Kajian Pengaruh Jenis Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) dan Waktu Pengeringan Daun Terhadap Kandungan Antioksidan serta Sensoris Wedang Uwuh.
KAJIAN PENGARUH JENIS JAHE (Zingiber officinale Rosc. )
DAN WAKTU PENGERINGAN DAUN TERHADAP
KAPASITAS ANTIOKSIDAN SERTA SENSORIS
WEDANG UWUH
SKRIPSI
OLEH :
KADEK DANTHISWARI GELGEL
1111105042
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
(2)
ii
KAJIAN PENGARUH JENIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN WAKTU PENGERINGAN DAUN TERHADAP
KAPASITAS ANTIOKSIDAN SERTA SENSORIS WEDANG UWUH
S K R I P S I
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Universitas Udayana
OLEH :
KADEK DANTHISWARI GELGEL NIM. 1111105042
Pembimbing: Ir. Ni Made Yusa, M.Si
Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S
BUKIT JIMBARAN 2016
(3)
Kadek Danthiswari G. NIM. 1111105042. The Study of Ginger Types (Zingiber officinale Rosc.) and Drying Time of Leaves toward the Antioxidant Capacity and Sensory in Wedang Uwuh. Under the guidance of Ir. Ni Made Yusa, M.Si. as the adviser I and Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S. as the adviser II.
ABSTRACT
This research has conducted to determine the effect of ginger types (Zingiber officinale Rosc.) increment and drying time of leaves to antioxidant capacity of wedang uwuh. This research used factorial randomized block design, each treatment repeated twice to get 18 result of experimental units. The data was analyzed using analysis of variance and if there was real effect, it would be followed by Duncan test. This research using 3 kinds of ginger types, that are small ginger, red ginger, giant ginger and drying time of leaves (nutmeg leaves, clove leaves, and cinnamon leaves) that are 1 hours, 2 hours, and 3 hours. The result of this research showed that the interaction between type of ginger and drying time of leaves gave an impact to the antioxidant capacity, total phenolic, color, aroma, flavor and overall acceptance towards wedang uwuh. The best result obtained by red ginger and 2 hours drying time of leaves with antioxidant capacity 112.22 mg/kg GAEAC; total phenolic 88.36 mg/kg; sensorys test such as color, flavor, aroma and overall acceptance that liked by the panelists.
(4)
iv
Kadek Danthiswari G. NIM. 1111105042. Kajian Pengaruh Jenis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Waktu Pengeringan Daun Terhadap Kapasitas Antioksidan serta Sensoris Wedang Uwuh. Dibawah bimbingan Ir. Ni Made Yusa, M.Si. sebagai pembimbing I dan Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S. sebagai pembimbing II.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan jahe dan waktu pengeringan daun terhadap kapasitas antioksidan wedang uwuh. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dan setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga dihasilkan 18 unit percobaan. Data yang dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata antara perlakuan dilanjutkan analisis dengan uji duncan. Penelitian ini menggunakan 3 jenis jahe seperti jahe emprit, jahe merah, jahe gajah dan waktu pengeringan daun (daun cengkeh, daun pala, daun kayu manis) yaitu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi antara jenis jahe dan waktu pengeringan daun memberikan pengaruh terhadap kapasitas antioksidan, total fenol, warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan terhadap wedang uwuh. Hasil terbaik terdapat pada perlakuan jahe merah dan waktu pengeringan daun selama 2 jam dengan kandungan antioksidan yaitu 112.22 mg/kg GAEAC, total fenol yaitu 88.36 mg/kg, dan warna, rasa, aroma serta penerimaan keseluruhan yang disukai oleh panelis.
(5)
RINGKASAN
Penelitan ini meliputi pengkajian penambahan jenis jahe yaitu jahe emprit, jahe merah, jahe gajah dan pengkajian waktu pengeringan bahan wedang uwuh yaitu daun cengkeh, daun pala, daun kayu manis selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dan setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga dihasil 18 unit percobaan. Data yang dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata antara perlakuan maka akan dilanjutkan analisis dengan Uji Duncan. Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu analisis total fenol (Ramamoorthy dan Bono, 2007), antioksidan (Yun, 2001), dan evaluasi sensoris (Soekarto, 1985) berupa warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan.
Berdasarkan hasil analisis keragamanan, jenis jahe berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kandungan antioksidan wedang uwuh, dimana wedang uwuh dengan jahe merah mengandung antioksidan lebih tinggi (120,11 mg/kg GAEAC) dibandingkan jahe emprit (113,94 mg/kg GAEAC) dan jahe gajah (99,63 mg/kg GAEAC). Waktu pengeringan bahan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kandungan antioksidan wedang uwuh dimana bahan dengan lama pengeringan 1 jam mengandung antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan 2 jam dan 3 jam.
