ASPEK PEMILIHAN JENIS DALAM KEGIATAN REH
DAFTAR ISI
1. APLIKASI INTEGRASI PERSAMAAN TAPER UNTUK PENDUGAAN VOLUME POHON
Aplication of Taper’s Equation Integration for Tree Volume Estimation
Tri Sayektiningsih dan Askar____________________________
37-46
2. POTENSI TUMBUHAN BAWAH SEBAGAI AKUMULATOR LOGAM BERAT UNTUK MEMBANTU REHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG
Potency of Understory as a Heavy Metal Accumulator in Supporting of Ex-mining Site Rehabilitation
Enny Widyati _________________________________________
47-56
3. SERANGGA HAMA YANG BERASOSIASI DENGAN KALIANDRA ( Calliandra callothyrsus) DAN ASPEK PENGEALIANNYA
Review of Insect Pest on Caliandra callothyrsus and the Controlling Aspect
Ujang W. Darmawan dan Illa Anggraeni __________________
57-64
4. PROSES PERKECAMBAHAN BENIH Dialium platysepalum Baker
Germination Process of Dialium platysepalum Baker Seed Mira Kumala Ningsih dan Kade Sidiyasa __________________
65-71
5. ASPEK PEMILIHAN JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI EKS PROYEK PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT (PLG) DI KABUPATEN KAPUAS, KALIMANTAN TENGAH
Peatland Rehabilitation on ex Peatland Development Project Area in Kapuas District, Central Kalimantan
Faiqotul Falah dan Wahyu Catur Adinugroho______________
73-85
APLIKASI INTEGRASI PERSAMAAN TAPER UNTUK PENDUGAAN VOLUME POHON
Aplication of Taper’s Equation Integration for Tree Volume Estimation
1 Tri Sayektiningsih 2 dan Askar
1 Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja Jl. Soekarno-Hatta Km. 38, PO. BOX 578, Balikpapan - 76112 2
Balai Persuteraan Alam Bili-bili Kec. Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
I. PENDAHULUAN
Muhdin (1999) menyatakan kayu merupakan produk yang sangat penting dalam kegiatan pengusahaan hutan. Seiring dengan perkembangan zaman, industri perkayuan membutuhkan kayu dengan limit diameter tertentu yang besarnya dapat berubah. Hal ini menuntut adanya perencanaan produksi yang intensif (Askar, 2007).
Pengukuran dimensi kayu harus dilakukan dengan cermat agar dapat diperoleh taksiran volume yang mendekati nilai yang sebenarnya. Kualitas dugaan volume pohon ini tergantung dari beberapa faktor, diantaranya tingkat akurasi yang diinginkan, karakteristik pohon, metode pengukuran, alat yang digunakan, kondisi alat pada saat pengukuran dimensi pohon, persamaan volume yang digunakan dan lain-lain (Muhdin, 2003).
Untuk itu diperlukan suatu metode pendugaan volume pada diameter ujung pada ketinggian tertentu, dengan demikian pengelola atau pengusaha hutan dapat mengetahui potensi tegakan hutannya yang akan diproduksi sesuai permintaan industri perkayuan. Persamaan volume sekarang ini umumnya disusun berdasarkan hasil regresi antara volume sebagai variabel dependen sedangkan diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang serta beberapa variabel berikutnya bertindak sebagai variabel independen. Ditinjau dari aspek kepraktisannya, metode ini sangat praktis untuk menentukan volume suatu pohon karena pembuatannya yang mudah, namun metode ini tidak dapat menaksir volume pohon pada ketinggian atau limit diameter tertentu (Askar, 2007).
II. PENGERTIAN BENTUK BATANG DAN VOLUME POHON
Sebelum membahas persamaan taper lebih jauh, terlebih dahulu diuraikan pengertian dasar mengenai bentuk batang dan volume pohon.
1. Bentuk Batang
Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran. Secara umum terdapat tiga macam bentuk batang berdasarkan perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Chapman dan Meyer, 1949):
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 37 - 46
a) Pada pangkal : bentuk neiloid
b) Pada bagian tengah : bentuk silindris atau paraboloid. Bentuk silindris adalah bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal serta ujung. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung kecil dengan perubahan yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang.
c) Pada bagian ujung pohon : bentuk konus Laar dan Akca (1997) menyatakan profil batang dari individu pohon
dipengaruhi oleh posisinya dengan pohon yang lain maupun site-nya, perlakuan silvikultur diantaranya densitas tanah, pemupukan, perawatan tanaman serta perameter genetik.
2. Volume Pohon
Volume adalah ukuran isi atau kapasitas benda padat yang diekpresikan dalam pangkat tiga seperti m 3 , cubic feet atau ukuran kering/cair seperti buskel, gallons dan liter (Wahjudiono, 1998). Tiap batang pohon terdiri dari berbagai bentuk yang berlainan, sehingga bila ditentukan volumenya secara langsung akan diperoleh hasil volume yang kurang memuaskan. Untuk mengatasi hal ini, maka penentuannya dilakukan perseksi, dimana batang dipotong menjadi beberapa seksi serta tiap seksi diukur volumenya. Penjumlahan volume dari tiap seksi nantinya akan menghasilkan volume aktual batang. Rumus untuk menghitung volume tiap seksi batang menurut Avery dan Burkhart (1983) adalah :
Huber :
v = gm * l
gi gs
Smalian :
v=
gi 4 gm gs
Newton :
v=
Keterangan : v = Volume balok/batang kayu gi = Luas penampang melintang bagian pangkal gm = Luas penampang melintang bagian tengah antara ujung serta pangkal gs = Luas penampang melintang batang bagian ujung l
= Panjang balok yang diukur
III. PERSAMAAN INTEGRASI TAPER
Taper sendiri didefinisikan sebagai nilai pengurangan daripada diameter dari suatu pohon pada ketinggian tertentu dari dasar pohon (Laar dan Akca, 1997). Avery dan Burkhart (1983) menyatakan penentuan volume dari
Aplikasi Integrasi Persamaan Taper untuk Pendugaan Volume Pohon
Tri Sayektiningsih dan Askar
pengintegralan persamaan taper didasarkan pada asumsi bahwa seksi suatu pohon berbentuk melingkar dengan memplotkan diameter batang tegak lurus pada sumbu x sedangkan ketinggian tegak lurus pada sumbu y.
Philip dalam Muhdin (2003) menyatakan taper sebagai laju perubahan diameter pada panjang atau tinggi tertentu, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
t =(dp-du)/l Dimana:
t = taper dp = diameter pangkal du = diameter ujung l = panjang batang
Taper pohon dalam Bustomi dkk. (1998) adalah pengurangan atau semakin kecilnya diameter batang pohon dari pangkal ke ujung. Taper pohon ini disebut pula sebagai bentuk batang atau lengkung bentuk. Chapman dan Meyer dalam Bustomi dkk. (1998) menyatakan bahwa taper merupakan resultante dimensi pohon yang disebabkan adanya pengaruh pertumbuhan diameter dan tinggi pohon. Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang (d i ) dengan ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan tanah (h i ).
