UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN PENERAPAN METODE PERMAINAN SIMULASI.

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh Sarah Windika

1001450

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2015


(2)

METODE PERMAINAN SIMULASI

(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung)

Oleh : Sarah Windika

Skripsi yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi

Pendidikan Sejarah

© Sarah Windika 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN PENERAPAN

METODE PERMAINAN SIMULASI

(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung)

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Erlina Wiyanarti, M. Pd NIP. 19620718 198601 2 001

Pembimbing II

Drs. Tarunasena Ma’mur, M.Pd NIP 19680828 199802 1 001

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Dr. Agus Mulyana M.Hum NIP 19660808 199103 1 002


(4)

ABSTRAK

Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam kegiatan pembelajaran, karena metode pembelajaran berperan sebagai alat untuk menciptakan proses pembelajaran. Berdasarkan kenyataan, pada umumnya kegiatan pembelajaran sejarah masih berpusat pada guru, dimana penggunaan metode ceramah masih sangat dominasi pada setiap pembelajaran. Padalah saat ini berbagai metode pembelajaran telah banyak yang dapat dikembangkan, salah satunya adalah metode permainan simulasi, sehingga peneliti ini diberi judul

“Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran

Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung)”.Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa-siswi yang kurang merespon mata pelajaran sejarah dan siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat dan menghafal saja. Hal tersebut menyebabkan peneliti merasa perlu untuk memperbaiki kondisi pembelajaran sejarah di kelas tersebut dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan penerapan permainan simulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh siswa, mengetahui hasil dari peningkatan yang ditemukan ketika penelitian, dan mengetahui upaya mengatasi kendala dalam penerapan metode permainan simulasi untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas model Kemmis & Taggart yang terdiri dari, perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Subyek siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung. Data penelitian diperoleh melalui observasi terbuka, wawancara dan dokumentasi. Sumber data yaitu siswa, guru sejarah dan proses pembelajaran. Penelitian ini terdiri dari empat siklus dan empat tindakan. Berdasarkan hasil observasi, diskusi balikan dan pengolahan data selama pelaksanaan tindakan, diperoleh hasil bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan penerapan metode permainan simulasi di kelas XI IIS 4 dapat dilakukan dengan baik. Permainan simulasi yang digunakan saat pembelajaran sejarah adalah permainan dengan jenis gambar yang disesuaikan dengan materi. Permainan simulasi yang berupa tebak gambar, cari kata, teka-teki, dan permainan simulasi dengan memperagakan tokoh yang terlibat dalam materi yang di bahas. Dalam penerapan metode permainan simulasi tersebut, peneliti juga tidak terlepas dari kendala-kendala yang diantaranya adalah; 1) guru belum terbiasa dalam penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran. 2) penerapan metode permainan simulasi menyita waktu yang tidak sedikit, perlu waktu panjang untuk menyempurnakan jalannya permainan simulasi. 3) mengenai teknis permainan simulasi yang membutuhkan keterampilan khusus. Selain itu dibutuhkan pula modal yang tidak sedikit. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung, Hal ini menunjukkan bahwa metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung. Sasaran peneliti dalam


(5)

pembelajaran di sekolah, dengan penerapan metode permaian simulasi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam pembelajaran sejarah.


(6)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Struktur Organisasi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Berpikir Kritis ... 10

B. Metode Pembelajaran ... 16

C. Pembelajaran Sejarah ... 25

D. Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 26

E. Hasil Penelitian Terdahulu ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 30

B. Desain Penelitian ... 30

C. Metode Penelitian ... 34


(7)

iv

1. Kemampuan Berpikir Kritis ... 36

2. Metode Permainan Simulasi ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi/Catatan Lapangan ... 41

2. Wawancara ... 42

3. Studi Dokumenter ... 42

F. Instrumen Penelitian ... 43

1. Lembar Panduan Observasi/ Catatan Lapangan ... 43

2. Pedoman Wawancara………. 44

3. Pedoman Dokumentasi ... 44

G. Pengolahan dan Analisis Data ... 44

1. Member Check ... 46

2. Triangulasi ... 46

3. Expert Opinion ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Deskripsi SMA Negeri 25 Bandung ... 47

1. Profil SMA Negeri 25 Bandun ... 47

2. Kondisi Guru dan Siswa ... 48

B. Deskripsi Pembelajaran Sebelum Dilakukan Tindakan ... 49

C. Perencanaan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 51

D. Tahapan-tahapan Perencanaan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 55

1. Deskripsi Tahapan Kegiatan ... 55

a. Perencanaan ... 55

b. Tindakan Pelaksanaan Siklus ... 55


(8)

v

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 59

a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 1 ... 59

1) Perencanaan ... 59

2) Tindakan ... 60

3) Observasi ... 63

4) Refleksi ... 71

b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 2 ... 72

1) Perencanaan ... 72

2) Tindakan ... 73

3) Observasi ... 75

4) Refleksi ... 82

c. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 3 ... 83

1) Perencanaan ... 83

2) Tindakan ... 84

3) Observasi ... 87

4) Refleksi ... 93

d. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 4 ... 94

1) Perencanaan ... 94

2) Tindakan ... 95

3) Observasi ... 97

4) Refleksi ... 104

E. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Metode Permainan Simulasi Dalan Pembelajaran Sejarah ... 105

F. Analisis Hasi penelitian: Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 106

1. Deskripsi Data Hasil Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 107

2. Deskripsi Data Hasil Observasi Aktifitas Guru Pada Saat Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 111


(9)

vi

3. Deskripsi Hasil Wawancara ... 112

G. Kendala Yang Dihadapi Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 119


(10)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar dan terencana dari seseorang insan manusia untuk mengeyam ilmu pengetahuan untuk bekal hidup. Pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan pendidikan di negara-negara lain. Ada beberapa masalah yang menjadi penyebab dalam pendidikan kita saat ini salah satunya yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pendidikan. Dalam dunia pendidikan, ada paradigma lama bahwa belajar mengajar bersumber pada teori

tabula rasa dari John Locke (Lie, 2008:02) mengatakan bahwa “Pikiran seorang anak

adalah seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan

gurunya”. Dengan kata lain, otak seorang anak adalah ibarat botol kosong yang siap

diisi dengan ilmu pengetahuan dan kebijakan sang mahaguru.

Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi tahu. Sehingga diharapkan setelah selesai proses pembelajaran siswa dapat menunjukkan perubahan sikap menjadi lebih baik.

Penggunaan metode pembelajaran yang tepat serta dapat melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran tentu akan sangat mendukung tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran yakni terjadinya perubahan sikap atau ranah afektif pada siswa itu sendiri. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan materi ajar yang akan kita sampaikan, karena setiap metode belum tentu cocok untuk semua materi pembelajaran.

Mata pelajaran sejarah merupakan salah satu aspek penting yang harus diajarkan kepada peserta didik baik dari tingkat pendidikan dasar maupun menengah. Di mana


(11)

mata pelajaran sejarah bukan sebatas pewarisan cerita masa lampau yang dilakukan secara turun-temurun oleh guru kepada siswa, tetapi di dalamnya terkandung nilai-nilai kearifan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kecerdasan, menumbuhkan sikap nasionalisme, memupuk kesadaran bagi siswa dalam mengambil keteladanan dari tokoh-tokoh sejarah, menghargai waktu, serta memaknai peristiwa masa lampau yang dapat mempengaruhi kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian, mata pelajaran sejarah memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam membentuk sikap serta karakter siswa.