Perlakuan jahe merah dan pengeringan bahan 2 jam memiliki karakteristik terbaik, dengan total fenol yaitu 88,36 mg/kg, kapasitas antioksidan yaitu 112,22 mg/kg GAEAC, dan uji sensoris meliputi warna, rasa, aroma serta penerimaan keseluruhan yang disukai oleh panelis.
(6)
vi
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KAJIAN PENGARUH JENIS JAHE (Zingiber officinale Rosc. )
DAN WAKTU PENGERINGAN BAHAN TERHADAP KANDUNGAN ANTIOKSIDAN SERTA SENSORIS WEDANG UWUH
Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan dan disahkan oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Ni Made Yusa, M.Si. Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S. NIP. 19571231 198603 2 002 NIP. 19591107 198603 1 004
Mengesahkan :
(7)
RIWAYAT HIDUP
Kadek Danthiswari Gelgel dilahirkan di Denpasar pada tanggal 25 Juli 1993, dari Bapak I Ketut Sunarta, SE. dengan Ibu Luh Ayu Elinawati dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TKK Swastiastu Tuban pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1999, lalu melanjutkan pendidikan di SDK Soverdi Tuban pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kuta Selatan dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Denpasar sampai dengan tahun 2011. Melalui jalur PMDK 3, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada tahun 2011 dan masuk pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa Universitas Udayana – Staff Komisi V (Hubungan Eksternal) periode 2012 – 2013, Komisi Pemilu Raya Mahasiswa Universitas Udayana – Komisioner Humas dan Publikasi dibawah naungan Dewan Perwakilan Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa Universitas Udayana periode 2013 – 2014, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan periode 2013 – 2014 serta aktif dalam kepanitian pada kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KAJIAN PENGARUH JENIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN WAKTU PENGERINGAN DAUN TERHADAP KAPASITAS ANTIOKSIDAN SERTA SENSORIS WEDANG UWUH” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Penulis menyadari hanya dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah mendukung proses penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan. Untuk itu penulis pada kesempatan yang berbahagia ini mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S. selaku Dekan Fakultas
Teknologi pertanian Universitas Udayana sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan semangat kepada penulis dari awal hingga tersusunnya skripsi ini
2. Staff Dekanat dan Staff Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
3. Ibu Ir. Ni Made Yusa, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, saran dan semangat kepada penulis dari awal hingga tersusunnya skripsi ini
(9)
4. Ibu Ir. Komang Ayu Nocianitri, M.Agr.Sc. selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, saran dan semangat kepada penulis dari awal perkuliahan hingga akhir
5. Abdi Dalem beserta Staff Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang memberikan berbagai informasi mengenai sejarah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan wedang uwuh
6. Abdi Dalem Makam Raja-Raja Imogiri Yogyakarta yang telah memberikan berbagai informasi mengenai sejarah Makam Raja-Raja Imogiri dan sejarah wedang uwuh
7. Ibu Yani, Mbak Ning, dan Mbah Rejo selaku penjual wedang uwuh di sekitar Makam Raja-Raja Imogiri yang banyak memberikan informasi mengenai wedang uwuh
8. Teman-teman jurusan Ilmu dan Teknologi Pertanian Universitas Udayana angkatan 2011 yang selalu memberikan semangatnya tiada henti kepada penulis dari awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini
9. Teman-teman KKN UNUD Periode XI Desa Seraya Tengah khususnya Chak, Riri Dwiyutiari, Puspita Dewi, Nindya, Barel, Sunar, Hendra, Kresna, Putra Sutarmayasa, Tidiwahyu dan Agus Awan yang dengan sabar tiada hentinya memberi semangat, doa dan traktiran disaat penulis mulai gundah membuat skripsi
10. Para sahabat Irma Yunika, Dhamas Nurhasanah, Gek Nadya, Lucky Arisonna, Indirasvari, Aditya Dharma, Dewayu, Rahayu, Cahya, Anita, Gek Ina, dan Gungwah Pramona yang dengan sabar memberikan kritik,
(10)
x
saran, semangat, doa dan waktu disaat penulis mulai tidak sanggup untuk melewati masa-masa sulit di kala membuat skripsi
11. Papa (I Ketut Sunarta, SE.), Mama (Luh Ayu Elinawati), Kak Gisca, Kak Arik, Adik Nanda dan keluarga besar yang selalu ada disamping penulis dan tanpa hentinya memberikan dukungan baik materiil maupun nonmateriil berupa wejangan, semangat dan doa tanpa henti
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bagi yang membacanya.
