Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012

TESIS

OLEH

ROMIDA SIMBOLON 087013023/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012


(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROMIDA SIMBOLON 087013023/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Proposal : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDANTAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Romida Simbolon Nomor Induk Mahasiswa : 087013023

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr.Dra. Erika Revida, M.S Ketua

)

Anggota

(Masnelly Lubis, S.Kp. M,A,R,S )

Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )


(4)

Telah diuji

Pada tanggal: 13 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr.Dra. Erika Revida, M.S Anggota :1. Masnelly Lubis, S.Kp. M.A.R.S

2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si 3. Dr. Fauzi, S.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Desember 2012

Romida Simbolon


(6)

ABSTRAK

Asuhan keperawatan merupakan kegiatan pokok yang sering menjadi barometer tentang baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan di rumah sakit, hal ini disebabkan karena di ruang rawat inaplah terjadi kontak paling sering antara pasien dengan perawat sebagai tenaga pelaksana dan sebagian besar pelayanan di ruang rawat inap dilakukan oleh tenaga perawat.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kinerja perawat. Setiap rumah sakit mempunyai permasalahan terhadap kinerja perawat pelaksana khususnya di ruang rawat inap. Salah satu indikator untuk menjaga kualitas pelayanan adalah peningkatan kinerja perawat pelaksana. Fenomena yang ditemukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan perawat pelaksana belum memiliki kinerja yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Jenis penelitian adalah explanatory research. Populasi penelitian sebanyak 190 orang. Sampel didapatkan sebanyak 65 orang perawat pelaksana. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel budaya organisasi mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Rumah sakit Santa Elisabeth Medan perlu meningkatkan implementasi pembinaan dan menanamkan nilai-nilai budaya organisasi dan mempertahankan serta menjaga stabilitas kerja. Perlu dilakukan penilaian kinerja perawat berdasarkan uraian tugas yang jelas dan kontiniu.


(7)

ABSTRACT

Nursing care is a main activity frequently used as the barometer about whether the health service provided in the in-patient wards of a hospital is good or bad because these in-patient wards are the places where the patients and the nurses frequently make contact since most of the services provided in the in-patient wards is provided by the nurses.

Nursing service in a hospital is very much influenced by the performance of the nurses. Every hospital has the problem about the performance of the nurses especially that of those assigned in the in-patient wards. One of the indicators to maintain the quality of service is the improvement of nurses’ performance. The phenomenon found in Santa Elisabeth Hospital Medan is that the nurses have not had optimal performance.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of organizational culture on the performance of the nurses working in the in-patient wards of Santa Elisabeth Hospital Medan. The population of this study was 190 nurses and 65 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at α = 5%.

The result of this study showed that the variable of organizational culture had influence on the performance of the nurses working in the in-patient wards of Santa Elisabeth Hospital Medan.

The management of Santa Elisabeth Hospital Medan needs to improve the implementation of the cultivation of the values of organizational culture and maintenance of work stability. The performance of the nurses needs to be evaluated based on their clear and continuous job description.

Keywords: Organizational Culture, Performance of Nurses, Nursing Process


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa banyak hambatan dan kesulitan yang dialami dalam studi dan penyusunan Tesis ini. Keberhasilan penulis menyelesaikan sebuah Karya Ilmiah ini tidaklah terwujud tanpa bantuan dari semua pihak yang memberikan dukungan, bimbingan, baik dalam bentuk materi maupun moril. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dewan Pimpinan Umum dan seluruh anggota Persaudaraan Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Medan, atas doa, dukungan dan perhatian baik moril maupun spiritual.


(9)

4. Prof. Dr. Dra. Erika Revida, M.S, selaku Ketua komisi pembimbing yang dengan penuh kasih, perhatian, kesabaran, ketelitian dan kebijaksanaan telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

5. Masnelly Lubis, S.Kp. MARS, selaku Anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kasih, perhatian, kesabaran, ketelitian dan kebijaksanaan telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si dan dr. Fauzi, S.K.M, sebagai Dosen penguji yang telah memberi saran dan masukan yang sangat berharga untuk membantu penulis dalam menyelesaikan dan menyempurnakan Tesis ini.

7. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

8. Dr. Bungaran Sihombing Sp.BU, selaku Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang telah memberi izin tempat penelitian.

9. Seluruh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan khususnya yang menjadi responden dan telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

10.Seluruh staf pendidikan STIKes Santa Elisabeth Medan atas bantuan, dukungan perhatian dan doanya.

11.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, secara khusus program studi ARS 2008 serta seluruh


(10)

pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang berperan dalam proses penyelesaian Tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada ketidaksempurnaan dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis dalam penyusunan Tesis ini, baik dari segi penulisan maupun pembahasannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima saran dan kritik yang konstruktif demi kebenaran dan kesempurnaan Tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu menyertai dan memberkati kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2012 Penulis

Romida Simbolon


(11)

RIWAYAT HIDUP

Romida Simbolon lahir pada tanggal 02 Februari 1972 di Lintong Ni Huta, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara, berjenis kelamin perempuan, beragama Katolik, anak kelima dari 8 bersaudara dari pasangan ayahanda K. Simbolon (Alm) dan ibunda R. Sihombing. Bertempat tinggal di Jalan Bunga Terompet Nomor 120, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Kode Pos 20131.

Riwayat Pendidikan Lulus SD Negeri Sitonggi-tonggi Tahun 1985, Lulus SMP Negeri 1 Pangururan Tahun 1988, Lulus SMA Negeri 1 Pangururan Tahun 1991, Lulus D-III Keperawatan Sint Carolus Jakarta Tahun 1999, Lulus S-1 Keperawatan PSIK USU Tahun 2003, Lulus Program Ners USU Tahun 2004.

Riwayat Pekerjaan sebagai Perawat Pelaksana di ruang Rawat Inap Santa Fransiskus RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 1999, Pembimbing klinik di Ruang St. Fransiskus RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2000, Klinik Tiga Juhar dan Poli Gema Kasih Galang Tahun 1999 – 2001, Staf Diklat RS.Santa Elisabeth Medan 2001-2003, Ketua Komite Keperawatan RS.Santa Elisabeth Tahun 2004-2005, Staf Dosen AKPER Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2007, Wa.Dir Keperawatan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2007, Staf Dosen di Prodi S-1 Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan tahun 2008-sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Organisasi ... 11

2.1.1. Pengertian Organisasi ... 11

2.1.2. Prinsip Organisasi ... 13

2.1.3. Macam-Macam Organisasi ... 14

2.2. Budaya Organisasi ... 16

2.2.1. Pengertian Budaya ... 16

2.2.2.Tipe Budaya Organisasi ... 18

2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi ... 22

2.2.4. Indikator Budaya Organisasi ... 22

2.2.5. Hal-hal yang Memengaruhi Budaya Organisasi ... 26

2.3. Kinerja ... 27

2.3.1. Pengertian Kinerja ... 27

2.3.2. Faktor-Faktor yang Memenagaruhi Kinerja ... 28

2.3.3. Peningkatan Kinerja ... 29

2.3.4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Peningkatan Kinerja 29 2.3.5. Penilaian Kinerja Perawat ... 32

2.3.6. Prinsip Penilaian Kinerja Perawat ... 34

2.3.7. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Perawat... 35

2.3.8. Alat dan Jenis Penilaian Kerja ... 36

2.3.9. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ... 37


(13)

