TELAAH KRITIS GAGASAN UTAMA CAKNUR DALAM

DOKTRIN PERADABAN 1 OLEH : FAIZ AL ZAWAHIR 2

Di Indonesia kita banyak mengenal tokoh yang kapasitas intelektualnya tidak diragukan lagi. Sebut saja: Nurcholish Madjid (Cak Nur), Kuntowijoyo, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Frans Magnis Suseno, Y.B. Mangunwijaya, dan Driyarkara merupakan nama-nama yang menurut pengamatan penulis layak dikategorikan sebagai cendikiawan kelas wahid di negeri ini. Tiga nama yang disebut pertama adalah kaum cendikia yang lahir dari rahim umat Islam, sementara dua nama terakhir adalah cendikiawan-cendikiawan yang lahir dari rahim Kristiani. Meskipun berbeda latar belakang agama dan keilmuan, kelima orang tersebut berkiprah di Indonesia demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Maka tak mengherankan jika kelimanya sangat dekat di hati bangsa ini.

Diantara cendikiawan muslim yang disebut di atas, Cak-Nur merupakan tokoh yang seringkali disebut sebagai penarik gerbong perubahan cara pandang keislaman. Hal ini bisa difahami karena memang secara historis Cak Nur adalah orang Islam pertama yang secara terbuka membuka jalan bagi tumbuh kembangnya pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam Indonesia melalui artikel-artikelnya yang tersebar luas pada tahun 60-an sampai 70-an. Hal itu ia lakukan pada saat masih menjadi aktivis mahasiswa. Berawal dari sana, karya-karya intelektual Cak Nur terus berkembang sampai ia wafat.

Keluhuran budi, keluasan pengetahuannya, serta kepeduliannya akan nasib bangsa ini pada gilirannya menggiring bangsa Indonesia untuk menjuluki Cak Nur sebagai Guru Bangsa.

Apa yang dilakukan oleh caknur dalam rangka membumikan visi islam yang berdimensi kemanusiaan,karena tujuan dari agama adalah menuntun manusia mencapai kebahagiaan. 3 Dalam

hal ini meminjam istilah yang dipakai oleh Solahudin jurrsy apa yang dilakukan oleh caknur adalah membumikan islam yang progresif.

Dalam islam progresif program yang paling penting adalah upaya kaderisasi yang bertujuan merekayasa anak pradaban menjadi kader yang kreatif. Program ini dilakukan dengan perumusan ulang konsep manusia,identitas keislaman,kebangsaan. Juga dengan methode interaksi yang

1 Critical Review Terhadap Pemikiran Nurcholis Madjid Dalam Buku Islam Doktrin Peradaban Terbitan Paramadina cetakan ke V 2005

2 Anggota biasa HMI yang tumbuh dan berkembang dilingkungan HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten

Bandung dan Kabid PA BADKO HMI Jawa Barat 2017-2018 3 Lihat dalam kata pengantar dari nurcholis Madjid dalam bukunya islam doktrin peradaban, cetakan V 2005 Yang

diterbitkan oleh paramadina halaman xv diterbitkan oleh paramadina halaman xv

mahasiswa islam tertua dan terbesar di Indonesia yaitu HMI tentunya beliau senantiasa mentransferkan ilmu-ilmunya kepada kader muda calon cendekiawan muslim. Dalam pendekatannya Cak Nur adalah seorang “teolog” yang selalu merenungkan cara-cara baru menafsirkan agama, dalam konteks tantangan zaman ini. Dalam soal keagamaan, ia tidak doktriner, justru karena ia “... mempertanyakan doktrin-doktrin yang baku ... atas dasar wahyu

sendiri.” 5 Melihat karakteristik dan perjuangan Caknur maka sangatlah tepat jika beliau disebut

sebagai cendekiawan muslim yang sangat istiqomah dan paripurna membumikan islam yang progresif,islam yang universal serta islam yang sangat menjungjung tinggi martabat manusia.

Islam progresif sebagai pilihan strategis gerakan nasional yang menentang moderenisasi yang mengarah pada depedensi dan penjajahan. 6 Dalam gerakannya islam progresif masuk ke

sistem pemerintahan guna merubah arah gerak kebijakan dan program pemerintah. Hal ini senada dengan pendapat Muhammad Hata “Kaum intelegensia tidak bisa bersikap fasip. Menyerahkan segala-galanya pada mereka yang kebetulan menjabat didalam negara dan masyarakat. Kaum intelegensia adalah bagian dari rakyat,warga negara yang sama-sama memiliki kewajiban. Dalam indonesia yang berdemokrasi ia ikut serta bertanggung jawab tentang perbaikan nasib bangsa dan negara. Dan sebagai warga negara yang terpelajar yang tahu menimbang baik dan buruk,menguji benar dan salah dengan pendapat yang beralasan,tanggungjawabnya seperti yang saya katakan tadi

tanggungjawab intelektuil dan moril.(Hatta). 7 Meski caknur tidak masuk terlalu jauh kedunia politik tapi beliau adalah tokoh yang fatwa-

fatwanya selalu dinanti oleh para tokoh bangsa ini tidak terkecuali para pejabat negeri ini terlbih

4 Lihat sholahuddin jursi membumikan islam progresif halaman xxvi

5 Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, “Islam Agama Kemanusiaan: Pemikiran Keislaman Nurcholish Madjid”, makalah dalam seminar sehari “Kritik dan Apresiasi atas Pemikiran Dr. Nurcholish Madjid”, pada 3 Juli

1997, juga yang disampaikan dalam Simposium Pemikiran Nurcholish Madjid di Universitas Paramadina, 17-19 Maret 2005. Menurut Romo Magnis, dalam makalah itu, “Teologi adalah ilmu kritis. Ia tidak menerima begitu saja sebuah interpretasi religius. Ia menghadapkannya pada kitab suci. Dengan kembali ke sumber-sumber yang sebenarnya, teologi bukannya ilmu yang melihat ke belakang, melainkan kenyataan kebalikannya. Ia mampu menangani tantangan-tantangan baru, mendengarkan pertanyaan yang memang nyata-nyata ditanyakan oleh manusia dewasa ini. Sebaliknya, doktrin cenderung menanyakan hal-hal yang seribu tahun lalu sudah ditanyakan, dan yang tidak ditanyakan sama sekali lagi oleh orang biasa di luar konteks doktrin itu.” Persis seperti yang dikatakan Romo Magnis ini, Cak Nur dengan cara teologis dalam arti tersebut, berusaha agar Islam tetap relevan dan up to date dengan kebutuhan-kebutuhan zaman ini, demi iman dan umat.

