Ketentuan teknis

4.2.5.4 Rencana detail

Lihat Bagian 5.5.2 Tipe jalan standar dan potongan melintang, mengenai daftar referensi untuk perencanaan geometrik secara detail. Jika standar-standar ini diikuti, maka jalan yang aman dan efisien dapat diwujudkan. Sebagai prinsip umum, kondisi berikut ini harus dipenuhi:

- Standar jalan harus sedapat mungkin tetap sepanjang rute; - Bahu jalan harus rata dan sama tinggi dengan jalur lalu lintas sehingga dapat

digunakan oleh kendaraan yang berhenti sementara; - Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih baik jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan.

- Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk kepentingan keselamatan.

- Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan.

4.2.5.5 Kelandaian khusus

Pada tipe jalan 2/2TT, pada alinemen bukit dan gunung dengan ruas tanjakan yang panjang, akan menguntungkan jika menambah lajur pendakian untuk menaikkan kondisi lalu lintas yang aman dan efisien. Tujuan bagian ini adalah untuk membantu pengguna manual untuk memilih penyelesaian terbaik bagi masalah perencanaan dan operasional Jalan Luar Kota dengan kelandaian khusus.

a) Standar tipe jalan dan penampang melintang

Panduan umum untuk perencanaan Jalan Luar Kota yang dipublikasikan oleh Bina Marga (lihat bagian 5.5.2) juga menetapkan kriteria bagi penggunaan lajur pendakian. Sejumlah penampang melintang standar yang digunakan dalam panduan ini didasarkan pada standar- standar ini dan terlihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 9. Ukuran penampang melintang pada jalan dengan kelandaian khusus Lebar jalur lalu lintas,

Kelas jarak

(m)

Lebar

Tipe jalan / kode

pandang

bahu (m)

1,0 2/2TT Lajur pendakian

b) Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang

Panduan berikut untuk menentukan kapan lajur pendakian dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis biaya siklus hidup.

Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun)

Ambang arus lalu lintas (kend./jam) tahun 1, jam puncak Panjang

4.2.6 Ringkasan prosedur perhitungan

Bagan alir prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan diberikan pada Gambar 9. Berbagai langkah tersebut diuraikan langkah demi langkah secara rinci dalam bagian 6.

Formulir-formulir berikut digunakan untuk perhitungan. F1-JLK: Data:

- Kondisi umum - Geometrik jalan

F2-JLK: Data (lanjutan): - Arus dan komposisi lalu lintas - Hambatan samping

F3-JLK: Analisis untuk segmen jalan umum: - Kecepatan arus bebas - Kapasitas - Kecepatan arus - Derajat iringan

F3-JLK-KK: Analisis untuk kelandaian khusus - Kecepatan arus bebas - Kapasitas - Kecepatan menanjak

Perhatikan bahwa Langkah B, C dan D (lihat Gambar 9) pada jalan terbagi dikerjakan terpisah untuk masing-masing arah.

Gambar 9. Ringkasan prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan

5. Prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan

Sasaran dari analisis operasional untuk suatu segmen jalan, dengan kondisi geometrik, lalu lintas, dan lingkungan yang ada saat ini atau yang akan datang/dituju, dapat berupa satu atau keseluruhan dari: - penentuan kapasitas; - penentuan derajat kejenuhan lalu lintas saat ini atau yang akan datang; - penentuan kecepatan yang berlaku di jalan tersebut (hanya untuk jalan 2/2TT); dan - penentuan derajat iringan yang akan berlaku di jalan tersebut.

Sasaran utama dari analisis perencanaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang diperlu- kan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang dikehendaki. Ini berarti lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan pengaruh dari perubahan perencanaan, seperti rencana membuat median atau meningkatkan bahu jalan. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk analisis operasional dan untuk perencanaan adalah sama, dan mengikuti prinsip yang dijelaskan pada Bagian 5.2.

Bab ini memuat instruksi langkah demi langkah yang dikerjakan untuk analisis operasional atau perencanaan, dengan menggunakan Formulir F1-JLK, F2-JLK, F3-JLK, dan F3-JLK-KK. Formulir kosong untuk difotokopi diberikan dalam Lampiran.

5.1 Langkah A: Data masukan

5.1.1 Langkah A-1: Data umum

a) Penentuan segmen

Bagilah jalan dalam segmen-segmen. Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. Titik dimana karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisis secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diteliti untuk suatu segmen, masing-masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data masukan yang terpisah (F1-JLK dan F2-JLK). Formulir analisis yang terpisah (F3-JLK dan jika perlu F3-JLK- KK) juga digunakan untuk masing-masing keadaan. Jika periode waktu terpisah harus dianalisis, maka nomor terpisah harus diberikan untuk masing-masing keadaan, dan harus digunakan formulir data masukan dan analisis yang terpisah. Segmen jalan yang sedang dipelajari harus tidak terpengaruh oleh simpang utama atau simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya. Segmen dapat dibedakan dalam alinemen biasa (keadaan biasa) dan 'kelandaian khusus', lihat b) di bawah.

b) Kelandaian khusus

Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing

hanya diperlukan analisis perancangan, bukan analisis operasional; -

jika tidak ada niat untuk mempertimbangkan penyesuaian rencana geometrik untuk mengurangi pengaruh kelandaian;

- jika lengkung horisontal cukup besar untuk menyebabkannya, pada pendapat ahli menjadi penentu utama tunggal dari kapasitas dan kinerja, bukan kelandaiain.

Dalam hal-hal tersebut di atas segmen tidak dianggap sebagai segmen 'kelandaian khusus' terpisah dan kelandaian dimasukkan pada analisis umum segmen yang lebih panjang di mana segmen tersebut merupakan bagiannya, dengan karakteristik kelandaian ditentukan dari tipe alinemennya.

c) Data pengenalan segmen (data umum)

Isikan data umum berikut pada bagian atas dari Formulir F1-JLK: -

Tanggal (hari, bulan, tahun) dan ‘dikerjakan oleh’ (masukkan nama anda) -

Provinsi dimana segmen tersebut terletak -

Nomor ruas (Bina Marga) -

Kilometer segmen (mis. Km 3.250-4.750 dari Jakarta) -

Segmen antara … (mis. Lembang dan Ciater) -

Panjang segmen (misalnya 1,5 km) -

Kelas Jalan (kelas penggunaan jalan, kelas I, kelas II, kelas III, atau kelas khusus)

- Status jalan (Jalan Nasional, Jalan Provinsi, atau Jalan Kabupaten/Kota) -

Tipe jalan, misalnya: Dua-lajur dua-arah tak terbagi: 2L2A-TT Empat-lajur dua-arah tak terbagi: 4L2A-TT Empat-lajur dua-arah terbagi: 4L2A-T Enam-lajur dua-arah terbagi: 6L2A-T Dua-lajur satu-arah: 2L1A (dianalisis seolah-olah merupakan satu arah dari suatu jalan terbagi)

- Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal, lingkungan) -

Spesifikasi prasarana (Jalan Raya, Jalan Sedang, atau Jalan Kecil) -

Periode waktu yang dianalisis (misalnya tahun 2000, jam sibuk pagi antara jam 7 s.d. jam 10 pagi)

5.1.2 Langkah A-2: Kondisi geometrik

a) Alinemen horisontal dan pengembangan di samping jalan

Buatlah sketsa dari segmen jalan menggunakan ruang yang tersedia pada Formulir F1-JLK. Pastikan untuk meliputi informasi berikut: -

Arah panah yang menunjuk arah utara; -

Patok kilometer atau benda lain yang digunakan untuk mengenali lokasi segmen jalan tersebut;

- Sketsa alinemen horisontal segmen jalan; -

Arah panah yang menunjukkan Arah 1 (biasanya ke Utara – atau Timur) dan arah 2 (biasanya ke Selatan atau Barat);

- Nama tempat yang dilalui/dihubungkan oleh segmen jalan; -

Bangunan utama atau bangunan samping jalan lain dan tata guna lahan; -

Simpang-simpang dan tempat masuk/keluar dari lahan di samping jalan; -

Marka jalan seperti garis tengah, garis menerus, marka lajur, marka sisi perkerasan, dan sebagainya.

Masukkan informasi berikut kedalam kotak di bawah gambar: -

Lengkung horisontal dari segmen yang dipelajari (radian/km), jika tersedia; -

Persentase segmen jalan pada masing-masing sisi (A dan B) dengan semacam pengembangan samping jalan (pertanian, perumahan, pertokoan, dsb.), dan persentase rata-rata lahan yang sudah berkembang pada kedua sisi segmen jalan yang dipelajari.

b) Kelas jarak pandang

Masukkan persentase panjang segmen yang berjarak pandang minimum 300 m (jika tersedia) kedalam kotak yang sesuai di bawah sketsa alinemen horisontal. Dari informasi ini Kelas Jarak Pandang (KJP) dapat ditentukan sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 11, atau dapat diperkirakan dengan taksiran teknis (jika ragu gunakan nilai normal (patokan) = B). Masukkan hasil KJP kedalam kotak di bawah sketsa alinemen horizontal pada Formulir F1- JLK.

Tabel 11. Kelas jarak pandang

Kelas

% segmen dengan jarak pandang Jarak pandang

minimum 300 m

A > 70%

C 30 - 70% < 30%

Catatan: Jarak pandang berhubungan dengan jarak pandang menyalip yang diukur dari tinggi mata pengemudi (1,2m) ke tinggi kendaraan penumpang yang datang (1,3m).

c) Alinemen vertikal

Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia. Jika segmen merupakan kelandaian khusus, isikan keterangan tentang kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian.

d) Tipe alinemen

Tentukan tipe alinemen umum dari Tabel 12 dengan menggunakan informasi tercatat untuk lengkung horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya dengan melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir.

Tabel 12. Tipe alinemen umum

Tipe alinemen

Naik + turun

Lengkung horisontal

(m/km)

(rad/km)

Jika lengkung horisontal dan nilai naik + turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan penggolongan alinemen umum pada Tabel 12, maka tidak ada tipe alinemen umum yang dipilih (Tabel 19 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas). Jika data alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau pengamatan visual untuk memilih tipe alinemen umum.

e) Penampang melintang jalan

Buatlah sketsa penampang lintang jalan rata-rata dan tunjukkan lebar jalur lalu lintas, lebar median, lebar bahu dalam dan luar tak terhalang (jika jalan terbagi), penghalang samping jalan seperti pohon, saluran, dan sebagainya. Perhatikan bahwa sisi A dan Sisi B ditentukan oleh garis referensi penampang melintang pada sketsa alinemen horisontal.

W CA ,W CB : Lebar jalur lalu lintas; W SAO : Lebar bahu luar sisi A dst; W SAI : Lebar bahu dalam sisi A dst;

Gambar 10. Gambaran istilah geometrik yang digunakan untuk jalan terbagi

Isikan lebar efektif rata-rata lajur lalu lintas untuk sisi A dan sisi B pada tempat yang tersedia dalam Tabel di bawah sketsa. Isikan juga lebar bahu efektif W S = lebar rata-rata bahu untuk jalan dua lajur tak terbagi, W S = jumlah bahu luar dan dalam per arah untuk jalan terbagi dan W S = jumlah lebar dan bahu kedua sisi untuk jalan satu arah seperti di bawah:

Jalan tak terbagi:

W S = (W SA +W SB )/2

Jalan terbagi: Arah 1: W S1 =W SAO +W SAI ; Arah 2: W SBO +W SBI Jalan satu arah:

W S =W SA +W SB W S =W SA +W SB

Isikan keterangan-keterangan berikut: Jalur-(jalur) lalu lintas:

- Jenis permukaan (lingkari jawaban yang sesuai) -

Kondisi permukaan (lingkari jawaban yang sesuai, dan catat nilai IRI jika tersedia)

Bahu jalan: Bagian dalam (median) dan luar (sisi jalan) jika jalan terbagi -

Jenis perkerasan -

Beda tinggi rata-rata (perbedaan antara permukaan) antara jalur lalu lintas dan bahu -

Penggunaan bahu digolongkan dalam: dapat digunakan lalu lintas, parkir, atau untuk berhenti darurat saja. Petunjuk berikut digunakan untuk penggolongan di bawah: Lalu lintas:

Lebar bahu ≥ 2m dan mempunyai mutu perkerasan yang sama seperti jalur lalu lintasnya dan tanpa beda tinggi permukaan.

Parkir: Bahu dengan mutu perkerasan lebih rendah atau perkerasan kerikil dengan lebar ≥ 1,5m dan sedikit beda tinggi permukaan.

Darurat: Bahu dengan permukaan buruk, dan/atau dengan beda tinggi yang besar terhadap jalur lalu lintas sehingga tidak nyaman untuk masuk. (> 10cm).

Jika bahu mempunyai jenis perkerasan dan pondasi yang sama dengan jalur lalu lintas, dan tanpa beda tinggi terhadap jalur lalu lintas (lihat pada Kondisi permukaan jalan di bawah), lebar bahu yang diperkeras harus ditambahkan pada lebar jalur lalu lintas jika menghitung lebar efektif jalur lalu lintas dalam tabel penampang melintang dalam Formulir F1-JLK. Secera konsekuen lebar yang sama juga harus dikurangkan dari lebar bahu jika perhitungan lebar bahu efektif dilakukan dalam tabel yang sama.

Analisis ini menganggap bahwa jalur lalu lintas diperkeras dan dalam kondisi sedang sampai baik. Oleh karena itu manual ini tidak sesuai untuk meramal kecepatan pada jalan dengan perkerasan yang buruk (IRI >6), atau untuk jalan kerikil.

g) Kondisi pengaturan lalu lintas

Isikan keterangan tentang tindakan pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen jalan yang dipelajari seperti: -

Batas kecepatan (km/jam); -

Larangan parkir dan berhenti; -

Pembatasan terhadap jenis kendaraan tertentu; -

Pembatasan kendaraan dengan berat dan/atau beban gandar tertentu; -

Alat pengatur lalu lintas/peraturan lainnya.

5.1.3 Langkah A-3: Kondisi lalu lintas

Gunakan formulir F2-JLK untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan komposisi lalu lintas. Untuk kelandaian khusus, ikuti langsung butir b).

a) Arus dan komposisi lalu lintas untuk alinemen umum

a.1) Tentukan arus jam perencanaan dalam kendaraan/jam Dua alternatif diberikan di bawah, tergantung pada banyaknya rincian masukan yang tersedia. Alternatif B sebaiknya diikuti bila mungkin.

A: Hanya tersedia data LHRT, Pemisahan dan komposisi lalu lintas

A.1 Masukkan data berikut pada kotak yang sesuai dalam Formulir F2-JLK: - LHRT (kend/hari) untuk tahun yang bersangkutan - Faktor-k (untuk Jalan Luar Kota nilai normal k dapat 0,11) - Pemisahan arah SP (nilai normalnya 50% : 50%)

A.2 Hitung arus jam perencanaan (Q JP = LHRTHkHSP/100) untuk total dan masing- masing arah. Masukkan hasilnya kedalam Tabel untuk data arus menurut jenis dan jurusan perjam, Kolom 13 Baris 3, 4, dan 5.

A.3 masukkan komposisi lalu lintas dalam kotak (nilai normal KR: 57%, KBM: 23%, BB: 7%, TB: 4%, SM: 9% berdasar pada satuan kend./jam) dan hitung jumlah kendaraan untuk masing-masing tipe dan arah dengan mengalikan dengan arus rencana pada Kolom 13. Masukkan hasilnya pada Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10 dalam Baris 3, 4, dan 5.

B: Data arus lalu lintas menurut jenis dan jurusan tersedia

B.1 Masukkan nilai arus lalu lintas jam rencana (Q JP ) dalam kend./jam untuk setiap tipe kendaraan dan jurusan kedalam Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10; Baris 3, 4, dan 5. Jika arus yang diberikan adalah dua jurusan, masukkan nilai arus pada Baris 5, dan masukkan distribusi arah yang diberikan (%) pada Kolom 12, Baris 3 dan 4. Kemudian hitung arus masing-masing ipe kendaraan untuk masing-masing arah dengan mengalikan nilai arus pada Baris 5 dengan distribusi arah pada Kolom 12, dan masukkan hasilnya pada Baris 3 dan 4.

a.2) Tentukan emp Ekr untuk Kendaraan Berat Menengah (KBM), Bus Besar (BB), Truk Besar (TB, termasuk Truk kombinasi) dan Sepeda Motor (SM) diberikan dalam Tabel 13 s/d Tabel 15 di bawah, sebagai fungsi tipe jalan, tipe alinemen (Formulir F1-JLK) dan arus lalu lintas (kend./jam). Ekr SM tergantung kepada lebar jalur lalu lintas. Untuk Kendaraan Ringan (KR), ekr selalu 1,0. Arus kendaraan tak bermotor (KTB) dicatat pada Formulir F2-JLK sebagai komponen hambatan (kendaraan lambat). Tentukan ekr masing-masing tipe kendaraan dari tabel yaitu dengan interpolasi arus lalu lintasnya, atau menggunakan diagram pada Gambar 11. Masukkan hasilnya ke dalam Formulir F2-JLK, Tabel data penggolongan arus lalu lintas perjam, baris 1.1 dan 1.2 (untuk jalan tak-terbagi ekr sama pada kedua jurusan, untuk jalan terbagi dengan arus yang tidak seimbang ekr mungkin berbeda).

Tabel 13. Ekr untuk jalan 2/2TT

Ekr

Tipe Arus total

alinemen (kend./- SM jam)

KBM

BB TB

Lebar jalur lalu lintas(m)

Tabel 14. Ekr untuk jalan 4/2T dan 4/2TT

Arus total (kend./jam) Ekr Tipe

Arus total

Arus total

alinemen pada jalan

pada jalan

(kend./jam)

(kend./jam)

Datar

Bukit

Gunung

Gambar 11. Ekr untuk jalan tak terbagi

Gambar 12. Ekr untuk jalan terbagi

Tabel 15. Ekr untuk jalan enam-lajur dua-arah terbagi, 6/2T

Tipe

Arus lalu

per arah

(kend./jam)

Datar

Bukit

Hitung nilai arus lalu lintas per jam rencana Q JP dalam smp/jam dengan mengalikan arus dalam kendaraan/jam pada Kolom 2, 4 ,6, 8, dan 10 dengan ekr yang sesuai pada Baris 1.1 dan 1.2, dan masukkan hasilnya pada Kolom 3, 5, 7, 9, dan 11; Baris 3-5. Hitung arus total dalam skr/jam dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14.

- Hitung pemisahan arah (SP) sebagai arus total (kend./jam) pada Jurusan 1 pada Kolom 13 dibagi dengan arus total pada Jurusan 1+2 (kend./jam) pada Kolom yang sama. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 13 Baris 6. SP = Q JP,1 /Q JP,1+2

- Hitung faktor satuan kendaraan ringan F skr = Q skr /Q kend dengan pembagian jumlah pada Kolom 14 baris 5 dengan jumlah pada Kolom 13, Baris 5. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14 Baris 7.

b) Arus dan komposisi lalu lintas untuk kelandaian khusus pada jalan 2/2TT

Gunakan formulir F2-JLK seperti diterangkan di bawah. Data arus lalu lintas per kendaraan per jam harus tersedia.

b.1) Tentukan emp untuk arah mendaki (arah 1) dan masukkan pada Baris 1.1 -

Ekr Kendaraan Ringan (KR) selalu 1,0. -

Ekr Bus Besar (BB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam dan 2,0 untuk keadaan lainnya.

- Gunakan Tabel 16 atau Gambar 13 di bawah untuk menentukan ekr Kendaraan Berat Menengah (KBM) dan Truk Besar (TB). Jika arus lalu lintas dua arah lebih besar dari 1.000 kend./jam nilai tersebut dikalikan 0,7.

- Ekr untuk Sepeda Motor (SM) adalah 0,7 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam dan 0,4 untuk keadaan lainnya.

Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki

Tabel 16. Ekr KBM dan TB pada kelandaian khusus mendaki

ekr

Panjang

(km) Gradient (%)

b.2) Tentukan ekr untuk arah menurun (arah 2) dan masukkan pada Baris 1.2 Tentukan ekr untuk arah menurun dari Tabel 13 atau Gambar 11 dengan anggapan sama seperti untuk alinemen datar.

b.3) Masukkan data arus lalu lintas yang telah digolongkan Masukkan nilai arus lalu lintas (Q kend./jam) untuk setiap tipe kendaraan kedalam Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10, Baris 3 arah 1 mendaki, Baris 4 arah 2 menurun.

b.4) Hitung parameter lalu lintas yang diperlukan untuk analisis

Hitung parameter berikut dengan cara yang sama seperti untuk alinemen umum langkah a.3):

- Nilai arus lalu lintas dalam skr/jam untuk arah 1 (mendaki) dan untuk arah 2 (menu- run) dimasukkan pada Kolom 3, 5, 7, 9 dan 11; Baris 3 dan 4. Tambahkan Baris 3 dan 4 untuk mendapatkan arus total pada Arah 1+2 dalam skr/jam, yang dimasukkan pada Baris 5.

- Pemisahan arah.

5.1.4 Langkah A-4: Hambatan Samping

Tentukan Kelas Hambatan Samping sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Formulir F2-JLK dengan melingkari kelas yang sesuai di dalam tabel pada bagian terbawah:

Jika tersedia data rinci tentang hambatan samping, ikuti langkah 1-4 di bawah:

1. Masukkan pengamatan (atau perkiraan jika analisis adalah untuk tahun yang akan datang) mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam per 200 m pada kedua sisi segmen yang dipelajari, ke dalam Kolom (23) Formulir F2-JLK: - Jumlah pejalan kaki berjalan sepanjang atau menyeberang jalan. - Jumlah penghentian kendaraan dan gerakan parkir. - Jumlah kendaraan bermotor yang masuk/keluar dari lahan samping jalan dan jalan

samping. - Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend./jam) sepeda, becak, delman, pedati dan kendaraan lambat lainnya.

2. Kalikan frekuensi kejadian pada Kolom 23 dengan bobot relatif dari jenis kejadian tersebut pada Kolom 22 dan masukkan frekuensi berbobot dari kejadian pada Kolom

3. Hitung jumlah kejadian berbobot, termasuk semua jenis kejadian dan masukkan hasilnya pada baris terbawah Kolom (24).

4. Tentukan kelas hambatan samping dari Tabel 17 berdasarkan hasil dari langkah 3.

Tabel 17. Kelas hambatan samping

Frekuensi ber bobot dari

kejadian di kedua

Kelas hambatan samping sisi jalan

Kondisi khas

Pedalaman, pertanian atau tidak berkembang;

Sangat rendah SR

tanpa kegiatan

Pedalaman, beberapa bangunan dan kegiatan

Rendah R

disamping jalan

Desa, kegiatan dan angkutan lokal

Sedang

Desa, beberapa kegiatan pasar

Tinggi

> 350 Hampir perkotaan, pasar/kegiatan perdagangan Sangat Tinggi ST

Jika data rinci kejadian hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Periksa uraian tentang 'kondisi khas' dari tabel A-4:1 dan pilih salah satu yang terbaik untuk menggambarkan keadaan dari segmen jalan yang dianalisis.

2. Pelajari foto pada Gambar 14 s.d. Gambar 18 yang mewakili kekhasan, kesan pandangan rata-rata dari masing-masing kelas hambatan samping, dan pilih salah satu yang paling sesuai dengan kondisi sesungguhnya, kondisi rata-rata lokasi untuk periode yang dipelajari.

3. Pilih kelas hambatan samping berdasarkan gabungan pertimbangan pada langkah 1) dan 2) di atas.

Gambar 14. Hambatan samping sangat rendah

Gambar 15. Hambatan samping rendah

Gambar 16. Hambatan samping sedang

Gambar 17. Hambatan samping tinggi

Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi

5.2 Langkah B: Analisis Kecepatan Arus Bebas

Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada jalan dengan kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran kinerja. Kecepatan arus bebas jenis kendaraan lainnya ditunjukkan juga pada Tabel 18, dan dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti analisis biaya pemakai jalan. Lihat juga langkah B-5 b). Mulai dengan langkah B-1, apabila segmen yang dipelajari adalah segmen alinemen biasa. Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah B-6. Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis menentukan kecepatan arus bebas, dengan data masukan dari Langkah A (Formulir F1-JLK dan F2-JLK).

keterangan:

V B adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/jam)

V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam) FV B-W adalah penyesuaian kecepatan untuk lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam), penambahan FV B-HS adalah faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping, perkalian FV B-FJ adalah faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan, perkalian

5.2.1 Langkah B-1: Kecepatan Arus Bebas Dasar

Tentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan untuk kondisi lapangan dengan menggunakan Tabel 18. Perhatikan bahwa untuk jalan dua-lajur dua-arah, kecepatan arus bebas dasar adalah fungsi dari kelas jarak pandang (dari Formulir F1-JLK). Jika kelas jarak pandang tidak tersedia, anggaplah pada jalan tersebut kelas jarak pandang adalah B. Masukkan kecepatan arus bebas dasar ke dalam Kolom 2 dari Formulir F3-JLK.

Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen biasa

Tipe jalan/

Tipe alinemen/ Kecepatan arus bebas dasar (km/jam) (Kelas jarak pandang)

Enam-lajur terbagi - Datar

83 67 86 64 64 - Bukit

62 45 55 40 55 Empat-lajur terbagi

Empat-lajur tak terbagi

74 63 78 60 60 - Datar

- Bukit

66 54 65 50 56 - Gunung

Dua-lajur tak terbagi - Datar KJP:A

68 60 73 58 55 " " KJP:B

65 57 69 55 54 " " KJP:C

61 54 63 52 53 - Bukit

61 52 62 49 53 - Gunung

55 42 50 38 51 Catatan: KJP – Kelas Jarak Pandang

Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dapat dianggap sama seperti jalan enam-- lajur dalam sesuai Tabel 18.

Untuk jalan dua-lajur dua-arah pengaruh alinemen horisontal dan vertikal adalah lebih besar dari pada terhadap tipe jalan lainnya. Jika tersedia data rinci tentang naik+turun (m/km) dan lengkung horisontal (rad/km) untuk segmen jalan yang dipelajari, Tabel 19 dapat digunakan sebagai alternatif dari Tabel 18 untuk mendapatkan kecepatan arus bebas dasar yang lebih tepat pada kondisi datar (gunakan naik+turun = 5 m/km) dan pada kondisi lapangan.

Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan

kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT

Naik +

V BD KR, jalan 2/2TT

turun

Lengkung horisontal rad/km

(m/km) < 0,5

6-8 8-10

Nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya bagi tipe jalan yang lain sebagai fungsi dari alinemen horisontal dan vertikal dapat didekati dengan mengalikan perbedaan antara kecepatan arus bebas dasar dan sesungguhnya dari tipe jalan 2/2TT dengan suatu konstanta (lihat di bawah) dan kemudian mengurangkan hasilnya dari kecepatan arus dasar tipe jalan tersebut. (Lihat sub-bagian 5.4.2 untuk masalah dasar dari setiap tipe jalan) Nilai konstanta adalah:

- Konstanta untuk 6/2T = 1,45 - Konstanta untuk 4/2T = 1,3 - Konstanta untuk 4/2TT = 1,2

Contoh: Hitung V B untuk jalan 4/2TT dengan kondisi fisik naik+turun = 15m/km dan lengkung horisontal = 1,5rad/km. Dari Tabel 18, untuk tipe jalan 4/2TT, V BD = 74 km/jam; dan untuk tipe jalan 2/2TT (KJP = A),

V BD = 68 km/jam.

Dari Tabel 19, untuk alinemen 2/2TT, V BD = 62 km/jam.

Faktor penyesuaian untuk tipe jalan 4/2TT, FV B = (68 - 62) x 1,2 = 7,2 km/jam

V B untuk 4/2TT = 74 - 7,2 = 66,8 km/jam.

5.2.2 Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas

Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas dari Tabel 20 berdasarkan lebar lajur efektif (L LE ) yang dicatat pada Formulir F1-JLK dan tipe alinemen. Masukkan faktor penyesuaian tersebut pada Kolom (3). Hitung jumlah kecepatan arus bebas dasar dan

penyesuaian (V BD +V BW ) dan masukkan hasilnya pada Kolom 4.

Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FV LE ) terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen

Tipe jalan

Lebar

FV W (km/jam)

lajur efektif (L LE )

Datar: KJP= A,B Bukit : KJP=A,B,C

(m)

Datar : KJP=C

Gunung

Per lajur

Per lajur

Untuk jalan dengan lebih dari enam lajur, nilai-nilai pada Tabel 20 untuk jalan 6-lajur terbagi dapat digunakan.

5.2.3 Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping

Tentukan faktor penyesuaian akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu efektif sesuai Tabel 21 berdasar pada lebar bahu efektif dan tingkat hambatan sampingnya dari Formulir F2-JLK. Masukkan hasilnya kedalam Kolom 5 Formulir F3-JLK.

Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan arus bebas KR (FV B-HS )

Kelas hambatan

Faktor penyesuaian akibat hambatan

samping dan lebar bahu Tipe jalan

samping

(KHS)

Lebar bahu efektif L BE (m)

< 0,5m

1,0 m

1,5m > 2m

Sangat rendah

Sangat Tinggi

Sangat rendah

Sangat Tinggi

Sangat rendah

Sangat Tinggi

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FV BHS untuk tipe jalan 4/2TT dan 4/2T yang diberikan dalam Tabel 21, dengan modifikasi sebagai berikut:

) .................................................................................8) keterangan:

FV B6-HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk tipe jalan enam-lajur (km/jam) akibat hambatan samping FV B4-HS adalah penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur (km/jam) akibat hambatan samping

5.2.4 Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan (FV B,KFJ )

Tentukan faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan (dan tata guna lahan = pengem- bangan samping jalan) sesuai Tabel 22, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom 6.

Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FV B,KFJ ) terhadap kecepatan arus bebas KR FV B,KFJ

Fungsi Tipe Jalan

Pengembangan samping jalan

Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak-lajur), FV B,KFJ dapat diambil sama seperti untuk jalan 4-lajur dalam Tabel 22.

5.2.5 Penentuan kecepatan arus bebas pada kondisi lapangan

a) Kecepatan arus bebas, KR Hitung kecepatan arus bebas KR dengan mengalikan faktor-faktor pada Kolom (4), (5) dan

(6) dari Formulir F3-JLK dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 7:

keterangan:

V B adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/m)

V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam) FV BW adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam) FV BHS adalah faktor penyesuaian akibat kondisi hambatan samping dan lebar bahu jalan FV BFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan

b) Kecepatan arus bebas tipe kendaraan yang lain Walaupun tidak digunakan sebagai ukuran kinerja lalu lintas dalam pedoman ini, kecepatan

arus bebas tipe kendaraan lain, dapat ditentukan mengikuti prosedur sebagai berikut:

1. Hitung penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan, (km/jam) yaitu perbe- daan antara Kolom 2 dan Kolom 7:

keterangan: FV B adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam

V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam

V B adalah kecepatan arus bebas KR, km/jam

2. Hitung kecepatan arus bebas Kendaraan Berat Menengah (KBM) sebagai berikut:

keterangan:

V BD,KBM adalah kecepatan arus bebas dasar KBM, km/jam (dari Tabel 18)

V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam FV B adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam

5.2.6 Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT

(Hanya berlaku untuk tipe jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus). Kecepatan arus bebas KR pada kelandaian khusus pada tipe jalan 2/2TT harus dihitung secara terpisah untuk masing-masing arah (mendaki dan menurun), dan dibandingkan dengan kecepatan untuk keadaan alinemen datar. Gunakan Formulir F3-JLK-KK untuk menentukan kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus. Kondisi datar = arah 0; mendaki = arah 1; menurun = arah 2.

1. Masukkan nilai kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian (formulir F1-JLK)

2. Tentukan kecepatan arus bebas dasar, V BD , KR untuk kondisi datar sbb:

a) dari Tabel 19, jika data lengkung horisontal (rad/km) tersedia, dengan menggunakan naik+turun = 5 m/km;

b) dari Tabel 18, jika data lengkung horisontal (rad/km) tidak tersedia, Jika data kelas jarak pandang (KJP) juga tidak tersedia, anggaplah KJP=B.

Masukkan ke dalam Kolom 2, kecepatan untuk alinemen horisontal pada baris terpisah untuk arah 0:

3. Tentukan faktor penyesuaian yang diuraikan pada langkah B-2 sampai B-4 di atas, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom 3 sampai 6. Hitung kece- patan arus bebas untuk kondisi datar sesuai Langkah B-5 dan masukkan hasilnya (V B DATAR ) pada Kolom 7, Baris 0.

4. Tentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki V BD,NAIK dan dan menurun V BD,TURUN secara terpisah dari Tabel 23 di bawah. V BD,NAIK dan V BD,TURUN adalah fungsi dari kelan- daian dan panjang kelandaian dan berdasarkan pada kecepatan pendekat 68 km/jam untuk kelandaian tersebut. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 2 pada baris untuk arah

1 (mendaki) dan arah 2 (menurun).

Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, V BD,NAIK dan kecepatan arus bebas menurun V BD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT.

Panjang

Arah 2: Turunan (km)

Arah 1: Tanjakan

5. Bandingkan kecepatan arus bebas untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan kecepatan mendaki dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan mendaki (V B,NAIK ) sebagai berikut:

a) Jika V B_DATAR <V BD_NAIK maka V BD_NAIK =V B,DATAR Masukkan V B,NAIK pada Kolom 7 Baris 1.

b) Jika V B,DATAR > V BD,NAIK maka hitung kecepatan arus bebas mendaki untuk kelandaian khusus sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Kolom 7:

keterangan:

V B,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, km/jam

V B,DATAR adalah kecepatan arus bebas untuk kondisi datar seperti dihitung di atas.

Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) segmen kelandaian khusus. L

adalah panjang segmen kelandaian khusus, km.

6. Bandingkan kecepatan arus bebas sesungguhnya untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan kecepatan menurun dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan menurun (V B,TURUN ) sebagai berikut:

a) Jika V B,DATAR <V BD,TURUN maka V B,TURUN =V B,DATAR Masukkan V B,DATAR pada Kolom 7 Baris 2.

b) Jika V B,DATAR >V BD,TURUN maka V B,TURUN =V BD,DATAR Masukkan FV B,TURUN pada Kolom 7 Baris 2.

7. Untuk menghitung kecepatan gabungan, perhatikan arus KR untuk kedua arah: Q KR1 adalah arus kendaraan ringan dalam arah 1 (menanjak) Q KR2 adalah arus kendaraan ringan dalam arah 2 (menurun) Q KR =Q KR1 +Q KR2 adalah arus kendaraan ringan dalam kedua arah, Kecepatan arus bebas rata-rata untuk kedua arah FV dihitung sebagai berikut:

Kecepatan arus bebas truk besar pada jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus harus dihitung dengan prosedur yang sama untuk kendaraan ringan seperti diuraikan di atas. Mula-mula, tentukan kecepatan arus bebas dasar pada kondisi datar V BD,TB,DATAR bagi Truk Besar dari Tabel 18 dan masukkan hasilnya dalam kolom 2 baris 0. Hitung kecepatan arus bebas datar bagi truk besar (V B,TB,DATAR ) seperti pada langkah B- 5b. Masukkan hasilnya dalam kolom 7 baris 0. Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki ((V BD,TB,NAIK ) gunakan tabel B- 6:2 di bawah, bukan Tabel 23, dan untuk hal 5b gunakan rumus berikut untuk menentukan kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, dan masukkan hasilnya dalam kolom 7:

V BD,TB,NAIK adalah kecepatan dasar arus bebas mendaki untuk truk besar (km/jam)

V B,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar yang disesuaikan (km/jam)

V B,TB,DATAR adalah kecepatan arus bebas truk besar untuk kondisi datar seperti dihitung di atas

Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) dari kelandaian khusus L

adalah kelandaian khusus (km)

Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar V BD,TB,NAIK pada kelandaian khusu, jalan 2/2TT Truk Besar, TB

Panjang

Kelandaian tanjakan

5.3 Analisis Kapasitas

Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah C-6 dan gunakan Formulir F3-JLK-KK dan bukan Formulir F3-JLK. Gunakan data masukan dari Formulir F1-JLK dan F2-JLK untuk menentukan kapasitas, dengan menggunakan Formulir F3-JLK.

keterangan:

C adalah kapasitas (skr/jam) C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)

FCW adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas FCPA

adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah FCHS

adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping

5.3.1 Langkah C-1: Kapasitas Dasar

Tentukan kapasitas dasar (C 0 ) dari Tabel 25 atau Tabel 26 dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom (11). (Perhatikan bahwa pengaruh tipe alinemen pada kapasitas juga dapat dihitung dengan penggunaan emp yang berbeda seperti yang diuraikan pada langkah A-3).

Tabel 25. Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT

Kapasitas dasar Tipe Jalan

Tipe alinemen

(smp/jam/lajur)

Tabel 26. Kapasitas dasar tipe jalan 2/2TT

Kapasitas dasar Tipe Jalan

Tipe alinemen

total kedua arah

(smp/jam)

Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 25, meskipun lajur yang bersangkutan tidak dengan lebar yang standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah C-2 di bawah).

5.3.2 Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas

Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 27 berdasar pada lebar efektif jalur atau lajur lalu lintas (L JE ) (lihat Formulir F1-JLK) dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom (12).

Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FC Lj )

Tipe jalan

Lebar efektif jalur lalu lintas

FC Lj

(L Lj-E ), m

Per Lajur

Per Lajur

Total dua

Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan untuk jalan empat-dan enam-lajur dalam Tabel 27.

5.3.3 Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA )

Hanya untuk jalan tak-terbagi, tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah dari Tabel 28 di bawah berdasar pada data masukan untuk kondisi lalu lintas dari Formulir F2-JLK, Kolom 13, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 13 Formulir F3-JLK. Tabel 28 memberikan faktor penyesuaian pemisahan arah untuk jalan dua-lajur

dua-arah (2/2) dan empat-lajur dua-arah (4/2) yang tak terbagi.

Tabel 28. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA )

Pemisahan arah SP %-%

50-50

55-45 60-40 65-35 70-30

Dua lajur: 2L2A

0,91 0,88 FC SP

Empat-lajur: 4L2A

Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom 13.

5.3.4 Langkah C-4: Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping

Tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dari Tabel 29 berdasar pada lebar efektif bahu L BE dari Formulir F1-JLK dan kelas hambatan samping (KHS) dari Formulir F2-JLK , dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom 14.

Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS )

Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC HS ) Tipe jalan

Kelas hambatan Lebar bahu efektif L BE ,m samping

> 2,0 Sangat rendah

0,97 Sangat Tinggi

0,96 Sangat rendah

Sangat Tinggi

Faktor penyesuaian kapasitas untuk 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FC HS untuk jalan empat lajur yang diberikan pada Tabel 29, disesuaikan seperti digambarkan di bawah:

keterangan: FC 6,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur FC 4,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur

5.3.5 Langkah C-5: Penentuan kapasitas pada kondisi lapangan

Tentukan kapasitas segmen jalan pada kondisi lapangan dengan bantuan data yang diisikan ke dalam Formulir F3-JLK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).

keterangan:

C adalah kapasitas (skr/jam)

C 0 adalah kapasitas dasar (skr/jam) FC Li adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas FC PA adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah FC HS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping

Kapasitas dasar dua-arah (C 0 ) ditentukan dari Tabel 30. Masukkan nilainya kedalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom 11.

Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT

Kapasitas dasar dua arah Panjang kelandaian, Km

% Kelandaian

(skr/jam) < 0,5 km

3.000 ≤ 0,8 Km

Semua kelandaian

2900 Keadaan-keadaan lain

Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FC LJ ) adalah sama seperti pada Tabel 30 di atas untuk jalan dua-lajur tak-terbagi. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom 12. Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (FC PA ) ditentukan dari Tabel C-6:2 di bawah. Ini didasarkan pada persentase lalu lintas pada arah mendaki (arah 1, Formulir F2-JLK Kolom 13). Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (13).

Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua lajur (FC PA )

Persen lalu lintas mendaki

Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC HS ) adalah sama seperti dalam Tabel 31 di atas. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (14). Tentukan kapasitas kelandaian khusus pada kondisi sesungguhnya dari nilai-nilai dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).

5.4 Langkah D: Kinerja Lalu Lintas

Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah D-4, Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Gunakan kondisi masukan yang ditentukan dalam Langkah A-3 (Formulir F2-JLK) dan kecepatan arus bebas dan kapasitas yang ditentukan dalam Langkah B dan C (Formulir F3- JLK) untuk menentukan derajat kejenuhan, kecepatan dan waktu tempuh, dan rasio iringan. Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis tingkat kinerja.

5.4.1 Langkah D-1: Derajat Kejenuhan

1. Lihat nilai arus total lalu lintas Q (smp/jam) dari Formulir F2-JLK Kolom 14 Baris 5 untuk jalan tak-terbagi, dan Kolom 14 Baris 3 dan 4 untuk masing-masing arah perjalanan dari jalan terbagi dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom

2. Dengan menggunakan kapasitas dari Kolom (15) Formulir F3-JLK, hitung rasio antara Q dan C yaitu derajat kejenuhan (D J ) dan masukkan nilainya ke dalam Kolom (22),

5.4.2 Langkah D-2: Kecepatan dan waktu tempuh

1. Tentukan kecepatan pada keadaan lalu lintas, hambatan samping dan kondisi geometrik lapangan sebagai berikut dengan bantuan Gambar 19 (jalan dua-lajur tak- terbagi) atau Gambar 20 (jalan empat lajur atau jalan satu-arah) sebagai berikut:

a) Masukkan nilai Derajat Kejenuhan (dari Kolom 22) pada sumbu horisontal (x) pada bagian bawah gambar.

b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik ini sampai memotong

tingkatan kecepatan arus bebas (V B dari Kolom 7).

c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (X) sampai memotong sumbu vertikal (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai untuk kecepatan kendaraan ringan untuk kendaraan ringan pada kondisi yang dianalisis.

d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK.

2. Masukkan panjang segmen L (km) pada Kolom 24 (Formulir F1-JLK).

3. Hitung waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan dalam jam untuk soal yang dipelajari, dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 25:

Waktu tempuh rata-rata, ..............................................................................19)

(Waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan T T  3.600)

Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT

Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur

5.4.3 Langkah D-3: Hanya untuk 2/2TT: Derajat Iringan (D I )

(Pada jalan dengan empat lajur atau lebih, iringan tidak diperhitungkan) Tentukan D I (hanya pada tipe jalan 2/2TT) berdasarkan derajat kejenuhan dalam Kolom 22

dengan menggunakan Gambar 21, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 31 Formulir F3- JLK. D I didefinisikan sebagai rasio antara jumlah kendaraan yang bergerak dalam peleton

(kend./jam) dan arus total (kend./jam) pada arah yang dipelajari, (Peleton didefinisikan sebagai arus kendaraan dengan waktu antara, headway (h), < 5detik terhadap kendaraan di

depannya). D I adalah:

Gambar 21. D I (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari D J

5.4.4 Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus

a) Tanpa lajur pendakian Pada umumnya, fokus kasus pada kelandaian khusus adalah kecepatan arus pada arah mendaki. Untuk perhitungan ini, gunakan Formulir F3-JLK-KK dan ikuti prosedur sebagai berikut:

1. Hitung derajat kejenuhan (D J ) dengan cara yang sama dalam Langkah D-1. Gunakan Kolom (21) dan (22) Formulir F3-JLK-KK.

2. Kecepatan mendaki pada kondisi kapasitas (V C,NAIK , km/jam) ditentukan berdasarkan kecepatan mendaki arus bebas dari Langkah B-6 dengan bantuan Gambar 19 (tipe jalan 2/2TT). Tentukan kecepatan pada kapasitas sebagai berikut:

a) Masukkan nilai D J =1 pada sumbu horisontal (x) pada bagian bawah gambar.

b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (y) dari titik ini sampai memotong

tingkatan kecepatan arus bebas (V B dari langkah B-6).

c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (x) sampai memotong sumbu vertikal (y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai kecepatan kendaraan ringan pada kondisi yang dianalisis.

d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK-KK.

3. Hitung perbedaan kecepatan antara kecepatan arus bebas mendaki V B,NAIK dan kecepatan mendaki pada kapasitas V C,NAIK . Kecepatan arus bebas mendaki telah dihitung pada langkah B-6 di atas dan telah dimasukkan ke dalam Formulir F3-JLK- KK Kolom 7, arah 1. Masukkan perbedaan kecepatan ( VB,NAIK - VC,NAIK ) dalam Kolom (24) Formulir F3-JLK-KK.

4. Hitung kecepatan mendaki KR menggunakan rumus dibawah ini:

) .............................................21) Masukkan hasilnya dalam kolom 25 Formulir F3-JLK-KK.

5. Waktu tempuh rata-rata dihitung dengan cara yang sama seperti pada Langkah D-2 di atas. Gunakan Kolom (26) dan (27) Formulir F3-JLK-KK.

6. Tentukan kecepatan truk besar pada kondisi lapangan sebagai berikut dan masukkan hasilnya kedalam Kolom 25, Formulir F3-JLK-KK:

keterangan:

V TB,NAIK adalah kecepatan truk besar pada kondisi lapangan (km/jam)

V B,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar (km/jam)

V C,NAIK adalah kecepatan arus mendaki kendaraan ringan

7. Jika kecepatan keseluruhan untuk kedua arah dikehendaki, maka Gambar 19 dalam Langkah D-2 dapat digunakan dengan ketelitian yang layak dengan menggunakan kombinasi kecepatan arus bebas mendaki+menurun seperti dihitung pada Langkah B-6 bagian 7, dan isikan hasilnya pada Formulir F3-JLK Kolom 20-25.

b) Dengan lajur pendakian Jika kelandaian tersebut mempunyai lajur pendakian, anggaplah arah yang mendaki sebagai satu arah dari jalan empat lajur tak-terbagi pada alinemen gunung apabila menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas dengan menggunakan Formulir F3-JLK-KK sebagai berikut:

1. Mulailah menghitung seperti diuraikan di atas pada keadaan tanpa lajur pendakian.

2. Anggap bahwa arus lalu lintas (Q, skr/jam) adalah sama seperti untuk keadaan tanpa lajur pendakian.

3. Tentukan kapasitas dasar sebesar 3/4 kapasitas dasar pada jalan empat lajur tak-terbagi pada alinemen gunung (Tabel C-1:1).

4. Tentukan penyesuaian untuk kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FC W ) dan hambatan samping (FC SF ) dengan menganggap bahwa jalan adalah empat lajur tak-terbagi dengan lebar lajur sama dengan lebar jalur lalu lintas dibagi tiga (CW/3).

5. Tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA ) dengan anggapan bahwa jalan adalah dua-lajur tak-terbagi biasa (Tabel 28).

6. Hitung kapasitas (skr/jam) dan derajat kejenuhan.

7. Gunakan Gambar 19 untuk menentukan kecepatan pada arah mendaki (V NAIK ) dengan anggapan bahwa kecepatan arus-bebas mendaki adalah sama dengan kecepatan mendaki arus bebas dasar (V BD,NAIK ) pada keadaan tanpa lajur pendakian (Kolom 2 Baris 1).

8. Tentukan kecepatan mendaki Truk Besar sama seperti pada penentuan nilai kecepatan bebas dasar mendaki Truk Besar (FV BD,TB,NAIK ) untuk situasi tanpa lajur pendakian (Kolom 2 Baris 1). Jika V TB,NAIK >V NAIK , maka V TB,NAIK =V NAIK

(V NAIK dari Langkah 7 di atas).

9. Jika "kecepatan rata-rata" kedua arah diminta, maka kombinasi Gambar 19 dan Gambar 20 dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang cukup teliti. Dalam hal ini gunakan kombinasi kecepatan arus bebas dasar mendaki+menurun yang dihitung dengan cara yang sama pada Langkah B-6. Gunakan nilai mendaki dan menurun dari kolom 2 baris 1 dan 2. Lakukan perhitungan "kecepatan rata-rata" sebagai berikut:

a) Hitung kecepatan maksimum V MAX dari Gambar 20 dengan nilai D J dari Kolom 22.

b) Hitung kecepatan minimum V MIN dari Gambar 19, tetapi dengan nilai D J sesuai untuk situasi tanpa lajur pendakian. Tentukan kapasitas sebagai kapasitas dasar dari Tabel 30. Jika D J > 1, maka gunakan D J = 1,0.

c) Hitung "kecepatan rata-rata" kedua arah (V) sebagai

Isikan hasilnya dalam Formulir F3-JLK, Kolom 20-25.

5.4.5 Langkah D-5: Penilaian Kinerja Lalu Lintas

Pedoman ini, direncanakan terutama untuk memperkirakan kapasitas jalan dan kinerja lalu lintas akibat kondisi tertentu yang berkenaan dengan rencana geometrik jalan, lalu lintas, dan lingkungan. Agar diperoleh kinerja lalu lintas yang dikehendaki berkenaan dengan kapasitas, kecepatan, dan lingkungan tertentu, yang biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, diperlukan beberapa perbaikan pada kondisi jalan sejauh pengetahuan para ahli, khususnya pada kondisi geometrik. Cara tercepat menilai hasil adalah melihat derajat kejenuhan (D J ), dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan "umur" fungsi jalan yang dikehendaki dari segmen jalan tersebut. Jika nilai D J yang didapat terlalu tinggi (> 0,75), perencana mungkin ingin merubah penampang melintang jalan, dsb., dan memulai perhitungan baru. Hal ini membutuhkan formulir baru dengan soal baru. Perhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja lalu lintas harus dikerjakan terlebih dahulu untuk setiap arah, agar dapat sampai pada penilaian menyeluruh.

6. Prosedur perhitungan untuk analisis perancangan

Untuk perancangan, masukan mengenai rencana geometrik jalan, data lalu lintas, dan data lingkungan hanya diketahui secara umum, tidak terinci; dan perkiraan arus lalu lintas biasanya dinyatakan dalam bentuk LHRT bukan sebagai arus jam puncak jam perencanaan. Konsekuensinya, anggapan-anggapan mengenai rencana geometrik, lalu lintas, dan Untuk perancangan, masukan mengenai rencana geometrik jalan, data lalu lintas, dan data lingkungan hanya diketahui secara umum, tidak terinci; dan perkiraan arus lalu lintas biasanya dinyatakan dalam bentuk LHRT bukan sebagai arus jam puncak jam perencanaan. Konsekuensinya, anggapan-anggapan mengenai rencana geometrik, lalu lintas, dan

Analisis perancangan biasanya dikerjakan untuk kombinasi dua arah, meskipun diperkirakan jalan tersebut akan mempunyai median. (Tidak ada masalah dengan ini karena anggapan pemisahan arah 50:50 dapat digunakan untuk perancangan).

6.1 Anggapan untuk berbagai tipe jalan

6.1.1 Jalan dua-lajur dua-arah tak-terbagi (2/2TT)

Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 2/2TT yang ideal adalah sebagai berikut: Fungsi jalan

: Arteri (nasional atau propinsi)

Penampang melintang : Jalur lalu lintas 7 m. Pada medan datar dan perbukitan, lebar efektif bahu 1,5 m pada kedua sisi, pada medan pegunungan lebar efektif bahu 1,0 m pada kedua sisi.

Jarak pandang : 50% dari segmen mempunyai jarak pandang minimum 300m (KJP

= B), pada medan pegunungan KJP = C.

Tipe alinemen

: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)

Lingkungan : Daerah pedalaman dengan pengembangan tata guna lahan di sisi

jalan 25%

Hambatan samping

: Rendah (lihat Bagian 1,3)

Komposisi lalu lintas

: Kendaraan Ringan (KR)

Kendaraan Menengah Berat (KMB)

Bis Besar (BB)

Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)

Sepeda Motor (SM)

Faktor-k : k= 0,11 (Arus jam perencanaan, Q JP = 0,11 LHRT) Pemisahan arah

6.1.2 Jalan empat-lajur dua-arah (4/2)

Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 4/2TT dan 4/2T yang ideal adalah sebagai berikut: Fungsi jalan

: Arteri (nasional atau propinsi)

Jalur lalu lintas :2 2 lajur, dengan masing-masing lebar lajur 3,50m Bahu jalan

: Jalan tak-terbagi (4/2TT)

Lebar bahu efektif rata-rata 1,50m pada kedua sisi pada medan datar dan perbukitan, dan 1,0m pada medan pegunungan.

Jalan terbagi (4/2TT) Lebar bahu efektif rata-rata:

 1,0m (dalam 0,25m dan luar 1,75m) per arah pada medan

datar dan perbukitan

 1,50m (dalam 0,25m dan luar 1,25m) per arah pada medan

pegunungan.

Jarak pandang : 75% dari segmen mempunyai jarak pandang ≥ 300m (KJP = A) Tipe alinemen

: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)

Lingkungan : Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di

sisi jalan 50%

Hambatan samping

: Sedang (lihat Bagian 1,3)

Komposisi lalu lintas

: Kendaraan Ringan (KR)

Kendaraan Menengah Berat (KMB)

Bis Besar (BB)

Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)

Sepeda Motor (SM)

Faktor-k : k= 0,11 (Arus jam perencanaan, Q JP = 0,11 LHRT) Pemisahan arah

6.1.3 Jalan enam-lajur dua-arah (6/2T)

Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 6/2T yang ideal adalah sebagai berikut: Fungsi jalan

: Arteri (nasional atau propinsi)

Jalur lalu lintas :3 2 lajur, dengan masing-masing lebar lajur 3,50m Median

: Ada

Bahu jalan : Lebar bahu efektif rata-rata 2,0m (dalam 0,25m dan luar 1,75m)/per arah pada medan datar dan perbukitan, 1,50m pada medan pegunungan (dalam 0,25m dan luar 1,25m).

Jarak pandang : 75% dari segmen mempunyai jarak pandang ≥ 300m (KJP = A) Tipe alinemen

: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)

Lingkungan : Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di

sisi jalan 50%

Hambatan samping

: Sedang (lihat Bagian 1,3)

Komposisi lalu lintas

: Kendaraan Ringan (KR)

Kendaraan Menengah Berat (KMB)

Bis Besar (BB)

Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)

Sepeda Motor (SM)

Faktor-k : k= 0,11 (Arus jam perencanaan, Q JP = 0,11 LHRT) Pemisahan arah

6.2 Analisis kinerja lalu lintas

Dengan dasar anggapan-anggapan yang tercatat pada Bagian 4.1 di atas, prosedur yang diusulkan untuk analisis operasional dan perencanaan telah digunakan untuk membuat Tabel 32 di bawah, yang menghubungkan LHRT atau Q JP dengan kinerja lalu lintas berupa: -

Kecepatan arus bebas (sama dengan kecepatan pada arus mendekati 0), -

Derajat kejenuhan, dan -

Kecepatan (km/jam) pada berbagai nilai arus dan derajat kejenuhan. Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, kinerja lalu lintasnya ditambah dengan Derajat Iringan.

Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT

Tabel 32 dapat digunakan terutama untuk: a)

Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan tingkatan LHRT atau jam rencana (Q JP ) tertentu, Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus antara.

b) Memperkirakan arus lalu lintas tahunan rata-rata (LHRT) yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam ukuran kinerja lalu lintas yang dinyatakan dalam derajat kejenuhan, kecepatan, dan derajat iringan yang masih diijinkan.

Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak diberlakukan atau tidak diketahui, maka Tabel 32 dapat dipergunakan dengan memakai arus jam rencana (Q JP ) sebagai berikut:

Hitung parameter berikut:

1. Hitung Q JP = LHRT  k (kend./jam)

2. Hitung faktor-P untuk mengubah kend./jam menjadi skr/jam dengan menggunakan komposisi lalu lintas dan ekr (lihat Formulir F2-JLK) sebagai berikut: Kondisi lapangan:

P act = (%KR act .emp KR +%KMB act .emp KMB +%BB act .emp BB +%TB act .emp TB +%SM act .emp SM )/100

Anggapan kondisi standar (lihat Bagian 4.1) P ass = (%KR ass .emp KR +%KMB ass .emp KMB +%BB ass .emp BB +%TB ass .emp TB +%SM ass .emp SM )/100

3. Hitung arus jam rencana yang telah disesuaikan (Q JP adj ) dalam kend./jam:

Q JP,adj =Q LHRT kP act /P ass (kend./jam)

4. Gunakan nilai terhitung Q JP,adj dan bukan Q JP ketika menggunakan Tabel 32.

Tidak diperlukan formulir kerja untuk melaksanakan evaluasi yang disebutkan di atas. Meskipun demikian, jika kondisinya berbeda cukup berarti dari kondisi anggapan yang diberikan pada Bagian 4.1 di atas, maka harus digunakan nilai-nilai yang sesuai, dan analisis operasional/perencanaan dilakukan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 3. Hal pertama adalah konversi dari LHRT ke jam puncak, dengan menggunakan faktor k (nilai normal: k = 0,11). Contoh masalah di mana analisis operasional diperlukan adalah: -

jika lalu lintas sangat berbeda dari yang dianggap, misalnya, dalam nilai-k, komposisi lalu lintas, dan pemisahan arah. Formulir F2-JLK oleh karenanya harus digunakan untuk menghitung arus jam rencana, dan Formulir F3-JLK digunakan untuk perhitu- ngan ukuran kinerja (jalan) yang berbeda.

jika lebar jalur lalu lintas segmen rencana yang dianalisis sangat berbeda dari anggapan dasar.

jika alinemen horisontal dan vertikal sangat berbeda dari tipe alinemen yang dianggap.

jika guna lahan dan hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dari anggapan yang dibuat.