Sebagai salah satu mata pelajaran yang penting untuk di pelajari di sekolah, mata pelajaran sejarah tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai baik secara umum maupun secara khusus. Adapun yang menjadi tujuan secara umum dari pembelajaran sejarah tercantum dalam Kurikulum 2006, yaitu sebagai berikut:

1. Mendorong siswa berpikir kritis-analisis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

2. Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami

proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat. (Pusat Kurikulum, 2006 dalam

http://techingofhistory.blogspot.com/2012/06/tujuan-pembelajaran-sejarah.html[8Mei2013])

Penjelasan di atas menunjukkan terdapat tiga poin penting yang menjadi tujuan umum dari pembelajaran sejarah. Sedangkan yang menjadi tujuan secara ideal dari pembelajaran sejarah di antaranya yang dikemukakan oleh Ismaun (2001:114), salah satunya adalah agar peserta didik:

Mampu memahami sejarah, dalam arti: (1) memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa; (2) memiliki kemampuan berfikir secara kritis yang dapat digunakan untuk menguji dan memanfaatkan pengetahuan sejarah;


(12)

(3) memiliki keterampilan sejarah yang dapat digunakan untuk mengkaji berbagai informasi yang sampai kepadanya guna menentukan kesalahan informasi tersebut; dan (4) memahami dan mengkaji setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat di lingkungan sekitarnya serta digunakan dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan analisis.

Berdasarkan dua penjelasan di atas, terdapat satu kesamaan dalam tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran sejrah ini, yaitu agar siswa mampu untuk berpikir secara kritis. Kemampuan berpikir kritis ini memang sangat dibutuhkan baik dalam memahami fakta sejarah maupun ketika mengambil sikap saat menghadapi segala perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Adapun yang dimaksud berpikir kritis dalam memahami fakta sejarah yaitu agar siswa tidak dengan mudah menerima segala informasi yang masuk dari luar tanpa mempertimbangkannya. Seperti yang dikemukakan oleh Johnson (2011:185)

“Berfikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banjir

kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Oleh sebab itu, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis.

Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa berfikir kritis tidak hanya dibutuhkan untuk memahami fakta sejarah saja, akan tetapi juga ketika mengambil sikap yaitu bagaimana siswa mampu menjadikan pengalaman masa lampau sebagai bahan pertimbangan ataupun menjadikan solusi dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi ataupun di masa yang akan datang. Mengenai tujuan dari pembelajaran sejarah tersebut juga diungkapkan oleh Hasan (2004:10), yaitu: sebagai berikut:

Pandangan Rekontruksi Sosial menghendaki sejarah mengembangkan tujuan pendidikan yang memberikan kemampuan kepada siswa untuk melihat problema yang ada dalam kehidupan masa sekarang serta kaitannya dengan apa yang terjadi di masa lampau. Pengetahuan sejarah diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah yang ada dalam kedalaman yang memadai dan mendasar untuk memecahkan permasalahan yang dikemukakan, membentuk kemampuan pada diri siswa untuk mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana ia menjadi anggotanya, dan memiliki kemampuan untuk memperbaiki keadaan masyarakat pada masa sekarang.


(13)

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah tidak selalu orientasi pada masa lalu, akan tetapi juga seharusnya akan dikaitkan dengan masa sekarang ataupun masa yang akan datang. Hal ini akan menjadi sangat penting untuk dipahami oleh siswa, karena inti dari pembelajaran sejarah adalah mempersiapkan siswa untuk menghadapi masa depan dengan bercermin dari pengalaman masa lalu. Akan tetapi sangat disayangkan proses pembelajaran sejarah disekolah justru jarang sekali mengaitkan peristiwa masa lampau dengan kondisi atau permasalahan yang saat ini tengah terjadi di masyarakat, sehingga pembelajaran sejarah menjadi kurang bermakna bagi siswa. Selain itu, kemampuan berpikir kritis yang merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran sejarah juga kurang dikembangkan dengan baik disekolah.

Secara realita kebanyakan siswa adalah siswa pasif, sehingga pantas saja ketika sekarang banyak pelajar Indonesia masih belajar dalam taraf menghafal saja dan kemampuan pemahamannya tidak diasah dengan baik, yang pada akhirnya para pelajar hanya sebatas menggugurkan kewajibannya saja untuk menyelesaikan pembelajaran, tidak disertai dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penyebabnya adalah karena dalam proses pembelajaran sebagian besar masih menggunakan model pembelajaran tradisional (konvensional) sehingga pembelajaran menggunakan pendekatan yang masih berorientasi atau berpusat pada guru (teacher

centered approach).

Selama ini dalam pembelajaran sejarah di sekolah, siswa lebih mengarahkan pada pengetahuan terhadap peristiwa sejarah seperti hafalan tokoh atau nama pahlawan, tanggal dan tempat terjadinya suatu peristiwa tanpa mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah. Hal tersebut membuat siswa kurang dalam menerapkan nilai-nilai sejarah baik itu dalam proses pembelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Widja (1989) yaitu


(14)

membeberkan fakta-fakta kering berupa urutan tahun dan peristiwa belaka, model

serta teknik pembelajaran juga dari itu ke itu saja”.

Berdasarkan hasil Observasi dan Wawancara yang dilakukan oleh Penulis di SMA Negeri 25 Bandung kelas XI IIS 4, permasalahan yang ada dalam pembelajaran yang dialami oleh guru mata Pelajaran Sejarah adalah beberapa siswa yang kurang merespon mata pelajaran Sejarah dilihat dari keadaan kelas yang cukup kondusif dalam pembelajaran dan siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat dan menghafal saja, dari hasil yang diberikan dan kurang menekankan pada siswa untuk menalar, memecahkan masalah ataupun pemahaman. Keadaan di atas memberi dampak yang sangat besar, sehingga indikasi pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir evaluasi belajar belum memenuhi penampilan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Melihat kenyataan ini, maka perlu adanya perbaikan dalam sistem pembelajaran di kelas. Untuk itu, perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya.

Gambaran yang jelas mengenai kondisi pembelajaran sejarah di kelas, peneliti dapatkan dari hasil observasi yang telah dilakukan. Setelah beberapa kali mengikuti proses pembelajaran dikelas, tergambar ketika metode ceramah dilakukan proses pembelajaran cukup kondisif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terebut terlihat hampir semua siswa memperhatikan penjelasan dari guru, meskipun memang masih ada beberapa siswa yang kurang fokus yaitu karena siswa sibuk masing-masing dengan kegiatannya.

Pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran sejarah, mendorong pada kreativitas guru memiliki metode pembelajaran serta mengemas materi pembelajaran dengan tepat agar membantu siswa untuk berfikir kritis secara lebih mendalam akan materi yang tengah dipelajari. Selain itu, pembelajaran juga harus lebih bermakna bagi siswa maka sebaiknya materi yang dikaitkan dengan kondisi masyarakat yang ada di sekitar siswa. Dengan demikian,


(15)

diharapkan siswa tidak hanya mampu mengerti akan materi pelajaran saja tetapi juga menjadi lebih peka dengan melihat masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Seperti

diungkapkan oleh Wildan (2003:59) “Keterampilan semacam itu hanya dapat

dikembangkan jika materi pendidikan sejarah dapat dikembangkan lebih jauh, melebihi apa yang ada dalam fakta sejarah yang diungkapkan oleh banyak buku

pelajaran”.

Melihat dari penjelasan di atas, kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran sejarah adalah kurangnya siswa untuk melatih berpikir kritis, terutama kemampuan berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Padahal salah satu tujuan penting dari pembelajaran sejarah yang ingin dicapai yaitu agar siswa mampu mengembangkan berfikir kritis. Dengan demikian, maka hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai proses belajar mengajar yang mampu untuk melatih kemampuan siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, perbaikan proses pembelajaran dirasa akan sangat penting, sehingga diharapkan masalah-masalah tersebut akan dapat diatasi.

