Studi Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres pada Istri Prajurit Batalyon "X" yang Sedang ditinggal Bertugas Pertama Kali.

(1)

v

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penanggulangan stres pada istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 istri prajurit.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Ways of Coping dari Lazarus dan Folkman (1986) yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Construct Validity dan uji realibilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach, 49 dari 63 buah item diterima dengan validitas keseluruhan item berkisar antara 0,300 – 0,635 dan reliabilitas aspek strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah sebesar 0,855, serta reliabilitas aspek strategi penanggulangan stres berfokus pada emosi sebesar 0,825. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik analisis frekuensi dan presentase dengan program SPSS 20. Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka diperoleh hasil strategi penanggulangan stres yang paling banyak digunakan istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali adalah strategi penanggulangan stres yang berfokus pada masalah dengan dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki.

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti seberapa kuat hubungan sumber daya terhadap penggunaan strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah. Selain itu, peneliti menyarankan sebelum suaminya berangkat untuk bertugas, pengurus Persit dan Staf Psikologi AD bekerja sama untuk memberikan education pada seluruh istri prajurit mengenai perubahan dan gambaran permasalahan yang biasanya akan terjadi, agar para istri dapat mempersiapkan mental dan mempersiapkan dengan cermat langkah-langkah yang harus dilakukan nantinya.


(2)

vi ABSTRACT

This research would like to reveal the coping strategies from soldier's wife in the battalion "X" being left in charge for the first time. The selection of the sample using purposive sampling method and the sample in this study amounted to 84 wives of soldiers.

The measuring instruments are used the Ways of Coping questionnaire of Lazarus and Folkman (1986) which has been modified by the researcher. Based on the validity of the test results by using the Construct Validity and reliability test using Cronbach Alpha, 49 of the 63 items, the overall validity of the items received items ranged from .300 to .635 and reliability aspects of problem focused coping 0.855, and reliability aspects of emotion focused coping 0.825. The data were analyzed using frequency and percentage analysis techniques using SPSS 20. Based on the statistical data processing, the final results from stress coping strategies most widely used by battalion soldier's wife "X" that being left in charge for the first time is problem focused coping with the resources affected by the form of social skills, social support, problem-solving skills, health and energy, positive beliefs and material resources are adequate and had by the soldier's wife. Based on this study, the researchers gave suggestions for further research to examine how strong the relationship of resources to use problem focused coping strategy. In addition, researchers suggest before her husband left for duty, Persit and staff of Military Psychology cooperation to provide education to all of the soldier's wife on the amendments an the problem that would normally happen, in order that the wives can prepare mentally and prepare carefully steps what to do in the future.


(3)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Pernyataan Orisinalitas Laporan penelitian...iii

Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian...iv

Abstrak...v

Abstract...vi

Kata Pengantar...vii

Daftar Isi...x

Daftar Tabel...xiv

Daftar Bagan...xv

Daftar Lampiran...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Identifikasi Masalah...12

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian...12

1.3.1.Maksud Penelitian...12

1.3.2.Tujuan Penelitian...12

1.4. Kegunaan Penelitian...12

1.4.1. Kegunaan Teoretis...12

1.4.2. Kegunaan Praktis...13


(4)

xi

1.6 Asumsi...22

BAB II TINJAUAN TEORI...23

2.1. Stres...23

2.1.1. Teori Stres...24

2.1.2. Teori Stres dari Lazarus…...…...24

2.1.3. Sumber Stres...………...28

2.1.4. Penilaian Kognitif...………...30

2.1.5. Strategi Penanggulangan Stres (Coping Strategy)...34

2.1.6. Fungsi dan Bentuk Strategi Penanggulangan Stres...37

2.1.7. Strategi Penanggulangan yang Berpusat pada Masalah (problem focused coping)...39

2.1.8. Strategi Penanggulangan yang Berpusat pada Emosi (emotional focused coping)...42

2.1.9. Hambatan dalam Menggunakan Strategi Penanggulangan Stres...44

2.1.10. Hubungan Penilaian Kognitif, Stres, dan Strategi Penanggulangan Stres...45

2.1.11. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Penanggulangan Stres...45

2.1.12. Hubungan Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat pada Masalah dan yang Berpusat pada Emosi...47


(5)

xii

Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...49

3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian...49

3.2. Bagan Rancangan dan Prosedur Penelitian...49

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...50

3.3.1.Variabel Penelitian………...……….……….…...50

3.3.2.Definisi Operasional………...……....……...…...…...50

3.4. Alat Ukur...52

3.4.1. Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres...52

3.4.2.Item alat ukur...53

3.4.3. Sistem Penilaian...54

3.4.4. Data Pribadi dan Data Penunjang...55

3.4.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...56

3.4.5.1. Validitas Alat Ukur...56

3.4.5.2. Reliabilitas Alat Ukur...58

3.5. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel...59

3.5.1. Populasi Sasaran...59

3.5.2. Karakteristik Populasi...59

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel...59

3.6. Teknik Analisis...60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...……...…...61


(6)

xiii

4.1.1 Gambaran Subjek berdasarkan Usia……….……...61

4.1.2 Gambaran Subjek berdasarkan Lama Menikah...62

4.1.3 Gambaran Subjek berdasarkan Jumlah Anak...63

4.1.4 Gambaran Subjek berdasarkan Pekerjaan...63

4.2 Hasil Penelitian………...64

4.2.1 Strategi Penanggulangan Stres………...…….64

4.2.2 Persentase Responden berdasarkan Dimensi Strategi penanggulangan Stres Fokus Masalah...65

4.2.3Persentase Responden berdasarkan Dimensi Strategi penanggulangan Stres Fokus Emosi ……...66

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian………...67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……...………...73

5.1 Simpulan….………....………...73

5.2 Saran………...………..………....74

5.2.1 Saran Teoritis………...74

5.2.2 Saran Praktis………...75

DAFTAR PUSTAKA…...………...………...……76

DAFTAR RUJUKAN…...………..…....77 LAMPIRAN


(7)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Item Alat Ukur...53

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...61

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menikah...62

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Anak...63

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan...63

Tabel 4.5 Strategi Penanggulangan Stres...64

Tabel 4.6 Jumlah Responden Berdasarkan Dimensi Strategi Penanggulangan Stres Fokus Masalah...65

Tabel 4.7 Jumlah Responden Berdasarkan Dimensi Strategi Penanggulangan Stres Fokus Emosi...66


