Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2011

(1)

PENGARUH IKLIM ORGANISASI DAN IMBALAN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM MEURAXA

KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011

TESIS

Oleh EVI DEWI YANI

097032020/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH IKLIM ORGANISASI DAN IMBALAN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM MEURAXA

KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh EVI DEWI YANI

097032020/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH IKLIM ORGANISASI DAN IMBALAN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM MEURAXA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011

Nama Mahasiswa : Evi Dewi Yani Nomor Induk Mahasiswa : 097032020

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si)

Ketua Anggota

(dr. Heldy BZ, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 10 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E. M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH IKLIM ORGANISASI DAN IMBALAN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM MEURAXA

KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 2012 Penulis


(6)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh merupakan rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan bagi masyarakat dimana tenaga perawatnya masih banyak yang tidak melaksanakan uraian tugas sesuai dengan standar asuhan keperawatan, tidak lengkapnya pendokumentasian kegiatan, pelayanan pasien yang hanya bersifat rutinitas, sehingga pelayanan keperawatan masih rendah. Ditinjau dari faktor yang memengaruhi kinerja perawat adalah variabel iklim organisasi diantaranya kurangnya semangat kelompok, kerjasama antara pimpinan dan bawahan yang kurang. Dan variabel Imbalan diantaranya penghargaan yang tidak merata, penerapan sanksi yang tidak jelas, kurangnya pemberian insentif dan keikutsertaan perawat dalam mengikuti pelatihan bagi peningkatan kualitas kinerja perawat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh iklim organisasi dan imbalan terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh tahun 2011. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh iklim organisasi dan imbalan terhadap kinerja perawat pelaksana.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan sifat penelitian eksplanatori. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruangan rawat inap sebanyak 83 orang dan sampel yang diambil 46 orang. Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel independen mencakup iklim organisasi (X1) dan imbalan (X2

Alat uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis regresi linear berganda (Multiple regression Analysis). Pengaruh variabel independen terhadap variabel diuji dengan menggunakan uji F dengan tingkat kepercayaan 95% pada α = 0,05. Dan uji t dengan α = 0,025. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.0.

) serta variabel dependen yaitu kinerja perawat pelaksana (Y).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi dan imbalan berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh baik secara simultan (uji F) maupun secara parsial (uji t). namun variabel imbalan lebih dominan memengaruhi kinerja perawat pelaksana. Unsur imbalan seperti tunjangan, promosi jabatan dan peningkatan karir masih dirasakan kurang dan tidak merata bagi setiap perawat. Demikian juga iklim organisasi yang belum mendukung dalam penerapan struktur, standar kerja, pengakuan, dukungan, tanggung jawab serta komitmen perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan guna meningkatkan kinerja yang optimal.


(7)

ABSTRACT

Meuraxa General Hospital Banda Aceh is a referral hospital, and education, research and public health development facility where many of its nurses do not implement their job description in accordance with the standards of nursing care, the activity documentation is less complete, patient service provided is only a routine, that their nursing service is still low. There are two factors influencing the performance of the nurses ; one is organizational climate including less team spirit and less cooperation between the leaders and their subordinates, the other is reward including unequal appreciation, unclear sanction application, less incentives and less involvement of nurses in attending training to improve the quality of their performance.

The purpose of this explanatory descriptive quantitative survey study was to analyze the influenze of organizational climate and rewards on the performance of the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh in 2011. The hypothesis set for this study was that organizational climate and reward had influence on the performance the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh.

The population of this study was 83 nurses working in the in-patient wards and 46 of them were selected to be the samples for this study. The variables used in this study were independent variables including organizational climate (X1) and

rewards (X2

The data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The influence of independent variables on the dependent variable were tested through F test with level of confidence of 95% at α = 0,05 and t test with α = 0,025.

) and dependent variable, namely, the performance of the working nurses (Y).

The result of this study showed that organizational climate and reward had influence on the performance of the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh either simultaneously (F test) or partially (t test) but reward was the more dominant variable which influenced the performance of the working nurses. Reward such as allowances, job promotion and career development was still perceived less and uneven for each nurse.

Similarly, organizational climate was not yet supporting in the application of structure, work standard, recognition, support, responsibility and commitment of the working nurses in providing service to optimally improve their performance.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2011”.

Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan, nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si dan sekretaris Program Studi Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si

4. Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si dan Anggota Komisi Pembimbing dr. Heldy BZ, M.P.H atas segala ketulusannya dalam


(9)

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Tim Penguji Dr. Endang Sulistya Rini, S.E. M.Si dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Orangtua tercinta Husaini Nyak Tjut S.E dan Cut Nuraini untuk kesabaran, dukungan dan doa kepada penulis.

9. Saudaraku tercinta Nurfitri Antina, Maria Ulfa, Nurul Maulina, Munandar untuk dukungan dan doa kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Zaidar, Margareth DS Sirait dan Hevinas Surbakti atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

11. Teman-teman seperjuangan di Zulkarnain 5 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada penulis.


(10)

Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 2012 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Evi Dewi Yani dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1987 dikota Langsa, Beragama Islam dan bertempat tinggal di Ds. Doy Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan ayahanda Husaini Nyak Tjut SE dan ibunda Cut Nuraini.

Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri Bertingkat Lancang Garam Kota Lhokseumawe dan tamat tahun 1998. Menamatkan Sekolah Menengah Pertama di MTsn Ulumul Qur’an Kota Langsa pada tahun 2001, menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Kota Banda Aceh pada tahun 2004 dan menamatkan S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh pada tahun 2008.

Penulis melanjutkan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan mengambil Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada tahun 2009


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR……… . iii

RIWAYAT HIDUP……… . vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEl ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN………. .. xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teori tentang Kinerja ... 9

2.1.1. Pengertian Kinerja ... 9

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja. ... 12

2.1.3. Penilaian Kinerja Perawat. ... 16

2.1.4 Manfaat Penilaian Kinerja ... 18

2.2 Teori tentang Iklim Organisasi ... 21

2.2.1. Pengertian Iklim Kerja ... 24

2.2.2. Dimensi Iklim Organisasi ... 27

2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Iklim Organisasi 36 2.3. Teori tentang Imbalan ... 38

2.3.1. Pengertian Imbalan………. 38

2.3.2. Bentuk Imbalan……….. 38

2.4. Perawat di Rumah Sakit……… 40

2.5. Asuhan Keperawatan……….. 43

2.4.1. Standar Asuhan Keperawatan……….. 45

2.6. Landasan Teori ... 49

2.7. Kerangka Konsep ... 50

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51


(13)

3.2.2. Waktu Penelitian ... 51

3.3. Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1. Populasi ... 51

3.3.2. Sampel ... 52

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 53

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 58

3.5.1. Variabel Penelitian ... 58

3.5.2. Definisi Operasional Variabel ... 69

3.6. Metode Pengukuran ... 61

3.7. Metode Analisis Data ... 62

3.7.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN……….. . 67

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Meuraxa………… 67

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit Umum Meuraxa……… 67

4.1.2. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Meuraxa……….. 67

4.1.3. Struktur Organisasi RSU Meuraxa………. 68

4.1.4. Komposisi Tenaga Kerja………. 70

4.1.5. Iklim Organisasi di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota anda Aceh………. 70

4.1.6. Imbalan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh………...……… 72

4.1.7. Standar Kerja Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh….……... 72

4.2 Karakteristik Responden……….. 74

4.3. Analisis Univariat………. 75

4.3.1. Iklim Organisasi……….. 75

4.3.2. Imbalan……….. 83

4.3.3. Kinerja Perawat………. 86

4.4. Analisis Bivariat……… 82

4.5. Analisis Multivariat……….. 91

4.5.1 Uji Asumsi Klasik………... 93

4.5.2. Pengujian Hipotesis………. 97

BAB 5 PEMBAHASAN……….. 102

5.1. Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan terhadap Kinerja Perawat di RSU Meuraxa………. 102