Upaya meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan penerapan metode permainan simulasi dalam memecahkan masalah, karena dalam metode ini siswa tidak hanya diminta untuk memahami suatu masalah saja akan tetapi juga harus mampu mencari solusi dari permasalah tersebut dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta menyentuh aspek psikologis siswa. Dengan demikian siswa merasa senang dan nyaman terhadap proses pembelajaran dengan metode yang kita gunakan maka akan meningkatkan keaktifan siswa terhadap mata pelajaran tersebut. Minat siswa terhadap suatu mata pelajaran akan sangat berperan pada hasil atau output pembelajaran tersebut yakni terjadinya perubahan sikap dan etika pada siswa.

Metode Permainan Simulasi juga sangat cocok diterapkan pada pembelajaran sejarah, karena dapat melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan memahami dengan apa saja yang terjadi pada waktu itu, dalam salah satu materi. Sehingga


(16)

memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai karakter yang diperankan. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran tersebut. Metode ini juga dapat mengkondisikan siswa yang awalnya ribut menjadi fokus dalam proses pembelajaran. Metode ini juga dapat mengubah karakter siswa yang sulit dikondisikan menjadi lebih aktif.

B.Masalah Dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan

masalah adalah: “Bagaimana Upaya Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa

Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi”?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian merinci kembali masalah tersebut menjadi empat pertanyaan penelitian:

1. Bagaimana perencanaan penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung?

2. Bagaimana langkah-langkah penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung?

3. Bagaimana peningkatan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung?

4. Bagaimana upaya mengatasi kendala pada penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung?


(17)

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini adalah meningkatkan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah melalui Metode Permainan Simulasi, maka tujuan penelitian dirumuskan:

1. Untuk mengetahui apakah Penerapan Metode Permainan Simulasi dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.

2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh siswa dalam penggunakan Metode Permainan Simulasi untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.

3. Untuk mengetahui hasil dari peningkatan yang ditemui dalam penerapan Metode Permainan Simulasi untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.

4. Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala pada penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pendidikan mata pelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung. Adapun manfaat yang dihadapkan dari peneliti ini secara khusus adalah:

1. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan serta menambah keterampilan penulis dalam menerapkan metode pembelajaran. 2. Bagi guru, diharapkan hasil penelitian ini dijadikan bahan masukan untuk

kajian tindak lanjut dan mampi menarik perhatian dan minat siswa terhadap pelajaran.

3. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat memahami materi dengan mudah serta memahami apa yang telah disampaikan.


(18)

4. Bagi Sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas instansi di SMA Negeri 25 Bandung.

E.Struktur Organisasi Skripsi

Adapun struktur organisasi dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Berisi tentang, Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Struktur Organisasi Skripsi.

Bab II kajian pustaka. Dalam bagian bab ini dijabarkan berbagai literature-literatur yang digunakan terhadap permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian dan Teknik Penelitian. Bab ini memaparkan metode penelitian dan teknik yang digunakan oleh penulis untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam pembahasan masalah-masalah yang dikaji.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dalam bab ini menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek yang dijadikan rumusan masalah.

Bab V Simpulan dan rekomendasi. Dalam bab ini dipaparkan apa yang menjadi sebuah kesimpulan dari penelitian terhadap pembahasan masalah.


(19)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat sebuah proses pengumpulan, pengalihan dan pengolahan data secara sistematis dan logis. Penelitian dilakukan bertujuan untuk menentukan permasalahan, memecahkan permasalahan yang ada serta untuk menemukan kebenaran dalam sebuah ilmu pengetahuan. Penelitian ini hendaknya dilakukan dengan jujur teliti dan objektif sehingga menghasilkan sebuah hasil penelitian yang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya.

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 25 Bandung. Sekolah ini terletak di Jl. Baturaden VIII No.21 Ciwastra Bandung Telp. 022 7560119, Kecamatan Buah Batu, Kabupaten Bandung. Siswa di kelas ini terdiri dari 46 orang yang terdiri dari 29 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan, yang kebanyakan tidak menaruh perhatian ataupun tertarik untuk belajar sejarah. Siswa yang kurang merespon mata pelajaran Sejarah dilihat dari keadaan kelas yang cukup kondusif dalam pembelajaran dan siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat dan menghafal saja. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di kelas XI IIS 4 seharusnya dapat merasakan suasana pembelajaran yang bisa mendorong dan tertarik terhadap mata pelajaran sejarah.

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini, desain atau model penelitian yang digunakan adalah desain penelitian menurut Kemmis Taggart. Peneliti menggunakan model penelitian Kemmis Taggart karena metode ini dapat dilaksanakan satu tindakan setiap siklusnya dan model tersebut mendukung upaya meningkatkan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan metode permainan simulasi yang dilaksanakan oleh peneliti. Desain penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc. Taggart di gambarkan sebagai berikut:


(20)

31 Gambar 3. 1

Model Lewin yang di tafsirkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (Wiriatmadja:2008:66) Berdasarkan gambar di atas, terdapat empat aspek pokok dalam PTK, bahwa dalam penelitian tindakan secara garis besar, penelitian pada umumnya mengenal adanya empat langkah pentingan yaitu pengembangan plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect (perenungan) atau disingkat PAOR yang dilakukan secara intensif dan sistematis ata seseorang yang mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Adapun empat langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning): pada tahap ini penelitian mulai mengidentifikasi masalah kemudian merancang suatu kegiatan pembelajaran, dari mulai penetapan waktu, materi, metode penyampaian materi. Menyiapkan berbagai alat pengumpulan data berupa lembar observasi, angket, jurnal, sampai pada alternatif tindakan analisis data. Dan dalam tahapan ini peneliti melakukan beberapa perencanaan terkait langkah-langkah tersebut:

a. Melakukan perizinan dan sosialisasi dengan pihak sekolah bahwa peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas di salah satu kelas di sekolah tersebut.


(21)

32

b. Melakukan pengamatan terhadap kelas yang akan diteliti. c. Menentukan kelas yang akan diteliti

d. Meminta kesediaan guru untuk salah satu kelas dijadikan subjek penelitian. e. Meminta kolaborator untuk bekerja sama melakukan penelitian.

f. Menentukan tema permainan simulasi

g. Menyusun instrument yang digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan berfikir kritis

h. Menyusun silabus dan rencana pelaksananan pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam pembelajaran.

i. Merencanakan pengolahan data hasil penelitian.

j. Membantu rencana perbaikan bersama kolaborator dalam setiap kekurangan yang ditemukan dalam setiap tindakan.

k. Merencanakan pengolahan data yang telah diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan (Wiriatmadja:2008:67).

2. Tindakan (Action): Langkah kedua yang perlu diperhatikan adalah langkah tindakan atau pelaksanaan yang terkontrol secara seksama. Kunandar (2008: 72) tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana.

Tindakan dalam penelitian tindakan kelas harus hati-hati dan merupakan kegiatan praktis yang terencana. Ini dapat terjadi jika tindakan tersebut dibantu dan mengacu kepada rencana yang rasional dan terukur. Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini yakni:

a. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun pada tahap perencanaan, yaitu tindakan yang sesuai dengan silabus dan rencana pengajaran yang telah disusun.

b. Mengoptimalkan penggunaan media gambar dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Mengadakan evaluasi non test dengan rubrik yang telah dibuat oleh guru. d. Menggunakan instrument penelitian yang telah disusun.