Secara matematis hubungan antara keduanya dapat dituliskan sebagai berikut :
d i = f (h i ) Keterangan :
d i : Diameter pada ujung tertentu
h i : Ketinggian diameter dari atas tanah Beberapa persamaan taper dalam Bustomi dkk (1998) yang pernah
disusun antara lain :
1. Model Kozak
2 (d 2
i /Dbh) = bo+ b1 (h i /H) + b2 (d i /Dbh)
2. Model Ayudhya dan Eadkeo Log d i
= bo + b1 Log (Dbh) + b2 Log (h) + b3 Log (h i ) Muhdin (2003) menyatakan untuk mengurangi keragaman absout yang
besar akibat adanya perbedaan ukuran batang dalam hal ini diameter dan tinggi atau panjang batang, sebaiknya digunakan peubah-peubah relatif, sehingga fungsi tapernya menjadi: d i /D = f(h i /H) atau d i /D = f (1-h i /H), dimana D = dbh atau diameter pangkal, H = tinggi bebas cabang atau tinggi total.
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 37 - 46
Contoh Kasus : Pendugaan Volume Batang Tectona grandis L.f.
Berdasarkan Integrasi Persamaan Taper Pengelompokan Data
Jumlah pohon yang diambil sebagai sampel untuk pembuatan model persamaan taper sebanyak 48 batang pohon yang terdiri atas 654 seksi. Pengukuran seksi dilakukan sampai pada diameter batang 10 cm dengan panjang seksi masing-masing 1 meter. Pengambilan sampel dilakukan melalui pengukuran langsung terhadap pohon hasil tebangan di hutan rakyat tersertifikasi Desa Sumberejo Kabupaten Wonogiri. Penyebaran pohon sampel dilakukan berdasarkan kelas diameter yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Pohon Sampel Berdasarkan Interval Diameter
Kelas
Jumlah pohon
diameter
Validasi Total (cm)
Penyusunan
model 15-19
Jumlah total pohon sampel yang digunakan adalah 74 buah. Penyusunan model persamaan taper menggunakan 48 buah sampel. Penentuan jumlah pohon sampel tersebut didasarkan pada asumsi distribusi normal yang mensyaratkan jumlah sampel minimal 30. Sedangkan jumlah sampel untuk uji validasi menggunakan 26 pohon sampel. Keterbatasan sampel pada uji validasi akibat pembatasan tebangan.
Penyusunan dan Uji Penerimaan Model
Penyusunan persamaan dilakukan dengan menggunakan model relatif serta absolut. Model diukur keterandalannya dengan menggunakan Koefisien Determinasi (R 2 ), Analisis varians, serta residualnya. Model
yang dihasilkan dari tiap persamaan adalah :
Aplikasi Integrasi Persamaan Taper untuk Pendugaan Volume Pohon
Tri Sayektiningsih dan Askar
Tabel 2.1 Nilai R 2 , Probabilitas untuk Persamaan Relatif Kelas
diameter N
Persamaan
2 Proba- R
bilitas 15-19
15 2 (d/Dbh) 2 = 1.45- 2.29(h/H)+1.24(h/H) 0.901 0.00* 20-24
15 2 (d/Dbh) 2 = 1.31- 1.96(h/H)+0.92(h/H) 0.851 0.00* 25-29
10 2 (d/Dbh) 2 = 1.24- 1.91(h/H)+0.86(h/H) 0.911 0.00* 30-34
8 2 (d/Dbh) 2 = 1.19- 1.85(h/H)+0.78(h/H) 0.895 0.00* Umum
48 2 (d/Dbh) 2 = 1.31- 2.04(h/H)+1.00(h/H) 0.842 0.00* *Signifikan pada taraf uji 0.05
Tabel 2.2 Nilai R 2 , Probabilitas untuk Persamaan Absolut (kuadratik) Kelas
diameter N
Persamaan
2 Proba- R
bilitas 15-19
15 d = 0.216 – 0.0206 h + 0.0010 h 2 0.768 0.00* 20-24
15 d = 0.254 – 0.0197 h + 0.00068 h 2 0.839 0.00* 25-29
10 d = 0.295 – 0.0191 h + 0.00044 h 2 0.876 0.00* 30-34
8 d = 0.354 – 0.0179 h + 0.00027 h 2 0.816 0.00* Umum
48 d = 0.265 – 0.0256 h + 0.0014 h 2 0.485 0.00* *Signifikan pada taraf uji 0.05
Tabel 2.3 Nilai R 2 , Probabilitas untuk Persamaan Absolut (kubik) Kelas
2 diameter
Persamaan
Proba- R
bilitas 15-19
15 d = 0.221 – 0.0268 h + 0.0024 h 2 + 0.0000806 h 3 0.769 0.00* 20-24
15 2 3 0.841 0.00* d = 0.263 – 0.0260 h + 0.0016 h + 0.0000435 h
25-29 10 2 3 0.878 0.00* d = 0.313 – 0.0274 h + 0.0015 h + 0.0000448 h
30-34 8 d = 0.357 – 0.0195 h + 0.00049 h 2 + 0.00000754 h 3 0.819 0.00* Umum
48 0.489 0.00* d = 0.270 – 0.0257h + 0.0017 h 2 + 0.0000439 h 3 *Signifikan pada taraf uji 0.05
Keberartian hubungan antara peubah bebas dan tak bebas dalam satu persamaan regresi dapat diketahui melalui nilai signifikansinya (Probabilitas). Dari hasil uji yang dilakukan, semua persamaan diatas menghasilkan probabilitas yang signifikan dimana nilai sig.< 0.05 sehingga
H o tolak. Dengan demikian persamaan taper dapat digunakan untuk menaksir diameter pada ketinggian tertentu dari atas tanah.
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 37 - 46
Uji Keseragaman 2 Persamaan Regresi
Uji keseragaman dideteksi dari intercept persamaan dengan menggunakan nilai batas bawah (lower bound) dan batas atas (upper bound). Dari hasil uji yang dilakukan, kelas 20-24 cm dan 25-29 cm pada persamaan relatif selangnya berimpit sehingga keduanya tidak signifikan. Agar dihasilkan persamaan taper yang baik maka kedua persamaan tersebut digabung menjadi satu kelas yakni kelas 20-29 . Hasil uji keseragaman regresi pada persamaan relatif disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persamaan Relatif Hasil Uji Keseragaman Regresi
2 Proba- diameter
Kelas N
R bilitas 15-19
Persamaan
0.901 0.00* 20-29
15 2 (d/Dbh) 2 = 1.45- 2.29(h/H)+1.24(h/H)
0.822 0.00* 30-34
25 2 (d/Dbh) 2 = 1.31- 2.04(h/H)+0.98(h/H)
0.895 0.00* Umum
8 2 (d/Dbh) 2 = 1.19- 1.85(h/H)+0.78(h/H)
0.842 0.00* *Signifikan pada taraf uji 0.05
48 2 (d/Dbh) 2 = 1.31- 2.04(h/H)+1.00(h/H)
Sedangkan selang kepercayaan pada persamaan kubik maupun kuadratik tidak ada yang berimpit tiap kelasnya.