(8)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran...21 Bagan 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...49


(9)

xvi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Istri Prajurit TNI-AD

Lampiran 2 : Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Lampiran 3 : Kuesioner Data Penunjang

Lampiran 4 : Kisi-Kisi Alat Ukur Lampiran 5 : Gambaran Sampel Lampiran 6 : Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 7 : Olah Data Strategi Penanggulangan Stres Lampiran 8 : Data Kategori Strategi Penanggulangan Stres Lampiran 9 : Crosstabulation Data Penunjang


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah sebuah negara berdaulat yang telah diakui secara internal maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan wilayah atau teritorinya baik di darat, laut maupun udara, beserta dengan penduduk dan pemerintahan di dalamnya. Secara eksternal, kedaulatan NKRI ditunjukkan dengan adanya pengakuan dari negara-negara lain. Dengan adanya pengakuan secara internal maupun eksternal, keutuhan wilayah termasuk wilayah perbatasan negara mempunyai peranan dan nilai strategis untuk mendukung tegaknya kedaulatan suatu negara. Untuk menjamin kedaulatan negara, Pemerintah telah menetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, pasal 7 ayat (2) poin b. ke-4 bahwa TNI bertugas pokok mengamankan wilayah perbatasan.

Dalam perkembangan global saat ini masalah keamanan wilayah perbatasan darat NKRI dengan negara tetangga menjadi salah satu masalah penting dalam berbangsa dan bernegara. Pengalaman lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia tentunya menjadi pelajaran bagi negara, sehingga dengan pengalaman tersebut Pemerintah Republik Indonesia dan seluruh komponen bangsa terutama TNI


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha

bertekad untuk menjaga dan mengamankan wilayah perbatasan Indonesia. Untuk menjaga dan mengamankan wilayah perbatasan tersebut, TNI khususnya TNI-AD menyiapkan dan menugaskan Satuan Tugas (Satgas) pengamanan perbatasan secara bergantian ke wilayah perbatasan seperti Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Sulawesi, Atambua, dan Papua. Satgas pengamanan perbatasan yang ditugaskan merupakan Prajurit TNI-AD yang berasal dari satuan-satuan setingkat Batalyon atau Brigade atau Resimen dari seluruh Indonesia yang diberangkatkan secara bergantian.

Menurut Puspen TNI, penugasan Prajurit TNI-AD dalam mengamankan wilayah perbatasan merupakan suatu pengabdian yang menuntut pengorbanan dan risiko yang begitu berat baik bagi prajurit tersebut maupun bagi istri dan keluarganya. Salah satu risiko dari prajurit tersebut adalah berpisah dengan keluarga baik itu orangtua, istri maupun anak-anaknya dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak dapat dipungkiri akibat dari penugasan prajurit yang harus meninggalkan keluarga dalam kurun waktu yang cukup lama akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pasangan maupun anggota keluarganya.

Selama ditinggal bertugas, terdapat dua beban tambahan yang harus ditanggung oleh istri prajurit. Pertama adalah beban psikis, istri harus mampu menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran suami yang menyebabkan perasaan kesepian, perpisahan, dan kecemasan akan risiko tugas yang cukup tinggi termasuk di dalamnya risiko kecelakaan maupun kematian pasangan. Kedua adalah peran ganda, yaitu peran dan fungsi suami serta ayah yang harus dijalankan dalam keluarga, termasuk peran-peran mengatur urusan rumah tangga dan mengasuh anak disamping


(12)

Universitas Kristen Maranatha

tetap menjalankan kegiatan-kegiatan sebagai anggota organisasi Persatuan Istri Prajurit (Persit) dan pegawai (bagi yang bekerja). Berkaitan dengan adanya perubahan peran pada pasangan yang belum menyiapkan diri untuk memperoleh dukungan dari lingkungan sekitar, perasaan kehilangan dan terasingkan akan muncul ketika menyadari bahwa istri prajurit harus mengurus segala urusan rumah tangga seorang diri sehingga memunculkan perasaan tidak berdaya, yang berdampak pada gangguan tidur (Dispenad TNI-AD).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pada saat prajurit tidak berada di rumah seluruh aktivitas rumah tangga beralih pada pasangan, istri harus sanggup bekerja sendiri mengurus anak-anaknya dan mengurus berbagai macam pekerjaan rumah tangga sampai pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pria. Terdapat beberapa prajurit yang tetap tinggal di batalyon untuk mejaga keamanan batalyon dan membantu para istri prajurit yang sedang ditinggal, prajurit yang tetap tinggal di batalyon ini disebut sebagai Korum (komando rumah). Akan tetapi para istri prajurit merasa sungkan untuk meminta bantuan Korum terus menerus mengingat para Korum ini sudah memiliki istri, pada akhirnya apabila terjadi kerusakan pada alat-alat rumah tangga beberapa istri prajurit mencoba untuk memperbaikinya sendiri.

Sementara itu, selama suami bertugas para istri harus tetap berada di batalyon dan hidup di lingkungan asrama atau batalyon yang terkadang menimbulkan perasaan jenuh dan tidak bebas. Hal ini diakibatkan adanya perubahan aturan di batalyon selama suami bertugas, Kakorum (Kepala komando rumah) sebagai penanggung


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha

jawab akan keselamatan para istri prajurit yang berada di batalyon akan mengubah perturan mengenai keluar-masuk batalyon. Biasanya batalyon memiliki beberapa gerbang sebagai akses keluar-masuk dan untuk keluar batalyon para istri prajurit tidak terikat oleh batas waktu untuk keluar-masuk batalyon. Akan tetapi, selama ditinggal bertugas hanya ada satu gerbang yang dibuka sebagai akses keluar dan masuk batalyon, selain itu istri prajurit yang akan meninggalkan batalyon diharuskan untuk melapor di bagian piket dan menyerahkan kartu yang telah dibagikan sebagai kartu identitas istri prajurit.

Waktu yang ditentukan untuk keluar batalyon juga terbatas, para istri diijinkan untuk keluar batalyon pukul 06.00 dan sudah harus kembali maksimal pukul 18.00 (batas waktu setiap batalyon akan berbeda kebijakannya). Istri prajurit yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi sesuai kebijakan Kakorum dan Ibu Komandan Batalyon sebagai penanggung jawab. Adanya aturan lingkungan tersebut membuat istri prajurit merasa tidak bebas untuk melakukan aktivitas yang diinginkannya di luar asrama bila merasa jenuh dengan kegiatan Persit dan kegiatan mengurus rumah serta anak-anaknya.