2.4. Proses Keperawatan ... 39

2.4.1. Pengertian ... 39

2.4.2. Tujuan dan Manfaat Proses Keperawatan ... 41

2.4.3. Karakteristik Proses Keperawatan ... 42

2.4.4. Tahap-Tahap Proses Keperawatan ... 42

2.4.5. Dokumentasi Proses Keperawatan ... 50

2.5. Landasan Teori ... 51

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 53

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54 3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3. Populasi dan Sampel ... 54

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4.1. Data Primer ... 57

3.4.2. Data Sekunder ... 57

3.4.3. Pengumpulan Data ... 57

3.4.4. Validitas dan Reliabilitas ... 61

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 61

3.5.1. Variabel Penelitian ... 61

3.5.2. Definisi Operasional... 62

3.6. Metode Pengukuran ... 66

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 66

3.6.2.Pengukuran Variabel Dependen ... 68

3.7. Metode Analisis Data ... 71

3.7.1. Analisis Data Univariat ... 71

3.7.2. Analisis Data Bipariat ... 72

3.7.3. Analisis Data Multivariat ... 72

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 74

4.1. Gambaran Singkat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 74

4.2. Karakteristik Responden ... 79

4.3. Analisis Univariat ... 81

4.4. Analisis Bivariat ... 107

4.5. Analisis Multivariat ... 110

BAB 5. PEMBAHASAN ... 114

5.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap ... 114

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 129


(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 131

6.1. Kesimpulan ... 131

6.2. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN ... 139


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Perbedaan Diagnosa Medis dengan Diagnosa Keperawatan ... 45

3.1. Jumlah Prawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012 ... 56

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

3.3. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 70

4.1. Distribusi Jenis Ketenagaan RSEM Tahun 2012 ... 75

4.2. Distribusi Jenis Pelayanan/Praktek Dokter Spesialis di RSEM Tahun 2012 76 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012... 81

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inovatif Memperhitungkan Risiko di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012... ... 83

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memberi Perhatian pada setiap Masalah Detail di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 86

4.6. Distribusi Frekuensi Respondens Berdasarkan Berorientasi terhadap Hasil di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 88

4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berorientasi di Semua Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 91

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agresif dalam Bekerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 92

4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mempertahankan Stabilitas . Kerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012…….……….. 94

4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Budya Organisasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 96


(16)

4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengkajian dan Diagnosa

Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 99 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perencanaan Keperawatan

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 101 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Implementasi Keperawatan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan 2012... 103 4.14.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Evaluasi Keperawatan

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Elisabeth Medan 2012 ... 105 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan/Dokumentasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

2012 ... 107 4.16. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012 ... 109 4.17. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja dan Kepuasan Perawat

(Robin, 2006)……… .... 30

2.2. Kerangka Konsep Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian.. ... 139

2. Uji Validitas dan Rehabilitas.. ... 145

3. Analisis Univariat.. ... 155

4. Analisis Bivariat.. ... 157

5. Analisis Multivariat.. ... 172

6. Master Data Penelitian .. ... 177 7. Surat izin Melaksanakan Penelitian IKM-FKM USU di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan

8. Surat Keterangan selesai Melaksanakan Penelitian dari Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.


(19)

(20)

ABSTRAK

Asuhan keperawatan merupakan kegiatan pokok yang sering menjadi barometer tentang baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan di rumah sakit, hal ini disebabkan karena di ruang rawat inaplah terjadi kontak paling sering antara pasien dengan perawat sebagai tenaga pelaksana dan sebagian besar pelayanan di ruang rawat inap dilakukan oleh tenaga perawat.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kinerja perawat. Setiap rumah sakit mempunyai permasalahan terhadap kinerja perawat pelaksana khususnya di ruang rawat inap. Salah satu indikator untuk menjaga kualitas pelayanan adalah peningkatan kinerja perawat pelaksana. Fenomena yang ditemukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan perawat pelaksana belum memiliki kinerja yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Jenis penelitian adalah explanatory research. Populasi penelitian sebanyak 190 orang. Sampel didapatkan sebanyak 65 orang perawat pelaksana. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel budaya organisasi mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Rumah sakit Santa Elisabeth Medan perlu meningkatkan implementasi pembinaan dan menanamkan nilai-nilai budaya organisasi dan mempertahankan serta menjaga stabilitas kerja. Perlu dilakukan penilaian kinerja perawat berdasarkan uraian tugas yang jelas dan kontiniu.


(21)

ABSTRACT

Nursing care is a main activity frequently used as the barometer about whether the health service provided in the in-patient wards of a hospital is good or bad because these in-patient wards are the places where the patients and the nurses frequently make contact since most of the services provided in the in-patient wards is provided by the nurses.

Nursing service in a hospital is very much influenced by the performance of the nurses. Every hospital has the problem about the performance of the nurses especially that of those assigned in the in-patient wards. One of the indicators to maintain the quality of service is the improvement of nurses’ performance. The phenomenon found in Santa Elisabeth Hospital Medan is that the nurses have not had optimal performance.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of organizational culture on the performance of the nurses working in the in-patient wards of Santa Elisabeth Hospital Medan. The population of this study was 190 nurses and 65 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at α = 5%.

The result of this study showed that the variable of organizational culture had influence on the performance of the nurses working in the in-patient wards of Santa Elisabeth Hospital Medan.

The management of Santa Elisabeth Hospital Medan needs to improve the implementation of the cultivation of the values of organizational culture and maintenance of work stability. The performance of the nurses needs to be evaluated based on their clear and continuous job description.

Keywords: Organizational Culture, Performance of Nurses, Nursing Process


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

Manajemen sumber daya manusia pada suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan sumber daya/perawat pelaksana yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi. Dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para perawat pelaksana, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi.

1.1. Latar Belakang

Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana perawat pelaksana memandang organisasi mereka, tanggungjawab dan komitmen mereka. Pemimpin mempenagruhi bawahan mereka baik secara langsung melalui interaksi dan juga melalui dengan budaya organisasi.

Budaya organsasi merupakan sistem kontrol sosial di dalam organisasi sehingga anggota organisasi tersebut mempunyai satu kebudayaan yang relatif sama. Dengan kebudayaan yang relatif sama diharapkan berdampak pada perilaku dan ways of thinking para anggota yang lain. Pada akhirnya tujuan organisasi akan dapat lebih efektif karena organisasi berhasil menciptakan pengendalian sistem sosial terhadap anggotanya melalui budaya organisasi.


(23)

Budaya organisasi dapat membantu kinerja perawat pelaksana, karena menciptakan tingkat motivasi kerja yang luar biasa bagi perawat pelaksana untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasinya. Nilai-nilai yang dianut bersama membuat perawat pelaksana merasa nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat perawat pelaksana berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja perawat pelaksana, serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Keyakinan bersama itulah yang menjadi kunci sukses suatu organisasi sehingga seluruh elemen yang ada dapat berfungsi optimal.

Budaya organisasi sengaja dirumuskan dan diturunkan dari visi serta misi organisasi. Dengan terciptanya budaya organisasi, hubungan komunikasi menjadi lebih kondusif dan yang paling penting adalah terciptanya etos dan kinerja organisasi atau organisasi yang mendorong pencapaian tujuan yang lebih baik.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja perawat pelaksana dimana yang satu dengan lain saling mempengaruhi yakni: kemampuan yang dimiliki (bakat, minat, faktor kepribadian), usaha yang dicurahkan (motivasi, etika kerja, kehadiran dan rancangan tugas), dan dukungan organisasi yang diterimanya (pelatihan/pengembangan, peralatan/tehknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja. Ketiga hal ini sangat menentukan kinerja perawat pelaksana, dimana bila salah satu faktor berkurang atau tidak ada maka kinerja akan berkurang, (Mathis, et all, 2006).


