Hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG MENJALIN

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang berpacaran. Konteks yang dipakai dalam penelitian ini adalah hubungan berpacaran jarak jauh. Data untuk penelitian ini dihasilkan dari skala yang disebarkan kepada 111 orang mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) yang dikembangkan oleh Fraley, Brennan, dan Waller (2000). Penelitian ini juga menggunakan skala milik Hendrick (1988), yaitu

Relationships Assessment Scale untuk mengukur variabel kepuasan berelasi. Hasil penelitian diolah menggunakan SPSS 16.0 dan menunjukkan korelasi negatif sebesar -.534 dengan p=0.000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi.


(2)

CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT WITH RELATIONSHIP SATISFACTION TO WOMEN WHO TWINE

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP IN YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a relationship between insecure attachment with relationship satisfaction to dating women. The context that used in this study is long-distance dating relationship. Datas in this study was resulted from scale that alloted to 111 college students who twine long-distance dating relationship in Yogyakarta. The scale that used to measure insecure attachment is Experiences in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) that developed by Fralet, Brennan,and Waller (2000). Besides that, this study used Hendrick’s Relationship Assessment Scale (1988) to measure relationship satisfaction variable. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -.534 with p=0.000. This condition proved that there is negative correlation between insecure attachment with relationship satisfaction.

Keywords : insecure attachment, relationship satisfaction, long-distance dating relationship

 


(3)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN

DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG

MENJALIN HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Beatrich Rani Danastri

NIM : 099114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(4)

(5)

(6)

HALAMAN MOTTO

Hakuna matata. These two words will solve all your problems.

Pumbaa (The Lion King Movie) –

You try. You fail. You try. You fail. But the only true failure is when you stop

trying.

– Madame Leota (Haunted Mansion) -

The past can hurt. But the way I see it, you can either run from it, or learn from it.

- Rafiki (The Lion King Movie) -

Don’t limit yourself. Many people limit themselves to what they think they can do.

You can go as far as your mind lets you. What you believe, remember, you can

achieve.

- Mary Kay Ash –


(7)

Dengan penuh syukur, skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus yang Mahakasih,

Kedua orang tua-ku, Ignatius Djoko dan Teresa Maria,

Kedua adikku, Dipta dan Kristo,

Dan sahabat, teman-teman, serta semua pihak yang senantiasa memberikan doa,


(8)

(9)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG MENJALIN

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukanapakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang berpacaran. Konteks yang dipakai dalam penelitian ini adalah hubungan berpacaran jarak jauh. Data untuk penelitian ini dihasilkan dari skala yang disebarkan kepada 111 orang mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) yang dikembangkan oleh Fraley, Brennan, dan Waller (2000). Penelitian ini juga menggunakan skala milik Hendrick (1988), yaitu

Relationships Assessment Scale untuk mengukur variabel kepuasan berelasi. Hasil penelitian diolah menggunakan SPSS 16.0 dan menunjukkan korelasi negatif sebesar -.534 dengan p=0.000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi.


(10)

CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT WITH RELATIONSHIP SATISFACTION TO WOMEN WHO TWINE

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP IN YOGYAKARTA Beatrich Rani Danastri

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a relationship between insecure attachment with relationship satisfaction to dating women. The context that used in this study is long-distance dating relationship. Datas in this study was resulted from scale that alloted to 111 college students who twine long-distance dating relationship in Yogyakarta. The scale that used to measure insecure attachment is Experiences in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) that developed by Fralet, Brennan,and Waller (2000). Besides that, this study used Hendrick’s Relationship Assessment Scale (1988) to measure relationship satisfaction variable. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -.534 with p=0.000. This condition proved that there is negative correlation between insecure attachment with relationship satisfaction.

Keywords : insecure attachment, relationship satisfaction, long-distance dating relationship


(11)

(12)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis ingin memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Antara Kelekatan Tidak Aman dengan Kepuasan Berelasi pada Perempuan yang Menjalin Hubungan Pacaran Jarak Jauh di Yogyakarta”.

Skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik,

Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi., yang sudah membantu selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku mantan Dosen Pembimbing

Akademik, yang telah memberikan kritik saran dalam proses pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Heri Widodo, M.Psi., selaku dosen pembimbing yang

senantiasa menyediakan waktu untuk mendampingi dan membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Profesor Susan Hendrick yang sudah membantu memberikan sumber

bacaan untuk penelitian ini.

5. Dosen-dosen di Fakultas Psikologi yang telah memberikan wawasan dan

ilmu pengetahuan mengenai dunia manusia yang mengagumkan kepada penulis selama proses perkuliahan.


(13)

6. Karyawan sekretariat Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik,yang sudah berkenan membantu penulis dan memfasilitasi berbagai keperluan selama proses perkuliahan.

7. Mama dan Bapak selaku orang tua di rumah. Terima kasih atas segala doa,

dukungan, dan penguatan yang diberikan dari jauh. Makasih ya ma, pak..

8. Dipta dan Kristo yang selalu bisa memberikan tawa dan motivasi dalam

mengerjakan skripsi ini. Makasih ya dek..

9. Pak Darmanto, guru bahasa Inggris SMA Santa Ursula, yang sudah

berkenan membantu peneliti menerjemahkan skala dalam penelitian ini.

10.Teman-teman seperjuangan : Ginza, Stenny, Laksmi, Elok. Terima kasih

banyak untuk kerja keras, bantuan, dukungan, semangat, dan kerja

samanya selama proses penyusunan skripsi ini. We finally do finish this!

11.Ginza, Lala, Rea, Kak Evi, Vera, Bangbo, Abet, sahabat sepermainan dan

belajar yang selalu memberikan tawa dan kelegaan dalam setiap kegalauan sehari-hari. Terima kasih untuk waktu yang pernah kita habiskan bersama ☺

12.Bapak-Ibu dan teman-teman kos Anggrek : Dara, Tiwi, Deny, Agnes,

Rani, Hani, Grace, Wiwik, Ria, Elin. Terima kasih banyak karena sudah menjadi tempat aku pulang, tempat berbagi semangat dan keletihan. Sekian tahun tinggal bersama kalian sungguh menyenangkan!

13.Seluruh Staf perpustakaan USD, khususnya Pak Sunu, dan rekan-rekan

mitra : Mbak Ju, Mbak Cicik, Mas Miko, Mbak Meng, Keket, Rea, Odil, Lana, Mery, Prima, dan Tika, serta rekan-rekan mitra lain yang selalu


(14)

membuat hariku penuh warna. Terima kasih untuk hangatnya kekeluargaan yang membuat aku selalu semangat untuk kerja, bertemu,

dan berbagi kisah dengan kalian. Hidup shelving!

14.Sahabat dan saudara semenjak 8 tahun yang lalu: Debo, Nemo, Orne,

Vicky, Patty. Thanks for supports and smiles you gave in this distance.

Love you all, sisters :)

15.Zefan, Boni, Yosua, Putri, Angga, teman-teman yang penuh keunikan.

Terima kasih untuk kesempatan berbagi tawa dan tangis dengan kalian.

16.Pingkan, Sherly, Regina, Uli, Sheila, Martha, Nova, dan teman-teman lain

di PSF yang rajin banget ngingetin untuk nyekrip. Buruan nyusul!

17.Teman-teman di peer partner : Miss Tata, Diyan, Nino, Putri, Matheus,

dan peer lainnya. Terima kasih untuk kesempatan dan pengalaman baru,

serta dukungan yang semakin memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

18.Semua teman di Universitas Sanata Dharma dan pihak-pihak lain yang

memberikan dukungan, bantuan, semangat, dan doa untuk terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk proses berdinamika bersama kalian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoretis ... 8


(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Dewasa Awal ... 9

1. Pengertian ... 9

2. Tugas Perkembangan ... 9

a. Tahap Psikososial Erikson ... 9

b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie ... 10

3. Ciri-ciri Sosio-Emosi ... 11

a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal ... 11

b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan ... 14

4. Pacaran ... 15

B. Kepuasan Berelasi ... 16

1. Pengertian Kepuasan Berelasi ... 16

2. Aspek Kepuasan Berelasi ... 16

3. Kaitan Kepuasan Berelasi di Berbagai Bidang ... 19

a. Perilaku ... 19

b. Kognitif ... 20

4. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Berelasi ... 21

a. Kemampuan Manajemen Konflik ... 21

b. Sikap Memaafkan ... 22

c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi ... 22

d. Kelekatan Tidak Aman ... 23

5. Dampak Kepuasan Berelasi ... 23

a. Komitmen ... 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

b. Ketergantungan pada Pasangan (dalamteori

interdependensi) ... 23

c. Kepuasan Hidup ... 24

C. Kelekatan (Attachment) ... 24

1. Pengertian Kelekatan ... 24

2. Tipe Kelekatan Dewasa ... 25

3. Faktor Penyebab ... 29

a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak ... 29

b. Sensitivitas dan Responsivitas Pasangan ... 30

4. Dampak ... 30

a. Manajemen Konflik ... 30

b. Sikap Trust ... 30

c. Tingkat Kemandirian ... 31

d. Konsep Diri ... 32

e. Kontrol Emosi ... 33

f. Kepuasan Berelasi ... 33

D. Dinamika ... 34

E. Hipotesis ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian ... 38

1. Variabel Independen ... 38


(18)

C. Definisi Operasional ... 38

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Metode Pengambilan Sampel ... 39

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 40

1. Metode Pengumpulan Data ... 40

2. Alat Pengumpulan Data ... 40

a. Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised ... 41

b. Relationship Assessment Scale ... 42

G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data ... 43

1. Validitas ... 43

2. Reliabilitas ... 44

3. Seleksi Aitem ... 45

a. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap I ... 45

b. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap II ... 46

c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 46

H. Metode Analisis Data ... 47

1. Uji Asumsi ... 47

2. Uji Korelasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Pelaksanaan Penelitian ... 50

B. Analisis Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

2. Uji Asumsi ... 51

2.1 Uji Normalitas ... 51

2.2 Uji Linearitas ... 52

3. Hasil Penelitian ... 53

4. Sumbangan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 53

5. Statistik Deskriptif ... 54

a. One Sample T-test ... 54

b. Paired Sample T-test ... 55

C. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 60

2. Saran Bagi Subjek ... 62

3. Saran Bagi Orang Tua ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba ... 42 Tabel 3.2 Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba ... 43 Tabel 3.3 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba

Tahap I ... 45 Tabel 3.4 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba

Tahap II ... 46 Tabel 3.5 Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 47

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 50 Tabel 4.2 Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek

dengan Pasangan ... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 51 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif ... 54


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 69

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 75

Lampiran 3 Reliabilitas ... 81

Lampiran 4 Uji Normalitas dan Linearitas ... 83

Lampiran 5 Uji Korelasi ... 87

Lampiran 6 Statistik Deskriptif ... 89

Lampiran 7 Laporan Hasil Pra-Penelitian ... 93


(22)

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai mekanisme untuk mengembangkan relasi dan bekerja sama dengan orang lain (Buss & Kenrick, 1998; Reis, Collins, & Berscheid dalam Campbell & Loving, 2012). Mekanisme ini didorong oleh salah satu kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Maslow, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan cinta (Schultz, 1991). Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan mengembangkan relasi yang dekat dengan orang lain.