Selain adanya perubahan aturan di batalyon terdapat juga perubahan kegiatan organisasi Persit yang dilaksanakan. Biasanya kegiatan organisasi yang wajib diikuti seluruh istri prajurit hanya satu sampai dua kali seminggu atau di saat adanya kunjungan-kunjungan yang dilaksanakan oleh Persit Pusat yang tidak bisa ditentukan waktunya. Akan tetapi selama suami bertugas, kegiatan yang wajib diikuti oleh


(14)

Universitas Kristen Maranatha

seluruh istri prajurit dilaksanakan setiap hari terkecuali hari minggu dan kunjungan yang dilakukan oleh Persit Pusat juga menjadi lebih sering.

Kegiatan dan waktu pelaksanaannya adalah hasil kebijakan yang ditetapkan oleh pengurus Persit batalyon, kegiatan yang dilaksanakan biasanya berupa olahraga, keagamaan, dan keterampilan. Hal ini pada dasarnya bertujuan untuk membuat para istri prajurit tidak merasa jenuh selalu berada di dalam rumah serta para istri prajurit bisa berkumpul dan berbagi cerita dengan istri prajurit lainnya. Namun terkadang beberapa istri prajurit merasa keberatan untuk mengikuti seluruh kegiatan yang diwajibkan hal, khususnya istri prajurit yang memiliki batita atau balita. Hal ini kemudian memunculkan konflik pada para istri prajurit tersebut dan pada akhirnya lebih mengutamakan kegiatan organisasi daripada anaknya. Sebagian besar istri prajurit tidak menggunakan jasa pekerja rumah tangga sehingga setiap mengikuti kegiatan, istri prajurit yang memiliki anak akan membawa serta anak-anaknya dan pada saat melaksanakan kegiatan para istri menjadi kewalahan dalam membagi perhatiannya. Merupakan pemandangan yang biasa apabila setiap kegiatan organisasi yang diikuti seluruh istri prajurit layaknya taman kanak-kanak dan para istri prajurit mengikuti kegiatan sambil menyuapi anak-anak mereka.

Bagi para istri prajurit yang bekerja, pengurus Persit batalyon mengijinkan untuk tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan selama suami bertugas, hal ini terkadang menjadi pemicu rasa iri pada istri prajurit yang tidak bekerja dan tidak mengherankan juga selama suami bertugas hubungan antar tetangga yang dahulunya baik-baik saja kini menjadi renggang. Selama ditinggal bertugas para istri prajurit


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

mulai mencari dan membentuk kelompok-kelompok yang memberikan kenyamanan ketika diajak berbincang dan memiliki ketertarikan yang sama, sehingga tidak dapat dimungkiri ketika para istri prajurit tersebut berkumpul mereka mulai membicarakan baik hal positif maupun hal-hal yang bersifat negatif mengenai tetangga mereka atau orang-orang yang mereka ketahui.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu psikolog TNI-AD, diungkapkan bahwa hal ini terjadi karena di saat suami masih bersama-sama, para istri prajurit akan lebih fokus terhadap suami dan anak-anaknya. Ketika suami bertugas para istri yang mulai merasa jenuh dan bosan akan mencari sedikit hiburan dengan memperhatikan aktivitas istri prajurit di lingkungan sekitarnya. Apabila terlihat tingkah laku yang tidak biasa dari istri prajurit lainnya, hal tersebut berkembang menjadi isu dan dugaan-dugaan negatif pun muncul. Dalam keadaan tersebut apabila para istri tidak dapat menyesuaikan diri, akan menjadi sumber stres yang disebut juga sebagai stressor oleh Lazarus & Folkman (1991).

Berdasarkan hasil penelitian DISPSIAD (Dinas Psikologi Angkatan Darat) pada tahun 2012, diperoleh hasil bahwa ditinggal suami bertugas merupakan salah satu sumber stres bagi istri prajurit karena minimnya kesiapan para istri saat harus berperan sebagai orangtua tunggal dalam keluarga serta rendahnya penerimaan istri prajurit ketika suami berangkat tugas operasi. Tujuan daerah penugasan dan satuan di mana suami bertugas turut memengaruhi tingginya stres yang dirasakan para istri. Selain itu terdapat beberapa stressor yang dialami para istri prajurit di dalam Batalyon saat ditinggal suami bertugas, antara lain : permasalahan menjadi orangtua


(16)

Universitas Kristen Maranatha

tunggal ketika suami bertugas, istri merasa tidak berdaya menangani seluruh permasalahan rumah tangga seorang diri. Lamanya suami tidak di rumah membuat istri seringkali merasa kesepian dan sebagai penggantinya para istri mencurahkan permasalahannya kepada orang lain. Permasalahan akan menjadi semakin rumit apabila orang lain tersebut adalah teman lelakinya dan berpeluang untuk memiliki relasi yang lebih dengan pria tersebut. Kekhawatiran istri yang sangat tinggi terhadap suami memiliki relasi dengan wanita lain di tempat penugasan, kecurigaan demi kecurigaan yang terakumulasi dapat menimbulkan perasaan tidak aman bagi istri. Para istri akan merasa jenuh menghadapi rutinitas menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan dengan rumah tangga dan akan menjadi semakin parah jika istri tergolong orang yang tertutup, hobi atau kegemarannya terbatas, serta kurang memiliki kreativitas untuk mengisi hari-harinya. Selain itu juga terdapat permasalahan ekonomi keluarga saat suami sedang bertugas, antara lain pengeluaran yang tidak terkontrol atau pola hidup konsumtif.

Permasalahan lain ialah kurangnya kemampuan beradaptasi pada pasangan muda yang belum sepenuhnya paham tentang bagaimana hidup di lingkungan batalyon, keterbatasan pengetahuan istri mengenai mengasuh dan mengatasi kesulitan belajar dan kenakalan anak, sulitnya membagi waktu antara mengurus rumah dan kegiatan Persit, serta kesulitan istri untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya saat suami sedang bertugas, akibatnya sering berdampak pada kondisi fisik (pusing-pusing dan migrain) dan psikologis (mudah marah, uring-uringan, sensitif dan sulit


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha

berkonsentrasi). Komunikasi yang jarang serta bagaimana cara suami membantu istri dari jarak jauh akan berdampak pada kesulitan istri prajurit selama ditinggal bertugas.

