SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Perkembangan sistem perdagangan multilateral di dalam era globalisasi

ekonomi dan liberalisasi perdagangan, yang diikuti dengan kecenderungan semakin meningkatnya volume, nilai dan transaksi perdagangan dunia, secara signifikan telah mempengaruhi perilaku dan pola interaksi para pelaku ekonomi. Institusi kepabeanan, sebagai salah satu mata rantai dalam perdagangan internasional, dituntut untuk mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak menimbulkan hambatan terhadap proses perdagangan internasional.

Dengan bergulirnya semangat reformasi dan semakin luasnya dinamika yang terjadi di masyarakat, semakin berkembang tuntutan terhadap perbaikan kinerja intitusi publik. Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi bersedia menerima beban birokrasi yang tidak relevan, menuntut adanya transparansi serta menghendaki aparat yang berintegritas tinggi. Diperkuat lagi dengan dorongan dari dunia usaha, perdagangan dan industri, pada akhirnya hanya menyisakan satu pilihan kepada Bea dan Cukai, yaitu agar secara serius meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memberikan perlindungan kepada kepentingan dunia usaha.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dalam merespon aspirasi dan tuntutan tersebut telah bekerjasama dengan para Stakeholder, untuk melakukan perbaikan di segala bidang melalui penetapan Program Reformasi Kepabeanan. Pada tataran operasional, keseluruhan program reformasi tersebut dapat tercermin dalam penetapan berbagai peraturan dan perumusan beberapa kebijakan, yang bermuara pada ditetapkannya Tatalaksana Kepabeanan yang baru di bidang impor, yang telah diimplementasikan sejak tanggal 1 April 2003.

Selama triwulan pelaksanaan tatalaksana kepabeanan tersebut, yang diaplikasikan dalam bentuk Sistem Aplikasi Pelayanan Impor, dalam perjalanannya masih dijumpai beberapa kendala dan permasalahan. Guna menjamin keberlangsungan dan kelancaran penerapan sistem tersebut, telah dilakukan upaya- Selama triwulan pelaksanaan tatalaksana kepabeanan tersebut, yang diaplikasikan dalam bentuk Sistem Aplikasi Pelayanan Impor, dalam perjalanannya masih dijumpai beberapa kendala dan permasalahan. Guna menjamin keberlangsungan dan kelancaran penerapan sistem tersebut, telah dilakukan upaya-

Untuk mendapatkan masukan yang komprehensif, guna melakukan penyempurnaan dan pengembangan sistem aplikasi pelayanan secara berkesinambungan, perlu disampaikan kepada seluruh Stakeholder, kerangka berpikir kebijakan DJBC. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pemahaman yang sama dalam menyikapi arah kebijakan DJBC. Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan akan mampu memberikan gambaran tentang kerangka berpikir di dalam penetapan kebijakan, sehingga akan terwujud interaksi dan sinergi secara optimal, antara seluruh jajaran DJBC dengan Stakeholder.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini hanya mampu memberikan sedikit gambaran dan sekelumit informasi, dan bahkan belum mampu merepresentasikan besarnya komitmen seluruh jajaran DJBC, untuk memberikan kontribusi nyata dalam pemulihan ekonomi dan mendukung perekonomian nasional. Namun demikian, kami sangat mengharapkan melalui buku sederhana ini, para pengguna jasa kepabeanan, dunia usaha dan masyarakat luas serta seluruh Stakeholder DJBC, dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman yang memadai dalam upaya mendukung keberhasilan pelaksanaan seluruh kebijakan DJBC.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Direktur Jenderal Bea dan Cukai

Eddy Abdurrachman NIP 060044459

BAB I

Pendahuluan

Perkembangan perdagangan internasional di era perdagangan bebas menuntut semua institusi yang berhubungan dengan perdagangan untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, sehingga institusi tersebut tidak menjadi penghalang dari kebutuhan praktek-praktek perdagangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan waktu. Institusi kepabeanan yang mempunyai peranan yang vital dalam rangkaian perdagangan internasional tersebut juga dituntut untuk dapat berperan aktif menyesuaikan kebijakannya dengan kebutuhan praktek-praktek perdagangan tersebut. Di sisi lain, institusi kepabeanan juga mempunyai kewajiban untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas keamanan dan perekonomian nasionalnya, terutama pada saat dimana terorism dan illicit drug tafficking menjadi trend untuk mencapai suatu tujuan.

Di dalam kondisi dunia seperti ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai institusi kepabeanan Indonesia pun menghadapi masalah yang sama, yaitu harus dapat menyeimbangkan fungsi fasilitasi terhadap perdagangan dan fungsi pengawasan terhadap praktek perdagangan ilegal, keamanan negara dari masuknya barang-barang berbahaya dan pengamanan hak-hak keuangan negara. Untuk dapat menjalankan peran tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berusaha untuk mengembangkan sistem pelayanan kepabeanan berdasarkan konvensi-konvensi internasional dan standar kepabeanan yang berlaku secara universal.

Dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya yang berhubungan dengan pemungutan bea masuk dan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean Indonesia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus melaksanakan berbagai kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh departemen dan instansi teknis yang antara lain berkaitan dengan aturan tentang larangan, pembatasan dan persyaratan impor. Tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan dari departemen dan instansi teknis lainnya, jika dipandang dari sisi kepentingan masyarakat pengguna jasa kepabeanan, dapat dipandang sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sehingga jika terjadi perselisihan atau permasalahan maka yang dipersalahkan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, karena dianggap mengeluarkan aturan yang tidak populer atau tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan para pengguna jasa tersebut.

Melalui program Reformasi Kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah merumuskan langkah-langkah strategis yang dijadikan acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta kewenangannya, dan hal itu dituangkan dalam berbagai keputusan yang berkaitan dengan pelayanan kepabeanan. Berbagai kebijakan yang mengarah pada penyederhanaan dan efisiensi proses pelayanan telah dikeluarkan dan diimplementasikan sejak 1 April 2003. Paradigma baru yang dikedepankan dalam menyusun kebijakan tersebut adalah diterapkannya teknik-teknik manajemen risiko dalam proses pelayanan kepabeanan di bidang impor.

Manajemen risiko adalah pilihan yang harus diambil oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan pertimbangan bahwa seluruh sumber daya yang dimiliki tidak akan mampu menangani seluruh beban kerja pelayanan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus memilih bagian mana yang harus diawasi dengan baik, dan bagian mana yang dapat dipercaya untuk diberi kemudahan dalam proses pengeluaran barangnya. Dengan menerapkan teknik-teknik manajemen risiko, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yakin bahwa pelayanan terhadap proses pengeluaran barang dapat dilakukan secara proporsional dan adil, dimana importir yang mempunyai reputasi baik akan diberi kemudahan, dan sebaliknya importir yang mempunyai reputasi kurang baik akan mendapat pengawasan yang ketat.

Hal lain yang perlu dipahami adalah bahwa potensi perubahan terhadap kebijakan kepabeanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah cukup tinggi, karena Direktorat Jenderel Bea dan Cukai harus selalu menyesuaikan kebijakannya dengan praktek perdagangan internasional, konvensi- konvensi internasional dan kebijakan serta aturan yang dikeluarkan oleh departemen dan instansi teknis lainnya. Agar perubahan kebijakan dan aturan yang berkaitan dengan pelayanan kepabeanan tidak mengesankan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak konsisten, dirasa perlu untuk mensosialisasikan kerangka berpikir yang digunakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menetapkan kebijakannya.

Buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dalam garis besar terhadap kerangka berpikir Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menyusun dan mengembangkan sistem pelayanan kepabeanan di bidang impor. Dengan buku ini diharapkan semua pihak yang berkepentingan dengan proses pelayanan kepabeanan di bidang impor dapat memahami kerangka berpikir dan arah kebijakan yang diambil Buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dalam garis besar terhadap kerangka berpikir Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menyusun dan mengembangkan sistem pelayanan kepabeanan di bidang impor. Dengan buku ini diharapkan semua pihak yang berkepentingan dengan proses pelayanan kepabeanan di bidang impor dapat memahami kerangka berpikir dan arah kebijakan yang diambil

Selain itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga telah menetapkan langkah strategis untuk mengembangkan Sistem Informasi Kepabeanan dan Cukai. Sistem yang akan dikembangkan ini meliputi semua aspek dan ruang lingkup kegiatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Keputusan strategis ini ditetapkan karena Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat meyakini bahwa penerapan teknologi informasi dalam semua aspek dan ruang lingkup kegiatannya akan menjadikan pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai trade facilitator, industrial assistance, community protector dan revenue collector dapat berjalan semakin baik.

Untuk mensosialisasikan keputusan strategis ini Direktorat Jendral Bea dan Cukai merasa perlu untuk menyertakan konsep rencana pengembangan Sistem Informasi Kepabeanan dan Cukai dalam garis besar dalam buku ini. Dengan mengetahui konsep dan arah kebijakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengembangkan sistem informasinya, diharapkan masyarakat pengguna jasa kepabeanan, departemen dan instansi teknis, akademisi dan stakeholder yang terkait lainnya dapat melakukan antisipasi dan penyesuaian secara dini, sehingga pada saatnya nanti mampu berinteraksi dengan sistem tersebut secara maksimal. Penyampaian konsep pengembangan Sistem Informasi Kepabeanan dan Cukai juga dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dan saran demi sempurnanya pengembangan sistem dimaksud.

BAB II Strategi dan Kebijakan DJBC

A. Langkah dan Program Strategi Kebijakan DJBC

Perkembangan sistem perekonomian dunia dan pola perdagangan internasional yang diikuti dengan perkembangan di bidang teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi, telah mengharuskan semua institusi publik melakukan penyesuaian pada sistem dan prosedur pelayanannya terhadap kegiatan perdagangan internasional.

Sejalan dengan era reformasi yang terjadi di Indonesia, tuntutan terhadap perbaikan kinerja institusi publik tersebut semakin berkembang. Masyarakat tidak lagi bersedia menerima beban birokrasi yang tidak relevan, menuntut adanya transparansi serta menghendaki aparat yang mempunyai integritas tinggi dalam melaksanakan tugasnya.

Secara umum, tuntutan masyarakat dan para Stakeholder terhadap DJBC adalah terciptanya peningkatan kinerja dan citra DJBC, terutama yang berkaitan dengan :

1. Aspek Pelayanan : Berkaitan dengan masalah pelayanan, tuntutan dari para pengguna jasa kepabeanan, masyarakat dan dunia usaha adalah terwujudnya :

▪ Peningkatan kecepatan pelayanan, sehingga mampu mengurangi potensi timbulnya ekonomi biaya tinggi

▪ Kepastian waktu dan proses pelayanan, sehingga memberikan jaminan kepada dunia usaha dan industri

▪ Sistem pelayanan yang mudah dan murah, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh pengguna jasa kepabeanan

▪ Akuntabilitas dan transparansi sistem pelayanan, sehingga dapat dikontrol oleh masyarakat dan Stakeholder DJBC

2. Aspek Pengawasan : Berkaitan dengan masalah pengawasan, masyarakat serta dunia usaha dan industri menghendaki adanya : ▪ Optimalisasi upaya penanggulangan penyelundupan, yang mampu

melindungi masyarakat dan dunia usaha dari masuknya barang-barang ilegal

▪ Optimalisasi upaya penanggulangan pelanggaran kepabeanan, sehingga dapat menciptakan iklim perdagangan yang adil dan kondusif

▪ Sistem pengawasan yang efektif, yang mampu melindungi bangsa ini dari masuknya barang yang membahayakan dan meresahkan masyarakat

▪ Transparansi dan komitmen pengawasan untuk melakukan penegakan hukum di bidang kepabeanan

3. Aspek Integritas dan Kualitas Pegawai : Berkaitan dengan masalah integritas para pegawai DJBC dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat usaha dan industri, maka dituntut terciptanya :

▪ Peningkatan integritas dan kemampuan pegawai, sehingga mampu menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya

▪ Perbaikan perilaku dan etika, sehingga dapat mengurangi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas pelayanan

▪ Saluran pengaduan terhadap integritas dan kinerja pegawai, sehingga masyarakat dapat secara langsung mengadukan penyimpangan

▪ Pengawasan dan kontrol terhadap integritas dan kinerja pegawai, yang dapat mengawasi secara terus menerus para pegawai dalam melaksanakan

tugasnya Tuntutan terhadap peningkatan kinerja tersebut telah mendorong DJBC

¾ Pe nge m bangan Sist em Ot om a si Ke pa be anan ¾ Pe m be r ian Ja lur Pr ior it as

untuk melakukan berbagai

Trade

¾ Sist em Pem ba y ar a n se ca r a Online

Facilit at or

¾ Pe nye m pur na a n W e bsit e D JBC

upaya serius dan menempuh

¾ Ka w a sa n Be rik at , Gdg Be r ika t ( Bonded Zone ) ¾ Pe m be r ian Kem uda ha n Ek spor ( Bint e k)

¾ Langkah Fasilit a s im por Me sin,Br g Modal,Bahan Ba ku

I ndust rial

langkah-langkah strategis

Assist ance

¾ Fasilit a s Pe m bebasa n BM I ndust r i Te r t e nt u

Dan

¾ Pe nanggula nga n Pe ny e lu ndupa n La ngsung

guna menetapkan strategi

Re habilit asi & Re posisi Ka pa l Pa t r oli

Program

‰ ¾ Pe ngaw a sa n Pe ny e ldpn. M odus Ant a r Pu la u

Pe nanggula nga n Pe la ngga ra n Ke pa be a na n

kebijakan dalam

Reformasi Sm uggling

Ant i

Re g ist r asi I m por t ir

Risk M a na ge m e nt & Sele ct iv it y

DJBC Pe ngem ba nga n Da t a ba se Ha rga

& Fr a ud

menjalankan fungsi dan

Pe ningk a t an Fungsi Ana lisis I nt e lij e n

Opt im alisa si Post Cle a r ance Aud it

Opt im alisa si Pe ngg unaa n H i- co Sca n X- Ra y

Pe la ksanaa n Spot Che ck

misi DJBC.

I nt egrit as

¾ Pe nye m pur na an Kode Et ik da n Pe rila ku

Sebagai upaya untuk

Pegaw ai

¾ Pe m be nt uka n Kom it e Kode Et ik

¾ Om budsm an Kepabea na n ¾ Pe nye dia an Sa lur an Pe nga d ua n

merespon tuntutan dan aspirasi masyarakat serta dunia usaha dan industri, DJBC telah menetapkan beberapa langkah dan program strategi kebijakan dalam upaya peningkatan kinerja dan citra :

1. Strategi Kebijakan dalam pelaksanaan fungsi Trade Fasilitator

a. Pengembangan Otomasi Sistem Pelayanan Langkah dan program kebijakan yang ditetapkan dalam kaitannya dengan fungsi sebagai trade facilitator ini, lebih ditujukan untuk meningkatkan kecepatan, kepastian dan kemudahan pelayanan melalui program pengembangan sistem otomasi kepabeanan, yang

¾ Pe n ge m ban ga n Siste m Ot om a si Ke pa be a n an

antara lain dilakukan

ƒ Aplika si Sist e m Pe la ya na n ƒ Aplika si Sist e m Pe la ya na n ƒ Aplika si Sist e m Pe la ya na n

Ek spor I m por

dengan melakukan

ƒ Per ba ndinga n ƒ Per ba ndinga n

Sist e m Waktu Pe ny e le sa ia n D ok um e n I m por M a nif e s Pe ny e le sa ia n D ok um e n I m por

M odu l- I m por t ir

ED I Ke pa be an a n

penerapan sistem aplikasi Cu st om s D e cla ra t ion

Pe la y a na n pelayanan impor sesuai Ka n t or

Re spon s Be a da n Cu ka i

dengan ketentuan dalam

On line Pa y m e n t Syst e m

ED I - M an ife s

tatalaksanan kepabeanan M odu l- Ek sport ir

Bank

berdasarkan KEP- Agen Pelayaran

Eksportir

07/BC/2003, pengembangan sistem aplikasi pelayanan ekspor dan penyempurnaan sistem aplikasi pelayanan manifest serta melakukan integrasi sistem pelayanan secara elektronik melalui Jaringan Pertukaran Data Elektronik atau EDI (Electronic Data Interchange) :

b. Pemberian Jalur Prioritas : Jalur Prioritas adalah fasilitas dalam mekanisme pelayanan kepabeanan di

bidang impor yang

PI B Cust om s Respon

diberikan kepada

Importir M a ndatory ED I PIB M anda tory Check

Ja rin ga n

Check

importir yang

Cont e nt Cont ent

Ja lur

mempunyai reputasi

Ba ya r

Check Check

Priorit as

Bu k t i Ba ya r Cre dit Advice

sangat baik dan

Kom pu t e r KPBC

memenuhi

Ba nk

persyaratan/ kriteria

SPPB

yang ditentukan

Ka n t or Pe la ya na n D JBC

untuk mendapatkan pelayanan khusus,

Tr uck- Lossing

sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat.

Fasilitas ini sudah diberikan kepada 33 Importir ( status data 3 Juli 2003 ) yang telah memenuhi syarat dan telah diintegrasikan dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Impor serta sudah mulai diterapkan sejak 1 April 2003 di KPBC Tipe A Khusus Tanjung Priok I, II, III dan Soekarno Hatta

c. Penyempurnaan Sistem Pembayaran Pungutan Impor Sistem pembayaran

merupakan salah satu sub sistem yang sangat penting

PIB + Pembayaran

dalam keseluruhan sistem

Importir

Jaringa n

Ja ringan EDI

SSPCP Bank Devisa

pelayanan kepabeanan di

M odul PI B

Persepsi

EDI

Modul Bank

bidang impor, karena kelancaran dalam melakukan

SSPCP

LHP & DNP

pembayaran akan sangat Kant or Pela ya nan

SSPCP KPKN

Bea dan Cuka i

mempengaruhi kelancaran

KPP Sistem SI SPEN

EDI Kepabeanan

pelayanan dokumen dan yang Sistem M P3 lebih penting adalah untuk

tujuan keamanan penerimaan negara.

Penyempurnaan yang dilakukan meliputi :

Penggunaan single document setoran penerimaan (SSPCP untuk setoran impor dan SSCP untuk setoran cukai dalam negeri)

Pembayaran secara mandatory harus dilakukan di Bank Devisa Persepsi

Sistem pembayaran secara on-line untuk KPBC yang sudah menerapkan PDE kepabeanan (Sistem Aplikasi Pelayanan Impor)

d. Penyempurnaan Situs DJBC Penyempurnaan Situs DJBC ini bertujuan untuk menyediakan situs yang memenuhi kebutuhan stakeholder, sehingga diharapkan dapat menjadi:

Bank of refference , sehingga dapat menjadi pusat rujukan dan referensi seluruh permasalahan yang berkaitan dengan kepabeanan dan cukai

Bank of rules, diharapkan dapat menyediakan informasi semua peraturan dan ketentuan yang berkaitan dengan masalah kepabeanan dan cukai

Media konsultasi permasalahan kepabeanan dan cukai

Media pelayanan secara online melalui jaringan internet (registrasi importir, pre-entry classification)

2. Strategi Kebijakan dalam pelaksanaan fungsi Industrial Assistance

Dalam pelaksanaan fungsi industrial assistance, kebijakan DJBC diarahkan untuk memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan yang mampu memberikan insentif kepada industri dalam negeri sehingga mampu meningkatkan daya saing industri dalam negeri, antara lain melalui fasilitas :

a. Fasilitas penangguhan bea masuk untuk barang impor yang dimasukkan ke

Tempat Penimbunan Berikat : Untuk memberikan kemudahan bagi industri berorientasi ekspor dalam meningkatkan daya saing produk ekspor nasional dan memberikan insentif kepada industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasaran internasional, DJBC memberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai dan tidak dipungutnya pajak dalam rangka impor atas barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat. Tempat penimbunan berikat mendapatkan perlakuan khusus di bidang kepabeanan dengan dilakukan pengawasan secara langsung oleh DJBC, dapat berbentuk Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran atau Toko Bebas Bea.

DATA JUMLAH PKB, PKB MERANGKAP PDKB DAN PDKB

PER TANGGAL 11 JUNI 2003

PKB 12 12 12 13 15 15 15 15 PKB/PDKB

DATA JUMLAH PGB, PGB/ PPGB DAN PPGB PER TANGGAL 11 JUNI 2003

JENIS GB

JUMLAH

Keterangan :

PGB / PPGB

169

PKB : Penyelenggara Kawasan Berikat

PPGB di KBN

17 PDKB : Pengusaha Di Kawasan Berikat PGB : Penyelenggara Gudang Berikat

PPGB di Luar KBN

53 PPGB : Pengusaha Pada Gudang Berikat PKB/PDKB : PKB merangkap sbg PDKB

PGB

4 PGB/PPGB : PGB merangkap sbg PPGB

JUMLAH

243

b. Pemberian Fasilitas Kemudahan Ekspor Untuk memberikan kemudahan bagi industri dalam negeri yang berorientasi ekspor dalam meningkatkan daya saing produk ekspor nasional, DJBC memberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan atas bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi barang untuk tujuan ekspor, yang dulu sering dikenal dengan fasilitas Bapeksta Keuangan/ Bintek Keuangan. Fasilitas yang diberikan berupa pembebasan dan/ atau pengembalian bea masuk dan/ atau cukai serta tidak dipungutnya PPN dan PPnBM atas importasi barang dan/ atau bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. Mulai tanggal 1 Agustus 2003 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 129/KMK.04/2003 pemberian fasilitas ini dilaksanakan sepenuhnya oleh DJBC yang dilakukan secara bertahap bekerja sama dengan Bintek Keuangan. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut maka fasilitas yang selama ini telah diberikan oleh Bapeksta Keuangan/ Bintek Keuangan tetap berjalan tanpa mengalami banyak perubahan, dan berkaitan dengan pengalihan tugas dan wewenang tersebut DJBC akan melanjutkan pemberian fasilitas tersebut tanpa menimbulkan hambatan kegiatan ekspor pada umumnya.

c. Fasilitas impor dalam rangka pembangunan/ pengembangan industri Untuk memberikan dukungan terhadap pembangunan dan pengembangan industri dalam negeri dan ikut mendorong investasi, DJBC memberikan fasilitas keringan bea masuk terhadap importasi : • Mesin/ barang modal dalam rangka pembangunan/ pengembangan

industri untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun • Barang dan bahan dalam rangka pembangunan/ pengembangan

industri (meningkatkan kapasitas sekurang-kurangnya 30% dari kapasitas terpasang) diberikan untuk 2 (dua) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun

• Barang dan bahan dalam rangka pembangunan/ pengembangan industri dengan menggunakan mesin buatan dalam negeri untuk 4 (empat) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun.

Dalam pelaksanaannya, DJBC mendapatkan tugas untuk pemberian fasilitas dalam rangka : • Pengembangan industri untuk perusahaan PMA/ PMDN dan Non

PMA/ PMDN • Pembangunan industri untuk perusahaan Non PMA/ PMDN.

d. Fasilitas Pembebasan BM Industri Tertentu Fasilitas ini diberikan dengan tujuan untuk mendorong perkembangan

industri-industri tertentu di dalam negeri melalui pemberian pembebasan dan keringanan bea masuk atas importasi barang, bahan, peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh industri tertentu :

No Sektor Industri

Fasilitas yang Diberikan 1. Perkapalan dan Jasa

Dasar Hukum

SK Menkeu No.

Pembebasan BM => 0% :

Pelayaran

34/KMK.04/2002

- Bahan baku,Mesin,perlengkp. & suku cadang utk pembuatan Kapal Laut

- Suku cadang & alat keselamatan

2. Industri Komponen Kendaraan

SK Menkeu No.

Keringanan BM => maks. 5% :

Bermotor

97/KMK.05/2000

Bahan baku untuk produksi 1 tahun

3. Fasilitas Bibit dan Benih

SK Menkeu No.

Pembebasan/keringanan BM atas impor bibit/benih

135/KMK.05/2000

4. Industri Komponen

SK Menkeu No.

Keringanan BM => maks. 5% :

Elektronika

98/KMK.05/97 jo. 420/KMK.01/2000

Bahan baku/penolong/sub komponen utk komp. Elektronika utk prod. 1 thn

5. Industri Alat-alat Besar

SK Menkeu No.

Keringanan BM => maks. 5% :

99/KMK.05/2000

Bahan baku dan bagian tertentu untuk keperluan produksi 1 tahun.

6. Industri Kendaraan Bermotor

SK Menkeu No.

Keringanan BM => maks. 5% :

Khusus

100/KMK.05/2000

Barang/bahan pembuatan komponen karoseri kendaraan utk prod.1 tahun

7. Industri Perakitan Mesin dan

SK Menkeu No.

Keringanan BM => maks. 5% :

Motor Berputar

190/KMK.05/2001

Bhn baku/penolong, bag./komponen perakitan mesin & motor prod 1 tahun

8. Industri Telekomunikasi

SK Menkeu No.

Pembebasan BM => 0% :

474/KMK.01/2002

Bahan baku/komponen pembuatan peralatan dan jaringan telekomunikasi

3. Strategi Kebijakan dalam pelaksanaan fungsi Community Protector dan Revenue Collector

Berkaitan dengan fungsi community protector, DJBC diharapkan mampu mencegah masuknya barang-barang yang dapat membahayakan, meresahkan dan merusak mental dan moral masyarakat serta mengganggu keamanan nasional. Di bidang revenue collector, DJBC diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara dibidang impor melalui upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran-kebocoran penerimaan negara.

Dalam pelaksanaan fungsi ini, program dan kebijakan yang ditetapkan lebih banyak berkaitan dengan upaya-upaya penanggulangan penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan.

Program dan kebijakan yang dilaksanakan oleh DJBC dalam kaitan dengan upaya-upaya penanggulangan penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan, antara lain :

a. Upaya penanggulangan penyelundupan secara langsung/ fisik : • Optimalisasi pelaksanaan patroli laut dan patroli laut gabungan • Rehabilitasi Kapal Patroli DJBC • Reposisi Kapal Patroli di daerah dan zona-zona rawan penyelundupan • Pengawasan penyelundupan dengan modus antar pulau

b. Upaya penanggulangan pelanggaran kepabeanan • Pelaksanaan registrasi importir • Optimalisasi penerapan risk management dan selektifitas pemeriksaan • Pengembangan database harga • Pengembangan database dan sistem intelijen • Optimalisasi post clearance audit • Optimalisasi penggunaan Hi-co Scan X-Ray • Penyempurnaan teknik dan sistem pemeriksaan pabean

4. Strategi Kebijakan dalam kaitan dengan peningkatan integritas dan kemampuan pegawai

Untuk keberhasilan pelaksanaan berbagai program kebijakan yang telah ditetapkan oleh DJBC, sangat diperlukan pengawai yang mempunyai integritas yang tinggi dan kapasitas kemampuan teknis yang memadai, sehingga DJBC sangat menyadari pentingnya program peningkatan integritas sumber daya manusia di DJBC. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa program yang telah digariskan dan menjadi komitmen DJBC antara lain : ƒ Penyempurnaan Kode Etik dan Perilaku pegawai ƒ Pembentukan Komite Kode Etik ƒ Peningkatan Fungsi Pengawasan Penegakan Kode Etik ƒ Penyediaan Saluran Pengaduan ƒ Peningkatan Kerjasama dengan Komisi Ombudsman Nasional ƒ Program Insentif

Sejalan dengan langkah dan strategi kebijakan dalam merespon tuntutan masyarakat tersebut, DJBC melakukan telah kajian komprehensif terhadap hampir semua sistem dan prosedur pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan. Dibantu oleh stakeholders yang tergabung dalam Customs Advisory Committee, lembaga pemerintah terkait, International Monetary Fund, Kamar Dagang dan Industri Nasional dan Internasional, Asosiasi Perdagangan dan Industri serta Lembaga Swadaya Masyarakat, DJBC merumuskan langkah-langkah strategis dan implementatif yang dituangkan dalam konsep reformasi bidang kepabeanan. Program-program kebijakan yang dirumuskan dalam program reformasi kebijakan di bidang kepabeanan tersebut telah diwujudkan dalam berbagai peraturan, ketentuan pelaksanaan dan sistem aplikasi pelayanan yang telah mulai diimplementasikan sejak 1 April 2003.

B. Pokok-pokok Program Reformasi Kepabeanan

Program reformasi kebijakan di bidang kepabeanan merupakan bentuk komitmen seluruh jajaran DJBC untuk melakukan berbagai upaya serius dalam menjalankan fungsi dan misi DJBC, yaitu sebagai :

▪ Fasilitator Perdagangan (Trade Facilitator ) ▪ Mendukung Industri dalam negeri (Industrial Assistance) ▪ Memungut Penerimaan Negara (Revenue Collector) ▪ Melindungi masyarakat (Community Protector)

Pada hakekatnya, DJBC diberikan amanat untuk menjalankan fungsi pemerintahan yang berhubungan dengan keempat fungsi tersebut. Di bidang trade facilitator , DJBC diharapkan mampu menekan ekonomi biaya tinggi terutama yang berhubungan dengan proses penyelesaian pengeluaran barang di pelabuhan dan sekaligus dapat menciptakan iklim perdagangan yang kondusif melalui pencegahan terjadinya illegal trade. Sedangkan di bidang industrial assistance, DJBC diharapkan mampu melindungi industri dalam negeri dari masuknya barang-barang secara ilegal dan membantu untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

Di bidang community protector, DJBC diharapkan mampu mencegah masuknya barang-barang yang dapat merusak mental dan moral masyarakat serta mengganggu keamanan nasional. Dan di bidang revenue collector, DJBC diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara dibidang impor melalui Di bidang community protector, DJBC diharapkan mampu mencegah masuknya barang-barang yang dapat merusak mental dan moral masyarakat serta mengganggu keamanan nasional. Dan di bidang revenue collector, DJBC diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara dibidang impor melalui

Untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi di atas secara optimal, DJBC membutuhkan pegawai yang mempunyai kapasitas dan integritas tinggi. Disamping itu, guna mengetahui tuntutan yang berkembang dalam masyarakat dan untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal sesuai kebutuhan masyarakat diperlukan koordinasi dengan stakeholder, baik dari unsur pemerintah maupun swasta. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut disusunlah program reformasi kepabeanan yang dapat dikelompokkan dalam prakarsa Fasilitasi Perdagangan, Penanggulangan Penyelundupan dan Undervaluation, Peningkatan Koordinasi dengan Stakeholder, serta prakarsa Peningkatan Integritas Pegawai.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, disusunlah program reformasi kepabeanan yang dapat dikelompokkan kedalam empat prakarsa bidang, yaitu :

i. Prakarsa Bidang Fasilitasi Perdagangan, terdiri dari program-program :

a. Program Jalur Prioritas

b. Sistim Baru Penetapan Jalur

c. Penyempurnaan Sistim Pembayaran

d. Perbaikan Database Harga

e. Perbaikan Sistim Pengeluaran Barang

f. Perbaikan Teknik Pemeriksaan Barang

g. Pengembangan Harmonized System (HS)

h. Modernisasi Sistem Otomasi DJBC

ii. Prakarsa Bidang Koordinasi dengan Stakeholder, terdiri dari program- program:

a. Penyempurnaan Situs DJBC

b. Pengembangan Komunitas PDE-Kepabeanan

iii. Prakarsa Bidang Anti Penyelundupan dan Under Valuation, dengan program :

a. Registrasi Importir secara Online

b. Optimalisasi Penggunaan Hi-co Scan X-Ray

c. Peningkatan Peran Unit Intelijen

d. Pemeriksaan Mendadak (Spot Check) d. Pemeriksaan Mendadak (Spot Check)

f. Penyederhanaan Prosedur Verifikasi

g. Program Penagihan Tunggakan

h. Kampanye Anti Penyelundupan iv. Prakarsa Bidang Peningkatan Integritas Pegawai, terdiri dari program-

program :

a. Penyempurnaan Kode Etik Pegawai

b. Pembentukan Komite Kode Etik

c. Peningkatan Fungsi Pengawasan Penegakan Kode Etik

d. Penyediaan Saluran Pengaduan

e. Peningkatan Kerjasama dengan Komisi Ombudsman Nasional

f. Program Insentif

1. Prakarsa Fasilitasi Perdagangan

Di bidang fasilitasi perdagangan, DJBC diharapkan mempu menekan ekonomi biaya tinggi terutama yang berhubungan dengan proses penyelesaian pengeluaran barang (customs clearance) di pelabuhan dan sekaligus dapat menciptakan iklim perdagangan yang kondusif melalui pencegahan terjadinya illegal trade .

Masalah kepabeanan yang berkaitan dengan proses penyelesaian pengeluaran barang di pelabuhan, khususnya barang impor, pada hekekatnya berhubungan langsung dengan sistem dan prosedur penyelesaian kewajiban dan formalitas pabean di bidang impor. Sistem dan prosedur pelayanan tersebut harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga impotir dapat melaksanakan kegiatannya dengan efisien dan tanpa adanya intervensi yang signifikan dari pewagai.

Sungguhpun demikian, sistem dan prosedur pelayanan dibidang impor harus sekaligus dapat berfungsi sebagai filter bagi kemungkinan beroperasinya illegal trade . Sehubungan dengan hal itu maka tujuan dari reformasi kepabeanan d bidang fasilitasi perdagangan adalah memberikan pelayanan yang berkualitas kepada importir yang tepat dan sekaligus melakukan pengawasan yang berkualitas kepada illegal trade.

Berdasarkan tujuan tersebut disusunlah prakarsa fasilitasi perdagangan yang meliputi langkah-langkah strategis yaitu pemberlakuan sistem baru penetapan jalur, pemberian jalur prioritas, penyempurnaan sistem pembayaran, perbaikan Berdasarkan tujuan tersebut disusunlah prakarsa fasilitasi perdagangan yang meliputi langkah-langkah strategis yaitu pemberlakuan sistem baru penetapan jalur, pemberian jalur prioritas, penyempurnaan sistem pembayaran, perbaikan

2. Prakarsa Penanggulangan Penyelundupan dan Undervaluation

Sebagaimana diuraikan di atas, DJBC secara simultan melaksanakan fungsi trade facilitator dan industrial assistance sekaligus juga fungsi community protector dan revenue collector. Pada hakekatnya, antara fungsi-fungsi tersebut terdapat karakteristik yang potensial dapat saling melemahkan. Untuk dapat mengoptimalkan fungsi fasilitasi perdagangan, DJBC harus mampu memperlancar arus barang melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan yang pada akhirnya dapat menimbulkan beban bagi usaha-usaha pengawasan dan sebaliknya. Lebih lanjut, dampak negatif terhadap sistem dan prosedur pengawasan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan negara terutama karena terjadinya kebocoran-kebocoran.

Sehubungan dengan itu, maka sistem dan prosedur pelayanan dibidang impor diciptakan dengan tujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada importir yang tepat dan sekaligus memberikan pengawasan yang efektif kepada importir yang berisiko tinggi. Dengan kata lain, sistem dan prosedur pelayanan dibidang impor diciptakan sekaligus sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyelundupan dan undervaluation.

Sungguhpun demikian, untuk lebih mempertajam kemampuan DJBC dalam menanggulangi penyelundupan dan undervaluation diperlukan langkah- langkah strategis lainnya melalui registrasi importir, kampanye anti penyelundupan, penyediaan tempat pemeriksaan, optimalisasi penggunaan Hi- Co Scan X-ray, peningkatan peran unit intelijen dalam pengawasan barang dan penyederhanaan sistem verifikasi dokumen sereta penagihan tunggakan.

3. Prakarsa Peningkatan Koordinasi dengan Stakeholder

Dalam melaksanakan fungsinya, DJBC banyak melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh berbagai departemen dan instansi pemerintah lainnya. Guna mendapatkan hasil yang optimal dari kebijakan yang ditetapkan, DJBC memerlukan kerjasama yang sinergis dengan stakeholdernya. Tanpa adanya koordinasi yang optimal dalam pelaksanaan tugas tersebut akan sulit dilaksanakan, karena potensi terjadinya Dalam melaksanakan fungsinya, DJBC banyak melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh berbagai departemen dan instansi pemerintah lainnya. Guna mendapatkan hasil yang optimal dari kebijakan yang ditetapkan, DJBC memerlukan kerjasama yang sinergis dengan stakeholdernya. Tanpa adanya koordinasi yang optimal dalam pelaksanaan tugas tersebut akan sulit dilaksanakan, karena potensi terjadinya

Sosialisasi kebijakan dan koordinasi dengan masyarakat, khususnya masyarakat usaha pengguna jasa kepabeanan, dalam penyusunan kebijakan perlu ditingkatkan. Saat ini masyarakat banyak menilai bahwa berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah tidak akomodatif terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Ditambah lagi dengan minimnya koordinasi, sebagian masyarakat mengeluhkan sulitnya akses terhadap informasi dan birokrasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.

Sehubungan dengan hal tersebut, kebijakan strategis yang diambil adalah peningkatan koordinasi dengan stakeholder melalui pembentukan Customs Advisory Committee , penyempurnaan situs Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pengembangan komunitas pertukaran data elektronik (PDE) kepabeanan.

4. Prakarsa Peningkatan Integritas Pegawai

Berbagai kebijakan strategis, baik yang berhubungan dengan penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan dan pengawasan kepabeanan maupun yang berhubungan dengan peningkatan kerjasama dengan stakeholder, tidak akan dapat berjalan efektif tanpa didukung oleh pegawai yang mempunyai kapasitas dan integritas yang tinggi. Kritik yang berkembang di tengah masyrakat mengenai rendahnya kinerja Direktorat Jendral Bea dan Cukai pada akhirnya bermuara pada ketidakmampuan pegawai DJBC dalam melaksanakan tugasnya, baik di bidang pelayanan maupun di bidang pemberantasan penyelundupan. Sebagian masyarakat bahkan menilai bahwa pegawai DJBC korup dan berintegritas rendah.

Sehubungan dengan hal itu, dalam rangkaian reformasi kepabeanan disusunlah prakarsa peningkatan integritas pegawai melalui langkah-langkah strategis yang meliputi penyempurnaan Kode Etik, pembentukan Komite Kode Etik, peningkatan fungsi Pengawasan Penegakan Kode Etik dan Perilaku Pegawai, Penyediaan Saluran Pengaduan, Peningkatan Kerjasama Penanganan Pengaduan Masyarakat antara Komisi Ombudsman Nasional (KON) dan Departemen Keuangan, serta Program pemberian Insentif.

