Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga

(1)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NYANYIAN

AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA

TURUN KARAI

DALAM

BUDAYA SUKU PESISIR DI SIBOLGA

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA: HARI E.R HUTAGAOL NIM : 110707021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NYANYIAN

AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA

TURUN KARAI

DALAM

BUDAYA SUKU PESISIR DI SIBOLGA

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA: HARI E.R HUTAGAOL NIM : 110707021

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Fadlin, M.A.

NIP 196512211991031001 NIP 196102201998031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU Medan.

Medan Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Drs. Syahron Lubis, M.A NIP: 1951 1013197603 1 001

Panitia Ujian :

1. Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. (………)

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. (………)

3. Drs. Fadlin, M.A (………)

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. . (………)

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A (………)

Universitas


(4)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis nyanyian Ayun-ayun Tajak yang disajikan pada upacara turun karai Suku Pesisir di Kota Sibolga dengan dua fokus, yakni struktur melodi dan teks. Ayun-ayun Tajak merupakan nyanyian Suku Pesisir yang berarti nasehat-nasehat yang ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah lahir dalam suatu upacara turun karai. Dalam suatu upacara adat, nyanyian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap memberikan nama, pengguntingan rambut, dan membuekan anak. Nyanyian ini disajikan tanpa iringan musik (a capella) Para penyajinya merupakan seorang laki-laki atau seorang perempuan Sebagai pemimpin (solo lider).

Penelitian ini menggunakan dua teori utama yaitu teori semiotik untuk menganalisis teks dan teori weighted scale untuk menganalisis melodi Ayun-ayun Tajak. Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat para informan dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.

Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh dua hasil penelitian. (1) Teks Ayun-ayun Tajak merupakan teks yang dinyanyikan oleh seorang janang dalam bahasa Pesisir secara spontan.Teks disajikan dalam bentuk pantun yang terdiri dari isi dan sampiran. Secara umum, isi teks adalah nasehat-nasehat yang diambil dari pengalaman dan proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut disampaikan sang anak dan kedua orang tua anak. (2) Struktur melodi Ayun-ayun Tajak berbentuk stropik yakni melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang baru dan berbeda. Dengan demikian, Ayun-ayun Tajak dikategorikan sebagai musik stropik logogenik. Tangga nada Ayun-ayun Tajak digolongkan ke dalam heptatonik. Ritme Ayun-ayun Tajak menggunakan free meter.


(5)

ABSTRACT

This bachelor’sthesis, the authors analyze Ayun-ayun Tajaksong which presented at a ceremony Turun karaiin Coastal Tribes (suku Pesisir) in Kota Sibolga with two focus, namely the structure of melody and text. Ayun-ayun Tajak is singing Tribe Coastal meaning advice addressed to the child whose age is 40 days after birth in a ceremony Turun karai. In a traditional ceremony, the singing is done in three stages, namely stage name, shearing of the hair, and membuekan children. These songs are presented without musical accompaniment (a cappella). The singer is a man or a woman as a leader (solo leader).

This study uses two main theories, namely semiotic theory to analyze texts and theories weighted scale to analyze the Ayun-ayun Tajak melodies trowel. The use traditional methods of qualitative research. To carry out the research, the author has done some work processes, namely: literature study, observation, interviews, recording or documentation of activities, transcription, and laboratory analysis. This study focused on the opinions of the informants in the context of emic studies. However, the authors still do interpretations in accordance with scientific principles in the context of the study of ethics.

Through methods and techniques mentioned above were obtained two research results. (1) Text Ayun-ayun Tajak is a text sung by a janang in Coastal language spontaneously.Text is presented in the form of poetry that consists of content and sampiran. In general, the text content is advice drawn from the experience and the Coastal tribe lives. The text was delivered of the child and both parents. (2) The structure of melody Ayun Ayun-ayun Tajak swinging melody stropik the same or almost the same as using new and different text. Thus, Ayun-ayun Tajakcategorized as music stropik logogenik. Swing-swing scales classified into heptatonic trowel. Swing-swing rhythm trowel using free meter.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus, karena atas kasih-Nya yang begitu besar telah melimpahi kehidupan penulis. Setip detik dalam perjalanan hidup penulis disertai dan diberi sukacita penuh. Secara khusus dalam penyusunan skripsi ini, kekuatan dan penghiburan diberikan-Nya jauh melebihi permohonan penulis.

Skripsi ini berjudul ―Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-Ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir Di Sibolga..‖ Skripsi ini diajukan dalam melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk ilmu pengetahuan, pengalaman, kebaikan dan nasehat-nasehat yang telah Bapak berikan kepada penulis selama berada di perkuliahan. Kiranya Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan sukacita kepada Bapak. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang


(7)

terhomat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Fadlin, M.A. Dosen Pembimbing II penulis yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasi melindungi dan melimpahkan berkat untuk Bapak.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.Adan Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis

Begitu pula untuk Ibu Wawa, sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah berkenan untuk membantu kelancaran administrasi kuliah dan mengingatkan semua urusan administratif penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih untuk kebaikan dan


(8)

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; Bapak Farudin Sinaga, Bapak Radjoki Nainggolan, Bapak Dahlun Silitonga, Bapak Romatua Purba, Ibu Emi tanjung, Ibu Siti Zubaidah, Ibu Nurdiana Tanjung dan informan-informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kesempatan dan pengalaman yang sungguh berharga telah penulis dapatkan atas kebaikan Bapak/Ibu sekalian. Penulis dapat mengenal Suku Pesisir lebih dekat atas pertolongan Bapak-bapak sekalian.

Penulis menyadari banyak kekurangan dan tantangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. Hal-hal tersebut berasal dari dalam dan luar diri penulis. Kejenuhan dan kelelahan senantiasa mendekat ke dalam diri penulis. Namun, energi baru selalu hadir melalui orang-orang di sekitar penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, ayahanda Sahala Hutagaol dan ibunda Medi Sihombing S.pd. Terima kasih untuk segala cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Kesabaran, kebijaksanaan, dan kerendahan hati telah diajarkan kepada penulis sejak kecil. Sehingga, saat ini merupakan buah karya dan karsa yang telah dilakukan untuk penulis. Terlebih-lebih dalam penyusunan skripsi ini, suka dan duka terlampaui atas doa-doa yang telah dipanjatkan setiap hari. Motivasi dan dorongan selalu hadir saat penulis melakukan kelalaian dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak terkasih Gomgom roganda moletawati Hutagaol S.si, abang terkasih Hendra Addly Hutagaol S.si dan adik terkasih Yohana christina Hutagaol, serta Sepupu terkasih Ririn Erida Hutagaol.


(9)

Terimakasih untuk doa, bantuan, motivasi, waktu, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Meskipun jarak memisahkan keberadaan kita, penulis dapat merasakan kehadiran kalian. Sehingga penulis mampu melalui rintangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis sungguh bersyukur kepada Tuhan karena telah menganugerahkan keluarga yang luar biasa untuk penulis.

Penulis Mengucap terima kasih kepada adik-adik terkasih Yeni Sihombing, Cristin Natalia Panjaitan, Sarvina Putri Naiharop Hasibuan S.s, dan Ririn Erida Hutagaol. Atas Perhatian, Motivasi, dan memberi Semangat yang luar biasa kepada penulis. Betapa penulis bersyukur dapat berjumpa dengan kalian, ini menjadi memori yang terindah dalam kehidupan penulis.

Kepada senior penulis Senovian Namion butarbutar S.Sn, David Simanukalit S.Sn, Evi Nenta Sidabutar S.Sn, Martin Tambunan S.Sn dan Anna Purba S.Sn, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam proses penelitian dalam skripsi ini. Kepada saudara-saudari penulis Etno 2011 Blessta Hutagaol, Deby Hutabarat, Lisken Angkat, Linfia Sonia Purba, Stevani Siallagan, Mona salam Sidabutar, Tripose pakpahan, Titi laoli, Anggi leoni Simanjuntak, Zulaika benaya Karo karo, Oktika Tampubolon, Siti Aisyah Siregar, Riri tegar Lubis, Lestari Rahmadani, Aprilia Gultom, Ardy Manurung, Aprindo Nadeak, Josua Arlon Silaban, David Hutagalung, Sopandu Manurung, Gok Parasian Malau, Kawan pandiangan, Jose Rizal Siregar, Argriva Maranata Sinuhaji, Riko Sembiring, Egi Sinulingga, Selamet Hariadi, Alfred William, Rian Situmorang, Zakarian Pande Gopas Aruan, dan Roy Sinaga, terimakasih


(10)

bersyukur dapat memiliki teman-teman yang luar biasa seperti kalian. Penulis berdoa semoga kita dapat berhasil dan berjumpa di lingkungan yang baru.