Bukit Jimbaran, 22 April 2016 Penulis
(11)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSYARATAN ……….. ii
ABSTRACT ……… iii
ABSTRAK ……….. iv
RINGKASAN ……… v
LEMBAR PENGESAHAN ……… vi
RIWAYAT HIDUP ………. vii
KATA PENGANTAR ……… viii
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xiv
DAFTAR GAMBAR ……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. 3
1.3 Hipotesis ……… 3
1.4 Tujuan Penelitian ………... 3
1.5 Manfaat Penelitian ………. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wedang Uwuh ……….. 5
2.2 Bahan Wedang Uwuh ………... 6
2.2.1 Daun Pala ……….. 6
(12)
xii
2.2.3 Daun Kayu Manis ……….. 8
2.2.4 Gula Jawa ……….. 8
2.2.5 Jahe ……… 9
2.2.5.1 Jahe Gajah ……… 10
2.2.5.2 Jahe Emprit ……….. 11
2.2.5.3 Jahe Merah ………... 11
2.3 Pengeringan ……… 13
2.3.1 Pengeringan Alami ………. 14
2.3.2 Pengeringan Buatan ……….. . 14
2.4 Antioksidan ……… 15
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 17
3.2 Bahan dan Alat ……….. 17
3.2.1 Bahan ………. 17
3.2.2 Alat ……… 17
3.3 Metode Penelitian ………. 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ……….. 19
3.5 Variabel yang diamati ……… 21
3.5.1 Total Fenol …………..………... 21
3.5.2 Kapasitas Antioksidan ………... 22
3.5.3 Evaluasi Sensoris ………... 23
3.5.3.1 Warna ……….. 23
3.5.3.2 Aroma ………. 24
(13)
3.5.3.4 Penerimaan Keseluruhan ………. 26
3.6 Analisis Data ………. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh jenis jahe dan waktu pengeringan bahan ………….. 27
4.1.1 Total Fenol ………... 27
4.1.2 Kapasitas Antioksidan ………..………… 29
4.2 Evaluasi Sensori ……… 31
4.2.1 Warna ……… 32
4.2.2 Aroma ………... 33
4.2.3 Rasa ……… 34
4.2.4 Penerimaan Keseluruhan ………... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 36
5.2 Saran ……….. 36
DAFTAR PUSTAKA ………. . 37
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Komposisi jahe segar (tiap 100 gram bahan) ……… 9
2. Komposisi kimia jahe gajah ………... 10
3. Komposisi kimia jahe emprit ………. 11
4. Komposisi kimia jahe merah ………. 12
5. Formulasi pembuatan wedang uwuh ……….. 20
6. Kriteria skala skor uji warna terhadap wedang uwuh ……… 23
7. Kriteria skala hedonik uji warna terhadap wedang uwuh ….. 24
8. Kriteria skala hedonik terhadap aroma wedang uwuh ….….. . 24
9. Kriteria skala hedonik terhadap rasa wedang uwuh …………. 25
10. Kriteria skala skoring terhadap rasa wedang uwuh …………. 25
11. Kriteria skala hedonik penerimaan keseluruhan ……….. 26
12. Nilai rata-rata sidik ragam kapasitas antioksidan & total fenol Wedang uwuh ……… 27
(15)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Wedang uwuh ……….. 6
2. Daun pala ………. 6
3. Daun cengkeh ……….. 7
4. Daun kayu manis ………. 8
5. Gula merah ……….. 8
6. Jahe gajah ……… 10
7. Jahe emprit ……….. 11
8. Jahe merah ……….. 13
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Data pengamatan kapasitas antioksidan ……… 42
2. Data pengamatan total fenol ……….. 44
3. Data pengamatan warna skoring ……… 47
4. Data pengamatan warna hedonik …... 49
5. Data pengamatan rasa skoring ……… 51
6. Data pengamatan rasa hedonik ……….. 53
7. Data pengamatan aroma ………. 55
8. Data pengamatan penerimaan keseluruhan ……… 57
9. Daun cengkeh, daun pala, daun kayu manis yang telah dikeringkan ……… 59
10. Bahan wedang uwuh yang siap untuk dianalsis kadar airnya …. 59 11. Wedang uwuh ………. 59
12. Proses pembuatan sampel analisis wedang uwuh ……….. 60
13. Standar asam galat analisis antioksidan ………. 60
14. Analisis antioksidan wedang uwuh ……… 60
15. Standar asam galat analisis total fenol ………... 60
16. Analisis total fenol wedang uwuh ……….. 61
(17)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wedang uwuh merupakan salah satu minuman khas Desa Pajimatan, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul yang menjadi minuman khas Keraton Yogyakarta sebagai penghangat tubuh sejak jaman Sultan Agung, Raja Mataram. Wedang dalam bahasa jawa diartikan sebagai “minuman hangat”, sedangkan uwuh berarti “sampah” (Rachmawati, 2011). Wedang uwuh diartikan sebagai minuman sampah karena bahan-bahan yang digunakan menyerupai kumpulan sampah dalam gelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Abdi Dalem Makam Raja-Raja Imogiri, Pak Warno, Wedang uwuh menurut resep aslinya, merupakan minuman yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti rimpang jahe emprit yang dimemarkan, daun pala kering, daun cengkeh kering, daun kayu manis kering dan gula jawa yang kemudian diseduh dengan air mendidih.