(24)

Kinerja perawat pelaksana merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan pelayanan di rumah sakit. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja di organisasi perusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan diberi penghargaan yang tinggi, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu, (Haryono, 2004).

Kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik profesi yang telah dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2000, yang mengacu dalam tahap proses keperawatan, yang meliputi: (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

Asuhan keperawatan di rumah sakit dilaksanakan di ruang rawat jalan serta ruang rawat inap. Asuhan keperawatan merupakan kegiatan pokok yang sering menjadi barometer tentang baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan di rumah sakit, hal ini disebabkan karena di ruang rawat inaplah terjadi kontak paling sering antara pasien dengan perawat sebagai tenaga pelaksana asuhan dan sebagian besar pelayanan di ruang rawat inap dilakukan oleh tenaga perawat pelaksana.

Asuhan keperawatan merupakan sentral dari pelayanan kesehatan sangat penting untuk ditingkatkan kualitasnya dalam menjawab keprofesian keperawatan


(25)

sehingga kualitas asuhan keperawatan dalam pelayanan kesehatan dapat berkembang. Agar perawat dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien diperlukan manajemen asuhan keperawatan yang profesional dan menggunakan suatu proses berpikir yang disebut proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Proses keperawatan ini membutuhkan keterampilan analisa dan komunikasi yang baik. Pada proses keperawatan terutama pada tahap implementasi dari proses keperawatan seseorang perawat harus mempunyai kemampuan interpersonal, teknis dan kolaborasi dengan profesi lain. Langkah-langkah kegiatan pada proses keperawatan yang digambarkan oleh Gillies dan Smith mirip dengan langkah-langkah yang dilakukan pada proses manajemen dimana setiap pasien adalah unik dan memerlukan penanganan yang berbeda-beda dengan demikian bila proses keperawatan dilakukan dengan baik, maka akan mengatasi sebagian masalah manajemen pada ruang rawat inap, (Gillies, 1996).

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap rumah sakit Santa Elisabeth Medan dapat diuraikan seperti dibawah ini: Rumah sakit Santa Elisabeth Medan didirikan oleh Misionaris (Biarawati) Katolik Belanda saat ini telah berusia kurang lebih 82 tahun, Indonesia masih dibawah penjajahan pemerintah Belanda. Visi, misi dan tujuan Rumah sakit Santa Elisabeth didirikan adalah untuk memberikan pelayanan yang didasarkan pada penyembuhan tidak hanya pada pengobatan medis, tetapi pada daya afeksi/perilaku, empati yang berasal dari Allah (lawatan hati), dimana situasi dan kondisi masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara sangat


(26)

memprihatinkan, banyak orang sakit yang terlantar, sangat menderita dan tidak mendapat pelayanan kesehatan dari pemerintah secara optimal. Pelayanan yang benar adalah pelayanan yang mengandalkan daya penyembuhan dari Allah ditandai dengan " Kasih yang tulus dan universal ". Maka hingga saat ini pelayanan rohani pasien dan kunjungan petugas khusus pada semua pasien masih tetap dilaksanakan yang disebut Pastoral care. Dalam pemberian asuhan keperawatan selalu memandang manusia secara utuh yang memiliki kebutuhan bio-psiko-sosio dan spiritual dan manusia yang sedang sakit tersebut adalah merupakan jelmaan Allah yang lemah dan sakit, maka asuhan keperawatan diberikan dengan tulus ikhlas dengan berpedoman pada motto “Ketika Aku sakit kamu melawat Aku”. Motto ini menjiwai seluruh perawat pelaksana rumah sakit terlebih kepada perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, (Profil RSEM, 2012).

Hasil wawancara terhadap ketua Komite Keperawatan dan kepala Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) rumah sakit Santa Elisabeth Medan dan dari angket kepuasan pasien didapatkan data sebagai berikut: ada perawat yang memiliki kinerja yang kurang baik, kurang ramah, ketus dalam bicara, susah senyum, kurang empati/peduli, lambat dalam merespon keluhan pasien, dalam melaksanakan prosedur tindakan keperawatan masih ada yang kurang tepat, pendokumentasian asuhan keperawatan belum terlaksana dengan sempurna. Hal ini kurang sesuai dengan tuntutan dari visi, misi dan motto rumah sakit dimana seharusnya perawat berperilaku lemah lembut, sabar, penuh cinta dalam melayani


(27)

orang sakit karena perawat memberikan pelayanan kepada Tuhan sendiri yang terjelma pada diri pasien yang sedang menderita sakit.

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan (RSEM) merupakan salah satu rumah sakit swasta di kota Medan yang menerima rujukan pasien dan memiliki fasilitas pelayanan yang cukup lengkap, jumlah tenaga perawat 249 orang dan yang bekerja diruang rawat inap sebanyak 190 orang dengan tingkat pendidikan mayoritas lulusan Diploma III Keperawatan. Rumah sakit ini telah terakreditasi 16 bidang pelayanan oleh tim KARS Indonesia pada tahun 2011, (Profil RSEM, 2012). Jumlah Bed Occupation Rate (BOR) selama tiga (3) tahun terakhir adalah sebagai berikut: tahun 2009: 65,77%, tahun 2010: 67,15 % dan tahun 2011: 62,57 % , menurut ketua Komite Keperawatan BOR ini rendah karena jumlah pasien yang dirawat di ruang perawatan kelas tiga lebih sedikit pada hal persediaan tempat tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan ruang perawatan kelas I, VIP dan SVIP. Bed Occupation Rate (BOR) di ruang perawatan kelas I, VIP dan SVIP rata-rata 99%. Ditambahkan oleh ketua Komite Keperawatan “walaupun pelayanan di RSEM masih diminati masyarakat di Sumatera ini, kami merasa sudah mulai ada penurunan nilai/semangat dan mutu pelayanan di ruang rawat inap”.

Melihat begitu tingginya tuntutan pasien terhadap mutu pelayanan rumah sakit maka dituntut pula kinerja perawat yang lebih baik. Maka seluruh perawat diwajibkan datang lebih awal pada setiap jam dinas.

Kebijakan rumah sakit Santa Elisabeth Medan (RSEM) dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang berlandaskan pelayanan Kasih Yesus Kristus, yakni


(28)

sebelum memulai aktivitas harian/rutin di seluruh unit pelayanan selalu diawali dengan doa bersama, membacakan Kitab Suci sebagai sumber kekuatan rohani dalam melayani. Kebijakan ini menjadi kebiasaan rutin yang dilaksanakan oleh seluruh unit kerja setiap memulai tugas kedinasan.

Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) di rumah sakit Santa Elisabeth Medan membuat satu program khusus pembinaan bagi seluruh karyawan termasuk perawat pelaksana diberi penyegaran rohani dan pendalaman serta penggalian nilai spiritualitas pelayanan yang manusiawi yakni retret tahunan dengan mengundang pakar spiritualitas sebagai fasilitator. Retret ini juga dimanfaatkan sebagai kesempatan refreshing karena mereka dibebas-tugaskan dari pekerjaan rutin selama 2 hari. Dengan demikian diharapkan bahwa perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan selalu berlandaskan cinta kasih yang tulus seperti yang di teladankan oleh Yesus Kristus sendiri. Disamping ini juga bentuk pembinaan lain yang diberikan pada hari-hari khusus, misalnya menjelang perayaan pesta nama pelindung rumah sakit yakni Santa Elisabeth dari Hungaria (setiap tanggal 17 November); selain perayaan kegembiraan ada penggalian spiritualitas pelayanan, pendalaman nilai semangat pendiri dan pelindung rumah sakit, (Profil RSEM, 2012).

Pada awal rekruitmen pegawai baru selalu ada masa training yakni mensosialisasikan budaya rumah sakit yang meliputi: sejarah, falsafah, visi, misi, dan tujuan rumah sakit yang terkandung didalamnya motto pelayanan serta kebiasaan rutin seperti nilai-nilai religius; cinta kasih, kepedulian, kerendahan hati, kejujuran,


(29)

pengorbanan dan semangat persaudaraan dalam satu keluarga yang harus dimiliki semua pegawai yang tampak dalam praktek sehari-hari.

Perawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2006 melakukan aksi demonstrasi karena mereka dipecat dari pekerjaannya sebagai perawat. Adapun alasan pemecatan tersebut adalah karena para perawat mengikuti ujian CPNS tanpa ada pemberitahuan/minta ijin dari kepala bidang sumberdaya manusia (Personalia Rumah Sakit). Jumlah perawat yang dipecat sebanyak 53 orang dengan masa kerja 1-13 tahun. Alasan pemecatan ini ada hubungannya dengan budaya organisasi yakni menjamin mutu pelayanan dan tingkat kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Tingginya angka turn over perawat akan mempengaruhi penghayatan nilai-nilai budaya oragnisasi dan tingkat kinerja perawat pelaksana yang akan membawa efek terhadap mutu pelayanan keperawatan. Disamping menjamin mutu para perawat juga pergi dan meninggalkan pasien dengan kata lain pasien yang sedang di rawat menjadi terlantar.

Berdasarkan pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan penelitian terhadap kinerja perawat di rumah sakit ini yang berhubungan dengan budaya organisasi. Maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.”


(30)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Bagi rumah sakit Santa Elisabeth Medan sebagai masukan pada pihak manajemen bahwa kinerja perawat rawat inap memegang peranan penting dalam menjamin mutu rumah sakit.

2. Bagi Program studi Pascasarjana FKM USU sebagai koleksi refrensi perpustakaan dan bahan bacaan bagi para mahasiswa pascasarjana.


(31)

3. Bagi Peneliti sebagai dasar untuk mengembangkan pola pikir dan pengambilan keputusan dalam penilaian kinerja perawat serta menyusun standar penilaian kinerja perawat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan untuk masa mendatang.

4. Peneliti selanjutnya dan mahasiswa FKM USU peminatan Administrasi Rumah Sakit (ARS) sebagai bahan referensi dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.


(32)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Organisasi

2.1.1. Pengertian Organisasi

Organisasi sebagai kesatuan sosial terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pandangan terhadap organisasi sangat tergantung pada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskannya. Beberapa pandangan mengenai organisasi tersebut dapat diuraikan seperti yang dikemukakan Thompson dalam Thoha (1992), bahwa organisasi adalah: “an organization is a highly rationalized and impersonal integration of a large member of specialists cooperating to achieve some announched specific objectif”. Sedangkan pandangan lain, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1996), merumuskan bahwa:“an organization is a consciously coordinated social entity, with a relatively indentiviable boundary, that functions on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals”.

Kedua pandangan tersebut di atas, jelas memperlihatkan perspektif yang berbeda. Thompson dalam Thoha (1992), merumuskan organisasi dengan penekanan pada tingkat rasionalitas dalam kerjasama yang terkoordinasi, dengan menekankan pentingnya pembagian tugas sesuai keahlian masing-masing anggota organisasi. Sedangkan menurut Robbins (1996), memandang organisasi sebagai kesatuan sosial, yaitu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola


(33)

interaksi yang diikuti oleh anggota organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan terlebih dahulu.

Organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seorang individu melakukan proses interaksi dengan sesamanya di dalam organisasi, baik antara pimpinan dan anggota maupun antar anggota sendiri. Organisasi mempunyai pembatasan-pembatasan tertentu. Setiap anggota organisasi yang melakukan hubungan interaksi dengan yang lainnya tidaklah didasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi mereka dibatasi oleh peraturan tertentu.

Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan. Dengan adanya tata aturan setiap organisasi maka dapat lebih mudah dibedakan suatu organisasi dengan kumpulan kemasyarakatan. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur, yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Adanya hirarkhi atau tingkatan mulai dari pimpinan sampai pada bawahan atau staf. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang terlibat dalam organisasi harus tunduk pada suatu aturan untuk mengadakan kerjasama dan interaksi guna mencapai suatu tujuan bersama.

Peneliti mengkaitkan paradigma organisasi dengan konsep klasik, lebih banyak mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan struktur seperti hirarkhi, wewenang, tanggungjawab, kesatuan komando, dan jenjang pengawasan. Organisasi juga dapat diartikan dalam dua macam yakni: (1) dalam arti statis, organisasi sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerja sama, untuk mencapai tujuan


(34)

tertentu, (2) dalam arti dinamis, organisasi sebagai suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.2. Prinsip-prinsip Organisasi

Ada beberapa ahli yang memberikan definisi tentang prinsip-prinsip atau azas-azas organisasi, masing –masing ahli memberikan perumusan yang berbeda, baik dalam jumlah maupun istilah yang digunakan. Dibawah ini beberapa pengertian organisasi antara lain:

1. Warren dan Joseph dalam Wursanto (2003) dalam bukunya yang berjudul Management for Business and Industri, menyatakan ada 4 (empat) macam prinsip organisasi yaitu: prinsip kesatuan perintah (unity of command), prinsip rentang kendali atau rentang pengawasan (span of control), prinsip pengecualian (the exeption princeple) dan prinsip hirarki (the scala principle).

2. Henry Fayol dalam Wursanto (2003)

Seorang insiniur pertambangan dari Perancis mengemukakan 14 (empat belas) prinsip organisasi yaitu: pembagian kerja (devision of work), wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility), disiplin (discipline), kesatuan komando (unity of command), kesatuan langkah (unity of direction), subordinasi minat dibawah minat pada umumnya (subordination of individual interest to general interest), pemberian hadiah (remuneration), sentralisasi atau pemusatan (centralization), jenjang hirarki (line of autority/hierarchie), ketertiban (order), kesamarataaan (equity), stabilitas jabatan pegawai (stability of personel), inisiatif (iniciative) dan kesatuan jiwa korps (esprit de corps).


(35)

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membangun dan menggerakkan organisasi yang kompleks (organisasi modern) diperlukan prinsip-prinsip organisasi sebagai dasar atau fondamen sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik, serta struktur organisasinya efektif dan efisien. Dengan demikian tercapai tidaknya tujuan organisasi tergantung pada kemampuan pimpinan organisasi dalam melaksanakan prinsip-prinsip organisasi.

2.1.3. Macam-Macam Organisasi

Macam atau jenis-jenis organisasi dapat dilihat dari berbagai segi yaitu dari jumlah pucuk pimpinan, segi keresmian, segi tujuan segi luas wilayah, segi kebutuhan sosial serta segi bentuk (Wursanto, 2003).