Kepada seluruh senior dan junior di Etnomusikologi stambuk 2005-2014, penulis mengucapkan terimakasih untuk hari-hari yang penuh tawa dan canda selama berada di Etnomusikologi. Penulis sangat kagum atas keharmonisan yang tercipta.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Manfaat Penilitian ... 10

1.4 Konsep dan Teori ... 11

1.4.1 Konsep ... 11

1.4.2 Teori ... 14

1.5 Metode Penelitian ... 19

1.5.1 Studi Pustaka ... 19

1.5.2 Penelitian Lapangan ... 21

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 21

1.6 Lokasi Penelitian ... 22

BAB II SUKUPESISIR DI KOTA SIBOLGA... 23

2.1 Gambaran Umum Suku pesisir ... 23

2.1.1 Topografi ... 23

2.1.2 Luas Wilayah ... 26

2.1.3 Demografi ... 27

2.2 Unsur Kebudayaan Pesisir ... 29

2.2.1 Adat Istiadat ... 29

2.2.2 Bahasa ... 30

2.2.3 Sistem Religi ... 31

2.2.4 Sistem Kekerabatan ... 32

2.2.5 Kesenian ... 34

2.2.5.1 Alat musik ... 35

2.2.5.2 Lagu ... 36

2.2.5.3 Tari ... 37

BAB III DESKRIPSI NYANYIAN AYUN-AYUN TAJAK PADA UPACARA TURUN KARAI ... 39

3.1 Upacara Turun Karai ... 39

3.2 Tahap-Tahapan Upacara Turun karai ... 40

3.2.1 Pengguntingan Rambut ... 41

3.2.2 Pemberian Nama ... 42

3.2.3 Mambuekan anak ... 43

3.3 Komponen Upacara Turun Karai Suku Pesisir ... 52

3.3.1 Tempat Upacara Turun Karai ... 53

3.3.2 Waktu Upacara Turun Karai ... 53


(12)

3.4.1 Fungsi Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 55

3.4.2 Penggunaan Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 56

BAB IV ANALISIS TEKSTUAL ... 57

4.1Bentuk Teks Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 57

4.2Analisis Semiotik Tekstual Nyanyian Ayun-ayun Tajak ... 58

4.3Pantun Sebagai Acuan Dasar Lagu Ayun-ayun Tajak ... 66

4.4Formula Garapan Teks ... 69

BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ... 72

5.1 Transkripsi ... 72

5.1.1 Simbol dan Notasi ... 73

5.2 Analisis Melody Ayun-Ayun Tajak ... 77

5.2.1 Tangga Nada ... 77

5.2.2 Nada Dasar ... 79

5.2.3 Wilayah Nada ... 83

5.2.4 Jumlah Nada ... 83

5.2.5 Jumlah Interval ... 85

5.2.6 Kontur ... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA... 91


(13)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis nyanyian Ayun-ayun Tajak yang disajikan pada upacara turun karai Suku Pesisir di Kota Sibolga dengan dua fokus, yakni struktur melodi dan teks. Ayun-ayun Tajak merupakan nyanyian Suku Pesisir yang berarti nasehat-nasehat yang ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah lahir dalam suatu upacara turun karai. Dalam suatu upacara adat, nyanyian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap memberikan nama, pengguntingan rambut, dan membuekan anak. Nyanyian ini disajikan tanpa iringan musik (a capella) Para penyajinya merupakan seorang laki-laki atau seorang perempuan Sebagai pemimpin (solo lider).

Penelitian ini menggunakan dua teori utama yaitu teori semiotik untuk menganalisis teks dan teori weighted scale untuk menganalisis melodi Ayun-ayun Tajak. Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat para informan dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.

Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh dua hasil penelitian. (1) Teks Ayun-ayun Tajak merupakan teks yang dinyanyikan oleh seorang janang dalam bahasa Pesisir secara spontan.Teks disajikan dalam bentuk pantun yang terdiri dari isi dan sampiran. Secara umum, isi teks adalah nasehat-nasehat yang diambil dari pengalaman dan proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut disampaikan sang anak dan kedua orang tua anak. (2) Struktur melodi Ayun-ayun Tajak berbentuk stropik yakni melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang baru dan berbeda. Dengan demikian, Ayun-ayun Tajak dikategorikan sebagai musik stropik logogenik. Tangga nada Ayun-ayun Tajak digolongkan ke dalam heptatonik. Ritme Ayun-ayun Tajak menggunakan free meter.


(14)

ABSTRACT

This bachelor’sthesis, the authors analyze Ayun-ayun Tajaksong which presented at a ceremony Turun karaiin Coastal Tribes (suku Pesisir) in Kota Sibolga with two focus, namely the structure of melody and text. Ayun-ayun Tajak is singing Tribe Coastal meaning advice addressed to the child whose age is 40 days after birth in a ceremony Turun karai. In a traditional ceremony, the singing is done in three stages, namely stage name, shearing of the hair, and membuekan children. These songs are presented without musical accompaniment (a cappella). The singer is a man or a woman as a leader (solo leader).

This study uses two main theories, namely semiotic theory to analyze texts and theories weighted scale to analyze the Ayun-ayun Tajak melodies trowel. The use traditional methods of qualitative research. To carry out the research, the author has done some work processes, namely: literature study, observation, interviews, recording or documentation of activities, transcription, and laboratory analysis. This study focused on the opinions of the informants in the context of emic studies. However, the authors still do interpretations in accordance with scientific principles in the context of the study of ethics.

Through methods and techniques mentioned above were obtained two research results. (1) Text Ayun-ayun Tajak is a text sung by a janang in Coastal language spontaneously.Text is presented in the form of poetry that consists of content and sampiran. In general, the text content is advice drawn from the experience and the Coastal tribe lives. The text was delivered of the child and both parents. (2) The structure of melody Ayun Ayun-ayun Tajak swinging melody stropik the same or almost the same as using new and different text. Thus, Ayun-ayun Tajakcategorized as music stropik logogenik. Swing-swing scales classified into heptatonic trowel. Swing-swing rhythm trowel using free meter.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak terlepas dari pertumbuhannya dari janin, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, masa perkawinan, menjadi orang tua, sampai pula menjadi usia tua, dan kemudian kematian, dan pasca kematian. Dalam setiap siklus hidupnya ini, manusia selalu melakukan upacara-upacara atau ritus. Tujuan upacara adalah memenuhi sistem nilai dan norma kebudayaan yang digunakan, adakalanya berkait pula dengan sistem religi. Upacara memliki berbagai guna dan fungsi di dalam masyarakat yang mendukungnya. Di antara fungsi upacara adalah untuk berterima kasih kepada Tuhan atas berkat yang diberikan-Nya, atau juga untuk mengabsahkan kedudukan sosial dan budaya seorang atau sekelompok orang, memberikan nilai-nilai kultural kepada semua warga yang mendukung upacara tersebut, mengandung nilai-nilai kearifan universal dan lokal sekaligus, dan lain-lainnya. Tidak jarang upacara-upacara ini melibatkan berbagai seni, seperti sastra, tarian, mantra, teater, musik, dan lain-lainnya. Demikian pula yang terjadi di dalam kebudayaan suku Pesisir. Pada saat pelaksanaan upacara penyambutan bayi yang lahir, maka salah satu upacara adalah menabalkan nama anak, akikah, dan juga turun karai. Yang terakhir ini menjadi kajian utama penulis di dalam skripsi ini.


(16)

(17)

berbagai kebudayaan lain di nusantara selalu disebut juga dengan upacara turun tanah.Upacara ini adalah sebuah aktivitas budaya, yang bertujuan bagaimana anak bayi untuk awal kalinya memijak tanah dan sekaligus lambang mempersiapkan diri dalam mengharungi kehidupannya yang akan datang.

Suku atau etnik1 Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupatan Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku ini mendiami daerah pinggiran pantai dan sebagian lagi daerah pegunungan yang terdapat dalam empat wilayah kecamatannya. Daerah pinggiran pantainya terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota. Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Identitas etniknya secara genealogis adalah berasal dari beberapa suku, seperti Minangkabau, Mandailing, Batak Toba, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadat sebagai identitas baru (Takari, 2008:124). Identitas atau jatidiri etnik Pesisir berdasar kepada budaya yang disebut sumando.

Setiap suku di Nusantara mempunyai adat-isitiadat yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini berlaku pada suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta

1

Suku dalam tulisan ini memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan etnik, kelompok etnik, dan suku bangsa. Yang dimaksud suku adalah sekelompok manusia yang dipandang memiliki hubungan genelaogis secara umum sama pada awalnya. Kemudian mereka memiliki bahasa dan kebudayan yang sama, yang dipandang sebagai sebuah kelompok etnik sendiri yang mandiri, baik oleh etnik di luar mereka atau mereka sendiri. Untuk dapat memahami siapakah orang Pesisir, maka sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat di bedakan dari kelompok populasi lain (Naroll, 1965:32).


(18)

melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut selalu berhubungan erat dengan agama Islam dan norma-norma. Suku Pesisir menyebutnya dengan istilah sumando.Dalam suku Pesisir budayasumando memiliki pengertian sebagai nasehat. Menurut Sinaga, sumando adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku Pesisir yang meliputi kesenian pesisir, makanan pesisir, bahasa pesisir, adat-isitiadat pesisir, dan lain-lain (Sitompul, 2013:3)

Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat sumando. Pelaksanaan adat sumando merupakan ―campuran‖ dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan adat Batak (Sitompul, 2013:3). Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Adapun siklus kehidupan suatu individu pada upacara adat sumando antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun karai, sunat Rasul

(khitanan), membangun atau menempati rumah, upa-upa sumangek,

penyambutan tamu dan kematian atau pengebumian.2

Upacara turun karaisuku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap bulannya. Umumnya, upacara turun karai dilaksanakan setelah 40 hari sang anak lahir. Penulis yang lahir di Kota Sibolga sejak kecil telah melihat upacara turun karai secara jelas, tetapi penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara turun karai dilaksanakan, serta makna-makna yang terkandung di balik upacara ini. Hal ini disebabkan

2

Hasil wawancara penulis dengan Bapak FarudinSinaga. Beliau adalah seorang musisi Sikambang. wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2015 di Kota Sibolga, Kecamatan Sibolga Kota, Kelurahan Pasar Belakang.


(19)

berkurangnya intensitas pemakaian suatu turun karaisuku Pesisirdalam konteks adat sumando.

Upacara turun karai suku Pesisir pada dulunya memakai kain sarung panjang sebagai tempat untuk anak dibuaikan, Namun akhir-akhir ini berubah dengan memakai buaian berbentuk keranjang yang terbuat dari besi, kemudian dihias dengan kain. Namun demikian tetap menggunakan kain sarung panjang sebagai media untuk menggoyangkan buaian keranjang tersebut.

Menurut penjelasan para informan, kain di langit-langit memiliki makna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti: Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau,3 yang di lambangkan dengan 12 jenis kain sarung yang berbeda di dinding, yang selalu melibatkan kesenian Pesisir.

Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah sikambang. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik, vokal, dan tari. Musik Instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu Kapulo Pinang, Dampeng, Kapri, lagu Duo, dan Sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak. Kesenian

3

Suku Pesisir menyebut kawasannya ini secara geobudaya sebagai Negeri Berbilang Kaum. Artinya adalah bahwa secara budaya, di kawasan Pesisir (Tapanuli Tengah dan Sibolga) terdiri dari berbagai kebudayaan, seperti: Mandailing-Angkola, Batak Toba, Melayu, Minangkabau, Jawa, dan lain-lain. Di sisi lain kawasan Pesisir ini ―tuan rumah‖nya adalah suku Pesisir. Seterusnya, suku Pesisir menerima etnik manapun untuk menjadi etnik Pesisir dengan syarat menggunakan budaya Pesisir yang berteraskan agama Islam sebagai salah satu identitas utamanya.Seorang tokoh budaya Pesisir, Radjoki Nainggolan, dalam sebuah wawancara dengan penulis pada Februari 2015 yang lalu di Medan. Mengemukakan bahwa suku Pesisir adalah bersifat kesatuan kultural dan religi, genealogis atau garis keturunan adalah salah satu pendukungnya saja. Dengan demikian suku Pesisir ini memiliki sikap inklusif dalam menentukan identitas seseorang itu sebagai etnik Pesisir.


(20)

ini dibawakan oleh seniman-seniman yang berasal dari masyarakat suku Pesisir.

Menurut pengamatan penulis, pada umumnya seniman kesenian Sikambang berumur 40-60 tahun. Pada suatu upacara turun karai suku Pesisiryang diselenggarakan di kelurahan Aek Manis Kota Sibolga pada tanggal 16 Maret 2015 yang lalu, penulis menyaksikan sekelompok perempuan yang merupakan grup Marawis dari Rajo Janggi yang menyajikan nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai.

Menurut penjelasan Emi Tanjung, seorang induk inang atau bidan pengantin biasanya dalam satu upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga, grup ini di panggil khusus dalam suatu upacara turun karai. Tidak untuk upacara-upacara lain. Dengan demikian, grup ini tumbuh dan berkembang memang untuk kegiatan upacara turun karai.

Turun karai adalah upacara menurunkan anak untuk memijakkan kaki pertama kali ke tanah serta mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen, yang menggunakan bait-bait pantun. Nyanyian itu adalah Ayun-ayun Tajak. Menurut adat sumando, nyanyian Ayun-ayun Tajak pada upacara turun karai dinyanyikan oleh 1 orang perempuan atau 1 orang laki-laki. Namun kini, penyajian nyanyian pengiring upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Namun menurut penjelasan para seniman Pesisir ini, lagu tersebut bisa juga dinyanyikan oleh kaum laki-laki.

Nyanyian Ayun-ayun Tajakpada upacara turun karai biasanya dinyanyikan secara (solo) yang dilakukan secara bergantian. boleh seorang


(21)

laki-laki, kemudian bergantian dengan perempuan. Selain itu, nyanyian pengiring upacar turun karai merupakan bentuk melodi dari 2 bait pantun yang sama tetapi dengan teks yang baru (strophic).

Teks yang terdapat pada nyanyian Ayun-ayun Tajak, upacara turun karai berisikan nasihat-nasihat ataupun pengalaman-pengalaman kehidupan suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk bait-bait pantun yang berbeda-beda. Adapun isi teks umumnya ditujukan kepada sang anak, agar kelak menjadi anak yang soleh, rajin beribadah, dan hormat kepada orang tua.

Dalam suatu upacara turun karai, nyanyian Ayun-ayun Tajak di sajikan pada tiga tahap, yaitu: (1) memberi nama anak, (2) pengguntingan rambut oleh keluarganya, dan (3) membuekan anak. Dalam tahap memberi nama dan pengguntingan rambut disajikan pada pagi hari setelah pulang dari mesjid. Tahap membuekan anak dilakukan pada siang hari.

Namun sekarang ini banyak dijumpai suatu upacara turun karai menyimpang dari syarat-syarat yang di tentukan. Misalnya, kain sarung panjang diganti dengan buaian berbentuk keranjang yanga terbuat dari besi. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara turun karai pengguntingan rambut anak hanya dilakukan oleh 8 orang saja.4

Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara Turun karaisuku Pesisir Sibolga. makna-makna tersebut terpandam dalam masyarakat, senimannya, adat-istiadatnya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui

4

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Farudin Sinaga pada tanggal 25 Februari 2015 dan pengamatan penulis pada upacara turun karaisuku Pesisir sibolga pada tanggal 16 Maret 2015 di kelurahan aek manis kecamatan sibolga selatan, Kota Sibolga.


(22)

pemahaman itu, penulis akan melakukan penelitian yang akan menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang suku Pesisirdi Kota Sibolga.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, nyanyian turun karai mencakup tiga aspek yang menarik perhatian penulis, yakni:

(1) proses upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga.

(2) Struktur melodi sebagai musik vokal suku Pesisir di Kota Sibolga;

(3) Makna teks pantun yang dinyanyikan dalam upacara turun karaidi Kota Sibolga.

Ketiga hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologi sebagai bidang keilmuan yang penulis pelajari selama empat tahun terakhir ini di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.

Etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya. Para etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan bagaimana makna yang di sampaikan musik tersebut.Etnomusikologi sangat interdispliner. Para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, kajian pertunjukan, cerita rakyat, tari, ilmuwan antropologi budaya, studi budaya, studi rasa atau etnik, studi gender, studi kawasan atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu humaniora atau sosial. Namun para etnomusikolog memiliki landasan yang koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: (1) melakukan penelitian lapangan etnografi dan penelitian sejarah musik; (2)


(23)

mengambil pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre); (3) memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang di bentuk oleh konteks budaya).

Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyeselaian konflik, pengobatan, pemprograman seni, atau komunitas musik.

Etnomusikolog juga dapat bekerja di museum, festival budaya, rekaman lebel, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuwan yang penulis lakukan adalah yang sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi.

Melalui tiga hal yang telah penulis tentukan dalam nyanyian turun karai ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang makna Teks pantun dan struktur melodi serta rangkaian upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa alasan yang menarik penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis Makna nyanyian pada upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan penelitian diatas maka penulisan memfokuskan dan menuliskannya dengan karya ilmiah dengan Judul: Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga.


(24)

1.2. Pokok Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, penulis menentukan dua pokok masalah untuk membatasi wilayah pembahasan. Adapun pokok masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur dan maknateks nyanyian Ayun-ayun Tajakyang disajikan dalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga?

2. Bagaimanakah struktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga? Dalam skripsi ini struktur teks nyantian Ayun-ayun Tajak yang dikaji meliputi aspek-aspek seperti: rima (persajakan), bait, baris teks, pilihan kata, dan sejenisnya. Sedangkan makna teks mencakup kajian terhadap aspek-aspek seperti: makna denotatif, makna konotatif, gaya bahasa, simbol, ikon, indeks, konteks situasi, dan hal-hal sejenisnya.

Kedua pokok masalah tersebut di atas akan dibantu pula dengan uraian-iraian mengenai bagaimana jalannya upacara turun karai di dalam kebudayaan masyarakat Pesisir di Kota Sibolga. Uraian mengenai upacara turun karai ini mencakup aspek-aspek: waktu upacara, tempat upacara, pelaku upacara, dan benda-benda upacara.


(25)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini penulis menguraikan tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui makna teks nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga. 2. Untuk mengetahui struktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam

upacara turun karai pada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan dan membekali kemampuan selaku mahasiswa Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sibolga.

3. Sebagai dokumentasi lebudayan suku Pesisir Kota Sibolga dan secara khusus dapat memotivasi generasi mudah suku Pesisir Kota Sibolga. 4. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang


(26)

5. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang memiliki keterkaitan tentang nyanyianAyun-ayun Tajak dalam konteks upacaraturun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.4. Konsep dan Teori

Melalui konsep dan teori, penulis difokuskan untuk memperoleh gambaran tentang objek penelitan dan memecahkan objek masalah yang telah ditentukan. Konsep dan teori juga berguna sebagai pedoman dan dasar untuk melengkapi dan mencari data-data.

1.4.1 Konsep

Koentjaraningrat (2009:85), mengemukakan konsep sebenarnya adalah penggabungan dan perbandingan bagian-bagaian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten.

Turun karai adalah upacara mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen yang diekspresikan melalui bait-bait pantun dalam bahasa Pesisir.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58),kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berpedoman dengan definisi di atas, melodi dan teks nyanyian turun karai di peroleh sebagai inti penelitian diuraikan dan ditelaah untuk mendapatkan


(27)

pengertian dan pemahaman tentang nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai secara keseluruhan.

Musik di artikan America College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant froms through the elements of rhythm, melody, harmony, and calor. Defenisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna suara. Selain itu, definisi mengenai musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition (Merriam 1964:27) adalah sebagai berikut: That one of the fine arts which is concerned with the combination of sound with a view to beauty of form and the expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah suatu seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-buyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran dan perasaan.

Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa musikal adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan dimana mengandung kombinasi bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan berbagai ide secara emosi.

Melodi adalah garis awal dan akhir dari sebuah lagu, bagian yang membangun harmoni, dan bagian dari lagu yang memberi banyak pengenalan ke dalam suatu emosi sebagaimana ritme juga ( Michael Pilhofer and Holly Day 2007:219) dalam buku yang sama-sama ditulis keduanya berjudulMusic Theory for Dummies.


(28)

Teks adalah naskah berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Kamus Besar BahasaIndonesia, edisi keempat, 2008:1474). Selanjutnya kata tekstual berarti hal yang berkaitan dengan teks. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis makna teks yaitu berupa pantun dalam bahasa Pesisir.

Upacara adalah perayaan yang diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dan sakral yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat dan agama yang selalu ada dan dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan yang memiliki makna.

Adat dalam suku Pesisirsecara umum disebut dengan istilah adat sumando. Kata sumandoini dapat diartikan sebagai kebudayaan Pesisir secara umum yang meliputi keseluruhan aspeknya. Dengan demikian, sumando adalah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu upacara yang melakukannya sesuai tata aturan yang berlaku. Adat Pesisir adalah berdasarkan kepada ajaran Islam yang terkandung dalam konsep adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, artinya adat sumando Pesisir berdasarkan hukum Islam yang bersumber dari Kitab Al-Qur’an dan Hadits.

Selanjutnya secara mendalam orang dikenal dan diidentifikasi sebagai suku Pesisiradalah apabila ia melakukan, melaksanakan, dan mengikuti sumandoPesisir, yang diperkuat identitasnya dengan: (1) adat Pesisir; (2) kesenianPesisir; (3) bahasa Pesisir; dan (4) makanan Pesisir (Radjoki Nainggolan, 2012:29).


(29)

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan utama dalam menyelesaikan penelitian ilmiah. Kerliner (dalam Sugiono, 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.Artinya secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep, definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan secara sistematis dengan fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan tujuan tersebut.

Dalam kaitannya dengan studi terhadap aspek tekstual dan musikal lagu Ayun-ayun Tajak yang digunakan dalam upacara turun karai pada suku Pesisir di Sibolga ini penulis menggunakan teori-teori. Khusus untuk mengkaji upacara penulis menggunakan teori upacara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat.

Empat aspek yang menjadi perhatian dari para ahli antropologi yang di kemukakan oleh Koetjaraningrat (2009:296) yakni:(1) tempat upacara dilakukan; (2) saat-saat upacara dijalankan; (3) orang-orang melakukan dan memimpin upacara: dan (4) benda-benda dan alat upacara.

Selain itu, lagu Ayun-ayun Tajak ini secara teoretis dapat dikategorikan sebagai bahagian yang tidak terpisahkan dari tradisi lisan masyarakat Pesisir yang berada di Sibolga dan Tapanuli tengah. Tradisi lisan dalam pewarisan kebudayaan musik menciptakan berbagai ragam variasi musik dan materi-materi lisan. Nyanyian Ayun-ayun Tajakmarupakan bagian dari pewarisan


(30)

musik vokal suku Pesisir yang tercipta bersama dengan perubahan waktu dan lingkungan sebagai konsekuensi dari tradisi lisan.

Dalam rangka menganalisis struktur melodi nyanyian Ayun ayun Tajak yang digunakan pada upacara turun karai penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Dalam mendeskripsikan melodi, ada delapanunsur yang harus diperhatikan yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) jumlah interval, (5) jumlah nada, (6) pola kadensa, (7) kontur, dan (8) formula melodi (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:13). Untuk mendukung teori weighted scale digunakan juga cara mendeskripsikan musik oleh Bruno Nettl dalam buku description of musical compositions. Dalam mendeskripsikan melodi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) tonalitas, (2) bentuk, (3) ritme, (4) kontur melodi, dan (5) tempo (Nettl, 1964:1450-1550).

Untuk membantu proses analisis stuktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karai, penulis menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses menotasilan bunyi yang didengar dan mengalihkan bunyi menjadi symbol visual. Penulis berpedoman pada notasi musik yang dikemukakan oleh seeger (1967), yaitu notasi preskriptif dan deskriptif.

Selain itu juga penulis menggunakan notasi deskriptif dalam pembahasan melodi nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai. Hal ini didasari oleh tujuan notasi deskriptif yang menyampaikan aspek struktural nyayian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai secara mendetail dan jelas.


(31)

Dalam musik vokal nyanyian Ayun-ayun Tajak ini, teks merupakan karakteristik penting lainnya, dimana melodi nyanyiannya dinyanyikan dengan teks yang berbeda-beda (strophic). Salah satu sumber daya untuk dapat memahami perilaku manusia melalui hubungan dengan musik adalah teks. Meskipun teks adalah perilaku bahasa, tetapi bunyi musik dan teks merupakan satu bagian integral dalam musik (Merriam 1964:147).

Untuk menganalisis stuktur teks, penulis berpedoman pada teori William P. Malm. dalam buku terjemahan Music culture of the Pacific, the Near East, and Asia. Ia mengemukakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini di sebut silabis. Sebaliknya bila suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik.

Dalam mendalami makna-makna teks, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion. Ferdinad de Saussure (perintis semiotic dan ahli bahasa), semiotik adalah the study of “the life of signs within society.” Secara harfiah diartikan sebagai studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Menurut Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotik berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar.

Berdasarkan pengertian di atas, teori di atas akan mengarahkan penulis untuk menganalisis makna tersurat dan tersirat di balik penggunaan lambang dalam kehidupan suku Pesisir di Kota Sibolga.


(32)

Selain itu, untuk menguraikan sejauh apa fungsi lagu Ayun-ayun Tajak di dalam kebudayaan suku Pesisir, khususnya yang berdomisili di Kota Sibolga, maka penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi (uses and functions) musik, yang ditawarkan oleh Merriam. Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi musik sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. ―Use‖ them, refers to the situation in which music is employed in human action; ―function‖ concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).


(33)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagiannya. Penggunaan boleh atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia— [yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, berkawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. ―Penggunaan‖ menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan ―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, mengikut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.


(34)

1.5. Metode Penelitian

Penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dengan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2006:24). Menurut Koetjaraningrat (2009:35) metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan. Jadi metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.

Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengkhususkan, mengumpulkan, dan menerangkan data dengan cara penguraian makna-makna. Metode kualitatif ini mencoba mencari variabel-variabel yang mendukung makna-makna kebudayaan, yang berkaitan dengan aspek tekstual dan musikal nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai pada budaya masyarakat Pesisir. Metode ini sangat tergantung kepada informan kunci dan keterlibatan penulis sebagai peneliti di lapangan yang di dalam disiplin etnomusikologi disebut dengan pengamat terlibat (participant observer).

1.5.1. Studi Pustaka

Dalam ilmu Etmusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian yaitu desk work (kerja laboraturium) dan field work (kerja lapangan). Studi pustaka tergolong ke dalam kerja laboratorium. Dimana sebelum melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat.


(35)

Selain itu, penulis dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian lapangan.

Studi kepustakaan juga membantu penulis menemukan data-data yang berhubungan dengan kinerja dan pengembangan tulisan. Koentjaraningrat (2009:35) mengemukakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian. tahap awal yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Selanjutnya penulis mengumpulakan informasi dan mencari referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga mempelajari dari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan Dinas Pariwisata Kota Sibolga, dan artikel-artikel lain yang mendukung penyelesaian skripsi.

Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknologi internet, dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com dan situs resmi Kota Sibolga, blog-blog,www.wikipedia.com, repository Universitas Sumatera Utara, dokumen PDF (portable data file) mengenai kebudayaan suku Pesisir, musik vokal, pantun, kebudayaan secara umum, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan topik penulis skripsi ini. Semua data yang didapat baik melalui artikel, buku, skripsi, dan internet membantu penulis untuk membandingkan dan mempelajari untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(36)

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan bersifat penting untuk mengumpulakan fakta-fakta dan keterangan melalui wawancara, pengamatan, dan perekaman atau dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan berinteraksi pada peserta upacara turun karaisuku Pesisir. Secara khusus dilakukan kepada informan pangkal, terutama pada informan pokok atau kunci sebagai narasumber penulis. Penulis melakukan perekaman audio secara fokus untuk memperoleh data melodi dan rekaman audiovisual untuk memperoleh proses penyajian lagu Ayun-ayun Tajakdalam upacara Turun Karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Observasi dilakukan dengan mengamati dan mengkuti upacara Turun Karai secara berulang-ulang untuk memperoleh data yang maksimum.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Dalam kerja Laboratorium, penulis akan mengumpulkan seluruh data yang terkumpul dari wawancara, perekaman atau dokumentasi, dan observasi. Data wawancara ditulis kembali untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Selanjutnya, penulis mengurai kembali secara mendetail dan ditafsirkan dengan pendekatan emik dan etik. Data audio penulis transkripsikan dengan cara mendengarkan berulang kali dan ditulis dalam bentuk notasi tangan.Kemudian ditulis kembali dalam bentuk notasi melalui perangkat lunak Sibellius 5.

Selanjutnya seluruh data diklasifikasikan, diolah, diuraikan, dan dikaji berdasarkan dua pokok masalah utama yaitu tekstual dan musikal. Kemudian


(37)

ditulis secara ilmiah dalam bentuk skripsi sarjana. Data-data tersebut dikaji sesuai dengan pendekatan displin ilmu etnomusikologi.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam konteks kebudayaannya. Secara umum, penulis melakukan penelitian terhadap naynyian Ayun-ayun Tajak pada upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga, yang diadakan dirumah keluarga Bapak Romatua Purba serta Ibu Nurdiana Tanjung, yang melakukan upacara ini untuk anak putrinya. Rumah beliau beralamat di Jalan Sisingamangaraja No.263,Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga. Penulis memilih Kota Sibolga sebagi lokasi penelitian karena di daerah ini upacara turun karaisuku Pesisir masih dapat ditemukan. Selain itu, masyarakat di lokasi penelitian ini masih menggunakan bahasa, makanan, kesenian Pesisir, sebagai bagian dari budayasumandoPesisir.


(38)

BAB II

SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA

2. 1 Gambaran Umum Suku Pesisir

Bab ini mengenalkan secara etnografis1 umum tentang suku Pesisirdi lokasi penelitian. Lokasi penelitian berada di Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Di wilayah ini upacara turun karai masih didapati.

2.1.1 Topografi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Topografi merupakan kajian atau penguraian yang terperinci tentang keadaan muka bumi pada suatu daerah (2008:1482). Kota Sibolga merupakan daerah yang terletak di wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara. Menurut Sugiarto dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, katapesisir itu adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut dimana ekosistem darat dan laut saling berinteraksi; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering atau terendam air, yang masih dipengaruhi

1

Yang dimaksud dengan etnografi adalah sebuah terminologi yang berasal dari kataethnic yang arti harfiahnya adalah suku bangsa dan graphein yang artinya mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebudayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan hanya beberapa ratus ribu warga saja, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlahrelatif besar, berjuta-juta jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Pesisir misalnya, maka seorang antropolog (etnomusikolog) bisa saja memilih etnografi masyarakat Pesisir disalah satu desa di Tapanulis Tengah, atau lebih besar sedikit masyarakat Pesisir Kabupaten Sibolga Selatan, atau masyarakat PesisirSibolga, atau secara keseluruhan masyarakat Pesisir di Tapanulis Tengah, Sibolga, dan perantauan, dan seterusnya. Ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda denganetnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi.Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.


(39)

sifat-sifat laut seperti: pasang surut, angin laur, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Apa yang dikemukakan mengenai pesisir ini adalah pengertiannya sebagai sebuah kawasan. Lebih jauh, di Sumatera Utara istilah pesisir, selain digunakan untuk menyebutkan kawasan juga digunakan untuk mengidentifikasi sebuah kelompok etnis yang berada di kawasan pesisir barat Provinsi Sumatera Utara, juga pesisir sebelah Barat Sumatera Barat, sampai juga ke wilayah pesisir barat wilayah Provinsi Aceh. Dengan demikian, pengertian pesisir mencakup wilayah dan juga identifikasi sebagai sebuah suku atau etnis.Mereka ini juga memiliki wilayah budaya Pesisisr, yang salah satu di antaranya adalah wilayah Sibolga, yang menjadi fokus kajian penulis di dalam skripsi sarjana ini.

Menurut data-data di Kelurahan Aek Manis (2015) terutama yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Kota Sibolga berjarak lebih kurang 340 km dari Kota Medan dan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Posisinya berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli. Menghadap ke arah Samudera Hindia. Seluruh wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah timur, selatan, dan utara. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Secara geografis, wilayah Kota Sibolga terletak antara 1°42' - 1° 46 Lintang Utara dan 98°44' - 98°48 Bujur Timur. Wilayah Kota Sibolga berada di atas daratan pantai, lereng, dan pegunungan dimana sebagian besar


(40)

penduduknya bermukim di dataran pantai yang rendah. Bentuk Kota Sibolga memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah timurnya terdiri dari gunung. Sedangkan sebelah barat terdiri dari lautan. Lebar kota ini berjarak lebih kurang 500 meter dari garis pantai ke pegunungan sedangkan panjangnya adalah 8.520 km.

Keadaan alamnya relatif kurang beruntung. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2% sampai dengan 40%. Sebagian besar (60%) wilayah kota madya ini merupakan perairan dan pulau-pulau yang tersebar di Teluk Tapian Nauli. Sedangkan, sisanya merupakan dataran bekas rawa di dataran pantai Sumatera yang ditimbun membujur dari Barat Laut ke Tenggara dengan ukuran 5,6 kali 0,5 km. Dataran ini merupakan tempat pemukiman penduduk.

Beberapa pulau yang tersebar di sekitar teluk Tapian Nauli yang termasuk ke dalam wilayah administratif kota Sibolga adalah pulau Poncan Gadang, pulau Poncan ketek, pulau sarudik, dan pulau panjang. Kota Sibolga di pengaruhi oleh letaknya yang berada pada dataran pantai, lereng dan pegunungan terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0-150 meter.

Wilayah ini memiliki iklim yang cukup panas sekitar 2i,6°C - 32°C, sementara curah hujannya cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah sekitar 809 mm, sedangkan hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember selama 26 hari.2

2


(41)

2.1.2 Luas Wilayah

Kota Sibolga merupakan wilayah yang cukup sempit dengan cakupan wilayah daratan seluas 10.77 km². Cakupan wilayah ini terdiri dari 8,89 km² (82,56%). 1,88 km² (17,44%) daratan kepulauan. Sedangkan wilayah lautannya memiliki luas sekitar 2.171,6 km².

Secara administratif daerah ini terdiri dari empat kecamatan. Berdasarkan data wilayah BPS Kota Sibolga tahun 2014, Kota Sibolga terdiri dari empat kelurahan dengan 17 kelurahan dan 68 lingkungan.

Terdapat 17 kelurahan dalam wilayah Kecamatan Kota Sibolga, yaitu sebagai berikut.

1. Kecamatan Sibolga Utara, meliputi kelurahan Sibolga Ilir, Kelurahan Angin Nauli, Kelurahan Hutabarangan, Kelurahan Huta Tonga-tonga, dan Kelurahan Simaremare;

2. Kecamatan Sibolga Kota, meliputi kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Pasar Belakang, Kelurahan Pancuran Gerobak, dan Kelurahan Kota Beringin;

3. Kecamatan Sibolga Sambas, meliputi Kelurahan Pancuran Kerambi, Kelurahan Pancuran Pinang, Kelurahan Pancuran Bambu, dan Kelurahan Pancuran Dewa;

4. Kecamatan Sibolga Selatan, meliputi Kelurahan Aek Muara Pinang, kelurahan Aek Habil, Kelurahan Aek Parombunan, dan Kelurahan Aek Manis.


(42)

Tabel 2.1

Kecamatan-kecamatan di Kota Sibolga dan Luas Wilayahnya NO. Kecamatan Luas Wilayah

(Km²) 1. Sibolga Utara 3.33

2. Sibolga Kota 2,73 3. Sibolga Selatan 3,14 4. Sibolga Sambas 1,57 Total 10.77 Sumber: BPS kota Sibolga tahun 2014

2.1.3 Demografi

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2014, jumlah penduduk kota Sibolga adalah sebanyak 95.035 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 48.083 jiwa laki-laki dan 46.952 jiwa perempuan.

Kota Sibolga dan Tapanuli tengah secara keseluruhan dikenal dengan semboyan ―negeri berbilang kaum.‖ Hal ini dapat di buktikan dengan keanekaragaman suku di dalam daerah ini. Namun demikian sebagai etnik ―tuan rumah‖ di kawasan ini adalah etnik Pesisir. Etnik-etnik lainnya pada awalnya adalah etnik pendatang dan kini menjadi etnik setempat, yang hidup bersama-sama dengan etnik Pesisir. Namun demikian, di antara etnik pendatang ini ada pula yang berintegrasi dan menjadi bagian dari suku Pesisir yang mendasarkan kebudayaan mereka kepada adat sumando Pesisir.


(43)

Mereka ini dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Pesisir dalam konteks berkomunikasi. Mereka juga mengaku dan diakui sebagai suku Pesisir, menggunakan pakaian Pesisir dalam upacara adat, memakan makanan khas Pesisir seperti ikan sombam, panggang geleng, dan sejenisnya. Yang jelas mereka menggunakan budaya Pesisir. Berikut adalah tabel mengenai jumlah penduduk Kota Sibolga menurut kecamatan dan jenis kelaminnya.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Sibolga Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan perempuan

1. Sibolga Utara 11.287 11.121 22.408

2. Sibolga Kota 8.190 8.392 16.582

3. Sibolga Selatan 17.100 16.182 33.282

4. Sibolga Sambas

11.506 11.257 22.763

Kota Sibolga 48.083 46.952 95.035


(44)

Keempat kecamatan ini dihuni oleh berbagai suku, antara lain: suku Melayu 2.382 jiwa, Karo 425 jiwa, Simalungun 295 jiwa, Batak Toba 45.695 jiwa, Mandailing 4.612 jiwa, Pakpak 164 jiwa, Nias 6.293 jiwa, Jawa 5.283 jiwa, Minangkabau 8.793 jiwa, Cina 3.496 jiwa, Aceh 2.613 jiwa, dan suku lainnya 1.690 jiwa, Total jumlah keseluruhan adalah 81.699 jiwa.

2.2 Unsur Kebudayaan Suku Pesisir

Unsur Kebudayaan Suku Pesisir di Kota Sibolga meliputi: (1) adat-istiadatPesisir dikenal dengan adat sumando (2) kesenian Pesisir terdiri dari keseniansikambang,yaitu tari-tarian, alat musik, lagu dan tata rias pengantin, pelaminan, dan pernak-pernik pelaminan; (3) masakan khas pesisir seperti kue dan gulei (Pasaribu 2008:54, 81, 273). Berikut ini disajikan beberapa unsur kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga.

2.2.1 Adat Istiadat

Menurut Panggabean (1995:193), adat sumando berasal dari Pulau Poncan yang diawali dengan perpindahan penduduk dari Poncan ke Sibolga dan kemudian berkembang ke seluruh daerah Tapanuli Tengah. Istilah sumando berasal dari kata suman dalam bahasa Batak berarti serupa, atau terjemahan bebasnya di pasuman-suman. Selanjutnya kata suman berubah menjadi kata sumandoartinya hampir serupa tetapi tidak sama dengan adat yang ada pada suku Minangkabau di Sumatera Barat.

Pada mulanya, adat yang tertinggi berada pada Raja atau Kuria. Selanjutnya, tingkat pelaksanaan adat berada pada empat lapisan, yaitu fakir


(45)

miskin (dada), orang miskin (lamukku), orang kaya (ata), dan keturunan raja (bare).

Menurut Soedarsono (dalam Pasaribu 2008:54), adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan dan fisiknya. Dengan demikian adat-istiadat merupakan hasil ide dan tindakan manusia yang diarahkan menjadi kebiasaan dari masyarakat penghasil ide tersebut.

Adat sumando adalah ―campuran‖ dari Hukum Islam, Minangkabau, dan adat Batak. Ini berarti bahwa semua hal-hal yang baik diterima dan yang tidak sesuai dengan tata krama dan sikap hidup sehari-hari masyarakat suku Pesisir diabaikan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sumando yakni adat bersandi syarak dan syarak bersandi kitabullah, artinya adat berdampingan dengan kebiasaan atau perilaku dan perilaku berdasarkan kepada kitab Allah (Sitompul, 2013:9)

2.2.2 Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasih, untuk bahasa yang dipakai oleh suku Pesisir di Kota Sibolga adalah bahasa Pesisir. Bahasa Pesisir merupakan bahas yang hidup dalam masyarakat pesisir Kota Sibolga dan di pakai untuk berkomunikasi. Selain diterapkan dalam percakapan sehari-hari, peranan bahasa pesisir memiliki cakupan yang sangat luas terhadap budaya Pesisir, diantaranya untuk sambutan (tamu, perkawinan, nasihat), ajaran moral


(46)

(pribahasa), seni (sikambang, pantun, syair),cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur dalam keluarga (baso)3.

Bahasa Pesisir digunakan secara lisan maupun tulisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan sehingga tercapai rasa saling pengertian saat berkomunikasi. Menurut Emi Tanjung, bahasa pesisir merupakan perwujudan hubungan persaudaraan yang penuh keakraban dalam penyampaian pesan dan kesan. Yang dapat tercapai melalui ucapan yang indah dan mengandung petatah-petitih yang dapat menyentuh perasaan orang yang mendengarkannya.

2.2.3 Sistem Religi

Secara keseluruhan, masyarakat suku Pesisir menganut agama Islam. Seluruh aktivitas mereka disesuaikan dengan adata yang didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam adat sumando yang berdasar pada ajaran-ajaran Agama Islam. Konsep tersebut tercermin dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kaitabullah. Hal itu diartikan dengan suku Pesisir berdasarkan ide, pelaksanaan, dan penghayatan ajaran-ajaran agama Islam dalam adat sumando.

