PENINGKATAN HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS 2 (DUA) MI DARUL ULUM PRAMBON SIDOARJO.

(1)

MASALAH PADA SISWA KELAS 2 (DUA) MI DARUL ULUM PRAMBON SIDOARJO

Oleh : SITI CHANIFAH

NIM. D57211154

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS 2 (DUA) MI DARUL ULUM PRAMBON SIDOARJO”. Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kontekstual, Operasi hitung Perkalian

Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah siswa sebanyak 25 (duapuluh lima) ini dilatarbelakangi oleh tingkat penguasaan materi menghitung perkalian siswa yang kurang memenuhi target Kriteria Ketuntasan Minimum dengan nilai 65. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk (1) Untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon; (2) Untuk memaparkan cara penerapan Pendekatan Kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian pada siswa kelas kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon. Teknik pengumpulan data menggunakan pada penelitian ini adalah observasi, dokumentasi dan tes. Teknik analisis data menggunakan tehnik analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi.

Penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Penerapan pembelajaran kontekstual dalam rangka meningkatkan hasil belajar operasi hitung perkalian siswa kelas dua MI Darul Ulum Prambon telah berlangsung dengan dua siklus. Yang mana dari kedua siklus ini yang lebih bagus penerapannya terletak di siklus II dikarenakan guru lebih dapat memotivasi siswa sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran dengan baik, 2) Peningkatan hasil belajar operasi hitung perkalian melalui pembelajaran kontekstual berbasis masalah pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon termasuk kategori tinggi. Hal ini dibuktikan dengan perolehan hasil nilai yang lebih tinggi pada siklus II daripada perolehan nilai di siklus I pada hasil tes pada masing-masing siklus, yaitu perolehan nilai terendah 60 pada siklus I dan 70 pada siklus II, nilai rata-rata 73,88 pada siklus I dan 84,20 pada siklus II, serta ketuntasan belajar siswa 80% pada siklus I dan 100% pada siklus II.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Matematika Materi Operasi Hitung Perkalian ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Tujuan Pembelajaran Matematika ... 11

3. Materi – materi pokok dalam Matematika ... 12

4. Proses Belajar Mengajar Matematika ... 13


(7)

5. Prestasi Belajar Matematika ... 16

6. Operasi Hitung Bilangan (Perkalian) ... 16

B. Pendekatan Kontekstual ... 21

1. Pengertian ... 23

2. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual ... 23

3. Ciri-ciri Pendekatan Kontekstual ... 26

C. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27

1. Pengertian ... 27

2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 29

3. Sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

4. Ciri dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

5. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Site Penelitian ... 42

C. Rancangan Penelitian ... 45

D. Instrumen Penelitian ... 53

E. Metode Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 56

G. Indikator Kinerja ... 60


(8)

BAB IV ANALISIS DATA ... 61

A. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 61

1. Kondisi Awal ... 61

2. Hasil Penelitian ... 64

3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

B. Temuan Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori ... 96

BAB V PENUTUP ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... vx

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... xviii

RIWAYAT HIDUP ... xix LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa dapat memahami dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Matematika menjadi salah satu pelajaran wajib dan diujikan pada saat ujian nasional tingkat sekolah dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs), hingga tingkat atas (SMA/SMK/MA). Istilah matematika sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia baku. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika artinya “ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.1

Manfaat yang dapat diambil dari belajar matematika adalah melatih berfikir secara logis dan sistematis bagi seseorang. Matematika ditujukan untuk mengembangkan daya nalar, memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, dan mempersiapkan siswa dalam menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah. Oleh karena itu pembelajaran matematika menjadi sangat penting dikuasai oleh siswa.

1

Poerwodarminto. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 566.


(10)

Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk mata pelajaran Matematika SD/MI dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran Matematika di SD adalah:

(1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesmpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan persamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi;

(2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba;

(3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah;

(4) Mengembangkan kemampuan menyampaika informasi atau mengkomunikaskan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta dan diagram.2

Pada kelas rendah, pembelajaran matematika ditekankan pada empat kemampuan berhitung dasar, yaitu kemampuan menghitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Empat kemampuan berhitung dasar ini sangat penting untuk dikuasai sebagai bekal penguasaan materi selanjutnya di kelas yang lebih tinggi. Selain itu, kemampuan berhitung dasar ini juga sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Tanggal 23 Mei 2006


(11)

Perkalian, sebagai salah satu kemampuan berhitung adalah hal yang sangat penting bagi siswa. Perkalian merupakan sebuah operasi matematika yang meliputi penskalaan (pelipatan) bilangan yang satu dengan bilangan yang lain. Operasi perhitungan ini termasuk ke dalam aritmetika dasar. Sangat penting bagi siswa untuk memahami konsep perkalian matematika karena perkalian seringkali digunakan di dalam beragam rumus matematika lainnya.

Secara sederhana perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan yang diulang. Misalnya, pada perkalian 5x3 (5 dikali 3) kita dapat menghitungnya dengan cara menjumlahkan 5 (diulang 3 kali), berikut perhitungannya:

5 x 3 = 5 + 5 + 5 = 15

Konsep ini seringkali digunakan dalam ilmu kedokteran, terutama ketika dokter memberikan resep obat. Di dalam resep obat biasanya dokter menuliskan 3 x 1 yang berarti kita harus meminum obat sebanyak 3 kali dalam sehari.

Karena konsep perkalian adalah penjumlahan yang berulang, maka sebelum siswa dapat menguasainya sebaiknya memahami konsep penjumlahan terlebih dahulu. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah dalam memahami perkalian.

Akan tetapi, berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang Prambon Sidoarjo, sebagian siswa masih


(12)

mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerjakan soal-soal materi perkalian. Hal ini terlihat dari hasil ulangan yang mereka terima masih ada beberapa siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dari 25 siswa yang mendapatkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 65 hanya 13 orang, sedangkan 12 yang lain masih belum memenuhi KKM yang diharapkan.

Rata-rata perolehan nilai kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang Prambon Sidoarjo adalah 68 (enam puluh delapan). Kalau diprosentasekan dari temuan lapangan di atas diketahui, bahwa tingkat keberhasilan siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang Prambon Sidoarjo dalam materi perkalian masih 52% dan hal ini menandakan kurangnya tingkat keberhasilan siswa dalam materi perkalian di sekolah.

Kurangnya nilai siswa dalam materi perkalian disebabkan karena metode yang digunakan masih menggunakan penjumlahan yang berulang, padahal dengan menggunakan metode penjumlahan berulang akan membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk menjumlahkan secara berulang-ulang. Selain itu siswa seringkali mengalami ketidaksabaran dan kesalahan atau kurang teliti dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan. Metode lain yang seringkali digunakan adalah dengan cara menghafal perkalian. Akibatnya siswa menjadi kurang tertarik dan malas mengerjakan matematika, terutama dalam materi operasi hitung perkalian.