Pemilihan Persamaan Taper Terbaik
R 2 dapat ditafsirkan sebagai persen variabel dependen yang dapat di jelaskan oleh variabel independen R 2 dari tiap persamaan relatif menghasilkan nilai yang relatif sama antara pengkelasan dengan tanpa pengkelasan sedangkan untuk persamaan absolut terdapat perbedaan yang
cukup jauh antara nilai R 2 pengkelasan dengan tanpa pengkelasan baik pada tipe kuadratik maupun kubik dengan rata-rata perbedaan R 2 sampai 0.4. Ini
membuktikan bahwa persamaan absolut hanya cocok digunakan apabila variasi suatu objek tidak terlalu besar. Sedangkan persamaan relatif bisa dipakai pada kondisi dimana variasi suatu objek besar maupun kecil. Sehingga persamaan yang digunakan untuk menyusun model penduga volume batang pada tiap kelas diameter adalah absolut dengan tipe kuadratik
karena penambahan variabel h 3 pada persamaan kubikasi tidak meningkatkan R 2 secara signifikan. Sedangkan untuk model penduga volume
batang tanpa pengkelasan diperoleh dari persamaan umum relatif. Persamaan yang terpilih sebagai model penduga volume batang disajikan dalam Tabel 4.
Aplikasi Integrasi Persamaan Taper untuk Pendugaan Volume Pohon
Tri Sayektiningsih dan Askar
Tabel 4. Persamaan Taper Penyusun Model Penduga Volume Batang
Persamaan Absolut
Tipe Kelas diameter
15-19
d = 0.216 – 0.0206 h + 0.0010 h 2 20-24
d = 0.254 – 0.0197 h + 0.00068 h 2 25-29
d = 0.295 – 0.0191 h + 0.00044 h 2 30-34
d = 0.354 – 0.0179 h + 0.00027 h 2 Relatif
2 (d/Dbh) 2 = 1.31- 2.04(h/H)+1.00(h/H)
Penyusunan Model Penduga Volume Batang
Berdasarkan asumsi bahwa batang pohon merupakan benda putar yang berjari-jari tegak lurus pada sumbu x sedangkan panjang pohon tegak lurus pada sumbu y, maka volume dugaannya dapat diperoleh dengan integrasi persamaan taper yang telah disusun, yang secara umum ditulis sebagai berikut :
2 ( d ) dh
Hasil integrasi taper dari masing-masing persamaan yang diperoleh adalah:
1. Model penduga volume batang kelas diameter 15-19 cm
d = 0.216- 0.0206(h)+0.00102(h) 2
2 V =¼ 2 ( 0 . 216 0 . 0206 h 0 . 00102 h ) dh
V= ¼ Π(0.046(h)+0.0044(h) 2 + 2.8 e-4(h) 3 +1.05 e-05 (h) 4 +2.01 e-07(h) 5
2. Model penduga volume batang kelas diameter 20-24 cm
d = 0.254- 0.0197(h)+0.000689(h) 2
V=¼ ( 0 . 254
2 0 2 . 0197 h 0 . 000689 h ) dh
2 3 4 V = ¼ Π(0.064(h)+0.0050(h) 5 +2.4 e-4(h) + 6.7 e-06(h) +9.5 e-08(h)
3. Model penduga volume batang kelas diameter 25-29 cm
d =0.295- 0.0191(h)+0.00044(h) 2
2 V=¼ 2 ( 0 . 295 0 . 0191 h 0 . 00046 h ) dh
2 3 4 V = ¼ Π(0.087(h)+0.0056(h) 5 +2 e-4 (h) +4.2 e-6(h) + 3.9 e-8(h)
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 37 - 46
4. Model penduga volume batang kelas diameter 30-34 cm
d =0.354- 0.0179(h)+0.00027(h) 2
V=¼
2 ( 0 . 354 0 . 2 0179 h 0 . 00027 h ) dh
2 3 4 V = ¼ Π(0.125(h)+0.0063(h) 5 +1.7 e-4(h) +2.4 e-6(h) +1.5 e-8(h)
5. Model penduga volume batang tanpa pengkelasan
2 (d/Dbh) 2 =1.31–2.04(h/H)+ 1.00 (h/H)
d = (1.31–2.04(h/H)+ 1.00 (h/H) 2 ) 2 *d
2 V=¼∏ 2
d ( 1.31–2.04(h/H)+ 1.00 (h/H) ) dh
2 2 3 V=¼∏d h H (1.31(h/H)-1.02(h/H) +0.50(h/H) )]
Ket : d = diameter
Tabel 5. Model Penduga Volume Batang
Tipe Kelas Persamaan Diameter
15-19 2 3 4 V=¼Π 0.046 h+0.0044 h 5 +2.8 e-4 h +1.0 e-05 h +2.01 e-07 h 20-24
2 3 4 V= ¼Π 0.064 h+0.0050 h 5 +2.4 e-4 h + 6.7 e-06 h +9.5 e-08h Absolut
25-29 V=¼Π 0.087 h+0.0056 h 2 +2.0 e-4 h 3 + 4.2 e-06h 4 +3.9 e-08h 5 30-34
V =¼Π 0.125 h+0.0063 h 2 +1.7 e-4 h 3 +2.4 e-6 h 4 +1.5 e-8h 5 Relatif
2 2 V=¼∏d 3 H (1.31(h/H)-1.02(h/H) +0.50(h/H) )
Model penduga volume batang berdasarkan integrasi persamaan taper dapat digunakan untuk mengetahui nilai dugaan volume batang dari atas tanah.
Bilangan Bentuk
Bilangan bentuk merupakan suatu bilangan yang menyatakan rasio antara volume batang dengan volume slindernya yang mempunyai bidang dasar dan tinggi yang sama. Bilangan bentuk yang dicari adalah bilangan bentuk absolut dan relatif dari tiap kelas diameter. Bilangan bentuk absolut dicari dari diameter pangkal batang pohon sedangkan relatif menggunakan diameter pada ketinggian 1.3 meter dari atas tanah. Karena bidang dasarnya lebih besar maka bilangan bentuk absolut lebih kecil dibandingkan dengan relatif. Bilangan bentuk yang diperoleh mengalami penurunan tiap kelasnya. Hal ini disebakan oleh faktor kerapatan atau jarak tanam. Makin rapat jarak tanamnya maka bilangan bentuknya makin kecil.
Aplikasi Integrasi Persamaan Taper untuk Pendugaan Volume Pohon
Tri Sayektiningsih dan Askar
Tabel 6. Bilangan Bentuk Tiap Belas
Kelas Bilangan bentuk Bilangan bentuk diameter
absolut f (0.1) relatif f (1.3) 15-19
Uji Validasi Model
Uji validasi model dilakukan untuk menguji keterandalan atau performa dari tiap model penduga batang yang ditemukan. Dalam penelitian ini, Uji validasi yang dilakukan menggunakan UJI PRESS. Nilai PRESS yang mendekati nol menunjukkan persamaan tersebut memiliki performa yang baik apabila diterapkan dengan set data yang berbeda dengan data yang digunakan dalam menyusun persamaan. Uji PRESS ini menggunakan 26 sampel. Jika suatu model validasinya melebihi angka nol maka persamaan tersebut akan menghasilkan volume dugaan yang over estimate dari volume sebenarnya. Makin mendekati angka nol maka volume dugaan yang dihasilkan akan lebih mendekati volume sebenarnya. Besar kecilnya nilai validasi ditentukan oleh kesesuaian antara bentuk batang dengan model yang ada. Makin cocok bentuk batang dengan model yang ada maka validasinya akan mendekati nilai nol.