Tingkah laku dan perbuatan Suku Pesisir sehari-hari merupakan suatu kesatuan dalam masyarakat menurut kebiasaan yang sudah diatur oleh norma-norma Agama Islam. Seluruh tingkah laku dan perbuatan suku Pesisir tersebut disebut sebagai adat Pesisir. pada dasarnya, pembagian warisan pada anak laki dan anak perempuan di suku Peisisr itu sama. Tetapi jika anak

3


(47)

laki tidak menyetujuinya pembagian tersebut maka akan di kembalikan kepada Hukum islam (faraid). Dimana anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan. Sedangkan anak perempuan mendapat sebagian dari harta warisan, tetapi emas dan rumah diserahkan kepada perempuan. Hal ini dimaksudkan apabila saudara laki-laki mengunjungi kampung halaman, maka mereka akan datangi saudara perempuannya.

2.2.4 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada suku Pesisir di Kota Sibolga bersifat Patrilineal. Patrilineal artinya keturunan diwariskan pada dari pihak ayah. Garis keturunan tersebut dapat dilihat dari marga yang dibawa oleh keturunannya, misalnya seorang laki-laki bermarga Tanjung menikahi seorang perempuan bermarga Lubis. Maka anak laki-laki atau perempuannya akan mengikuti marga Ayahnya Tanjung. Skema dibawah ini menjelaskan tentang kekerabatan patrilineal suku Pesisir.


(48)

Bagan 2.1

Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Pesisir di Kota Sibolga

(D.Tanjung) ♂ (E.Lubis) ♀

(S.Tanjung) ♀ (E.Tanjung) ♀

Dalam adat Pesisir, marga diterima dari pihak laki-laki atau ayah tidak di permasalahkan. Namun, marga tetap dipakai pada seorang anak sebagai pemberian dari orang tua. Sistem patrilineal dalam adat pesisir merupakan sistem yang berbeda dari patrilineal lainnya. Hal ini tercermin dari pembagian harta warisan. Menurut adat sumando,semua anak yang dilahirkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan dalam keluarga pesisir mendapatkan harta warisan yang sama rata.

Dalam adat pesisir juga terdapat adat untuk memanggil atau menyebut orang-orang terdekat dan menjadi bagian dari keluarga seperti berikut ini. 1. Kakek dipanggil Angku,

2. Nenek dipanggil Uci, 3. Ayah dipanggil Aya, 4. Ibu dipanggil Umak,


(49)

5. Abang dipanggil Ogek, 6. Kakak dipanggil Uning, 7. Abang ipar dipanggil Ta’ajo, 8. Kakak ipar dipanggil Ta’uti, 9. Tante dipanggil Oncu, dan 10. Paman dipanggil Pa’oncu.

2.2.5 Kesenian

Kesenian Suku Pesisir lazim disebut dengan kesenian Pesisir sikambang.Kesenian sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang berlaku bagi masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, sampai ke Tapanuli, Minangkabau, dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat, sikambang juga berlaku di Pantai Timur Kepulauan Nias dan Pulau Telo.

Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, dan talibun hadir bak gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi sesuai dengan alamnya, seperti malam disinari bulan, alunan ombak dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut satu sama lain (Radjoki Nainggolan, 2012:47). Kesenian ini juga mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian sikambang biasanya digelar dalam berbagai upacara baik yang bersifat adat maupun hiburan, seperti upacara perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan tamu, penobatan atau pemberian gelar, turun karai (turun tanah),


(50)

menabalkan dan mengayun anak, memasuki rumah baru, peresmian, dan pertunjukan kesenian atau pagelaran

Sikambang berasal dari 2 kata, yakni si dan kambang. Kata si merupakan kata sandang yang diletakkan di depan sebuah nama. Sedangkan kambang merupakan sebuah nama. Menurut Suku Pesisir, sikambang mempunyai beberapa pengertian, yaitu:

1. Nama salah satu jenis pertunjukan pada masyarakat Pesisir, 2. Sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab,

3. Nama salah satu jenis ansambel pada masyarakat Pesisir, dan 4. Nama repertoar yaitu sikambang dan sikambang botan

Penyajian kesenian tersebut dibagi dalam empat, yakni alat musik, lagu, tari, dan pantun. Kesenian ini dikenal dengan sebutan sikambang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, lagu, tari, maupun pantun.

2.2.5.1Alat Musik

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dengan seni musik masyarakat Pesisir, alat-alat musik Pesisir dalam semua klasifikasi, baik idiofon, kordofon, membranofon, dan aerofon adalah sebagai berikut.

1. Biola berperan sebagai pembawa melodi dalam satu ansambel.

2. Akordion juga berperan sebagai pembawa melodi dalam memainkan sebuah lagu dalam kesenian sikambang.

3. Gandang sikambang terbuat dari kayu bulat dengan satu bagian sisi dilapisi kulit kambing sedangkan bagian sisi satu lagi dibiarkan kosong.


(51)

Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan. Gendang ini berfungsi sebagai pembawa ritme yang konstan dalam ansambel.

4. Singkadu terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm. Alat musik ini memiliki tujuh lobang nada pada bagian atas dan berjarak 1 cm pada masing-masing lobang. Sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini berfungsi untuk keserasian suara. Singkadu berperan sebagi pembawa melodi lagu.

Alat musik biola dan akordion merupakan alat musik yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa (terutama Portugis) pada Abad ke-16 yang berdagang dan mencari rempah-rempah di Pelabuhan Barus. Selanjutnya, alat musik ini dipakai dalam ansambel sikambang (Radjoki Nainggolan, 2012:58).

2.2.5.2Lagu

Kesenian sikambang memiliki kaitan erat dengan berbalas pantun. Dengan kata lain teks lagu diambil dari beberapa bait pantun yang berhubungan erat dengan kehidupan suku Pesisir. Pantun terbagi menjadi 2 bagian, yaitu; (1) sampiran diambil dari ungkapan-ungkapan alam, perihal kehidupan dan tempat tinggal. (2) Isi pantun di sesuaikan pesan yang ingin disampaikan. Misalnya ungkapan perasaan kasih sayang, kesedihan, sindiran, nasihat dan pujian. Pantun yang dibawakan dengan bernyanyi bersifat bersahut-sahutan. Teks pantun digarap dan disesuaikan dengan pembawanya dengan melakukan berbagai cara. Misalnya: pengulangan baris, penambahan kata, dan penggantian kata.


(52)

Dalam suku Pesisir lagu yang dikenal yaitu lagu Kapri, lagu Kapulo Pinang,lagu Duo, lagu Dampeng, dan lagu Sikambang. Lagu tersebut harus dinyanyikan secara lengkap dalam upacara adat pernikahan. Dalam upacara turun karaidipertunjukan lagu Ayun-ayun Tajak, yang dimana dalam lagu tersebut berisih nasihat-nasihat yang terdapat pada sajak pantun yang dinyanyikan. Bukan hanya untuk sanga anak melainkan untuk keluarga tersebut.

2.2.5.3Tari

Tari dalam kesenian sikambang berhubungan erat dengan lagu-lagunya. Berdasarkan 5 jenis lagu di atas, ada 5 jenis tari pula dalam kesenian sikambang yang ditarikan dalam upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Tari Selendang diiringi oleh Lagu Duo. Tarian ini merupakan tarian kepahlawanan dengan menggunakan gerakan-gerakan silat yang diperhalus. Tari ini adalah tarian berpasangan dengan menggunakan selendang, baik pemuda maupun pemudi dan menarikan gerakan yang sama.

2. Tari Payung diiringi oleh lagu Kapulo Pinang. Jenis tari ini merupakan tari yang dapat ditarikan pada upacara adat perkawinan yang berfungsi sebagai hiburan. Tari ini merupakan tarian sepasang pemuda-pemudi, di mana pemuda menggunakan payung dan pemudi menggunakan selendang. Para informan menyatakan bahwa tari ini melambangkan pergaulan pemuda-pemudi yang telah diikat oleh suatu acara pertunangan. Dalam hal ini, si pemuda telah mengganggap si pemudi


(53)

telah menjadi pilihannya. Sebaliknya, si pemudi pun telah beranggapan bahwa si pemuda itulah yang menjadi tambatan hatinya.

3. Tari Saputangan diiringi oleh lagu Kapri. Tari ini merupakan tari pembuka untuk memulai setiap tarian yang dilaksanakan pada setiap upacara adat perkawinan. Tari ini menggunakan saputangan atau menari dengan memakai saputangan. Menurut pendapat para informan, tari ini melambangkan curahan hati dan perasaan seorang pemuda terhadap seorang pemudi di saat terang bulan. Karena di saat terang bulan, para pemuda tidak turun ke laut. Dengan demikian, itulah kesempatan bagi mereka untuk bersenda gurau dalam mempererat silahturahmi.

4. Tari Anak diiringi oleh lagu Sikambang. Tari berpasangan ini juga menggunakan selendang saat menari. Secara etnosains, selendang menggambarkan perlindungan untuk seorang anak dari gangguan yang menimbulkan penyakit. Secara khusus, tarian ini melambangkan curahan kasih sayang seorang suami terhadap istrinya dan seorang ayah terhadap anaknya.

5. Tari Rande diiringi oleh lagu Dampeng. Tari ini merupakan tarian yang disajikan oleh sekolompok laki-laki. Pada umumnya, tari ini merupakan tari yang bersifat hiburan. Gerakan yang paling dikenali dalam tari ini adalah gerakan berputar yang dilakukan berkali-kali sampai lagu pengiring selesai.


(54)

BAB III

DESKRIPSI NYANYIAN AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA TURUN KARAI

3. 1 Upacara Turun Karai

Berdasarkan unsur kebudayaan turun karai merupakan suatu wujud sistem budaya dan sistem sosial suatu unsur kebudayaan universal yang diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil, berupa adat-istiadat dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial dan adat-istiadat diperkecil kedalam usur-unsur yang lebih kecil, berupa kompleks budaya dan kompleks sosial, kemudian kompleks budaya dan kompleks sosial dapat diperinci kedalam unsur tema budaya dan pola sosial. Namun turun karai bukan disebut sebagai kebudayaan yang universal. Hal ini disebabkan oleh sub-subunsur golongan yang lebih kecil yaitu gagasan dan tindakan sudah terlampau kecil dan bersifat tidak universal (Koentjaraningrat, 2009:166-167,169).

Turun karai merupakan suatu wujud sistem kebudayaan dan sistem sosial kebudayaan suku Pesisir. Proses upacara turun karaisuku Pesisir Sibolga meliputi beberapa tahap antara lain: (1) pengguntingan rambut (2) pemberian nama,dan (3) mambuekan anak.

Makna-makna tersirat banyak tersimpan dalam setiap tahap upacara turun karaisuku Pesisir. Namun sebelum masuk ketiga tahap tersebut, baca-bacaan ayat Al-Qur’an tidak lupa dipanjatkan kepada Allah SWT. Agar para


(55)

keluarga selalu diberi kesehatan, rahmad, dan rejeki untuk membesarkan anak yang telah di berikan oleh sang pencipta.

Untuk menghiasi ruangan atau tempat berlangsungnya acara turun karai tersebut pihak keluarga memanggil inang pengasuhuntuk mendekorasi tempat tersebut dengan langit-langit. Langit-langit dalam masyarakat Pesisir adalah sebagai tanda kebahagiaan pihak keluarga atas lahirnya sang anak di tengah-tengah keluarga baru tesebut. Langit-langit tersebut terbuat dari kain dengan berbagai warna seperti warna kuning, merah, hitam, dan hijau yang dipadukan menjadi satu dan dihiasi oleh manik-manik di pinggir kain tersebut. Kemudian ditempelkan ke setiap dinding rumah bagian dalam, tak lupa pula pelaminan untuk sang ibu ikut di hias.

3.2Tahap-Tahapan Upacara Turun Karai

Tahap-tahap upacara turun karai terlaksana dengan berbagai cara. Seluruhnya berjalan berdasarkan konteks budaya, tetapi tetap memegang nilai-nilai dalam konteks agama Islam. Hal itu terlihat melalui cara-cara untuk mengawali dan mengakhiri disetiap tahap. Dalam pelaksanaannya, dimulai dari pagi hari jam 08:00 WIB Semua keluarga bersiap berangkat dengan berjalan kaki menujuh masjid. bertujuan untuk memijakkan kaki sang anak untuk pertama kali di masjid sambil berharap kelak sang anak rajin solat dan beribadah ke masjid. namun dalam proses berjalan dari rumah menujuh masjid sang anak bukan digendong dalam pangkuan ibunya melainkan digendong dipangkuan induk inang.


(1)

87

6.2 Saran

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam proses penyusunan tulisan ini. Salah satunya adalah kurangnya sumber-sumber referensi mengenai Suku Pesisir yang dapat mendukung tulisan ini. Penulis berharap peneliti-peneliti berikutnya dapat menyempurnakan tulisan ini. Sehingga mempermudah para pembaca untuk mengerti tentang tradisi suku lain.

Bagi pemilik kebudayaan Suku Pesisir, penulis berharap agar bersedia memberikan pengetahuan tentang seluruh kebudayaan musikal yang terdapat dalam Suku Pesisir. Dengan demikian, seluruh kebudayaan tersebut akan terdokumentasi nantinya.

Penulis juga berharap, Suku Pesisir sebagai pendukung dan pemilik kebudayaan Pesisir dapat menggenerasikan kebudayaannya dengan tetap menjalankannya sesuai dengan adat-istiadat yang terdapat dalam Suku Pesisir. Sehingga budaya yang ada di Kota Sibolga tidak punah termakan zaman, dan terganti dengan acara yang sudah tidak menjunjung tinggi nilai budaya, dan bangga dengan budaya orang luar.

Bagi para peneliti berikutnya, penulis menyarankan beberapa hal untuk dipersiapkan dalam penyusunan tulisan ini. Pertama, kita harus mempunyai pengetahuan umum tentang kebudayaan Suku Pesisir. Sehingga pada saat menerapkan teknik-teknik penelitian lapangan kita dapat mengetahui dan menyusun konsep pengerjaan selanjutnya secara bertahap dan sistematis, antara lain wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya, kita juga harus mempunyai kemampuan menjadi sebagai seorang insider. Dengan kata lain, pengetahuan tentang bahasa Pesisir dapat mendukung proses penelitian


(2)

88

nantinya. Terakhir, penulis menyarankan agar peneliti berikutnya dapat mengkaji kebudayaan musikal Suku Pesisir lainnya. Karena dalam ilmu Etnomusikologi tulisan-tulisan yang membahas tentang Suku Pesisir masih terhitung sedikit jumlahnya.


(3)

89

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abdul Latiff Abu.2006. ―Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni Pertujukan.‖Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni),(53), 45-51.

Cowie, A. P. 1987. Kamus Oxford Leamer’s Pocket. Oxford:Oxford Universitu Press.

Departeman Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Pusat Bahasa.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola RitemGendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi,Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hast, Dorothea E., James R. Cowdery, dan Stan Scott. 1999. Exploring the

word of Music.United States of America: Kendall/Hunt Publishing Company.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat (ed.), 1980a. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980b. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Koetjaraningrat. 1989. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Koentowidjojo, 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Penerbit Mizan.

Lomax, Alan P. 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New Jersey. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia.

New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.


(4)

90

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Indiana: Northwestern University Perss.

Nainggolan, Radjoki. 2012. Buku Kesenian Pesisir Sikambang. Medan: Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara.

Narrol, R. 1965. ―Ethnic Unit Classification.‖ Current Anthropology, volume 5 No.4.‖

Nettl, Bruno. 1964. Theory And Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press Of Glencoe.

Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Nettl, Bruno, 1992. ―Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.‖ Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press.

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Perlman, Marc. 1994. Unplayed Melodies: Music Theory in Postcolonial Java. Ph.D. dissertation, Wesleyan University.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(5)

91

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Dahlun Silitonga Umur : 63 tahun

Alamat : Jl. Sisingamangaraja, Gg. Aekhorsik Pekerjaan : Nelayan

2. Nama : Emi Tanjung Umur : 60 tahun

Alamat : Jl. Sisingamangaraja Gg. Aekhorsik Pekerjaan : Indung inang

3. Nama : Farudin Sinaga Umur : 72 tahun

Alamt : Jl. Pasar Belakang, Gg. Pulo Rembang Pekerjaan : wiraswasta

4. Nama : Nurdiana Tanjung Umur : 29 tahun

Alamat : Jl. Mojopahit No. 225 Pekerjaan : Ibu rumah tangga


(6)

92 5. Nama : Radjoki Nainggolan

Umur : 67 tahun

Alamat : Jl. Sei Ban-Ban, No.7, Kota Medan Pekerjaan : Dosen

6. Nama : Romatua Purba Umur : 31 tahun

Alamat : Jl. Mojopahit No. 225 Pekerjaan : Nelayan

7. Nama : Siti Zubaidah Umur : 45 tahun

Alamat : Jl. Sisingamangaraja, Gg. Kenanga, Kota Sibolga Pekerjaan : Kepala Sekolah