(13)

Menurut Yamin, daya tarik suatu mata pelajaran ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran (pembelajaran) itu sendiri, dan kedua, oleh cara mengajar guru.3 Karena itu, guru harus berusaha membuat pelajaran (pembelajaran) yang awalnya membosankan menjadi lebih menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna bagi siswa. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media pembelajaran yang menarik.

Keberhasilan belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan peragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang aktif. Agar proses belajar siswa manjadi aktif, mereka harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka dipaksa harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif yang dilakukan siswa harus selalu menyenangkan, semangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking

aloud).

Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas, peneliti ingin menerapkan metode kontekstual berbasis masalah agar materi perkaliaan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan dan dapat meningkatkan minat siswa terhadap materi operasi hitung perkalian. Maka,

3

Yamin, Martinis. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. (Jakarta; Gaung PersadaPress, 2007). 134.


(14)

dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini penulis mengambil judul “MENINGKATKAN HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE PEMBELAJARAN MODEL KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS II (DUA) MI DARUL ULUM – PRAMBON – SIDOARJO”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan pembelajaran kontekstual materi operasi hitung perkalian siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang-Prambon-Sidoarjo. 2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar operasi hitung perkalian melalui

pembelajaran kontekstual berbasis masalah pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang-Prambon-Sidoarjo.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual materi operasi hitung

perkalian siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang-Prambon-Sidoarjo? 2. Mengetahui peningkatan hasil belajar operasi hitung perkalian melalui pembelajaran kontekstual berbasis masalah pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Simpang-Prambon-Sidoarjo?


(15)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi:

1. Sekolah, sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Matematika .

2. Guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.


(16)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Matematika Materi Operasi Hitung Perkalian 1. Pengertian

Secara bahasa matematika berasal dari bahasa Yunani “µαθµηατικá –

math

e

>

matiká”

adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Dalam kamus Oxford, matematika adalah ‘science of size and number (of which

arithmetic, algebra, trigonometry, and geomtry are branches)’ (ilmu

pengetahuan tentang ukuran dan angka, yang mana aritmatika, aljabar, trigonometri dan geometri adalah cabangnya).4 Sedangkan secara istilah matematika berasal dari bahasa Inggris, mathematics, yang artinya ilmu pasti, matematika. Mathematics, merupakan kata sifat, artinya yang berhubungan dengan ilmu pasti, matematis, mathematically adalah kata kerja, artinya menurut ilmu pasti, secara matematis, dan mathematician adalah kata benda, yaitu seorang ahli matematika.5

Istilah matematika sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia baku. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika artinya “ilmu tentang

4

A S Hornby. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. (Oxford University Press, 1983), 524.

5

John M. Echols dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia : An English – Indonesian

Dictionary. (Jakarta: PT Gramedia, 2005), 375.


(17)

bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.6

The Liang Gie mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edward Jeanneret yang mengatakan “mathematics is the majestic structure by man to grant him comprehension of the universe”.7

Burhanuddin Salam mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai matematika, di antaranya: Menurut Wittgenstein, matematika tidak lain adalah metode berpikir logis. Menurut Whithead, matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten dengan mempergunakan logika deduktif. Dalil-dalil matematika pada dasarnya adalah pertanyaan logika. Pembuktian Dalil-dalil-Dalil-dalil matematika tidak didasarkan atas metode ilmiah yang merupakan kombinasi antara logika deduktif dan induktif, melainkan didasarkan atas logika deduktif. Menurut Immenual Kant, matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori yang eksistensinya tergantung kepada dunia pengalaman kita.8

Matematika didefinisikan sebagai ilmu pasti yang berkaitan dengan perhitungan dan angka-angka. Perkembangan Matematika tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat Matematika itu sendiri.

6

Poerwodarminto. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 566.

7

The Liang Gie. FilsafatMatematika. (Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna, 1999), 23.

8

Burhanudin Salam. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 151-152.


(18)

Secara rinci hakikat Matematika menurut Bridgman dalam Lestari (2002: 7) adalah sebagai berikut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep Matematika selalu dapat

dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat

memahami konsep-konsep Matematika secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

3. Progresif dan komunikatif; artinya Matematika itu selalu berkembang ke

arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.

4. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara

umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat Matematika merupakan bagian dari Matematika, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).


(19)

2. Tujuan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, menurut kurikulum 2006 bertujuan antara lain agar siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, sehingga terdapat keserasian antara pembelajaran yang menekankan pada keterampilan menyelesaikan soal pemecahan masalah. Hal ini dengan jelas mengisyaratkan bahwa Pembelajaran Matematika di sekolah dasar juga bertujuan untuk melatih siswa memecahkan masalah. Melalui latihan pemecahan masalah, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan materi matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtida’iyah, menurut Nyimas Aisyah, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:9

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

9

Nyimas Aisyah. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2008), 1.4.


(20)

(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

3. Materi – materi Pokok dalam Matematika

Matematika sangat penting dalam kehidupan. Bahkan setiap hari matematika digunakan oleh manusia dalam kehidupannya dalam mengitung belanja, mengukur, dan lain sebagainya. Mengingat betapa pentingnya matematika dalam kehidupan manusia, maka matematika perlu dikenalkan sedini mungkin. Dalam Pendidikan anak usia dini, matematika yang memiliki berbagai komponen dikenalkan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan anak.

Piaget, Jean & Inhelder, Barbel mengatakan, anak yang berada di bangku Taman Kanak-kanak yang berusia 4-6 tahun yang dalam tahap


(21)

perkembangan kognitifnya berada pada tahap pra-operasional, pada

umumnya dikenalkan matematika sebagai berikut:10

a. Bilangan (number)

b. Konservasi (conservation)

c. Seriasi/Pengurutan (seriation)

d. Klasifikasi (classification)

e. Jarak (distance)

f. Waktu dan kecepatan

g. Pola (pattern)

h. Pengukuran (measurement)

4. Proses Belajar Mengajar Matematika

Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan.11

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik

10

Piaget, Jean & Barbel Inhelder. Psikologi Anak, Terj. Miftahul Jannah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 cet.1), 111-123.

11

Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 5.


(22)

aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti.12

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan Pembelajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengaja.13

Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut.14

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar Matematika meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari 12

Ibid

13

Ibid. 4.

14

Sumadi Suryabrata. Proses Belajar Mengajar Disekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 18.


(23)

perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu Pembelajaran Matematika.

5. Prestasi Belajar Matematika

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.15

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

15

Poerwadarminto. KBBI. th 1991, 768.


(24)

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar Matematika adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar Matematika.