Khasiat dari wedang uwuh yaitu dapat menyembuhkan batuk ringan, loyo, pegal-pegal, perut kembung dan masuk angin. Komposisi kimia penyusun wedang uwuh sebagian besar adalah senyawa fenolat yang sangat aktif sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat melindungi tubuh dari reaksi radikal bebas, yaitu reaksi berantai yang mampu menyebabkan penyakit degeneratif (Kristianingrum, 2009).
Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan wedang uwuh adalah jahe. Jahe dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: jahe besar / jahe gajah, jahe putih kecil / jahe emprit, dan jahe merah (Santoso, 1989). Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri
(18)
2 (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (41,48%, 3,5% dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25%, 2,5% dan 5,81%). Nakatani (1992) menyebutkan bahwa ketiga jenis jahe tersebut mengandung oleoresin (4,0% - 7,5%) dan merupakan kandungan kimia aktif pada jahe serta dikenal memiliki kandungan antioksidan yang tinggi berupa senyawa fenolat. Berdasarkan komposisi jahe terlihat bahwa masing-masing jenis jahe mempunyai kadar kandungan yang berbeda. Hal ini tentu menyebabkan masing-masing jahe menghasilkan karakteristik wedang uwuh yang berbeda.
Selain penggunaan jahe, dalam pembuatan wedang uwuh juga menggunakan bahan-bahan seperti daun pala, daun cengkeh dan daun kayu manis kering. Pembuatan wedang uwuh di Imogiri biasanya menggunakan daun pala, daun cengkeh dan daun kayu manis hasil dari guguran daun yang kering alami. Penyediaan daun kering alami dalam jumlah banyak memerlukan proses dan waktu yang lama sehingga dibutuhkan alternatif lain, seperti pengeringan buatan (oven). Pengeringan buatan memiliki kelebihan yaitu suhu dan waktu pengeringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Waktu sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan sehingga dalam proses tersebut perlu diatur waktu yang tepat untuk menghasilkan kualitas daun yang sama seperti daun kering alami.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji jenis jahe, dan pengaruh waktu pengeringan bahan (daun cengkeh, daun pala dan daun kayu manis) sehingga dihasilkan wedang uwuh dengan karakteristik terbaik.
(19)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah jenis jahe dan waktu pengeringan daun berpengaruh terhadap kandungan antioksidan dan sensoris wedang uwuh ?
2. Jenis jahe manakah dan berapakah waktu pengeringan daun yang tepat untuk menghasilkan kandungan antioksidan serta karakteristik wedang uwuh terbaik?
1.3 Hipotesis
1. Jenis jahe dan waktu pengeringan daun akan berpengaruh terhadap kandungan antioksidan dan sensoris wedang uwuh.
2. Jenis jahe tertentu dan waktu pengeringan daun tertentu akan menghasilkan kandungan antioksidan serta karakteristik wedang uwuh terbaik.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan jenis jahe dan waktu pengeringan daun terhadap kandungan antioksidan wedang uwuh. 2. Untuk mengetahui jenis jahe dan waktu pengeringan yang tepat untuk
(20)
4
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan penggunaan jahe dan pengeringan buatan / oven bahan (daun pala, daun cengkeh dan daun kayu manis) pada produk minuman tradisional wedang uwuh.
2. Memberikan informasi khususnya kepada masyarakat tentang jenis jahe dan waktu pengeringan yang tepat agar menghasilkan wedang uwuh dengan karakteristik terbaik.
3. Menjaga, mengembangkan serta mempromosikan budaya asli Indonesia yaitu berupa kuliner (wedang uwuh), yang berpotensi sebagai minuman fungsional yang menyehatkan.
