.).
Surabaya: Kashiko.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pegampunan Pajak. (n.d.).
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. (n.d.).
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
(n.d.).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara
Perpajakan.
Diambil
dari
www.dpr.go.id pada tanggal 07 Desember
2016. (n.d.).
Wardani, S. R. (2015). Pengaruh Pemahaman
Pajak, Sanksi Pajak, dan Sensus Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pribadi
Yang Memiliki Usaha. Jurnal Akuntansi.
Daerah Istimewa Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi
Universitas
Tamansiswa
Yogyakarta.