BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Definisi Iklim Organisasi - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Organisasi

2.1.1 Definisi Iklim Organisasi

  Higgins (dalam Meylandani, 2013) mendefinisikan iklim organisasi sebagai jumlah persepsi yang dimiliki oleh setiap karyawan terhadap organisasi kerja dan lingkungan sosial. Indikasi dari iklim organisasi dapat dicontohkan seperti sistem komunikasi, tehnik motivasi, tingkat partisipasi bawahan dalam mengambil keputusan, hal ini dapat dijadikan untuk mendeskripsikan iklim organisasi.

  Swansburg (dalam Yani, 2012) menyatakan iklim organisasi adalah tingkat emosi, perasaan memahami dan berbagi diantara anggota organisasi. Iklim organisasi bisa dibentuk secara formal, relaks, berkesinambungan, berhati-hati, dapat diterima, jujur, dan sebagainya. Iklim organisasi juga merupakan kesan subjektif dari karyawan atau pandangan terhadap organisasi mereka.

  Dessler (2005) menyatakan bahwa iklim organisasi dengan istilah kehidupan kerja, dijelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja organisasi tidak sama bagi orang yang berbeda. Kualitas kehidupan kerja atau iklim organisasi yang memadai, berarti keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka, yang penting melalui organisasi terdapat perlakuan yang fair, adil dan suportif terhadap pegawai, kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu menjadi orang yang mereka mampu mewujudkan. Komunikasi terbuka dan saling memercayai diantara sesama pegawai. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan penting yang melibatkan pekerjaaan mereka. Kompetensi yang fair dan lingkungan yang sehat dan aman.

  Iklim organisasi merupakan sebuah konsep yang merujuk pada sejumlah sifat yang dapat diukur dalam suatu lingkungan kerja atau suasana internal di dalam suatu organisasi yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh individu yang bekerja di dalamnya. Suasana internal organisasi tersebut yang diasumsikan akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai. Iklim organisasi menjadi sangat penting karena dengan iklim organisasi yang kondusif, setiap individu, tim kerja dan pimpinan, akan mengetahui, memahami dan melaksanakan tata kerja sesuai tugas, fungsi, pekerjaan, kedudukan, hak dan kewajiban, komunikasi, serta wewenang dan tanggung jawabnya. Perilaku sumber daya manusia dalam aspek iklim organisasi publik menjadi tulang punggung bagi aktivitas pemerintahan dan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan unit organisasi dalam melaksanakan otonominya. Semakin kondusif iklim organisasi pada suatu organisasi publik, semakin meningkat produktivitas kerjanya. Secara umum dipahami, iklim organisasi adalah suasana kerja yang diciptakan oleh hubungan antar pribadi yang berlaku dalam organisasi. Aktivitas dalam organisasi dapat dilakukan secara maksimal jika iklim organisasi kondusif (Karyana, 2012).

  Wirawan (2008) dalam bukunya berjudul Budaya dan Iklim Organisasi mendefinisikan iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Iklim organisasi adalah suatu kondisi, keadaan maupun situasi yang dipersepsikan oleh individu secara sadar atau tidak sadar mengenai kondisi lingkungan internal organisasi.

  Rumah sakit sebagai organisasi yang menyediakan pelayanan kesehatan memiliki karakteristik yang tidak sama dengan organisasi lainnya. Adanya karakteristik tersebut menyebabkan iklim kerja yang ada dirumah sakit berbeda dengan organisasi lainnya, terutama terhadap para perawat yang merupakan mayoritas tenaga kerja di sebuah rumah sakit (Utami, 2005).

  Menurut Swansburg (dalam Utami, 2005) iklim kerja keperawatan disusun oleh manajer perawat yang pada gilirannya menentukan perilaku dari perawat klinis yang berpraktik dalam menyesuaikan dengan iklim kerja keperawatan tersebut. Iklim kerja keperawatan rumah sakit yang dirasa baik akan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kualitas kerja perawat pelaksana. Perawat klinis yang berpraktik menginginkan iklim yang akan memberi mereka kepuasan kerja. Mereka mencapai kepuasan kerja bila mereka tertantang dan pencapaian mereka diketahui serta dihargai oleh manajer dan pasien. Selain itu perawat klinik yang berpraktik juga menginginkan iklim yang memberikan kondisi kerja yang baik, gaji tinggi, dan kesempatan untuk profesional bertumbuh melalui konseling dan pengalaman pengembangan karier yang akan memampukan mereka untuk menetapkan dan mengarahkan masa depan profesional mereka.

