STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA).

(1)

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU

MENGGUNAKAN

Xanthomonas campestris

(KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA)

SKRIPSI

Oleh :

Asri Maulina

NPM : 103301009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU

MENGGUNAKAN

Xanthomonas campestris

(KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA)

Asri Maulina

NPM. 1033010009

INTISARI

Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses

pembuatan tahu dari kedelai yang dapat dimanfaat untuk substrat gum xanthan.

Gum xanthan adalah polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil fermentasi

karbohidrat oleh

Xanthomonas campestris

yang dimurnikan, dikeringkan dan

digiling untuk pemanfaatannya lebih lanjut. Setiap molekul gum xanthan

mengandung 5 unit yang terdiri dari 2 unit glukosa, 2 unit manosa, dan 1 unit

asam glukoronik. Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum

xanthan oleh bakteri Xanthomonas campestris. Gum xanthan di gunakan sebagai

bahan tambahan yang aman pada makanan dalam industri makanan misal

produksi susu, kuah salad, minuman buah-buahan, pengental dalam susu dan

sirup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik

antara konsentrasi kultur Xanthomonas campestris

dan penambahan gula dalam

pembentukkan gum xanthan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial

dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 3

kali. Faktor I konsentrasi gula (2% : 3% : 4%) (b/v). Faktor II konsentrasi kultur

(5% : 7% : 9%) (v/v).

Hasil penelitian menunjukkan gum xanthan ampas tahu dengan perlakuan

terbaik diperoleh dari konsentrasi gula 3% dan konsentrasi kultur 5%. Gum

xanthan ampas tahu tersebut mempunyai karakteristik dengan nilai rata-rata

rendemen 6,906%, kadar air 10,544%, kadar abu, 7,360%, viskositas

177,50x1000 Cp, dan kekuatan gel 0,125 g/mm

2

.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Pembuatan

Gum Xanthan Dari Ampas Tahu Menggunakan

Xanthomonas campestris

(Kajian Konsentrasi Kultur dan Penambahan Gula). Sholawat serta salam

senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah SAW, serta keluarga,

sahabat, dan para pengikutnya yang istiqomah hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini saya ingin memberikan ucapan terima kasih

yang sebesar–besarnya kepada banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan

skripsi ini, adapun saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan untuk

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

3.

Ibu Ir. Sudaryati HP, MP selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Ir. Ulya Sarofa, MM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran serta

mencurahkan waktunya serta support yang tiada henti dalam penyusunan

skripsi ini.

5.

Bapak Rudi Nurismanto, Msi , selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran serta

mencurahkan waktunya serta support yang tiada henti dalam penyusunan

skripsi ini.

6. Keluargaku tercinta Bapak dan ibu atas doa, kesabaran serta dukungan

moril dan materiil yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh teman–teman seperjuangan Program Studi Teknologi Pangan

Angkatan 2010, yang telah membantu, memberi semangat dan doa.

8. Abangku Aziz Abdul Rozaq yang selalu memberi semangat dan

mendoakan serta selalu setia mendengarkan keluh kesah saya dalam

penyelesaian skripsi ini.


(8)

9. Semua pihak yang telah banyak memberi semangat dan membantu

didalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu.

Akhir kata saya mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Tidak ada Gading yang tak retak, saya menyadari dalam penyusunan skripsi ini

ada kesalahan dan kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Untuk itu saya

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan

skripsi ini.

Surabaya , 5 Januari 2015


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

INTISARI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR...vi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian... 3

C. Manfaat Penelitian... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Ampas Tahu... 4

1. Pengertian Ampas Tahu... 4

2. Kandungan Gizi Ampas Tahu... 5

B. Gum Xanthan... 6

1. Definisi Gum Xanthan... 6

2. Struktur Gum Xanthan... 7

3. Biosintesis Gum Xanthan... 8

4. Sifat-sifat Gum Xanthan... 11

5. Bahan Baku Untuk Pembuatan Gum Xanthan... 13

6. Proses Pembuatan Gum Xanthan... 15

7. Penggunaan Gum Xanthan... 19

8. Standart Mutu Gum Xanthan... 22

C.