6 Shalahuddin jursyi, 2001. Membumikan islam progresif. Jakarta. Paramadina halaman XXVI 7 Lihat Muhammad Hatta dalam Kebebasan Cendekiawan;refleksi kaum muda, terbitan bentang budaya tahun

oleh rekan-rekan beliau sesama alumni HMI yang bernaung dibawah naungan KAHMI. Sampai sebelum beliau meninggal,beliau diminta oleh banyak tokoh untuk mencalonkan diri maju dalam

pemilihan umum presiden RI. 8

A. Islam Doktrin Dan Peradaban; Sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan,kemanusiaan dan kemoderenan

Dalam buku Islam Doktrin dan Peradaban ada empat tema besar yang dibahas oleh caknur . keempat tema tersebut sangatlah menarik dan harus difahami jika menginginkan peradaban umat islam mencapai puncak kejayaan. Sebagaimana dipaparkan oleh Hafidz Hasim “salah satu penyebab fundamental ketertinggalan umat islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

adalah kurangnya perhatian dan apresiasi intelektual muslim terhadap permasalahan epistemologi. 9 Selain dari itu permasalahan metodelogi yang dikemukakan oleh ilmuwan dunia keislaman

tampaknya sedikit sekali yang memadai untuk menjawab tantangan dunia ilmuwan kontemporer. Kebanyakan cendekiawan muslim tampanya cenderung merasa cukup dengan upaya menguyah kembali ilmu konvensional seperti piqh,ilmu tafsir,ilmu hadis dan lain-lain. Oleh sebab itu, sangatlah beralasan jika sebuah kajian epistemologi dikalangan umat islam sebagai sebuah ajakan atau bahkan bisa juga disebut sebagai “provokasi” untuk membangkitkan kembali semangat ilmiah yang tidak terpaku pada kajian-kajian konvensional seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

Senapas dengan itu buku islam doktrin dan peradaban ditulis oleh caknur sebagai penawaran gagasan dan telaah tentang wacana-wacana keagamaan dan fenomena sosial kemayarakatan yang bersipat empiris dan bisa diverifikasi.

Dalam buku ini empat tema utama yang dibahas caknur tersebut adalah : Tauhid dan

Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun Masyarakat

Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan..

Bagian ke satu : Tauhid dan Emansipasi Harkat Manusia

Islam sebagai agama tauhid dan mengajarkan ketauhidan kepada semua pemeluknya memandang semua manusia memiliki hak yang setara,drajat yang setara pula. Oleh karena itu keadlan dalam konsepsi islam tidak dimaknai dengan “kesamaan/samness” melainkan adil dalam konsepsi islam dimaknai dengan “kesetaraan/equality”. Sebagaimana dituliskan oleh Mahmud

8 Lihat buku BEGAWAN JADI CAPRES;CAK NUR MENUJU ISTANA yang ditulis oleh Kuntowijoyo Dkk,penerbit KPP,

tahun 2003 9 Hafidz Usman Dalam Buku Watak Peradaban Ibnu Khaldun Terbitan Pustaka Pelajar 2002 halaman 3-5

Muhammad Thaha kesetaraan dalam islam melingkupi kesetaraan ekonomi dalam arti sosialisme,kesetaraan dalam politik dalam arti demokrasi dan kesetaraan sosial menghapus kelas dan perbedaan diantara manusia. Atau dalam bahasa kaum marxis disebut sebagai “masyarakat

tanpa kelas.” 10 Ketauhidan dalam islam mengandung konsekuensi logis bahwa islam hadir untuk

mempertinggi harkat dan martabat manusia sebagai puncak kreasi Tuhan di semesta. Sebagaimana dituliskan caknur dalam NDP HMI bahwa, “Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau ‘rajanya’.” Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar biasa “laqod kholaqnal insana fi ahsani taqwim”. Namun demikian, manusia juga memiliki potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah. “summa rodadnahu asfalas safilin”. Manusia bisa mencapai derajat yang paling mulia diantara semua makhluk yang diciptakan Tuhan namun pada saat yang sama manusia bisa menjadi makhluk yang paling rendah martabatnya diantara makhluk ciptaan Tuhan di semesta raya. oleh sebab itu manusia haruslah memperjuangkan dan mempertahankan keluhuran martabat yang sudah dikaruniakan oleh Allah dengan cara senantiasa

beriman dan beramal shaleh “ilalladzina amanu waamilusholihah”. 11 Menurut pendapat Cak Nur , “Dalam kenyataan historis, perjuangan memperoleh dan

mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan merupakan ciri dominan manusia sebagai makhluk sosial. Sebab dalam kenyataannya, manusia lebih banyak mengalami kehilangan fitrah dan kebahagiaan daripada sebaliknya. Di sinilah fungsi diutusnya para rasul untuk membimbing manusia melawan kejatuhannya sendiri dan mengemansipasi harkat dan matabatnya dari

kejatuhannya itu .” 12 Rosul diutus kedunia ini dalam rangka membawa misi kenabian untuk menyempurnakan

akhlaq manusia “innamal bu’istu liutammima makarimal akhlaq” melalui risalah islam. Menurut Abdul Munir Mulkhan “Islam mengandung ajaran mengenai bagaimana manusia menjalani kehidupan yang tersusun sebagai rangkaian fungsional antara duniawi dan ukhrowi. Islam yang demikian kemudian disebut sebagai agama “al dien” sehingga agama meliputi seluruh dimensi

10 Lihat mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya Arus Balik Syariah halaman 183-201 11 Lihat QS. At-Tin (95) ayat 4-6 12 Islam doktrin peradaban halaman 93 10 Lihat mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya Arus Balik Syariah halaman 183-201 11 Lihat QS. At-Tin (95) ayat 4-6 12 Islam doktrin peradaban halaman 93

ceramahnya tentang islam dan peradaban bahwa islam adalah “ Laisal islam dinul fiqh,dinul aqidah wa syari'ah faqot, walakinal islam dinul ilmi wa tsaqofah,dinul tamaddun wal adabiah".

Islam bukanlah agama yg mengatur aqidah,fiqh dan syariah saja,melainkan islam adalah agama ilmu pengetahuan dan peradaban,agama beradab dan berkebudayaan.

Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW dalam rangka menempatkan manusia sesuai dengan fitrahnya. 14 Mengembangkan kehidupan keagamaan tak lain merupakan bagian integral

pemahaman kemanusiaan,sehingga keberagamaan atau religiusitas merupakan aktivitas kebudayaan yang diorientasikan sebagai penghampiran nilai dan dimensi ilahi sebagaimana yang dimaksud universal ajaran agama seperti islam.

Senada dalam hal ini. Cak nur menuliskan dalam NDP HMI Bab 1 tentang dasar-dasar kepercayaan pada paragrap pertama “Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.”