5.1.1. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kinerja Perawat RSU Meuraxa……… 103

5.1.2. Pengaruh Imbalan terhadap Kinerja Perawat RSU Meuraxa………. 111


(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 115

6.1. Kesimpulan………... 115

6.2. Saran………. 115

DAFTAR PUSTAKA……….. 116


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Iklim Organisasi……… 55

3.2 Hasil Uji Validitas Variabel Imbalan………. 56

3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Perawat………. 56

3.4 Hasil Uji Reliabilitas……… 58

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 61

3.6 Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 62

4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh……….. 75

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Struktur Organisasi di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh……… 76

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Standar Kerja di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh……… 77

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 78

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 79

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 80

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Komitmen di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 82

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 85

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh ……….. 88


(16)

4.10 Hubungan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit

Umum Meuraxa Kota Banda Aceh……… 92

4.11 Hubungan Imbalan terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh……… 92

4.12 Uji Normalitas Iklim Organisasi……… 94

4.13 Uji Normalitas Imbalan………. 95

4.14 Uji Normalitas Kinerja Perawat………. 95

4.15 Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)………... 96

4.16 Hasil Uji Regresi Linier Berganda……… 98

4.17 Hasil Uji Determinasi (R2 4.18 Hasil Uji Simultan (Uji F)………. 99

)……… 98


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 50

2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 50

4.1 Hasil Uji Normalitas……….. 93


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

2. Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh

3. Kuesioner Penelitian 4. Pengolahan Data 5. Master Data


(19)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh merupakan rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan bagi masyarakat dimana tenaga perawatnya masih banyak yang tidak melaksanakan uraian tugas sesuai dengan standar asuhan keperawatan, tidak lengkapnya pendokumentasian kegiatan, pelayanan pasien yang hanya bersifat rutinitas, sehingga pelayanan keperawatan masih rendah. Ditinjau dari faktor yang memengaruhi kinerja perawat adalah variabel iklim organisasi diantaranya kurangnya semangat kelompok, kerjasama antara pimpinan dan bawahan yang kurang. Dan variabel Imbalan diantaranya penghargaan yang tidak merata, penerapan sanksi yang tidak jelas, kurangnya pemberian insentif dan keikutsertaan perawat dalam mengikuti pelatihan bagi peningkatan kualitas kinerja perawat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh iklim organisasi dan imbalan terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh tahun 2011. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh iklim organisasi dan imbalan terhadap kinerja perawat pelaksana.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan sifat penelitian eksplanatori. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruangan rawat inap sebanyak 83 orang dan sampel yang diambil 46 orang. Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel independen mencakup iklim organisasi (X1) dan imbalan (X2

Alat uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis regresi linear berganda (Multiple regression Analysis). Pengaruh variabel independen terhadap variabel diuji dengan menggunakan uji F dengan tingkat kepercayaan 95% pada α = 0,05. Dan uji t dengan α = 0,025. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.0.

) serta variabel dependen yaitu kinerja perawat pelaksana (Y).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi dan imbalan berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh baik secara simultan (uji F) maupun secara parsial (uji t). namun variabel imbalan lebih dominan memengaruhi kinerja perawat pelaksana. Unsur imbalan seperti tunjangan, promosi jabatan dan peningkatan karir masih dirasakan kurang dan tidak merata bagi setiap perawat. Demikian juga iklim organisasi yang belum mendukung dalam penerapan struktur, standar kerja, pengakuan, dukungan, tanggung jawab serta komitmen perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan guna meningkatkan kinerja yang optimal.


(20)

ABSTRACT

Meuraxa General Hospital Banda Aceh is a referral hospital, and education, research and public health development facility where many of its nurses do not implement their job description in accordance with the standards of nursing care, the activity documentation is less complete, patient service provided is only a routine, that their nursing service is still low. There are two factors influencing the performance of the nurses ; one is organizational climate including less team spirit and less cooperation between the leaders and their subordinates, the other is reward including unequal appreciation, unclear sanction application, less incentives and less involvement of nurses in attending training to improve the quality of their performance.

The purpose of this explanatory descriptive quantitative survey study was to analyze the influenze of organizational climate and rewards on the performance of the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh in 2011. The hypothesis set for this study was that organizational climate and reward had influence on the performance the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh.

The population of this study was 83 nurses working in the in-patient wards and 46 of them were selected to be the samples for this study. The variables used in this study were independent variables including organizational climate (X1) and

rewards (X2

The data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The influence of independent variables on the dependent variable were tested through F test with level of confidence of 95% at α = 0,05 and t test with α = 0,025.

) and dependent variable, namely, the performance of the working nurses (Y).

The result of this study showed that organizational climate and reward had influence on the performance of the nurses working in Meuraxa General Hospital Banda Aceh either simultaneously (F test) or partially (t test) but reward was the more dominant variable which influenced the performance of the working nurses. Reward such as allowances, job promotion and career development was still perceived less and uneven for each nurse.

Similarly, organizational climate was not yet supporting in the application of structure, work standard, recognition, support, responsibility and commitment of the working nurses in providing service to optimally improve their performance.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Dari 22 RSU di Provinsi Aceh sebanyak 10 RSU (45,45 %) mempunyai tingkat pemanfaatan yang ideal, sedangkan 65% tingkat pemanfaatannya masih kurang dimana BOR antara 20 - < 60, frekuensi pemakaian tempat tidur (BTO) 47,8 kali pertahun, rata-rata tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya (TOI) 9,4 hari dan angka kematian 48 jam setelah dirawat (NDR) 17,6 per 1000 penderita serta kematian umum (GDR) sebesar 38,7 per 1000 penderita. (Profil Dinkes Provinsi Aceh 2010)

Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) dalam rencana strategis menetapkan visi dan misinya dalam pencapaian tujuan dan sasarannya. Visi RSUM adalah menuju pelayanan prima dan profesional bertaraf daerah pada tahun 2010. Misi RSUM adalah meningkatkan pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standar profesional, bermutu dan terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, meningkatkan manajemen SDM RSUM melalui perjenjangan karier, pendidikan dan pelatihan sesuai profesionalitasnya, menerapkan RSUM sebagai rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan sesuai kebutuhan secara tepat guna dan berdaya guna serta


(22)

meningkatkan sarana dan prasarana RSUM sesuai dengan standar yang berlaku (Profil RSUM, 2006)

Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) adalah rumah sakit milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang mulai beroperasi sejak tahun 1997 dengan tipe D dan pada tahun 2003 menjadi rumah sakit type C dengan pengukuhan oleh Menteri Kesehatan RRI No.009-E/Menkes/SK/I/2003, dan menjadi pusat rujukan seluruh Puskesmas di Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh yaitu 214.850 jiwa dan menjadi rumah sakit rujukan type B pada tahun 2010 dan diresmikan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kota Banda Aceh (Profil RSUM, 2009)