6. Operasi Hitung Bilangan (Perkalian) a. Pengertian

Hitung atau menghitung memiliki arti membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyak, dan sebagainya). Kata “hitung” yang mendapat awalan me-, akan menjadi kata kerja “menghitung” yang berarti: (1) mencari jumlahnya (sisanya, pendapatannya) dengan menjumlahkan, mengurangi, dsb; (2) membilang untuk mengetahui berapa jumlahnya (banyaknya); (3) menentukan atau menetapkan menurut (berdasarkan) sesuatu.16

Kata untuk “menghitung” dalam bahasa Inggris adalah “to calculate” yang berarti;

To determine the value of something or the solution to something by

a mathematical process; To plan something, especially something

morally wrong.”17 (Menetukan nilai dari sesuatu atau solusi dari

sesuatu melalui proses matematika; menentukan nilai atau solusi

16

Hasan Alwi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3. (Jakarta; Balai Pustaka, 2007), 405.

17

A S Hornby. Advanced Learner’s Dictionary of Current English. (London; Oxford University Press, 1983), 119.


(25)

melalui proses matematika; untuk merencanakan sesuatu, khususnya sesuatu yang secara moral salah).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa operasi hitung adalah suatu perbuatan untuk menentukan nilai atau solusi sesuatu hal melalui proses matematika yaitu proses menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, membagi, dan sebagainya.

b. Kegunaan

Septi menyebutkan beberapa manfaat berhitung, diantaranya adalah: 1) Agar seorang anak dapat lebih memahami alam semesta dan

hukum-hukum yang berlaku didalanya;

2) Agar anak kita dapat melakukan perencanaan dan evaluasi dengan baik saat dewasa nanti;

3) Agar anak-anak kita dapat membuat rancangan dan konstruksi dengan benar;

4) Yang juga tidak kalah penting adalah agar anak-anak kita dapat berlaku adil;

5) Agar seorang anak dapat berbelanja dengan benar; 6) Agar anak-anak kita tidak mudah ditipu.

Karena begitu pentingnya berhitung bagi anak, orangtua seringkali memaksa anaknya untuk belajar berhitung. Orangtua pada umumnya merasa jengkel jika anaknya tidak mampu menguasai kemampuan ini. Padahal untuk


(26)

menguasai kemampuan berhitung perlu melalui beberapa proses, diantaranya yaitu: 1) Anak perlu memahami bilangan dan proses membilang; 2) kemudian mulai dikenalkan dengan lambang bilangan; 3) setelah itu diajarkan konsep operasi hitung; 4) baru kemudian dikenalkan berbagai cara dan metode melakukan penghitungan. Guru dan orangtua dapat menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Terutama metode yang menyenangkan, tidak membebani memori otak, dan menarik bagi anak.

c. Perkalian

Perkalian adalah konsep matematika utama yang harus diajari oleh seorang anak didik setelah mereka mempelajari operasi penambahan dan pengurangan.

Yasin Matika & Abraham dalam artikelnya menyatakan bahwa, “Perkalian adalah penjumlahan berulang, atau penjumlahan dari beberapa bilangan yang sama.” Sedangkan steve slavin berpendapat bahwa “Perkalian adalah penjumlahan yang sangat cepat”18

Menurut Muchtar, Operasi perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan berulang. Misalkan pada perkalian 4 x 3 dapat didefinisikan sebagai 3 + 3 + 3 + 3 = 12 sedangkan 3 x 4 dapat didefinisikan sebagai 4 + 4 + 4 = 12. Secara konseptual, 4 x 3 tidak sama dengan 3 x 4, tetapi jika dilihat

18

Steve, Slavin. Matematika Praktis untuk Sekolah Dasar Kelas I dan Kelas II. (Bandung; Rekarya Jaya, 2005), 233.


(27)

hasilnya saja maka 4 x 3 = 3 x 4. Dengan demikian operasi perkalian memenuhi sifat pertukaran.19

Operasi perkalian memenuhi sifat identitas. Ada sebuah bilangan yang jika dikalikan dengan setiap bilangan, maka hasilnya tetap bilangan itu sendiri. Bilangan tersebut adalah 1. Jadi jika a x 1 = a.20 Operasi perkalian juga memenuhi sifat pengelompokan. Untuk setiap bilangan a, b, dan c berlaku: (a x b) x c = a x (b x c). Misalkan untuk operasi bilangan cacah (2 x 3) x 4 = 2 x (3 x 4). Selain sifat-sifat tersebut, operasi perkalian masih mempunyai satu sifat yang berkaitan dengan operasi penjumlahan. Sifat ini menyatakan untuk bilangan a, b, dan c berlaku: a x (b + c) = (a x b) + (a x c). Sifat ini disebut dengan sifat penyebaran atau distributif.21

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa perkalian adalah penjumlahan dari suatu bilangan yang sama secara berulang, yaitu bilangan terkali dijumlahkan secara berulang-ulang sebanyak pengalinya.

19

Karim Muchtar A, dkk. Pendidikan Matematika I. (Malang; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), 101.

20

Ibid. 101-102.

21

Ibid. 102.


(28)

d. Sifat dan ciri khas perkalian

Untuk memudahkan seorang anak dalam memahami perkalian, dapat ditempuh dengan langkah sederhana dan mudah. Adapun langkahnya adalah seorang anak mampu memahami sifat atau ciri khas perkalian, yaitu:

1) Komutatif berarti urutan tidak mempengaruhi hasil perkalian. Contoh: 2 x 3 = 6 dan 3 x 2 = 6, maka 2 x 3 = 3 x 2

2) Asosiatif berarti pengelompokan tidak mempengaruhi hasil perkalian. Contoh: (2 x 3) x 4 = 2 x (3 x 4)

3) Perkalian dengan 0 = 0

Bilangan berapa pun jika dikalikan dengan angka 0 (nol), maka hasilnya sama dengan 0 (nol).

Contoh: 1 x 0 = 0 8 x 0 = 0 100 x 0 = 0

4) Unsur identitas perkalian adalah 1 (satu). Bilangan berapapun ketika di kalikan dengan angka 1 (satu), hasilnya sama dengan bilangan itu sendiri. Contoh: 4 x 1 = 4

7 x 1 = 7 100 x 1 = 100

5) Perkalian dengan 10 = bilangan itu di tambah angka 0 (nol) dibelakangnya. Bilangan berapa pun ketika dikalikan dengan angka 10,


(29)

maka hasilnya sama dengan bilangan itu sendiri di tambah angka 0 (nol) di belakangnya.

Contoh: 2 x 10 = 20 9 x 10 = 90

6) Tertutup adalah jika semua jawaban menjadi anggota himpunan aslinya. Jika dua bilangan genap dikalikan, jawabannya masih berupa bilangan genap (2 x 4 = 8); maka himpunan bilangan genap tertutup dalam operasi perkalian. Jika dua bilangan ganjil dikalikan, jawabannya adalah bilangan ganjil (3 x 5 = 15); maka himpunan bilangan ganjil tertutup dalam operasi perkalian.

7) Inversi Perkalian adalah kebalikan bilangan. Setiap bilangan dikalikan dengan kebalikannya hasilnya sama dengan 1.

Contoh: 2 x ଵ ଶ

8) Sifat distributif Perkalian terhadap penjumlahan. Untuk setiap a, b, c, bilangan cacah, berlaku a x (b + c) = (a x b) + (a x c) dan (b + c) x a = (b x a) + (c x a).