1. Jenis Organisasi dari Segi Pucuk Pimpinan:

Organisasi segi pucuk pimpinan terdiri dari dua macam yakni : (1) organisasi tunggal, apabila pucuk pimpinan organisasi tersebut berada pada tangan satu orang. Nama pimpinan yang dipergunakan tergantung dari jenis kegiatan organisasi tersebut. Contoh dalam bidang pemerintahan presiden, menteri, gubernur, direktur, bupati dan lain-lain, dalam bidang kemiliteran: panglima, komandan, kapolri, kapolda, dalam bidang pendidikan; rektor, dekan, ketua program studi, ketua departemen , dalam bidang niaga adalah adminstrator, (2) organisasi jamak, apabila pucuk pimpinan berada di tangan beberapa orang, contohnya: presidium (presidium kabinet ampera), Dewan Pempinan Pusat (DPP), DPD, MAWI, KWI, MUI dan lain-lain.


(36)

Masing-masing pimpinan dan dewan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda sehingga perlu ada pembagian tugas dan wewenang maka dibutuhkan adanya koordinasi kerja.

2.Jenis Organisasi dari Segi Keresmian

Menurut segi keresmian organisasi terdiri dari dua yaitu: (1) organisasi formal, apabila kegiatan dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok secara sadar dikoordinasi guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, sehingga orang-orang yang tergabung dalam kelompok itu mempunyai struktur yang jelas, (2) organisasi informal, organisasi disusun secara bebas dan spontan dan keanggotaannya diperoleh secara sadar atau tidak sadar

3.Jenis Organisasi dari Segi Tujuan

Menurut segi tujuan yang hendak dicapai, contohnya: organisasi niaga atau ekonomi yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa. Organisasi niaga ini dibedakan lagi menjadi organisasi swasta dan pemerintah.

4.Jenis Organisasi dari Segi Luas Wilayah

Menurut luas wilayahnya organisasi dapat dibagi menjadi empat macam yaitu:

(1) organisasi daerah (local organization), (2) organisasi regional (regional organization), (3) organisasi nasional (national organization) dan (4)


(37)

5.Jenis Organisasi dari Segi Kebutuhan Sosial/Kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan semua organisasi atau perhimpunan yang dibentuk atas secara sukarela oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia yang keanggotaan terdiri dari warga negara Indonesia dan warga negara asing, namun dalam pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan dan Undang-undang Republik Indonesia.

2.2. Budaya Organisasi 2.2.1. Pengertian Budaya

Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang dipegang secara intensif, secara luas dianut, semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan serta berpengaruh terhadap lingkungan dan perilaku manusia. Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap sistem perilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi (Ndraha, 2003).


(38)

Idealnya tiap perusahaan memiliki budaya, yakni suatu sistem nilai yang merupakan kesepakatan kolektif dari semua yang terlibat dalam perusahaan. Yang dimaksud dengan kesepakatan disini adalah dalam hal cara pandang tentang bekerja dan unsur-unsurnya. Suatu sistem nilai merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia/karyawan dan manajemen. Lalu persepsi itu melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan manajemen.

Pada hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan itu dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. Karena itu setiap karyawan dan manajemen seharusnya memiliki sudut pandang atau pemahaman yang sama tentang makna budaya kerja dan batasan bekerja.

Berikut ini dikemukakan beberapa ahli memberi pengertian budaya organisasi sebagai berikut:

1. Tosi, et.all., dalam Munandar, (2001), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

2. Robbins, (1994), budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi


(39)

terhadap pegawai dan pelanggan, cara kerja yang dilakukan di tempat organisasi, asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi.

3. Ndraha (2003), mengartikan budaya organisasi adalah sebagai potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini.

4. Moorhead dan Griffin dalam Kenna,et.al., (1995), budaya organisasi diartikan sebagai, seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya.

Bedasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

2.2.2. Tipe Budaya Organisasi

Menurut Muchlas, (2008), manajemen harus menyadari tipe umum budaya organisasi kalau perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior dari pada budaya lainnya. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasi budaya organisasi yang


(40)

terbuka dan partisipatif. Bahkan, beberapa di antara mereka berpendapat lebih jauh bahwa budaya terbuka dan partisipatif ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) kepercayaan kepada bawahan, (2) komunikasi terbuka, (3) kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif, (4) pemecahan masalah secara kelompok, (5) otonomi pekerja, (6) tukar menukar informasi, dan (7) tujuan-tujuan dengan keluaran (out put) yang berkualitas.

Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran yang berkualitas, tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan diterapkan pada organisasi oleh pemimpin-pemimpin otokratik dan suka mengancam. Makin besar rigiditas dalam budaya ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah rantai komando yang formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya. Titik beratnya lebih kepada individu daripada kepada pekerjaan tim.

Budaya terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah sebagai berikut: (1) meningkatnya penerimaan ide-ide manajemen, (2) meningkatnya kerja sama antara manajeman dan staf, (3) menurunnya angka pindah kerja, (4) menurunya angka absent, (5) menurunnya keluhan-keluhan dan kekesalan, (6) lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan, dan (7) memperbaiki sikap terhadap pekerjaan dan organisasi.


(41)

Harrison dalam Kenna, et.al., (1995) membagi empat tipe budaya organisasi yang dihubungkan dengan desain organisasi :

Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang-kadang mengambil inisiatif perubahan, tidak hanya karena mereka mengerti kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan.

1. Budaya Kekuasaan (Power Culture).

Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelaziman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang merupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.

2. Budaya Peran (Role Culture).

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan


(42)

menstabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi.

3. Budaya Pendukung (Support Culture)

Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus-menerus (longlife education).

4. Budaya Prestasi (Achievement Culture)

Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.


(43)

2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins, (1996), fungsi budaya organisasi sebagai berikut: (1) budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2) budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, (3) budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual, (4) budaya merupakan perekat sosial yang membantu memersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan, dan (5) budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.2.4.

Beberapa pendapat para ahli mengenai indikator yang menentukan budaya organisasi adalah sebagai berikut:

Indikator Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1994), ada 10 indikator budaya organisasi yaitu: (1) inisiatif individual, tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu, (2) toleransi terhadap tindakan beresiko, sejauh mana pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko, (3) arah, sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi, (4) integrasi, tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi, (5) dukungan dari manajemen, tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka, (6) kontrol, jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai, (7) identitas,


(44)

tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional, (8) sistem imbalan, tingkat sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, (9) toleransi terhadap konflik, tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik terbuka, dan (10) pola-pola komunikasi, tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

a.

Menurut Tampubolon, (2008), menyimpulkan indikator budaya organisasi menjadi 6 yaitu:

b.

Inovatif memperhitungkan risiko, norma yang dibentuk beradasarkan kesepakatan menyatakan bahwa setiap karyawan akan memberikan perhatian yang sensitif terhadap segala permasalahan yang mungkin dapat membuat resiko kerugian bagi kelompok dan oragnisasi secara keseluruhan. Perilaku karyawan yang demikian dibentuk apabila berdasarkan kesepakatan bersama sehingga secara tidak langsung membuat rasa tanggung jawab bagi karyawan untuk melakukan tindakan mencegah terjadi kerugian secara konsisten. Kerugian ini lebih pada waktu, dari rasa sensitifnya karyawan dapat mengantisipasi risiko yang mengakibatkan kerugian lain, seperti merusak nama baik perusahaan yang kemungkinan larinya konsumen ke produk lain.