Berdasarkan data dari Dispsiad, situasi yang membuat para istri menjadi semakin cemas ketika ditinggal suami bertugas adalah saat istri prajurit melihat dan mendengar berita yang berasal dari daerah tempat penugasan suaminya, yaitu mengenai terjadinya konflik antara prajurit TNI dan warga separatis yang menimbulkan korban, atau pemberitaan mengenai penyerangan warga separatis terhadap pos penjagaan TNI yang mengakibatkan beberapa TNI tewas. Kecemasan istri prajurit akan semakin tinggi mengingat keterbatasan komunikasi di daerah penugasan suaminya sehingga para istri tidak bisa dengan segera memastikan keadaan suaminya. Selain mengenai berita, hal lain yang menjadi stressor yaitu kesalahpamaham dengan tetangga atau keluarga besar dan pada saat itu tidak ada suami yang biasanya membantu memberikan pendapat dan jalan keluar. Rusaknya peralatan rumah tangga dan kendaraan pribadi yang tidak bisa diperbaiki oleh para istri tersebut, serta sulitnya perijinan untuk keluar dari batalyon apabila ada kerabat yang sakit atau meninggal.

Keadaan stressfull yang dialami para istri yang memiliki anak terjadi karena merasa kesulitan dan kelelahan untuk membagi perhatiannya antara melaksanakan kegiatan organisasi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anaknya, terlebih di saat anak mereka mengalami demam di malam hari dan pada saat itu tidak ada keluarga yang menemani atau membantu mereka. Para istri yang belum memiliki anak akan mengalami keadaan stressfull ketika merasa kesepian apabila berada di


(18)

Universitas Kristen Maranatha

rumah, terlebih di malam hari yang akhirnya memicu pikiran-pikiran negatif mengenai suaminya. Dampak dari keadaan stressfull tersebut membuat para istri ini mudah merasa cemas, cepat tersinggung terhadap perkataan orang lain atau tetangga, fisik yang cepat lelah, sulit berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaannya baik di rumah maupun organisasi, cepat putus asa apabila menghadapi masalah, lebih mudah sedih dan menangis, tidak bersemangat dan menjadi malas untuk beraktivitas, serta lebih mudah marah apabila menghadapi anaknya yang nakal atau rewel.

Istri prajurit kemudian akan mencari cara untuk mengatasi dan mengurangi stres yang dialami. Dalam menentukan strategi yang akan digunakan nantinya tidak terlepas dari beberapa sumber daya yang dimiliki istri prajurit. Istri prajurit yang sehat, bersemangat, dan bertenaga akan lebih mudah untuk melakukan strategi penanggulangan stres dibandingkan istri prajurit yang sering sakit, mudah lelah, dan tidak bertenaga. Istri prajurit yang memiliki keterampilan sosial seperti berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari orang lain, baik berupa informasi, nasihat, atau semangat, akan membantu para istri prajurit dalam memecahkan masalah yang terjadi selama suami pergi bertugas dibandingkan para istri prajurit yang kurang memiliki keterampilan sosial, kurangnya dukungan yang diterima sehingga membuat keterampilan memecahkan masalah juga terbatas. Selain itu keyakinan positif memiliki peran penting dalam strategi penanggulangan yang akan dilakukan. Semakin istri prajurit merasa yakin bahwa semuanya akan berjalan tanpa ada masalah yang berakibat serius, mereka semakin mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

satu per satu, dibandingkan dengan istri yang kurang mampu untuk memiliki pandangan positif dan sumber-sumber material yang berupa uang, jasa, dan layanan yang dapat dibeli akan membantu para istri prajurit dalam menentukan strategi atau cara yang akan digunakan untuk mengatasi atau mengurangi stres yang dialami.

Berdasarkan hasil wawancara Peneliti terhadap sepuluh istri prajurit Batalyon “X”, sebanyak 70% istri prajurit menggunakan strategi penanggulangan yang berfokus pada emosi (emotional focused coping). Untuk meminimalisasi rasa cemas dan khawatir akan suaminya para istri prajurit memilih untuk menyibukkan diri dengan cara membersihkan seluruh rumah, mengurus anak-anaknya, membersihkan halaman rumah dan mengurus hewan peliharaan, serta mengikuti seluruh kegiatan yang dilaksanakan Persit. Para istri prajurit juga menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama tetangga lainnya untuk berbincang dan menceritakan humor. Selain itu bagi istri yang bekerja, di saat merasa sedih dan merindukan suaminya, istri prajurit tersebut memilih untuk berjalan-jalan sampai menjelang waktu yang diharuskan untuk masuk batalyon. Para istri juga mengatakan ketika mengalami masalah dengan tetangga, istri tersebut tidak mau memikirkan masalah yang terjadi dan mencoba untuk menghindari orang-orang yang bermasalah dengannya dan menceritakan masalah tersebut kepada suaminya. Ada juga istri yang memilih diam saja dan berusaha untuk tidak berlama-lama berkumpul dengan tetangga setelah kegiatan organisasi selesai dan istri prajurit tersebut pun tidak mau menceritakan masalah yang dihadapinya kepada suami. Istri prajurit yang memiliki anak juga


(20)

Universitas Kristen Maranatha

mengatakan bahwa selama suami bertugas dirinya kesulitan untuk mengontrol dirinya apabila anaknya melakukan kenakalan dan rewel.

Sebanyak 30% istri prajurit melakukan strategi penanggulangan stres yang berfokus pada masalah (problem focused coping). Istri prajurit mempersiapkan diri sebelumnya, suami memberikan gambaran kepada istri mengenai situasi setelah keberangkatan suami, bagaimana istri harus bisa menjaga kepercayaan suami begitu pula sebaliknya, dan bagaimana bersikap terhadap istri prajurit lainnya dan berdiskusi dengan suami mengenai hal apa saja yang harus dilakukan ketika menghadapi situasi darurat. Selain itu, ketika menghadapi masalah keluarga seperti ketika anaknya jatuh sakit, istri prajurit akan meminta nasihat atau pendapat dari teman atau senior sehingga mereka mengetahui apa yang harus dilakukan ketika anak sakit di malam hari. Begitu pula dengan istri prajurit yang mengalami kesalahpahaman dengan tetangganya akan berusaha untuk mencari jalan keluar dan memikirkan dengan cermat langkah-langkah yang harus dilakukan agar kesalahpahaman tidak melebar dan mengakibatkan masalah baru.

Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui mengenai gambaran strategi penanggulangan stres pada istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali. Sehingga para istri prajurit mampu menguasai situasi stres atau tuntutan dini dan perubahan yang terjadi ketika ditinggal bertugas suaminya.


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran strategi penanggulangan stres pada istri prajurit Batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai strategi penanggulangan stres pada istri prajurit Batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai strategi penanggulangan stres pada istri prajurit Batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali, berdasarkan aspek problem focused coping dan emotional focused coping.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Untuk memberi masukan bagi disiplin ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Klinis yang berkaitan dengan strategi penanggulangan stres.


(22)

Universitas Kristen Maranatha

- Untuk membantu peneliti-peneliti lain yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai strategi penanggulangan stres.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada Organisasi Persit (Persatuan Istri Tentara) mengenai strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas pertama kali, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan sehubungan dengan kesejahteraan keluarga prajurit yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja para istri prajurit dalam organisasi dan rumah tangga.

- Membantu staf psikologi TNI-AD dalam memahami strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas pertama kali, untuk digunakan sebagai pedoman dalam merancang program konseling.

- Memberikan informasi kepada istri Komandan Batalyon “X” mengenai strategi penanggulangan stres pada istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas pertama kali dengan tujuan agar istri Komandan dapat menjaga dan memperhatikan strategi yang digunakan para istri prajurit mampu menyesuaikan diri ketika ditinggalkan suami bertugas.


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka Pemikiran

Seorang prajurit yang telah menetapkan kariernya di dunia kemiliteran membawa konsekuensi terhadap kehidupan berkeluarga, karena tuntutan loyalitas prajurit yang demikian besar membuat prajurit sering menghabiskan seluruh waktunya untuk pekerjaan dan bahkan keluarga dianggap sebagai “keluarga kedua” setelah pekerjaan. Biasanya, pada keluarga-keluarga yang lebih mengutamakan misi pekerjaan, seringkali hubungan antara prajurit dengan teman sesama militer lebih diutamakan daripada antara dirinya dan pasangan, anak-anak atau orangtua (Ridenour dalam Castro Carl, 2006).

Ridenour (dalam Castro Carl, 2006) mencatat segi keunikan pada kehidupan keluarga militer, antara lain secara reguler sering berpindah-pindah rumah, seringnya berpisah dan berkumpul lagi yang diakibatkan oleh penugasan para prajurit yang pada akhirnya keluarga dituntut untuk terus menerus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Jenis penugasan yang paling banyak dilakukan saat ini adalah penugasan yang bersifat pengamanan daerah perbatasan dan menjadi prajurit bantuan di daerah yang mengalami konflik atau negara lain yang sedang berperang. Oleh karena itu, kesiapan keluarga untuk mampu beradaptasi dan menangani masalah yang dihadapi akan dibutuhkan terlebih bagi keluarga yang sedang ditinggal untuk bertugas khususnya bagi istri prajurit.

Dalam menjalankan tugas dan perannya selama ditinggal bertugas, para istri prajurit seringkali menghadapi tuntutan untuk bisa menjadi ibu maupun ayah bagi anak-anaknya dan tetap menjaga prestasi anak-anaknya agar tidak menurun, konflik


(24)

Universitas Kristen Maranatha

yang terjadi ketika berhadapan dengan situasi-situasi yang mendesak seperti mengikuti kegiatan dengan menyelesaikan masalah yang terjadi di rumah serta merasa terancam akan keselamatan dan keadaan suami selama bertugas. Tuntutan yang dihadapi para istri baik yang berasal dari dalam diri maupun luar diri yang menyebabkan stres disebut sebagai stressor oleh Monat & Lazarus (1991). Hal yang menjadi stressor bagi para istri yang ditinggal suami bertugas adalah ketakutan yang amat sangat akan keselamatan dan keadaan suami yang sedang bertugas atau berlatih dalam jangka waktu yang cukup lama. Sementara itu, hidup di lingkungan asrama atau batalyon juga akan menimbulkan suatu perasaan terasingkan dari kehidupan “normal” yang bebas, yang pada akhirnya menimbulkan perasaan jenuh bagi para istri. Ketidaksetiaan dari salah satu pasangan dapat menjadi masalah akibat penugasan dan perpisahan yang terlalu lama. Dalam menghadapi situasi tersebut para istri prajurit juga memiliki beban tanggung jawab yang bertambah selama mereka ditinggal bertugas oleh pasangannya, mereka harus berperan sebagai ayah, ibu, dan anggota organisasi Persit. Terhadap keluarganya, para istri prajurit diharapkan mampu memberikan rasa aman dan mendidik anak-anaknya serta mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anaknya dan tetap menjaga nilai-nilai keluarga sehinga anak-anak tidak salah bergaul dan tetap berprestasi. Terhadap organisasi, para istri diharapkan mampu untuk mengikuti seluruh kegiatan yang telah diwajibkan selama suami bertugas, di satu sisi para istri prajurit mengalami kesulitan dan belum selesai mengurus rumah dan anak-anaknya. Terlebih bagi para istri yang baru pertama kali ditinggal, walaupun para istri sudah


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha

mempersiapkan dirinya sebelum ditinggal bertugas, selama berpisah banyak istri yang menjadi kesulitan dan tidak berdaya untuk menangani segala stressor yang dihadapi. Dalam menghadapi stressor tersebut para istri prajurit akan mengalami stres pada derajat yang berbeda. Hal ini bergantung pada penilaian yang dilakukan para istri prajurit terhadap stressor. Situasi dan masalah yang dihadapi selama ditinggal suami bertugas akan berbeda artinya bagi setiap istri prajurit. Penilaian tersebut oleh Monat & Lazarus (1991) disebut sebagai penilaian kognitif.