Dalam pandangan cak Nur, problem utama manusia adalah syirk. Karenasyirk (politeisme) baik yang kuno maupun modern selalu bermuara pada pemenjaraan harkat dan martabat manusia dan kemerosotannya. Tentu yang demikian ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk tertinggi dan dimuliakan Tuhan. Mengapa ?, karena akan berakibat pada pengangkatan makhluk selain Tuhan menjadi sama dengan Tuhan sehingga hal ini akan berakibat pada lebih tingginya nilai tuhan palsu itu dibandingkan dengan mansuia itu sendiri. Hal inilah yang

menyebabkan kenapa syirik dikategorikan dosa terbesar manusia. 15 Sebagaimana telah dipaparkan caknur dalam NDP HMI “Sikap memper-Tuhan-kan atau

mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa. Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan,

13 Lihat Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Teologi kebudayaan dan Demokrasi Moderenitas terbitan Pustaka Pelajar tahun 1995 halaman 1

14 Kata fitrah dalam kajian tafsir pendidikan (tafsir tarbawi) tidak hanya diartikan “suci” tetapi juga dimaknai sebagai potensi. Dalam artian ini islam adalah agama yang menunjang keseluruhan potensi yang dimiliki manusia

dalam mengemban misi kekhalifahannya dimuka bumi. 15 Islam doktrin peradaban halaman 96 dalam mengemban misi kekhalifahannya dimuka bumi. 15 Islam doktrin peradaban halaman 96

Prilaku syirik adalah wujud pengkhianatan terhada sahadat ilahiyah yang pernah diucapakan oleh seorang muslim. Syahadat bukan hanya diucapkan melainkan yang terpenting haruslah dimaknai. Jika seorang muslim hanya bisa mengucapkan dua kalimat syahadat maka sesungguhnya dia gak pantas disebut manusia karena jika syahadat hanya di ucapkan maka seekor burung beo pun diberikan kemampuan untuk mengucapkan. Jika syahadat seorang mukallaf hanya diucapkan seorang bayi yang baru belajara berbicarapun bisa mengucapkan itu. Oleh sebab itu pemaknaan dua kalimat syahadat menjadi syarat mutlak muslim untuk menjadi muslim yang kaffah.

Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas kalimat syahadat sesuai dengan kemampun yang saya miliki. Adapun kalimat syahadat pertama sebagai syahadat ilahiyah yang menjadi sebuah ikrar serta perjanjian antara makhluk dengan sang khaliq adalah :

Kalimat syahadat pertama diawali dengan lafadz “asyhadu” yang dalam kajian bahasa arab asyhadu itu dhamir atau subjeknya adalah “ana/aku” yaitu muttakalim wahdah dalam bahasa Indonesia biasa diartikan “aku bersaksi” subjek aku sebagai orang yang melakukan persaksian adalah keseluruhan dimensi serta realitas yang dimiliki oleh si “aku”. Aku bukanlah mulut saja,bukan mata saja,bukan telinga saja melainkan semua yang ia miliki. Oleh sebab itu ketika seseorang mengucapkan lafadz “asyhadu” maka itu berarti keseluruhan realitas yang ada dalam dirinya itu dipersaksikan. Oleh sebab itu maka sahadat itu bukan “MENGAKU” melainkan “MENG-AKU” dalam artian ketika seseorang mengucapkan lafadz “asyhadu”dalm dua kalimat syahadat maka dia sudah mempasrahkan keseluruhan realitas yang ia miliki untuk dipersaksikan

kepada Allah sebagai tuhannya dan Muhammad sebagai nabinya. 17 Kemudian lafadz kedua dalam kalimat syahadat adalah “AN” dalam bahasa sunda ulama

salaf mengartikannya “kalawan kalakuan sareung tingkah” dalam artinya dengan keseluruhan kinerja serta gerak langkah dalm hidupnya. Oleh sebab itu orang yang membaca kalimat ini mengikrarkan apapun yang ia lakukan dan ia kerjakan dipersaksikan serta diperuntukan hanya untuk dzat yang maha benar. Ia melakukan kebaikan bukan untuk harta jabatan ataupun pujian melainkan hanya semata-mata hanya untuk Allah tuhan semesta alam.

Kemudian kalimat “lailahaillallah” kalimat lailahaillallahdi awali dengan huruf “LA” yang dalam kajian bahasa arab huruf “la” dalam kalimat ini adalah la naïf artinya la yang mentiadakan

16 Caknur dalam NDP HMI BAB 1 tentang dasar-dasar kepercayaan 17 Untuk pembahasan lengkap mngenai sahadat ilahiyah ini bisa dilihat di

http://faizalzawahir.blogspot.co.id/2014/07/dari-sahadat-ke-revolusi-bangsa-dan.html http://faizalzawahir.blogspot.co.id/2014/07/dari-sahadat-ke-revolusi-bangsa-dan.html

Oleh sebab itu jika kita tarik benang merah makna dari lafadz syahadat ilahiyah ini ketika manusia mengucapkan " asyhaduanlailahailaAllah " ﷲﻻا ﮫﻟاﻻ نا ﺪﮭﺷا Maka sesungguhnya dia sudah mengirarakan bahwa sesunguhnya aku bersaksi dengan demua yang ada pada diriku dan apapun yang akan aku lakukan dan kerjakan bahwa tidak ada tuhan yang aku sembah melainkan Allah. Maka orang tersebut apapun yang ia lakukan bukan menginginkan harta,pujian ataupun jabatan melainkan semata-mata hanya untuk Allah. Sehingga jika semua umat islam sudah faham akan makna syahadat maka pemaknaan itu haruslah tercermin dalam setiap tingkah laku yang ia lakukan,jika itu belum tercermin maka syahadat ilahiyahnya belumlah pantas disebut sebagai syahadat.

Untuk itu, agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang utuh dan integral.

Semua manusia sama dihadapan Tuhan,manusia yang mencapai derajat yang tinggi dihadapan Tuhan adalah manusia yang bertakwa “inna akromakum indalohi atqokum”. dalam

hadis yang lain (innaloha layandzuru ilasuwarikum,wala ilaazsamikum wala ila

malikum;walakinaloha yandzuru ila qulubikum wa’malukum.” hadis ini menerangkan bahwasanya Allah SWT tidak pernah melihat manusia dari sisi

bentuk fisiknya,hartanya,jabatannya dan status sosialnya (material) ;melainkan Allah SWT hanya menilai dari qalbu dan juga apa yang manusia kerjakan (amal sholeh/kerja sosial). Hadis ini mengandung makna bahwasanya yang menentukan derajat manusia di sisi Tuhan bukanlah hal-hal yang bersifat material,melainkan yang menentukan manusia disisi Allah adalah sisi non material,dalam artian karya,kinerja,rasa dan fikiran manusia tersebut. dari kedua keterangan naqliyah diatas maka bisa disimpulkan sebagai berikut :

Tesis : Manusia mulya menurut Allah adalah manusia yang bertaqwa Antitesis

: Allah hanya akan menilai manusia dari sisi qalbu dan amalnya (wujud non material dalam artian karya,kinerja,rasa dan fikiran manusia)

Sintesis :manusia yang paling mulia disisi Allah adalah manusia yang berkarya Sejalan dengan pandangan saya ini Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa “ ketaqwaan seorang muslim haruslah berwujud menjadi kewibawaan sosial dan keshalehan moderenitas

sebagai kerangka paradigmatik keshalehan kemanusiaan dan kemasyarakatan kebangsaan.” 18 dalam pemahaman ini tidaklah syah dan diakui ketakwaan seseorang jika dia tidak

menginterpretasikan ketaqwaannya dalam wujud kerja sosial atau amal shaleh. Sebagaimana menurut caknur dalam NDP HMI “Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung

kepada nilai kerjanya.” 19 Caknur berpendapat dalam buku islam doktrin dan peradaban “maka taqwa sendiri dalam

maknanya meliputi dan bulat,hanya dapat difahami sebagai “kesadaran ketuhanan” God consciososness, yaitu kesadaran Tuhan yang maha hadir omni presesnt dalam hidup kita. Taqwa dalam pengertian demikian sejajar dengan pengertian rabbaniyah “semangat Ketuhanan”. Kata kata rabbaniyah difahami sebagai upaya manusia untuk memahami Tuhan dan mentaatiNya.

Dengan mengutip Muhammad Asad, seorang pemikir Muslim yang menulis sebuah tafsir Al- Quran terkenal, The Message of the AlQuran—Cak Nur menerjemahkan kata taqwâ tersebut sebagai Godconsiousness, atau “kesadaran ketuhanan” (kesadaran rabbâniyah). Dalam Al-Quran, pencapaian kesadaran ini, diisyaratkan sebagai tujuan diutusnya para nabi dan rasul, yaitu lengkapnya: untuk mencapai kesadaran Ketuhanan yang Selalu Mahahadir—Ketuhanan yang omnipresent —dengan sekaligus sikap dan kesediaan menyesuaikan diri di bawah cahaya

kesadaran Ketuhanan tersebut. 20 Cak Nur mengatakan, “Pertama-tama, kita beriman kepada Allah—Tuhan Yang Maha Esa itu. Iman itulah yang akan melahirkan tata nilai berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa (tata nilai rabbâniyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan— Tuhan adalah sangkan paran (asal dan tujuan) hidup (hurip),

bahkan seluruh makhluk (dumadi).” 21 Dalam hal ini ...Taqwâ, [walaupun] menyangkut hubungan manusia dan Tuhan. Tetapi

implikasi taqwâ bersifat kemanusiaan. Apabila orang ber-taqwâ kepada Tuhan, maka implikasinya adalah bersikap adil ... terhadap sesama manusia. Sikap taqwâ akan menyelamatkan seseorang dari kekerdilan jiwa. Nabi Musa diperintahkan untuk menjaga dirinya, ... dengan taqwâ itu Tuhan

18 Abdul Munir Mulkhan Teologi Kebudayaan halaman 17-28 19 Nurchlis Madjid dalam NDP HMI bab ke II 20 . Istilah “Kesadaran Ketuhanan” ini oleh Cak Nur diambil dari tafsir Muhammad Asad, The Message of the

Qur’an (London: E.J. Brill, 1980), h. 3. 21 (Q., s.2: 156) yang dikutip Nurcholish Madjid dalam “Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah” dalam IDP, h. 1.

menjaganya dari rencana buruk yang dibuat oleh Fir’aun. Taqwâ adalah dasar dari hubungan antara laki-laki dan wanita dalam membentuk keluarga, seperti yang tecermin dalam (Q., 4: 1). Dalam ayat ini, taqwâ dipakai sebagai dasar persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam hubungan keluarga, karena lelaki dan wanita itu diciptakan dari jiwa yang sama.

Taqwâ di satu pihak mencakup pengertian îmân kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi terdahulu, di lain pihak disinonimkan dengan nilai ..., atau kebajikan seperti memberikan hartanya karena cinta kepada Allah, yang diwujudkan dengan kasih kepada sanak-keluarga, anak yatim, orang-orang miskin, musafir, orang-orang yang membutuhkan pertolongan, dan untuk memerdekakan budak; juga diwujudkan dalam menegakkan shalat dan membayar zakat; dicerminkan dalam perilaku yang menepati janji tatkala sudah mengikat janji, dan sabar pada waktu mendapat kesulitan atau mengalami kesengsaraan di waktu perang. Orang- orang dengan sikap dan perilaku itu disebut orang-orang yang lurus (shâdiqûn). Dan itu pulalah yang disebut orang-orang yang ber-taqwâ.

Taqwâ adalah sebuah dasar kemanusiaan. Taqwâ menyatakan seluruh kemanusiaan. Hal ini hanya bisa dilihat lebih jelas secara historis. Dalam sejarah umpamanya, bangsa Yahudi pernah mengklaim sebagai bangsa kinasih Tuhan. Sekarang masih ada saja bangsa-bangsa yang merasa dirinya lebih tinggi atau terunggul di atas bangsa-bangsa yang lain, hanya karena warna kulit, ras, atau keturunan. Klaim seperti itu ditiadakan oleh Al-Quran seperti dinyatakan dalam Al-Quran: “Kami menciptakan kamu dari pria dan wanita, dan membuat kamu bersuku-suku dan berbangsa- bangsa, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah itu adalah yang paling bertaqwâ di antara kamu ” (Q., 49: 13). Di sini Al-Quran meletakkan kriteria bagi kemuliaan, yaitu taqwâ-nya. Inilah kriteria yang paling objektif yang menjadi dasar hubungan antar-bangsa, ras, suku, individu, suatu kriteria yang menjadikan hidup lebih dinamis, karena di

sini orang berlomba-lomba dalam kebaikan. 22 Sebagaimana Mariasusai Davamoni berpendapat dalam bukunya fenomenologi agama, “

Jalan umum keselamatan bagi seorang muslim dalah mengikuti perintah Allah dan teladan rasul,serta mentaati hukum dan menjauhi apa yang dilarang Allah danrasulnya. Gagasan dosa dalam qur’an adalah perlawanan terhadap perintah dan keputusan ilahi. Dosa memasuki kehidupan manusia ketika manusia melupakan kebaikan Tuhan dan berbuat salah kepada dirinya

sendiri.” 23 Secara singkatnya jalan ketakwaan bagi seorang muslim adalah dengan Taqwa.

22 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), hh. 165-167.

23 Mariasusai Dhavamony dalam buku Fenomenologi agama halaman 313-314

Pesan ketakwaan seperti yang diuraikan di atas, menurut Cak Nur, pada prinsipnya sama untuk semua umat manusia . Sehingga pesan kepada takwa ini, dalam pandangan agama Islam,

bersifat universal. 24 Di sinilah, dalam argumen keuniversalan pesan keagamaan tersebut, muncullah arti

kesamaan hakikat semua pesan Tuhan, yang disampaikan melalui agama-agama samâwî— “Kesamaan agama” di sini bukan kesamaan dalam arti formal dalam aturan-aturan positif yang sering diacu sebagai istilah agama Islam syarî‘ah, bahkan tidak juga dalam pokok-pokok keyakinan tertentu. Sebabnya seperti dikatakan Cak Nur Islam par excellence memiliki segi-segi perbedaan dengan, misalnya, agama Yahudi dan Kristiani, dua agama yang secara “genealogis”

paling dekat karena sama-sama berasal dari millah Ibrahim. 25 Pengertian “kesamaan” di sini adalah kesamaan dalam hal yang di atas disebut “pesan dasar”. Al-Quran menyebutnya dengan kata

“washîyah”, yaitu seperti diistilahkan Cak Nur“ajakan untuk menemukan dasar-dasar keper- cayaan” yaitu sikap hidup yang hanîf yang dalam bahasa teologi Islam justru termuat dalam paham tawhîd .

Kesediaan untuk menyesuaikan diri dalam kesadaran kehadiran Tuhan inilah, menurut Cak Nur, yang akan memberikan pada seorang yang beriman itu, efek hidup dalam standar moral yang tinggi, berupa camal shâlih, yang oleh Cak Nur diterjemahkan dalam bahasa kontemporer sebagai “tindakan-tindakan bermoral atau berperikemanusiaan”. Dalam salah satu entri dalam ensiklopedi ini, Cak Nur mengemukakan:

Apa yang kita bawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau kita sudah meninggalkan dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia dalam bentuk reputasi. Seperti dikatakan dalam bahasa Melayu, bahasa Indonesia, “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan amal.” Amal yang menjadi reputasi. Yaitu ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu apakah baik atau buruk. Dan umur reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. Sampai sekarang kita masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan kepada Archimides, kepada Aristoteles, apalagi kepada Nabi. Tapi kita juga bisa menyebut dengan penuh kutukan dalam hati, orang-orang seperti

24 Dengan mengikuti Abdullah Yusuf Ali, Cak Nur mendefinisikan pesan ketakwan itu sebagai: (1) keimanan kita yang sejati dan murni; (2) kesiapan kita untuk memancarkan iman ke luar, dalam bentuk tindakan-

tindakan kemanusiaan kepada sesama; (3) menjadi warga negara yang baik, yang mendukung sendi-sendi kehidupan kemasyarakatan; dan (4) keteguhan jiwa pribadi dalam setiap keadaan. Menarik, menurut Cak Nur, Al-Quran begitu kuat menegaskan bahwa bentuk-bentuk lahiriah—yang biasa disebutnya “kesalehan formal” itu— tidaklah mencukupi persyaratan arti takwa itu. Lihat, Nurcholish Madjid, “Simpul-Simpul Keagamaan Pribadi: Takwa, Tawakal, dan Ikhlas,” dalam IDP, hh. 44-45.

25 Bandingkan Olaf Schuman, “Abraham Bapak Orang Beriman”. Lihat juga makalah Cak Nur tentang ini, “Ibrahim, Bapak para Nabi dan Panutan Ajaran Kehanifan”. Keduanya dalam Seri KKA Nomor 124/Tahun

XII/1997

Nero, seperti Fir‘aun, dan lain-lain. Maka dari itu, agar reputasi kita ini nanti baik, yang berarti mencerminkan apa yang kita alami di akhirat, maka hendaknya kita berusaha betul-betul menyadari Allah itu hadir. “Dia itu beserta kamu di mana pun kamu berada, dan Allah itu mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan ” (Q., 57: 4).

Dan menurut Cak Nur, “Dorongan kepada perbuatan baik itu sudah merupakan ‘bakat primordial’ manusia, bersumber dari hati nurani yang dalam bahasa Arabnya, nûrânî, bersifat nûr

atau terang karena adanya fitrah pada manusia.” 26 Cak Nur menekankan bahwa dalam semangat kesadaran taqwâ tersebut, hidup bermoral bukanlah merupakan masalah kesediaan, tapi keharusan

bahkan menurutnya adalah sesuatu yang menandai adanya taqwâ itu dalam batin seorang Muslim dan seorang beragama pada umumnya.

Kalau ketakwaan adalah kelanjutan wajar dari fitrah manusia, maka pentinglah memperhatikan apa pemikiran Cak Nur mengenai fitrah tersebut. Dan menurutnya, kefitrahan itu pada dasarnya berkaitan dengan makna hidup yang akan kita bicarakan nanti. Agama adalah fitrah yang diturunkan dari langit (al-fithrah al-munazzalah) yang menguatkan fitrah bawaan dari lahir

(al-fithrah almajbûlah). 27 “Fitrah, yang artinya murni, adalah sesuatu yang sesuai dengan asal kejadian alam dan

manusia, ketika mula pertama diciptakan Tuhan. Manusia adalah makhluk yang terikat dengan perjanjian primordialnya, sebagai makhluk yang sadar kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Agama Islam yang diturunkan sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan masyarakat, termasuk perkembangan pemikirannya, adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan selalu meng- ingatkan manusia kepada fitrahnya sebagai khalifah yang mengemban amanah di bumi, yang diberi potensi akal untuk mengelola alam sekelilingnya, dan dirinya, menuju kepada kesempurnaan

hidup.” 28 Rosululoh Muhammad diutus untuk membawa risalah keagamaan islam yang akan

menghantarkan manusia menuju manusia yang seutuhnya,manusia yang sesuai dengan fitrahnya. Manusia yang sempurna insan kamil. Sebagaimana abdul munir mulkhan berpendapat “ Mengembangkan kehidupan keagamaan tidak lain merupakan bagian integral pemahaman kemanusiaan,sehingga keberagamaan atau religiusitas merupakan pengalaman kemanusiaan oleh

26 Nurcholish Madjid, “Amal Salih dan Kesehatan Jiwa” dalam Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Selanjutnya PMT) (Jakarta: Paramadina, 1994), h. 186

27 Nurcholish Madjid, “Makna Hidup bagi Manusia Modern,” Kata Pengantar buku Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Makna Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis (Jakarta:

Paramadina, 1996), hh. xv-xxvii. 28 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran, h. 59 Paramadina, 1996), hh. xv-xxvii. 28 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran, h. 59

Bagian kedua: Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional

Manusia adalah hewan yang berfikir alinsanu huwa alhaywanu natiq”, Berfikir adalah watak alami manusia dari manusia. Sebagaimana ibnu khaldun berpendapat “perbedaan manusia dengan binatang terdapat pada pemikirannya dunia binatang memiliki rasa dan pengertian tapi

tidak memiliki pemikiran dan perenungan.” 30 Yang membedakan manusia sehingga manusia pantas disebut sebagai puncak kreasi Tuhan salah satunya adalah adanya potensi keilmuan dalam

diri manusia. Maka untuk memaksimalkan peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi manusia haruslah memaksimalkan potensi keilmuan yang ada dalam dirinya.

Dalam memahami agama bahkan Tuhan sekalipun manusia haruslah menggunakan akalnya. Saya teringat pada apa yang dikatakan oleh orang muda yang begitu teguh dan kritis Ahmad wahib dalam catatan hariannya bahwa “seorang yang ber-Tuhan tetapi tidak memakai akal sama halnya

dengan menghina eksistensi Tuhanya” 31 . Wahib menuturkan bahwa Tuhan tidak hanya membeci prilaku yang munafik tapi juga fikiran yang munafik. Dalam hal ini kita bisa memahami bahwa

pemaksimalan potensi fikiran kita dalam memahami agama adalah sebuah keharusan. Guna pengoftimalan Fungsi masa depan islam kita haruslah menggunakan daya fikir dan nalar kita dalam memahaminya Sebagaimana Abdul Munir Mulkhan berpendapat. “Suatu ajaran agama akan memainkan peran masa depan bersedia memberikan peluang partisifasi seluruh manusia dalam penafsiran ajaran agama sesuai kafasitas intelektual yang tumbuh dan berkembang

dalam wadah sejarah dan budaya” 32 tidak ada pemegang otoritas tafsir al-qur’an,siapa orang yang paling berhak menafsirkan kalam ilahi dan mengatasnamakan Tuhan dimuka bumi. Hal itu ditandai

dengan Rasululloh SAW tidak membuat tafsir al-quran karena jika rasululloh membuat tafsir al- quran maka sudah bisa dipastikan tidak akan ada tafsir yang lainnya,karena beliau adalah penyambung “lidah” Tuhan di semesta. Jangkan rasululoh para sahabatpun tidak ada yang membuat tafsir al-quran secara utuh.

Hal ini merupakan rangsangan umat islam agara senantiasa menggali makna yang tersembunyi yang terkandung dalam al-quran. Dengan menggunakan daya intelektual sebagai satu- satunya perangkat kebudayaan yang memiliki kebebasan ruang waktu dan sejarah dengan ini

29 Lihat Abdul Munir Mulkhan Dalam Bukunya Teologi Kebudayaan Dan Demokrasi Moderenitas Halaman xiii 30 Lihat dalam buku Watak Peradaban Ibnu Khaldun yang ditulis oleh Hafidz Usman halaman 123 31 Catatan harian Ahmad Wahib 32 Lihat Abdul Munir Muklkhan______ halaman 83 29 Lihat Abdul Munir Mulkhan Dalam Bukunya Teologi Kebudayaan Dan Demokrasi Moderenitas Halaman xiii 30 Lihat dalam buku Watak Peradaban Ibnu Khaldun yang ditulis oleh Hafidz Usman halaman 123 31 Catatan harian Ahmad Wahib 32 Lihat Abdul Munir Muklkhan______ halaman 83

Senada dengan hal tersebut Caknur berpendapat dalam NDP HMI “Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh

alam dan sejarahnya sendiri” 33 . Dalam bagian kedua caknur membahas tiga disiplin keilmuan tradisional islam yaitu ilmu

kalam,fiqih dan tasawuf. 34 Ilmu kalam,ilmu fiqh dan ilmu tasawuf adalah tiga dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama islam,ditambah satu lagi

yaitu falsafah. 35 Hal ini menandakan jika kita ingin memahami islam dengan paripurna kita diharuskan mempelajari dan menguasai keempat disiplin ilmu ini,keempatnya tidak boleh

terpisahkan karena merupakan piranti mutlak memahami dan hidup beragama islam. Dimana ilmu fiqh membidangi segi-segi formal peribadahan dimana orientasinya sangat eksoteristik. Ilmu tasawuf membidangi segi-segi penghayatan,hal-hal bathiniah dimana orientasinya sangat esoteristik. Kemudian ilmu falsafah membidangi hal-hal yang bersifat

perenungan sfekulatif tentang hidup ini dan lingkungannya. Maka ilmu kalam 36 mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai tuhan dan berbagai derivasinya,oleh sebab itu ilmu

kalam identik dengan kata teologia. Dalam bagian kedua caknur menuliskan ada lima tema yang dibahas. Salah satu judul yang terbahas dalam tema pada bagian ini adalah “Kekuatan Dan Kelemahan Paham Asy’ari Sebagai Doktrin ‘Aqidah Islamiyah”. Dalam bagian ini diungkapkan bahwa, paham asy’ariyah di samping memiliki kelebihan atau kekuatan juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Kenapa paham asy’ariyah ? karena Islam di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Kaum Syafi’I kebanyakan menganut aqidah Asy’ari.

Dalam dunia kalam dikenal argument argumen logis dan dialektis. Kaum Asy’ari juga banyak menggunakannya, meskipun metode takwil yang menjadi salah satu akibat penggunaan itu

33 Lihat NDP HMI BAB VII Tentang kemajuan dan ilmu pengetahuan 34 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman membahas tentang ilmu kalam halaman 201,

ilmu fiqh 235 dan ilmu tasawuf 252 35 Ibid_________201

36 Ilmu kalam dalam studi klasik pemikiran isalm disebut juga dengan ilmu Aqa’id (ilmu akidah), ilmu tauhid (ilmu tentang keesaan Tuhan) dan ilmu ushuluddin (ilmu tentang pokok-pokok agama) 36 Ilmu kalam dalam studi klasik pemikiran isalm disebut juga dengan ilmu Aqa’id (ilmu akidah), ilmu tauhid (ilmu tentang keesaan Tuhan) dan ilmu ushuluddin (ilmu tentang pokok-pokok agama)

Letak keunggulan sistem, Asy’ari atas lainnya terletak pada segi metodologinya yang merupakan jalan tengah antara berbagai ekstrimitas. 37 Dalam penggunaan metodelogi mantiq,

Asy’ari tidak menggunakannya sebagai kerangka kebenaran an sich, melainkan sekedar alat untu membuat kejelasan-kejelasan dan itupun hanya dalam urutan sekunder. Metodenya menghasilkan jalan tengah antara metode harfi kaum Hambali dan metode ta’wili kaum Mu’tazili.

Sedangkan posisi kelemahannya terletak pada kegagalannya menjelaskan teorinya tentang usaha manusia. Asy’ari ingin berbeda dengan kaum Jabari yang fatalis dan kaum Qadari yang menganggap manusia mempunyai kemerdekaan berbuat. Teori Asy’ari disebut kasb. Teorinya ingin mengabungkan dua teori yang kontradiktif di atas. Namun, misinya justru sulit dipahami. Ia menjelaskan bahwa “manusia tidaklah dipaksa dan juga tidak bebas merdeka dalam melakukan usaha”. Selanjutnya, “bila Allah memberi pahala makasemata karena kemurahan-Nya dan bila

Allah menyiksa maka itu karena keadilan-Nya”. 38 Kedua rumusan tersebut bukan sebagai akibat dari perbuatan manusia.