B. Pendekatan Kontekstual 1. Pengertian

Pembelajaran Kontekstual merupakan salah satu konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia


(30)

nyata. “Pembelajaran ini merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu siswa memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat”.22 Menurut Sanjaya “Pembelajaran Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.23

Trianto menyatakan pembelajaran Kontekstual pada dasarnya dapat diterapkan pada kurikulum apa saja, bidang apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pembelajaran Kontekstual merupakan pembelajaran autentik (real world learning).24 “Pembelajaran autentik dimaksudkan sebagai pembelajaran yang mengutamakan pengalaman nyata, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata”.25 Pembelajaran autentik tersebut juga terdapat pada pembelajaran berbasis masalah. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pembelajaran kontekstual berasosiasi dengan salah satu strategi yang menggunakan masalah dunia

22

Agus Suprijono. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), 80.

23

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana, 2011), 255.

24

Trianto. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Di Kelas. (Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, 2008), 25.

25

Agus Suprijono. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Op.Cit. 82.


(31)

nyata untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah yaitu pembelajaran berbasis masalah.

2. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Masnur pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen. Ketujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut:26

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan kontekstual. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu, yang berguna bagi dirinya dan mengembangkan ide – ide yang ada pada dirinya.

26

Masnur Muslich. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), 43.


(32)

b. Pemodelan (Modelling)

Komponen pendekatan kontekstual ini menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Cara seperti ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pendekatan kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran teoritis – abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

c. Menemukan (Inkuiri)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan kontekstual. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan – kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.

d. Bertanya ( Questioning)

Komponen bertanya merupakan strategi pembelajaran kontekstual. Belajar dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan


(33)

siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan pengetahuan kemampuan berfikir siswa.

e. Masyarakat Belajar ( Learning community)

Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun diluar kelas.

f. Refleksi ( Reflextion)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran seperti ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan – pengetahuan baru.

g. Penilaian Nyata ( Aunthentic Assesment)

Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar


(34)

siswa. Gambaran pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran berlangsung.

3. Ciri-ciriPendekatan Kontekstual dalam Pelajaran Matematika

Menurut Sugiyanto mengemukakan ciri-ciri kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual meliputi: (1) pengalaman nyata, (2) kerjasama saling menunjang, (3) gembira, belajar dan bergairah, (4) pembelajaran dengan terintegrasi, (5) menggunakan berbagai sumber, (6) siswa aktif dan kritis, (7) menyenangkan dan tidak membosankan, (8) sharing dengan teman, (9) guru kreatif.27

Sedangkan menurut Nurhadi ciri-ciri pembelajaran kontektual meliputi: (1) siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, (2) siswa belajar dari teman melaui belajar kelompok, diskusi, saling mengoreksi, (3) pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan, (4) perilaku dibangun atas kesadaran sendiri, (5) keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman, (6) hadiah untuk perilaku baik atau kepuasa diri, (7) siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat

27

Sugiyanto. Model-model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13, 2008), 26.


(35)

penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atasa terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa skemata masing-masing kedalam proses pembelajaran, (8) pembelajaran terjadi diberagai tempat, (9) pengetahuan yang dimiliki siswa dikembangkan oleh manusia itu sendiri, manusia menciptakan atau membangun pengetahuan denagan cara memberi arti dan memahami pengalamanya.28

C. Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Pengertian

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan Pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Menurut Arends, pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dan bermakna dengan tujuan untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih

28

Nurhadi, Senduk, A.G. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL) dan Penerapanya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang UMPRESS, 2003), 35.


(36)

tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.29 Dengan demikian secara garis besar, pada pembelajaran berbasis masalah guru menyajikan kepada siswa masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan bagi mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.30

Pierce dan Jones (Howey et al, 2001) dalam pelaksanaan PBM terdapat proses yang harus dimunculkan, seperti: keterlibatan (engagement), inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation), kinerja (performance), Tanya jawab dan diskusi (debriefing).31 Keterlibatan bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah (self-directed

problem solver) yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan

siswa pada situasi yang mampu mendorong untuk mampu menemukan masalah, meneliti dan menyelesaikannya. Inkuiri dan investigasi yang meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai cara menjelaskan dan implikasinya, serta kegiatan mengumpulkan dan mendistribusikan informasi. Kinerja bertujuan menyajikan temuan yang diperoleh. Tanya jawab dan diskusi, yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap pemecahan masalah yang dilakukan.

29

Arends, RI. Classroom Instruction and Management. (New York: McGraw Hill Companies, Inc., 1997).

30

Ibrahim, M dan Nur, M. Pembelajaran Berdasarkan Masalah I. (Surabaya; University Press, 2000), 2.

31

Howey, K.R., et al. Contextual Teaching and Learning Preparing Teacher to Enhance Student Succes in The Work Place and Beyond. (Washinton: Eric Clearinghouse on Teaching and Teacher Education, 2001).


(37)

Menurut Ibrahim dan Nur, “Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teacihg (Pembelajaran Proyek),

Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman),

Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction

(Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”.32

Dengan demikian PBM menghendaki agar siswa aktif untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Agar siswa aktif maka diperlukan desain bahan ajar yang sesuai dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa serta guru dapat memberikan bantuan atau intervensi berupa petunjuk (scaffolding) yang mengarahkan siswa untuk menemukan solusinya. Pembelajaran masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

2. TujuanPembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan

32

Ibrahim, M dan Nur, M. Pembelajaran Berdasarkan Masalah I. Op.Cit. 2.


(38)

pembelajar yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhadap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur berikut ini.33

a. Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah

Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?

Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran. Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus. Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.

Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick memberikan penjelasan sebagai berikut:34

33

Ibid. 7-12

34

Robert Resnick, Halliday, David. Fisika. (Jakarta; Erlangga, 1987)


(39)

- Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.

- Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.

- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur.

- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.

Disini Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti

pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidakpastian. Hal ini


(40)

sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan Matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan Pembelajaran berbasis masalah.

b. Pemodelan Peran Orang Dewasa

Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal Pembelajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.

1. Pembelajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain,


(41)

sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.

2. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.

c. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri

Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.35

3. Sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah

Sejarah awal pembelajaran berbasis masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Canada pada tahun 1960-an dan baru diresmikan pada tahun 1968. Akan tetapi banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan dimulainya model Pembelajaran Berbasis Masalah di beberapa lembaga pendidikan dengan versi yang berbeda. Ada yang menjelaskan bahwa Sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah 35

Ibrahim, M dan Nur, M. Pembelajaran Berdasarkan Masalah I. Op.Cit. 7-12.