Memberi perhatian pada setiap masalah secara detail, memberikan perhatian pada setiap masalah secara detail di dalam melakukan pekerjaan akan mengambarkan


(45)

ketelitian dan kecermatan karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sikap yang demikian akan menggambarkan tingkat kualitas pekerjaan yang sangat tinggi. Apabila semua karyawan memberikan perhatian secara detail terhadap semua permasalahan yang ada dalam pekerjaaan, maka tingkat penyelesaian masalah dapat digambarkan menjadi suatu pekerjaan yang berkualitas tinggi dengan demikian kepuasan konsumen akan terpenuhi.

c.

d.

Berorientasi terhadap hasil yang akan dicapai, supervisi seorang manejer terhadap bawahannya merupakan salah satu cara manajer untuk mengarahkan dan memberdayakan staf. Melalui supervisi dapat diuraikan tujuan organisasi dan kelompok serta anggotanya, dimana tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Apabila persepsi bawahan dapat dibentuk dan menjadi satu kesatuan didalam melakukan tugas untuk mencapai hasil. Dengan demikian semua karyawan berorientasi pada pencapaian tujuan/hasil.

Berorientasi kepada semua kepentingan karyawan, keberhasilan atau kinerja organisasi salah satunya ditentukan ke kompakan tim kerja (team work), di mana kerjasama tim dapat dibentuk jika manajer dapat melakukan supervisi dengan baik. Kerjasama tim yang dimaksud adalah setiap karyawan bekerjasama dalam persepsi dan sikap yang sama didalam melakukan pekerjaannya dan secara tidak langsung, sesama karyawan akan selalu memeerhatikan permasalahan yang dihadapi masing-masing. Dengan demikian karyawan selalu berorientasi kepada sesama agar dapat tercapai target tim dan organisasi.


(46)

e.

f.

Agresif dalam bekerja, produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan apabila performa karyawan dapat memenuhi standard yang dibutuhkan untuk melakukan tugasnya. Performa yang baik dimaksudkan antara lain: kualifikasi keahlian (ability and skill) yang dapat memenuhi persyaratan produktivitas serta harus diikuti dengan disiplin dan kerajinan yang tinggi. Apabila kualifikasi ini telah di penuhi, maka masih dibutuhkan ketahanan fisik dan keagresifan karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja, performa yang baik dari karyawan harus didukung oleh kesehatan yang prima. Performa yang baik tidak akan dapat tercipta secara kontinu apabila karyawan tidak dalam kondisi kesehatan yang prima. Kesehatan yang prima akan membentuk stamina yang prima, dengan stamina yang prima akan terbentuk ketahanan fisik yang akurat (endurance) dan stabil, serta dengan endurance yang prima, maka karyawan akan dapat mengendalikan (drive) semua pekerjaan dengan baik. Dengan tingkat pengendalian yang prima, menggambarkan performa karyawan tetap prima dan stabilitas kerja dapat dipertahankan.

Berdasarkan pendapat oleh beberapa ahli di atas pada penelitian ini, peneliti menggunakan 6 item indikator budaya organisasi yang disimpulkan oleh Tampubolon (2008) dengan alasan bahwa ke enam indikator ini dapat diaplikasikan pada kinerja perawat dan sesuai dengan kondisi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sebagai tempat penelitian.


(47)

2.2.5. Hal yang Memengaruhi Budaya Organisasi

Menurut Amnuai dalam Ndraha, (2003), bahwa pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi, (2) seseorang menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia, biaya dan teknologi dan mereka meletakkan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Tosi et. All., dalam Munandar (2001), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) pengaruh umum dari luar yang luas, mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi, (2) pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat, keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan, (3) faktor-faktor yang spesifik dari organisasi, organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam mengatasi masalah baik eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.


(48)

2.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil kerja baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu unit pelayanan. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja suatu tim. Penampilan suatu hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada seluruh jajaran personil di dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001).

Kinerja merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003). Menurut Hasibuan, (2001), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Haryono, (2004), kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi.

Menurut Nur’aini, (2004) kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Berdasarkan pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh individu maupun kelompok sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan


(49)

organisasi sesuai standard dan kriteria yang ditetapkan untuk perkerjaan tesebut sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Perawat pelaksana adalah tenaga profesional yang diberikan wewenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap. Adapun persyaratan perawat pelaksana mempunyai ijazah formal atau yang berwenang. Tugas pokoknya melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien atau keluarga di ruang rawat (Depkes, 1999; Swanburg, 2000). Merujuk dari beberapa penjelasan mengenai pengertian kinerja, maka kinerja perawat pelaksana dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja perawat pelaksana adalah perilaku kerja atau hasil kerja perawat pelaksana sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang harus dicapai dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien atau keluarga di ruang rawat inap.

2.3.2. Faktor –faktor yang Memengaruhi Kinerja

Faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi menurut Mangkunegara, (2005) adalah sebagai berikut:

1. Faktor Individu, secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.


(50)

2. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.3.3. Peningkatan Kinerja

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Dalam rangka peningkatan kinerja pegawai, menurut Mangkunegara, (2005), terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja, (2) mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan, (3) mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri (4) mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut, (5) melakukan rencana tindakan tersebut, (6) melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum, dan (7) mulai dari awal apabila perlu. Bila langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka kinerja perawat pelaksana dapat ditingkatkan.

2.3.4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Peningkatan Kinerja

Menurut Robbin, (2006), budaya organisasi dapat memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap organisasi


(51)

didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Hal yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada penguatan budaya. Pengaruh budaya organisasi pada kinerja dan kepuasan dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja dan Kepuasan (Robbins, 2006)

Menurut Kotter dan Heskett dalam Tika, (2008), hubungan budaya organisasi/perusahaan dengan kinerja adalah sebagai berikut:

1. Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang.

2. Budaya perusahaan mungkin menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang

3. Budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang pandai dan berakal sehat.

Faktor Tujuan

1. Inovatif dan penempatan risiko

2. Perhatian secara jelas 3. Orientasi hasil 4. Orientasi orang 5. Orientasi tim 6. Keagresifan 7. Stabil Budaya Organisasi Tinggi/ Kuat Rendah Kinerja Kepuasan Berdampak pada Kekuatan


(52)

4. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja.

Beberapa penelitian terdahulu pernah dilakukan menyangkut budaya organisasi rumah sakit dan perusahaan di Indonesia, antara lain hasil penelitian Muluk, (1999), menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja dan kepuasan kerja karyawan pada Budaya Organisasi Pelayanan Publik kasus Rumah Sakit X di Malang. Demikian juga hasil penelitian Hartanto, (2004) tentang Analisis Perbedaan Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan PT Sari Warna Asli Textile IV dan PT Kusuma Mulia Textile Karanganyar didapatkan bahwa ada perbedaan kinerja karyawan kedua perusahaan tersebut dengan penerapan variabel– variabel budaya organisasi yang sama.

Hasil penelitian Juliani, (2007) di rumah sakit Pirngadi Medan tentang pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kinerja perawat pelaksana dengan motivasi intrinsik. Demikian juga hasil penelitian Zuliani, (2008), menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat ruang rawat di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.