Para istri yang sedang ditinggal bertugas akan menilai stressor yang dialaminya, Monat & Lazarus (1991) mengemukakan mengenai penilaian kognitif adalah suatu proses evaluatif yang menjelaskan terjadinya stres sebagai akibat dari interaksi antara istri prajurit dengan lingkungannya. Proses penilaian kognitif terbagi ke dalam tiga tahap yang pertama yaitu penilaian kognitif primer (primary appraisal) yang dilakukan para istri prajurit ditujukan untuk menentukan apakah suatu stimulus atau situasi yang dihadapinya akan menguntungkan atau merugikan. Berdasarkan penilaian ini, situasi yang dihadapi dikategorikan ke dalam tiga bentuk penilaian, yaitu para istri yang menilai situasi selama ditinggal suami bertugas tidak memiliki pengaruh atau dampak apa pun pada kegiatannya sehari-hari (irrelevant), para istri yang menilai situasi selama ditinggal suami bertugas memiliki dampak positif bagi dirinya karena dengan suami bertugas maka gaji yang diberikan akan bertambah dengan adanya tunjangan khusus (benign-positive), dan para istri yang menilai situasi selama ditinggal suami bertugas menimbulkan dampak negatif bagi dirinya karena harus mengerjakan segala urusan rumah tangga seorang diri, merasa cemas akan


(26)

Universitas Kristen Maranatha

keadaan suaminya, dan harus tetap berada di Batalyon hingga suaminya selesai bertugas (stressfull).

Apabila penilaian yang dilakukan oleh istri prajurit menghasilkan penilaian stressfull, akan timbul keadaan stres. Keadaan stres tersebut dapat menimbulkan dampak bagi para istri prajurit, seperti para istri cepat merasa lelah mengerjakan aktivitas yang sudah biasa dikerjakan, sulit berkonsenterasi akibat banyaknya masalah yang dipikirkan, mengalami gangguan tidur, lebih cepat tersinggung mendengar perkataan orang lain, dan menjadi mudah marah dalam menghadapi anak-anaknya (Monat & Lazarus, 1991).

Istri prajurit yang menilai situasi dan masalah yang dihadapinya selama suami bertugas memiliki dampak negatif bagi dirinya maka istri prajurit akan mengevaluasi sumber daya strategi penanggulangan stres yang akan digunakan untuk mengatasi masalah dan mengelola emosi yang dapat mengakibatkan stres (secondary appraissal). Cara yang digunakan para istri untuk mengurangi stres yang dialami disebut sebagai strategi penanggulangan stres (Monat & Lazarus, 1991). Strategi penanggulangan stres menurut Lazarus adalah perubahan kognitif dan tingkah laku istri prajurit yang terus-menerus, sebagai usaha istri prajurit untuk mengatasi tuntutan yang berasal dari luar dirinya dan yang berasal dari dalam dirinya yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber daya istri prajurit tersebut (Monat & Lazarus, 1991).

Sumber daya yang dimiliki oleh para istri tersebut yaitu : istri prajurit yang dalam keadaan sehat akan lebih mudah untuk menggunakan strategi penanggulangan


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha

stres baik itu memikirkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi maupun mengontrol emosinya agar mampu menyelesaikan pekerjaan yang semakin banyak dibandingkan dengan istri prajurit yang dalam keadaan kurang sehat atau sakit. Keterampilan memecahkan masalah yang dimiliki istri prajurit akan membantu mereka untuk mengumpulkan informasi, menganalisa masalah yang dihadapi dan membuat pilihan alternatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Keyakinan positif akan membantu istri prajurit untuk menilai situasi secara positif dan tidak putus asa apabila menghadapi masalah selama ditinggal suami bertugas. Keterampilan sosial akan dibutuhkan para istri untuk berkomunikasi dan menempatkan diri dengan baik apabila berhadapan dengan senior, teman, dan juniornya. Dukungan sosial akan dibutuhkan para istri prajurit untuk mendapatkan pendapat dan nasihat baik dari orangtua, senior, teman, maupun juniornya. Sumber-sumber material berupa uang, barang atau layanan yang dimiliki dan dapat dibeli atau diberikan Batalyon akan memudahkan para istri menyelesaikan masalah, misalnya dengan adanya layanan kesehatan di Batalyon akan mempermudah para istri prajurit atau anaknya yang sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.

Strategi penanggulangan stres yang dapat digunakan para istri prajurit terbagi menjadi dua. Strategi yang pertama adalah strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah (problem-focused coping) strategi ini digunakan para istri prajurit dengan tujuan untuk mengatasi stres dengan cara menyelesaikan masalah yang menjadi sumber stres. terdapat dua jenis strategi penanggulangan yang berpusat pada masalah, yaitu : planful problem solving dan confrontative coping. Dengan


(28)

Universitas Kristen Maranatha

planful problem solving istri prajurit akan berusaha menganalisa situasi dirinya yang akan ditinggal bertugas sehingga pada saat suaminya berangkat bertugas, istri prajurit tersebut sudah mengetahui mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan menyelesaikan masalah yang terjadi dengan tenang dan berhati-hati. Dengan confrontative coping para istri prajurit akan berusaha secara aktif atau langsung mencari cara agar dapat menyelesaikan masalah pada saat itu juga.

Apabila istri prajurit menggunakan strategi penanggulangan yang berpusat pada masalah, para istri prajurit dapat merumuskan masalah ketika menjalankan perannya secara objektif, memikirkan beberapa alternatif solusi, dan pada akhirnya memutuskan solusi terbaik untuk bisa menjalankan perannya sebagai ayah, ibu, dan anggota organisasi. Strategi ini digunakan untuk mengubah tekanan lingkungan agar bisa menyelesaikan masalah juga membuat istri prajurit dapat memahami masalah secara objektif, mengurangi keterlibatan emosi serta mengembangkan keterampilan diri untuk menyelesaikan masalah (Lazarus & Folkman, 1984).

Strategi yang kedua adalah strategi yang berpusat pada emosi (emotion-focused coping), strategi ini diarahkan untuk mengatur respons emosional yang dirasakan istri prajurit yang ditimbulkan oleh stres. Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi adalah : distancing, self-control, seeking social support, accepting responsibility, escape-avoidance, dan positive reappraisal. Apabila strategi yang digunakan adalah distancing maka istri prajurit memilih untuk tidak memikirkan masalah yang dialami oleh dirinya dan tetangga. Dengan self-control


(29)

20

Universitas Kristen Maranatha

maka para istri prajurit akan berusaha tetap menenangkan diri ketika menghadapi masalah tanpa berbuat sesuatu untuk menyelesaikan masalah, sehingga para istri prajurit dapat melaksanakan semua kegiatan baik di rumah maupun di organisasi dan memotivasi diri agar tidak menyerah apabila terjadi masalah walaupun dirinya merasa lelah. Dengan seeking social support, maka para istri prajurit mencari dukungan yang berasal baik dari keluarga, teman, maupun organisasi. Para istri prajurit juga dapat menggunakan strategi yang disebut accepting responsibilty, yaitu dengan berusaha untuk meminta maaf dan memperbaikinya apabila terjadi masalah yang diakibatkan oleh istri prajurit tersebut. Dengan escape avoidance, para istri prajurit berusaha untuk menghindar dimana para istri prajurit lebih memilih untuk memasak dan membersihkan rumah daripada memikirkan kecemasannya akan keadaan suami di daerah penugasan. Dengan positive reappraisal, para istri prajurit akan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dan lebih sering untuk membaca kitab suci sesuai dengan agama yang diyakininya dengan tujuan mendapatkan hikmah.

Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi yang dilakukan para istri prajurit ditujukan untuk mengurangi tekanan emosional yang timbul akibat masalah yang dihadapi selama suami bertugas tanpa menyelesaikan masalah yang menjadi sumber stres secara tuntas.


(30)

Universitas Kristen Maranatha

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam skema kerangka pikir sebagai berikut :

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas pertama kali Primary Appraisal Irrelevant Benign-positive Stressful Secondary appraisal Coping strategies

Problem focused coping : - Planful problem solving - Confrontative coping

Sumber daya

- Kesehatan & tenaga

- Ketrampilan memecahkan masalah

- Keyakinan positif - Ketrampilan sosial - Dukungan sosial

- Sumber-sumber material Tuntutan untuk bisa menjadi

ibu maupun ayah, cemas,

kebutuhan biologis terganggu, perubahan aturan,

tidak bebas, dan rengganggnya hubungan dengan tetangga.

Emotion focused coping : - Distancing

- Escape-avoidance - Accepting responsibility - Self-control

- Seeking social support - Positive reappraisal


(31)

22

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengasumsikan bahwa :

1. Istri prajurit yang sedang ditinggalkan bertugas pertama kali menilai situasi tersebut sebagai situasi stressful.

2. Dalam situasi stressful para istri prajurit akan memikirkan strategi yang dianggap sesuai dengan derajat stres yang dialami oleh para istri prajurit tersebut dan dapat menangani stres yang dialami (hal ini disebut juga dengan secondary appraisal).

3. Bentuk strategi penanggulangan stres yang digunakan para istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas yaitu problem focused coping yang terdiri atas planful problem solving dan Confrontative coping. Strategi yang kedua adalah emotional focused coping, yang terdiri atas distancing, escape-avoidance, accepting responsibility, self-control, seeking social support, dan positive reappraisal.

4. Pola coping tersebut ditentukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki oleh istri prajurit tersebut, sumber daya yang dimaksud adalah kesehatan dan tenaga, ketrampilan memecahkan masalah, keyakinan positif, ketrampilan sosial, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.


(32)

72

Universitas Kristen Maranatha

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai strategi penanggulangan stres pada istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam mengatasi tekanan yang muncul selama ditinggal suami bertugas, para istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali lebih sering menggunakan strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah. Dimana para istri prajurit ini sudah sekian lama menghadapi masalah yang terjadi selama ditinggal suami bertugas dan adanya dukungan sosial yang didapatkan dan berupa informasi.

2. Dimensi yang lebih sering digunakan istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas bertama kali pada strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah adalah dimensi planful problem solving. Sumber daya yang dimiliki istri prajurit yang berupa kesehatan dan energi, keyakinan positif, keterampilan sosial, keterampilan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan sumber-sumber material juga memberi pengaruh untuk menyelesaikan masalah yang dialami selama suami bertugas.


(33)

73

Universitas Kristen Maranatha

3. Dimensi yang lebih sering digunakan istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas bertama kali pada strategi penanggulangan stres berfokus pada emosi adalah dimensi accepting responsibility, self-control, seeking social support, dan positif reappraisal. Istri prajurit yang terkadang mengalami konflik dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa demi menjaga karier suami memiliki pengaruh terhadap pemilihan strategi penanggulangan stres berfokus pada emosi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, beberapa saran teoretis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan : 1. Melakukan penelitian mengenai seberapa kuat hubungan sumber daya

terhadap penggunaan strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah pada istri prajurit batalyon yang sedang ditinggal bertugas pertama kali. 2. Melakukan penelitian lebih mendalam mengenai strategi penanggulangan

stres berfokus pada emosi dengan adanya konflik dan ancaman, beserta sumber penyebab konflik dan ancaman yang dialami istri prajurit selama ditinggal suami bertugas.


(34)

Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh melalui penelitian, diajukan beberapa saran praktis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Sebelum suami berangkat bertugas, Staf Psikologi TNI-AD bekerjasama dengan pengurus Persit dalam memberikan education pada seluruh istri prajurit batalyon mengenai gambaran situasi dan masalah-masalah yang biasanya terjadi ketika ditinggal oleh suami, sehingga para istri prajurit yang akan ditinggal dapat mempersiapkan mental dan memikirkan dengan cermat langkah-langkah yang harus dilakukan nantinya.

2. Pengurus Persit mempertahankan dukungan yang biasanya diberikan kepada para istri prajurit dan memfasilitasi para istri prajurit yang membutuhkan informasi baru berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi selama suami bertugas agar para istri prajurit dapat menambah wawasan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi selama suami bertugas.


(35)

75

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Castro, Carl A., Adler, Amy B., Britt, Thomas W. 2006. Military life – the Psychology of Serving In Peace and Combat 3rd volume. USA: Greenwood Publishing Group, Inc.

Franken, Robert E., 2002. Human Motivation-5th Edition. USA : Wadsworth Group / Thomson Learning, Inc.

Lazarus,R S & Folkman, S., 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Monat, A & Lazarus, R S., 1991. Stress and Coping : An Anthology 3rd Edition. New York: Columbia University Press.

Noor, Hasanuddin., 2009. Psikometri - Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba.

Riduwan., 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-guru dan peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.CV


(36)

76

Universitas Kristen Maranatha

2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2004. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persit Kartika Chandra Kirana. Jakarta : Pengurus Pusat Persit Kartika Chandra Kirana.

Puspen TNI (2013). Istri Prajurit Harus Siap Single Parent??.