Bagian ketiga ; Membangun Masyarakat Etika

Kemudian dalam bagian ketiga caknur menuliskan konsepsi berbagai bidang keilmuan dalam islam khususnya dalam al-quran. Diantara konsep-konsep yang dibahas oleh caknur adalah konsep kosmologis,konsep anthropologis dan konsep hukum dalam al-quran. Selain dari itu caknur juga membahas berkenaan dengan makna perseorangan (individu) dan masyarakat dalam keyakinan

agama. 39 Dalam permasalahan perorangan dan kemasyarakatan cak Nur menjelaskan makna

perorangan diawalinya dengan menjelaskan makna salam, kedamaian dan keselarasan. Salam adalah makna perorangan sikap keagamaan yang tulus. Ia juga merupakan kelanjutan sikap rela kepada Allah atas segala keputusan-Nya. Keadaan jiwa yang rela itu dicapai karena adanya ketenangan batin akibat rasa dekat kepada Allah. Inilah derajat manusia yang telah mencapai al- nafs al-mutmainnah. Seseorang yang rela serta bertawakal kepada Allah tentulah seorang yang selalu dzikir kepada-Nya. Dzikir atau ingat kepada Allah secara konsisten merupakan segi

37 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 273. 38 Ibid_____halaman .283. 39 Dalam buku islam doktrin peradaban Caknur membahas permasalahan kosmologi dalam alqur’an dihalaman

286-299,konsep anthropologis halama 300-311,konsep hukum dihalaman 312 -327 dan individu dan masyarakat dihalaman 345-357 286-299,konsep anthropologis halama 300-311,konsep hukum dihalaman 312 -327 dan individu dan masyarakat dihalaman 345-357

menjadi sumber ketenangan jiwa dan ketentramannya Orang yang beriman yaitu dia yang merasakan ketentraman jiwa karena ingat kepada Allah.

Dalam permasalahan individu islam sangat mengakui peran dan tanggung jawab setiap individu sebagaimana pertanggung jawaban amal di akhirat nanti bersipat individual. Sebagaimana pendapat Ali A Alawi seorang guru besar islam dari National University of Singapore, “Dalam doktrin klasik islam masalah tentang hakikat individu/perorangan sebagai suatu entitas otonom yang dianugrahi kehendak bebas yang serta merta keluar dari konteks ketergantungan manusia

terhadap Tuhan.” 41 Mengenai makna kemasyarakatan cak Nur menjelaskan bahwa baik dan jahat dalam

kehidupan nyata seorang manusiadi dunia akhirnya didefinisikan sebagai kualitas sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam hubungannya dengan sesama manusia.Dalam arti yang seluas- luasnya, amal saleh ialah setiap tingkah laku pribadi yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup sosial yangteratur dan berkesopanan. Maka salah satu yang diharapkan dari adanya iman

dalam dada adalah wjud nyata dalam tindakan yang berdimensi sosial. 42 Manusia adalah makhluk multi dimensional, dia sebagai makhluk invidu yang memiliki

entoitas otonom yang mutlak sebagai makhluk yang merdeka,disaat yang sama manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Senada dalam hal ini caknur menuliskan dalam NDP HMI “Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa

kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda.” 43 Sebuah nilai yang diyakini oleh manusia haruslah diwujudkan dalam amal shaleh yang dia

perbuat,Sebagaimana yang dituliskan caknur dalam NDP HMI “ Kehidupan dinyatakan dalam

40 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 349 41 Lihat Ali A Alawi dalam bukunya Krisis Peradaban Islam halaman 38 42 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 350 43 Caknur dalam NDP HMI BAB V tentang individu dan masyarakat 40 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 349 41 Lihat Ali A Alawi dalam bukunya Krisis Peradaban Islam halaman 38 42 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 350 43 Caknur dalam NDP HMI BAB V tentang individu dan masyarakat

kepada nilai kerjanya.” 44 Apa yang kita bawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau kita sudah meninggalkan dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia dalam bentuk reputasi.

Seperti dikatakan dalam bahasa Melayu, bahasa Indonesia, “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan amal.” Amal yang menjadi reputasi. Yaitu ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu apakah baik atau buruk. Dan umur reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. Sampai sekarang kita masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan kepada Archimides, kepada Aristoteles, apalagi kepada Nabi. Tapi kita juga bisa menyebut dengan penuh kutukan dalam hati, orang-orang seperti Nero, seperti Fir‘aun, dan lain-lain. Maka dari itu, agar reputasi kita ini nanti baik, yang berarti mencerminkan apa yang kita alami di akhirat, maka hendaknya kita berusaha betul-betul menyadari Allah itu hadir. “Dia itu beserta kamu di mana pun kamu berada, dan Allah itu mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan ” (Q., 57: 4).

Dan menurut Cak Nur, “Dorongan kepada perbuatan baik itu sudah merupakan ‘bakat primordial’ manusia, bersumber dari hati nurani yang dalam bahasa Arabnya, nûrânî, bersifat nûr

atau terang karena adanya fitrah pada manusia.” 45 Cak Nur menekankan bahwa dalam semangat kesadaran taqwâ tersebut, hidup bermoral bukanlah merupakan masalah kesediaan, tapi

keharusan —bahkan menurutnya adalah sesuatu yang menandai adanya taqwâ itu dalam batin seorang Muslim—dan seorang beragama pada umumnya.

Dimensi sosial keimanan juga dinyatakan dalam bentuk kata ishlah al-ardl, reformasi dunia. Para Nabi yang diutus selalu melakukan reformasi dunia, yaitu perjuangan melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Maka komitmen kepada usaha menciptakan masyarakat yang memenuhi rasa keadilan merupakan makna sosial keyakinan aama yang harus ditumbuhkan dalam setiap pribadi yang beriman. Dengan kata lain, rasa keadilan merupakan manifestasi rasa kemanusiaan, sehingga, dari sudut pandangan ini, makna kemasyarakatan keyakinan agama atau iman adalah rasa kemanusiaan itu, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan hablun min al-nas sebagai kelanjutan dari hablun min Allah.