Hasil penelitian Kotter dan Heskett dalam Soetjipto dan Firmansyah (2006), menyatakan bahwa budaya organsasi berpengaruh pada kinerja jangka panjang di PT.Perkebunan Nusantara III (Persero). Hasil penelitian Zebua (2009), menyatakan ada pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Demikian juga hasil penelitian


(53)

Rosary (2011), menyatakan bahwa adapengaruh budaya organisasi terhadap kinerja petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Pengelolaan Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

2.3.5. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya (Sulistiyani dan Rosidah, 2003).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manejer perawat dalam mengontrol perawat dan produktivitas berdasarkan standar-standar tertentu, Swanburg (2000 ). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku perawat, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manejer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier, serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten. Penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya.


(54)

Menurut Subekti (2008), dengan melakukan penilaian demikian, manejer akan menggunakan uraian-uraian pekerjaan sebagai tolak ukur. Bila hasilnya di bawah uraian pekerjaan berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut berkurang. Dengan demikian penilaian kinerja merupakan proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tinggkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (performace appraisal) seorang personil, memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat kinerja dengan kilas balik unjuk kerja (performance review) atau penilaian personil (employee evaluation).

Dalam rangka menggunakan proses evaluasi kerja untuk meningkatkan susunan kepegawaian, menggabungkan organisasi dan memudahkan kontrol keuangan, manejer keperawatan sebaiknya memahami dan mengerti beberapa hal berikut: (1) policy (kebijaksanaan) merupakan pernyataan sasaran jangka panjang organisasi, (2) procedure (prosedur) merupakan pernyataan jangka pendek tekhnis yang digunakan untuk mewujudkan sasaran kelembagaan, (3) task (tugas) merupakan kewajiban tenaga kerja yang memerlukan pengeluaran usaha manusia untuk maksud tertentu, (4) potition (posisi) merupakan kesatuan kewajiban, tugas, dan tanggungjawab yang memerlukan jasa seseorang, (5) job (pekerjaan) merupakan penugasan jabatan kerja yang terdiri dari satu set tugas, tanggungjawab, dan kondisi yang berbeda dengan tugas kerja lainnya, (6) job analysis (analisa jabatan) merupakan proses menentukan melalui pengamatan dan studi, informasi berarti mengenai kewajiban dan kondisi pekerjaan tertentu, (7) job description (deskripsi kerja) merupakan catatan tertulis mengenai hubungan organisasional, tanggungjawab, kewajiban dan kondisi kerja pada jabatan tertentu dan (8) job specification (spesifikasi kerja) merupakan


(55)

persyaratan pribadi bagi pelaksanaan kerja yang efektif dari jabatan tertentu, yakni yang mengandung faktor pendidikan, pengalaman, usaha, kecerdasan, kebutuhan fisik dan mental yang dalam sebuah pekerjaan tertentu.

2.3.6. Prinsip Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Gillies,1989 dalam Nursalam (2007) untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil manejer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip dibawah ini: (1) evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaaan kerja, dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang di tempati, (2) sampel tingkah laku perawat cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya, serta guna menghindari hal-hal yang diinginkan, (3) perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama, (4) di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi di mana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa yang di perlukan, (5) jika diperlukan, sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan, sering dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja, (6) pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya, dan (7) baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun


(56)

dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis.

2.3.7. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja perawat adalah alat yang paling dapat dipercaya dalam mengontrol sumber daya dan produktivitas. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk kegiatan promosi, terminasi, kompensasi dan pengawasan kinerja untuk mewujudkan pekerja secara efektif. Selain hal tersebut di atas penilaian kinerja juga memiliki tujuan untuk memastikan keputusan penarikan tenaga kerja. Hal ini biasanya dilakukan bila seorang pegawai menjalani masa percobaan sebelum berstatus pegawai tetap.

Nursalam, (2007) menyatakan manfaat penilaian kinerja dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit, (2) peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi SDM secara keseluruhan, (3) merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya, (4) membantu rumah sakit dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan yang lebih tepat guna, (5) menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik dan (6) memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan, atau


(57)

hal lain yang ada kaitannya melalui komunikasi dan dialog sehingga tecipta hubungan yang baik antara atasan dan bawahan.

2.3.8. Alat dan Jenis Penilaian Kerja

Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam pelaksanaan kerja keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektivitas, serta menjamin keabsahan dan ketahanan. Objektivitas yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta, tanpa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi. Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi, serta apa yang harus diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilai pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada dalam deskripsi kerja dari kepala perawat, perlu dirinci satu-satu dan dilaksanakan secara akurat.

Menurut Nursalam, (2001), jenis alat penilaian pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu: laporan bebas, pengukuran yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja.

1. Laporan Tanggapan Bebas.

Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak adanya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cenderung menjadi tidak sah. Alat ini kurang objektif karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek.


(58)

2. Checklist Pelaksanaan Kerja

Checklist terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir di mana penilai dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

2.3.9. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Standar I: Pengkajian

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan yang baik meliputi: (a) pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, (b) sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain, (c) data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengevaluasi: status kesehatan masa lalu, saat ini, bio-psiko-sosio dan spiritual, respon, harapan dan risiko-risiko tinggi


(59)

masalah, (d) kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan dan baru).

Standar II: Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses meliputi: (a) proses diagnosa terdiri atas analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan, (b) diagnosis keperawatan terdiri dari: Problem (P), Etiologi (E), dan Sign (S), atau terdiri dari Problem dan Etiologi tergantung jenis diagnosa keperawatan, (c) bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lainnya untuk memvalidasi diagnosa keperawatan, (d) melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

Standar III: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses ini meliputi: (a) perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan, (b) bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, (c) perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien, (d) mendokumentasikan rencana keperawatan.

Standar IV: Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang tela diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria implementasi keperawatan meliputi:(a) bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, (b)


(60)

kolaborasi dengan tim kesehatan lain, (c) melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasai masalah klien, (d) memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan, (e) mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respona klien.

Standar V: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Proses ini meliputi: (a) menyususun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus, (b) menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, (c) memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, (d) bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, dan (e) mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.

2.4. Proses Keperawatan. 2.4.1. Pengertian

Menurut Nursalam, (2001), proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu Problem


(61)

Solving Approach (PSA) yang memerlukan ilmu, tehknik, dan ketrampilan interpersonal yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga.

Proses keperawatan telah dianggap sebagai suatu dasar hukum praktik keperawatan. American Nursing Ascosiation (ANA), menggunakan proses keperawatan sebagai suatu pedoman pengembangan standar praktik keperawatan. Standar praktik keperawatan profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2000).

Standar tersebut mengacu pada tahapan dalam proses keperawatan, yang terdiri dari lima (5) standar: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, (Nursalam, 2001). Berikut ini akan diuraikan beberapa pengertian dari proses keperawatan menurut beberapa ahli keperawatan sebagai berikut:

1. Yura, 1978, dalam Ali, (2002) mengatakan proses keperawatan adalah: langkah-langkah sistematik untuk menentukan masalah klien, merencanakan penyelesaian masalah, mengimplementasikan dan mengevaluasi apakah rencana yang dibuat efektif dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

2. Wolf dan Fuerst, 1979, dalam Ali, (2002) menyebutkan bahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai kesehatan yang seoptimum.

3. Zaidin,1997 dalam Ali (2002), menyebutkan bahwa proses keperawatan adalah: metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan klien


(1)

mempertahankan stablitas kerja seperti pelatihan dan bimbingan yang berkesinambungan, memberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal dan non formal kepada perawat pelaksana serta melakukan supervisi kepada pasien dan perawat pelaksana secara kontiniu.