  Menurut Nazili (2012) iklim organisasi merupakan persepsi tentang kebijakan, praktik-praktik dan prosedur-prosedur yang dirasakan dan diterima oleh individu-individu dalam organisasi. Yuliana (2007) mendefinisikan iklim organisasi adalah persepsi individu terhadap praktek dan prosedur yang berasal dari pengalamannya berinteraksi di lingkungan organisasinya, dalam hubungannya dengan kesejahteraan mereka dan dapat mempengaruhi perilakunya di organisasi.

2.1.2 Dimensi Iklim Organisasi

  Menurut Stringer dalam Wirawan (2008) dengan bukunya yang berjudul “budaya dan iklim organisasi” berpendapat bahwa karakteristik atau dimensi iklim organisasi memengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan diukur dalam pengertian dimensi tersebut. Ke enam dimensi tersebut yaitu :

  1. Struktur Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi.

  Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

  2. Standar kerja Standar menerangkan dan mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

  3. Tanggung jawab Tanggung jawab menerangkan dan merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan masalahnya sendiri.

  Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan risiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

  4. Pengakuan Pengakuan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

  5. Dukungan Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri. Dimensi iklim organisasi ini menjadi sangat penting untuk model bisnis yang ada saat ini dimana sumber-sumber sangat terbatas.

  6. Komitmen Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya. Komitmen terhadap organisasi adalah loyalitas atau ketaatan keanggotaan biasa dan pasif, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan pada tingkat daya upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Komitmen organisasi akan tercipta apabila karyawan merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pekerjaannya, sehingga mereka betah untuk bekerja dalam suatu perusahaan.

  Komitmen organisasional juga menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi yang secara aktif, karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberhasilan organisasi di mana tempatnya bekerja.

  Iklim organisasi juga berhubungan dengan kepribadian organisasi dan dapat diubah. Swansburg (2002) menyatakan bahwa terdapat enam iklim organisasi, yaitu : a. Kejelasan tujuan organisasi

  Menurut Kusnan (2006) bahwa ada suatu organisasi terkait dengan perasaan pegawai diharapkan pegawai memahami pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

  Kejelasan dan pemahaman tentang tujuan organisasi dan kebijakan. Hal ini juga akan difasilitasi dengan arus informasi dan dukungan dari karyawan.

  Muninjaya (2004) menyatakan bahwa pada suatu permasalahan, penerapan manajemen diperlukan kejelasan perumusan tujuan organisasi. Tujuan ini harus diupayakan oleh pimpinan agar dapat dihayati oleh semua pihak, baik oleh unsur pimpinan maupun unsur staf, sehingga semua aktifitas organisasi selalu diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati dan dihayati bersama.

  Aditama (2003) menyatakan bahwa tujuan organisasi menerangkan mengapa pekerjaan itu ada, mengapa pekerjaan itu sesuai dengan sasaran organisasi, siapa saja yang bergantung pada pekerjaan itu, hasil utama dan fungsi-fungsi tugas pekerjaan dan persetujuan atas prioritas-prioritas.

  b. Komitmen Kusnan (2006) menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan perasaan kayawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan. Agar kerjasama berlangsung produktif diperlukan kesepakatan (commitment) antara pimpinan dan tentang tujuan organisasi yang ingin dicapai dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kesepakatan (commitment) antara pimpinan dan staf tentang tujuan organisasi yang ingin dicapai dan hal-hal yang lain diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kesepakatan (commitment) dalam manajemen sangat penting dikembangkan oleh manajer untuk menghindari sifat negatif sifat yang merasa dimanfaatkan oleh pimpinannya untuk mencapai tujuan individu pimpinannya. Disinilah pentingnya menumbuhkan kesepakatan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi

  Menurut Siagian (2002) para anggota organisasi akan bersedia membuat komitmen sedemikian rupa, sehingga pegawai akan ikhlas bekerja demi keberhasilan organisasi sebagai konsekuensi logis dari rasa memiliki organisasi. Kesediaan tersebut hanya akan tumbuh dan berkembang apabila anggota organisasi yakin bahwa keberhasilan organisasi akan melicinkan jalan bagi mereka untuk mencapai cita-cita, harapan, keinginan, dan kepentingan pribadinya.

  c. Standar kerja Kusnan (2006) menyatakan suatu standar kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kriteria atau model yang baku yang akan dibandingkan dengan hasil yang nyata.