Relasi yang dekat mulai dikembangkan individu saat memasuki masa remaja. Selanjutnya, kuantitas dan kualitas relasi yang dekat semakin meningkat selama masa dewasa awal. Menurut Erikson, mengembangkan relasi yang lebih intim menjadi tugas perkembangan yang penting pada masa dewasa awal (Santrock, 1995). Individu mulai mengembangkan relasi dekat romantis yang terwujud dalam perilaku berpacaran. Berpacaran bagi remaja merupakan konteks dimana individu meningkatkan harapan terkait dengan peran gender. Bagi dewasa awal, perilaku berpacaran memberikan kontribusi yang penting pada pembentukan peran mereka dalam berdinamika di masyarakat (Skipper & Nass dalam Steuber, 2005). Perilaku berpacaran pada masa dewasa awal melibatkan unsur cinta romantis yang menjadi hal penting,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

termasuk ketika mereka menjadi mahasiswa di perguruan tinggi (Santrock, 1995). Oleh karena itu, topik mengenai relasi romantis pada mahasiswa menjadi penting untuk dibahas lebih lanjut.

Mahasiswa perguruan tinggi memiliki dinamika yang penuh dengan tekanan. Permasalahan mengenai relasi romantis menjadi salah satu pemicu yang membuat mahasiswa merasa tertekan (Berscheid & Fei dalam Santrock 1995). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 75 subjek yang berpacaran, permasalahan dalam relasi romantis menjadi penyebab terbesar kedua munculnya permasalahan akademis.

Relasi romantis dengan kualitas yang baik salah satunya disebabkan karena adanya kepuasan dalam relasi tersebut (Clark & Grote, 2003).

Kepuasan dalam relasi akan mempengaruhi kondisi mood dan emotional

well-being pada diri individu (Chung et al. dalam Steuber, 2005). Kepuasan

berelasi merupakan suatu evaluasi positif individu terhadap suatu hubungan dengan merujuk pada kondisi dirinya sendiri (Rusbult & Buunk dalam Miller & Tedder, 2011). Dengan kata lain, kepuasan berelasi lebih melibatkan fungsi karakteristik sifat individu sendiri, bukan karakteristik pasangan (Smith, Heaven, & Ciarrochi, 2008).

Kepuasan dalam berelasi, khususnya relasi berpacaran, bukanlah hal yang mudah untuk dicapai. Berbagai variabel menjadi faktor penyebab terhambatnya seseorang mengalami kepuasan dalam hubungannya dengan pasangan. Apabila hambatan yang ada tidak dapat diatasi oleh pasangan, mereka dapat mengalami ketidakpuasan dalam hubungan tersebut.


(24)

3

 

Munculnya rasa tidak puas dalam berelasi dapat menimbulkan berbagai persoalan terkait dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pasangan dalam hubungan romantis memiliki kemungkinan memunculkan depresi yang lebih tinggi dibandingkan teman biasa (Berscheid & Fei dalam Santrock, 1995). Selain itu, ketidakpuasan yang dialami dalam hubungan romantis menimbulkan dampak negatif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis (Hawkins & Booth, 2005). Ketidakpuasan juga menimbulkan emosi negatif yang mempengaruhi respon individu terhadap stres, kekerasan, dan permasalahan akademis (Creasey, Kershaw, & Boston; Creasey & Hesson-McInnus dalam Steuber, 2005). Sebuah survei yang dilakukan oleh Komnas Perempuan Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat kedua setelah kekerasan dalam rumah tangga(Kompas.com). Di samping itu, salah satu wujud ketidakpuasan berelasi adalah munculnya konflik karena masalah komunikasi (komunikasi kurang efektif). Penyelesaian konflik pun dapat terhambat, salah satunya karena dibatasi oleh lokasi yang berjauhan dan kontak fisik yang intensitasnya relatif sedikit (Gulledge, Gulledge, & Stahmann, 2003).

Intensitas kontak fisik yang sedikit salah satunya disebabkan oleh perpisahan jarak. Transisi dari masa SMA ke masa kuliah dapat mendorong mobilitas pendidikan yang memunculkan kebutuhan untuk berpisah secara geografis di antara pasangan yang berpacaran (Johnston & Packer dalam Arditti & Kauffman, 2004) atau biasa dikenal dengan hubungan pacaran jarak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

jauh (Long-Distance Dating Relationship). Hubungan pacaran jarak jauh

(Long-Distance Dating Relationship) menjadi fenomena pada masa sekarang

ini. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian The Center for the

Study of Long Distance Relationship di Amerika pada tahun 2005,

menunjukkan bahwa ada sekitar 4,4 juta pasangan mahasiswa belum menikah di Amerika (20-40% dari total keseluruhan mahasiswa) yang sedang menjalani hubungan jarak jauh. Berkaitan pula dengan pembahasan sebelumnya, perkembangan mobilisasi yang memungkinkan semakin terbukanya kesempatan peluang pendidikan, memberikan pengaruh tingkat hubungan pacaran jarak jauh yang semakin meningkat pula. Kondisi ini pun terlihat di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 167 orang mahasiswa di Yogyakarta yang sedang berpacaran, sekitar 30% dari mereka menjalin hubungan berpacaran jarak jauh. Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 31 mahasiswi yang menjalin hubungan jarak jauh menunjukkan bahwa 32% mengaku tidak puas dalam menjalani hubungan yang mereka jalani saat ini. (Danastri, Permatasari, Prawitasari, Viasti, Nugrahaeni, 2013). Oleh karena itu, hubungan berpacaran jarak jauh menjadi salah satu konteks yang menarik dalam membahas topik mengenai kepuasan berelasi.

Pada kenyataannya, beberapa hubungan dapat tetap bertahan meskipun hubungan berjalan dengan tidak memuaskan (Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Selain itu, Schwebel dkk (dalam Skinner, 2005) menemukan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan menunjukkan usaha yang lebih


(26)

5

 

dalam mempertahankan hubungan jarak jauhnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk mempertahankan hubungan meskipun mereka merasa tidak puas.

Persoalan-persoalan dalam menjalin relasi dapat dihindari dan dapat dengan lebih mudah diatasi bila pasangan merasakan kepuasan dalam relasi mereka. Kepuasan berelasi merupakan suatu konstruk dimensional yang memiliki berbagai faktor penentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepuasan berelasi memiliki kaitan dengan rasa percaya, keintiman, dan komitmen (Lydon, Pierce, O’regan, 1997) dalam suatu hubungan. Kecerdasan emosional juga merupakan faktor yang memiliki kaitan positif dengan kepuasan berelasi (Schutte et al, 2001). Selain itu, kepuasan berelasi terkait dengan kepuasan seksual pada pasangan (Lewandowski & Schrage, 2010).

Dari berbagai hal yang terkait dengan kepuasan berelasi, attachment

atau kelekatan menjadi faktor yang penting untuk dibahas. Bowlby (1969)

menyatakan bahwa attachment merujuk pada hubungan bayi dan pengasuh

(atau figur orang tua) yang nantinya akan diaplikasikan dalam relasi romantis

pada masa dewasa (Jimenez, 2010). Attachment atau kelekatan merupakan

salah satu bentuk perilaku yang dihasilkan dalam hubungan dekat seseorang terhadap individu lain yang disukai (Bowlby dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Pada masa dewasa, khususnya pada relasi romantis, pasangan adalah individu lain yang dekat dan disukai, sehingga mengganti figur lekat orang tua saat masa kecil.


(27)

Individu dikatakan memiliki kelekatan yang aman ketika individu mempunyai persepsi bahwa figur lekat dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kelekatan tidak aman ketika individu kurang memiliki persepsi bahwa figur lekat akan hadir dan responsif terhadap kebutuhan individu, sehingga individu tidak mendapatkan rasa aman dan nyaman dari figur lekat (Cassidy dalam Cassidy & Shaver, 2008).

Adult attachment atau kelekatan dewasa merupakan hasil interaksi

intrapersonal dan interpersonal yang melibatkan aspek perilaku, kognisi, emosi, dan fisik (Mikulincer & Goodman, 2006). Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa keyakinan irasonal (irrational belief) pada salah satu

tipe kelekatan tidak aman, yaitu tipe avoidant attachment, memberikan

kepuasan yang lebih rendah dalam berelasi (Stackert & Bursik, 2003). Di samping itu, penelitian Gulledge, Gulledge, & Stahmann (2003) menemukan bahwa afeksi fisik memiliki korelasi yang tinggi dengan kepuasan berelasi. Penelitian lain memperlihatkan bahwa mahasiswa dengan gaya kelekatan

tidak aman (insecure attachment) kurang memiliki sensitivitas terhadap

kebutuhan pasangan yang baik, sehingga mengalami kepuasan dan kestabilan hubungan yang kurang baik dibandingkan mahasiswa dengan gaya kelekatan

aman (secure attachment) (Creasey & Hesson-McInnus dalam Steuber,

2005). Selain itu, ada pula penelitian lain yang menyatakan bahwa kelekatan tidak aman memiliki kaitan yang negatif dengan kepuasan (Feeney dalam


(28)

7

 

Cassidy & Shaver, 2008). Semakin tinggi kelekatan tidak aman yang dimiliki individu, maka semakin rendah pula kepuasan berelasinya.

Beragam hasil penelitian menunjukkan bahwa kelekatan tidak aman memiliki kaitan yang cukup penting dengan variabel yang bersinggungan dengan relasi. Oleh karena itu, hasil interaksi yang salah satunya adalah kepuasan dalam suatu relasi, menjadi hal yang cukup penting untuk dipelajari kaitannya dengan kelekatan, secara khusus pada relasi romantis.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait kepuasan berelasi dalam hubungan romantis, secara lebih spesifik hubungan berpacaran jarak jauh. Peneliti ingin melihat apakah kelekatan tidak aman pada masa dewasa memiliki hubungan dengan kepuasan berelasi, secara khusus pada mahasiswi yang menjalani hubungan berpacaran jarak jauh di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Apakah kelekatan tidak aman mempunyai hubungan dengan kepuasan berelasi pada mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui apakah terdapat hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta.


(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dalam bidang psikologi klinis dan perkembangan, khususnya berkaitan dengan kepuasan dalam relasi romantis pada masa dewasa awal.. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan kepuasan berelasi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memperlihatkan bagaimana pola

pengasuhan pada masa kecil akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengembangkan relasi dengan pasangan di usia dewasa awal. Dengan demikian, dapat membantu pihak-pihak yang terkait (seperti orang tua dan individu dewasa awal) untuk mengembangkan kelekatan atau relasi yang lebih sehat dengan cara-cara tertentu, sehingga memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan fisik dan psikis.


(30)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dewasa Awal 1. Pengertian

Masa dewasa awal merupakan masa perpindahan dari remaja menuju dewasa yang ditandai oleh kemandirian dalam ekonomi dan membuat keputusan (Keniston dalam Santrock, 1995). Menurut Erikson (1950), apabila individu telah mencapai identitas diri pada masa remaja, pada masa dewasa awal individu akan mengembangkan relasi khusus dengan orang tertentu tanpa menghilangkan jati dirinya (Bertrand & Lachman, 2003). Masa dewasa awal memiliki rentang usia dari 18 – 35 tahun (Havighurst dalam Lemme, 1995).

2. Tugas Perkembangan

a. Tahap Psikososial Erikson

Menurut Erikson, masa dewasa awal berada pada tahap

intimasi vs isolasi. Individu akan mengembangkan relasi yang lebih intim dan persahabatan dengan orang lain. Sebaliknya, bila individu tidak dapat mengembangkan hal tersebut, individu akan merasa terisolasi (Hoyer, 2003).


(31)

b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie

Menurut Schaie (1977), masa dewasa awal dilalui oleh 2 fase

perkembangan kognitif. Secara umum, individu akan mengalami perubahan dalam cara berpikir atau pemrosesan informasi. Fase yang

pertama adalah fase pencapaian prestasi (achieving stage). Fase ini

melibatkan intelektualitas dalam situasi yang memiliki konsekuensi tinggi dan untuk tujuan jangka panjang seperti pencapaian karir. Fase perkembangan kognitif yang kedua adalah fase

tanggung jawab (the responsibility stage). Fase ini dialami individu

ketika individu mulai membentuk keluarga dan memberikan perhatian bagi pemenuhan kebutuhan keluarga dan keturunan (Schaie dalam Santrock 1995).

Menempuh pendidikan di tingkat perguruan tinggi juga

menjadi tugas perkembangan pada masa dewasa awal. Mahasiswi merupakan sebutan bagi pelajar yang menempuh pendidikan di tingkat universitas. Tambahan kata ‘maha’ pada ‘siswa’ memberikan pemaknaan sendiri. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab pelajar di tingkat ini lebih besar. Transisi dari sekolah menengah ke universitas melibatkan struktur sekolah yang lebih luas dengan birokrasi yang lebih kompleks, interaksi dengan kelompok sebaya dari beragam daerah dengan latar belakang budaya yang beragam pula, dan peningkatan performansi pada prestasi (Belle & Paul dalam Santrock, 1995). Tekanan untuk sukses di universitas dan


(32)

11

 

bekal mendapatkan pekerjaan yang baik merupakan beberapa hal yang banyak menimbulkan stres dan depresi pada mahasiswa (Santrock, 1995).

3. Ciri-ciri Sosio-Emosi

a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal

Beberapa ciri sosio-emosi yang melekat pada masa dewasa awal adalah :

1. Berkembangnya keinginan untuk mengenal orang lain secara

lebih dekat.

Keinginan ini muncul dari rasa ketertarikan yang

didasarkan pada arah dan penilaian interpersonal individu terhadap orang lain. Perkenalan terbentuk karena ada kontak fisik yang dekat dengan orang lain, individu mengalami emosi yang positif, dan adanya kebutuhan untuk menjalin suatu hubungan (kebutuhan afiliasi) di antara keduanya (Baron & Byrne, 1987).

Selanjutnya, perkenalan dapat membentuk hubungan

pertemanan atau persahabatan di antara individu. Hubungan ini muncul karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Ketertarikan fisik (physical attractiveness)

Ketertarikan fisik menjadi penentu yang penting dimana orang tertarik untuk menjalin relasi dan cenderung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

bersifat subjektif. Meskipun demikian, ada pandangan umum berkaitan dengan fisik yang menarik bagi individu. Perempuan yang menarik bagi laki-laki adalah perempuan yang secara umum memiliki bagian-bagian fisik berukuran sedang (Kleinke & Staneski; Wiggins, Wiggins, & Conger dalam Baron & Byrne, 1987). Selanjutnya, laki-laki yang

menarik bagi perempuan adalah laki-laki dengan thin legs,

thin waist, berbahu lebar, dan berbadan tinggi (Beck,

Ward-Hull, & McLear; Horvath; Lavrakas; Gillis & Avis dalam Baron & Byrne, 1987).

Adapula beberapa hal lain yang membuat individu

tertarik untuk berelasi dengan orang lain. Perilaku yang tampak, misalnya senyuman,juga dapat menimbulkan ketertarikan. Individu yang tersenyum membuat orang lebih tertarik untuk berelasi dengannya (S. Lau; Mueser et al. dalam Baron & Byrne, 1987). Selain itu, nama seseorang juga dapat mempengaruhi persepsi ketertarikan individu (Garwood et al. dalam Baron & Byrne, 1987).

b. Kesamaan (similarity)

Individu memiliki kecenderungan untuk menerima orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya sendiri dan menolak orang lain yang kurang memiliki kesamaan dengan dirinya. Hal ini dapat terlihat ketika individu dengan


(34)

13

 

individu yang lain saling berbagi cerita, dimana dalam cerita tersebut akan ada topik tertentu, seperti sekolah, pekerjaan, musik, dan sebagainya. Penelitian Byrne & Nelson (1965) menemukan bahwa semakin tinggi proporsi kesamaan pandangan mengenai suatu topik, maka individu akan lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain tersebut (Baron & Byrne, 1997).

c. Kondisi timbal balik (reciprociy)

Ketika individu merasa bahwa ia dipandang positif oleh orang lain, ia akan lebih cenderung berperilaku positif dan menimbulkan ketertarikan orang lain terhadap dirinya. Hasil penelitian Curtis & Miller (1986) menyebutkan bahwa orang yang merasa dirinya dievaluasi positif oleh orang lain akan lebih terbuka, mengembangkan perilaku yang positif, dan berbicara dengan nada yang lebih hangat dibandingkan individu yang merasa dirinya dievaluasi negatif oleh orang lain (Baron & Byrne, 1997).

2. Mengembangkan cinta dalam hubungan dengan orang tertentu.

Pada masa dewasa awal, individu mulai mengembangkan cinta terhadap orang lain. Perwujudan cinta tampak dalam hubungan yang dekat. Penelitian menyebutkan bahwa hubungan yang dekat terdorong oleh rasa ketertarikan dan kecenderungan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

individu untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan tertentu (Berndt & Perry dalam Santrock, 1995). Salah satu hubungan dekat yang dikembangkan pada masa dewasa awal adalah relasi romantis.

Relasi romantis menjadi wadah yang penting bagi

tercapainya tugas perkembangan menurut Erikson, yaitu keintiman. Keintiman merupakan suatu penemuan diri sekaligus kehilangan diri dalam diri orang lain. Individu akan mengurangi keegoisan diri dan mengembangkan rasa saling berbagi dengan pasangannya. Individu yang intim akan merasakan kehangatan dan kedekatan dengan pasangan (Santrock, 1995).

b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan

Penelitian Sacher & Fine (1992) menunjukkan bahwa

perempuan memiliki usaha yang lebih besar untuk mempertahankan hubungan dibandingkan laki-laki. Pada studi mengenai hubungan jarak jauh, Schwebel et al. (1992) juga menemukan bahwa perempuan menunjukkan usaha yang lebih dulu dan lebih besar untuk tetap bisa berkomunikasi dengan pasangan, salah satunya dengan berinisiatif melakukan kontak melalui telepon (Dellman-Jenkins dalam Skinner, 2005).


(36)

15

 

4. Pacaran

Pacaran merupakan salah satu jenis hubungan yang menyerupai hubungan persahabatan, tapi melibatkan unsur seksual. Meskipun melibatkan unsur seksual, tipe hubungan ini berbeda dengan pernikahan. Hubungan berpacaran belum melibatkan lembaga sosial yang legal untuk mensahkan hubungan tersebut (Duck, 1991).

Wisnuwardhani (2012) mengemukakan bahwa pacaran memiliki fungsi untuk mengembangkan interaksi individu dengan lawan jenisnya. Pacaran juga menjadi sarana untuk memperoleh dan mengembangkan persahabatan, dukungan emosional, kasih sayang, dan eksplorasi seksual (Wisnuwardhani, 2012). Selain itu, pacaran juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berelasi dengan orang lain dan menghormati satu sama lain (Duvan & Miller dalam Wisnuwardhani, 2012)

Menurut Wisnuwardhani, ada beberapa tujuan dan arti dari perilaku berpacaran, di antaranya :

a. Pacaran menjadi tanda bahwa seseorang memiliki pasangan untuk

menikah.

b. Pacaran melibatkan aturan penting yang umumnya berasal dari orang

tua, untuk melindungi keperawanan perempuan, kehormatan keluarga, dan pernikahan yang tidak diinginkan.

c. Pacaran berperan penting bagi perempuan untuk menunjukkan

bagaimana peran gender harus dilakukan ketika perempuan berinteraksi dengan laki-laki.


(37)

B. Kepuasan Berelasi

1. Pengertian Kepuasan Berelasi

Kepuasan berelasi merupakan afeksi positif maupun negatif yang ada dalam suatu hubungan, terkait dengan bagaimana respon pasangan terhadap ekspektasi atau kebutuhan individu (Rusbult, 1980; Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Jika respon pasangan sesuai atau lebih tinggi dari ekspektasi individu, maka individu dapat mengalami kepuasan berelasi yang tinggi. Sebaliknya, jika respon pasangan terhadap individu lebih rendah dari ekspektasi individu, individu dapat mengalami kepuasan berelasi yang rendah. Hal ini juga didukung oleh Sternberg & Hojjat (1997) yang menyatakan bahwa kepuasan dalam hubungan yang dekat merujuk pada skala penilaian individu terhadap hubungan dekatnya.

Secara umum, kepuasan berelasi adalah afeksi positif maupun negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan terhadap pemenuhan kebutuhannya.

2. Aspek Kepuasan Berelasi

Menurut Hendrick (1988), ada beberapa hal yang penting dalam menentukan kepuasan berelasi, yaitu :

a. Pemenuhan kebutuhan

Menurut Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar bersifat genetik, yang berusaha untuk dipenuhi dalam hidupnya, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan dimiliki dan cinta,


(38)

17

 

harga diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang paling berkenaan dengan relasi romantis adalah kebutuhan dimiliki dan cinta.

Kebutuhan dimiliki dan cinta merupakan kebutuhan yang bersinggungan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Individu sangat peka terhadap kesendirian, penolakan dari lingkungan, dan kehilangan seseorang yang dikasihinya. Oleh karena itu, kebutuhan untuk diterima dan dicintai merupakan hal yang penting untuk mencapai perasaan yang sehat dan berharga.

Selain itu, menurut Maslow, kegagalan pemenuhan kebutuhan dimiliki dan cinta ini menjadi penyebab dari hampir semua bentuk psikopatologi (Alwisol, 2009).

b. Kepuasan dalam hubungan secara umum

Setiap individu memiliki penilaian tertentu terhadap relasi yang sedang mereka jalani. Bagaimana penilaian individu terhadap hubungan tersebut, positif maupun negatif secara umum, tanpa melihat aspek-aspek lain yang lebih spesifik, dapat menjadi salah satu hal yang menggambarkan kepuasan terhadap relasinya.

c. Kualitas relasi

Setiap pasangan tentunya mengharapkan interaksi yang baik dalam hubungan mereka. Untuk mencapai hal tersebut, individu

berusaha mengembangkan belief dan perasaan yang positif terhadap

pasangan, yakni perasaan bahwa pasangan akan ada saat individu membutuhkannya. Selain itu, gaya kelekatan individu dan perilaku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

pasangan yang mendukung juga dapat menciptakan interaksi yang baik dan menjadi kontributor utama untuk mencapai kualitas relasi (Mikulincer & Goodman, 2006).

d. Keinginan menghentikan relasi

Setiap individu yang membina relasi tentunya memiliki harapan bahwa relasi tersebut dapat terjalin dengan baik. Pada kenyataannya, ada relasi yang terjalin dengan kurang baik karena beberapa persoalan tertentu. Akibatnya, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki kemungkinan keinginan untuk menghentikan relasi tersebut karena sudah tidak membawa pengaruh yang positif dalam kehidupan mereka. Seberapa sering keinginan untuk menghentikan atau berharap relasi tersebut tidak pernah ada, menjadi salah satu penentu puas atau tidaknya seseorang terhadap relasi yang sedang dijalaninya.

e. Pemenuhan harapan

Interaksi antara individu dengan pasangan yang memiliki sifat responsif akan meningkatkan harapan dan optimisme individu.

Interaksi ini mampu membentuk keyakinan yang positif (positive

belief) pada diri individu, sehingga ia percaya bahwa pasangan

mampu memberikan dukungan dan memiliki kehendak yang baik terhadap dirinya (Mikulincer & Shaver, 2007).


(40)

19

 

f. Kuantitas rasa cinta

Manusia menjalin relasi romantis karena adanya ketertarikan dan mengembangkan cinta satu sama lain. Salah satu pembahasan mengenai cinta yang banyak dikenal oleh orang adalah teori Cinta Triangular menurut Sternberg. Menurut Sternberg (1988, 1995), cinta memiliki tiga bentuk, yaitu keintiman, komitmen, dan gairah (Santrock, 1995). Besarnya rasa cinta yang dirasakan oleh individu menjadi salah satu penentu kepuasan berelasi yang dirasakan individu (Santrock, 1995).

g. Kuantitas masalah dalam hubungan

Suatu hubungan tidak mungkin lepas dari permasalahan. Seberapa sering suatu permasalahan muncul dan bagaimana respon individu dan pasangan dalam menghadapinya turut menentukan kepuasan individu dalam relasi mereka.

3. Kaitan Kepuasan Berelasi diBerbagai Bidang

a. Perilaku

Aspek perilaku adalah salah satu aspek yang membentuk kepuasan berelasi. Komponen yang cukup mempengaruhi adalah adanya interaksi yang positif. Interaksi positif ini diantaranya meliputi pemberian dan penerimaan kasih sayang, saling berbagi cerita dan mengembangkan rasa humor. Indikator paling jelas dari

interaksi yang positif adalah validation (Gottman; Shapiro


(41)

&Gottman dalam Steuber, 2005). Perilaku yang menunjukkan validation adalah keterbukaan, penerimaan, dan rasa saling

menghargai terhadap sudut pandang pasangan yang mungkin saja berlawanan dengan sudut pandang individu (Shapiro & Gottman dalam Steuber 2005).

b. Kognitif

Unsur kognitif merupakan salah satu konstruk kepuasan berelasi yang sudah banyak diteliti dalam beberapa studi. Salah satu bagian dari unsur kognisi yang banyak diteliti adalah mengenai keyakinan individu di dalam hubungan.

Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa keyakinan yang tidak realistis dalam hubungan berkaitan dengan ketidakpuasan. Sebaliknya, banyak pula studi yang menunjukkan fungsi dari adanya keyakinan yang tidak realistis tersebut. Salah satunya, menurut Murray, Holmes, dan Griffin (1996), tingginya kualitas pasangan ideal yang dimiliki seseorang merupakan karakteristik dari hubungan berpacaran maupun pernikahan yang bahagia. Kualitas pasangan dalam hal ini antara lain meliputi kebaikan hati, kesabaran, rasa saling mengerti, toleransi, penerimaan, dan responsivitas pasangan. Hasil penelitian mereka menemukan bahwa pasangan yang bahagia adalah pasangan yang memandang partner mereka dengan lebih positif dan meyakini


(42)

21

 

bahwa kualitas partner tersebut adalah kualitas partner yang ideal bagi mereka, begitu juga sebaliknya (Fincham & Beach, 2006).

Keyakinan ini berkaitan dengan persepsi terhadap pasangan dan standar idealnya (Campbell, Simpson, Kashy, & Fletcher dalam Fincham & Beach, 2006). Marcel Zentner, PhD, seorang profesor

psikologi di University of Geneva di Swiss, melakukan penelitian

mengenai hal tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasangan akan menunjukkan kepuasan yang tinggi ketika ada kesesuaian antara karakteristik pasangan ideal mereka dengan persepsi mereka terhadap pasangan.

Pada penelitian lain, Murray dan teman-temannya (2002) menemukan bahwa ketika individu menduga adanya kesamaan dengan pasangan, padahal hal tersebut belum terlihat kebenarannya, merupakan karakteristik awal tercapainya kepuasan berelasi (Fincham & Beach, 2006)

4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Berelasi

a. Kemampuan Manajemen Konflik

Konflik merupakan hal yang wajar terjadi dalam suatu hubungan. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik yang tepat (Guerrero, Anderson & Afifi dalam Miller & Tedder, 2011) dapat memberikan kepuasan dalam relasi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Gottman (1979, 1994) menunjukkan bahwa pasangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

yang sering mendiskusikan dan mencari pemecahan konflik dalam hubungan akan lebih merasa puas dalam hubungannya, dibandingkan pasangan yang menghindari konflik (Miller & Tedder, 2011).

b. Sikap Memaafkan

Sikap memaafkan menjadi salah satu perilaku yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam berelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang dapat memaafkan pasangannya memiliki tingkat kepuasan berelasi yang tinggi (Kachadourian, Fincham, & Davila dalam Baumeister & Bushman, 2011). Individu yang mampu memaafkan kesalahan pasangannya lebih merasakan kepuasan daripada yang tidak mampu memaafkan, kurang lebih enam bulan setelah perilaku memaafkan terjadi.

c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi

Pengungkapan diri adalah suatu proses berbagi informasi tentang perasaan, pengalaman, dan informasi pribadi individu kepada orang lain (Sprecher & Hendrick dalam Miller & Tedder,

2011). Selain itu, ada pula komunikasi afeksi (affectionate

communication), perilaku tertentu yang menggambarkan adanya

kasih sayang dan rasa menghargai terhadap orang lain (Floyd dalam Miller & Tedder, 2011). Diri dan afeksi merupakan hal yang penting dalam mempertahankan suatu hubungan, sehingga pengungkapan keduanya dapat mempengaruhi kepuasan dalam relasi.


(44)

23

 

d. Kelekatan Tidak Aman

Afeksi negatif yang dirasakan oleh individu karena

kurangnya responsivitas dan kehadiran figur lekat saat dibutuhkan membuat individu mengalami kepuasan berelasi yang rendah. Selain itu, individu dengan kelekatan tidak aman cenderung mengatasi konflik dengan cara yang kurang konstruktif, sehingga komunikasi bisa lebih memburuk (Feeney dalam Cassidy & Shaver 2008).

5. Dampak Kepuasan Berelasi a. Komitmen

Kepuasan yang dirasakan individu terhadap relasinya

memberikan beberapa dampak. Salah satu dampak dari kepuasan berelasi adalah komitmen dalam hubungan itu sendiri. Kepuasan dalam relasi akan membuat relasi tersebut menjadi lebih menyatu, sehingga komitmen dapat lebih tercapai (Lawler dalam Cook, 2006). b. Ketergantungan pada Pasangan (dalam Teori Interdependensi)

Selain itu, kepuasan merujuk pada afeksi positif terhadap suatu relasi. Proses terbentuknya teori interdependensi melibatkan salah satu pembahasan mengenai kepuasan. Kepuasan dalam relasi dapat muncul ketika kebutuhan individu dapat terpenuhi oleh pasangannya. Oleh karena itu, kepuasan dapat menimbulkan ketergantungan terhadap pasangan.Selain kepuasan, faktor kualitas alternatif selain pasangandan investasi yang telah diberikan individu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

terhadap pasangan, juga mempengaruhi ketergantungan terhadap pasangan (Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Jika ketiga hal tersebut dimiliki oleh masing-masing individu dengan pasangannya, maka akan tercipta saling-tergantung satu sama lain.

c. Kepuasan Hidup (Life Satisfaction)

Kepuasan dalam berelasi dapat meminimalisir munculnya gangguan-gangguan fisik maupun psikis pada individu. Pada akhirnya, kondisi ini dapat menimbulkan kepuasan hidup pada individu (Troll dalam Lemme, 1995)

C. Kelekatan (Attachment) 1. Pengertian Kelekatan

Kelekatan berawal dari hubungan yang terjalin antara

pengasuh dan individu pada masa bayi. Menurut Santrock (1995), kelekatan adalah suatu ikatan emosional yang kuat, yang dimiliki oleh individu terhadap seseorang tertentu. Selain itu, Bowlby mendefisinikan kelekatan sebagai suatu kelas perilaku yang terdiri dari empat hal terkait dan didasarkan pada sistem perilaku bawaan

dari lahir, yaitu mempertahankan kedekatan (proximity maintenance),

mencari tempat berlindung yang aman (safe haven), tekanan karena

keterpisahan (distress separation), dan mencari dasar yang aman

untuk mengembangkan diri (secure base). Bowlby juga menambahkan


(46)

25

 

lekat dan lingkungan, dimana representasi mental ini memungkinkan individu untuk mampu mengantisipasi situasi dan rencana di masa depan (Cassidy & Jude, 2008). Kelekatan tidak aman merupakan perasaan tidak aman atau terancam, yang muncul karena individu kurang memiliki representasi mental yang baik terhadap kehadiran figur lekat karena suatu pengalaman tertentu (Kobak & Madsen, 2008). Selain itu, Bowlby mendukung Freud yang menyatakan bahwa tipe kelekatan pada masa bayi mempengaruhi perilakunya pada relasi romantis di masa dewasa (Crowell & Treboux, 2001).

Secara umum, kelekatan tidak aman merupakan sistem kerja individu yang cenderung lebih mudah merasa terancam karena pengalaman ketidakhadiran figur lekat saat individu membutuhkannya.

2. Tipe Kelekatan Dewasa

Ainsworth membagi kelekatan pada masa bayi menjadi tiga

tipe, yaitu gaya kelekatan aman (secure attachment), gaya kelekatan

menghindar (avoidant attachment), dan gaya kelekatan cemas

(anxious attachment). Teori ini menjadi landasan pembahasan

mengenai kelekatan, khususnya kelekatan pada masa bayi dan anak-anak. Selanjutnya, gaya kelekatan ini dikembangkan oleh Hazan & Shaver pada pengaplikasian dalam hubungan romantis. Hasilnya, gaya

kelekatan individu pada masa anak-anak berdampak pada outcome


(47)

relasi romantis yang mereka jalani. Teori yang dikembangkan oleh Hazan dan Shaver ini kemudian mengalami revisi oleh Bartholomew menjadi empat tipe kelekatan. Berdasarkan penelitiannya, Bartholomew menemukan bahwa individu dengan tipe kelekatan

menghindar (avoidant attachment) menunjukkan dua kelompok

karakteristik yang berbeda. Kondisi ini membuat Bartholomew membagi kelekatan menghindar menjadi dua tipe lagi, yaitu gaya

kelekatan takut – menghindar (fearful-avoidant attachment) dan

kelekatan menolak (dismissing attachment).

Klasifikasi tipe kelekatan dewasa didasarkan pada anggapan bahwa pola kelekatan menggambarkan model diri dan figur lekat itu sendiri (Bowlby dalam Feeney & Noller, 1996). Model diri dan figur lekat tersebut dapat memiliki dua pandangan yang berbeda, yakni positif dan negatif. Model diri yang positif akan memandang dirinya berhak untuk mendapatkan cinta dan perhatian, merasa bahwa dirinya berharga. Sebaliknya, model diri yang negatif tidak merasa dirinya pantas dihargai dan mendapatkan cinta dari orang lain. Di sisi lain, diri akan memandang figur lekat sebagai model yang positif bila figur

dilihat sebagai sosok yang ‘ada untuk diri danmampu memberikan

perhatian. Figur lekat akan dipandang sebagai model negatif bila figur dilihat sebagai sosok yang menolak, memberi jarak, dan tidak mempedulikan diri (Bartolomew dalam Feeney & Noller, 1996).


(48)

27

 

Bartholomew dan Horowitz (1991) menyatakan teori yang cukup berbeda dibandingkan tokoh-tokoh sebelumnya. Menurut mereka, terdapat empat tipe kelekatan dewasa dengan melihat pandangan positif dan negatif terhadap diri dan figur lekat, yaitu :

MODEL TERHADAP DIRI

Positif Negatif MODEL TERHADAP FIGUR LEKAT Positif SECURE Merasa nyaman dengan keintiman dan otonomi. PREOCCUPIED Ambivalent, memiliki rasa ketergantungan

yang sangat tinggi.

Negatif DISMISSING Adanya penolakan terhadap kelekatan FEARFUL Ketakutan terhadap adanya kelekatan dengan orang lain.

BaganTipe Kelekatan Menurut Bartholomew & Horowitz (1991)


(49)

Beberapa deskripsi diri individu dengan empat tipe kelekatan di atas, diantaranya :

Secure : Saya mudah dekat dengan orang lain dan merasa

nyaman memiliki rasa saling ketergantungan dengan orang lain. Saya juga tidak takut menjadi sendiri atau merasa kesepian dan tidak diterima oleh orang lain.

Preoccupied : Saya ingin bisa dekat secara emosional dengan

orang lain namun saya merasa terkadang mereka enggan untuk dekat dengan saya. Saya merasa tidak nyaman bila tidak menjalin hubungan yang dekat, tapi saya takut mereka meninggalkan saya.

Dismissing : Saya merasa nyaman tanpa adanya kedekatan

emosional. Saya mengutamakan kemandirian, sehingga saya tidak suka bergantung pada orang lain atau orang lain bergantung pada saya.

Fearful : Saya sebenarnya ingin menjalin hubungan yang

dekat dengan orang lain tetapi saya kurang bisa percaya. Saya takut saya akan tersakiti bila terlalu dekat dengan mereka.

Di sisi lain, Fraley menerapkan teori yang digunakan oleh Bowlby dan Ainsworth untuk menjelaskan kelekatan dengan sedikit perbedaan sudut pandang. Fraley melihat bahwa tipe kelekatan


(50)

29

 

memiliki dua dimensi, yakni avoidant dan anxiety(Fraley, Brennan, &

Waller, 2000). Avoidant adalah gaya kelekatan Kecenderungan

kelekatan yang aman ditunjukkan ketika individu memiliki tingkat

kelekatan yang rendah pada kedua dimensi tersebut. Dimensiavoidant

adalah dimensi kelekatan dimana individu mengembangkan sikap tidak percaya terhadap orang lain, sikap mandiri yang berlebihan, dan memberi jarak kedekatan emosi dengan orang lain. Selanjutnya,

dimensiAnxiety adalah dimensi kelekatan dimana individu khawatir

pasangan tidak ada saat ia membutuhkannya dan hal ini diantisipasi dengan cara yang berlebihan (Mikulincer & Goodman, 2006).Fraley menerapkan sudut pandang ini karena dua alasan, yaitu (1) penelitian-penelitian yang akhir-akhir ini dilakukan menunjukkan bahwa pola kelekatan bersifat dimensional, bukan kategorikal, dan (2) dua dimensi ini dapat memperlihatkan konsep yang lebih relevan dari teori Ainsworth dan teman-temannya (Fraley & Shaver, 1998). Pembahasan kelekatan dari Fraley inilah yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.

3. Faktor Penyebab

a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak

Pola kelekatan pada masa bayi menjadi pola kelekatan yang mempengaruhi perilaku individu dalam masa hidupnya. Perilaku individu akan berkembang sampai masa dewasa dan berpengaruh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

terhadap kelekatan dewasa, terlebih pada relasi romantis (Bowlby dalam Crowell & Treboux, 2011).

b. Sensivitas dan Responsivitas Pasangan

Kelekatan dewasa salah satunya disebabkan oleh

sensitivitas dan responsivitas pasangan. Ketika pasangan mampu memberikan perhatian, peka terhadap kondisi individu, dan mempunyai respon yang baik terhadap kebutuhan individu,

individu akan memiliki kelekatan dewasa yang aman (secure

attachment). Sebaliknya, ketika pasangan tidak peduli dan kurang

30esponsive terhadap kebutuhan kedekatan individu, dapat muncul

kelekatan cemas (anxious attachment) (Mikulincer & Shaver,

2007).

4. Dampak

a. Manajemen Konflik

Individu yang memiliki kelekatan aman (secure attachment)

mampu memanajemen konflik dengan baik (Pistole dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Oleh karena itu, individu dapat mengembangkan perilaku yang lebih konstruktif dibandingkan

individu dengan kelekatan tidak aman (insecure attachment).

b. Sikap Trust

Individu dengan kelekatan cemas kurang mampu


(52)

31

 

individu merasa takut kehilangan sosok orang lain, terlebih pasangan. Hal ini membuat individu cenderung mengontrol pasangan sesuai dengan keinginannya (Mikulincer & Goodman, 2006).

Hal yang hampir sama terjadi pada individu dengan

kelekatan menghindar. Individu kurang dapat mengembangkan

trust, sehingga individu menghindari kedekatan dengan orang lain

karena kurang nyaman pula dengan keintiman (Mikulincer & Goodman, 2006).

Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe kelekatan

aman mampu mengembangkan trust terhadap orang lain, sehingga

membuatnya mudah untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain (Mikulincer & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

5. Tingkat Kemandirian

Individu dengan tipe kelekatan preokupasi memiliki tingkat

kemandirian yang rendah. Semakin cemas individu, ia akan semakin mencari kontak dan kedekatan dengan orang lain (Simpson, Rholed, Nelligan dalam Mikulincer & Goodman, 2006). Kondisi ini membuat individu cenderung kompulsif, terlebih kepada pasangan karena akan menuntut kehadiran pasangan secara berlebihan (Mikulincer & Shaver, 2007).

Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan dismissing

sangat mengutamakan kemandirian dan menolak keintiman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

(Mikulincer & Goodman, 2006). Berkaitan pula dengan hal tersebut, individu memandang bahwa relasi dekat bukanlah hal yang penting, sehingga individu kurang tertarik untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain (Alford, Lyddon, Schreiber, 2006).

Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman memiliki

tingkat kemandirian yang seimbang. Individu tidak segan untuk meminta pertolongan orang lain bila membutuhkan (Mikulincer & Goodman, 2006), namun merasa nyaman pula dengan otonominya sendiri (Bartholomew & Horowitz, 1991)

6. Konsep Diri

Individu dengan tipe kelekatan cemas memiliki konsep diri

yang lebih negatif. Individu menempatkan kepantasan dirinya berdasarkan penerimaan dari orang lain. Oleh karena itu, individu menjalin kedekatan dalam relasi yang tidak mengancam kepantasan dirinya (Feeney; Collins & Read dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

Hal yang berbeda terjadi pada individu dengan tipe

kelekatan menghindar. Individu merasa tidak pantas dan kurang nyaman untuk mengembangkan keintiman. Hal ini dikarenakan individu menghindari penolakan terhadap dirinya dalam suatu hubungan (Bartholomew & Horowitz, 1991).

Berkebalikan dengan hal tersebut, individu dengan tipe


(54)

33

 

dirinya dihargai dan pantas disayangi oleh orang lain. Selain itu, individu merasa bahwa figur lekat adalah sosok yang pantas untuk disayangi dan dihargai (Mikulincer & Goodman, 2006). Individu juga memiliki kepercayaan diri yang baik, sehingga membuatnya lebih mampu untuk berdinamika dalam lingkungannya (Mikulincer & Shaver, 2007).

7. Kontrol Emosi

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki kontrol emosi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan individu memiliki emosi yang lebih negatif dibandingkan individu dengan tipe

kelekatan aman (secure attachment) (Mikulincer & Shaver dalam

Mikulincer & Goodman, 2006).

8. Kepuasan Berelasi

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman, baik kelekatan

menghindar maupun kelekatan cemas, memiliki kepuasan berelasi yang rendah (Levy, Davis, Simpson dalam Cassidy & Shaver, 2008). Hal ini didukung oleh sebagian besar penelitian mengenai kelekatan yang menemukan bahwa individu dengan kelekatan tidak aman merasakan kurangnya dukungan dan ketidakpuasan dengan dukungan yang telah mereka peroleh (Cassidy & Shaver, 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

D. Dinamika Kepuasan Berelasi Rendah Tipe Kelekatan SECURE

*Ax. : Takut kehilangan pasangan *Av. : Takut keintiman

Avoidant

Manajemen konflik yang baik

INSECURE

Manajemen konflik kurang baik Lebih mudah mengembangkan

trust

Mampu mandiri tetapi juga mau meminta bantuan orang lain bila membutuhkan.

Pengelolaan emosi dan sikap baik

Emosi kurang stabil

Trust rendah

Anxious

*Ax. : Sikap mandirirendah (dependensi tinggi) *Av. : Sangat mengutamakan kemandirian

Kepuasan Berelasi

Tinggi Perspektif positif

Internal / Diri

Eksternal / Orang Lain Pengungkapan kasih sayang sesuai Keterbukaan antarindividu Perspektif Negatif

Internal / Diri

Eksternal / Orang Lain Keterangan :


(56)

35

 

Dinamika hubungan antara variabel kelekatan tidak aman dan kepuasan berelasi didasari oleh pemikiran Bartholomew terhadap tipe kelekatan yang berakar dari pandangan individu terhadap diri dan figur lekat, baik secara positif maupun negatif.

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman (insecure attachment)

lebih sering mengalami konflik dan kurang dapat mengelolanya dengan baik, sehingga mengalami tingkat kepuasan berelasi yang rendah (Steuber,

2005). Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan yang aman (secure

attachment) memiliki keyakinan (belief) yang lebih adaptif terhadap

orang-orang di sekitarnya, sehingga ia memiliki skema yang positif terhadap lingkungannya (Mikulincer & Goodman, 2006). Hal ini membuatnya mampu memanajemen konflik dengan baik. Individu mampu menghadapi konflik dengan sikap yang lebih konstruktif (Kobak & Hazan, 1991). Kemampuan mengelola konflik menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat memunculkan kepuasan.

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman (insecure attachment)

cenderung mengembangkan rasa kurang percaya terhadap orang lain (Collins, Read, Shaver, Brennan, Simpson dalam Mikulincer & Goodman,

2006). Rasa percaya (trust) menjadi salah satu hal yang mampu

menciptakan keterbukaan antar individu, sedangkan keterbukaan sendiri

merupakan salah satu penyebab kepuasan. Bila trust tidak dikembangkan

dengan baik, maka dapat terjadi ketidakpuasan dalam relasi (Steuber, 2005). Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman juga lebih mudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

mengembangkan rasa percaya yang lebih besar terhadap orang lain. Rasa percaya yang dikembangkan terhadap orang lain ini membuat individu tidak takut untuk menjalin relasi yang dekat dengan orang lain (Mikulincer & Goodman, 2006). Dengan demikian, individu dapat merasakan kepuasan dalam hubungannya.

Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan tidak aman juga memiliki tingkat kemandirian yang ekstrim tinggi dan ekstrim rendah. Individu

dengan tipe avoidant attachment cenderung memiliki tingkat kemandirian

yang tinggi. Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe anxious

attachment memiliki tingkat kemandirian yang rendah, sangat tergantung

dengan orang lain. Berbeda dengan kedua hal tersebut, individu dengan kelekatan aman memiliki kemandirian yang seimbang. Individu tidak bergantung pada orang lain, tetapi tidak segan untuk meminta pertolongan orang lain bila memang dibutuhkan (Mikulincer & Goodman, 2006). Ketika individu mau dan mampu mengungkapkan apa yang ia butuhkan terhadap orang lain dengan cara yang sewajarnya, individu dapat merasakan kepuasan dalam berelasi.

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman juga memiliki konsep diri yang lebih negatif dibandingkan konsep diri individu dengan tipe kelekatan aman. Individu cenderung memiliki harga diri yang rendah. Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman memiliki harga diri yang tinggi, mereka merasa pantas untuk disayang dan diterima oleh orang lain (Bartholomew & Horrowitz, 1991).


(58)

37

 

Selain itu, individu dengan tipe kelekatan yang tidak aman memiliki emosi dan sikap yang lebih negatif terhadap pasangannya dibandingkan individu dengan tipe kelekatan tidak aman. Individu kurang mampu memberikan kasih sayang dan dukungan emosional yang tepat saat pasangan membutuhkannya (Kunce & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

E. Hipotesis

Terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Semakin tinggi kelekatan tidak aman seseorang, semakin rendah kepuasan berelasi yang dialaminya dan sebaliknya.


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional. Penelitian ini adalah penelitian yang melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Pada penelitian ini, akan dilihat hubungan antara kelekatan

tidak aman (insecure attachment) dengan kepuasan berelasi (relationship

satisfaction).

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kelekatan tidak

aman (insecure attachment).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan berelasi (relationship satisfaction).

C. Definisi Operasional

Kelekatan tidak aman (insecure attachment) adalah sistem kerja

individu yang cenderung lebih mudah merasa terancam karena pengalaman ketidakhadiran figur lekat saat individu membutuhkannya, melibatkan dua dimensi kelekatan, yaitu kelekatan menghindar dan kelekatan cemas, yang


(60)

39

 

akan diukur dengan skala Experience in Close

RelationshipQuestionnaire-Revised (ECR-R) (Fraley, Brennan, Waller, 2000). Skor yang tinggi pada

skala ini menunjukkan semakin tinggi kelekatan tidak aman seorang individu.

Kepuasan berelasi (relationship satisfaction) adalah afeksi positif

maupun negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan

terhadap pemenuhan kebutuhannya, yang akan diukur dengan Relationship

Assessment Scale (RAS) (Hendrick, 1988). Skor yang tinggi pada skala ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan seseorang terhadap hubungannya.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah :

1. Perempuan

2. Dewasa awal, dengan rentang usia 18-35 tahun.

3. Sedang menempuh perkuliahan dan saat ini berdomisili di Yogyakarta

4. Sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya

E. Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive

sampling. Teknik ini digunakan karena pengambilan subjek penelitian

ditentukan berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sujarweni & Endrayanto, 2012). Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(61)

dengan memberikan skala, baik secara langsung maupun secara

online,kepada subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert untuk mengumpulkan data. Skala yang digunakan pada penelitian ini akan mengukur kepuasan berelasi dan kelekatan dewasa pada mahasiswi di Yogyakarta yang sedang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh.

Skala tersebut diuji coba terlebih dahulu sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Hasil dari skala yang telah diuji coba kemudian dianalisis reliabilitas dan korelasi aitem totalnya. Setelah

dianalisis, diperoleh aitem dengan korelasi aitem total yang baik (≥ 0.3).

Aitem dengan korelasi aitem total yang baik inilah yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian yang sesungguhnya.

Pada kedua skala terdapat aitem yang bersifat favorable dan

unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang mendukung variabel

yang ingin diukur, sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang

bertolak belakang dengan variabel yang ingin diukur.

2. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan skala


(62)

41

 

kepuasan berelasi dan Experiences in Close Relationship

Questionnaire-Revised (ECR-R)untuk mengukur kelekatan dewasa, khususnya tipe

kelekatan avoidant dan anxiety.

a. Experience in Close Relationship Questionnaire-Revised

Proses adaptasi skala ECR-R dilakukan oleh Bapak Siswa Widyatmoko, salah satu dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, dengan melakukan proses terjemahan bolak-balik.

Pada Experiences in Close Relationship

Questionnaire-Revised, jawaban skala terdiri dari 7 alternatif pilihan, yaitu STS

(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), N (Netral), AS (Agak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju).

Aitem favorable diberi penilaian dari angka terkecil, yaitu 1 (STS),

sampai angka terbesar, yaitu 7 (SS). Penilaian untuk aitem

unfavorable dilakukan mulai dari angka terbesar, yaitu 7 (STS)

sampai angka terkecil, yaitu 1 (SS).

Aitem skala adaptasi Experience in Close Relationship

Questionnaire-Revised sebelum diuji coba berjumlah 36 buah aitem.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(63)

Tabel3.1

Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Avoidant 2, 6, 10, 12, 14,

28

4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 30, 32, 34, 36

18

Anxiety 1, 3, 5, 7, 9, 11,

13, 15, 19, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35

17, 21 18

b. Relationship Assessment Scale

Proses adaptasi dilakukan oleh peneliti sendiri dan meminta bantuan penerjemah, guru Bahasa Inggris SMA, untuk mengkonfirmasi hasil terjemahan. Setelah itu, peneliti mengkonsultasikan hasil tersebut kepada pembimbing penelitian.

Pada Relationship Assessment Scale, jawaban skala terdiri dari

5 alternatif pilihan. Penilaian dimulai dari angka terkecil sampai

terbesar, yaitu 1 sampai 5, untuk aitem favorable. Untuk aitem

unfavorable, penilaian dimulai dari angka terbesar ke terkecil, yaitu 5


(64)

43

 

Aitem skala adaptasi Relationship Assessment Scale sebelum diuji

coba berjumlah 7 buah aitem.

Tabel3.2

Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Pemenuhan Kebutuhan 1 1

Kepuasan secara umum 2 1

Kualitas relasi 3 1

Kuantitas ketidakpuasan 4 1

Pemenuhan harapan 5 1

Kuantitas rasa cinta 6 1

Kuantitas masalah 7 1

G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data 1. Validitas

Suatu tes dikatakan memiliki validitas bila tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Adapun validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi diperoleh dengan mengkonsultasikan alat ukur pada orang yang ahli dan merumuskan aitem, serta menganalisis aitem tersebut apakah sudah menggambarkan apa yang akan diukur. Pada penelitian ini, orang ahli yang berkontribusi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(65)

memberikan penilaian adalah dosen pembimbing dan profesor Susan

Hendrick, pembuat skala. Selain itu, peneliti menyusun cetak biru (blue

print) aitem-aitem yang akan digunakan. Aitem-aitem tersebut kemudian

diuji coba kepada subjek dan dianalisis menggunakan program SPSS (Supratiknya, 1998).

2. Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan keajegan atau kekonsistenan alat ukur, tanpa memperhatikan apa yang akan diukur. Reliabilitas pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan koefisien

Alpha Cronbach yang dapat melihat korelasi aitem total. Reliabilitas

suatu penelitian memiliki rentang dari 0 – 1. Semakin mendekati 1, maka reliabilitasnya semakin tinggi.

Berdasarkan penghitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan

bahwa :

koefisien reliabilitas skala ECRmemiliki nilai sebesar 0.880, dan

koefisien reliabilitas RAS memiliki nilai sebesar 0.784, dimana nilai

tersebut merupakan nilai yang mendekati 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua skala tersebut memiliki reliabilitas yang baik.


(66)

45

 

3. Seleksi Aitem

a. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap I

Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis

menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).

Aitem yang memiliki Rit ≥0.3 dipandang memiliki daya diskriminasi

yang baik (Azwar, 2013). Aitem yang gugur berjumlah 9, yaitu aitem 1, 9, 17, 21, 27, 30, 31, 32, 33. Aitem yang tersisa kemudian dianalisis kembali sampai didapatkan semua aitem memiliki daya diskriminasi yang baik.

Tabel3.3

Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap I

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Avoidant 2, 6, 10, 12, 14,

28

4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 34, 36

16

Anxiety 3, 5, 7, 11, 13,

15, 19, 23, 25, 29, 35

11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(67)

b. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap II

Analisis yang kedua dilakukan dengan melihat batas Rit ≥0.3.

Setelah dianalisis, diperoleh aitem lain yang gugur, yaitu aitem 3, 6, dan 29. Pada akhirnya, jumlah aitem yang gugur berjumlah 12, sehingga jumlah aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian yang sesungguhnya adalah 24 buah aitem.

Tabel3.4

Cetak Biru Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap II

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Avoidant 2, 10, 12, 14,

28

4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 34, 36

15

Anxiety 5, 7, 11, 13, 15,

19, 23, 25, 35

9

c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba

Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis

menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).

Aitem yang memiliki Rit ≥0.25, yaitu aitem 1, 2, 3, 5, 6, 7,

dipandang memiliki daya diskriminasi yang baik. Batas ≥0.25


(68)

47

 

menghindari keguguran aitem yang terlalu banyak. Pada akhirnya, hanya 6 aitemlah yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian yang sesungguhnya.

Tabel3.5

Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Pemenuhan Kebutuhan 1 1

Kepuasan secara umum 2 1

Kualitas relasi 3 1

Kuantitas ketidakpuasan 4 1

Pemenuhan harapan 5 1

Kuantitas rasa cinta 6 1

H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan bagian dari populasi yang memiliki sebaran data normal. Bila p > 0.05 berarti suatu penelitian memiliki sebaran data yang normal, sedangkan bila p < 0.05, penelitian tersebut memiliki sebaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(69)

data yang tidak normal (Santoso, 2010). Selain itu, nilai p juga menunjukkan diterima atau tidaknya hipotesis nol. Bunyi hipotesis nol adalah tidak ada perbedaan antara sebaran data yang ada dalam penelitian dengan sebaran data normal pada populasi (Santoso, 2010). Bila nilai p > 0.05 maka hipotesis nol diterima, begitu pula sebaliknya.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas ditujukan untuk melihat apakah hubungan antara dua variabel menyerupai garis lurus. Bentuk hubungan garis lurus ini menunjukkan bahwa peningkatan kuantitas salah satu variabel akan diikuti oleh peningkatan kuantitas variabel yang lain. Begitu juga apabila salah satu variabel mengalami peningkatan kuantitas dan diikuti oleh penurunan variabel yang lain, demikian pula sebaliknya. (Santoso, 2010).

2. Uji Korelasi

Teknik korelasi digunakan untuk melihat kecenderungan pola suatu variabel terhadap variabel yang lain, maksudnya, apakah pola kenaikan suatu variabel akan menyebabkan penurunan atau peningkatan terhadap variabel yang lain (Santoso, 2010). Penelitian ini menggunakan pengujian statistik parametrik karena data penelitian merupakan data distribusi normal. Oleh karena itu, uji


(70)

49

 

korelasi pada penelitian ini menggunakan korelasi produk momen Pearson (Sujarweni & Endrayanto, 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(71)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 – 27 Juli 2013 dengan menyebarkan 120 buah skala. Penyebaran skala dilakukan secara cetak maupun elektronik. Dari 120 skala yang disebarkan, 9 diantaranya gugur karena tidak diisi secara lengkap dan sesuai, sehingga hanya 111 skala yang dianalisis oleh peneliti.

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini merupakan mahasiswi dengan rentang usia 18-35 tahun yang saat ini berkuliah di Yogyakarta dan menjalin hubungan

berpacaran jarak jauh (Long-Distance Dating Relationship). Berikut

disajikan tabel deskripsi subjek penelitian :

Tabel 4.1

Deskripsi Usia Subjek Penelitian

Usia (dalam th)

Total 18 19 20 21 22 23 24 25

4 orang 10 orang 18 orang 30 orang 27 orang 19 orang 2 orang 1 orang 111 orang


(72)

51 

 

Tabel 4.2

Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek dengan Pasangan

Jarak

Total

24-80 km 80-160 km 160-800 km ≥800 km

14 orang 13 orang 55 orang 29 orang 111 orang

2. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, ditemukan bahwa Asymp. Sig. (2-tailed), yang merupakan nilai p, pada variabel X dan Y dalam penelitian ini memiliki nilai di atas 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki sebaran data normal. Selain itu, kondisi ini juga menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian

Pengukuran p Keterangan Xtotal 0.749

Sebaran data normal

Y total 0.178

Xcemas 0.579 Xmenghindar 0.445


(73)

b. Uji Linearitas

Berdasarkan penghitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan

bahwa besar nilai p sebesar 0.000 yang menunjukkan bahwa kedua variabel membentuk satu garis lurus yang signifikan.

Gambar 4.1 Scatterplot

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh scatterplot, terlihat bahwa

hasil olah data pada penelitian ini linier. Titik-titik bergerak dari kiri atas ke kanan yang bawah yang memperlihatkan bahwa terdapat korelasi negatif antarvariabel dengan kondisi sebaran data yang agak menyebar. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi


(1)

Kami melakukan survei awal untuk mendukung penelitian mengenai relasi. Survei ini dilakukan terhadap 167 mahasiswa di Yogyakarta

Hasil Penelitian terkait kepuasan berelasi :

Dari 167 responden, sebanyak 47 orang (28%) di antaranya menjalani hubungan berpacaran jarak jauh.

Hasil Laki-laki :

No Usia Lama Hubungan Jarak Lokasi Jarak (dlm

km) Skala Keterangan (dlm th) Berpacaran Pacaran Jarak Jauh

1 18 6 bln 6 bln Jogja-Solo 61 km 4 Tidak Puas 2 23 1 th 5 bln 1 th 5 bln Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 3 22 1 th 4 bln 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 4 24 5 th 1 th 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 5 Cukup Puas 5 25 2 th 4 bln 2 th 4 bln Jogja-Solo 61 km 8 Puas 6 23 3 th 9 bln 2 th 7 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 7 19 2 th 2 bln 6 bln Jogja-Magelang 47 km 7 Puas 8 23 1 th 1 bln 2 bln Jogja-Semarang 90 km 2 Tidak Puas 9 22 1 th 3 bln 1 th 3 bln Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 10 22 6 bln 3 bln Jogja-Klaten 30 km 3 Tidak Puas 11 21 2 th 1 bln 6 bln Jogja-Bali 540 km 1 Tidak Puas 12 23 2 bln 2 bln Jogja-Magelang 47 km 6 Cukup Puas 13 25 5 th 3 bln 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 14 18 1 th 2 bln 1 th 2 bln Jogja-Kalimantan 660 km 7 Puas 15 23 3 th 11 bln 3 th 9 bln Jogja-Makasar 1.080 km 7 Puas 16 23 3 th 6 bln 2 th 10 bln Jogja-Bekasi 419 km 8 Puas

Keterangan lain :

Puas : 5 orang = 31% Tidak Puas : 7 orang = 44% Cukup Puas : 4 orang = 25% Rata-rata skala : 4,81

Hasil Olah Data pada Perempuan

No Usia Lama hubungan Jarak Lokasi Jarak (dlm

km) Skala Keterangan (dlm th) Berpacaran Pacaran Jarak Jauh

1 20 8 bln 3 bln Jogja-Banjarmasin 1.171 km 6 Cukup Puas 2 20 1 th 1 bln 1 th 1 bln Jogja-Balikpapan 1.076 km 7 Puas 3 20 6 bln 2 bln Jawa-kalimantan 660 km 2 Tidak Puas 4 21 2 th 4 bln Jogja-Jakarta 437 km 8 Puas 5 21 1 th 1 th Jogja-Jambi 1.020 km 9 Puas


(2)

6 21 2 th 5 bln 2 th 5 bln Jogja-Tangerang 465 km 8 Puas 7 20 1 bln 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 3 Tidak Puas 8 20 2 th 6 bln 2 th 6 bln Jogja-Palembang 840 km 6 Cukup Puas 9 18 2 th 7 bln 7 bln Jogja-Balipapan 1.076 km 3 Tidak Puas 10 21 2 bln 2 bln Jogja-Sulawesi 1.200 km 4 Tidak Puas 11 20 4 bln 3 bln Jogja-Sragen 93 km 3 Tidak Puas 12 21 5 th 6 bln 3 th 7 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 13 19 3 th 4 bln 2 th 3 bln Jogja-Sleman 30 km 7 Puas 14 19 3 bln 3 bln Jogja-Jerman 13.000 km 10 Puas 15 20 3 th 11 bln 3 th 11 bln Jogja-Jakarta 437 km 5 Cukup Puas 16 18 11 bln 8 bln Jogja-Manado 1.860 km 5 Cukup Puas 17 20 5 th 4 bln 2 th 8 bln Jogja-Pontianak 840 km 8 Puas 18 21 2 th 6 bln 1 th 6 bln Jogja-Bali 540 km 9 Puas 19 19 10 bln 5 bln Jogja-Bengkulu 960 km 10 Puas 20 20 4 th 11 bln 4 th 11 bln Jogja-Bandung 360 km 6 Cukup Puas 21 20 3 th 6 bln 1 th 8 bln Jogja-Jakarta 437 km 8 Puas 22 18 1 th 6 bln 7 bln Jogja-Bogor 418 km 5 Cukup Puas 23 20 1 th 9 bln 1 th 7 bln Jogja-Bali 540 km 8 Puas 24 21 6 bln 6 bln Semarang-Berlin 13.000 km 8 Puas 25 18 3 th 2 bln 6 bln Jogja-Surabaya 240 km 8 Puas 26 21 2 th 1 bln 1 th 1 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 27 22 2 th 7 bln 1 th Jogja-Solo 61 km 5 Cukup Puas 28 18 6 th 2 bln 6 th 2 bln Jogja-Jakarta 437 km 7 Puas 29 21 1 th 11 bln 6 bln Jogja-Jakarta 437 km 4 Tidak Puas 30 19 2 th 5 bln 2 th Jogja-Palembang 840 km 1 Tidak Puas

31 22 2 bln 2 bln

Muntilan-kalimantan 660 km 3 Tidak Puas

Keterangan :

Puas : 14 orang = 45 % Cukup Puas : 7 orang = 23% Tidak Puas : 10 orang = 32% Rata-rata skala : 5,94

Rata-rata kepuasan berelasi laki-laki dan perempuan yang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh adalah : 5,55


(3)

Hasil Penelitian terkait Komitmen

Penelitian dilakukan pada 103 responden dengan jenis kelamin perempuan dan dalam masa perkembangan dewasa awal (rentang usia 18 hingga 22 tahun). Hasil penelitian tersebut antara lain :

Perilaku Jumlah Persentase

Tidak pernah berselingkuh

48 orang 46.6 %

Jarang berselingkuh 37 orang 35.9 % Sering berselingkuh 13 orang 12.6 % Sangat sering

berselingkuh

5 orang 4.9 %

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa perempuan yang tidak pernah melakukan perselingkuhan sebanyak 48 orang atau 46.6 % dan perempuan yang pernah melakukan perselingkuhan sebanyak 55 orang atau 53.4 % (dengan rincian sebanyak 35.9 % jarang berselingkuh, 12.9 % sering berselingkuh, dan 4.9 % sangat sering berselingkuh).

Hasil Penelitian Terkait Perilaku Seksual

Ketentuan responden dalam pra peneltian ini adalah remaja akhir putri (dengan rentang usia 17-24 tahun), belum menikah, dan sedang menjalani relasi berpacaran. Skala penelitian disebarkan di beberapa universitas ternama di Yogyakarta. Dari sekian banyak skala yang disebarkan, dihasilkan 78 skala yang dinyatakan baik untuk dapat diolah karena memenuhi standar administrasi. Hasil pra penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 87% remaja akhir putri yang sedang berpacaran di kota Yogyakarta pernah melakukan perilaku seks pranikah. Beberapa malah memulai perilaku ini sejak usia remaja awal (13-15 tahun). Sisanya memulai perilaku ini sejak usia remaja akhir (17-20 tahun).

Hasil Penelitian Terkait Kecemburuan pada Perempuan

Hasil survei terhadap 96 sampel mahasiswi menunjukkan bahwa terdapat 3 orang mahasiswi yang tidak pernah mengalami kecemburuan, sementara 93 orang lainnya mengalami kecemburuan. Sebelas dari 93 orang menyatakan bahwa mereka adalah orang yang sangat sering cemburu. Survei ini ingin melihat pula beberapa alasan yang menyebabkan kecemburuan dalam bentuk perilaku pasangan dan karakteristik saingan. Berdasarkan hasil survei, tampak bahwa sebagian besar dari data sampel yang terkumpul menyatakan bahwa mereka cemburu karena pasangan masih menceritakan atau berhubungan dengan mantan kekasihnya. Dengan demikian, terlihat bahwa perilaku pasangan yang berlebihan


(4)

atau tidak wajar terhadap lawan jenisnya secara emosional dan seksual merupakan hal pemicu kecemburuan. Kemudian, beberapa subjek mengatakan cemburu karena tidak mendapat perhatian dari pasangan. Selain itu, ada pula faktor lain seperti lupa waktu ketika bersama teman-temannya atau hobinya. Kecemburuan juga muncul apabila pasangan melakukan kontak fisik dengan lawan jenis, menghabiskan waktu dengan orang lain, karakter saingan yang memiliki nilai lebih pada penampilan, dan kemampuan inteligensi, serta perilaku saingan yang agresif terhadap pasangan.

Hasil Penelitian Terkait Kecemburuan pada Pria

Sampel yang digunakan adalah mahasiswa karena usia pada dewasa awal berada kisaran usia seorang mahasiswa (18-25 tahun). Survei pra-penelitian ini disebarkan pada 55 sampel pria yang sedang menjalani masa pacaran dan berusia 20-24 tahun. Dari 50 sampel pria menyatakan bahwa mereka merasa cemburu terhadap pasangannya dan 5 sampel pria menyatakan bahwa mereka tidak merasa cemburu terhadap pasangannya. Dari survei tersebut, dapat disimpulkan 90% dari sampel menyatakan bahwa seorang pria merasakan cemburu terhadap pasangannya.

Hasil survei pra-penelitian ini menunjukkan beberapa alasan atau penyebab seorang pria cemburu terhadap pasangannya, baik berdasarkan karakter pasangan maupun karakter saingan. Alasan paling banyak yang membuat seorang pria cemburu berdasarkan karakter pasangan diantaranya adalah pasangannya terlalu dekat dengan lawan jenisnya. Alasan lain adalah karena pasangannya terlalu peduli dan terbuka dengan lawan jenisnya. Selain itu, seorang pria cemburu karena pasangannya selalu membicarakan lawan jenisnya atau mantan kekasihnya. Beberapa orang pria juga menyatakan bahwa mereka cemburu karena pasangannya terlalu centil dengan lawan jenisnya. Hal lain yang membuat seorang pria cemburu berdasarkan karakter saingan diantaranya adalah saingannya lebih menarik dari dirinya. Kemudian, saingan lebih pintar dan kaya. Ada juga yang menyatakan bahwa saingannya lebih populer, serta jauh lebih baik dari dirinya dalam berbagai aspek sehingga menimbulkan ketidakpercayaan pada diri sendiri.


(5)

Lampiran 8


(6)

Survei Permasalahan Mahasiswa

Usia : Jenis Kelamin :

Menurut teman-teman, permasalahan apa yang paling menimbulkan permasalahan akademis bagi teman-teman sendiri?

1. Masalah percintaan 2. Keluarga

3. Pertemanan

4. Faktor Pribadi : malas belajar, menunda pengerjaan tugas, dll. 5. Lain-lain,... (silakan diisi sendiri bila ada)

Tolong diberi rangking pada masing-masing pilihan. Misalnya, pilihan 1 : rangking 3, pilihan 2 : rangking 1, dst. Rangking 1 menunjukkan bahwa pilihan tersebut merupakan pilihan yang paling berpengaruh bagi akademis. Terima kasih ☺