Penelitian tentang pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat pernah dilakukan oleh Evi Hasnita dan Rossi Sanusi di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi pada tahun 2005, permasalahan dimana tenaga perawatnya masih banyak yang tidak melaksanakan uraian tugas sesuai dengan asuhan keperawatan, tidak lengkapnya pendokumentasian kegiatan, pelayanan pasien yang hanya bersifat rutinitas, sehingga pelayanan keperawatan masih rendah (52,8%). Ditinjau dari pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat diantaranya kurangnya semangat berkelompok, kerjasama antara pimpinan dan bawahan yang kurang, baik struktural maupun fungsional, penghargaan yang tidak merata, penerapan sanksi yang tidak jelas kepada perawat yang melakukan kesalahan atau tidak disipin sehingga mempengaruhi kinerja perawat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 96 orang perawat di instalasi rawat inap selama 2 bulan di RS Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi maka ditemukan


(23)

hubungan yang signifikan antara iklim organisasi terhadap kinerja perawat. Dimana dari hasil wawancara dengan pelaksana keperawatan, kabid, dan wadir RS Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi menyatakan bahwa pertemuan rutin hampir tidak pernah terlaksana. Hal ini disebabkan top management sering mendapat tugas ke luar rumah sakit, akibatnya masalah yang muncul di organisasi diselesaikan oleh masing-masing bagian saja. Monitoring evaluasi jarang dilakukan sehingga sasaran yang ingin dicapai belum terlaksana secara maksimal. Solusinya adalah pimpinan perawatan perlu mempertimbangkan perluasan dan memperkaya jabatan, menciptakan manajemen melalui sasaran, sistem reward yang jelas dan meningkatkan suasana saling percaya serta menetapkan waktu yang jelas dalam pencapaian tujuan organisasi.

Kualitas pelayanan keperawatan suatu rumah sakit dinilai dari kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relative tergantung dari masing-masing individu (Wijono, 2003)

Ditinjau dari tingkat mutu pelayanan, RSUM masih kurang optimal. Hal ini dapat dilihat dari Average Length of Stay (AvLOS). Rasio AvLOS selama tahun 2009 dan tahun 2010 (s.d Agustus) adalah 2,86 hari dan 2,64 hari. Hal ini menunjukkan bahwa rasio AvLOS selama tahun 2009 dan 2010 masih di bawah standar yakni 6 – 9 hari. Rasio AvLOS yang lebih rendah dari standar menggambarkan tingkat


(24)

pemanfaatan serta kepuasan pasien dari mutu pelayanan RSUM masih kurang optimal. selain itu, NDR (4,06%) yang melebihi dari ketentuan standar (2,5%) memberikan gambaran upaya rumah sakit dalam menyelamatkan jiwa pasien menunjukkan mutu pelayanan rumah sakit kurang baik dan tidak cepat tanggap. Serta GDR (8,11%) yang juga melebihi dari ketentuan standar (4,5%) dimana hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan di RSUM kurang baik karena tingkat kematian umum masih sangat tinggi (Profil Rumah Sakit Umum Meuraxa, 2010).

Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek keperawatan. Tenaga perawat merupakan tenaga yang paling banyak dan paling lama kontak dengan pasien, maka kinerja perawat harus selalu ditingkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan agar nantinya didapatkan mutu pelayanan yang baik serta pasien merasa puas terhadap kinerja perawat.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti laksanakan pada survei pendahuluan dengan sekitar 20 orang perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) mengenai iklim organisasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap perawat yang baru bekerja di ruangan kurang diberi penjelasan tentang visi dan misi di ruangan tempat dia di tugaskan. Bahkan untuk mengetahui tentang visi dan misi tersebut tenaga keperawatan di rumah sakit mencari tahu sendiri dan menginformasikannya kepada rekan kerja lainnya. Jika ditinjau dari komitmen, dapat disimpulkan bahwa sebagian perawat sangat serius dalam bekerja sedangkan sebagian


(25)

lainnya tidak serius. Di RSUM mempunyai prosedur tetap (protap), sehingga perawat mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Akan tetapi perawat terlihat tidak berusaha untuk bekerja lebih baik atau tidak meningkatkan kualitas dalam bekerja, hanya melakukan pekerjaan yang rutin-rutin saja, dan kerjasama di beberapa unit kerja dirasakan kurang berjalan dengan baik hal ini terlihat dengan kosongnya status asuhan keperawatan pasien dimana perawat telah selesai bekerja namun asuhan keperawatan dan pendokumentasian tidaklah lengkap. Komunikasi juga jarang dilakukan karena pimpinan pada semua tingkatan kurang bisa bekerjasama dan cenderung tebang pilih.

Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM Keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat adalah iklim organisasi yaitu kurangnya semangat kelompok, kurangnya kerja sama antara pimpinan dengan karyawan baik struktural maupun fungsional. Dan faktor imbalan diantaranya pemberian penghargaan yang diberikan kepada perawat belum meningkatkan kinerja mereka. Sebaliknya penerapan sangsi juga tidak jelas kepada perawat yang melakukan kesalahan atau tidak disiplin.

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi.


(26)

Menurut Nursalam (1998) salah satu faktor yang memperlambat perawat melakukan peran sebagai profesional di rumah sakit adalah rendahnya stándar gaji bagi perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia maupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang professional.

Di RSUM Kota Banda Aceh yang diberikan insentif hanya dokter ahli dan dokter umum saja, sementara tenaga keperawatan yang 24 jam nonstop memberikan pelayanan tidak mendapatkan insentif. Selain itu, tidak ada upaya dari pihak rumah sakit untuk meningkatkan kualitas perawat seperti memberikan pelatihan khusus, dan pemberian penghargaan dan promosi/otonomi terhadap perawat yang beprestasi tinggi sehingga tidak adanya pemacu bagi perawat lainnya untuk meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja.

Di dalam paradigma sistem penggajian imbalan secara otomatis akan selalu diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan meningkatkan kinerja, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi. Menurut Muhammad, (2003) faktor yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif (kecocokan dalam bekerja, bantuan teman jika ada kesulitan, bimbingan dan petunjuk dari atasan, sikap dan perlakuan atasan) dan karakteristik lingkungan organisasi perawat dalam bekerja seperti ikut dalam memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan


(27)

Berdasarkan uraian diatas diduga bahwa ada permasalahan dengan iklim organisasi (struktur organisasi, standar kerja, tanggung jawab, pengakuan, dukungan dan komitmen) dan imbalan (imbalan langsung dan imbalan tidak langsung) sehingga menyebabkan rendahnya kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) kota Banda Aceh. Hal ini menyebabkan peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh iklim organisasi (stuktur organisasi, standar kerja, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, serta komitmen) dan imbalan (imbalan langsung dan imbalan tidak langsung) terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) Kota Banda Aceh.

1.5. Permasalahan

Dari uraian pada latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut : bagaimana pengaruh iklim organisasi, dan imbalan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh Tahun 2012.

1.6.Tujuan Penelitian

Mengetahui dan Menganalisis pengaruh iklim organisasi, dan imbalan baik secara serempak maupun secara parsial terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Iklim organisasi, dan imbalan berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh Tahun 2012.