Tabel 7. Nilai PRESS Penyusun Model Penduga Volume Batang
Kelas diameter
Nilai PRESS 15-19
Model volume penduga batang yang dihasilkan dari penelitian ini ada dua macam yakni model absolut serta model relatif. Model absolut yang terpilih bertipe kuadratik serta digunakan untuk menemukan model penduga volume batang pada setiap kelas diameter. Model yang dihasilkan dari persamaan kuadratik yang telah diintegralkan adalah sebagai berikut :
2 3 4 Model : V = 5 * (a*h + b* h + c* h + d* h + e* h )
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 37 - 46
Kelas
Koefisien regresi
diameter
a b c d e 15-19
2.0 E-07 20-24
9.5 E-08 25-29
3.9 E-08 30-34
1.5 E-08 Sedangkan model relatif digunakan adalah:
Model : V =
2 d 3 (1.31(h/H)-1.02(h/H) +0.50(h/H) )
IV. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, integrasi persamaan taper dapat digunakan untuk menduga volume pohon pada ketinggian atau limit diameter tertentu. Dalam pelaksanaan di lapangan, fungsi taper akan berhasil dalam menduga volume batang pohon (tidak bias) apabila dapat menggambarkan pola bentuk batang yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Askar. 2007. Pendugaan Volume Batang Tectona grandis L.f. Berdasarkan Integrasi Persamaan Taper (Studi Kasus Hutan Rakyat Tersertifikasi Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Avery, T.E. dan Burkhart, H.E. 1983. Forest Measurements. Mc Graw-Hill Book Company. Incorporation. New York.
Bustomi, S., Harbagung, Wahyono, J. dan Parthama IBP. 1998. Petunjuk Teknis Tatacara Penyusunan Tabel Volume. Info Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Indonesia.
Chapman, H.H. dan Meyer, W.H. 1949. Forest mensurations. Mc Graw-Hill Book Company. Incorporation. New York.
Laar, A. dan Akca, A. 1997. Forest Mensurations. Cuvilier Verlag. Gottingen. Muhdin. 2003. Dimensi Pohon dan Perkembangan Metode Pendugaan Volume.
Diakses tanggal
2010.http://rudyct.com/PPS702- ipb/07134/muhdin.com
20 Juli
Muhdin. 1999. Analisis Beberapa Rumus Penduga Volume Log: Studi Kasus Pada Jenis Meranti (Shorea spp.) di Areal HPH PT Siak Raya Timber. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol.V No.2: 33-44.
Wahjudiono, S. 1998. Diktat Kuliah Ukur Kayu. Instiper.Jogjakarta.
POTENSI TUMBUHAN BAWAH SEBAGAI AKUMULATOR LOGAM BERAT UNTUK MEMBANTU REHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG
Potency of Understory as a Heavy Metal Accumulator in Supporting of
Ex- mining Site Rehabilitation
Enny Widyati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunungbatu No. 5, Po. Box 311, Bogor - 16118 Telp. (0251)8631238, Fax. (0251) 7520005
I. PENDAHULUAN
Salah satu fungsi hutan adalah sebagai tempat konservasi plasma nutfah. Hutan yang sehat tersusun atas berbagai macam strata baik tingkat herba, perdu maupun pohon. Semua strata tersebut memainkan perannya masing- masing sehingga ekosistem hutan mempunyai dinamika tersendiri yang khas dan tidak dapat dijumpai pada ekosistem lain.
Banyak bahan galian ditemukan di bawah ekosistem hutan. Bahan galian seperti batubara, emas, perak, tembaga dan timah merupakan hasil tambang yang banyak memberikan sumbangan devisa bagi Indonesia. Sehingga akibat dari kegiatan penambangan untuk mengambil bahan galian tersebut ekosistem hutan menjadi rusak bahkan hilang.
Batubara di Indonesia umumnya diekstrak dengan sistem penambangan terbuka. Penambangan sistem ini membuang semua lapisan tanah di atas deposit batubara, termasuk hutan yang ada di atasnya. Sehingga penambangan sistem ini dilakukan dengan menghilangkan ekosistem hutan beserta seluruh fungsinya. Penghilangan lapisan tanah di atas deposit batubara telah mengakibatkan oksidasi mineral bersulfur dengan melepaskan sulfat sehingga menurunkan pH tanah. Penurunan pH tanah mengakibatkan meningkatnya kelarutan logam- logam (Tan, 1993), sehingga pada lahan bekas tambang terjadi akumulasi logam- logam yang cukup tinggi.
Untuk mengambil bahan galian berupa logam seperti emas, perak, tembaga, timah atau yang lainnya memerlukan proses pemurnian bijih (ore). Sebab deposit logam di dalam kerak bumi selalu terikat oleh mineral atau logam- logam lainnya. Proses pemurnian umumnya dilakukan melalui penggerusan mineral batuan (crusting) kemudian dilarutkan dengan bahan-bahan kimia atau logam pereaksi lainnya. Bahan kimia yang umum dipakai pada proses pemurnian bijih antara lain sianida (CN), arsen (As) dan sebelum dilarang, merkuri (Hg). Bahan-bahan tersebut merupakan pencemar lingkungan yang sangat beracun.
Memperhatikan kondisi di atas maka untuk melakukan kegiatan rehabilitasi lahan seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menghadapi banyak hambatan. Namun demikian, beberapa jenis tumbuhan ditemukan mempunyai kemampuan untuk hidup pada
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 46 - 56
lingkungan yang memiliki akumulasi logam cukup tinggi. Pada lahan yang mempunyai kandungan logam cukup tinggi diperlukan jenis tanaman yang mampu menurunkan akumulasi logam sehingga kualitas lingkungan meningkat. Penurunan konsentrasi pencemar dengan menggunakan aktivitas tanaman dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Salah satu mekanisme tanaman dalam proses fitoremediasi adalah dengan menyerap logam dan mengakumulasikannya ke dalam biomas tanaman. Proses fitoremediasi dengan menyerap polutan disebut fitoekstraksi. Tanaman yang mempunyai mekanisme fitoekstraksi disebut juga sebagai akumulator. Untuk tanaman yang mempunyai kemampuan mengakumulasi lebih dari 1.000 mg/kg biomas (Ni, Cu, Co, Cr atau Pb) atau lebih dari 10.000 mg/kg biomas untuk logam Zn atau Mn disebut sebagai hiperakumulator (Baket et al., 1988).