(42)

modern dimulai pada awal tahun 1970 di McMaster University Faculty of Health Science di Kanada. Ada pula yang menjelaskan bahwa sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah dimulai pada tahun 1960 di beberapa sekolah, namun tidak masuk dalam kurikulum, hanya sekedar dipraktekkan oleh pendidik sebagai pendukung metode yang digunakan di kelas.36 Pembelajaran Berbasis Masalah ini baru diperkenalkan pertamakalinya di McMaster Medical School pada tahun 1969.

Menurut sumber lain pada tahun 1966 penyusunan perencanaan pembelajaran berbasis masalah mulai dipraktikkan di rumah sakit dan sekolah kedokteran di Ontario, Kanada yang berafiliasi dengan Universitas McMaster Medical School. Tahun 1969 perencanaan tersebut dilaksanakan oleh dosen di sana dengan melibatkan 19 mahasiswa kedokteran. Mahasiswa bekerja dalam tim kecil dan tidak menerima perkuliahan tradisional kuliah; sebaliknya mereka menggunakan 'masalah', yang mereka terima dalam Format kartu.37

Upaya awal McMaster tersebut membuahkan hasil nyata pada proses pembelajaran. Selain itu, pada mahasiswa juga terlihat memiliki peningkatan motivasi, pemecahan masalah dan keterampilan

belajar-36

Esti Zaduqisti. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Prediksi Dimensi Nilai Budaya. (Pekalongan: CV. Duta Media Uatama, 2015), 4.

37

Ibid. 5


(43)

sendiri. Di Eropa PBL pertama kali masuk dalam kurikulum pada tahun 1974 yaitu di Universitas Maastricht Medical School.38

Pada tahun 1975 Pembelajaran Berbasis Masalah digunakan di Australia University of Limburg,Maastricht. Setelah itu Problem Based Learning berkembang di Pendidikan Dokter di seluruh dunia (Wuragil, 2013). Hal ini dikarenakan perkembangan Pembelajaran Berbasis Masalah membawa bermacam dampak positif bagi kemajuan sistem pendidikan atau perkuliahan kedokteran dan prestasi akademik mahasiswa.39

4. Ciri dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah: Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah siswa aktif

38

Ibid.

39

Ibid. 6


(44)

berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan mengunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.40

Ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah, Arends (1997) mengidentifikasikan 5 karakteristik sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip–prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mngajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

40

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2006), 212-213.


(45)

b. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain

Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu–ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah terpilih benar–benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam masalah pelajaran di teluk chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.

c. Menyelidiki masalah autentik

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

d. Memamerkan hasil kerja

Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilakan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran


(46)

maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman–temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah. e. Kolaborasi

Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas–tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketermapilan berfikir. 41

5. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Menurut Agus Suprijono, kelima tahapan tersebut adalah sebagaimana dalam tabel berikut:42

41

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 69-70.

42

Agus Suprijono. Cooperatif Learning Theory & Aplikasi Paikem. (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2009), 74-76.


(47)

Tabel 2.1

Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Orientasi siswa kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas

pemecahan masalah yang dipilihnya

Tahap 2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubugnan dengan masalah tersebut

Tahap 3

Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siwa

merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.

Tahap 5

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan maslah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai keterbukaan. Keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer kebebasan intelektual. Penting pula dalam pengelolaan pembelajaran berbasis masalah memperhatikan hal-hal seperti situasi


(48)

multitugas yang akan berimplikasi pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku diluar kelas.

Langkah-langkah di atas juga ditekankan tahapan model pembelajaran berbasis masalah menurut Arends, yaitu:43

Tabel 2.2

Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan / Fase Perilaku Guru

Tahapan 1

Memberikan orientasi tentang permasalahanny kepada siswa.

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan

mengatasi masalah Tahapan 2

Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya.

Tahapan 3

Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan soslusi.

Tahapan 4

Mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan exhibit.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artedak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Tahapan 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membatu siswa melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

43

Arends. Learning to teach-Belajar untuk Mengajar (Pen. Soetjipto dkk). (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008), 57.


(49)

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang d2nginkan dapat dicapai.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah kegiatan penelitian yaitu bagaimana seorang guru dapat mengorganisir kondisi praktek pembelajaran dimana siswa dapat belajar dari pengalaman mereka sendiri.45 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, penelitian tindakan kelas merupakan suatu percermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.46

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalai penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

45

Rochiati Wiriatmaja. Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2006), 13.

46

Suharsimi Arikunto. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 3.


(51)

Dengan penelitian tindakan kelas akan diperoleh kemanfaatan berupa perbaikan praktis yang meliputi penanggulangan berbagai permasalahan belajar yang dialami siswa. Baik yang diajar oleh guru sebagai pelaku PTK maupun siswa lain pada umumnya.47

Sedangkan menurut TIM PGSM (1999), PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman dalam tindakan yang dilakukan serta memperbaiki kondisi utama praktik pembelajaran. PTK merupakan penelitian “grounded” yang mengkonsentrasikan pada komunitas atau kelas dengan melibatkan guru, kepala sekolah dan akademisi pada setiap tindakan penelitian guna memperbaiki praktik kurikulum dan kebijakan. Sedangkan menurut Suhadi, PTK adalah suatu penelitian ilmiah yang ditujukan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan keterampilan baru yang diaplikasikan langsung kedalam situasi kelas.48

B. Site Penelitian

Tempat penelitian dalam penelitian ini adalah berlokasi di MI Darul Ulum Prambon Sidoarjo tepatnya di Jl. Jenderal Soedirman Desa Simpang Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo, dengan garis latitude (lintang) -7,484,027 dan garis 47

Achmad Hufad. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), 1.

48

Ibid. 11


(52)

longitude (bujur) 112,590,352. Berjarak 0 (nol) meter jalan dari jalan raya yang menjadikan madrasah ini sangat strategis dan masih berada di wilayah pedesaan dan dekat dengan perkampungan warga desa Simpang.

MI Darul Ulum ini adalah lembaga pendidikan yang didirikan oleh perseorangan atau beberapa orang yang kemudian mendirikan badan hukum atau yayasan. Yayasan lembaga ini selain mendirikan Madrasah Ibtida’iyah (MI) juga mengelolah lembaga pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak (TK/RA) yang terletak di dalam lahan yang sama (satu atap). Lembaga pendidikan MI Darul Ulum Prambon ini menginduk pada lembaga pendidikan Ma’arif dan berada dibawah naungan Departemen Agama (MAPENDA).

MI Darul Ulum Prambon ini memiliki luas lahan 540 m2 dan luas bangunan yang digunakan adalah 475 m2. Adapun sisa luas lahan MI Darul Ulum Prambon ini digunakan sebagai lapangan bermain siswa. Dengan luas lahan dan luas bangunan yang tersedia, maka pengembangan dari madrasah ini hanya bisa dilakukan dengan membuat bangunan tingkat bangunan yang sudah ada (bangunan/ gedung bertingkat). Jarak madrasah dari pusat kabupaten/kota berkisar ± 20 km dengan memakan jarak tempuh sekitar 1 (satu) hingga 1 ଵ

ଶ (satu setengah) jam perjalanan.