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi RSU Meuraxa Kota banda Aceh dalam usaha mengoptimalkan sarana dan prasarana terutama SDM keperawatan. b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen RSU Meuraxa

Banda Aceh dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan SDM khususnya yang menyangkut dampak iklim organisasi, dan imbalan terhadap kinerja perawat.

c. Menambah wawasan serta informasi bagi peneliti dalam mengambil gelar magister kesehatan dan aplikasi keilmuan di bidang manajemen rumah sakit. d. Sebagai referensi dan bahan masukan bagi akademisi untuk pengembangan ilmu


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori tentang Kinerja

Prihadi (2004) menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya tergantung pada kombinasi antara kemampuan dan iklim organisasi yang mendukungnya Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional termasuk tenaga keperawatan. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.

Perawat yang berada di rumah sakit memiliki peranan yang besar dalam penentuan keberhasilan organisasi pelayanan rumah sakit. Kinerja perawat melalui asuhan keperawatan yang diberikannya merupakan faktor penentu keberhasilan akhir dari pelayanan yang diterima oleh pasien.

2.1.1. Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2001) kinerja adalah penampilan hasil karya personil dalam suatu organisasi. Sementara hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.


(30)

Menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit berbagai usaha dilakukan antara lain perbaikan sarana dan prasarana maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Tenaga perawat profesional diharapkan memberikan kualitas pelayanan yang baik. Pengetahuan ilmiah, keterampilan, sikap dan tingkah laku profesional diperoleh melalui pendidikan tinggi yaitu minimal D III keperawatan.

Perawat dalam melaksanakan tugasnya dapat dinilai dari kinerjanya. Kinerja perawat adalah penampilan hasil karya dari perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung berpedoman pada standar dan etika keperawatan, dalam lingkup dan wewenang tanggung jawab keperawatan.

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrument kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan.


(31)

Azwar (1996) menyatakan bahwa “penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kinerja yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta penyusunan saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program”. Dari pengertian tersebut diatas, penilaian semestinya mempunyai tolak ukur atau target sasaran yang telah ditetapkan dari awal perencanaan dan merupakan tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Azwar (1996), ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok yakni :

a. Penilaian terhadap masukan (input) yaitu penilaian yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan sumber sarana.

b. Penilaian terhadap proses (process) yaitu penilaian yang lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksudkan disini mencakup semua tahap administrasi, mulai perencanaan, pengorganisasian, dan aspek pelaksanaan program.

c. Penilaian terhadap keluaran (output) yaitu penilaian terhadap hasil yang dapat dicapai dari pelaksanaan suatu program.

d. Penilaian terhadap dampak (impact) yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program.

Mac Mahon (1999) menyatakan bahwa pendekatan umum dalam melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :


(32)

1. Pengukuran atas pencapaian yang diamati

2. Perbandingan dengan norma, standar atau hasil yang diinginkan. 3. Penilaian sampai sejauh mana sejumlah nilai dapat dipenuhi. 4. Analisis penyebab kegagalan.

5. Keputusan (umpan balik).

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja.

Menurut Gibson (1987), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologi. Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja personil. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pekerjaan. Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografi mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel psikologi terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Variabel psikologi seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplet dan sulit diukur karena seorang individu masuk dan bergabung dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan yang berbeda-beda satu dengan


(33)

yang lain. Variabel organisasi menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Dale Timple (1999), kinerja seseorang dipengaruhi faktor internal dan eksternal dimana faktor internal menyangkut sifat-sifat seseorang seperti kemampuan dan keterampilan. Kemampuan ini memuat tentang pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki si pelaksana tugas/perawat. Selain itu, motivasi dan persepsi tentang pekerjaan itu juga mempengaruhi kinerja.

Sedangkan faktor eksternal menyangkut segala sesuatu yang berasal dari lingkungan seperti : perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, fasilitas kerja, iklim organisasi, kepemimpinan, ada etos dan budaya kerja, pola pengawasan, undang-undang, dan imbalan.

Menurut Porter dan Miles dalam Stoner (1992), untuk meningkatkan motivasi demi memperoleh hasil kerja yang optimal maka setiap karyawan perlu memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya. Variabel yang memengaruhi proses motivasi tersebut yaitu karakteristik perseorangan, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi pekerjaan.

Karakteristik perseorangan meliputi minat, sikap, dan kebutuhan yang dibawa seseorang ke dalam situasi kerja. Karakteristik pekerjaan meliputi atribut dari tugas karyawan seperti tanggung jawab, variasi tugas dan sejauh mana karyawan memotivasi diri mencapai kepuasan. Karakteristik situasi pekerjaan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja individu tersebut meliputi lingkungan kerja


(34)

langsung dan tindakan organisasi. Lingkungan kerja langsung seperti hubungan dengan rekan kerja, gaya kepemimpinan. Sedangkan tindakan organisasi seperti kebijakan personalia, sistem imbalan dan iklim organisasi.

Menurut Christoper Hood (1991), kinerja organisasi ditentukan oleh kinerja individu. Dimana faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tersebut adalah lingkungan organisasi, kepemimpinan struktur organisasi, pilihan strategi, tekhnologi, kultur organisasi dan proses.

Stringer (2002) menyatakan bahwa pada suatu organisasi akan dapat berjalan dengan baik apabila organisasi tersebut memiliki standar kerja, struktur kerja, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, komitmen dan hubungan teman sejawat. Selanjutnya Robbins (2004) menyatakan bahwa iklim kerja adalah persepsi pekerja terhadap lingkungan kerjanya disuatu organisasi yang menggambarkan persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja mereka, sehingga memungkinkan semua karyawan dalam satu tempat kerja dapat memandang tempat kerja sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja.

Bernardin dan Russel dalam bukunya Human Resources Management (1998) yang dikutip oleh Sitorus (2007) menyatakan 6 aspek yang dapat dinilai sebagai kriteria kinerja yaitu : mutu (Quality), jumlah (Quantity), batas waktu (timeliness), efektivitas biaya cost (Cost Effectiveness), inisiatif (initiative) dan dampak sosial (Social Impact).


(35)

a. Mutu Pekerjaan (Quality of Work)

Merupakan proses menghasilkan suatu produk yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai mutu pekerjaan adalah : selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi pengembangan diri, patuh kepada standar yang diterapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.

b. Jumlah Pekerjaan (Quantity of Work)

Mempertimbangkan jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain. Penelitian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator umpan balik, umpan balik dari rekan, atasan dan bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya.

c. Batas Waktu (Timeliness)

Merupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu produk yang optimal sesuai dengan batas yang tersedia dalam standar pekerjaan. Penilaian dari batas waktu suatu produk yang dihasilkan memiliki indikator ketepatan, ketelitian, hasil yang optimal dan efektivitas suatu pekerjaan.

d. Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness)

Memperoleh hasil pekerjaan terbaik dengan menggunakan sesedikit mungkin sumber daya atau dengan mengurangi sumber daya yang tidak diperlukan. Seorang


(36)

perawat yang mampu bekerja mandiri sehingga tidak membutuhkan supervisi yang ketat. Penilaian menggunakan indikator seperti penggunaan sumber daya manusia dan material, kebutuhan supervisi dan kerjasama tim.

e. Inisiatif (Initiative)

Ketersediaan memunculkan gagasan-gagasan baru atau tindakan yang mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul baik dalam pekerjaan, dalam hubungan dengan pasien maupun keluarga pasien, antar perawat maupun antar atasan dan bawahan. Selalu merasa bertanggung jawab atas hasil yang dicapai oleh organisasi dan membantu orang lain secara proaktif untuk menyelesaikan kesulitan pekerjaannya.

f. Dampak Sosial (Social Impact)

Memperoleh hasil pekerjaan dari suatu produk atau kegiatan yang memiliki dampak bagi masyarakat atau pelanggan yang menerima jasa pelayanan. Indikator dari dampak sosial dapat dilihat dari kepuasan pelanggan, meningkatnya permintaan produksi atau jasa pelayanan serta kepuasan pelanggan yang dapat dilihat keinginan pelanggan menggunakan produk atau jasa berulang kali.