(21)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wedang Uwuh
Wedang uwuh merupakan minuman khas Imogiri yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti rimpang jahe emprit yang dimemarkan, daun cengkeh kering, daun pala kering, daun kayumanis kering, dan gula jawa yang diseduh dengan air mendidih. Wedang uwuh mulai ditambahkan dengan kayu secang sebagai pemberi warna menarik dalam minuman tersebut oleh para pedagang disekitar komplek Makam Raja-Raja di Imogiri sejak tahun 2003. Begitu pula dengan berbagai macam bahan tambahan seperti daun sereh, kayu manis, cengkeh, dan kapulaga yang ditambahkan oleh para pedagang di luar daerah Imogiri, seperti di daerah kota Yogyakarta (Windarno, 2011).
Wedang uwuh disajikan hangat atau panas yang memiliki rasa manis dan pedas serta beraroma harum. Rasa pedas dihasilkan dari jahe yang digunakan, rasa manis berasal dari penggunaan gula jawa sedangkan untuk aroma harum berasal dari dedaunan yang digunakan seperti daun pala, daun cengkeh dan daun kayu manis.
Khasiat Wedang uwuh dipercaya dapat membantu menjaga kekebalan tubuh dari penyakit utamanya masuk angin serta dipercaya untuk memperlancar peredaran darah (Anonim., 2013). Rachmawati (2011) mengatakan bahwa fungsi beberapa bahan yang digunakan di dalam wedang uwuh yaitu antioksidan guna mencegah dan meminimalkan terjadinya penyakit degeneratif, menurunkan kolesterol, mencegah osteoporosis, anti diare, dan anti kanker.
(22)
6 Gambar 1. Wedang Uwuh
2.2 Bahan Wedang Uwuh
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wedang uwuh adalah daun pala, daun cengkeh, daun kayu manis, gula jawa, dan jahe.
2.2.1 Daun Pala
Gambar 2. Daun Pala
Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman yang memiliki 200 species dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat.
(23)
Daun pala merupakan bagian dari tumbuhan pala yang termasuk dalam famili Myristicaceae. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 -1,5 cm (Departemen Pertanian, 1986). Daun pala memiliki kandungan kimia flavonoid, saponin dan polifenol di dalamnya, selain itu daun pala juga berfungsi sebagai antiaging (Ginting, 2013).
2.2.2 Daun Cengkeh
Daun cengkeh merupakan bagian dari tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) yang berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan pangkalnya menyudut (Haditomo, 2010). Tanaman cengkeh mempunyai banyak kandungan kimia yang bersifat sebagai antimikroba, baik pada bagian batang, bunga dan daunnya.
Daun cengkeh mengandung saponin, flavonoid dan tannin, disamping minyak atsiri yang bermanfaat sebagai bahan antimikroba, karena di dalamnya terdapat bahan aktif yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba dan secara alami sudah terbukti. Daun cengkeh mengandung zat-zat minyak atsiri, kariofilin, gom, dan serat (Anonim., 2006).
(24)
8
2.2.3 Daun Kayu Manis
Daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan bagian dari tanaman kayu manis yang termasuk dalam famili Lauraceae dengan genus Cinnamomum dimana daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral (Albert, 1985). Kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat.
Kandungan bahan kimia pada kayu manis diantaranya, minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium, oksalat, dammar, dan zat penyamak. Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantaranya sebagai peluruh gas dalam perut, peluruh keringat, antirematik, penambah nafsu makan dan penghilang rasa sakit (Hariana, 2005).
Gambar 4. Daun Kayu Manis
2.2.4 Gula Jawa (gula merah)
Gula jawa atau gula merah merupakan bahan yang ditambahkan pada wedang uwuh yang berfungsi sebagai pemanis. Bahan utama pembuatan gula jawa ini adalah air nira dari pohon kelapa. Gula jawa setiap seratus gramnya mengandung 4 mg zat besi, 90 mg kalsium dan karoten serta laktoflavin (Rahmadianti, 2012).
(25)
Gambar 5. Gula merah
2.2.5 Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) mempunyai kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley dan Jacobs, 2000). Berdasarkan bentuk, warna dan ukuran rimpang, ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih (jahe besar) / jahe badak, jahe putih kecil / jahe emprit, dan jahe merah. Secara umum, ketiga jenis jahe tersebut mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain (Denyer et al., 1994). Komposisi kandungan kimia jahe segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Jahe Segar (tiap 100 gram bahan)
Spesifikasi Satuan Jumlah
Protein G 1,5
Lemak G 1,0
Hidrat Arang G 10,1
Kalsium Mg 21
Fosfor Mg 39
Besi Mg 1,6
Vitamin A I U 30
Vitamin B1 Mg 0,02
Vitamin C Mg 4
Bahan dapat dimakan persen 97
Kalori Kkal 51
Air Gr 86,2
(26)
10
2.2.5.1 Jahe Gajah
Varietas yang banyak ditanam masyarakat adalah jahe putih besar atau umum dikenal dengan jahe gajah/badak. Sesuai dengan namanya, jenis ini memiliki penampilan ukuran rimpang yang memang lebih besar dibanding jenis jahe yang lainnya, bobotnya berkisar antara 1-2 kg per rumpun. Struktur rimpangnya besar dan berbuku-buku. Bagian dalam rimpang apabila diiris/dipotong/dipatahkan akan terlihat berwarna putih kekuningan (Widiyanti, 2009).