Beberapa jenis tanaman yang mempunyai kemampuan akumulator antara lain Bunga Matahari (Helianthus annus) dapat mengakumulasikan Arsen dan Uranium, tumbuhan paku Pteris vitata dapat menetralkan Arsen (Wilkipedia, 2008). Thlaspi caerulescens kelompok famili Brassicaceae sudah dibuktikan mampu mengakumulasikan logam Zn, Pb, Cd, Ni, Cr, dan Co (Pence et al ., 2000). Salah satu ekotipe dari T. caerulescens menunjukkan kemampuan untuk mengakumulasikan Zn mencapai 30,000 ppm dan Cd sebesar 1,000 ppm pada jaringan pucuknya tanpa menunjukkan gejala keracunan (Pence et al., 2000). Sebagai pembanding daun yang normal mengandung Zn tidak lebih dari 100 ppm, 30 ppm merupakan dosis yang diperlukan untuk pertumbuhan, sedangkan 300–500 ppm merupakan dosis yang toksik. Untuk Cd, kandungan logam ini 1 ppm dalam daun sudah merupakan dosis yang toksik (Pence et al., 2000).
Beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai kemampuan sebagai hiperakumulator umumnya berupa tumbuhan bawah. Oleh karena itu, hutan yang masih sehat dapat menjadi sumber benih tanaman hiperakumulator untuk memulihkan kandungan logam-logam pada lahan bekas tambang. Diharapkan dengan memanfaatkan tumbuhan akumulator keberhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang menjadi lebih optimal.
II. PERSYARATAN TUMBUHAN UNTUK DIGOLONGKAN SEBAGAI HIPERAKUMULATOR
Suatu jenis tumbuhan dikategorikan sebagai species hiperakumulator ketika mereka memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Toleran terhadap kandungan logam yang tinggi sehingga pertumbuhan akar dan pucuk tidak mengalami hambatan. Tanaman yang toleran tidak akan terganggu pertumbuhannya meskipun mereka tumbuh pada tanah dengan toksisitas yang tinggi. Toleransi ini diduga berasal dari kemampuan untuk menyimpan logam dalam vakuola sel atau mampu mengkelat logam-logam (Chaney et al., 1997).
b. Mampu menyerap logam (uptake) yang terdapat dalam larutan tanah dengan cepat. Kecepatan uptake ditentukan oleh jenis tumbuhan dan macam logam yang di-uptake. T. caerulescens mampu mengakumulasi Zn 10,000 mg/kg biomas (Chaney et al., 1997).
Potensi Tumbuhan Bawah Sebagai Akumulator Logam Berat untuk Membantu Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang
Enny Widyati
c. Mampu mentranslokasikan suatu unsur logam dari akar ke bagian pucuk tanaman dengan kecepatan tinggi. Beberapa tumbuhan hiperakumulator ditemukan mampu mentransfer Zn, Cd atau Ni 10 kali lebih cepat daripada non hiperakumulator, sehingga konsentrasi logam pada jaringan pucuk jauh lebih besar daripada yang terdapat pada jaringan akarnya (Chaney et al., 1997).
d. Harus mampu menghasilkan biomas yang tinggi dalam waktu yang cepat (cepat tumbuh), mudah dibudidayakan dan mudah dipanen, lebih baik yang dapat dipanen berkali-kali dalam setahun (Peer et al., 2008).
III. TUMBUHAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI HIPERAKUMULATOR
Banyak jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plants) ditemukan mempunyai kemampuan untuk mengakumulasikan logam berat (metal hyperaccumulator plants ) (Gratao et al., 2005). Lebih dari 400 jenis tumbuhan telah ditemukan mempunyai kemampuan hiperakumulator termasuk anggota famili Asteraceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, Cyperaceae, Cunouniaceae, Fabaceae, Flacourtiaceae, Lamiaceae, Poaceae, Violaceae, dan Euphorbiaceae. Famili yang paling banyak dijumpai sebagai hiperakumulator adalah Brassicaceae, spesies dari famili ini mampu mengakumulasikan lebih dari satu jenis logam (Gratao et al., 2005).
Salah satu contohnya adalah Brassica juncea mampu meng- akumulasikan Se, As, Cd, Cu, Hg dan Zn. Thlaspi caerulescens merupakan akumulator Cd sedangkan Alyssum sp merupakan akumulator dari Ni [6]. Contoh lainnya, Pistia stratiotes dapat mengakumulasikan Ag, Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn dengan konsentrasi mencapai 5 mM per kg biomas. Tumbuhan P. stratiotes mengakumulasikan logam pada jaringan akar (Gratao et al., 2005).
Tembakau (Nicotiana tabaccum) juga dikenal mempunyai kemampuan untuk mengakumulasikan Hg. Beberapa jenis tumbuhan paku seperti Pteris vittata dapat mengakumulasikan As (Gratao et al., 2005). Jenis Pteris yang lain misalnya P. cretica, P. longifolia dan P. umbrosa juga mampu meng- akumulasikan As (Gratao et al., 2005). Tumbuhan paku air Azolla caroliniana (Azollaceae) dapat digunakan untuk membersihkan Hg dan Cr dalam air dan mengakumulasikannya dalam jaringan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemurni air (Gratao et al., 2005).
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 46 - 56
Gambar (Picture) 1. Pteris vitata, salah satu tumbuhan paku hiperakumulator arsen. (Pteris vitata, an arsenic hyper-accumulator fern) Sumber: Wilkipedia, 2008
Bunga Matahari (Helianthus annuus) merupakan hiperakumulator Pb dan diendapkan dalam jaringan daun dan batang (Gratao et al., 2005). Tanaman ini merupakan tanaman hias sehingga baik digunakan untuk membersihkan lahan yang terletak di tepi jalan atau areal perkantoran pada lahan bekas tambang. Salah satu spesies turi (Fabaceae) yaitu Sesbania drummondii juga merupakan akumulator Pb dan disimpan pada jaringan akar dan daun sebagai timbal asetat, sulfat atau sulfida (Gratao et al., 2005).
Beberapa tumbuhan berkayu dari hutan tropis diketahui dapat mengakumulasikan Al, terutama dari ordo Myrtales, Malpighiales, Oxalidales, Cornales, Ericales, Gentianales dan Aquifoliales [6]. Mereka dapat menyerap aluminium dan disimpan pada biomas atas tanaman mencapai 1000 ppm atau setara 0,1% berat kering biomas (Gratao et al., 2005).
Potensi Tumbuhan Bawah Sebagai Akumulator Logam Berat untuk Membantu Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang
Enny Widyati
Gambar 2. Kebun bunga matahari dapat dibangun di atas lahan bekas tambang sebagai akumulator untuk membersihkan logam berat. (Sun flower garden developed on ex-mining sites will facilitate heavy metals removal from the soil ) Sumber (source) : Center Science Foundation (2008)
IV. MEKANISME HIPERAKUMULATOR
Memahami bagaimana mekanisme tumbuhan berinteraksi di rhizosfir, menyerap, mentrasportasikan dan memisahkan logam supaya tidak meracuni dirinya sendiri akan memudahkan dalam membuat desain perlakuan yang harus diberikan sehingga akumulasi logam oleh tumbuhan dapat dioptimasi (Gratao et al ., 2005). Masing-masing tumbuhan mengembangkan mekanisme akumulasi logam yang berbeda-beda.
Tumbuhan yang hidup pada lahan dengan akumulasi logam tinggi memiliki protein pengikat logam atau peptida yang diberi nama fitokelatin (PCs) yang mirip dengan metalothionin pada mamalia (Chaney et al., 1997). Penelitian akumulasi nikel pada Thlaspi goesingense dan T. arvense menunjukkan bahwa kemampuan kedua tanaman tersebut dalam mengakumulasi Ni menjadi kompleks Ni-asam organik dibantu oleh senyawa sitrat yang terdapat dalam dinding sel, vakuola dan sitoplasma sel (Rathinasabapathi et al., 2006). Sedangkan kemampuan akumulasi logam pada tumbuhan Brassica juncea ditentukan oleh ATP surfurilase. Tumbuhan ini mampu mengakumulasikan As(III), As(V), Cd, Cu, Hg, dan Zn (Gratao et al., 2005) dalam biomasnya. Mekanisme lain dikembangkan oleh tumbuhan Astragalus bisulcatus untuk mengakumulasikan selenium (Se) tanpa meracuni dirinya sendiri adalah dengan menghasilkan protein selenocysteine methyltransferase (SMT) terutama methylates selenocysteine (SeCys) (Gratao et al., 2005).
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 46 - 56
Telah disebutkan di atas bahwa salah satu syarat yang harus dimiliki oleh hiperakumulator adalah toleran pada kandungan logam berat yang tinggi. Namun demikian, ternyata antara toleran dan akumulasi merupakan sifat yang saling independen (Peer et al., 2008). Sifat toleran ditentukan oleh kandungan glutation (GSH), sistein (Cys), O-acetyl-L-serine (OAS) sedangkan kemampuan mengakumulasikan logam berat pada jaringan dipengaruhi oleh kandungan serine acetyltransferase (SAT) dan aktivitas glutation reduktase (Peer et al., 2008).
Untuk dapat masuk ke dalam jaringan tanpa meracuni tanaman, logam berat harus diubah menjadi bentuk yang kurang toksik melalui reaksi kimiawi atau pembentukan kompleks dengan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman (Peer et al., 2008). Tanaman umumnya mengeluarkan kelompok thiol sebagai pengkelat (ligand), tetapi banyak juga metabolit yang dikeluarkan sebagai ligand tergantung jenis logam yang akan dikelat (Tabel 1).
Untuk dapat menyerap logam berat tumbuhan hiperakumulator membuat analog seolah-olah mereka menyerap unsur-unsur hara yang diperlukan dalam metabolismenya(Peer et al., 2008). Sehingga mereka membuat jalur (pathway) seperti ketika mereka menyerap unsur hara tersebut. Untuk membuat analog tersebut mereka memerlukan ligan-ligan organik. Bagaimana tumbuhan hiperakumulator menganalogkan logam berat dan ligan apa yang diperlukan disajikan pada Tabel 1.
Tabel (Table) 1. Logam-logam berat dan ligan organik yang diperlukan untuk membentuk kompleks dalam jaringan tanaman (Heavy metals and organic ligands for complex formation in plants tissues )
Analog Logam
dengan ( Metals)
( Analogue Ligan organik with)
Arsen (As) Fosfat Phytochelatin, thiol, glutathione, asam askorbat
Kadmium (Cd) Zn, Fe Phytochelatin, glutathione, γ- glutamylcysteine, thiols
Krom (Cr) Mn
Thiols
Tembaga (Cu) Cu Sitrat, metalotionin, phytochelatin 2, phytochelatin 3
Merkuri (Hg) Difusi pasif
Thiols
Nikel (Ni) Fe Nicotianamine, histidin, thiols, sitrat Timbal (Pb)
Zn,
Fe Glutathione
Selenium (Se) S
Sistein, metionin
Seng (Zn) Zn Phytochelatin, glutathione, γ- glutamylcysteine, thiols, sitrat, malat
Sumber (source): Peer et al., 2008
Potensi Tumbuhan Bawah Sebagai Akumulator Logam Berat untuk Membantu Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang
Enny Widyati
V. STRATEGI MENGOPTIMASI HIPERAKUMULATOR
Efektivitas dari akumulasi logam berat menggunakan tanaman hiperakumulator sangat tergantung pada pemilihan jenis yang tepat untuk diaplikasikan pada suatu lokasi terkontaminasi. Jenis lokal harus menjadi pilihan pertama karena mereka telah teradaptasi terhadap kondisi mikroklimat, hama dan penyakit setempat. Untuk mengoptimalkan kemampuan akumulasi logam, beberapa strategi dapat ditempuh antara lain bioteknologi dan rekayasa genetika, optimasi biomas melalui perbaikan unsur hara dan inokulasi dengan mikroba.
A. Bioteknologi dan Rekayasa Genetika
Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa tumbuhan yang mempunyai kemampuan hiperakumulator umumnya selektif terhadap suatu jenis logam, tumbuh lambat, menghasilkan sedikit biomas dan sebagian besar mereka hanya bisa digunakan di habitat aslinya (Gratao et al., 2005). Di samping itu, tanaman yang ditemukan hiperakumulator umumnya tumbuh liar sehingga penggunaan tumbuhan ini menjadi sangat terbatas. Karena belum diketahui secara luas sifat- sifat agronomisnya, pengendalian hama dan penyakit, kemampuan menghasilkan benih serta mekanisme fisiologis (Gratao et al., 2005).
Namun demikian, kemajuan teknologi di bidang rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan. Melalui pengembangan tanaman transgenik dapat dikembangkan kemampuan tanaman untuk menyerap logam, mengakumulasikan dan toleran terhadap toksisitas logam (Gratao et al., 2005). Peningkatan kemampuan akumulasi logam dapat ditingkatkan melalui peningkatan konsentrasi protein atau peptida pengikat logam dalam sel tumbuhan sehingga akan meningkatkan kemampuan mengikat logam dan toleransi tumbuhan terhadap toksisitas logam (Gratao et al., 2005).
Rekayasa bioteknologi peningkatan kemampuan hiperakumulator tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengumpulkan logam, tetapi juga meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk dapat hidup pada iklim yang berbeda-beda (Pence et al., 2000). Disamping itu, peningkatan juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk mengakumulasikan lebih dari satu macam logam karena sangat jarang dalam satu lokasi tercemar hanya terdapat satu macam akumulasi logam (Peer et al., 2008). Dengan demikian, pemilihan dan uji kemampuan tumbuhan hiperakumulator untuk mengakumulasi banyak logam (multiple) akan dapat meningkatkan kemampuan fitoremediasi suatu jenis tumbuhan dan memungkinkan meningkatnya keberhasilan proses bioremediasi dalam membersihkan lingkungan dari kontaminan (Gratao et al., 2005).
B. Peningkatan Biomas Dan Inokulasi Dengan Mikroba
Seperti telah disebutkan di atas bahwa tumbuhan yang mempunyai kemampuan hiperakumulator umumnya merupakan tumbuhan bawah yang tentu saja mempunyai produksi biomas rendah. Untuk meningkatkan produksi biomas dapat dilakukan melalui pemupukan atau memperbaiki komposisi unsur hara dalam tanah.