3. Bagi Personalia/Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan perlu melakukan penilaian kinerja berdasarkan uraian tugas yang jelas, kontiniu dan rutin minimal setiap enam bulan sekali sehingga memicu kreatifitas dan inovatif para perawat dalam bekerja. 4. Bagi para perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan agar terus-menerus mengembangkan potensi yang dimilikinya, baik untuk keterampilan maupun pengetahuan melalui pendidikan formal dan nonformal, training (hardskill dan soft skill), seminar/lokakarya baik lokal, regional, nasional dan internasional serta studi banding ke rumah sakit lain secara pribadi maupun yang diadakan/ditugaskan oleh pihak rumah sakit agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali. Zaidin, (2002). Dasar-Dasar Keperawatan Propesional. Edisi Pertama. Jakarta,Widya Medika.

Alimul A.H, (2004). Pengantar Konsep dasar Keperawatan. Edisi Pertama Jakarta, Penerbit Salemba Medika

Arikunto, (2005). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

As’ad, M, (2004). Psikologi Industri, Yokyakarta : Liberty. Edisi Revisi.

Daryo. (2003). Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Islam Jakarta Timur, Jakarta : FIK-UI

Dep.Kes RI , (1995). Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit, cetakan ke-1, DIRJEN DEPKES. Jakarta.

Dep.Kes RI. (2001). Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik.

Febri, (2006). Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis: untuk Perawat dan Bidan di Rumah Sakit dan Puskesmas Indonesia. http://www. kinerjaklinik-perawat bidan. net.id. Diakses tanggal 25 April 2010.

Firmanzah, Soetjipto, B.W, (2006), The Spirit of change:Dinamika Perubahan PT.Prkebunan Nusantara III (Persero), Jakarta: Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Gartinah, T. Sitorus, R; Irawati, D., (2006). Pelayanan Profesionalisme Keperawatan Yang Didukung Oleh Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Gillies, D.A (1989). Alih Bahasa; Dika dkk. Jakarta (1996). Nursing Management, A System Approach, Philadelphia : W.B Sounders Company.

________ , (1996). Nursing Management, A System Approach, Philadelphia : W.B Sounders Company


(3)

Hartanto, (2004). Analisis Perbedaan Budaya Organisasi dan kinerja karyawan PT Sari Warna Asli textile IV dan PT Kusuma Mulia Textile Karanganyar.

Haryono, S. (2004). DP 3 Salah Satu Indikator Akuntabilitas Internal Unit Kerja Organisasi. Buletin Pengawasan No. 45&46 Tahun 2004

Hasibuan, M.,( 2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta : Bumi Aksara

Ilyas, Y., (2001). Kinerja : Teori Penilaian & Penelitian, Jakarta: Badan Penerbit FKM. UI

Juliani (2007). Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Universitas Sumatera Utara. Diakses: tanggal 12 Maret 2010.

Kenna Mc, Eugene and Beech, Nic, (1995. The Essence of Human Resaources

Management, Prentice Hall International (UK) Limited Printed and Bound in Great Britain by Tj Press, Padstow, Cornwall.

Machfoedz. I. (2009). Metodologi Penelitian. Yogyakarta. Penerbit Fitramaya. Cetakan keenam.

Mangkunegara, A, A ,P, (2005). Perilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: PT. Refika

Mathis, et.all. (2006). Human Resource Management . Edisi 10. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Muchlas. M, (2008). Perilaku Organisasi ,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anggota IKAPI

Muluk (1999), “ Budaya Organisasi Pelayanan Publik kasus Rumah Sakit X di

Mala

Mulyati. (2005). Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan Faktor Motivasi dan Supervisi Pimpinan di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Semarang.

Munandar, A.S (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.


(4)

Ndraha, Taliziduhu., (2003). Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2005).Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Cetakan Ketiga.

Nur’aini, (2004). Aktivitas Program Intervensi Pengendalian Stres Kerja Perawat Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Unit Perawatan Intensive Rumah Sakit Haji Medan. Universitas Sumatera Utara.

Nurachmah, E. (2001). Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. Jakarta:

Seminar Keperawatan RS Islam Cempaka Puti

Diakses: tanggal 12 Maret 2010.

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik Jakarta : Penerbit Salemba Medika. Edisi I

, (2007). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Edisi 2.

,(2008). Proses dan dokumentasi keperawatan, ed 2, Salemba Medika, Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 269 Menkes /Per /III/2008

Tentang Rekam Medis.

PPNI, (2000). Kode Etik Keperawatan Indonesia, Jakarta, The Author

, (2000). Standar Asuhan Keperawatan Indonesia. Jakarta , The Author .

Potter and Perry, (2004), Fundamental of nursing:Concepts,process & practice. Fourth Edition.St. Louse, Missouri: Mosby-year Book,Inc.

PPSDM RSE, (2012): Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Santa Elisabet Medan.

Profil RSEM, (2012). Buku Pedoman Pembinaan Karyawan Baru Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Rivai, V,Basri, A,F.M.,(2005). Performance Appraisal, Edisi Pertama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(5)

Riyanto. A.(2009). Pengelolaan dan Analisis Data kesehatan. Penerbit Muha Medika. Cetakan Pertama

Robbins, S.P. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. (Alih Bahasa: Jusuf Udayana). Jakarta: Arcan. Edisi 3.

,(1996). Perilaku Organisasi. Jakarta: Bahasa Indonesia; PT. Indeks

,(2001).Perilaku Organisasi. Jakarta: Bahasa Indonesia: PT. Prenhallindo. ,(2006). Perilaku Organisasi, Prentice Hall International, Inc.: PT INDEKS

Kelompok Gramedia.

Rosary, Lady.JP. (2011). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Pengelolaan Data Di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Ruky, A.S. (2002). “Struktur Upah”. Makalah pada Pendidikan Tenaga Penyusun Skala Upah, diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja R.I. di Denpasar-Bali.

Rusdi. (2001). Faktor – Faktor Determinan Yang Berhubungan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Cikini Bogor, Jakarta : FIK-UI.

Suhartati, (2005). Pengembangan Manajemen dan Kinerja (PMK) Perawat dan Bidan. Media Pengembangan SDM Kesehatan, Vol. 1 No. 1, Januari 2005.

Sulistiyani, Ambar Teguh, Rodisah, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep,Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Swanburg, Russel.C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Kilinis. Jakarta. EGC Cetakan I

Tampubolon M.P. (2008). Perilaku Organisasi, Perspektif Organisasi Bisnis. Edisi Kedua Ghalia Indonesia.

Thoha, M, (1992). Perilaku Organisasi: Konsep, Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Tika, Moh.Pabundu, (2008). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Cetakan Kedua, Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Waluyo.A.dkk. (2006). Teori dan Praktik Keperawatan, Pendekatan Integral Pada Asuhan Pasien. Jakarta. Edisi Pertama. ECG.

Widodo, Joko, (2006). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Malang: Bayumedia Publishing.

Wijaya, A. I. (2001). Perilaku Organisasi, Bandung: Sinar Baru Algensindo. Wursanto.Ig, (2003). Dasar Ilmu Organisasi. Penerbit ANDI Yogyakarta. Yer.Patricia W, ( 2004). Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Zebua, Juneta, (2009). Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif Terhadap Kinerja Staf Rekam Medik Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Zuliani, Nina, (2008). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Ruang rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Diakses: tanggal 12 Maret 2010.

kinerja. Diakses tanggal 12