  Standar kerja juga menyangkut perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas yang baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

  Menurut Gillies dalam Yani (2012), standar kerja adalah suatu praktek yang menikmati pemahaman umum dan kesesuaian antara para profesional atau suatu pernyataan yang berwenang dimana kualitas praktek, pelayanan atau pendidikan bisa dinilai. Suatu standar tindakan keperawatan adalah suatu pernyataan deskriptif tentang kualitas yang diharapkan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan.

  Mathis (2001) menyatakan bahwa standar kerja harus mengikuti langsung suatu uraian pekerjaan, menjelaskan apa yang dicapai pekerjaan tersebut dan bagaimana kinerja diukur dalam area kunci dari uraian pekerjaan. Jika pegawai tahu apa yang diharapkan dan bagaimana kinerja diukur, mereka lebih punya kesempatan lebih besar untuk berprestasi memuaskan.

  Menurut Filipo dalam Yani (2012) standar fungsi, standar metode yang sering disebut sebagai prosedur operasi standar, dapat direncanakan dan dilaksanakan.

  Kiranya jika prosedur ini diikuti, hasil yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas merupakan standar personalia. Standar atas keadaan fisik juga penting, karena hal itu akan memengaruhi kerja manusia. Jika mesin, peralatan dan kondisi kerja umum kurang baik, orang terbaik yang mempergunakan metode yang terbaik mungkin menghasilkan hasil yang tidak memadai dalam arti kualitas, kuantitas, waktu, dan biaya.

  Standar struktur berhubungan dengan lingkungan fisik, organisasi dan manajemen organisasi. Standar proses berhubungan dengan tindakan keperawatan, standar output meliputi hasil dari perawatan yang diberikan.

  Sullivan (2005) menyatakan bahwa pada keperawatan digunakan standar umum dan standar khusus. Setiap organisasi keperawatan harus menerapkan standar khusus untuk pelayanan pasien. Standar tersebut merupakan dasar bagi pengukuran kualitas pelayanan.

  d. Tanggung jawab Menurut Kusnan (2006) hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai. Karena mereka terlibat dalam proses yang sedang berjalan. Gillies (2006) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah sikap seseorang yang merupakan kewajiban untuk mengerjakan dengan baik tugas yang diberikan.

  Sehingga seorang pegawai diharapkan untuk menyelesaikan sebagian besar tugas- tugas sesuai dengan posisinya yang digambarkan menurut kriteria pekerjaan yang terdapat dalam peraturan. Selain dari pada itu, seorang pegawai diharapkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lebih baik dari tugas-tugas yang harus dikerjakan.

  e. Penghargaan Robbins (2002) menyatakan bahwa penghargaan berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik. Pengetahuan kita mengenai motivasi mengungkapkan bahwa orang yang mengerjakan apa yang mereka kerjakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebelum mereka melakukan sesuatu, mereka lebih dulu melihat imbalan atau penghargaan. Karena banyak penghargaan-penghargaan ini seperti kenaikan gaji, promosi dan tugas kerja yang diinginkan yang dikontrol oleh organisasi. Kita harus mempertimbangkan penghargaan sebagi kekuatan penting yang memengaruhi perilaku setiap pekerja.

  Menurut Robbins (2002) promosi, kenaikan gaji dan bentuk-bentuk penghargaan lainnya harus diberikan kepada individu berdasarkan seberapa efektif mereka bekerja sebagai anggota tim. Hal ini tidak berarti bahwa konstribusi individu diabaikan, namun diseimbangkan oleh konstribusi individu terhadap tim tersebut.

  Contoh-contoh perilaku yang harus diberi penghargaan termasuk memberi pelatihan terhadap karyawan-karyawan baru, membagi informasi sesama anggota tim, membantu menyelesaikan konflik dalam tim, dan menguasai keterampilan- keterampilan baru yang dibutuhkan oleh tim jika memang diperlukan.

  f. Rasa saling memercayai Robbins (2002) menyatakan bahwa tim yang berkinerja tinggi diartikan dengan adanya kepercayaan yang tinggi antara sesama anggotanya, yakni para anggota percaya akan integritas, karakter dan kemampuan satu sama lain. Namun sebagaimana diketahui dalam hubungan personal, kepercayaan itu rapuh. Butuh waktu yang lama untuk membangunnya, namun dapat hancur dengan mudah dan sukar untuk diperoleh kembali. Juga karena kepercayaan berbuah kepercayaan dan ketidakpercayaan berbuah ketidakpercayaan, mempertahankan kepercayaan memerlukan perhatian yang cermat dari pihak manajemen.