Tinggi rimpang dapat mencapai 6 – 12 cm dengan panjang antara 15 – 35 cm, dan diameter berkisar 8,47 – 8,50 cm. Jahe gajah beraroma tapi berasa kurang tajam. Jahe gajah baik dikonsumsi saat berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan. Pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan minuman.
Tabel 2. Komposisi kimia jahe gajah
Spesifikasi Jumlah
Pati 44,25 %
Minyak Atsiri 2,5 %
Ekstrak yang larut dalam alkohol 5,81 % Sumber : Hernani dan Hayani (2001)
(27)
2.2.5.2 Jahe Emprit (jahe putih kecil)
Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm (Prayitno, 2002).
Kandungan minyak atsiri jahe emprit lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
Tabel 3. Komposisi kimia jahe emprit
Spesifikasi Jumlah
Pati 41,48 %
Minyak Atsiri 3,5 %
Ekstrak yang larut dalam alkohol 7,29 % Sumber: Hernani dan Hayani (2001)
Gambar 7. Jahe Emprit
2.2.5.3Jahe Merah
Jahe merah (Zingiber officinale Roxb. Var. rubrum) merupakan salah satu varietas dari tanaman jahe. Jahe merah sama seperti varietas jahe yang lain yaitu merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak tidak bercabang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1,25 meter (Guzman dan Siemonsma, 1999). Pusat
(28)
12 Studi Biofarmaka (2004), menambahkan bahwa tanaman ini tersusun atas pelepah daun berbentuk bulat berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan dan bentuk daun memanjang.
Menurut Hernani dan Hayani, (2001) bahwa jahe merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya, terutama ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam rimpang dimana terdiri dari zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat.
Jahe merah tidak hanya dimanfaatkan bagian daging rimpangnya, tetapi juga kulit rimpangnya bisa dijadikan obat. Jahe merah berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit, misalnya untuk pencahar, penguat lambung, peluluh masuk angin, peluluh cacing penyebab penyakit, sakit encok, sakit pinggang, pencernaan kurang baik, radang setempat yang mengeluarkan nanah dan darah, radang tenggorokan, bengek, muntah-muntah dan nyeri otot, kurang daya penglihatan, kurang darah, sakit kusta, demam, perangsang syahwat, penyakit jantung dan lain-lainnya. Jahe merah juga merupakan bahan baku obat yang berfungsi menambah stamina, obat untuk nyeri otot, cacingan, sakit kepala dan untuk melawan gejala penyakit (Lentera, 2002).
Tabel 4. Komposisi kimia jahe merah
Spesifikasi Jumlah
Pati 52,9 %
Minyak Atsiri 3,9 %
Ekstrak yang larut dalam alkohol 9,93 % Sumber: Hernani dan Haryani (2001)
(29)
Gambar 8. Jahe Merah
2.3 Pengeringan
Pengeringan merupakan tindakan atau proses untuk mengurangi sebagian besar air yang terdapat dalam suatu bahan. Dimana pengeringan bertujuan agar bahan pangan tetap terjaga kualitasnya selama dalam proses penyimpanan sampai siap dikonsumsi dan untuk memenuhi syarat-syarat pengolahan lanjut pada bahan yang dikeringkan (Pamungkas, 2008).
Pengeringan sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan pada suatu bahan, hal itu disebabkan karena antioksidan tidak tahan terhadap panas atau suhu tinggi. Suhu dan waktu pengeringan sangat berperan penting dalam aktivitas antioksidan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang terlalu lama dapat merusak antioksidan, sehingga suhu dan waktu pengeringan harus disesuaikan.
Pengeringan yang dikenal di masyarakat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Masing-masing jenis pengeringan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.
(30)
14
2.3.1 Pengeringan Alami
Pengeringan alami adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan matahari langsung sebagai media pengeringannya. Pengeringan alami memiliki kelebihan seperti tidak memerlukan biaya (langsung dari sinar matahari), tidak memerlukan peralatan yang mahal, tenaga kerja tidak memerlukan keahlian khusus.