(

http://www.tni.mil.id/view-822-istri-prajurit-harus-siap-single-parent.html, di akses 3 Maret 2013)

Widiyanto Danar. (2013). PERINGATAN HUT KE-67 PERSIT- Istri Prajurit Harus Mampu Berperan Ganda. (http://krjogja.com/read/169338/istri-prajurit-harus-mampu-berperan-ganda.kr, di akses 22 April 2013)

Wibisono Kunto (2012). Pasukan pengamanan diberangkatkan ke perbatasan RI-Papua Nugini. (http://www.antaranews.com/berita/321432/pasukan pengamanan- diberangkatkan-ke-perbatasan-ri-papua-nugini, di akses 22 April 2013)

Dispenad TNI-AD (2013). Istri Prajurit TNI Harus Tegar dan Mandiri.

(http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070921160617,

di akses 22 April 2013)

H Fri, Gunung. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres Pada Istri Angkatan Udara Khas (PASKHAS) di komplek “X” yang sedang Ditinggal Bertugas. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Maranatha.


(1)

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengasumsikan bahwa :

1. Istri prajurit yang sedang ditinggalkan bertugas pertama kali menilai situasi tersebut sebagai situasi stressful.

2. Dalam situasi stressful para istri prajurit akan memikirkan strategi yang dianggap sesuai dengan derajat stres yang dialami oleh para istri prajurit tersebut dan dapat menangani stres yang dialami (hal ini disebut juga dengan secondary appraisal).

3. Bentuk strategi penanggulangan stres yang digunakan para istri prajurit yang sedang ditinggal bertugas yaitu problem focused coping yang terdiri atas planful problem solving dan Confrontative coping. Strategi yang kedua adalah emotional focused coping, yang terdiri atas distancing, escape-avoidance, accepting responsibility, self-control, seeking social support,

dan positive reappraisal.

4. Pola coping tersebut ditentukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki oleh istri prajurit tersebut, sumber daya yang dimaksud adalah kesehatan dan tenaga, ketrampilan memecahkan masalah, keyakinan positif, ketrampilan sosial, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai strategi penanggulangan stres pada istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam mengatasi tekanan yang muncul selama ditinggal suami bertugas, para istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas pertama kali lebih sering menggunakan strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah. Dimana para istri prajurit ini sudah sekian lama menghadapi masalah yang terjadi selama ditinggal suami bertugas dan adanya dukungan sosial yang didapatkan dan berupa informasi.

2. Dimensi yang lebih sering digunakan istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas bertama kali pada strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah adalah dimensi planful problem solving. Sumber daya yang dimiliki istri prajurit yang berupa kesehatan dan energi, keyakinan positif, keterampilan sosial, keterampilan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan sumber-sumber material juga memberi pengaruh untuk menyelesaikan masalah yang dialami selama suami bertugas.


(3)

3. Dimensi yang lebih sering digunakan istri prajurit batalyon “X” yang sedang ditinggal bertugas bertama kali pada strategi penanggulangan stres berfokus pada emosi adalah dimensi accepting responsibility, self-control,

seeking social support, dan positif reappraisal. Istri prajurit yang

terkadang mengalami konflik dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa demi menjaga karier suami memiliki pengaruh terhadap pemilihan strategi penanggulangan stres berfokus pada emosi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, beberapa saran teoretis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan : 1. Melakukan penelitian mengenai seberapa kuat hubungan sumber daya

terhadap penggunaan strategi penanggulangan stres berfokus pada masalah pada istri prajurit batalyon yang sedang ditinggal bertugas pertama kali. 2. Melakukan penelitian lebih mendalam mengenai strategi penanggulangan

stres berfokus pada emosi dengan adanya konflik dan ancaman, beserta sumber penyebab konflik dan ancaman yang dialami istri prajurit selama ditinggal suami bertugas.


(4)

74

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh melalui penelitian, diajukan beberapa saran praktis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Sebelum suami berangkat bertugas, Staf Psikologi TNI-AD bekerjasama dengan pengurus Persit dalam memberikan education pada seluruh istri prajurit batalyon mengenai gambaran situasi dan masalah-masalah yang biasanya terjadi ketika ditinggal oleh suami, sehingga para istri prajurit yang akan ditinggal dapat mempersiapkan mental dan memikirkan dengan cermat langkah-langkah yang harus dilakukan nantinya.

2. Pengurus Persit mempertahankan dukungan yang biasanya diberikan kepada para istri prajurit dan memfasilitasi para istri prajurit yang membutuhkan informasi baru berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi selama suami bertugas agar para istri prajurit dapat menambah wawasan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi selama suami bertugas.


(5)

Castro, Carl A., Adler, Amy B., Britt, Thomas W. 2006. Military life – the

Psychology of Serving In Peace and Combat 3rd volume. USA: Greenwood

Publishing Group, Inc.

Franken, Robert E., 2002. Human Motivation-5th Edition. USA : Wadsworth Group / Thomson Learning, Inc.

Lazarus,R S & Folkman, S., 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Monat, A & Lazarus, R S., 1991. Stress and Coping : An Anthology 3rd Edition. New York: Columbia University Press.

Noor, Hasanuddin., 2009. Psikometri - Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen

Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba.

Riduwan., 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-guru dan peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.CV


(6)

DAFTAR RUJUKAN

2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2004. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persit Kartika Chandra

Kirana. Jakarta : Pengurus Pusat Persit Kartika Chandra Kirana.

Puspen TNI (2013). Istri Prajurit Harus Siap Single Parent??.

(

http://www.tni.mil.id/view-822-istri-prajurit-harus-siap-single-parent.html, di akses 3 Maret 2013)

Widiyanto Danar. (2013). PERINGATAN HUT KE-67 PERSIT- Istri Prajurit

Harus Mampu Berperan Ganda.

(http://krjogja.com/read/169338/istri-prajurit-harus-mampu-berperan-ganda.kr, di akses 22 April 2013)

Wibisono Kunto (2012). Pasukan pengamanan diberangkatkan ke perbatasan

RI-Papua Nugini. (http://www.antaranews.com/berita/321432/pasukan

pengamanan- diberangkatkan-ke-perbatasan-ri-papua-nugini, di akses 22 April 2013)

Dispenad TNI-AD (2013). Istri Prajurit TNI Harus Tegar dan Mandiri.

(http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070921160617,

di akses 22 April 2013)

H Fri, Gunung. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres Pada Istri Angkatan Udara Khas (PASKHAS) di komplek “X” yang

sedang Ditinggal Bertugas. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi