BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Analisis Musikal Dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir Di Kota Sibolga

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1 Suku Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada

  di wilayah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku ini mendiami sebagian besar daerah pinggiran pantai dan sebagian kecil daerah pegunungan yang terdapat dalam empat bagian wilayah kecamatan. Daerah pinggiran pantai terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota.

  Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari Kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Mereka berasal dari keturunan beberapa suku, seperti Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadatnya sebagai identitas baru (Takari 2008:124).

  Setiap suku di seluruh Nusantara mempunyai adat-istiadat yang berbeda satu dengan lain. Hal ini juga berlaku pada Suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut berhubungan erat dengan norma-norma dalam agama Islam. Suku Pesisir Sibolga menyebutnya dengan istilah sumando. 1 Suku dalam tulisan ini adalah memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan

  etnik, kelompok etnik, atau suku bangsa. Yang dimaksud suku adalah sekelompok manusia yang dipandang memiliki hubungan genelaogis secara umum sama pada awalnya, kemudian mereka memiliki bahasa dan kebudayaan yang sama, yang dipandang sebagai sebuah kelompok etnik sendiri yang mandiri, baik oleh etnik di luar mereka atau oleh mereka sendiri. Untuk dapat memahami siapakah orang Pesisir, yang menjadi pendukung seni dampeng dalam skripsi ini, maka sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Naroll 1965:32).

  Sumando memiliki beberapa pengertian dalam Suku Pesisir. Menurut

  Pasaribu, sumando adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan Suku Pesisir, meliputi adat-istiadat Pesisir, kesenian Pesisir, bahasa Pesisir, makanan Pesisir, dan lain-lain (dalam Sitompul 2013:3). Sumando juga dapat diartikan sebagai suatu pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lain diikat dengan pernikahan menurut agama Islam dan dikukuhkan dengan adat Pesisir (Radjoki 2012:29). Selain itu, sumando merupakan sebuah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu perkawinan yang

  2

  melaksanakannya sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Dengan demikian,

  sumando merupakan gabungan gagasan dan tindakan yang terwujud dalam aktivitas.

  Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat

  sumando. Pelaksanaan upacara adat sumando merupakan “campuran” dari hukum

  Islam, adat Minangkabau, dan Batak (Sitompul 2013:9). Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Upacara adat

  sumando meliputi siklus kehidupan suatu individu, antara lain upacara adat

  perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun tanah (turun karai), sunat Rasul (khitanan), membangun atau menempati rumah baru, upa-upa sumangek, penyambutan tamu, dan kematian atau pengebumian.

  Upacara adat perkawinan Suku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap minggunya. Umumnya, upacara adat perkawinan dan akad nikah dilaksanakan pada hari sabtu. Sedangkan resepsi perkawinan dilaksanakan pada hari Minggu. Penulis yang lahir di Kota Sibolga, 2 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Khairil Hasni. Beliau adalah seorang musisi

  Sikambang. Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2014 di Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas pemakaian suatu perkawinan Suku Pesisir dengan melaksanakan adat sumando.

  Menurut adat sumando, upacara adat Perkawinan Suku Pesisir dibagi dalam dua jenis gala, yaitu gala IX dan gala XII. Gala merupakan gelar yang ditentukan dalam upacara adat perkawinan pengantin dan berkenaan dengan seluruh syarat perlengkapan upacara adat perkawinan. Gala lazimnya dibicarakan dan disepakati bersama oleh pihak pengantin laki-laki, pengantin perempuan, kepala desa, dan pemuka adat dalam upacara adat mengantar uang (mangata

  kepeng). Gala IX dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 9 warna selendang dan menyembelih kambing.

  Sedangkan gala XII dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 12 warna selendang dan menyembelih lembu.

  Selendang dan penyembelihan hewan memiliki makna dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Selendang bermakna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti, Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau yang dilambangkan oleh persatuan warna-warna yang terdapat dalam latar belakang suku-suku tersebut di atas. Sedangkan penyembelihan hewan bermakna menunjukkan status golongan dari masyarakat Suku Pesisir yang melangsungkan upacara adat perkawinan tersebut.

  Pada tanggal 15 Maret 2014 lalu, penulis mendapat informasi tentang adanya pelaksanaan perkawinan Suku Pesisir dengan adat sumando melalui

  sumando dengan gala IX atau gala XII yang dilaksanakan dalam perkawinan

  Suku Pesisir. Hal itu disebabkan oleh pelaksanaan upacara adat Perkawinan sumando dengan gala IX atau XII turut melibatkan kesenian Pesisir.

  Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah kesenian sikambang. Kesenian sikambang terdapat dalam tahap puncak pelaksanaan upacara adat perkawinan.

  Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik vokal, dan tari. Musik instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu kapulo

  pinang, lagu dampeng, lagu kapri, lagu duo, dan lagu sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak.

  Kesenian ini dibawakan oleh para seniman-seniman yang berasal dari masyarakat Suku Pesisir. Secara umum, seniman kesenian sikambang berumur 40-50 tahun.

  Salah satu peranan kesenian sikambang tertuang dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir.

  Pada suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang Kota Sibolga pada tanggal 15 Maret 2014 yang lalu juga, penulis melihat sekelompok laki-laki yang merupakan seniman kesenian sikambang.

  Fakta yang penulis dapat yaitu mereka berasal dari 3 domisili daerah dan grup yang berbeda, yaitu grup Nyiur Melambai dari kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, grup Kesenian Sikambang Sepakat Bersama (KSSB) dari Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah dan grup Rajo Janggi dari Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan mengetahui tentang seniman sikambang Pesisir dari 3 domisili daerah. dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, grup seniman kesenian sikambang Pesisir Kota Sibolga dipanggil secara khusus dalam suatu upacara adat perkawinan. Namun saat upacara adat tersebut, kedua grup lainnya dipanggil dan digabungkan karena jumlah seniman grup Rajo Janggi semakin berkurang dan kurangnya kemampuan dalam menyajikan kesenian sikambang dengan jumlah penyaji yang terbatas.

  Selain itu, menurut Bapak Syahriman Hutajulu, penyajian kesenian

  sikambang juga telah sering ditiadakan atau tidak dilaksanakan secara

  keseluruhan dalam suatu upacara adat perkawinan. Hal itu terjadi atas dasar permintaan dan kesepakatan bersama antara pihak keluarga pengantin laki-laki dan perempuan dengan pemuka adat dan kepala desa.

  Kesenian sikambang baik nyanyian, musik iringan, tarian, maupun aspek sosial yang terdapat di dalam sumando menarik perhatian penulis. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan memahami lebih jauh lagi tentang

  dampeng. Dampeng merupakan bagian kesenian sikambang dan bagian adat

  perkawinan Suku Pesisir. Dampeng berperan penting dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Namun, pelaksanaan dampeng berintensitas rendah dalam setiap perhelatan upacara adat perkawinan.

  Dampeng adalah nyanyian tanpa iringan instrumen (a capella). Menurut

  adat sumando, dampeng dinyanyikan oleh sekelompok laki-laki. Penyaji dampeng terdiri dari 7 sampai 12 orang. Penyaji tersebut merupakan seniman sikambang yang dipanggil secara khusus untuk menyajikan dampeng. Namun kini, penyaji

  dampeng dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga

  tidak dibatasi jumlahnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan ekonomi dan

  Mereka biasanya terbagi dalam dua bagian kelompok yakni pemimpin

  dampeng (solo leader) yang dilakukan secara bergantian dan yang lainnya

  menjadi perespon nyanyian (group chorus). Dalam penyajiannya, dampeng dibawakan dengan gaya responsorial (call and response). Selain itu, dampeng merupakan nyanyian dengan bentuk melodi yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang baru (strophic).

  Teks dampeng berisikan nasihat-nasihat atau pengalaman-pengalaman yang diambil dari proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk pantun yang bersahut-sahutan. Isi teks dampeng disampaikan dan ditujukan kepada kedua pengantin, orang tua kedua pengantin, dan undangan yang hadir dalam upacara.

  Dalam suatu upacara adat perkawinan, dampeng akan disajikan pada dua tahap, yaitu (1) tahap memberangkatkan pengantin laki-laki (marapule) dan pihak keluarga pengantin laki-laki untuk memulai acara mengarak pengantin laki-laki dari rumahnya menuju rumah pengantin perempuan (anak daro) dalam menjalani akad nikah (mangarak marapule) dan (2) mengantarkan pengantin laki-laki dari pelaminannya menuju pelaminan pengantin perempuan untuk menyandingkan kedua pengantin (mampelok tampek basanding).

  Dalam tahap mangarak marapule, dampeng disajikan pada siang hari dan dibawakan pada dua bagian acara, yaitu (1) dampeng mangarak dinyanyikan pada saat pengantin laki-laki diberangkatkan menuju rumah pengantin perempuan, (2)

  dampeng barande dinyanyikan pada saat tari rande ditampilkan di depan

  pengantin laki-laki dan orangtua pengantin laki-laki sebelum menjalani acara akad

  basanding disajikan di dalam rumah pengantin perempuan pada malam hari

  3

  dalam acara malam kesenian sikambang. Dampeng merupakan bagian dari upacara adat perkawinan Suku Pesisir yang khusus disajikan apabila kedua pengantin menentukan dan memilih adat gala IX atau gala XII.

  Berdasarkan penentuan gala, dampeng akan dibawakan sesuai dengan jumlah gala yang dimilikinya, yaitu gala IX atau gala XII. Apabila upacara adat perkawinan tersebut menggunakan gala IX, maka dampeng akan dibawakan sebanyak 9 kali dalam setiap tahap upacara. Demikian pula dengan gala XII,

  dampeng akan dinyanyikan sebanyak 12 kali dalam setiap tahap upacara, baik upacara mangarak marapule maupun upacara mampelok tampek basanding.

  Penyajian dampeng dalam tahap mangarak marapule memiliki satu aturan, yakni dampeng mangarak dan dampeng barande harus dibawakan dengan hitungan ganjil. Hal ini terlihat melalui penyajian dampeng mangarak dibawakan sebanyak 5 kali dan dampeng barande dibawakan sebanyak 7 kali. Selanjutnya, penyajian dampeng basanding dalam tahap mampelok tampek basanding dibawakan sebanyak 12 kali.

  Namun sekarang ini telah dijumpai suatu upacara adat perkawinan gala

  XII yang menyimpang dari syarat-syarat yang ditentukan. Misalnya, penyembelihan lembu digantikan dengan ayam dan pemasangan selendang berkurang jumlahnya dari 12 warna. Selain itu, penyajian dampeng telah dilaksanakan secara tidak menyeluruh dalam suatu upacara adat perkawinan.

  Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara perkawinan dampeng hanya dibawakan dalam tahap mampelok tampek basanding atau tahap mangarak

  marapule. 3 Hasil wawancara penulis dengan Pak Khairil Hasni pada tanggal 14 Maret 2014 dan pengamatan penulis pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir pada tanggal 15 Maret 2014 di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga.

  Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Makna-makna tersebut terpendam dalam masyarakatnya, adat-istiadatnya, senimannya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui pemahaman itu, penulis akan melakukan penelitian yang dapat menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang kebudayaan Suku Pesisir.

  Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dampeng mencakup empat aspek yang menarik perhatian penulis, yakni (1) struktur melodi dampeng sebagai musik vokal Suku Pesisir; (2) makna teks dampeng yang disajikan untuk kedua pengantin pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir Kota Sibolga; (3) proses penyajian dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga; dan (4) proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

  Keempat hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologis sebagai bidang keilmuan yang penulis geluti selama empat tahun terakhir ini. Apa yang dimaksud etnomusikologi itu adalah seperti berikut ini: Ethnomusicology is the study of music in its cultural context.

  Ethnomusicologists approach music as a social process in order to understand not only what music is but why it is: what music means to its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed.

  Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working field may have training in music, cultural, anthropology, folkore, performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities, and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods: (1) Taking a global approach to music (regardless of area of origin, style, or genre). (2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is shaped by its cultural context). (3) Engaging in ethnographic fieldwork (participating in and observing the music being studied, frequently gaining facility in another music tradition as a performer or theorist), and historical research. researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to all elements of social life. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural study of music, and a range of more specialized classes (e.g., sacred music traditions, music and politics, disciplinary approaches, and methods). Ethnomusicologists also play a role in public culture. Partnering with the music communities that they study, ethnomusicologists may promote and document music traditions or participate in projects that involve cultural policy, conflict resolution, medicine, arts programming, or community music. Ethnomusicolo- gists may work with museums, cultural festivals, recording labels, and other institutions that promote the appreciation of the world’s musics. http://www.ethnomusicology.org/ ?page= whatisethnomusicology Dari kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka dapat dipahami bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya.

  Etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut.

  Etnomusikologi sangat interdisipliner. Para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, ilmuwan antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi gender, studi ras atau etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu- ilmu humaniora dan sosial. Namun, semua etnomusikolog berbagi landasan yang koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: 1) Mengambil pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). 2) Memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang dibentuk oleh konteks budaya). 3) Melakukan penelitian lapangan etnografi (berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian sejarah musik. belajar musik dari setiap bagian di dunia ini dan menyelidiki koneksi ke semua elemen kehidupan sosial. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik, mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan metode). Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan, pemrograman seni, atau komunitas musik.

  Etnomusikolog dapat bekerja pada museum, festival budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuan yang penulis lakukan adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti tersebut di atas.

  Melalui empat hal yang telah penulis tentukan dalam seni dampeng ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang struktur melodi dan makna teks dampeng serta rangkaian upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa alasan yang menarik perhatian penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis

  dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, sehingga

  mendapatkan dan memberikan makna yang terkandung dalam dampeng terhadap Suku Pesisir Kota Sibolga. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penulis memfokuskan penelitian pada dampeng dan menuliskannya dalam karya ilmiah dengan judul: Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

  1.2 Pokok Masalah

  Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang di atas, penulis menentukan dua pokok masalah untuk membatasi wilayah pembahasan. Adapun pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah struktur melodi dampeng yang disajikan dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga?

  2. Apakah makna teks dampeng yang disajikan dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga?

  1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan memperoleh manfaat penelitian. Berikut ini, penulis menguraikan tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

  1.3.1 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui struktur melodi dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

  2. Untuk mengetahui makna teks dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

  1.3.2 Manfaat Penelitian

  1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan membekali kemampuan selaku mahasiswi Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara.

  2. Sebagai dokumentasi kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga dan secara khusus dapat memotivasi generasi muda Suku Pesisir Kota Sibolga.

  3. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sibolga.

  4. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang kebudayaan Suku Pesisir di Perpustakaan Umum Kota Sibolga.

  5. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang memiliki keterkaitan judul penelitian dengan dampeng.

1.4 Konsep dan Teori

  Melalui konsep dan teori, penulis diarahkan dan difokuskan untuk memperoleh gambaran tentang objek penelitian dan memecahkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep dan teori juga berfungsi sebagai pedoman dan dasar untuk mencari dan melengkapi data-data yang dibutuhkan.

1.4.1 Konsep

  Konsep menurut R. Merton (dalam buku Koetjaraningrat 1983:21) merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris. Sedangkan Koentjaraningrat (2009:85) mengatakan bahwa, konsep merupakan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas- asas tertentu secara konsisten. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menggambarkan hubungan beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini melalui definisinya.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berpedoman dengan definisi di atas, kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian dan penelaahan objek penelitian. Melodi dan teks dampeng yang diperoleh sebagai inti penelitian diuraikan dan ditelaah untuk mendapat pengertian dan pemahaman tentang dampeng secara keseluruhan.

  Musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition (Merriam1964:27) didefinisikan sebagai berikut: That one of the fine arts which is

  concerned with the combination of sounds with a view to beauty of form and the expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah salah satu bagian

  seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-bunyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran atau perasaan.

  Selain itu, musik diartikan American College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and

  emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony, and color. Definisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang

  bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna. adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan di mana mengandung kombinasi bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan berbagai ide serta emosi.

  Dampeng pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga

  dapat penulis nyatakan sebagai objek kajian Etnomusikologi, karena terbentuk dari bunyi-bunyian, emosi, struktur, dan bentuk dan diklasifikasikan sebagai nyanyian. Selain itu, dampeng juga mengandung elemen melodi, ritme, harmoni, dan tekstur. Berdasarkan seluruh pemaparan di atas, tulisan ini membahas tentang struktur musik dampeng yang difokuskan pada melodi.

  Melodi menurut Michael Pilhofer and Holly Day (2007:219) dalam buku

  Music Theory for Dummies, adalah sebagai berikut: The melody is the part of the song we can’t get out of our heads. The melody is the lead line of a song, the part that the harmony is built around, and the part of the song that gives as much glimpse into the emotion of a piece as the rhythm does. Artinya secara harfiah

  yaitu melodi adalah bagian dari lagu di mana kita tidak dapat melepaskannya dari kepala kita. Melodi adalah garis awal dan akhir dari sebuah lagu, bagian yang membangun harmoni, dan bagian dari lagu yang memberikan banyak pengenalan ke dalam suatu emosi sebagaimana ritme juga.

  Kebudayaan musik dunia mengandung unsur-unsur musikal secara murni. Unsur-unsur musikal tersebut meliputi nada, ritme, harmoni, tekstur, dan bentuk. Namun, unsur-unsur musikal terbentuk bersama berbagai unsur lainnya. Berbagai unsur lainnya memiliki peranan dan tujuan yang sama. Mereka terlibat dan mendukung unsur-unsur musikal.

  Bahasa merupakan salah satu unsur pendukung kebudayaan musik dunia. penyampaian suatu kebudayaan musik, baik dalam seni pertunjukan maupun pertunjukan kultural. Dengan demikian, bahasa menjadi sarana komunikasi lisan dalam setiap pertunjukan seni. Bahasa dalam pertunjukan seni sering disebut sebagai teks.

  Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa

  Indonesia edisi keempat 2008:1474). Dari definisi teks di atas, tekstual berarti hal

  yang berikatan dengan suatu teks. Teks mengacu pada syair-syair dampeng yang disajikan dalam bentuk pantun. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis makna teks yaitu berupa naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang dampeng.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:1595), ada 3 pengertian upacara, yaitu (1) tanda-tanda kebesaran; (2) peralatan (menurut adat-istiadat); tingkah laku atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama; dan (3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Berdasarkan 3 pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa upacara adalah perayaan yang diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dan sakral yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.

  Menurut Koentjaraningrat (2009:93), adat merupakan seluruh pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), ada 2 pengertian adat yakni: (1) aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; (2) kebiasaan; cara yang sudah menjadi kebiasaan. adalah aturan dan kebiasaan yang lazim dilakukan berdasarkan gabungan pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh suatu masyarakat.

  Adat dalam Suku Pesisir disebut dengan istilah adat sumando. Adat

  sumando Pesisir memiliki beberapa konsep pengertian. Sumando dapat diartikan

  sebagai kebudayaan Pesisir meliputi keseluruhan aspeknya, baik adat istiadat, kesenian, bahasa, dan makanan. Sumando dapat mengacu pada panggilan untuk setiap pemuda yang menikah dengan pemudi Pesisir. Selain itu, sumando juga merupakan pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lain diikat dengan pernikahan menurut Agama Islam dan dikukuhkan dengan adat Pesisir. Dengan demikian, sumando adalah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu upacara yang melaksanakannya sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

  Menurut Djojodigoeno (dalam Koentjaraningrat 2009:119), suku merupakan suatu masyarakat yang terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan.

  Sedangkan suku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58) adalah golongan orang-orang (keluarga) yg seturunan; suku sakat; golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar; golongan orang sebagian dari kaum yang seketurunan. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa, suku merupakan suatu masyarakat hidup berdampingan yang terdiri dari golongan kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta mempunyai rasa identitas yang sama.

  Pesisir adalah suatu masyarakat yang hidup berdampingan dengan melaksanakan sistem, aktivitas adat tertentu sebagai gabungan golongan sama. Menurut Takari dkk. (dalam Sitompul 2013:2) menyatakan bahwa kebudayaan masyarakat Pesisir adalah merupakan melting pot (creole) antara keturunan beberapa kelompok etnik, seperti: Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola, dan Melayu. Namun, secara mendalam seseorang dikenal dan diidentitaskan sebagai masyarakat pendukung Suku Pesisir apabila ia melakukan, melaksanakan dan mengikuti sumando Pesisir, yaitu: 1) adat Pesisir; 2) kesenian Pesisir; 3) bahasa Pesisir; dan 4) makanan Pesisir (Radjoki 2012:29).

  Ada 6 tahap proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir, yaitu (1) risik-

  risik atau sirih tanyo; (2) marisik; (3) maminang; (4) manganta kepeng atau batunangan; (5) mato karajo; dan (6) balik ari atau tapanggi (dalam Sitompul

  2013:62).

  Koentjaraningrat (1989:92) menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu tahap dalam siklus hidup manusia. Tahap-tahap yang ada di sepanjang hidup manusia seperti masa bayi, masa anak-anak, masa remaja, masa pubertas, masa sesudah menikah, masa tua, dan sebagainya. Perkawinan juga merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antar sesama manusia yang berlainan jenis kelamin. Perkawinan bertujuan untuk mencapai suatu tingkat kehidupan yang lebih dewasa dan pada beberapa kelompok masyarakat kesukuan perkawinan dianggap sebagai alat agar seorang mendapat status yang lebih diakui ditengah kelompoknya.

  Berdasarkan pengertian di atas, pelaksanaan upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga merupakan media budaya agar masyarakat Suku Pesisir mendapat status yang lebih diakui ditengah kelompoknya. Hal tersebut tercermin dalam pelaksanaan sumando dalam setiap perkawinan Suku Pesisir di satu bagian dari siklus hidupnya.

1.4.2 Teori Teori merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ilmiah.

  Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of

  interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.

  Artinya secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep, definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dari fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan fenomena tersebut. Dengan ini, penulis menggunakan teori untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan.

  Untuk mengetahui sistem upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, penulis berpedoman pada sistem upacara keagamaan yang menjadi perhatian dari para ahli antropologi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2009:296), yakni secara khusus mengandung empat aspek: (1) tempat upacara dilakukan; (2) saat-saat upacara dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

  Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang berbeda. Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh setiap pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut dapat berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan, fungsi, pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.

  Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia 1973:3). Dengan demikian pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah- istilah ideal dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.

  Tradisi lisan dalam pewarisan kebudayaan musik menciptakan berbagai ragam variasi musik dan materi-materi lisan. Dampeng merupakan bagian dari pewarisan musik vokal Suku Pesisir yang tercipta bersamaan dengan perubahan waktu dan lingkungan sebagai konsekuensi dari tradisi lisan. Selain itu, generasi pewaris dampeng juga menambahkan ragam baru melalui bakat musikalitas dan semangat yang menambah keindahan bunyi dampeng.

  Suatu kebudayaan musik mengandung tiga level analisis, antara lain konseptualisasi tentang musik, perilaku yang berhubungan dengan musik, dan bunyi musik itu sendiri (Merriam 1964: 32). Dalam hal ini, peneliti memilih analisisi level ketiga yaitu bunyi musik itu sendiri. Merriam menyatakan bahwa bunyi mempunyai struktur dan merupakan sebuah sistem. Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti melakukan analisis struktur bunyi musik yaitu struktur melodi

  dampeng dalam kebudayaan musik Suku Pesisir.

  Dalam menganalisis struktur melodi dampeng penulis berpedoman pada teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P.

  Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada (scale); (2) nada dasar (pitch center); (3) wilayah nada (range); (4) jumlah nada (frequency of notes); (5) jumlah interval (prevalent intervals); (6) pola kadensa (cadence patterns); (7) formula melodik (melodic formulas); dan (8)

  Selain itu, untuk mendukung teori weighted scale (bobot tangga nada) digunakan juga cara mendeskripsikan musik (description of musical

  compositions) yang dikemukakan oleh Bruno Nettl. Hal-hal yang patut

  diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi dampeng, yaitu (1) tonalitas, (2) ritme, (3) bentuk, (4) tempo, dan (5) kontur melodi (1964:1450-1550).

  Untuk membantu proses analisa struktur melodi dampeng, penulis menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses menotasikan bunyi yang didengar dan mengalihkan bunyi menjadi simbol visual. Dalam menyelesaikan transkripsi, penulis berpedoman pada notasi musik yang dikemukakan oleh Seeger (1967), yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi preskriptif merupakan notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan ciri-ciri dan detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

  Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menggunakan notasi deskriptif dalam pembahasan transkripsi melodi dampeng. Hal ini didasari oleh tujuan notasi deskriptif yang menyampaikan informasi tentang dampeng secara jelas dan mendetail, sehingga harapan komponis dampeng dapat diungkapkan.

  Salah satu sumber daya untuk dapat memahami perilaku manusia melalui hubungannya dengan musik adalah teks. Meskipun teks adalah perilaku bahasa, tetapi bunyi musik dan teks merupakan satu bagian integral dalam musik (Merriam 1964:187). Dalam musik vokal dampeng, teks merupakan karakteristik penting lainnya, di mana melodi dampeng yang sama dinyanyikan dengan teks

  Studi teks juga memberikan kesempatan dalam menemukan hubungan- hubungan antara aksen bahasa dan aksen musik sebagai reaksi musikal (Nettl 1977:9). Untuk menganalisa struktur teks dampeng, penulis berpedoman pada teori William P. Malm. Dalam buku terjemahan Music Culture of the Pasific, the

  Near East, and Asia, ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting

  diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik.

  Dalam mendalami makna-makna teks dalam dampeng, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani,

  semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan

  bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Menurut Ferdinand de Saussure (perintis semiotika dan ahli bahasa), semiotik adalah the study of “the life of signs within society”.

  Secara harafiah dapat diartikan dengan studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Selain itu, teori pendekatan semiotik sosial (social semiotics) yang diperkenalkan oleh Halliday juga menyatakan bahwa bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, kedua teori di atas akan mengarahkan penulis untuk menganalisis makna tersurat dan tersirat dampeng di balik penggunaan lambang dalam kehidupan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.5 Metode Penelitian

  Menurut Koetjaraningrat (2009:35), metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis 2006:24). Jadi, metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengumpulkan, mengkhususkan, dan menerangkan data dengan penguraian makna-makna.

1.5.1 Studi Pustaka

  Koetnjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian. Melalui studi pustaka, penulis sebagai peneliti awam diperkaya dengan informasi-informasi pendukung awal dalam berbagai sumber buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

  Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu

  desk work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan

  tergolong ke dalam kerja laboratorium. Di mana sebelum melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat.

  Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan. lapangan.

  Studi kepustakaan juga membantu penulis dalam menemukan data-data yang berhubungan dengan kinerja dan pengembangan tulisan ini. Tahap awal yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Selanjutnya, penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Kota Sibolga, dan artikel-artikel lainnya yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

  Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknologi internet, sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com dan website resmi Kota Sibolga, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti www.wikipedia.com, repository Universitas Sumatera Utara, blog-blog, dokumen PDF (portable data file), dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel, dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

  Dalam penelitian lapangan, peneliti sekaligus penulis menunggu terjadinya gejala yang menjadi objek dan masuk ke dalamnya yaitu dampeng dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Untuk itu, penelitian lapangan bersifat penting untuk mengumpulkan fakta-fakta dan keterangan dilakukan dengan menceburkan diri dan mengamati dampeng secara berulang- ulang dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga untuk memperoleh data yang maksimal. Wawancara dilakukan dengan berinteraksi pada peserta upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Secara khusus dilaksanakan dengan informan pangkal terutama kepada informan pokok atau kunci sebagai narasumber penulis. Perekaman atau dokumentasi dilakukan dengan sebaik- baiknya di mana penulis melakukan rekaman audio secara fokus untuk memperoleh data melodi dampeng dan rekaman audiovisual untuk memperoleh proses penyajian dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.5.2.1 Observasi

  Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis 2006:63). Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit (Burhan Bungin 2007:115).

  Observasi yang dilakukan penulis bertujuan untuk melihat dan mengetahui secara jelas tentang dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Selain mengamati dampeng dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir, penulis juga berkomunikasi dengan pelaku upacara adat lainnya secara

  Tahap awal kerja lapangan ini dilakukan dengan cara observasi langsung ke lapangan, yaitu mengikuti dan melihat upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga yang melaksanakan adat sumando dan dampeng, melakukan pengamatan serta berbaur dengan peserta upacara, baik pengantin, orang tua pengantin, tamu dan undangan, serta penyaji dampeng. Hal itu dilakukan agar mendapat komunikasi yang baik dengan masyarakat dan peserta upacara adat yang lainnya demi mendapat informasi yang lebih baik.

1.5.2.2 Wawancara

  Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang melengkapi dan menjelaskan data yang diperoleh melalui observasi.

  Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 2006:64).

  Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dalam rangka mengumpulkan keterangan-keterangan tentang dampeng dalam kehidupan Suku Pesisir.

  Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan pada umumnya ada beberapa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.

  Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar: (1) wawancara berencana (standardized interview) dan (2) wawancara tak berencana (standardized interview). Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat. Demikian macam metode wawancara tak berencana secara lebih khusus dapat dibagi ke dalam (a) metode wawancara berstruktur (structured interview) dan (b) metode wawancara tak berstruktur (unstructured interview). Wawancara tak berstruktur juga dapat dbedakan secara lebih khusus lagi dalam dua golongan, bebas (free interview).

Dokumen yang terkait

Fungsi Dan Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik Sikambang Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Di Kecamatan Sibolga Kota

8 89 121

Analisis Tekstual Onang-Onang Dalam Upacara Perkawinan Adat Nagodang Pada Masyarakat Angkola-Sipirok, Di Kelurahan Bunga Bondar Kecamatan Sipirok Sumatera Utara

7 124 101

Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga

8 91 108

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 10 21

BAB I PENDAHULUAN - Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Tradisi Kelisanan Baralek Gadang Pada Upacara Perkawinan Adat Sumando Masyarakat Pesisir Sibolga: Pendekatan Semiotik Sosial

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Makna Dan Fungsi Mangupa Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Angkola Sipirok Kajian Semiotika

0 0 16

Analisis Musikal Dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir Di Kota Sibolga

0 1 11

BAB II SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA 2.1 Gambaran Umum Suku Pesisir - Analisis Musikal Dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir Di Kota Sibolga

0 1 16