Kekurangan dari pengeringan alami yaitu, pengeringan ini tergantung oleh cuaca, jumlah panas matahari tidak tetap, kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lama (tidak dapat ditentukan), dan mudah terkontaminasi akibat dari kebersihan yang sukar untuk diawasi (Anonim., 2010). Pengeringan bahan wedang uwuh membutuhkan waktu selama 7 hari.
2.3.2 Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan alat contohnya oven. Penggunaan oven sebagai media untuk proses pengeringan sudah banyak dilakukan. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kelebihan yaitu memungkinkan pengeringan dilakukan disembarang tempat tanpa terikat musim dan cuaca panas/hujan, luas areal yang dibutuhkan untuk pengeringan dapat dikurangi, misalnya dengan memperbanyak rak-rak pengering, serta pengaturan suhu dapat lebih mudah dilakukan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik bahan selain itu pengeringan buatan lebih efisien waktu (lebih cepat) dan kebersihan dapat diawasi (Anonim., 2010).
(31)
Umumnya suhu pengeringan adalah antara 40˚C – 60˚C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10% (Hernani, 2009). Protan Biopolimer menetapkan standar mutu untuk kadar air adalah ≤ 10% (Bastaman, 1989).
Standar pengeringan terbaik untuk simplisia segala jenis daun yaitu pada suhu 50˚C, diatas angka itu enzim penting yang terdapat di dalam simplisia berkurang hingga rusak, jika suhu terlalu rendah simplisia sulit kering, dan pengeringan dilakukan hingga kadar air ≤ 10 % (Wiryowidagdo, 2011), dengan suhu 50˚C menghasilkan daun teh sirsak terbaik dalam waktu 150 menit (Astatin, 2014; Adri, 2013).
2.4 Antioksidan
Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial / penting dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degeneratif seperti aging, kanker, dan lain-lain (Marx, 1985).
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Soeatmaji, 1998). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Zakaria et al., 2000; Winarsi et al., 2003).
(32)
16 Meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu dan respon imun juga menurun sehingga dapat memicu penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya.
Antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis terdapat didalam tubuh, bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Sedangkan antioksidan non-enzimatis merupakan antioksidan yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi, dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A, dan β – karoten. Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid juga termasuk, dimana senyawa-senyawa tersebut berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi et al., 2003; Chen et al., 1990; Sichel et al., 1991).
Antioksidan non-enzimatis yang banyak ditemukan di dalam sayuran, buah-buahan, biji-bijian, rempah-rempah serta kacang-kacangan, seringkali dilupakan oleh anak-anak generasi saat ini. Mereka lebih menyenangi produk-produk instant, oleh sebab itu banyak anak muda terkena berbagai penyakit degeneratif, diduga karena kurangnya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan. Wedang uwuh dalam hal ini diduga memiliki kandungan antioksidan didalamnya sehingga dapat dikonsumsi dan mengurangi dampak dari penyakit degeneratif tersebut.
(1)
2.2.5.2 Jahe Emprit (jahe putih kecil)
Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm (Prayitno, 2002).
Kandungan minyak atsiri jahe emprit lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
Tabel 3. Komposisi kimia jahe emprit
Spesifikasi Jumlah
Pati 41,48 %
Minyak Atsiri 3,5 %
Ekstrak yang larut dalam alkohol 7,29 % Sumber: Hernani dan Hayani (2001)
Gambar 7. Jahe Emprit
2.2.5.3Jahe Merah
Jahe merah (Zingiber officinale Roxb. Var. rubrum) merupakan salah satu varietas dari tanaman jahe. Jahe merah sama seperti varietas jahe yang lain yaitu
(2)
Studi Biofarmaka (2004), menambahkan bahwa tanaman ini tersusun atas pelepah daun berbentuk bulat berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan dan bentuk daun memanjang.
Menurut Hernani dan Hayani, (2001) bahwa jahe merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya, terutama ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam rimpang dimana terdiri dari zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat.
Jahe merah tidak hanya dimanfaatkan bagian daging rimpangnya, tetapi juga kulit rimpangnya bisa dijadikan obat. Jahe merah berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit, misalnya untuk pencahar, penguat lambung, peluluh masuk angin, peluluh cacing penyebab penyakit, sakit encok, sakit pinggang, pencernaan kurang baik, radang setempat yang mengeluarkan nanah dan darah, radang tenggorokan, bengek, muntah-muntah dan nyeri otot, kurang daya penglihatan, kurang darah, sakit kusta, demam, perangsang syahwat, penyakit jantung dan lain-lainnya. Jahe merah juga merupakan bahan baku obat yang berfungsi menambah stamina, obat untuk nyeri otot, cacingan, sakit kepala dan untuk melawan gejala penyakit (Lentera, 2002).