Xanthomonas campestris... 23

D. Landasan Teori... 26

E. Hipotesa... 28

BAB III. METODE PENELITIAN... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 29

B. Bahan Penelitian... 29

C. Alat Penelitian... 29


(10)

1. Rancangan Percobaan... 29

2. Peubah Penelitian... 31

3. Parameter yang diamati... 31

4. Prosedur Penelitian... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

A. Hasil Analisa Bahan Baku... 36

1. Analisa Substrat... 36

2. Analisa Total Bakteri Xanthomonas campestris... 37

B. Hasil Kualitas Produk... 37

1. Rendemen... 37

2. Kadar Air... 40

3. Kadar Abu... 42

4. Viskositas... 43

5. Kekuatan Gel... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 48

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

. Komposisi Nutrisi/Kimia Ampas Tahu... 5

Tabel 2

. Kandungan Unsur Gizi dan Kalori dalam Kedelai, Tahu dan Ampas

Tahu ... 6

Tabel 3

. Standart Mutu Gum Xanthan...22

Tabel 4

. Hasil Analisa Glukosa Pada Ampas Tahu... 36

Tabel 5

. Hasil Analisa Total Bakteri Xanthomonas campestris... 37

Tabel 6

. Nilai Rata-Rata Rendemen Gum Xanthan Perlakuan Konsentrasi

Kultur dan Penambahan Gula...38

Tabel 7

. Nilai Rata-Rata Kadar Air Gum Xanthan Perlakuan Penambahan

Gula...40

Tabel 8

. Nilai Rata-Rata Kadar Air Gum Xanthan Perlakuan Konsentrasi

Kultur...41

Tabel 9

. Nilai Rata-Rata Kadar Abu Gum Xanthan Perlakuan Penambahan

Gula...42

Tabel 10 . Nilai Rata-Rata Kadar Abu Gum Xanthan Perlakuan Konsentrasi

Kultur...43

Tabel 11 . Nilai Rata-Rata Viskositas Gum Xanthan Perlakuan Konsentrasi

Kultur dan Penambahan Gula...44

Tabel 12 . Nilai Rata-Rata Kekuatan Gel Gum Xanthan Perlakuan Penambahan

Gula...46

Tabel 13 . Nilai Rata-Rata Kekuatan Gel Gum Xanthan Perlakuan Konsentrasi

Kultur...47


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 . Struktur Molekul Gum Xanthan... 8

Gambar 2 . Biosintesis Gum Xanthan...10

Gambar 3 . Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kekentalan Gum Xanthan... 11

Gambar 4 . Pengaruh Laju Ketegangan Pada Kekentalan Larutan Gum

Xanthan... 12

Gambar 5 . Diagram Alir Proses Pembuatan Gum Xanthan... 16

Gambar 6 . Bakteri Xanthomonas campestris... 24

Gambar 7 . Pengaruh Suhu Pada Parameter Pertumbuhan Xanthomonas

campestris... 25

Gambar 8 . Persiapan Kultur Xanthomonas campestris... 34

Gambar 9 . Persiapan Substrat...34

Gambar 10 . Diagram Alir Proses Pembuatan Gum Xanthan... 35

Gambar 11 . Hubungan Antara Konsenterasi Gula dan Konsentrasi Kultur

Terhadap Rendemen Gum Xanthan... 38

Gambar 12 . Hubungan Antara Konsentrasi Kultur dan Penambahan Gula

Terhadap Viskositas Gum Xanthan... 45


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 . Prosedur Analisa...52

Lampiran 2 . Data Hasil Pengamatan dan Analisis Rendemen Gum Xanthan... 56

Lampiran 3 . Data Hasil Pengamatan dan Analisis Kadar Air Gum Xanthan... 58

Lampiran 4 . Data Hasil Pengamatan dan Analisis Kadar Abu Gum Xanthan.... 60

Lampiran 5 . Data Hasil Pengamatan dan Analisis Viskositas Gum Xanthan... 62

Lampiran 6 . Data Hasil Pengamatan dan Analisis Kekuatan Gel Gum


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk telah

lama berkembang. Berbagai jenis produk hasil aktivitas metabolisme

mikrobia antara lain antibiotik, enzim, asam-asam organik, dan vitamin

sejak lama telah diproduksi secara kormesial (Palennari dan Rante,

2009).