2.1.3. Penilaian Kinerja Perawat

Tenaga perawat merupakan tenaga yang paling banyak dan paling lama kontak dengan pasien, maka kinerja perawat harus selalu ditingkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan


(37)

dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek keperawatan.

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau kegiatan praktek keperawatan yang diberikan oleh perawat pada pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan,berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Agar nantinya didapatkan mutu pelayanan yang baik serta pasien merasa puas terhadap kinerja perawat.

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja (Huber, 2000). Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan.

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dengan kualitas yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir serta memberikan penghargaan personel.


(38)

Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat (Huber, 2000). Penilaian kinerja perawat berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan, kenaikan gaji, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan serta menentukan pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Banyak manfaat yang dapat diambil dari penilaian kinerja yaitu sebagai berikut (Nursalam, 2002):

1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau secara kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit. 2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan

hasil karya atau prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang profesinya.

3. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga kerja yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

4. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.


(39)

2.1.4. Indikator Kinerja

Menurut Prawirosentono (1999) dalam rangka mengukur kinerja instansi / organisasi dan mengukur kinerja perseorangan sebagai pelaksana diperlukan membangun / menciptakan standar ukuran kinerja organisasi terlebih, dimana standar tersebut harus sesuai dengan tujuan organisasi diproyeksikan ke dalam standar kinerja para pelaku dan unit-unit organisasi tertentu.

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk melihat atau menilai tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelakasanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai. Fungsi indikator kinerja digunakan untuk menyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemajuan dalam rangka dan atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Depkes (2001) menyatakan bahwa “indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu”.

Indikator kinerja yang sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi , yaitu : indikator masukan (input), indikator proses (process), indikator keluaran (output), indikator hasil (outcame), indikator manfaat (benefit), dan indikator dampak (impact) (LAN,2000). Pengertian dari indikator tersebut adalah sebagai berikut :


(40)

a. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dan menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan /peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. Indikator masukan mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), sumber daya manusia (SDM), peralatan material dan masukan lain yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Indikator ini penilaiannya bersifat kuantitatif.

b. Indikator proses adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. indikator proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan itu berlangsung, khususnya dalam proses mengolah masukan menjadi keluaran.

c. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. indikator atau tolak ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran maka dapat dianalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolak ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik terukur. Indikator ini penilaiannya bersifat kuantitatif.

d. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Tolak ukur ini menggambarkan


(41)

hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan dan biasanya penilaianya digunakan cenderung bersifat kualitatif.

e. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari hasil dan baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan jangka panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dengan baik.

f. Indikator dampak pengaruh yang ditimbulkan baik positif atau negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Indikator ini memperhatikan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan. Indikator dampak baru dapat diketahui dalam jangka waktu menengah dan jangka panjang, Indikator dampak menunjukkan dasar pemikiran dilaksanakannya kegiatan, yang menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara sektoral, regional, dan nasional.

2.2. Teori tentang Iklim Organisasi

Swansburg (2001) menyatakan Iklim organisasi adalah tingkat emosi, perasaan memahami dan berbagi diantara anggota organisasi. Iklim organisasi bisa dibentuk secara formal, relaks, berkesinambungan, berhati-hati, dapat diterima, jujur, dan sebagainnya. Iklim organisasi juga merupakan kesan subjektif dari karyawan atau pandangan terhadap organisasi mereka.


(42)

Menurut Davis dan Keith (2000) iklim kerja adalah yang menyangkut lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tugas atau bekerja.

Triguno (2000) menyatakan bahwa iklim kerja yang kondusif meliputi Sembilan dimensi yaitu :1. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan, 2. Kebebasan mengambil keputusan, 3. Waktu yang tersedia untuk memikirkan ide – ide baru, 4. Memberi peluang untuk mencoba ide – ide baru, 5. Tinggi rendahnya tingkat konflik, 6. Keterlibatan dalam tukar pendapat, 7. Kesempatan humor dan bercanda, 8. Saling percaya dan keterbukaan, 9. Keberanian menanggung resiko.

Dessler (2005) menyatakan bahwa iklim organisasi dengan istilah kehidupan kerja, dijelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja organisasi tidak sama bagi orang yang berbeda. Kualitas kehidupan kerja atau iklim organisasi yang memadai, berarti keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka, yang penting melalui organisasi terdapat perlakuan yang fair, adil dan suportif terhadap pegawai, kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu menjadi orang yang mereka mampu mewujudkan. Komunikasi terbuka dan saling memercayai diantara sesama pegawai. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan penting yang melibatkan pekerjaaan mereka . Kompetensi yang fair dan lingkungan yang sehat dan aman.

Brown dan Wallace (1992) yang dikutip oleh Pramono (2004) mengemukakan dua pendapat tentang iklim organisasi yanmg dianggapnya respresentatif yaitu :


(43)

a. Seperangkat karakteristik yang menggambarkan suatu organisasi yaitu membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya, secara relatif berlangsung lama dan memengaruhi perilaku orang-orang yang berada dalam organisasi itu. b. Kualitas lingkungan internal organisasi secara relatif berlangsung lama dan

membedakan dengan organisasi lainnya. Iklim kerja organisasi tersebut berasal dari perilaku dan kebiasaan anggota organisasi, berperan sebagai dasar untuk menafsirkan situasi dan berlaku sebagai sumber penekanan untuk mengarahkan aktivitas.

Pencapaian kinerja yang tinggi akan terwujud apabila didukung oleh iklim organisasi yang mendukung. Faktor-faktor iklim organisasi diharapkan oleh karyawan berupa harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan, kebutuhan dan sifat, persepsi terhadap tugas, dan kepuasan kerja (Gibson, 2003)

Prihadi (2003) menyatakan variabel iklim organisasi yang berpengaruh terhadap penilaian kinerja antara lain: perkembangan teknologi, pengetahuan dan kemampuan, kompetensi, teman kerja, ekonomi dan kebijakan organisasi. Sementara Mischell (2000) menyatakan bahwa lingkungan yang mempengaruhi kinerja terdiri dari variabel eksternal berupa perkembangan pengetahuan, teknologi, sosio –politik, ekonomi, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Variabel personal (internal) berupa kepuasan pegawai dan motivasi kerja.


(44)

2.2.1. Pengertian Iklim Kerja

Swansburg (2001) menyatakan bahwa salah satu iklim kerja di rumah sakit adalah iklim kerja keperawatan. Iklim kerja keperawatan disusun oleh manajer perawat yang pada gilirannya menentukan perilaku dari perawat klinik yang berpraktek dalam menyesuaikan dengan iklim kerja keperawatan. Iklim kerja keperawatan rumah sakit yang dirasakan baik dan dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana, antara lain: 1) Dihargai oleh manajer dan pasien, 2) Pembagian otoritas yang jelas diantara diantara sejawat dengan manajer perawat, 3) kondisi kerja yang baik, 4) Gaji tinggi, 5) Kesempatan pengembangan karier yang meningkatan kemampuan perawat propesional untuk mengembangkan diri mereka melalui aktualisasi diri mereka melalui aktualisasi diri, 6) Dukungan administratif yang mencakup pengaturan staf adekuat dan pilihan waktu dinas (shift), 7) Peningkatan komunikasi dan saling percaya antara manajer perawat dengan perawat pelaksana, 8) Manajer perawat harus membuat strategi manajemen untuk mendukung perawat baru dan melibatkannya dalam pembuatan keputusan, 9) Manajer perawat membuat suatu iklim dimana disiplin diterapkan dengan adil dan sama.

Menurut Stringer (2002) dalam Wirawan dalam buku “budaya dan iklim organisasi” (2007) berpendapat bahwa karakteristik atau dimensi iklim organisasi memengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan diukur dalam pengertian dimensi tersebut. Ke enam dimensi tersebut yaitu :


(45)

1. Struktur

Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunya kewenangan mengambil keputusan.

2. Standar kerja

Standar menerangkan dan mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab menerangkan dan merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan risiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

4. Pengakuan

Pengakuan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran


(46)

penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

5. Dukungan

Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika angota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisish sendiri. Dimensi iklim organisasi ini menjadi sangat penting untuk model bisnis yang ada saat ini dimana sumber-sumber sangat terbatas.

6. Komitmen

Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.

Komitmen terhadap organisasi adalah loyalitas atau ketaatan keanggotaan biasa dan pasif, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan pada tingkat daya upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Komitmen organisasi akan tercipta apabila karyawan merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pekerjaannya, sehingga


(47)

mereka betah untuk bekerja dalam suatu perusahaan. Komitmen organisasional juga menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi yang secara aktif, karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberhasilan organisasi di mana tempatnya bekerja.

2.2.2. Dimensi Iklim Organisasi

Iklim organisasi juga berhubungan dengan kepribadian organisasi dan dapat diubah. Swansburg & Swansburg (2002) menyatakan bahwa terdapat enam iklim organisasi, yaitu :

a. Kejelasan tujuan organisasi

Menurut Kusnan (2006) bahwa ada suatu organisasi terkait dengan perasaan pegawai diharapkan pegawai memahami pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi. Kejelasan dan pemahaman tentang tujuan organisasi dan kebijakan. Hal ini juga akan difasilitasi dengan arus informasi dan dukungan dari karyawan.

Muningjaya (2004) menyatakan bahwa pada suatu permasalahan, penerapan manajemen diperlukan kejelasan perumusan tujuan organisasi. Tujuan ini harus diupayakan oleh pimpinan agar dapat dihayati oleh semua pihak, baik oleh unsur pimpinan maupun unsur staf, sehingga semua aktifitas organisasi selalu diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati dan dihayati bersama.

Aditama (2003) menyatakan bahwa tujuan organisasi menerangkan mengapa pekerjaan itu ada, mengapa pekerjaan itu sesuai dengan sasaran organisasi, siapa saja


(48)

yang bergantung pada pekerjaan itu, hasil utama dan fungsi-fungsi tugas pekerjaan dan persetujuan atas prioritas-prioritas.

b. Komitmen

Kusnan (2006) menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan perasaan kayawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan. Agar kerjasama berlangsung produktif diperlukan kesepakatan (commitment) antara pimpinan dan tentang tujuan organisasi yang ingin dicapai dan hal-hal lain yang diperlakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kesepakatan (commitment) antara pimpinan dan staf tentang tujuan organisasi yang ingin dicapai dan hal-hal yang lain diperlikan untuk mencapai tujuan tersebut. Kesepakatan (commitment) dalam manajemen sangat penting dikembangkan oleh manajer untuk menghindarkan sifat negatif sifat yang merasa dimanfaatkan oleh oleh pimpinannya untuk mencapai tujuan individu pimpinannya. Disinilah pentingnya menumbuhkan kesepakatan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi

Menurut Siagian (2002) para anggota organisasi akan bersedia membuat komitmen sedemikian rupa, sehingga pegawai akan ikhlas bekerja demi keberhasilan organisasi sebagai konsekuensi logis dari rasa memiliki organisasi. Kesediaan tersebut hanya akan tumbuh dan berkembang apabila anggota organisasi yakin bahwa keberhasilan organisasi akan melicinkan jalan bagi mereka untuk mencapai cita-cita, harapan, keinginan, dan kepentingan pribadinya.


(49)

c. Standar kerja

Kusnan (2006) menyatakan suatu standar kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kriteria atau model yang baku yang akan dibandingkan dengan hasil yang nyata. Standar kerja juga menyangkut perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas yang baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

Menurut Gillies (2000), standar kerja adalah suatu praktek yang menikmati pemahaman umum dan kesesuaian antara para profesional atau suatu pernyataan yang berwenang dimana kualitas praktek, pelayanan atau pendidikaan bisa dinilai. Suatu standar tindakan keperawatan adalah suatu pernyataan deskriptif tentang kualitas yang diharapakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan.

Mathis (2001) menyatakan bahwa standar kerja harus mengikuti langsung suatu uraian pekerjaan, menjelaskan apa yang dicapai pekerjaan tersebut dan bagaimana kinerja diukur dalam area kunci dari uraian pekerjaan. Jika pegawai tahu apa yang diharapkan dan bagaimana kinerja diukur, mereka lebih punya kesempatan lebih besar untuk berprestasi memuaskan.

Menurut Filipo (1995) standar fungsi, standar metode yang sering disebut sebagai prosedur operasi standar, dapat direncanakan dan dilaksanakan. Kiranya jika prosedur ini diikuti, hasil yang diperlukan untuk melaksankan suatu tugas merupakan standar personalia. Standar atas keadaan fisik juga penting, karena hal itu terbaik memengaruhi kerja manusia. Jika mesin, peralatan dan kondisi kerja umum kurang


(50)

baik, orang terbaik yang mempergunakan metode yang terbaik mungkin menghasilkan hasil yang tidak memadai dalam arti kualitas, kuantitas, waktu, dan biaya.

Standar struktur berhubungan dengan lingkungan fisik, organisasi dan manajemen organisasi. Standar proses berhubungan dengan tindakan keperawatan, standar output meliputi hasil dari perawatan yang diberikan.

Sullivan (2005) meyatakan bahwa pada keperawatan digunakan standar ummu dan standar khusus, dari asosiasi perawat Amerika dan organisasi keperawatan. Setiap organisasi keperawatan harus menerapkan standar khusus untuk pelayanan pasien. Standar tersebut merupakan dasar bagi pengukuran kualitas pelayanan.

d. Tanggung jawab

Menurut Kusnan (2006) hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai. Karena mereka terlibat dalam proses yang sedang berjalan.

Gillies (2006) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah sikap seseorang yang merupakan kewajiban untuk mengerjakan dengan baik tugas yang diberikan. Sehingga, seorang pegawai diharapkan untuk menyelesaikan sebagian besar tugas-tugas sesuai dengan posisinya yang digambarkan menurut kriteria pekerjaan yang terdapat dalam peraturan. Selain dari pada itu, seorang pegawai diharapkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lebih baik dari tugas-tugas yang harus dikerjakan.


(51)

e. Penghargaan

Robbins (2002) menyatakan bahwa penghargaan berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik. Pengetahuan kita mengenai motivasi mengungkapkan bahwa orang yang mengerjakan apa yang mereka kerjakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebelum mereka melakukan sesuatu, mereka lebih dulu melihat imbalan atau penghargaan. Karena banyak penghargaan-penghargaan ini seperti kenaikan gaji, promosi dan tugas kerja yang diinginkan yang dikontrol oleh organisasi. Kita harus mempertimbangkan penghargaan sebagi kekuatan penting yang memengaruhi perilaku setiap pekerja.

Menurut Robbins (2002) promosi, kenaikan gaji dan bentuk-bentuk penghargaan lainnya harus diberikan kepada individu berdasarkan seberapa efektif mereka bekerja sebagai anggota tim. Hal ini tidak berarti bahwa konstribusi individu diabaikan, namun diseimbangkan oleh konstribusi individu terhadap tim tersebut. Conto-contoh prilaku yang harus diberi penghargaan termasuk memberi pelatihan terhadap karyawan-karyawan baru, membagi informasi sesama anggota tim, membantu menyelesaikan konflik dalam tim, dan mneguasai keterampilan-keterampilan baru yang dibutuhkan oleh tim jika memang diperlukan.

f. Rasa saling memercayai

Robbins (2002) menyatakan bahwa tim yang berkinerja tinggi diartikan dengan adanya kepercayaan yang tinggi antara sesama anggotanya, yakni para anggota percaya akan integritas, karakter dan kemampuan satu sama lain. Namun sebagaimana diketahui dalam hubungan personal, kepercayaan itu rapuh. Butuh


(52)

waktu yang lama untuk membangunnya, namun dapat hancur dengan mudah dan sukar untuk diperoleh kembali. Juga karena kepercayaan berbuah kepercayaan dan ketidakpercayaan berbuah ketidakpercayaan, mempertahankan kepercayaan memerlukan perhatian yang cermat dari pihak manajemen.

Menurut Mathius (2001) bekerja sama dalam tim antara lain membutuhkan terciptanya iklim saling memercayai dan saling mendukung. Karena hanya dengan demikianlah prinsip sinergi dan simbiosis dapat diterapkan dengan baik. Berarti bahwa pengembangan organisasi tetap harus berangkat dari pertemanan.

Toulson dan Smith (1994) menyatakan dalam jurnalnya bahwa konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:

a. Responsibility (tanggung jawab) b. Identity (identitas)

c. Warmth (kehangatan) d. Support (dukungan) e. Conflict (konflik)

Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tanggung Jawab

Menurut Toulson & Smith (1994) tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan


(53)

yang bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya.. Flippo (1996) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima atau tingkatan sejauh mana anggota organisasi bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dibebankan. Handoko (2000) menyatakan bahwa tanggung jawab berhubungan dengan delegasi, delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk menjalankan kegiatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan:

a. Pendelegasian menetapkan tujuan dan tugas pada bawahan.

b. Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau tugas

c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan tanggung jawab. d. Pendelegasian menerima pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang

dicapai.

Agar delegasi menjadi efektif bagi bawahan diperlukan pedoman, Handoko (2000), menggutip Stoner tentang pedoman delegasi yang efektif:

a. Prinsip skalar

Dalam proses pendelegasian harus ada wewenang yang jelas. Garis wewenang yang jelas akan membuat lebih mudah bagi setiap anggota organisasi mengetahui:


(54)

kepada siapa dia dapat mendelegasikan, dari siapa dia akan menerima delegasi, dan kepada siapa dia harus memberikan pertanggungjawaban.

b. Prinsip kesatuan perintah

Prinsip ini menyatakan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melaporkan kepada seorang atasan. Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesulitan untuk mengetahui kepada siapa pertanggungjawaban diberikan dan mana instruksi yang diikuti. Di samping itu, bawahan dapat menghindari pelaksanaan tugas yang jelek dengan alasan banyaknya tugas dari atasan yang lain.

c. Tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas

Prinsip ini menyatakan bahwa tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yang paling bawah dimana ada cukup kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya serta diberi wewenang secukupnya. Bagian penting dari delegasi tanggung jawab dan wewenang adalah akuntabilitas. Penerimaan tanggung jawab dan wewenang berarti individu juga setuju untuk menerima tuntutan pertanggungjawaban tugas.

Dengan penjelasan di atas maka karyawan akan merasa senang menerima tanggung jawab yang diberikan atasannya, karena selain mendapat kejelasan mengenai batasan-batasan tugas yang diterimanya serta kepada siapa dia harus mempertanggungjawabkan hasil kerjanya, karyawan termotivasi untuk menerima tanggung jawab lain dan menyelesaikan tugas yang diterimanya dengan baik.


(55)

2. Identitas

Toulson & Smith (1994) menyatakan bahwa identitas (identity) adalah perasaaan memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok.

3. Kehangatan

Toulson & Smith (1994) menyatakan bahwa kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok sosial yang informal.

4. Dukungan

Toulson & Smith (1994) menyatakan bahwa dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan.

5. Konflik

Toulson & Smith (1994) menyatakan bahwa konflik (conflict) merupakan situasi terjadi pertentangan atau perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para pekerja mau mendengarkan pendapat yang berbeda. Kedua belah pihak bersedia menempatan masalah secara terbuka dan mencari solusinya daripada menghindarinya.


(56)

2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Iklim Organisasi

Menurut Higgins (1994) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim, yaitu :

1. Manajer/pimpinan

Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

2. Tingkah laku karyawan

Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antarmanusia.

Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif.


(57)

3. Tingkah laku kelompok kerja

Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.

4. Faktor eksternal organisasi

Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.

2.3. Teori tentang Imbalan 2.3.1. Pengertian Imbalan

Siagian (1995) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan suatu faktor eksternal yang


(58)

mempengaruhi motivasi seseorang disamping faktor eksternal lainnya seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam tempat kerja tersebut, dan situasi lingkungan pada umumnya.

Stoner (1986) menyatakan bahwa imbalan merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Siagian (1995) juga menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seseorang. Imbalan merupakan salah satu faktor eksternal yang juga mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja. Menurut McCelland (1974, dalam As’ad, 2002), selain imbalan mempengaruhi motivasi kerja, motif ini juga merupakan ketakutan individu akan kegagalan. Notoadmojo (2002) menyatakan bahwa melalui achieve dimana insentif baik material maupun non material akan mempengaruhi motivasi kerja seseorang.

Menurut Simamora (2002) Imbalan dapat dibedakan 2 jenis yaitu, imbalan ekstrinsik dan instrinsik. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan yang mencakup uang, status, promosi dan penghargaan. Gaji (upah) adalah imbalan dalam bentuk uang yang merupakan imbalan ekstrinsik yang utama. Sedangkan imbalan instrinsik adalah imbalan yang merupakan imbalan yang mencakup pekerjaan itu sendiri mencakup prestasi, otonomi dan karier.

2.3.2. Bentuk Imbalan

Gibson (1997) menyebutkan 4 (empat) bentuk insentif yang umum diberikan kepada karyawan yang berprestasi, yaitu:


(59)

a. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif

b. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan.

c. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan d. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan

tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman).

Menurut Bandura (1986), imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh jangka yang panjang. Bandura membagi insentif dalam 7 jenis yaitu :

1. Insentif primer

Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum, kontak fisik dan lainnya)

2. Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris terhadap lingkungannya (misalnya main musik untuk mendapatkan bunyinya)

3. Insentif sosial

Manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan atau diterima dilingkungannya. Penerimaan atau penolakan tersebut akan berfungsi dan lebih efektif sebagai imbalan atau hukuman daripada reaksi dari individu.


(60)

4. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan dan sebagainya)

5. Insentif berupa aktivitas

Beberapa aktivitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu

6. Insentif status dan pengasuh

Dengan kedudukan tinggi dimasyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya.

7. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

2.4. Perawat Di Rumah Sakit

Sebagian besar perawat bekerja di rumah sakit. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit diperlukan tenaga perawat dalam jumlah yang besar, karena perawat harus mendampingi pasien selama pasien berada di rumah sakit. Pelayanan keperawatan akan ikut menentukan pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit.

Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan sebagai kegiatan utama rumah sakit menempatkan dokter dan perawat sebagai tenaga


(1)

karena latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, sehingga tidak adanya keseragaman pelaksanaan dokumentasi keperawatan, kurangnya kesadaran akan pentingnya dokumentasi keperawatan karena penulisan dokumentasi keperawatan terkadang tidak lengkap.

Standar Asuhan Keperawatan tidak akan berjalan dengan baik jika hanya dilakukan oleh perawat tanpa adanya monitoring dan evaluasi dari rumah sakit. Setiap laporan pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan hendaknya direspon oleh rumah sakit. Pentingnya monitoring dan evaluasi terhadap Standar Asuhan Keperawatan yang ada akan memberi pemahaman kepada perawat bahwa Standar Asuhan Keperawatan merupakan alat ukur, berfungsi sebagai pedoman maupun tolak ukur dalam pelaksanaan proses pelayanan keperawatan.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan juga dimaksudkan untuk meningkatkan persentase efektivitas kerja perawat yang ada saat ini. Dengan monitoring dan evaluasi maka selanjutnya rumah sakit bisa menentukan tindakan yang akan dilakukan dalam pengembangan sesuai dengan keadaan terkini dari layanan kesehatan. Pengembangan terhadap standar juga harus seiring dengan mensosialisasikannya kepada perawat sehingga perawat memahami semua aspek yang berkenaan dengan Standar Asuhan Keperawatan.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa variabel iklim organisasi dan imbalan secara serentak (uji F) dan parsial (uji t) berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh. Hal ini berarti iklim organisasi dan imbalan mempengaruhi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh dalam meningkatkan kinerja mereka dalam memberikan pelayanan yang optimal.

Dari kedua variabel independen (iklim organisasi dan imbalan), variabel imbalan yang merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan kepada pihak Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh sebagai berikut :

Pihak manajerial Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh lebih memerhatikan aspek imbalan jasa bagi perawat karena variabel imbalan merupakan variabel yang dominan. Pemberian imbalan tidak hanya dalam bentuk insentif maupun tunjangan lainnya namun memperbaiki sarana serta prasarana guna menunjang tindakan keperawatan, mengikutsertakan para perawat pelatihan-pelatihan yang berguna bagi peningkatan kemampuan dan keterampilan perawat dalam


(3)

menjalankan asuhan keperawatan sehingga memacu motivasi demi meningkatkan kinerja perawat terutama perawat yang memiliki motivasi kerja yang rendah.

Pihak manajerial Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh hendaknya lebih mengupayakan kebijakan serta peraturan mengenai reward serta punishment dan menciptakan iklim organisasi yang kondusif demi menunjang peningkatan kinerja perawat pelaksana. Pimpinan juga harus memotivasi serta memberi dukungan dan menampung aspirasi para perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan demi terciptanya komunikasi yang baik antara bawahan dan atasan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

______, 2003. Psikologi Kerja, Jakarta : PT. Rineka Cipta

Ali, Z, 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Jakarta : Wydia Medika

Aminuddin , 2002. Hubungan Iklim Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus, Tesis, Bengkulu

Andi,2004. Tesis, Iklim Kerja dan Komitmen Karyawan di RSU Dr. Soetomo, Pasca Sarjana FKM UI.

Azwar, A, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara.

Davis, Keith, 2000. Perilaku Organisasi Jilid 1 Edisi Ke Tujuh Alih Bahasa Agus Dharma, Erlangga : Jakarta.

Dep Kes RI, 2001. Kebijakan Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2000-2010, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Keperawatan dan Ketekhnisian Medik Jakarta.

______,2005. Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Rujukan, Rawat Jalan, Rawat Inap Kelas III, Rumah Sakit Yang Dijamin Pemerintah, Jakarta : Dep Kes RI.

Desler, G, 2005. Manajemen Personalia Edisi 7, Jakarta : Erlangga.

Effendy, Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 3. Jakarta : EGC.

Flippo, Edwin B, 1995. Manajemen Personalia Edisi 6, Jakarta : Salemba Medika. Gibson, dkk, 2002. Organization, Behavior-Structure-Process, Ahli Bahasa Nunuk

Adiavin, Penerbit Bina Rupa Aksara.

Gillies, Deean, 2000. Manajemen Keperawatan : Sebagai Suatu Pendekatan Sistem, Bandung : Yayasan IAPKP.


(5)

Gomes, F.C, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi, Andi Offset, Yogjakarta.

Ilyas, Y, 2000. Perencanaan SDM Rumah Sakit : Teori, Metode dan Formula. Depok : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Kosasih, E, 2002. Hubungan Antara Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Perawat, Tesis USU.

Kusnan, Akhmad, 2006. Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos Kerja dan Disiplin kerja Dalam menentukan Efektifitas Kerja Organisasi di Garnisun Tetap III Surabaya

LAN, 2000. Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.

Liberta, 2005. Analisis Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dan Iklim Kerja Dengan kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik, Medan.

Mathis, R. L & John, H. J, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Buku II, Jakarta : Salemba Medika.

Muhammad, 2003. Analisis Motivasi Kerja dan Hubungannya Dengan Kinerja Perawat di RSU Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.

Muningjaya, Gde, 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC.

Notoadmojo, S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta. Nursalam, 2002. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan

Profesional, Jakarta : Penerbit Buku EGC

Permana, H, 2005. Head Diamond Drill & Kepemimpinan Dalam Manajemen Rumah Sakit, Yogjakarta : Andi Yogjakarta.

Prawirosoentoso, S, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia “Kebijakan Karyawan” BPFE, Yogjakarta.

Prihadi, W, 2004. Manajemen Kinerja Cetakan Pertama, Jakarta : Insan Cendekia Jakarta.


(6)

Rasmun, 2004. Stress, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Ridwan, 2005. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta : Bandung Robbins, S. P, 2002. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 2,

Jakarta : PT Pranhelindo.

---, 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima, Alih Bahasa Halida & Dewi Sartika, Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.

Rogers, KA, 2000. Transition Management As An Intervention For Survivor Syndrome. Canadian Journal Of Nursing Leadership :http//www.nursingleadership.net/NL134/NL134KRogers.html

RSU Dr. Zainoel Abidin, 2009 Laporan Tahunan.

S, Nelly, 2010. Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elizabeth Medan. Jurnal. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Siagian, S.P, 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta : PT Rineka Cipta Stringer, 2002, Nonparametric For The Behavioral Science, Second Edition, Mc

Graw Hill International Editions Singapore.

Sullivan, E. J & Decker, P. J, 2005. Effective Leadership And Management In Nursing, Mendo park : Addison Wesly Publishing Company

Swansburg, Russell C, 2001, Pengembangan Staf Keperawatan, Jakarta : EGC Triguni, 2000. Kepemimpinan Dalam Manajemen, raja Grafindo, Jakarta.

Zebua, Juneta, 2008. Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif Terhadap Kinerja Staf Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara