KAPASITAS JALAN DAN BUNDARAN masjid
PRAKATA
Pedoman kapasitas Jalan Luar Kota ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas jalan, khususnya ruas Jalan Luar Kota.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………… di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait.
PENDAHULUAN
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan ahli transportasi, serta workshop permasalah MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas. Indonesia menyusun sendiri pedoman perhitungan kapasitas, dan
3) masih cukup banyak kendaraan-kendaraan fisik. Pedoman ini merupakan pemutakhiran dari MKJI'97 tentang kapasitas Jalan Luar Kota yang
selanjutnya akan disebut Pedoman Kapasitas Jalan Luar Kota sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan kota
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas simpang APILL
6) Kapasitas simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C 0 ), dan cara penulisan. Pemutakhiran perangkat lunak MKJI’97 tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet
tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis ruas Jalan Luar Kota untuk desain yang baru, peningkatan ruas Jalan Luar Kota yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas ruas Jalan Luar Kota.
Kapasitas Jalan Luar Kota
1. Ruang Lingkup
Manual ini menetapkan ketentuan mengenai perencanaan dan evaluasi ruas Jalan Luar Kota, meliputi kapasitas jalan (C), dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat
kejenuhan (D J ), waktu tempuh (T T ), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (D I ). Pedoman ini dapat digunakan pada Jalan Luar Kota dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.
2. Acuan normatif
Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
3. Istilah dan definisi
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1 arus jam rencana (Q JR )
arus lalu lintas yang digunakan untuk (kend./jam) perancangan: Q JP = LHRT k
3.2 arus lalu lintas (Q)
jumlah kendaraan bermotor (sering juga disebut volume) yang melalui suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend./jam (Q kend ) atau smp/jam (Q smp ) atau LHRT
3.3 bis besar (BB)
bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar 5,0 – 6,0 m
3.4 derajat iringan (D I )
rasio antara arus kendaraan dalam peleton terhadap arus total
rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan
3.6 ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)
3.7 faktor K (k)
faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak
3.8 faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS )
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu
3.9 faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar lajur (FC W )
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
3.10 faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FC PA )
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah (hanya untuk jalan dua arah tak terbagi)
3.11 faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur (FV W )
penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar lajur
3.12 faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FV SF )
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping dan lebar bahu
3.13 faktor penyesuaian kecepatan akibat kelas fungsi jalan (FV FJ )
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat kelas fungsional jalan (arteri, kolektor atau lokal) dan guna lahan
3.14 faktor skr (F skr )
faktor untuk mengubah arus dalam kendaraan campuran menjadi arus ekivalen dalam skr, untuk analisis kapasitas
fungsi jalan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Jalan Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan adalah:
- Jalan Arteri, - Jalan Kolektor, - Jalan Lokal, dan - Jalan Lingkungan
3.16 guna lahan (GL)
pengembangan lahan di sepanjang jalan. Untuk tujuan perhitungan, guna lahan ditentukan sebagai persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk bangunan
3.17 hambatan samping (HS)
hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas, misalnya pejalan kaki (bobot = 0,6), penghentian kendaraan umum atau kendaraan lainnya (bobot = 0,8), kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan (bobot = 1,0), dan kendaraan lambat (bobot = 0,4)
3.18 iringan atau peleton (B)
kondisi arus lalu lintas bila kendaraan bergerak beriringan (peleton) dengan kecepatan yang sama karena tertahan oleh kendaraan yang berjalan paling depan (pimpinan peleton) CATATAN waktu antara ke depan < 5 detik.
3.19 kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum (skr/jam) yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu (sebagai contoh: geometrik, lingkungan, lalu lintas dan lain- lain)
kapasitas dasar (C 0 )
kapasitas suatu segmen jalan (skr/jam) untuk suatu set kondisi jalan yang ditentukan sebelumnya (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan)
3.21 kecepatan arus bebas (VB),km/jam
terdapat dua kondisi kecepatan arus bebas yang dimaksud dalam pedoman ini, yaitu: - Kecepatan rata-rata teoritis dari arus lalu lintas pada waktu kerapatan mendekati nol atau sama dengan nol, yaitu tidak ada kendaraan di jalan. - Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengemudi mereasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas lain).
kecepatan arus bebas dasar (V BD )
kecepatan arus bebas (km/jam) suatu segmen jalan untuk suatu set kondisi ideal (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) yang ditentukan sebelumnya
3.23 kecepatan tempuh (V), km/jam
Kecepatan rata-rata arus lalu lintas
3.24 kelas hambatan samping (KHS)
tabel 4 memuat ketentuan tentang klasifikasi hambatan samping:
Tabel 1. Kelas hambatan samping
Kelas
Frekuensi kejadian di
hambatan Ciri-ciri khusus
kedua sisi jalan
samping
Pedesaan: pertanian atau belum Sangat rendah
berkembang Pedesaan: beberapa bangunan dan
Rendah
kegiatan samping jalan Sedang
Kampung: kegiatan permukiman Tinggi
Kampung: beberapa kegiatan pasar Mendekati perkotaan: banyak
Sangat Tinggi
pasar/kegiatan niaga
3.25 kelas Jarak Pandang (KJP)
jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m) mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m). Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai jarak pandang >300 m. Ketentuan kelas jarak pandang adalah ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Kelas jarak pandang (KJP) % segmen jalan
Kelas jarak pandang dengan jarak pandang ≥300m
3.26 kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
3.27 kendaraan berat menengah (KBM)
kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar 3,5-5,0 m (termasuk bis kecil, truk dua gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi kendaraan Bina Marga)
3.28 kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 - 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.29 kendaraan tak bermotor (KTB)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). KTB termasuk kendaraan lambat. Catatan: Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping
3.30 kerapatan (density)
jumlah kendaraan dalam suatu arus lalu lintas dalam satu kilometer, Kend./Km
3.31 lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
arus (atau Volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365)
3.32 lebar bahu (L B )
lebar bahu (m) di samping jalur jalan, diperuntukkan sebagai ruang untuk kendaraan berhenti sementara, tidak untuk jalur pejalan kaki, dan dapat digunakan oleh kendaraan lambat
lebar bahu efektif (L BE )
lebar bahu (m) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai, setelah dikurangi untuk penghalang, seperti: pohon, kios samping jalan, dsb. CATATAN Lihat catatan pada LEBAR JALUR EFEKTIF
Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut: * Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan) / 2 * Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar)
Bahu hanya digunakan oleh kendaraan dalam kondisi darurat, misalnya menyediakan keleluasaan bergerak, parkir sementara, berhenti darurat
3.34 lebar lajur (L J )
lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu
3.35 lebar jalur efektif (L JE )
lebar jalur (m) yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir CATATAN Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif.
3.36 median
Bangunan atau ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang ber- lawanan
3.37 panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan (km)
3.38 pemisahan arah (PA)
pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai persentase dari arus total pada masing-masing arah sebagai contoh 60:40
3.39 satuan kendaraan ringan (skr)
satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah menjadi arus kendaraan ringan dengan menggunakan ekr
3.40 segmen Jalan Luar Kota
ciri-ciri segmen Jalan Luar Kota adalah tanpa perkembangan yang menerus pada kedua sisinya, meskipun terdapat perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan. Kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap perkembangan yang permanen.
3.41 segmen jalan kota atau semi perkotaan
suatu segmen jalan yang pada satu atau kedua sisinya ada perkembangan yang permanen dan menerus dan menyeluruh, berupa pengembangan koridor atau lainnya. Jalan, dalam atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk >100.000jiwa, dan jalan dalam daerah perkotaan dengan penduduk <100.000jiwa tetapi mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus, digolongkan kelompok jalan kota. Indikasi dari daerah perkotaan atau semi perkotaan adalah arus lalu lintas puncak pagi dan sore umumnya lebih tinggi dari jam-jam lain, didominasi oleh jenis kendaraan kecil dan sepeda motor dan persentase truk berat yang kecil, peningkatan arus jam sibuk terlihat cukup signifikan khususnya perubahan pada arah arus lalu lintas, dan adanya kereb.
3.42 sepeda motor (SM) 3.42 sepeda motor (SM)
3.43 tipe alinemen jalan
gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, ditentukan oleh jumlah naik dan turun (m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan (lihat Tabel 1)
Tabel 3. Ketentuan tipe alinemen
Lengkung horizontal alinemen jalan
Tipe
Lengkung vertikal
naik+turun, (m/km)
(rad/km)
> 2,5 (3,50) Catatan: Nilai-nilai dalam kurung digunakan untuk mengembangkan grafik untuk tipe alinemen standar.
3.44 tipe jalan
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, terdapat lima tipe jalan untuk Jalan Luar Kota, yaitu: -
2 lajur 1 arah (2/1) -
2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT) -
4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2TT) -
4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2T) -
6 lajur 2 arah terbagi (6/2T)
3.45 tipe medan jalan
penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan, berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan (lihat Tabel 2)
Tabel 4. Ketentuan tipe median
Tipe medan jalan
Kemiringan melintang (%)
3.46 truk besar (TB)
truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
benda (kendaraan bermotor dan tidak bermotor) atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas
3.48 waktu antara (headway / h)
waktu (detik) antara dua kendaraan yang berjalan pada satu arah beriringan
3.49 waktu tempuh (T T )
waktu total (jam, menit, atau detik), yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti
4. Ketentuan
4.1 Ketentuan umum
4.1.1 Umum
Pedoman kapasitas ini hanya dapat digunakan untuk tipe jalan dengan karakteristik geometrik yang sesuai dengan ketetapan dalam pedoman ini. Tipe jalan tersebut sesuai dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan) dan khususnya Permen PU tentang Persyaratan Teknis Jalan. Pada MKJI 1997, tipe jalan ini tidak terkait langsung dengan sistem klasifikasi fungsi jalan menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1980 tentang jalan dan Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah yang mengikutinya yang berlaku saat itu.
Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk Analisis operasional, perencanaan, dan perancangan jalan pada alinemen jalan:
- datar, bukit atau gunung; dan - dengan kelandaian tertentu, misalnya lajur pendakian
Prosedur perhitungan dalam pedoman ini dapat diterapkan pada ruas-ruas jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten sejauh kondisinya bersifat “Luar Kota” sesuai dengan tipe jalan tersebut di atas.
4.1.2 Segmen jalan
Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan: - antara dua simpang dan arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh
simpang tersebut, dan - mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang seragam (homogen) di seluruh panjang segmen. Jika karakteristik jalan berubah secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas segmen, sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.
Karakteristik jalan yang penting adalah: - segmen Jalan Luar Kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik dan karakteristik lainnya yang tidak terlalu berbeda; dan
- simpang utamanya tidak terlalu berdekatan. Panjang segmen dapat mencapai puluhan kilometer, yang penting adalah menetapkan batas segmen dimana terdapat perubahan karakteristik jalan yang signifikan, walaupun segmen yang dihasilkan jauh lebih pendek.
Segmen harus berubah jika tipe medan berubah, walaupun karakteristik geometrik, arus lalu lintas, dan hambatan sampingnya tetap sama. Perubahan kecil pada geometrik jalan, misalnya lebar jalur lalu lintas berbeda sampai dengan 0,5m, tidak merubah segmen, terutama jika perubahan kecil tersebut hanya terjadi sedikit.
4.1.3 Segmen jalan yang masuk kota dan pengaruh simpang
Segmen jalan harus berubah jika jalan telah memasuki wilayah perkotaan atau semi perkotaan (atau sebaliknya), meskipun karakteristik geometrik atau yang lainnya tidak berubah, dan analisis kapasitas yang sesuai dengan kondisi perkotaan harus digunakan untuk masing-masing segmen seperti ini.
Pedesaan tidak dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jika jalan melalui pusat desa yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan/semi perkotaan. Dalam hal demikian, analisis kapasitas untuk jalan perkotaan dan semi perkotaan harus digunakan.
Jika Jalan Luar Kota bertemu dengan satu atau lebih simpang, terutama jika simpang bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang-simpang tersebut harus diperhitungkan apakah segmen tersebut diakhiri oleh simpang tersebut atau simpang tersebut dapat diabaikan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:
- Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur Jalan Luar Kota, seolah-olah tidak ada gangguan dari simpang-simpang. Lakukan analisis seolah-olah tidak ada simpang (waktu tempuh tak terganggu).
- Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan menggunakan prosedur yang sesuai (Lihat Bab lain dari manual ini tentang Simpang bersinyal dan Simpang tak bersinyal).
- Tambahkan tundaan simpang pada waktu tempuh tak terganggu, untuk mendapatkan waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam).
4.1.4 Karakteristik segmen jalan
Setiap titik dari segmen jalan yang mempunyai perubahan penting baik dalam bentuk geometrik, karakteristik arus lalu lintas, maupun kegiatan/hambatan samping jalan, menjadi batas segmen jalan. Karakteristik jalan meliputi geometrik, arus lalu lintas, dan pengendalian lalu lintas, aktivitas samping jalan, fungsi jalan, guna lahan, pengemudi, dan populasi kendaraan, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
4.1.4.1 Geometrik
- Lebar jalur lalu lintas: bertambahnya lebar jalur lalu lintas dapat meningkatkan kapasitas. - Bahu: kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat dengan bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap yang dekat atau pada tepi jalur lalu lintas.
- Median: median yang baik meningkatkan kapasitas. - Lengkung vertikal: mempunyai dua pengaruh yaitu 1) makin berbukit suatu jalan
makin lambat kendaraan bergerak khususnya di tanjakan, ini biasanya tidak diimbangi di turunan, dan 2) puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
- Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk meyakinkan bahwa ban mampu mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan.
- Jarak pandang: apabila jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip akan lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi lebih tinggi. Jarak pandang sebagian besar tergantung dari lengkung vertikal dan lengkung horisontal, tetapi juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari adanya tumbuhan, pagar, bangunan, dan lain-lain.
4.1.4.2 Arus, komposisi, dan pemisahan arah
- Pemisahan arah lalu lintas: pada tipe jalan 2/2TT, kapasitas tertinggi dicapai jika pemisahan arus per arah 50% - 50%. - Komposisi lalu lintas: komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan arus-kecepatan jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan kend./jam, hal ini tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus.
4.1.4.3 Pengendalian lalu lintas
Pengendalian kecepatan arus, pergerakan kendaraan berat, dan parkir akan mempengaruhi kapasitas jalan.
4.1.4.4 Aktivitas samping jalan
Kegiatan di samping jalan dapat menimbulkan konflik dengan arus lalu lintas dan dapat menjadi konflik berat. Pengaruh dari konflik ini, yang selanjutnya disebut hambatan samping. berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan. Yang termasuk hambatan samping adalah:
- Pejalan kaki; - Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain; - Kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta kuda); dan - Kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping jalan;
Untuk menyederhanakan penyertaannya dalam prosedur perhitungan, jenis-jenis hambatan samping ini dibahas pada butir 3.22 mengenai Hambatan Samping.
4.1.4.5 Fungsi jalan dan guna lahan
Fungsi jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena mencerminkan sifat perjalanan yang terjadi di jalan. Pengaruh dari fungsi jalan sehubungan dengan karakteristik perkembangan guna lahan sepanjang jalan, diterangkan pada Langkah B4.
4.1.4.6 Pengemudi dan populasi kendaraan
Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga mesin dan kondisi kendaraan dalam setiap komposisi kendaraan) berbeda untuk setiap daerah. Kendaraan yang tua dari satu tipe tertentu atau kemampuan pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih rendah. Pengaruh-pengaruh ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diperhitungkan melalui pemeriksaan setempat dari parameter kunci, sebagaimana dibahas pada butir 4.1.5.
4.1.5 Pemeriksaan setempat
Beberapa faktor yang menjadi ciri daerah tertentu, seperti pengemudi dan populasi kenda- raan, dapat mempengaruhi parameter-parameter kapasitas. Disarankan untuk mengukur parameter kunci, yaitu kecepatan arus bebas dan kapasitas, pada beberapa lokasi yang mewakili wilayah yang sedang diamati guna menerapkan faktor penyesuaian setempat pada kecepatan arus bebas dan kapasitas. Hal ini menjadi penting, jika nilai-nilai yang didapat dari pengukuran langsung sangat berbeda dengan nilai-nilai yang didapat dari penggunaan manual ini.
4.2 Ketentuan teknis
4.2.1 Pendekatan
Pendekatan menjelaskan tentang Tipe perhitungan, Tingkat Analisis, Periode Analisis, Analisis untuk Jalan terbagi dan tak terbagi.
4.2.1.1 Tipe perhitungan
Tipe perhitungan meliputi prosedur untuk menghitung: - kecepatan arus bebas;
- kapasitas; - derajat kejenuhan (rasio arus/kapasitas); - kecepatan pada kondisi arus lapangan; - derajat iringan (hanya pada jalan 2/2TT) pada kondisi arus lapangan; - arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh segmen jalan sambil mempertahankan
kualitas lalu lintas tertentu (kecepatan atau derajat iringan tertentu).
4.2.1.2 Tingkatan analisis
Dibedakan dua prosedur analisis, yaitu: - Analisis operasional dan perencanaan, meliputi:
1) Penentuan kinerja segmen akibat arus lalu lintas yang ada atau yang diramalkan;
2) Analisis kapasitas atau nilai arus maksimum yang dapat disalurkan pada suatu kualitas arus lalu lintas tertentu yang dipertahankan;
3) Analisis penetapan lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan arus lalu lintas tertentu, pada tingkat kinerja yang dapat diterima, sesuai keperluan perencanaan; dan
4) Perkiraan pengaruh dari suatu perencanaan terhadap kapasitas dan kinerjanya, misalnya pemasangan median, atau modifikasi lebar bahu.
- Analisis Perancangan: Sasaran utama perancangan adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang dibutuhkan untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan lainnya dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku.
Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama, yang berbeda utamanya adalah dalam rincian masukan dan keluarannya. Metode yang digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada.
Prosedur yang diberikan dalam bab ini juga memungkinkan analisis operasional dikerjakan pada satu dari dua tipe segmen jalan yang berbeda:
- Segmen alinemen umum: Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinemen yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen: datar, bukit atau gunung.
- Segmen Kelandaian khusus: Adalah bagian jalan yang curam dan menerus, dapat menjadi bagian jalan yang “memperkecil” kapasitas dalam kedua arah, mendaki dan menurun. Bagian jalan ini dapat tidak diperhitungkan kinerjanya secara penuh apabila bagian yang curam digolongkan ke dalam tipe alinemen umum. Oleh karena itu,
analisis operasional pada bagian jalan dengan kelandaian khusus dilakukan terpisah. Prosedur kelandaian khusus pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan 2/2TT karena tipe jalan yang mengalami masalah terburuk pada kasus kelandaian. Prosedur menganalisis pengaruh kelandaian jalan sebagai dasar tindakan perbaikan, seperti pelebaran jalur atau penyediaan suatu lajur pendakian.
4.2.1.3 Periode analisis
Analisis kapasitas dilakukan untuk periode satu jam puncak. Arus serta kecepatan rata-rata ditentukan bagi periode ini. Untuk analisis operasional dan perencanaan, penggunaan periode sehari penuh untuk analisis menjadi terlalu kasar, sebaliknya, menggunakan periode
15 menit jam puncak juga terlalu rinci. Dalam pedoman ini, arus dinyatakan dalam ukuran per jam (skr/jam), kecuali dinyatakan lain.
Untuk perancangan, di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah disiapkan tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran kinerja dan sebaliknya, untuk kondisi tertentu.
4.2.1.4 Analisis untuk jalan terbagi dan tak terbagi
Untuk jalan tak terbagi, seluruh analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) didasarkan atas arus total dua arah, menggunakan satu set formulir analisis. Untuk jalan terbagi, analisis didasarkan pada arus untuk masing-masing arah.
4.2.2 Pengubah (variabel)
4.2.2.1 Arus dan komposisi lalu lintas
Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam skr. Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) dikonversikan menjadi skr dengan menggunakan nilai ekr yang diturunkan secara empiris untuk jenis-jenis kendaraan berikut:
- Kendaraan ringan (KR), meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep; - Kendaraan berat menengah (KBM), meliputi truk dua gandar dan bus kecil; - Bus besar (BB); - Truk besar (TB), meliputi truk tiga gandar atau lebih, truk tempelan, dan truk
gandengan; dan - Sepeda motor
Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan dimasukkan ke dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Ekr untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinemen dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor ada juga dalam masalah jalan 2/2TT, tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas. Semua ekr kendaraan yang berbeda pada alinemen datar, bukit, dan gunung disajikan dalam tabel pada Bagian 3, Langkah A-3.
4.2.2.2 Kecepatan arus bebas (V B )
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus mendekati nol (atau kerapatan mendekati nol), sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lainnya.
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan tertentu telah ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus ~ 0. Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan (untuk definisi lihat Bagian 1.3). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
Bentuk umum persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas adalah: ( )
keterangan:
V B adalah kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)
V BD adalah arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinemen yang diamati (lihat Bagian 2.4 di bawah, km/jam)
V B,W adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam) FV B,HS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu FV B,KFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan
4.2.2.3 Kapasitas (C)
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan jam yang melewati suatu segmen jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan 2/2TT, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah, tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan. Karena kurangnya lokasi yang arusnya mendekati kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus (lihat Bagian 2.3.1). Persamaan umum untuk menentukan kapasitas adalah:
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C 0 adalah kapasitas dasar (skr/jam) FC W adalah faktor penyesuaian lebar jalan FC PA adalah faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) FC HS adalah faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
4.2.2.4 Derajat kejenuhan (D J )
Derajat kejenuhan (D J ) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan kinerja lalu lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai D J menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan umum derajat kejenuhan adalah:
Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan, sebagaimana dijelaskan dalam prosedur perhitungan Bagian 3 Langkah D-2, dan untuk perhitungan Derajat Iringan (lihat Bagian 2.2.6.).
4.2.2.5 Kecepatan tempuh (V)
Ukuran utama kinerja segmen jalan adalah kecepatan tempuh, karena mudah dipahami dan diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan:
keterangan:
V adalah kecepatan ruang rata-rata kendaraan ringan (km/jam) L
adalah panjang segmen (km) TT
adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam)
4.2.2.6 Derajat iringan (D i )
Indikator penting lebih lanjut mengenai kinerja lalu lintas pada segmen jalan adalah derajat iringan, didefinisikan sebagai rasio antara arus kendaraan di dalam peleton terhadap arus total.
Peleton didefinisikan sebagai gerakan dari kendaraan yang beriringan dengan waktu antara (gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depannya) dari setiap kendaraan, kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar < 5 detik. Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian peleton. Derajat iringan adalah fungsi dari Derajat kejenuhan seperti dijelaskan dalam prosedur perhitungan, Bagian 3 Langkah D-3.
4.2.2.7 Kinerja lalu lintas jalan
Dalam US-HCM, kinerja jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (Level of Service, LoS), yaitu suatu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LoS berhubungan dengan suatu ukuran pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan. Konsep tingkat pelayanan telah dikembangkan untuk penggunaannya di Amerika Serikat dan definisi LoS tidak secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam pedoman ini kecepatan, derajat kejenuhan dan derajat iringan digunakan sebagai indikator kinerja lalu lintas dan parameter yang sama telah digunakan dalam pengembangan "petunjuk pelaksanaan berlalulintas" yang berdasar "penghematan" sebagaimana disajikan pada Bagian 2.5.
4.2.3 Hubungan dasar
4.2.3.1 Hubungan kecepatan-arus-kerapatan
Prinsip umum yang mendasari analisis kapasitas segmen jalan adalah bahwa kecepatan berkurang bila kerapatan arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan kerapatan arus mendekati konstan pada arus rendah dan menengah, tetapi menjadi lebih besar pada kerapatan arus yang mendekati kapasitas. Pada kondisi kerapatan arus mendekati kapasitas, sedikit peningkatan pada kerapatan arus akan menghasilkan pengurangan yang besar pada kecepatan.
Hubungan antara kecepatan dan kerapatan dan antara kecepatan dan arus digam-barkan dengan data lapangan di Indonesia untuk jalan empat-lajur terbagi, pada Gambar 4 dan Gambar 5, dan untuk jalan dua-lajur dua-arah pada Gambar 6 dan Gambar 7. Gambaran matematis yang baik dari hubungan untuk jalan berlajur banyak seringkali dapat diperoleh dengan menggunakan model Rejim Tunggal:
V B adalah kecepatan arus bebas (km/jam)
adalah kerapatan (skr/jam), dihitung sebagai
K j adalah kerapatan pada saat jalan macet total K 0 adalah kerapatan pada saat kapasitas
L, m adalah konstanta
Untuk jalan 2/2TT, hubungan kecepatan-kerapatan seringkali mendekati linier dan dapat digambarkan dengan model linier yang sederhana.
Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara kecepatan vs kerapatan pada segmen jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan menggunakan model ini. Kerapatan pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan sebagaimana ditunjukan pada Bagian 3, Langkah D di bawah.
4.2.3.2 Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan
Derajat iringan adalah variabel yang lebih sensitif terhadap arus dibandingkan terhadap kecepatan, dan dengan demikian memberikan perkiraan kinerja lalu lintas yang masuk akal. Tipe model matematik yang sama seperti yang diterangkan untuk kecepatan di atas telah digunakan untuk mengembangkan hubungan umum antara derajat kejenuhan dan derajat iringan, lihat Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 4/2T
Gambar 2. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 4/2T
Gambar 3. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 2/2TT
Gambar 4. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 2/2TT
Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan 2/2TT
4.2.4 Tipe alinemen
Dibedakan tiga tipe alinemen untuk digunakan dalam analisis operasional dan perancangan:
Tabel 5. Definisi tipe alinemen Alinemen vertikal
Lengkung horisontal Tipe alinemen
naik + turun
(rad/km)
(m/km)
Alinemen datar
< 1,0 Alinemen bukit
1,0 – 2,5 Alinemen gunung
Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, pedoman menyajikan hubungan kecepatan arus bebas sebagai fungsi dari alinemen vertikal yang dinyatakan dalam bentuk naik+turun (m/km) dan alinemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km).
4.2.4.1 Tipe jalan
a) Jalan dua- lajur dua-arah tak terbagi (2/2TT) Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur sampai dengan 11 meter. Untuk jalan dua-arah yang lebih lebar dari 11 meter, maka cara beroperasinya jalan dapat dipertimbangkan sebagai jalan 2/2TT atau jalan 4/2TT (selama arus lalu lintasnya tinggi), sehingga dasar pemilihan prosedur perhitungan harus disesuaikan dengan tipe jalannya. Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT, yang digunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas dan kapasitas, didefinisiakan sebagai berikut:
Elemen geometrik:
Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif
7,00m
Lebar bahu efektif
1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu yang tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)
Median
Tidak ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah
50%-50%
Tipe alinemen jalan
Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping
Rendah
Kelas fungsi jalan
Jalan arteri
Kelas jarak pandang
b) Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (4/2TT)
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter.
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT didefinisikan sebagai berikut:
Elemen geometrik:
Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif
14,00m
Lebar bahu efektif
1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)
Median
Tidak ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah
50%-50%
Tipe alinemen jalan
Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping
Rendah
Kelas fungsi jalan
Jalan arteri
Kelas jarak pandang
c) Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2T)
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00 - 3,75 m.
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2T didefinisikan sebagai berikut:
Elemen geometrik:
Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif
2 x 7,00m
Lebar bahu efektif 2,00m; diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu luar untuk setiap jalur lalu lintas (lihat Gambar A.2:1 pada Bagian 3)..
(Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)
Median
Ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah
50%-50%
Tipe alinemen jalan
Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping
Rendah
Kelas fungsi jalan
Jalan arteri
Kelas jarak pandang
d) Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2T)
Jalan 6/2T dengan karakteristik umum yang sama sebagaimana diuraikan untuk tipe jalan 4/2T, dapat dianalisis dengan menggunakan pedoman ini.
4.2.5 Panduan rekayasa lalu lintas
4.2.5.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus.
Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c. Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas:
- Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap kesela- matan lalu lintas dan asap polusi kendaraan; - Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan - Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.
4.2.5.2 Tipe jalan standar dan potongan melintang
“Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota" (Bina Marga, Bina Program, Subdirektorat Perencanaan Teknis Jalan, Desember 1990) memberikan panduan umum perencanaan Jalan Luar Kota. Usulan standar berikutnya yang lebih baru untuk Jalan Luar Kota diberikan dalam "Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Luar Kota" (Kelompok Bidang Keahlian Teknik Lalu-lintas dan Transportasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jalan, 1997). Lebih baru lagi dari dokumen-dokumen perencanaan tersebut, terbit setelah dicanangkan undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan beserta peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, mengatur mengenai hal ini dalam bentuk peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan berikut pedoman perencanaan teknis jalan yang menyertainya.
Dokumen ini menggolongkan parameter perencanaan untuk kelas-kelas jalan yang berbeda, dan tipe penampang melintang bekenaan dengan lebar jalan dan bahu. Tipe-tipe penampang melintang yang distandarkan, dapat dipilih untuk penggunaannya dalam bagian panduan ini, didasarkan pada ukuran-ukuran seperti terlihat pada Tabel 6.
Semua penampang melintang dianggap mempunyai bahu berkerikil (perkerasan tidak berpenutup) yang dapat digunakan untuk parkir dan kendaraan berhenti, tetapi bukan untuk lajur perjalanan.
Tabel 6. Definisi tipe penampang melintang jalan
Lebar bahu (m) Tipe jalan
Kelas
Lebar jalur
Jarak
lalu lintas
Luar
Dalam Pandang
1,00 - 2/2TT
1,00 - 4/2TT
1,00 - 4/2T
*) didefinisikan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan.
4.2.5.3 Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang a)
Umum
Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut:
- Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal); - Kelas jalan; - Tipe medan (datar, perbukitan, pegunungan).
Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.
Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu atau beberapa alasan berikut:
1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek rekayasa setempat.
2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.
3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu.
4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.
b) Pertimbangan ekonomi
Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian 5.2.1.c. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:
1. Pembuatan jalan baru, dengan umur rencana 23 tahun
2. Pelebaran jalan yang ada, dengan umur rencana 10 tahun
Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe alinemen.
Pembuatan jalan baru
Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk pembuatan jalan baru
Kondisi Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak)
Tipe jalan/lebar jalur lalu lintas (m)
4/2T 6/2T Tipe
2/2TT
4/2TT
Hambatan aline-
Datar Rendah
Datar Tinggi
800-950 >1.450 Gunung
Bukit / Rendah
Bukit / Tinggi
700-950 >1.350 Gunung
Pelebaran jalan lama
Tabel 8. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan, untuk pelebaran jalan lama
Kondisi Ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1
Tipe jalan/pelebaran lebar jalur dari x ke y (m) Tipe
4/2T alinemen
7,0 ke 11,0 7,0 ke 14,0
Datar Rendah
Datar Tinggi
Bukit/Gunung Rendah
Bukit/Gunung Tinggi
c) Kinerja lalu lintas
Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota, umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk memperta- hankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8 menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan.
Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar
Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit
Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung
d) Pertimbangan keselamatan lalu lintas
Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut:
- Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit). - Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu lintas.
- Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25- 30%. - Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15-20 %. - Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-60 %. - Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %. - Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material.
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan
sebesar faktor
e) Pertimbangan lingkungan