Gum xanthan merupakan polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan

oleh bakteri genus Xanthomonas sp. Keunggulan polisakarida ini karena

sifat pseudoplastiknya yang tinggi, viskositasnya tinggi pada konsentrasi

rendah, tahan terhadap gaya geser, panas, pH asam dan enzim

(Palennari dan Rante, 2009).

Gum xanthan yang dihasilkan dari fermentasi gula oleh Xanthomonas

campestris

merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengental,

penstabil emulsi, pengendap, pelindung koloid serta pembantu proses

dalam berbagai industri pangan, kimia, farmasi, dan sebagainya (Pettit,

1982 didalam Adi,

1994). Perkembangan industri-industri yang

memerlukan gum xanthan membuka kesempatan untuk berkembangnya

industri penghasil gum xanthan.

Saat ini, kegiatan produksi gum xanthan merupakan suatu usaha

komersial yang penting karena peningkatan kebutuhan gum xanthan yang

sangat besar. Gum xanthan di gunakan sebagai bahan tambahan yang

aman pada makanan dalam industri makanan misal produksi susu, kuah

salad, minuman buah-buahan, pengental dalam susu dan sirup. Dengan

demikian, berbagai penelitian mengenai gum xanthan sangat diperlukan

agar diperoleh teknologi proses yang dapat menghasilkan gum xanthan

yang bermutu baik dan secara teknis maupun ekonomis industri gum

xanthan ini layak dikembangkan (Elwood, 1979 didalam Adi, 1994).

Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum xanthan oleh

bakteri

Xanthomonas campestris. Kadar glukosa dan konsentrasi kultur

bakteri

Xanthomonas campestris

merupakan 2 faktor yang berpengaruh

terhadap gum xanthan yang dihasilkan.Untuk memfermentasi bahan baku


(15)

tersebut agar menghasilkan gum xanthan maka diperlukan bakteri

Xanthomonas campestris (Ochoa et al, 2000).

Xanthomonas campestris

sebagai penghasil gum xanthan, untuk

tumbuh dan berkembang biak tidak hanya memerlukan sumber karbon

tetapi membutuhkan pula sumber nitrogen. Untuk itu, maka perlu

ditambahkan senyawa sumber nitrogen ke dalam media yang digunakan

untuk menghasilkan gum xanthan. Salah satu senyawa sumber nitrogen

adalah urea (Adi, 1994).

Jumlah dan kualitas eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri ini

sangat ditentukan oleh kondisi fermentasi. Komposisi media biakan dan

faktor lingkungan cukup menentukan pembentukan polisakarida tersebut.

Komposisi media biakan harus mengandung sumber karbon dan nitrogen

serta beberapa jenis mineral. Palennari dan Rante (2009) menyatakan

bahwa sumber karbon sangat berpengaruh terhadap berat kering

eksopolisakarida dari

Xanthomonas campestris. Dengan memperhatikan

komponen bahan dasar yang dibutuhkan mikroorganisme untuk produksi

gum xanthan, maka beberapa limbah hasil olahan beberapa hasil

pertanian dapat dimanfaatkan sebagai substrat. Bahan tersebut antara

lain adalah onggok singkong, tetes, limbah pabrik kertas, pulp kopi dan

coklat. Salah satu sumber karbon yang kemungkinan dapat digunakan

sebagai substrat untuk produksi gum xanthan adalah ampas tahu.

Ampas tahu digolongkan sebagai limbah industri hasil pertanian, yaitu

sisa proses hasil pertanian yang dibuang dan tidak mempunyai nilai

ekonomi. Ampas tahu kini bukan sebagai limbah industri, tetapi sebagai

hasil ikutan (by Product) industri tahu yang masih mempunyai nilai

ekonomi rendah. Ampas tahu mengandung zat gizi yang cukup tinggi

yaitu protein 18,12%, lemak 11,25%, karbohidrat 26,84%, air 40,18 dan

serat 3,04 (Fara dkk, 2012). Dilihat dari zat gizinya, ampas tahu

mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga

berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai substrat dalam pembuatan gum

xanthan.


(16)

A. Tujuan

1. Mempelajari kemampuan

Xanthomonas campestris

melakukan

biokonversi terhadap ampas tahu menjadi gum xanthan.