Disamping itu, peningkatan produksi biomas dan kemampuan akumulasi logam dapat ditingkatkan melalui inokulasi dengan mikroba tanah yang kompatibel. Mikroba tanah memegang peranan yang penting pada
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 46 - 56
mobilisasi unsur hara dalam tanah. Hasil penemuan (Gratao et al., 2005) bahwa fungi mikoriza pada salah satu jenis tumbuhan hiperakumulator As membantu menyerap fosfat lebih banyak. Fosfat merupakan penyusun protein atau ensim sehingga akan membantu meningkatkan protein atau ensim yang berperan dalam proses akumulasi As.
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa, baik untuk mengakumulasikan logam maupun untuk bertahan pada tanah yang tercemar logam berat, tanaman dibantu oleh mikroba tanah. Rhizobium mempunyai mekanisme detoksifikasi intraseluler terhadap toksisitas Cd melalui sekresi protein atau asam amino yang mampu mengkelat ion Cd sehingga tanaman inangnya tidak teracuni oleh logam tersebut (Figuera et al., 2005). Tanaman yang berasosiasi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA) lebih tahan terhadap toksisitas Zn pada konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak berasosiasi dengan FMA (Chen et al., 2003). Hasil penemuan menunjukkan bahwa FMA menghasilkan protein metalotionin yang dapat mengikat Cd dan Cu sehingga tanaman yang berasosiasi dengannya tidak akan terracuni oleh logam-logam tersebut (Lanfranco et al., 2002; Gonzales-Chavez et al ., 2002). Sedangkan Glomus coledonicum merupakan FMA yang dapat membantu tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah yang tercemar logam berat (Liao et al., 2003). FMA dapat menyerap dan mentranslokasikan uranium dalam akar inangnya (Rufykiri et al., 2002). Sedikitnya terdapat 3 spesies Glomus spp yang mampu menyerap dan mengakumulasi Cu pada hifa ekstraradikal (Rufykiri et al ., 2002).
Untuk bertahan dan berperan sebagai hiper akumulator arsen pada tanah yang tercemar arsen sangat tinggi, P. vittata mempunyai hubungan yang sangat unik dengan mikroflora tanah yang sangat resisten terhadap arsen (Rathinasabapathi et al., 2006). Dilaporkan bahwa telah teridentifikasi proteobacterium yang ditemukan pada akar P. Vittata (Rathinasabapathi et al., 2006). FMA dari jenis G. mosseae ditemukan pada akar P. vittata yang tumbuh pada tanah tercemar arsen tinggi (Rathinasabapathi et al., 2006).
Uji di rumah kaca tanaman yang diinokulasi dengan FMA tidak hanya toleran terhadap As tetapi juga meningkatkan produksi biomas meskipun ditumbuhkan pada kandungan As yang paling tinggi. Dilaporkan juga bahwa FMA meningkatkan akumulasi As pada jaringan tumbuhan dan juga meningkatkan serapan P dalam jaringan tumbuhan (Rathinasabapathi et al., 2006).
VI. PROSPEK PENELITIAN KE DEPAN
Luas lahan bekas tambang di Indonesia lebih dari 1,3 juta ha yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Bangka, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Irian (Papua). Lahan bekas tambang tersebut mempunyai berbagai macam akumulasi logam dan senyawa berbahaya lainnya. Oleh karena itu pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuhan bawah dari pecahan hutan (fragment forest) terdekat sangat diperlukan untuk membantu menurunkan akumulasi logam sehingga pencapaian keberhasilan revegetasi lahan bekas tambang dapat ditingkatkan.
Potensi Tumbuhan Bawah Sebagai Akumulator Logam Berat untuk Membantu Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang
Enny Widyati
DAFTAR PUSTAKA
Baker, A.J.M., R.R. Brooks and R.D. Reeves. 1988. Growing for Gold, Copper and zinc . New Scientist (117): 44-48.
Center Science Foundation.
Pteris vitata Picture . http//jcraigcentersciencefoundation.com. Diakses tanggal 11 April 2008
Chaney, R.L., M. Malik, Y.M. Li, S.L. Brown, E.P. Brewer, J.S. Angle and A.J.M. Baker. 1997. Phytoremediation of Soil Metals. Tersedia di . Diakses tanggal 11 Januari 2008.
Chen BD, Li XL, Tao HQ, Christie P, Wong MH. 2003. The Role of Arbuscular Micorrhiza in Zn Uptake by Red Clover Growing in Calcareous Soil Spiked with Various Quantities of Zinc . Chemosphere 50(6): 839 – 846.
Figuera, E.M.A.P, A.I.G. Lima and S.I.A. Pereira. 2005. Cadmium Tolerance Plasticity in Rhizobium leguminosarum bv. Viciae: Glutatione as a Detoxifying agent . Can. J. Microbiol. (51): 7 – 14.
Gonzalez-Chavez, C., J. D’Haen, J. Vangronsveld and J.C. Dodd. 2002. Copper Sorption and Accumulation by the Extraradical Mycelium of Different Glomus spp. Isolated from the Same Polluted Soil. Plant Soil (184): 195 – 205.
Gratao, P.L., M.N.P. Prasad, P.L. Cardoso, P.J. Lea and R.A. Azevedo. 2005. Phytoremediation: Green Technology for the Clean up of Toxic Metals in the Environment . Braz. J. Plant Physiol. vol.17 no.1 (p: 823 – 830).
Kramer, U., I.J. Pickering, R.C. Prince, I. Raskin, and D.E. Salt. 2000. Subcellular Localization and Speciation of Nickel in Hyperaccumulator and Non-Accumulator Thlaspi Species . Plant Physiol. Vol. 122(4): 1343–1354.
Lanfranco, I, A. Bolchi, E.C. Ros, S. Ottonello and P. Bonfante. 2002. Differential Expression of Metalothionein Gene during the Presymbiotic Versus the Symbiotic Phase on an Arbuscular Mycorrhizal Fungus . Plant Physiol. (130): 58 – 67.
Liao, J.P., X.G. Lin, Z.H. Cao, Y.Q. Shi YQ and M.H. Wong. 2003. Interaction between Arbuscular Micorrhiza and Heavy Metals under Sand Culture Experiment . Chemosphere 50 (6): 847 – 853.
Peer, W.A., I.R. Baxter, E.L. Richards, J.L. Freeman and A.S. Murphy. 2008. Phytoremediation and Hyperaccumulator Plants . www.metals_11.pdf, Diakses tanggal 11 Januari 2008
Pence, N.S., P.B. Larsen, S.D. Ebbs, D.L.D. Letham, M.M. Lasat, D.F. Garvin,
D. Eide and L.V. Kochian, 2000. The Molecular Physiology of Heavy Metal Transport in the Zn and Cd Hyperaccumulator Thlaspi caerulescens. www.pnas.org. Diakses tanggal 11 Januari 2008.
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 46 - 56
Rathinasabapathi, B., L.Q. Ma and M. Srivastava. 2006. Arsenic Hyperaccumulating Ferns and their Application to Phytoremediation of Arsenic Contaminated Sites .
Floriculture, Ornamental and Plant Biotechnology Volume III. Global Science Books. UK.
Rufykiri, G., Y. Thyri, L. Wang, B. Delvaux and S. Declereck. 2002. Uranium Uptake and Translocation by the Arbuscular, Fungus Glomus intraradices under Root-organ Culture Condition. New Phytol. 156 (2): 275 – 281.