Madrasah ini memiliki bangunan 6 (enam) ruang kelas dengan kondisi 4 (empat) ruang yang masih baik dan 2 (dua) ruang mengalami kerusakan ringan. Satu ruang untuk kantor sekolah yang berisi sekaligus ruang kepala sekolah, ruang


(53)

guru dan ruang tenaga tata usaha (TU). Selain enam bangunan ruang kelas dan satu bangunan kantor sekolah, terdapat satu bangunan mushalla yang berdiri di lahan sekolah dan bangunan 2 kamar mandi untuk guru dan siswa.

Tenaga pengajar madrasah ini berjumlah sembilan tenaga pendidik yang terdiri dari 5 (lima) tenaga pengajar laki-laki dan 4 (empat) tenaga pengajar perempuan, dan satu orang perempuan tenaga kependidikan. Delapan diantaranya adalah lulusan Strata-1 (S1), satu orang lulusan Strata-2 (S2), dan satu orang lulusan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kelas 2 MI Darul Ulum Prambon merupakan subyek dari pada penelitian dengan siswa yang berjumlah 25 anak yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Dari data yang diperoleh di lapangan, pendidikan dari orang tua siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon baik ayah maupun ibu peserta didik seluruhnya adalah Lulusan Atas (SLTA). Sedangkan pekerjaan daripada orang tua siswa adalah seluruhnya pegawai swasta sedangkan pekerjaan ibu siswa 99% adalah ibu rumah tangga dan 1% yang bekerja sebagai pegawai swasta.

Adapun kondisi ruang kelas 2 memiliki ukuran 9 x 7 m2 yang pada umumnya memiliki ukuran yang normal dan merupakan ukuran standar pendidikan. Di dalamnya hanya terdapat bangku dan kursi sesuai jumlah siswa, dengan papan tulis yang sudah memakai whiteboard dan masih belum terdapat almari kelas untuk menyimpan kebutuhan belajar mengajar siswa dan media pembelajaran lainnya.


(54)

Dra. Umi Umamah adalah guru kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon. Seorang guru non-PNS (swasta) lulusan S1-PAI yang sudah mengajar di madrasah ini sejak tahun 1998 dan baru lulus sertifikasi pendidikan pada tahun 2009 dengan kualifikasi guru Pendidikan Agama Islam.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan.49

Menurutnya Mukhlis, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.50

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/ meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.51

49

Abdul Mukhlis. Penelitian Tindakan Kelas. (Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban, 2000), 3.

50

Ibid. 5.

51

Ibid.


(55)

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart, yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi rencana (planning), tindakan (action), pengamatan

(observation), dan refleksi (reflection).52 Secara jelas langkah-langkah tersebut

dapat dilihat pada bagan berikut.

Gambar 3.1 Alur PTK

52

Titik Sugiarti. Penelitian Tindakan Kelas. (Makalah Pelatihan Peningkatan Kualifikasi Guru S1 PGSD Universitas Jember, 1997), 6.

Perencanaan

SIKLUS I

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS 2 Pelaksanaan

Refleksi

Pengamatan

?


(56)

Adapun prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini secara rinci diuraikan sebagai berikut:53

1. Siklus Pertama (Siklus 1)

a. Tahap Persiapan Tindakan, meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran matematika dengan KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang ditulis dalam model Pendekatan Kontekstual. 2) Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan.

3) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. 4) Menyiapkan lembar penelitian.

5) Membuat lembar observasi. b. Tahap Pelaksanakan Tindakan

Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP mata pelajaran matematika dengan KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang ditulis dalam model Pendekatan Kontekstual.

c. Tahap Observasi dan Interpretasi

Kegiatan observasi dilaksanakan untuk mengamati tingkah laku dan sikap siswa ketika mengikuti pelajaran metematika dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Observasi juga dilakukan terhadap guru yang menerapkan

53

Suharsimi Arikunto dan Sugianto. Peningkatan Profesi Ilmiah Guru melalui Penelitian Tindakan Kelas. (Surakarta: UNS Press, 2009), 16.


(57)

pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika. Tahap ini dilakukan pada proses pembelajaran atau pada tahap pelaksanaan tindakan. Observasi diarahkan ini pada poin-poin yang telah ditetapkan pada indikator sebagaimana berikut:

1) Indikator keberhasilan guru yang ingin dicapai adalah: a) Penampilan guru di depan kelas.

b) Cara menyampaikan materi pelajaran.

c) Cara-cara penggunaan alat-alat dan media pelajaran d) Cara pengelolaan kelas.

e) Cara merespon pertanyaan dan pendapat siswa. f) Memberi pujian dan perayaan keberhasilan siswa. g) Interaksi dengan siswa.

h) Memotivasi siswa.

i) Memberi bimbingan individu atau kelompok. j) Pengelolaan waktu.

2) Indikator keberhasilan siswa yang ingin dicapai adalah: a) Kemauan untuk menerima pelajaran dari guru. b) Perhatian siswa terhadap apa yang dijelaskan guru. c) Keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaanguru. d) Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat. e) Keberanian siswa mengerjakan soal di papan tulis. f) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok.


(58)

g) Keberanian siswa dalam mendemonstrasikan alat peraga. d. Tahap Analisis dan Refleksi

Guru dan kepala sekolah secara bersama-sama membahas hasil pembelajaran. Hasil akan menentukan perlu ada tidaknya melaksanakan siklus berikutnya. Apabila dalam siklus pertama peneliti belum berhasil maka peneliti melakukan siklus kedua.

2. Siklus Kedua (Siklus 2)

a. Tahap Persiapan Tindakan, meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran

matematika dengan KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang ditulis dalam model pendekatan kontekstual.

2) Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan. 3) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran. 4) Menyiapkan lembar penilaian.

5) Membuat lembar observasi. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP mata pelajaran matematika dengan KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang di tulis dalam model Pendekatan Kontekstual.


(59)

c. Tahap Observasi dan Interpretasi

Kegiatan observasi dilaksanakan untuk mengamati tingkah laku dan sikap siswa ketika mengikuti pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Observasi juga dilakukan terhadap guru yang menerapkan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika. Tahap ini dilakukan pada proses pembelajaran atau pada tahap pelaksanaan tindakan. Observasi ini diarahkan pada poin-poin yang telah ditetapkan dalam indikator sebagaimana berikut:

1) Indikator keberhasilan guru yang ingin dicapai adalah: a) Penampilan guru di depan kelas.

b) Cara menyampaikan materi pelajaran.

c) Cara-cara penggunaan alat-alat da media pelajaran d) Cara pengelolaan kelas.

e) Cara merespon pertanyaan dan pendapat siswa. f) Memberi pujian dan perayaan keberhasilan siswa. g) Interaksi dengan siswa.

h) Memotivasi siswa.

i) Memberi bimbingan individu atau kelompok. j) Pengelolaan waktu.