Hablun min al-nas dan hablun min Allah di simbolkan melalui shalat. Ketika melakukan takbirat al-ikhram melambangkan manusia sedang melakukan hubungan dengan Allah. Dan ketika melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri melambangkan bahwa manusia

44 Nurcholis Madjid dalam NDP HMI BAB 2 Tentang pengertian-pengertiandasar tentang kemanusiaan. 45 Nurcholish Madjid, “Amal Salih dan Kesehatan Jiwa” dalam Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta:

Paramadina, 1994), h. 186 Paramadina, 1994), h. 186

Keislaman seseorang haruslah menjadi pijakan dalam berprilaku dan bersosialisasi. Sebagaimana bahasa simbolik dalam sholat kala mengucapkan salam sebagai rukun terakhir sholat orang muslim disyariatkan untuk melirik ke sisi kiri dan kanan. Hal ini mengandung makna bahwa sesudah kita melakukan hubungan dengan Tuhan kita harus menginterpretasikan keimanan dan sholat kita pada kerja sosial di masyarakat sekeliling kita. Karena manusia berbuat baik untuk dirinya sendiri dan manusia berbuat baik bukan untuk Tuhan karena Tuhan tidak membutuhkan amal baik manusia,yang membutuhkannya adalah semua makhluk disemesta. Sejalan dengan ini Taufik Abdullah berpendapat “Islam sebagai dasar keprihatinan moral dan ikatan solidaritas sosial

dalam kehidupan ditengah masyarakat.” 47

Bagian ke empat : Universalisme Islam dan Kemoderenan

Pada bagian keempat ini Caknur mencoba merumuskan keuniversalan islam dalam bingkai kemoderenan. Pada pembahasan ini caknur membuktikan bahwa nilai-nilai ajaran islam sudah moderen jauh sebelum wacana kemoderenan digaungkan oleh para pemikir dataran tanah amerika dan eropa. Pada bab ini caknur membuktikan hadis nabi “al islamu shalihun likulli zaman wal makan” sesungguhnya islam akan senantiasa selaras dengan semua dimensi ruang dan waktu dengan argumentasi yang ilmiah dan rasional.

Moderenisme dalam satu sisi sebagaimana dikatakan oleh Russel ditandai dengan runtuhnya kekuasaan gereja dan bangkitnya otoritas sains. 48 Hal ini dikarenakan sains bersifat intelektual

bukan govermental (memerintah) yang menjadikannya mudah diterima dan sesuai dengan kondisi masyarakat eropa yang tengah mengalami puncak dari era renaisance yang mengedepankan pola fikir ilmiah daripada menelan mentah sebuah dogma. Sisi intelektualitas sains yang tentunya berbeda dengan agama yang mengedepankan sisi perintah dan ancaman ketimbang adanya proses

rasionalisasi. 49 Jika priodesasi eropa ditandai dengan runtuhnya otoritas agama digantikan sains,lunturnya

pola fikir dogmatik menjadi pola fikir rasional. Maka hal ini sangat berbeda dengan islam,islam sudah moderen dan bersifat intelektual sejak risalah islam dibawa oleh nabi Muhammad yang

46 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 354 47 Lihat Taufik Abdulah dalam bukunya ISLAM DAN MASYARAKAT halaman 5 48 Lihat Betrand Russel dalam pengantar bukunya Bertuhan Tanpa agama halaman 15 49 Lihat Prof.Bayraktar Bayrakli dalam bukunya EKSISTENSI MANUSIA halaman 1 46 Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 354 47 Lihat Taufik Abdulah dalam bukunya ISLAM DAN MASYARAKAT halaman 5 48 Lihat Betrand Russel dalam pengantar bukunya Bertuhan Tanpa agama halaman 15 49 Lihat Prof.Bayraktar Bayrakli dalam bukunya EKSISTENSI MANUSIA halaman 1

Pada pembuka bab ini Caknur membukanya dengan sebuah kalimat yang jelas,empirik,rasional dan tidak terbantahkan kebenarannya. Yaitu “mengatakan bahwa islam

adalah agama yang universal sama dengan mengatakan bahwa bumi itu bulat.” 50 Pernyataan ini adalah bentuk penegasan bawhwa keuniversalan ajaran islam adalah hal yang tidak terbantahkan

lagi. Meskipun pada kenyataannya tidak banyak orang yang beragama islam menyadari,memahami dan bersikap sesuai dengan doktrin islam yang universal;sama halnya tidak banyak manusia yang memahami kenapa bumi itu bulat dan apa hakikat dan pengaruh dari kebulatan bumi.

Islam satu-satunya agama universal dan memiliki kesempurnaan di segala aspek yang dapat diaplikasikan oleh manusia dalam kehidupannya. Islam satu-satunya pandangan hidup yang dapat menuntun manusia untuk mencari kesempurnaan yang menjadi idamannya. Walaupun agama Islam merupakan agama terakhir tetapi di sinilah letak keutamaan dan kesempurnaan agama ini dibandingkan dengan agama-agama lainnya, baik itu agama samawi yang turun dari Allah maupun agama atau jalan hidup yang lahir dari ide dan pengalaman spiritual seseorang.

Islam datang sebagai penyempurna bagi agama-agama yang telah datang sebelumnya. Dan Rasulullah sebagai pembawa dan pengemban risalah Ilahi merupakan nabi terakhir yang setelahnya tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul. Allah berfirman dalam surat al-Maidah yang masyhur sebagai ayat yang terakhir turun: “Hari ini telah aku sempurnankanbagi kamu agamamu (Islam) dan telah aku sempurnakan segala nikmatku kepadamu dan akupun ridha Islam sebagai agamamu. ” (Qs. al-Maidah 5:3)

Ayat ini menyiratkan bahwa sejak hari itu, setelah segala perintah dan hukum-hukum Allah kurang lebih selama 23 tahun lamanya secara sempurna sampai kepada Rasulullah maka tugas dan risalah Rasulullah pun berakhir. Artinya era kenabian atau nubuwah telah berakhir dan era baru telah dimulai yaitu era wilayah yang berfungsi sebagai penjaga dan penafsir syariat Rasulullah.

50 Ibid________ halaman 425

Pandangan ini beranjak pemikiran caknur “bahwa agama yahudi pada dasarnya mengajarkan islam sebagaimana ditegaskan dalam penuturan al-quran mengenai fungsi kitab suci Taurat diturunkan kepada nabi musa untuk anak turun Isra’il : sesungguhnya kami (Tuhan) didalamnya ada petunjuk dan cahaya. Dan dengan kitab suci itu para nabi yang pasrah (aslamu_”berIslam”) serta para pendeta (rabbi) dan para sarjana agama (al-ahbar) menjalankan hukum untuk mereka yang menganut agama yahudi berdasarkan kitab Allah yang mereka diwajibkan memeliharanya

dan mereka itu semua menjadi saksi (Qs.Almaidah :44)”. 51 AL-Islam sebagai ajaran nabi musa yang kemudian disebut agama yahudi. Begitupula

dengan ajaran nabi isa atau yesus alias Al-masih kristus putra maryam beliau datang dengan membawa ajaran pasrah kepada Tuhan sebagaimana tergambar dengan jelas pada pemaparan

tentang nabi isa dan para pengikutnya dalam Al-quran. 52 Pada intinya dari semua agama,khusunya agama dari millah ibrahim adalah adanya sikap