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Iklim Organisasi

  Menurut Higgins yang dikutip oleh Yani (2012) ada empat prinsip faktor- faktor yang memengaruhi iklim, yaitu :

  1. Manajer/pimpinan Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer memengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

  2. Tingkah laku karyawan Tingkah laku karyawan memengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar manusia. Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif.

  3. Tingkah laku kelompok kerja Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.

  4. Faktor eksternal organisasi Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim.

  Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.

2.2 Pengertian Kinerja

  Menurut Yaslis Ilyas (2012) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

  Kinerja adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau sekelompok orang dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi (Torang, 2012). Menurut Amstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2013) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan konstribusi kepada ekonomi.

  Kinerja sebagai hasil

  • –hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Pabundu, 2006). Sedangkan menurut Mangkunegara (2009) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Prawirosentono, kinerja atau performance adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing
  • –masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Usman, 2011).

  Menurut Moeheriono (2009), kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.

  Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan, maka pengertian kinerja dapat disimpulkan sebagi hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

  Pabundu (2006) terdapat dua faktor yang memengaruhi kinerja karyawan, yaitu: a.

  Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, sifat

  • –sifat seseorang, meliputi sikap, sifat–sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel personal lainnya.

  b.

  Faktor eksternal yaitu faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari lingkungan, meliputi peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, kondisi ekonomi, kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan

  • –tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.

  Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja perawat adalah pendidikan, pelatihan, promosi, jenjang karir, lama bekerja, sistem penghargaan, gaji, tunjangan, insentif dan bonus. Hasil penelitian Daryanto (2008) menunjukkan bahwa sistem penghargaan yang paling dominan berhubungan dengan kinerja adalah gaji dan pengakuan. Isesreni (2009) tingkat pendidikan perawat mempengaruhi kinerja perawat, dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status perkawinan, serta lama bekerja perawat dengan kinerja perawat. Baik buruknya kinerja seorang perawat dapat dipengaruhi oleh faktor, seperti kepuasaan kerja, motivasi, lingkungan kerja dan budaya organisasional (Edy, 2008). Dalam sebuah organisasi elemen yang paling penting adalah kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu tujuan umum (Suarli, 2009). Di tambah lagi supervisi dan kapasitas pekerjaan atau beban kerja juga dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Supervisi merupakan segala bantuan dari pimpinan/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. Selain itu, perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar, secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja perawat. Sedangkan kapasitas pekerjaaan adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Suyanto, 2009).

  Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan dengan meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin. Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda

  • –beda (Sugijati dkk, 2008).

2.2.2 Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance

  

evaluation, development review, performance review and development . Penilaian

  kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran

  • –ukuran yang telah disepakati bersama dalam standar kerja (Usman, 2011).

  Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan standar praktik profesional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2011). Proses penilaian kinerja dengan langkah

  • –langkah sebagai berikut: mereview standar kerja, melakukan analisis jabatan, mengembangkan instrument penilaian, memilih penilai, melatih penilai, mengukur kinerja, membandingkan kinerja aktual dengan standar, mengkaji hasil penilaian, memberikan hasil penilaian, mengaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana
  • –rencana pengembangan dengan menyepakati sasaran– sasaran dan standar –standar kinerja masa depan (Usman, 2011).

  Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi atau tingkat keberhasilan atau kegagalan seorang pekerja/karyawan atau tim kerja dalam melaksanakan tugas/jabatan yang menjadi tanggung jawabnya (Nawawi, 2008). Sedangkan menurut Nursalam (2011) manfaat dari penilaian kerja yaitu: a.

  Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.

  b.

  Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.

  c.

  Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

  d.

  Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.

  e.

  Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

  f.

  Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

2.2.3 Model dan Metode Penilaian Kinerja

  Menurut Yaslis Ilyas (2012) penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja ini membantu pengambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka.

  Mangkunegara (2009) model penilaian kinerja yaitu:

  a. Penilaian sendiri Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi. Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.

  b. Penilaian atasan Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.

  c. Penilaian mitra Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi. d. Penilaian bawahan Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.

  Menurut Lumbanraja dan Nizma (2010), metode penilaian prestasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Metode yang berorientasi pada masa lalu 1.

  Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.

  2. Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.