Tan, K.H. 1993. Principles of Soil Science. 2 nd
ed. Marcel and Dekker Inc. New york.
Wilkipedia.2008. Sun Flower Picture. www.wilkipediathefreeencyclopedia.com. Diakses tanggal 16 Febrruari 2008
SERANGGA HAMA YANG BERASOSIASI DENGAN KALIANDRA ( Calliandra callothyrsus) DAN ASPEK PENGENDALIANNYA
Review of Insect Pest On Caliandra callothyrsus and The Controlling Aspect
Ujang W. Darmawan dan Illa Anggraeni
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunungbatu No. 5, Po. Box 311 Bogor 16118 Telp. (0251)8631238, Fax. (0251) 7520005
I. PENDAHULUAN
Pengusahaan tanaman yang bernilai guna tinggi akan sangat penting apabila memperhatikan pemilihan spesies yang diusahakan. Salah satu jenis tumbuhan potensial adalah kaliandra (C. calothyrsus) sebagai tumbuhan multi guna. Pemanfaatan jenis tanaman ini sangat beragam mulai dari penghasil kayu energi, meningkatkan kesuburan tanah, penghijauan, pakan ternak dan dapat diusahakan bersama jenis tanaman lain sebagai pengisi maupun pakan lebah madu. Jenis tanaman ini sangat cocok sebagai penghasil kayu energi karena nilai kalornya tinggi (4.500-4.750 kkal/kg), cepat tumbuh (2,5 - 3,5 m dalam 6 - 9 bulan) dan sangat cepat menghasilkan trubusan ketika dipangkas. Selain itu
produktivitasnya tinggi (35 – 65 m 3 /ha ) dengan rotasi singkat (1 tahun) (NAS, 1980). Kemampuan kaliandra tumbuh di tanah marjinal, lereng dan bertahan di musim kering yang panjang, menjadikannya sesuai untuk memulihkan penutupan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS), lereng maupun areal bekas penggundulan hutan dan kebakaran. Kaliandra dapat ditanam di lahan yang didominasi rumput, kanopinya yang tebal, cepat tumbuh dan menghasilkan terubusan yang menekan pertumbuhan gulma alang-alang (Imperata cylindrica). Kanopinya yang tebal dan akar yang ekstensif membantu penetrasi air hujan ke dalam tanah dan selanjutnya mengurangi aliran permukaan dan erosi, mencegah tanah longsor, menjaga sumber air dan mengurangi pendangkalan waduk (NAS, 1983).
Pemanfaatan kaliandra sebagai hijauan pakan ruminansia telah memperlihatkan pengaruh yang menguntungkan tidak hanya menyangkut produksi tetapi juga reproduksi ternak. Ternak ruminansia kecil maupun yang besar tidak memperlihatkan suatu masalah bila disuplementasi dengan kaliandra segar atau dalam bentuk silase tetapi tidak boleh dalam bentuk kering. Kaliandra dapat diberikan sendiri atau dalam campuran dengan legum lain yang tidak mengandung tanin untuk mensuplementasi ternak yang diberi rumput (Wina dan Tangendaja, 2000).
Keberadaan tanaman ini tidak dapat lepas dari serangan Organisme Perusak Tanaman (OPT) yang dapat menurunkan nilai peran dari tumbuhan ini. Salah satunya adalah faktor serangan hama. Distribusinya yang luas meliputi
Mitra Hutan Tanaman
Vol.6 No.2, Agustus 2011, 57 - 64
berbagai negara menjadikan tanaman ini memiliki kerentanan terhadap hama yang beragam. Status hama selama praktek budidaya tanaman ini telah memperlihatkan keragaman jenis maupun status pengendalianya termasuk di Indonesia.
II. KARAKTERISTIK KALIANDRA
Kaliandra yang telah didubidayakan dan disebarkan ke Jawa untuk berbagai tujuan diperkenalkan pertama kali melalui Bosbouwprofstation (sekarang Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan) di Bogor (Riswan et al . 1996). Spesies ini masuk ke pulau Jawa pada tahun 1936. Pada tahun 1974 sebuah program "MALU" (MAntri Kehutanan dan LUrah) yang dikembangkan oleh Perum Perhutani dilaksanakan dengan membagikan secara gratis biji-biji kaliandra kepada masyarakat sekitar hutan sehingga penamanan kaliandra dapat tersebar luas di pulau Jawa. Tujuan penanaman kaliandra pada mulanya untuk penghijauan, mencegah erosi dan mencegah penduduk mengambil kayu bakar dari hutan. Dengan adanya kaliandra, penduduk dapat mengambil kayunya untuk kayu bakar sehingga penebangan liar di hutan oleh penduduk dapat dicegah (Tangendjaja et al., 1992 dalam Wina dan Tangendaja, 2000).
Kaliandra tergolong famili legumenoceae. Spesies ini memiliki banyak nama sinonim, yaitu; Anneslia calothyrsus, Feuilleea calothyrsa, Calliandra confusa, Anneslia confusa, Calliandra similis, Anneslia similis, Anneslia acapulcensis, dan Calliandra acapulcensis. Spesies ini berupa semak atau pohon kecil berbatang tunggal maupun bercabang banyak dan dapat tumbuh hingga 12 m dan diameter setinggi dada mencapai 20 cm (Chamberlain, 2001).
Berdasarkan pemetaan sebaran alaminya di Amerika tengah melalui eksplorasi maupun penggunaan herbarium jelas bahwa spesies ini tersebar dari
19 0 20’ LU – 9 0 20’’ LU dan 96 0 40’ BB – 79 0 50’’ BB. Sebarannya berdasarkan iklim juga sangat luas, tetapi kecenderungan menjumpainya pada area yang memiliki 2-4 bulan kering (kurang dari 50 mm) dan curah hujan berkisar 1000- 4000 mm/tahun. Keberadaan spesies ini di habitat aslinya menurut jenis tanah di amerika tengah meliputi tiga tipe tanah utama yaitu cambisols, acrisols dan nitosols. Selain ketiga jenis tanah tersebut kaliandra dapat juga dijumpai pada jenis tanah yang lain andosols, luvisols, rendzina, fluvisols dan gleysol (Macqueen, 1992).
III. STATUS HAMA PADA KALIANDRA DAN ASPEK PENGENDALIANNYA
Seperti halnya dengan jenis tanaman lain, kaliandra tidak dapat lepas dari gangguan OPT. Beberapa hama dilaporkan menyerang tanaman ini dengan dampak yang beragam. Tragocephala guerini dilaporkan di Kamerun sebagai hama yang merusak tanaman kaliandra. Dari hasil observasi di salahsatu kawasan pertanian menemukan larva cerambicideae yang menyerang cabang pohon. Larva sepanjang 60 mm ditemukan di dalam cabang dan menggerek batang mengakibatkan tanaman kering. Kematian pohon terjadi pada cabang
Serangga Hama yang Berasosiasi dengan Kaliandra (Calliandra callothyrsus) dan Aspek Pengendaliannya
Ujang W. Darmawan dan Illa Anggraeni