(22)

33

e. Melakukan diskusi balikan dengan mitra penelitian.

f. Melakukan revisi tindakan sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi balikan. g. Melaksanakan pengolahan data.

3. Pengamatan (observation): pelaksanaan pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini kolaborator mengumpulan berbagai informasi di kelas dari mulai aktivitas siswa sampai pada aktivitas guru pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan yang dilaukan yaitu:

a. Melakukan pengamatan terhadap kelas yang akan digunakan peneliti.

b. Melakukan pengamatan terhadap materi yang akan digunakan untuk melakukan penelitian.

c. Melakukan pengamatan kesesuaian antara metode permainan simulasi dengan permasalahan siswa.

d. Melakukan pengamatan terhadap guru mengenai keterampilan dan kemampuan untuk menggunakan metode permainan simulasi dengan baik (Wiriatmadja:2008:67).

4. Refleksi (Reflection): Langkah ini merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek penelitian dan telah dicatat dalam observasi. Langkah reflektif ini berusaha mencari alur pemikiran yang logis dalam kerangka kerja proses, problem, isu dan hambatan yang muncul dalam perencanaan tindakan strategik. Menurut Kunandar (2008: 75) pada tahapan ini peneliti dan mitra mengingat semua penelitian yang berlangsung dari awal hingga akhir dan mengevaluasi untuk memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang.

Langkah ini juga dapat digunakan untuk menjawab variasi situasi sosial dan isu sekitar yang muncul sebagai konsekuensi adanya tindakan terencana. Pada kegiatan ini peneliti melakukan sebagai berikut:

a. Kegiatan diskusi balikan dengan kolaborator maupun mitra dan siswa setelah tindakan dilakukan.


(23)

34

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah metode penelitian tindakan kelas ( Classroom Action Research), disingkat CAR. Menurut Hopkins (Wiriatmadja, 2008:11) mengemukakan pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuri, atau sesuatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Wiriatmadja, 2008:11-12). Selain itu, menurut Natawidjaya (1977) dalam Muslich (2009:24) menyatakan, PTK adalah kajian permasalahan praktis yang bersifat situasional dan konstektual yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu.

Berdasarkan pada definisi menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan Penelitian Tindakan Kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan secara sistematis, logis dan terarah baik untuk memecahkan permasalahan dan memperbaiki kondisi atau kualitas proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas menitikberatkan pada keberhasilan penelitian atau perbaikan yang dilakukan oleh penelitian, sehingga penelitian dilakukan secara bersiklus sampai pada titik jenuh. Penelitian ini dikatakan sudah sampai titik jenuh jika penelitian tersebut sudah pada titik stagnan sehingga kondisi atau keadaan proses pembelajaran sudah pada titik yang tidak mengalami perubahan. Penelitian Tindakan Kelas juga bergantung pada karakteristik dan permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dalam setiap kelas, sehingga solusi tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan permasalahan yang ada dalam kelas tersebut.

Penelitian Tindakan Kelas memiliki karakteristik sesuai dengan prosedur dan cara kerja penelitian itu sendiri. Karakteristik dari penelitian tindakan kelas menurut Muslich (2009:29), yaitu:

a. Situasional, yaitu kaitan langsung dengan permasalahan kongkrit yang dihadapi guru dan siswa.


(24)

35

b. Konstektual, yaitu pelaksanaan PTK bersamaan dengan keadaan pembelajaran yang sesungguhnya.

c. Kolaboratif, adanya partisipasi antara guru-siswa atau pihak lain yang terkait mambantu proses pembelajaran.

d. Self-Reflective dan Self-Evaluative, dimana pelaksanaan dan pelaku tindakan

serta objek yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai.

e. Luwes dimana guru ataupun siswa tidak merasakan bahwa mereka sedang menjadi objek pengamatan atau penelitian.

f. Fleksibel, dalam arti memberikan sedikit kelonggaran dalam pelaksanaan tanpa melanggar kaidah metodologi ilmiah.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan kelas menurut Muslich (2009:31)adalah:

1. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan dan/atau peningkatan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya melekatnya pada terlaksananya misi professional pendidikan yang diemban guru.

2. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah pengembangan kemampuan keterampilan guru untuk menghadapi permasalahan actual pembelajaran dikelasnya dan/atau di sekolahnya sendiri.

3. Tujuan penyertaan penelitian tindakan kelas ialah dapat ditumbuhkannya budaya penelitian di kalangan guru dan pendidik.

Tujuan penelitian tindakan kelas menurut Muslich (2009:10) adalah “bertujuan

untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pmbelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah.”

Berdasarkan pada pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas. Melalui penelitian tindakan kelas dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas


(25)

36

pembelajaran bisa ditingkatkan. Penelitian ini lebih menitikberatkan kepada kemampuan guru untuk menanggulangi permasalahan yang ditemukan dalam proses pembeljaran dikelas.

D. Definisi Istilah

1. Kemampuan Berfikir Kritis

Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–masing disiplin ilmu.

Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya dipelajari krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis. Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham atau mengetahui dari komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.

Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri. Lalu mengartikan dengan proses mental untuk menganalisis untuk mengevaluasi informasi. Informasi tersebut dapat didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Berpikir kritis bukanlah bawaan dari lahir namun


(26)

37

membutuhkan proses pembelajaran dan latihan secara konsisten sehingga dapat diartikan terhadap factor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Jacob dalam Muldianingsih (2007:22) mengemukakan bahwa berpikir kritis membutuhkan pendapat atau keputusan yang cermat, dimana berpikir kritis sendiri merupakan sebuah tindakan siswa untuk menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menarik kesimpulan. Selain itu , berpikir kritis merupakan kemampuan tingkat tinggi yang menekankan berpikir secara logis serta sistematis dimana melibatkan proses penalaran yang baik, dengan berpikir kritis akan melatih peserta didik agar tidak begitu saja menerima informasi yang diterima secara langsung, namun melatih daya kritis siswa sehingga aka nada suatu kemauan peserta didik untuk menelusuri kebenaran dari informasi tersebut.

Jadi, untuk mengukur suatu kemampuan berpikir kritis dapat menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Ennis (dalam Raharjo, 2014: 51) yaitu mengemukakan enam elemen dalam berpikir kritis yang dikenal dengan singkatan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, Overview) :

1. Focus memiliki indikator mengetahui permasalahan utama, memberikan

pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan fokus utama, membuat keputusan yang disertai alasan.

2. Reason memiliki indikator mengemukakan pendapat yang menunjang alasan

yang telah dipaparkan, mengidentifiksi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain, mengemukakan alasan yang didukung oleh sumber.

3. Inference memiliki indikator menilai alasan yang dikemukakan dan membuat

argument alternatif.

4. Situation memiliki indikator mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam

permasalahan.

5. Clarity memiliki indikator mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan

kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.

6. Overview memiliki indikator memeriksa kembali dan menilai keputusan yang

telah di ambil

Peneliti tidak mengambil semua elemen tersebut Karena tidak semua indikator sesuai dengan peneliti ini. Keenam elemen tersebut, peneliti mengambil empat


(27)

38

elemen, yaitu focus, reason, situation, dan clarity. Elemen pertama, focus dalam konteks kemampuan berpikir kritis yang peneliti ambil adalah membuat keputusan. Membuat keputusan menjadi indikator dalam kemampuan berpikir kritis yang kemudian diperjelas menjadi dua sub indikator, yaitu mengetahui topik pembahasan dan mengidentifikasi alasan untuk mengambil keputusan.

Elemen kedua, reason yaitu dengan indikator mengemukakan alasan yang di dukung oleh sumber. Indikator tersebut diperjelas kembali dengan menggunakan dua sub indikator yaitu, memberikan tanggapan berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dan menjelaskan pendapat berdasarkan sumber yang diperoleh. Elemen ketiga,

situation dengan indikator mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak

lain. Indikator ini diperjelas kembali menjadi satu sub indikator, yaitu memberikan penjelasan sederhana.

Elemen keempat clarity dengan indikator mengemukakan pertanyaan untuk mendapat kejelasan suatu alasan maupun permasalahan. Indikator tersebut diperjelas kembali dengan sub indikator, yaitu mengajukan maksud dari pertanyaan. Keempat elemen berpikir kritis disesuaikan dengan metode permainan simulasi yang diaplikasikan. Ini dikarenakan tidak semua elemen tersebut dapat terlihat dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode permainan simulasi, yaitu inference dan overview.

Keempat elemen yang peneliti ambil sebagai indikator penilaian kemampuan berpikir kritis siswa masih bersifat umum. Dengan demikian, peneliti mengkhususkan ke dalam sub indikator dengan pertimbangan sub indikator tersebut disesuaikan dengan metode permainan simulasi yang peneliti aplikasikan.

Adapun indikator yang akan dipakai dalam penelitian ini penulis lebih fokus kepada indikator ini:

Tabel 3. 1

Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis Sesuai Kebutuhan Penelitian


(28)

39

1. Memfokuskan Pertanyaan  Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

 Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban

2. Mengemukakan alasan yang

didukung oleh sumber

 Menyampaikan suatu pendapat berdasarkan pertanyaan yang telah diperolehnya dari berbagai sumber

 Memberi tanggapan berdasarkan hasil yang telah dipaparkan

3. Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain

 Memberikan penjelasan sederhana

Dari lima sub indikator tersebut menjadi acuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode permainan simulasi. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan lembar penilaian berpikir kritis.

2. Metode Permainan Simulasi

Menurut Agung ( dalam Sadam 2013: 39) mengungkapkan bahwa, metode simulasi merupakan salah satu metode mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Metode simulasi diberikan kepada siswa, agar siswa dapat menggunakan sekumpulan fakta, konsep, dan strategi tertentu. Proses pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di Sekolah Dasar karena kegiatan pembelajarannya menuntut adanya kemampuan siswa dalam berinteraksi dalam kelompok.


(29)

40

Dalam pembelajaran, siswa akan dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu, dalam metode simulasi siswa diajak untuk bermain peran beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan kerja sama, pengalaman bermain peran, komunikatif, membuat keputusan, tanggungjawab, pemahaman kejadian masa lalu, berpikir kritis, dan mengiterpretasikan suatu kejadian.

Permainan adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan bersifat kompetitif atau kedua-duanya dan suatu aktivitas tertentu untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan kemudian dilakukan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sedangkan Permainan simulasi adalah permainan yang di maksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya. Tujuan dalam permainan simulasi membantu siswa untuk mempelajari pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan aturan-aturan sosial. Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik bermain peranan dengan teknik diskusi. Topik-topik permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan latar belakang lingkungan anak.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Adapun alat pengumpulan data tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3. 2

Data, Alat Pengumpulan Data dan Sumber Data Yang Digunakan Dalam Penelitian Tindakan Kelas

No Data Sumber

Data

Teknik Pengumpulan Data

Instrument Penelitian 1. Penerapan metode

permainan simulasi

Guru dan siswa

Observasi terbuka, studi dokumentasi, wawancara

Lembar observasi,


(30)

41

terstruktur pedoman

wawancara 2. Kemampuan berpikir

kritis siswa

Guru dan siswa

Observasi terbuka, studi dokumentasi,

Lembar observasi 3. Proses belajar

mengajar sejarah dengan menerapkan metode permainan simulasi Guru dan siswa

Observasi terbuka, studi dokumentasi, wawancara terstruktur

Lembar observasi, pedoman wawancara

Data merupakan suatu bahan yang sangat diperlukan untuk selanjutnya dianalisis guna mendapatkan suatu kesimpulan. Menurut Moleong (2006:157) mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, foto dan statistic. Untuk memperoleh data yang relevan maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi/ Catatan Lapangan

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap subjek yang diteliti. Ini

sejalan dengan pendapat Asmani (2011: 123) yang menyatakan bahwa “observasi

adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi juga merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian. Obervasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Teknik observasi peneliti digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi belajar siswa disekolah, kegiatan di perpustakaan, dan kegiatan belajar mengajar sejarah di kelas. Peneliti mengobservasi kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Menurut Syaodih (2007: 220) observasi (Observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.


(31)

42

Instrument yang digunakan dalam observasi adalah dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai unjuk kerja guru dan aktivitas siswa selama pengembangan tindakan dalam pembelajaran sejaran melalu metode permainan simulasi Observasi yang dilakukan peneliti untuk mengamati sejauhmana kegiatan mengajar di SMA Negeri 25 Bandung khususnya kelas XI IIS 4 dengan menggunakan metode permainan simulasi.

Catatan lapangan dibuat oleh penulis ataupun guru mitra selama melakukan pengamatan di kelas. Adapun kegunaan dari catatan lapangan ini seperti yang dikemukakan oleh Wiriatmadja (2008:125), yaitu:

Berbagai aspek pembelajaran di kelas, suasa kelas, pengelolaan kelas, hubungan interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, mungkin juga hubungan dengan orangtua siswa, iklim sekolah, leadership kepala sekolah; demikian pula kegiatan lain dari penelitian ini seperti aspek orientasi, perencanaan, pelaksanaan, diskusi dan refleksi, semuanya dapat dibaca kembali dari catatan lapangan ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan dari berbuat catatan lapangan ini, yaitu untuk mencatat kegiatan maupun kondisi pada saat proses tindakan. Hasil catatan itu dapat dijadikan data atau sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti.

2. Wawancara

Menurut Arikunto dalam Raharjo (2014-36), menyatakan bahwa: “wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Berkenan dengan ini cara pengumpulan data dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data. Peneliti merupakan pewawancara dan sumber data adalah orang yang diwawancarai.

Dengan demikian wawancara ditujukan kepada guru mitra dan siswa menganai

“Penerapan Metode Permainan Simulasi”. Tujuan wawancara adalah untuk menjaring

data berkenaan dengan rencana pelaksanaan tindakan, pandangan dan pendapat guru dan siswa terhadap penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran


(32)

43 3. Studi Dokumenter

Menurut Syaodih (2007: 221), berpendapat bahwa studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan focus masalah. Sedangkan Suharsimi mengungkapkan bahwa teknik dokumentasi yaitu suatu kegiatan mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, tarnskip nilai, buku, surat kabar, daftar absen siswa dan yang lainnya. Ada macam-macam dokumen yang dapat membantu dalam, mengumpulkan data penelitian, yang kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian tindakan kelas. Misalnya: silabus dan rencana pembelajaran, laporan diskusi, berbagai macam ujian dan tes, laporan tugas siswa, contoh essay yang di tulis siswa (Wiraatmadja, 2008:121).

F. Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini, data yang di peroleh yaitu melalui obsevasi, studi dokumentasi serta wawancara. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut:

1. Lembar Panduan Observasi/ Catatan Lapangan

Lembar panduan observasi merupakan perangkat yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat setua aktivitas guru dan siswa ketika proses belajar pembelajaran berlangsung selama penelitian berlangsung. Observasi ini dirasa sangat penting karena dalam hasil observasi tersebut akan terlihat hal apa saja yang sudah baik maupun hal yang perlu diperbaiki, hasil ini dapat dijadikan bahan untuk evaluasi yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra. Selain itu, hasil observasi tersebut juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan perencanaan tindakan berikutnya.

Jenis observasi yang aan digunakan adalah observasi terstruktur. Wiriaatmadja (2008:114) menjelaskan bahwa

apabila mitra penelitian sudah menyetujui kriteria yang diamati, maka selanjutnya anda tinggal menghitung (mentaly) saja berapa kali


(33)

44

jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan.

Observasi tersktruktur dalam penelitian ini memfokuskan pada kemampuan berpikir kritis yang terlihat dalam pembelajaran menggunakan metode permainan simulasi.

Lembar observasi pun ditujukan kepada peneliti yang bertindsk drbsgsi guru. Ini bertujuan untuk melihat kesesuaian tahapan-tahapan pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode permainan simulasi yang telah peneliti rancang. Berikut lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan sejumlah pertanyaan yang diberikan oleh peneliti kepada siswa, yaitu untuk mendapatkan data yang lebih valid mengenai proses pembelajaran dikelas. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah siswa, yaitu sekitar 6 orang sebagai perwakilan dari seluruh siswa. Untuk melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan lembar panduan wawancara agar terarah. Ini sependapat dengan Sarosa

dalam Raharjo (2014:65) yang menyatakan bahwa “panduan wawancara memuat apa saja yang setidaknya harus digali dan partisipan dalam proses wawancara”.

3. Pedoman Dokumentasi

Menurut Hopkins dalam Wiraatmadja (2008:164-165), “fungsi utama dokumentasi dalam penelitian kelas adalah menyediakan konteks bagi pemahaman kita atas

kurikulum atau metode pengajaran tersebut.” Dalam penelitian ini dokumentasi yang

digunakan adalah dokumentasi berupa video dan `foto yang merekam serta memperlihatkan kegiatan belajar dan mengajar di kelas dengan menggunakan kamera digital. Selain itu berfungsi sebagai sumber refleksi yang dilakukan oleh peneliti dengan mitra.


(34)

45

G. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bersifat kualitatif. Teknik pengolahan data yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Teknik analisis menurut Miles dan Huberman (1994:10-11) terdiri dari tiga komponen, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing

and verifying conclusions).

Komponen pertama adalah reduksi data (data reduction), yaitu mengacu pada proses seleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi, dan mentransformasikan data yang muncul dalam catatan atau transkip. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Data yang didapatkan dari lapangan memiliki jumlah yang cukup banyak sehingga dicatat secara teliti dan rinci.

Banyaknya catatan memerlukan analisis dengan mereduksi data, yaitu merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang penting, serta mencari tema atau polanya. Hal tersebut bertujuan memberi gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya. Data yang di peroleh secara dianalisis data melalui reduksi data. Ini dilakukan untuk fokus kepada temuan yang penting dan memberikan gambaran yang lebih jelas dalam menganalisis data. Reduksi data ini dilakukan sampai penelitian selesai.

Komponen kedua adalah penyajian data (data display), umumnya adalah kumpulan informasi untuk dilakukan penarikan kesimpulan dan tindakan. Dengan melihat penyajian mempermudah untuk mengartikan apa yang terjadi dan apa yang dilakukan. Penyajian data juga termasuk kedalam analisis data yang dalam penyajiannya berbentuk narasi, matriks, maupun bagan.

Komponen ketiga adalah menggambarkan kesimpulan dan verifikasi (conclution


(35)

46

awal pengumpulan data. Analisis yang dilakukan adalah mengartikan data yang diperoleh, mencatat keteraturan, pola, penjelasan, konfigurasi yang masuk akal,

casual flows, dan proposisi. Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai

pengumpulan data berakhir. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara sehingga akan mengalami perubahan. Dengan kata lain, kesimpulan tidak akan mengalami perubahan jika memiliki bukti-bukti yang valid dan konsisten.

Validitas data dilakukan setelah pengumpulan data yang bertujuan untuk mengatahui kredibilitas data yang bertujuan untuk mengetahu kredibilitas data. Merujuk pada pendapat Hopkins (dalam Wiraatmadja, 2008:168-170), langkah-langkah yang dilakukan dalam validitas data adalah:

a. Member check, yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi

data yang diperoleh selama observasi atau wawancara.

b. Triangulasi, yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan mitra lain yang

hadir. Menurut Ellit (dalam Wiriaatmadja 2008:169) disebutkan bahwa

triangulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang, sudut pandang guru, siswa

dan peneliti atau observer. Oleh karena itu, triangulasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan antar peneliti observer dengan guru dan siswa.

c. Expert opinion, merupakan kegiatan meminta pendapat kepada orang yang

dianggap ahli mengenail penelitian. Sejalan dengan pendapat Kusnandar dalam Raharjo (2014:69)

Expert opinion yaitu meminta nasehat dari pakar atau ahli. Pada penelitian

tindakan kelas ini, atau pakar penelitian bidang studi untuk memeriksa semua tahapan kegiatan penelitian dan memberikan arahan atau jugements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji.

Interpreasi data dilakukan berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di bab II. Menurut Hopkins dalam (Wiriaatmadja, 2008:186) menjelaskan bahwa interpresentasi data dalam PTK diharapkan dapat memperoleh makna yang cukup berarti sebagai bahan untuk kegiatan tindakan selanjutnya.


(36)

47

Ketiga validas diatas digunakan dalam penelitian ini dapat membantu peneliti dalam melihat ketepatan dan kecermatan alat ukur yang digunakan sesuai dengan fungsinya dan memperoleh kepecayaan terhadap penelitian yang dilakukan.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran yang ditujukan kepada berbagai pihak berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai berdasarkan dari hasil pengamatan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi pada siklus I, II, III, dan IV pada pembelajaran sejarah dikelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan penerapan metode permainan simulasi. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka diperoleh beberapa hasil kesimpulan yang akan dipaparkan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Pertama, perencanaan yang dilakukan oleh peneliti sebelum meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan penerapkan metode permainan simulasi di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 25 Bandung meliputi: guru sebagai peneliti berkolaborasi dengan guru mitra sebagai pengajar yang sudah berpengalaman, guru mitra juga dapat memberi masukan kepada guru sebagai peneliti. Pada perencanaan awal di tiap siklusnya peneliti menentukan topik, tujuan, media, dan komponen pembelajaran lainnya pembelajaran yang akan digunakan ketika pelaksanaan tindakan penelitian. Topik tersebut dirancang dalam draft Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. RPP tersebut tersusun secara detail dan variatif disetiap siklusnya. RPP yang akan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing kemudian didiskusikan bersama guru mitra. Diskusi tersebut berkaitan dengan mekanisme kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru dan peneliti rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan siswa dan diterapkan dalam setiap pelaksanaan tindakan, mempersiapkan materi pembelajaran, mempersiapkan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian serta akan menimbulkan antusias dalam proses pembelajaran. Peneliti mempersiapkan permaian simulasi yang menarik agar


(38)

siswa mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajara.

Kedua, berkaitan dengan pertanyaan penelitian yang kedua dapat disimpulkan

bahwa cara guru dalam melaksanakan pembelajaran pada setiap siklusnya hampir sama, pada awal pembelajaran guru selalu mengecek kehadiran siswa, mengemukakan tujuan pembelajaran, dan mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya. Ketika kondisi kelas telah kondusif untuk belajar, guru menjelaskan materi pembelajaran. Seusai menjelaskan materi pembelajaran guru menerapkan metode permainan simulasi. Guru selalu mengapresiasikan siswa dengan memberikan pujian dan penghargaan berupa poin penilaian tambahan bagi siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh temannya. Guru membahas jawaban dari pertanyaan yang muncul pada saat pembelajaran.

Ketiga, dari hasil data yang dipaparkan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa

metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara bertahap pada setiap siklusnya setelah diterapkannya metode permainan simulasi. Peningkatan yang signifikan dapat ditujukan melalui kemampuan berpikir kritis siswa yang berkembang dari siklus I kemampuan berpikir kritis siswa masih dalam kategori cukup, namun pada pelaksanaan tindakan selanjutnya yaitu siklus II, III, dan IV mengalami peningkatan yang masuk dalam kategori baik sehingga pada siklus terakhir atau siklus IV kemampuan berpikir siswa sudah terlihat lebih baik. Kesimpulan ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra dengan menggunakan instrument penelitian. Hal ini terbukti dari hasil lembar observasi pada saat proses pembelajaran, keaktifan siswa pada saat berpikir kritis dan menyelesaikan permainan simulasi, serta respon siswa yang baik, yang pada umunya menunjukan ketertarikan atau antusias pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode permainan simulasi. Penerapan metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah tidak hanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang memang menjadi fokus penelitian, ternyata penerapan metode permainan simulasi ini dapat memberikan dampak yang lain yakni, dalam hal keaktifan siswa


(39)

dan minat belajar terhadap pembelajaran sejarah, siswa menjadi lebih tertarik dan lebih fokus dalam pembelajaran sejarah. Hal ini terlihat dari data hasil pengolahan lembar observasi terkait dengan keaktifan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. keterlibatan dan keaktifan siswa menunjukan peningkatan dari setiap siklusnya.

Pada siklus pertama sampai siklus keempat respon siswa dalam penialain diri terkait dengan pendapat siswa terhadap metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 menunjukan bahwa metode tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode permainan simulasi menjadi lebih menyenangkan, siswa lebih berperan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan siswa jadi lebih fokus dan antusias.

Keempat, dalam penerapan metode permainan simulasi sebagai upaya

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswad dalam pembelajaran sejarah memang menemui beberapa kendala. Kendala yang dialami sebagian besar disebabkan karena keterbatasan waktu untuk menyelesaikan jalannya permainan dan materi pelajaran lebih mendalam, siswa yang mulanya belum memahami apa itu metode permainan simulasi yang menuntut untuk mampu berpikir kritis, dan ketika pembelajaran yang menerapkan metode permaina simulasi ini membutuhkan waktu yang panjang dan maksimal. Namun kendala-kendala tersebut dapat diatasi melalui upaya-upaya perbaikan yaitu dengan cara guru selalu memotivasi siswa agar siswanya berkompetisi dalam menyelesaikan lembar kerja siswa dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, dan Siswa harus dibiasakan dengan pembelajaran yang aktif (student center), perlu rencana pembelajaran yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, guru harus selalu memberi motivasi kepada siswa agar mereka antusias dalam membaca materi pembelajaran, guru harus membuat media semenarik mungkin agar siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran dan guru harus menyediakan sumber-sumber yang relevan untuk menunjang dalam proses pembelajaran.


(40)

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan, terdapat beberapa saran yang ingin penelitian sampaikan kepada berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Saran tersebut diharapkan dapat membuat pembelajaran sejarah lebih baik dan lebih efektif, sebagai upaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah. Beberapa hal yang menjadi bahan rekomendasi adalah sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, agar proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik, maka hendaknya sekolah, memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada guru untuk berekspresi secara kreatif dan inovatif dalam menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan di kelas dan proses pembelajaran agar lebih berkualitas.

2. Bagi guru, penerapan metode permainan simulasi yang divariasikan ini dapat dijadikan suatu alternatif solusi untuk menghadapi masalah pembelajaran sejarah yang ada dikelas. Guru harus senantiasa membimbing dan memfasilitasi siswa agar lebih dominan aktif dalam proses pembelajaran. Guru harus memperjelas aturan dari metode ini, sehingga siswa lebih paham ketika melakukannya.

3. Bagi siswa, melalui metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah. Sehingga, pembelajaran yang dialami lebih variasi dan pembelajaran menyenangkan.

4. Bagi peneliti, untuk peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan metode permainan simulasi disarankan untuk membuat variasi metode permainan simulasi yang berbeda dengan penelitian ini agar pembelajaran lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Namun dalam hal ini peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian ini. Maka peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya, materi harus lebih dikuasai oleh guru, membuat pertanyaan semenarik mungkin agar siswa lebih termotivasi.


(41)

Daftar Pustaka Sumber Buku:

Asmani, J.A (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian

Pendidikan. Jogjakarta: Diva Press

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.”Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah” Jakarta: Depdiknas.

Ennis, R.H. (2005). Critical Thinking and Test. USA: Bright Minds Fisher, A. (2009). Berfikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Gunawan, W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk

Menerapkan Accelarated Learning. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Tipe-tipe Model Pembelajara. Jakarta: Bumi Aksara

Jensen, E. (2011). Pembelajaran Berbasis-otak Paradigma Pengajaran Baru. Jakarta: Indeks

Johnson, E.B.(2011).CTL Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa. Kindvatter, et.al. (1996). Dynamics of Effective Teaching, Third Edition. New

York. Longman Publisher

Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah Teaching of History. Jakarta: PT Grasindo

Komalasari, K (2010). Pembelajaran Konstektual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kunandar, (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindak Kelas sebagai


(42)

Kusumah, W. dan Dedi, D. (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks.

Lie, A. (2008). Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo

Muslich, M. (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Miles, M.B. dan Huberman, A.M (1994). Qualitative Data Analysis: An

Expanded Sourcebook. California: Sage Publications

Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosada Karya.

Sudjana, D. (2001). Metode dan Teknik Kegiatan Belajar Partisipatif. Bandung: Theme 76

Sudono, A, (2010). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: PT. Gramedia

Sukmadewi, (2003). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, N.S (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remja Rosdayakarya

Syaodih, N. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.

Tilaar, H.A.R., Jimmy. Ph. P. dan Lody, P. (2011). Pedagogik Kritis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wiriatmadja, R. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sumber Jurnal:

Hasan, S.H. (2004). Pandangan Dasar Mengenai Kurikulum Pendidikan


(43)

Hasan, H (2008). “Pengembangan Kompetensi Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah pada Seminar IKAHIMSI di UPI,

Bandung.

Ismaun. (2001). Paradigma Pendidikan Sejarah Yang Terarah dan

Bermakna-Historia Jurnal Pendidikan Sejarah, 4 (2), 55-60

Wildan, D. (2003). Upaya Menjadikan Guru Sejarah Sekaligus Sejarahwan.

Jurnal Pendidikan-Mimbar Pendidikan, 4 (22), 55-60 Sumber Skripsi:

Firiyanti. (2014). Penerapan Teknik Point Counter Point Untuk Menumbuhkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah. (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI Bahasa SMA Negeri 1 Cianjur).

Skripsi UPI. Tidak dipublikasikan.

Dinar. (2014). Penerapan Metode Permainan Bingo Untuk Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. (Penelitian Tindakan Kelas XI IPS 1 SMAN 17 Garut). Skripsi UPI. Tidak

diterbitkan.

Raharjo. (2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam

Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat. (Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8). Skripsi

UPI. Tidak dipublikasikan.

Sadam. (2013). Penerapan Metode Permainan Simulasi Dalam Pembelajaran

Pkn Untuk Menumbuhkan Etika Warga Negara Pada Siswa. ( Penelitian Tindakan Kelas Siswa TSM X-B SMK Medikacom Bandung). Skripsi

UPI. Tidak dipublikasikan.

Sumber Internet:

Mustaji. (2012). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam

Pembelajaran. Tersedia online:

http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran diakses

tanggal 23-12-2012

Lee, D.E. (2006). Academic Freedom, Critical Thinking and Teaching Ethics. Dalam Arts and Humanities in Higher Education [Online], vol 5 (2), 11


(44)

halaman. Tersedia: http://ahh.sagepub.com/content/5/2/199 [ 2


(1)

Sarah Windika, 2015

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi

dan minat belajar terhadap pembelajaran sejarah, siswa menjadi lebih tertarik dan lebih fokus dalam pembelajaran sejarah. Hal ini terlihat dari data hasil pengolahan lembar observasi terkait dengan keaktifan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. keterlibatan dan keaktifan siswa menunjukan peningkatan dari setiap siklusnya.

Pada siklus pertama sampai siklus keempat respon siswa dalam penialain diri terkait dengan pendapat siswa terhadap metode permainan simulasi dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 menunjukan bahwa metode tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode permainan simulasi menjadi lebih menyenangkan, siswa lebih berperan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan siswa jadi lebih fokus dan antusias.

Keempat, dalam penerapan metode permainan simulasi sebagai upaya

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswad dalam pembelajaran sejarah memang menemui beberapa kendala. Kendala yang dialami sebagian besar disebabkan karena keterbatasan waktu untuk menyelesaikan jalannya permainan dan materi pelajaran lebih mendalam, siswa yang mulanya belum memahami apa itu metode permainan simulasi yang menuntut untuk mampu berpikir kritis, dan ketika pembelajaran yang menerapkan metode permaina simulasi ini membutuhkan waktu yang panjang dan maksimal. Namun kendala-kendala tersebut dapat diatasi melalui upaya-upaya perbaikan yaitu dengan cara guru selalu memotivasi siswa agar siswanya berkompetisi dalam menyelesaikan lembar kerja siswa dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, dan Siswa harus dibiasakan dengan pembelajaran yang aktif (student center), perlu rencana pembelajaran yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, guru harus selalu memberi motivasi kepada siswa agar mereka antusias dalam membaca materi pembelajaran, guru harus membuat media semenarik mungkin agar siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran dan guru harus menyediakan sumber-sumber yang relevan untuk menunjang dalam proses pembelajaran.


(2)

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan, terdapat beberapa saran yang ingin penelitian sampaikan kepada berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Saran tersebut diharapkan dapat membuat pembelajaran sejarah lebih baik dan lebih efektif, sebagai upaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah. Beberapa hal yang menjadi bahan rekomendasi adalah sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, agar proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik, maka hendaknya sekolah, memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada guru untuk berekspresi secara kreatif dan inovatif dalam menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan di kelas dan proses pembelajaran agar lebih berkualitas.

2. Bagi guru, penerapan metode permainan simulasi yang divariasikan ini dapat dijadikan suatu alternatif solusi untuk menghadapi masalah pembelajaran sejarah yang ada dikelas. Guru harus senantiasa membimbing dan memfasilitasi siswa agar lebih dominan aktif dalam proses pembelajaran. Guru harus memperjelas aturan dari metode ini, sehingga siswa lebih paham ketika melakukannya.

3. Bagi siswa, melalui metode permainan simulasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah. Sehingga, pembelajaran yang dialami lebih variasi dan pembelajaran menyenangkan.

4. Bagi peneliti, untuk peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan metode permainan simulasi disarankan untuk membuat variasi metode permainan simulasi yang berbeda dengan penelitian ini agar pembelajaran lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Namun dalam hal ini peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian ini. Maka peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya, materi harus lebih dikuasai oleh guru, membuat pertanyaan semenarik mungkin agar siswa lebih termotivasi.


(3)

Sarah Windika, 2015

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi

Daftar Pustaka Sumber Buku:

Asmani, J.A (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian

Pendidikan. Jogjakarta: Diva Press

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.”Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah” Jakarta: Depdiknas.

Ennis, R.H. (2005). Critical Thinking and Test. USA: Bright Minds Fisher, A. (2009). Berfikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Gunawan, W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk

Menerapkan Accelarated Learning. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Tipe-tipe Model Pembelajara. Jakarta: Bumi Aksara

Jensen, E. (2011). Pembelajaran Berbasis-otak Paradigma Pengajaran Baru. Jakarta: Indeks

Johnson, E.B.(2011).CTL Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa. Kindvatter, et.al. (1996). Dynamics of Effective Teaching, Third Edition. New

York. Longman Publisher

Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah Teaching of History. Jakarta: PT Grasindo

Komalasari, K (2010). Pembelajaran Konstektual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kunandar, (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindak Kelas sebagai


(4)

Kusumah, W. dan Dedi, D. (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks.

Lie, A. (2008). Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo

Muslich, M. (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Miles, M.B. dan Huberman, A.M (1994). Qualitative Data Analysis: An

Expanded Sourcebook. California: Sage Publications

Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosada Karya.

Sudjana, D. (2001). Metode dan Teknik Kegiatan Belajar Partisipatif. Bandung: Theme 76

Sudono, A, (2010). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: PT. Gramedia Sukmadewi, (2003). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, N.S (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remja Rosdayakarya

Syaodih, N. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.

Tilaar, H.A.R., Jimmy. Ph. P. dan Lody, P. (2011). Pedagogik Kritis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wiriatmadja, R. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sumber Jurnal:

Hasan, S.H. (2004). Pandangan Dasar Mengenai Kurikulum Pendidikan


(5)

Sarah Windika, 2015

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Permainan Simulasi

Hasan, H (2008). “Pengembangan Kompetensi Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah pada Seminar IKAHIMSI di UPI,

Bandung.

Ismaun. (2001). Paradigma Pendidikan Sejarah Yang Terarah dan

Bermakna-Historia Jurnal Pendidikan Sejarah, 4 (2), 55-60

Wildan, D. (2003). Upaya Menjadikan Guru Sejarah Sekaligus Sejarahwan.

Jurnal Pendidikan-Mimbar Pendidikan, 4 (22), 55-60

Sumber Skripsi:

Firiyanti. (2014). Penerapan Teknik Point Counter Point Untuk Menumbuhkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah. (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI Bahasa SMA Negeri 1 Cianjur).

Skripsi UPI. Tidak dipublikasikan.

Dinar. (2014). Penerapan Metode Permainan Bingo Untuk Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. (Penelitian Tindakan Kelas XI IPS 1 SMAN 17 Garut). Skripsi UPI. Tidak

diterbitkan.

Raharjo. (2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam

Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat. (Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8). Skripsi

UPI. Tidak dipublikasikan.

Sadam. (2013). Penerapan Metode Permainan Simulasi Dalam Pembelajaran

Pkn Untuk Menumbuhkan Etika Warga Negara Pada Siswa. ( Penelitian Tindakan Kelas Siswa TSM X-B SMK Medikacom Bandung). Skripsi

UPI. Tidak dipublikasikan. Sumber Internet:

Mustaji. (2012). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam

Pembelajaran. Tersedia online:

http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran diakses

tanggal 23-12-2012

Lee, D.E. (2006). Academic Freedom, Critical Thinking and Teaching Ethics. Dalam Arts and Humanities in Higher Education [Online], vol 5 (2), 11


(6)

halaman. Tersedia: http://ahh.sagepub.com/content/5/2/199 [ 2 September 2013]