2) Indikator-indikator keberhasilan siswa yang ingin dicapai adalah: a) Kemauan untuk menerima pelajaran dari guru.


(60)

c) Keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaanguru. d) Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat. e) Keberanian siswa mengerjakan soal di papan tulis. f) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok.

g) Keberanian siswa dalam mendemonstrasikan alat peraga. d. Tahap Analisis dan Refleksi

Guru dan kepala sekolah secara bersama-sama membahas hasil pembelajaran. Hasil akan menentukan perlu ada tidaknya melaksanakan siklus berikutnya. Apabila dalam siklus kedua peneliti belum berhasil maka peneliti melaksanakan siklus ketiga dan seterusnya. Sampai pada hasil belajar matematika meningkat. Keempat tahapan dalam penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dapat divisualisasikan pada gambar 4 sebagai berikut:54

54

Ibid. 12.


(61)

Gambar 3.2

Siklus Penelitian Tindakan

Analisis dan Refleksi:

- Analisis pelaksanaan KBM dengan pendekatan Kontekstual

- Analisis hasil tes KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka. - Refleksi untuk

perbaikan KBM pada siklus berikutnya.

Observasi dan Evaluasi:

- Observasi pelaksanaan model pembelajaran secara konseptual. - Tes KD melakukan perkalian

bilangan yang hasilnya bilangan dua angka setelah tindakan dilaksanakan.

Perencanaan: Penyusunan RPP (KD: melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka) yang ditulis dengan model pendekatan Kontekstual secara konseptual dan menyusun instrumen.

Pelaksanaan: KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang ditulis dalam model pendekatan Kontekstual

SIKLUS I

Perencanaan: Penyusunan RPP (KD: Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka) yang ditulis dalam model pendekatan kontekstual dan menyusun instrument.

SIKLUS I Pelaksanaan: KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka yang ditulis dalam model pendekatan Kontekstual

Observasi dan Evaluasi:

- Observasi pelaksanaan model pembelajaran pendekatan kontekstual. - Tes KD melakukan perkalian

bilangan yang hasilnya bilangan dua angka setelah tindakan dilaksanakan.

Analisis dan Refleksi:

- Analisis pelaksanaan KBM dengan pendekatan Kontekstual

- Analisis hasil tes KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka. - Refleksi untuk

perbaikan KBM pada siklus berikutnya.

Tindakan Selanjutnya...


(62)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Tes

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Matematika pada yang telah dipelajari selama ini. Tes ini diberikan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa dalam materi perkalian. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 30 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada tiap soal.


(63)

E. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik pengumpulan data. Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut antara lain:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk membantu proses pembelajaran matematika (KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka) yang sedang berlangsung di kelas. Observasi ini bertujuan untuk mengamati kegiatan yang dilakukan guru dan siswa di dalam kelas sejak sebelum melaksanakan tindakan, saat pelaksanaan tindakan sampai akhir tindakan.

Peran peneliti dalam kegiatan ini adalah melaksanakan pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Sedangkan guru kelas berperan sebagai pengamat jalannya pembelajaran di kelas. Dalam hal ini pengamat mengambil posisi di tempat duduk belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selain mengamati proses pembelajaran di kelas juga mengamati kerja guru dalam mengelola kelas dan menerapkan pendekatan kontekstual. Observasi siswa difokuskan pada hasil belajar matematika (melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka) selama pembelajaran matematika berlangsung. Sedangkan observasi pada guru difokuskan pada kemampuan guru dalam menerapkan pendekatan kontekstual.


(64)

Hasil observasi didiskusikan bersama guru pengampu, kemudian dianalisis bersama untuk mengetahui berbagai kelemahan ataupun kelebihan dalam penerapan pendekatan kontekstual yang telah dilakukan. Kemudian diupayakan solusinya. Solusi yang telah disepakati bersama antara peneliti dan guru pengampu dapat dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi terhadap guru difokuskan pada perilaku guru pada saat pembelajaran, perilaku siswa sebelum tindakan dan ketika tindakan berlangsung berkaitan dengan peningkatan hasil belajar matematika (KD melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka).

Selain itu observasi dilakukan untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Observasi difokuskan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya.55 Langkah-langkah observasi meliputi : (1) Perencanaan (planning), (2) pelaksanaan observasi kelas (classroom), pembahasan balikan (feedback).

2. Dokumentasi

Dokumen merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen merupakan bahan tertulis ataupun film yang digunakan sebagai sumber data, dokumen sejak lama digunakan sebagai

55

Amir. Dasar-dasar Penulisan Karya Tulis Ilmiah. (Surakarta: UNS Press, 2007), 134.


(65)

sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.56

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari dokumen dan arsip. Berupa foto kegiatan siswa di kelas, lembar observasi guru dan siswa, dan tes hasil belajar.

3. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur kemampuan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.57

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan berupa tes tertulis hasil belajar matematika dan untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan siswa dalam pembelajaran materi perkalian. Tes ini dilakukan setiap akhir siklus untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa dalam melakukan operasi hitung perkalian.

F. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud analisis data adalah cara mengelola data yang sudah diperoleh dari dokumen. Agar hasil penelitian dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka dalam menganalisis data penelitian ini

56

Slamet,St. Y, Suwarto. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta : UNS Press, 2007), 53.

57

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. (Jakarta: Rineka Karya, 2006), 150.


(66)

menggunakan analisis model interaktif. Kegiatan pokok analisa model ini meliputi: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan-kesimpulan penarikan/ verifikasi.58

Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Reduksi data

Reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.59

2. Penyajian data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk menampilkan data-data tersebut agar lebih menarik maka diperlukan penyajian yang menarik pula.

58

Milles, M.B. dan Huberman, AM. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang metode-metode bar; Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. (Baverly Hills CA: Sage Publication, inc., 1992), 20.

59

Ibid.


(1)

99

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual pada siswa kelas 2 (dua) MI DARUL ULUM Prambon tahun ajaran 20014/2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran kontekstual materi operasi hitung perkalian pada siswa kelas 2 (dua) MI DARUL ULUM Prambon berlangsung dua siklus. Dari siklus I dan siklus II ini yang telah peneliti lakukan diperoleh hasil yang lebih tinggi pada siklus II. Dan dari kedua siklus ini diketahui bahwa yang lebih bagus berada pada siklus II karena dilihat dari aktivitas gurunya telah dapat membuat siswa lebih dapat memahami materi pembelajaran serta didukung dengan antusiasme guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan memotivasi siswanya lebih baik dari pada siklus I. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan skor akhir aktivitas guru yakni 3 (tiga) dengan klasifikasi skor akhir penilaian “Baik” pada siklus I, sedangkan pada siklus II sebesar 4 (empat) dengan klasifikasi skor akhir penillaian “Sangat Baik”. Adapun jika dilihat dari sisi aktivitas siswanya, pada siklus II siswa lebih aktif dalam menerima materi pelajaran dan lebih berani dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh gurunya dan siswa termotivasi untuk lebih berani mengajukan pertanyaan seputar materi pelajaran yang belum bisa dipahaminya


(2)

100

dibandingkan dengan aktivitas siswa pada siklus I, hal ini dibuktikan dengan perolehan skor akhir aktivitas siswa pada masing masing siklus yakni sebesar 74,29 dengan rata-rata 2,97 pada siklus I dan skor akhir sebesar 91,57 dengan rata-rata 3,66 pada siklus II.

2. Peningkatan hasil belajar materi operasi hitung perkalian melalui pembelajaran kontekstual berbasis masalah pada siswa kelas 2 (dua) MI Darul Ulum Prambon termasuk kategori tinggi. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai akhir nilai tes pada siklus II lebih tinggi daripada nilai tes pada siklus I yaitu dengan perolehan nilai siswa terendah 60 pada siklus I dan 70 pada siklus II, nilai rata-rata siswa sebesar 73,88 pada siklus I dan 84,20 pada siklus II, dan ketuntasan belajar siswa sebesar 80% pada siklus I dan 100% pada siklus II.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan Pendekatan Kontekstual pada kelas 2 (dua) MI DARUL ULUM Prambon tahun ajaran 2014/2015, maka saran-saran yang diberikan sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan kompetensi peserta didik MI DARUL ULUM Prambon pada khususnya sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah

Penelitian dengan model class-room action research (Penelitian Tindakan Kelas/PTK) membantu dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.


(3)

101

2. Bagi Guru

a. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika (materi perkalian) diharapkan menggunakan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. b. Untuk meningkatkan keaktifan, perhatian dan keberanian siswa dalam

pembelajaran diharapkan menerapkan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.

c. Untuk memperoleh jawaban yang tepat, sesuai dengan tujuan penelitian disarankan untuk menggali pendapat atau tanggapan siswa dengan kalimat yang lebih mengarah dan sederhana pada proses pembelajaran dengan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.

d. Adanya tindak lanjut terhadap penggunaan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada materi perkalian.

3. Bagi Siswa

a. Peserta didik hendaknya dapat berperan aktif dengan menyampaikan ide atau pemikiran pada proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal.

b. Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan sehari-hari.


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas).

Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3. (Jakarta; Balai Pustaka).

Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Tulis Ilmiah. (Surakarta: UNS Press). Arends. 2008. Learning to teach-Belajar untuk Mengajar (Pen. Soetjipto dkk).

(Yogyakarta; Pustaka Pelajar).Poerwodarminto. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Jakarta: Balai Pustaka).

---, RI. 1997. Classroom Instruction and Management. (New York: McGraw Hill Companies, Inc.).

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. (Jakarta: Rineka Karya). ---, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara). ---, Suharsimi dan Sugianto. 2009. Peningkatan Profesi Ilmiah Guru

melalui Penelitian Tindakan Kelas. (Surakarta: UNS Press).

Echols, John M. dan Hasan Shadily. 2005. Kamus Inggris Indonesia : An English – Indonesian Dictionary. (Jakarta: PT Gramedia).

Gie, The Liang. 1999. Filsafat Matematika. (Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna).

Hornby, A S. 1983. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. (Oxford University Press).

Howey, K.R., et al. 2001. Contextual Teaching and Learning Preparing Teacher to Enhance Student Succes in The Work Place and Beyond. (Washington: Eric Clearinghouse on Teaching and Teacher Education).

Hufad, Achmad. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia).

Ibrahim, M dan Nur, M. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah I. (Surabaya; University Press).

Karim, Muchtar A, dkk. 1996. Pendidikan Matematika I. (Malang; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Milles, M.B. dan Huberman, AM. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang metode-metode bar; Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. (Baverly Hills CA: Sage Publication, inc.).

Mukhlis, Abdul. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. (Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban).

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarta: PT. Bumi Aksara).

Nurhadi, Senduk, A.G. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL) dan Penerapanya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang UMPRESS).

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Tanggal 23 Mei 2006 Piaget, Jean & Barbel Inhelder. 2010. Psikologi Anak, Terj. Miftahul Jannah.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet.1).

Poerwodarminto. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Jakarta: Balai Pustaka).

Resnick, Robert, Halliday dan David. 1987. Fisika. (Jakarta; Erlangga).

Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Rineka Cipta).

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta; Kencana Prenada Media Group).

---, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana).

Slamet,St. Y, Suwarto. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta : UNS Press).

Steve, Slavin. 2005. Matematika Praktis untuk Sekolah Dasar Kelas I dan Kelas II. (Bandung; Rekarya Jaya).

Sugiarti, Titik. 1997. Penelitian Tindakan Kelas. (Makalah Pelatihan Peningkatan Kualifikasi Guru S1 PGSD Universitas Jember).

Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13).Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning Theory & Aplikasi Paikem. (Yogyakarta; Pustaka Pelajar).


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Surabaya: Pustaka Pelajar).

Suryabrata, Sumadi. 1997. Proses belajar mengajar disekolah. (Jakarta: Rineka Cipta,).

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka).

Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Di Kelas. (Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher).

Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosda Karya).

Wiriatmaja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. (Bandung; Remaja Rosda Karya). Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. (Jakarta;

Gaung PersadaPress).

Zaduqisti, Esti. 2015. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Prediksi Dimensi Nilai Budaya. (Pekalongan: CV. Duta Media Uatama).


Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar IPS (pada studi perkembangan teknologi transportasi) melalui penerapan pendekatan belajar pembelajaran kontekstual siswa kelas IV MI Miftahusshibyan Curug Tangerang

1 19 97

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Matematika Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Melalui Pembelajaran Kontekstual Di Kelas Iv SD Muhammadiyah 22 Sruni Surakarta Tah

0 2 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Matematika Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Melalui Pembelajaran Kontekstual Di Kelas Iv SD Muhammadiyah 22 Sruni Surakarta Tah

0 1 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SISWA KELAS IV SDN 03 SUMBEREJO KARANGANYAR TAHUN 2009/ 2010.

0 0 7

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI ”OPERASI HITUNG PECAHAN” MELALUI METODE EVALUASI PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI ”OPERASI HITUNG PECAHAN” MELALUI METODE EVALUASI KECAKAPAN DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA SISWA KELAS IV SD

0 0 15

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE DISCOVERY.

0 0 33

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III SD Negeri Karangmloko 1 pada materi operasi hitung perkalian dan pembagian melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

1 9 359

PENINGKATAN KEMAMPUAN MELAKUKAN OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA KELAS II MINU WEDORO WARU SIDOARJO MELALUI MEDIA CONGKLAK.

3 9 111

PENINGKATAN PEMAHAMAN MATA PELAJARAN PKN MATERI BANGGA BERBANGSA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI PADA SISWA KELAS III MI DARUL ULUM GEDONGAN SIDOARJO.

0 2 94

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN DENGAN METODE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS V MI HASYIM ASY’ARI SIDOARJO.

0 0 137