Tabel 4. Komposisi kimia jahe merah
Spesifikasi Jumlah
Pati 52,9 %
Minyak Atsiri 3,9 %
Ekstrak yang larut dalam alkohol 9,93 % Sumber: Hernani dan Haryani (2001)
(3)
Gambar 8. Jahe Merah
2.3 Pengeringan
Pengeringan merupakan tindakan atau proses untuk mengurangi sebagian besar air yang terdapat dalam suatu bahan. Dimana pengeringan bertujuan agar bahan pangan tetap terjaga kualitasnya selama dalam proses penyimpanan sampai siap dikonsumsi dan untuk memenuhi syarat-syarat pengolahan lanjut pada bahan yang dikeringkan (Pamungkas, 2008).
Pengeringan sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan pada suatu bahan, hal itu disebabkan karena antioksidan tidak tahan terhadap panas atau suhu tinggi. Suhu dan waktu pengeringan sangat berperan penting dalam aktivitas antioksidan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang terlalu lama dapat merusak antioksidan, sehingga suhu dan waktu pengeringan harus disesuaikan.
Pengeringan yang dikenal di masyarakat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Masing-masing jenis pengeringan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.
(4)
2.3.1 Pengeringan Alami
Pengeringan alami adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan matahari langsung sebagai media pengeringannya. Pengeringan alami memiliki kelebihan seperti tidak memerlukan biaya (langsung dari sinar matahari), tidak memerlukan peralatan yang mahal, tenaga kerja tidak memerlukan keahlian khusus.
Kekurangan dari pengeringan alami yaitu, pengeringan ini tergantung oleh cuaca, jumlah panas matahari tidak tetap, kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lama (tidak dapat ditentukan), dan mudah terkontaminasi akibat dari kebersihan yang sukar untuk diawasi (Anonim., 2010). Pengeringan bahan wedang uwuh membutuhkan waktu selama 7 hari.
2.3.2 Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan alat contohnya oven. Penggunaan oven sebagai media untuk proses pengeringan sudah banyak dilakukan. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kelebihan yaitu memungkinkan pengeringan dilakukan disembarang tempat tanpa terikat musim dan cuaca panas/hujan, luas areal yang dibutuhkan untuk pengeringan dapat dikurangi, misalnya dengan memperbanyak rak-rak pengering, serta pengaturan suhu dapat lebih mudah dilakukan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik bahan selain itu pengeringan buatan lebih efisien waktu (lebih cepat) dan kebersihan dapat diawasi (Anonim., 2010).
(5)
Umumnya suhu pengeringan adalah antara 40˚C – 60˚C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10% (Hernani, 2009). Protan Biopolimer menetapkan standar mutu untuk kadar air adalah ≤ 10% (Bastaman, 1989).
Standar pengeringan terbaik untuk simplisia segala jenis daun yaitu pada suhu 50˚C, diatas angka itu enzim penting yang terdapat di dalam simplisia berkurang hingga rusak, jika suhu terlalu rendah simplisia sulit kering, dan pengeringan dilakukan hingga kadar air ≤ 10 % (Wiryowidagdo, 2011), dengan suhu 50˚C menghasilkan daun teh sirsak terbaik dalam waktu 150 menit (Astatin, 2014; Adri, 2013).
2.4 Antioksidan
Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial / penting dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degeneratif seperti aging, kanker, dan lain-lain (Marx, 1985).
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Soeatmaji, 1998). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan
(6)
Meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu dan respon imun juga menurun sehingga dapat memicu penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya.
Antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis terdapat didalam tubuh, bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Sedangkan antioksidan non-enzimatis merupakan antioksidan yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi, dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A, dan β – karoten. Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid juga termasuk, dimana senyawa-senyawa tersebut berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi et al., 2003; Chen et al., 1990; Sichel et al., 1991).
Antioksidan non-enzimatis yang banyak ditemukan di dalam sayuran, buah-buahan, biji-bijian, rempah-rempah serta kacang-kacangan, seringkali dilupakan oleh anak-anak generasi saat ini. Mereka lebih menyenangi produk-produk instant, oleh sebab itu banyak anak muda terkena berbagai penyakit degeneratif, diduga karena kurangnya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan. Wedang uwuh dalam hal ini diduga memiliki kandungan antioksidan didalamnya sehingga dapat dikonsumsi dan mengurangi dampak dari penyakit degeneratif tersebut.