Berbagai program reformasi kepabeanan tersebut pelaksanaannya direalisasikan dalam bentuk penetapan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor Berbagai program reformasi kepabeanan tersebut pelaksanaannya direalisasikan dalam bentuk penetapan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor

BAB III

Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor

A. Penjelasan Umum

Guna mengoptimalkan fungsi sebagai fasilitator di bidang perdagangan, DJBC harus dapat memperlancar arus barang impor – ekspor, mengurangi ekonomi biaya tinggi dan sekaligus dapat menciptakan iklim yang kondusif, sehingga tercipta suatu iklim yang sehat bagi persaingan di bidang perdagangan dan investasi. Perlu dipahami bahwa kelancaran arus barang dan ekonomi biaya tinggi yang timbul dalam proses pengeluaran barang di pelabuhan tidak semata- mata menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, karena proses pengeluaran barang di pelabuhan tidak hanya ditangani oleh DJBC tetapi juga, terdapat berbagai institusi, baik pemerintah maupun swasta, yang berhubungan langsung dengan proses pengeluaran barang, antara lain perusahaan pelayaran dan transportasi darat, pergudangan, perbankan, pengelola pelabuhan dan instansi pemerintah lainnya. Sekalipun demikian, disadari bahwa kinerja DJBC mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelancaran arus barang dan ekonomi biaya tinggi.

Untuk menjawab tuntutan terhadap kinerja sistem pelayanan kepabeanan yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui fasilitasi terhadap kegiatan perdagangan, menjamin kelancaran arus barang, menekan

ekonomi biaya tinggi dan

Reformasi Kepabeanan saat ini adalah pencegahan terhadap illegal langkah awal menuju sistem kepabeanan trade , DJBC melalui program

yang mampu memenuhi tuntutan reformasi kepabeanan telah masyarakat penggunanya.

mengawali langkah baru Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

dengan pendekatan yang mempunyai komitmen untuk selalu

mengembangkan sistem yang dihasilkan lebih customer oriented dari program reformasi ini sesuai dengan dalam memberikan pelayanan praktek-praktek kepabeanan modern.

kepada para pengguna jasa kepabeanan. DJBC juga

menyadari bahwa sistem dan prosedur dalam praktek perdagangan internasional akan selalu berubah. Untuk itu, DJBC telah mengembangkan sistem dan prosedur menyadari bahwa sistem dan prosedur dalam praktek perdagangan internasional akan selalu berubah. Untuk itu, DJBC telah mengembangkan sistem dan prosedur

Prinsip Dasar Pengembangan Sistem dan Prosedur Pelayanan Kepabeanan

Dalam mengembangkan sistem pelayanan kepabeanan di bidang impor ini DJBC menggunakan beberapa prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :

• Prinsip Keadilan (Fair Treatment) Dalam prinsip ini terkandung komitmen DJBC untuk memberikan pelayanan

kepada para pengguna jasanya sesuai dengan tingkat ketaatan pengguna jasa terhadap aturan dan perundangan yang berlaku. Dengan prinsip ini perusahaan yang baik akan mendapat pelayanan yang baik pula, sebaliknya perusahaan yang kurang baik akan mendapat pengawasan yang sesuai pula dengan reputasinya. Dengan demikian DJBC akan memberikan pelayanan yang adil dan proporsional, dan mendorong perusahaan untuk mempunyai reputasi yang baik.

Untuk mendukung prinsip keadilan ini DJBC akan membangun sistem untuk memonitor kepatuhan para pengguna jasa dalam memenuhi aturan yang berlaku. Penilaian ini bersifat dinamis dan kontinyu sehingga data tentang performance pengguna jasa selalu up-to-date.

• Prinsip Keterbukaan (Transparency) Dalam menyusun semua peraturan tatalaksana pelayanan kepabeanan, DJBC

menjelaskan secara tegas dan detil tentang tugas, kewajiban dan wewenang pegawai / petugas. Demikian juga halnya dengan hak dan kewajiban para pengguna jasa. Dengan demikian masyarakat usaha akan selalu dapat menilai apakah pelaksanaan aturan di lapangan telah sesuai dengan ketentuannya. Dalam kerangka keterbukaan ini pula DJBC mengembangkan pola komunikasi dan kerjasama dengan pelaku usaha / pengguna jasa. Dalam komunikasi ini diharapkan dunia usaha dapat memberikan masukan yang dibutuhkan untuk dapat mengembangkan sistem pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan semua pihak secara seimbang.

• Prinsip Penyederhanaan Proses (Simplification) Dengan prinsip ini DJBC akan selalu mengevaluasi sistem dan prosedur

pelayanan kepabeanan untuk memastikan bahwa tidak ada proses yang tidak pelayanan kepabeanan untuk memastikan bahwa tidak ada proses yang tidak

Manajemen Risiko

Sebagaimana diketahui, DJBC mengemban dua fungsi yang bertentangan, fungsi pelayanan yang menghendaki kecepatan dan efisiensi dan fungsi pengamanan yang menuntut ketelitian dan efektifitas. Di bidang pelayanan DJBC terus berupaya untuk menciptakan dan memberdayakan organisasi, sumber daya manusia, sistem dan prosedur serta sarana dan prasarana yang dimiliki secara optimal sehingga dapat melancarkan arus barang, mengurangi ekonomi biaya tinggi dan dapat menciptakan iklim yang mendorong pertumbuhan industri dan investasi.

Di lain pihak, DJBC, pada saat yang bersamaan harus mampu menghimpun penerimaan untuk negara serta menegakkan law enforcement untuk mencegah impor dan ekspor secara illegal maupun keluar-masuknya barang- barang tertentu yang dilarang dan dibatasi pengeluaran dan pemasukannya.

Untuk mampu menjalankan seluruh tugas tersebut secara harmonis, khususnya dalam pemberian fasilitas terhadap perdagangan internasional, maka kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan DJBC selalu diusahakan untuk sesuai dengan standar pelayanan internasional, baik itu standar World Trade Organisation (WTO) maupun standar World Customs Organisation (WCO).

Sejauh ini DJBC telah berupaya melakukan standardisasi tersebut dengan cara melakukan ratifikasi berbagai konvensi internasional yang ada seperti GATT Valuation Code dan Nairobi Convention. Pendekatan yang paling akhir diterapkan oleh DJBC dalam menjalankan tugasnya adalah implementasi manajemen risiko dalam prosedur pelayanan kepabeanan.

Seperti pada institusi kepabeanan lainnya, masalah yang umum dihadapi oleh DJBC adalah bahwa kegiatan perdagangan internasional semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam volume transaksi, penambahan lokasi transaksi, maupun metode transaksinya, sedangkan sumber daya yang dialokasikan kepadanya relatif terbatas jika dibandingkan dengan perkembangan beban tugas yang dihadapi. Untuk itu DJBC dituntut untuk dapat mengalokasikan sumber daya Seperti pada institusi kepabeanan lainnya, masalah yang umum dihadapi oleh DJBC adalah bahwa kegiatan perdagangan internasional semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam volume transaksi, penambahan lokasi transaksi, maupun metode transaksinya, sedangkan sumber daya yang dialokasikan kepadanya relatif terbatas jika dibandingkan dengan perkembangan beban tugas yang dihadapi. Untuk itu DJBC dituntut untuk dapat mengalokasikan sumber daya

a. Apakah DJBC perlu memeriksa semua barang yang diimpor dan diekspor, ataukah pemeriksaan pada saat clearance dilakukan secara selektif ?

b. Apakah DJBC mengasumsikan bahwa semua importir tidak mematuhi peraturan dan prosedur yang berlaku ? ataukah diasumsikan semua importir adalah importir yang baik dan patuh terhadap semua peraturan yang berlaku ?

c. Apakah DJBC berani mengambil risiko dengan melepaskan importir/importasi

tertentu dan memfokuskan pengawasan kepada sebagian importir yang lain berdasarkan pengalaman dan informasi yang dimiliki ?

Kata kunci yang tersembunyi di sini adalah risiko. Untuk itu semua risiko harus sejauh mungkin dapat dikenali sehingga dengan demikian dapat diantisipasi dengan baik. Bagi DJBC, dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki adalah tidak mungkin bagi DJBC untuk mengawasi secara total seluruh transaksi impor dan ekspor di seluruh wilayah Indonesia. Karena itu DJBC melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor risiko, kemungkinan terjadinya risiko dan konsekuensi jika risiko terjadi. Hasil identifikasi ini dijadikan sebuah profil risiko dan berdasarkan profil risiko tersebut akan dilakukan analisis untuk menentukan prioritas penanganan risiko dalam setiap pelayanan kepabeanan.

Dengan menerapkan teknik-teknik manajemen risiko, pengawasan dan antisipasi terhadap risiko akan dilakukan secara selektif sejak sebelum kedatangan barang impor di Indonesia sampai proses audit nantinya. Untuk itu DJBC membuat sebuah sistem pendukung untuk dapat mengenali importasi mana yang harus diawasi secara ketat pada saat penyelesaian dokumen pabeannya dan importasi mana yang perlu diawasi melalui audit. Dengan manajemen risiko pula DJBC dapat mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya secara efisien untuk memenuhi tuntutan tugasnya secara efektif.

Sebagai langkah awal, DJBC menetapkan kebijakan untuk melakukan registrasi terhadap seluruh importir. Hal ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kinerja sistem pelayanan impor dimana ditemukan bahwa faktor dominan dari risiko yang dihadapi oleh DJBC adalah performance importir. Proses registrasi terhadap importir ditujukan terutama untuk dapat mengenali dengan lebih baik para pelaku usaha yang berhubungan dengan kegiatan Sebagai langkah awal, DJBC menetapkan kebijakan untuk melakukan registrasi terhadap seluruh importir. Hal ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kinerja sistem pelayanan impor dimana ditemukan bahwa faktor dominan dari risiko yang dihadapi oleh DJBC adalah performance importir. Proses registrasi terhadap importir ditujukan terutama untuk dapat mengenali dengan lebih baik para pelaku usaha yang berhubungan dengan kegiatan

Dalam rencana pengembangannya, implemantasi teknik-teknik manajemen risiko dalam proses pelayanan kepabeanan di bidang impor akan dikembangkan secara lebih komprehensif sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan guna mendukung kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menjalankan tugas, fungsi dan misinya.

Otomasi Sistem Pelayanan Kepabeanan

Bentuk penyesuaian lain dari DJBC terhadap tuntutan praktek perdagangan internasional adalah otomasi proses pelayanan kepabeanan. Sejak tahun 1990 DJBC telah mengembangkan sistem aplikasi pelayanan impor berbasis komputer. Dalam perjalanannya sistem tersebut telah mengalami berbagai pengembangan dan penyempurnaan untuk menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat pengguna jasa. Hal ini selaras dengan komitmen DJBC dalam penggunaan teknologi informasi adalah bahwa DJBC akan terus mengembangkan sistem otomasi pelayanan kepabeanan untuk seluruh bidang pelayanan yang menjadi tugas Direktorat Jenderal.

Bagi DJBC otomasi sistem pelayanan akan memberikan banyak manfaat yang akan meningkatkan kinerjanya. • Dari sisi operasional pelayanan, otomasi ditujukan terutama untuk

mempercepat proses penelitian dokumen dan mengurangi kontak yang tidak perlu antara pegawai dan pengguna jasa.

• Dari sisi pengawasan, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen risiko otomasi

dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi usaha-usaha targetting terhadap importasi tertentu yang dicurigai merupakan bagian dari illegal trade.

• Dari sisi manajerial, otomasi sistem pelayanan akan memberikan data masukan bagi manajemen untuk dapat melakukan analisis dengan baik sehingga semua keputusan dan kebijakan yang diambil selalu sesuai dengan kondisi yang ada.

Sejak 1997 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengembangkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) untuk pelayanan kepabeanan di bidang impor. Hingga saat ini sistem PDE Kepabeanan di bidang impor dinikai telah mampu memberikan sumbangan yang signifikan dalam mendukung kinerja Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai. Bercermin dari Komputerisasi Sistem Pelayanan Kepabeanan yang suksesnya sistem PDE dikembangkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai :

Kepabeanan di bidang impor

1. Sistem Aplikasi Pelayanan Impor

Direktorat Jenderal Bea dan

( telah diimplementasikan per 1 April 2003 ) 2. Sistem Aplikasi Pelayanan Ekspor ( dalam uji coba )

Cukai telah mengembangkan

3. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes ( dalam uji coba )

hampir semua sistem 4. Sistem Aplikasi Pelayanan Pengeluaran Barang

tujuan Kawasan Berikat ( dalam pengembangan )

pelayanan kepabeanan 5. Sistem Aplikasi Pemberian Fasilitas Ekspor

(eks BINTEK – dalam pengembangan )

lainnya dengan basis teknologi yang sama.

B. Registrasi Importir Latar Belakang

Sebagaimana disebutkan pada bagian terdahulu, sebagai langkah awal untuk dapat mengimplementasikan teknik-teknik manajemen risiko dengan baik, DJBC menetapkan kebijakan untuk melakukan registrasi terhadap seluruh importir. Dari proses registrasi ini DJBC akan mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dikenali dari keberadaan importir yang bersangkutan. Disamping itu, beberapa hal yang ikut melatarbelakangi lahirnya kebijakan registrasi ini antara adalah :

▪ Banyak ditemukan importir fiktif, dengan menggunakan alamat dan identitas yang tidak benar