  3. Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.

  4. Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan.

  5. Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja dapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.

  6. Evaluation Approach : Pengukuran dilakukan dengan Comparative membandingkan prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain.

  b. Metode yang berorientasi pada masa depan 1.

  Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.

  2. Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan.

  3. Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasannya.

  4. Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi, tergantung pada tipe berbagai penilai.

2.3 Perawat Pelaksana

2.3.1 Pengertian Perawat

  Nursalam (2011), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan disini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

  Tenaga keperawatan adalah salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan, hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Pelayanan keperawatan prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Kusnanto, 2004).

  Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005).

  Dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional, perawat harus berbekalkan pengetahuan teoritis (ilmu dan kiat keperawatan) yang baik, sehingga mampu menunjukkan kemampuan keterampilan dan pengetahuan yang semakin maju. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang perawat adalah:

  1. Melaksanakan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dan memahami tugas Kepala Ruangan (KaRu), Primary Nurse (PN) dan Associate Nurse (AN).

  2. Memahami dan mampu melaksanakan tugas yang sifatnya manajerial di ruang rawat inap.

  3. Mampu melaksanakan metode praktik bimbingan mahasiswa selama di rawat inap.

  4. Melaksanakan diskusi dengan kelompok dan para perawat di ruang rawat inap.

  5. Menetapkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dan dokumentasi keperawatan.

  6. Membuat draft SAK untuk beberapa penyakit.

  7. Mampu berkolaborasi dengan tim di ruang rawat inap.

  8. Melaksanakan peningkatan mutu di ruang rawat inap.

  9. Mengikuti audit keperawatan dalam rangka menilai pendokumentasian (Irnalita, 2008).

2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Perawat

  b.

  Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

  Menurut Depkes RI (1999) tugas dan fungsi perawat adalah: a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

  Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

  d.

  Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

  e.

  Mendokumentasi proses keperawatan.

  f.

  Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan dan praktek keperawatan.

  c. g.

  Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.

  h.

  Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat. i.

  Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Definisi Rumah Sakit

  Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi umum dan keuangan (UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

  Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010) organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks, unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan pada pasien yang rawat inap maupun berobat jalan.

  2.4.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

  Rumah sakit mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah sakit mempunyai fungsi: (UU No. 44 Tahun 2009) a.

  Penyelengaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan.

  b.

  Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai kebutuhan medis.

  c.

  Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberi pelayanan kesehatan.

  d.

  Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

  2.4.3 Klasifikasi Rumah Sakit

  Berdasarkan kepemilikannya rumah sakit dibagi menjadi tiga macam yaitu: a. Rumah sakit pemerintah (rumah sakit pusat, rumah sakit provinsi, rumah sakit kabupaten).

  b.

  Rumah sakit BUMN atau ABRI.

  c.

  Rumah sakit swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri dan sumber dana luar negeri.

  Berdasarkan jenis pelayanannya dibedakan menjadi tiga jenis pelayanan yaitu:

  a. Rumah sakit umum

  b. Rumah sakit jiwa c. Rumah sakit khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dan sebagainya). (Herlambang, 2012).

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit pada Pasal 4 disebutkan bahwa berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi: a.

  Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.

  b.

  Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.

  c.

  Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.

  d.

  Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

  Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumah sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik. Dengan demikian, lambat laun pada rumah sakit tersebut akan tercipta suatu citra positif dari masyarakat (Panjaitan, 2013).

  2.5 Kerangka Konsep

  Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

  Variabel Independen Variabel Dependen Iklim Organisasi:

  • Struktur
  • Standar

  Kinerja perawat pelaksana

  • Tanggung jawab

  di ruang rawat inap RSU

  • Pengakuan

  Sari Mutiara Medan

  • Dukungan
  • Komitmen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

  2.6 Hipotesa Penelitian

  Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesa penelitian yaitu ada hubungan iklim organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.

10 110 113

Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan

4 80 121

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012

12 126 157

Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2011

3 70 140

Pengaruh Iklim Organisasi Dan Motivasi Kerja Serta Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dosen Akademi Pariwisata Medan

2 35 153

Iklim Komunikasi Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Pegawai (Studi Korelasional Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai di Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan)

1 47 119

Pengaruh Karakteristik Individu dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar

0 37 126

Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Perawat Unit Rawat Inap Rumah Sakit “X” Medan

0 24 114

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi dan Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Iklim Organisasi II.1.1 Pengertian Iklim Organisasi - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Medan Selayang

0 2 20