2. Mempelajari pengaruh konsentrasi kultur

Xanthomonas campestris

dan penambahan gula menghasilkan gum xanthan tertinggi.

3. Mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara konsentrasi kultur

Xanthomonas campestris

dan penambahan gula dalam pembentukan

gum xanthan.

B. Manfaat

1. Memanfaatkan limbah ampas tahu dan meningkatkan nilai ekonomis

ampas tahu.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ampas Tahu

Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses

pembuatan tahu dari kedelai. Sedangkan yang dibuat tahu adalah cairan

atau susu kedelai yang lolos dari kain saring. Ditinjau dari komposisi

kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Ampas

tahu mengandung zat gizi yang cukup banyak yaitu protein 18,12%,

karbohidrat 26,84%, air 40,18%, dan serat 3,04%. Menurut para ahli,

kandungan protein rata-rata ampas tahu sekitar 5% (wet basis) atau 56%

(dry basis) (Fara dkk, 2012).

Ampas tahu yang merupakan limbah industri tahu memiliki

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dan kandungan air ampas tahu

relatif tinggi sehingga mudah rusak. Ampas tahu tidak dapat disimpan

lebih lama, biasanya hanya mampu 24-48 jam dalam suhu ruang tanpa

pengolahan. Sifat itu menyebabkan produsen tahu ingin cepat

menjualnya, kalau tidak segera dibuang. Akibatnya, harga ampas tahu

sangat murah, bahkan beberapa daerah tidak dipergunakan dan

dimanfaatkan (Kumalasari dkk, 2006).

Ampas tahu selain berpotensi sebagai bahan pencemar, juga

berpotensi sebagai bahan makanan sehat. Pemakaiannya tergantung

pada pengolahan dan pemanfaatannya. Sebagian besar ampas tahu

terdiri dari air, karbohidrat (serat), sejumlah protein dan mineral.

Komposisi kimia ampas tahu sebagai hasil ikutan industri tahu, bukan

sebagai sumber kalori, tapi masih dimanfaatkan untuk diambil seratnya,

protein, mineral, dan substitusi bahan pangan (Kumalasari dkk, 2006).

Ampas Tahu adalah sisa barang yang telah diambil sarinya atau

patinya atau limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui

proses pengolahan secara basah seperti ampas kecap,ampas tahu,

ampas bir, dan ampas ubi kayu. Masyarakat kita umumnya ampas tahu

tersebut digunakan sebagai pakan ternak dan sebagian dipakai sebagai

bahan dasar pembuataan tempe gembus. Ampas tahu juga dapat

dimanfaatkan untuk pembuatan kecap, taoco, tepung ampas tahu, biskuit,


(18)

bahkan untuk subtitusi dalam pembuatan dendeng giling dan sosis daging

sapi (Fara dkk, 2012).

1. Kandungan Gizi Ampas Tahu

Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai

sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan

kacang kedelai. Protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi

dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini

berasal dari kedelai yang telah dimasak (Fara dkk, 2012).

Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun

makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm,

Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Ampas tahu dalam keadaan

segar berkadar air sekitar 84,5 % dari bobotnya. Kadar air yang tinggi

dapat menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu basah tidak

tahan disimpan dan akan cepat menjadi asam dan busuk selama 2-3 hari.

Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0-15,5 % sehingga umur

simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas tahu segar (Fara dkk,

2012).

Tabel 1.

Komposisi Nutrisi/Kimia Ampas Tahu

Nutrisi

Ampas tahu

Basah (%)

Kering (%)

Bahan Kering

14,69

88,35

Protein Kasar

2,91

23,39

Serat Kasar

3,76

19,44

Lemak kasar

1,39

9,96

Abu

0,58

4,58

BETN

6,05

30,48


(19)

Tabel 2.

Kandungan Unsur Gizi dan Kalori dalam Kedelai, Tahu dan

Ampas Tahu dalam 100 gram

No

Unsur Gizi

Kadar/100 g Bahan

Kedelai

Tahu

Ampas

Tahu

1

Energi (kal)

382

79

393

2

Air (g)

20

84,4

4,9

3

Protein (g)

30,2

7,8

17,4

4

Lemak (g)

15,6

4,6

5,9

5

Karbohidrat (g)

30,1

1,6

67,5

6

Mineral (mg)

4,1

1,2

4,3

7

Kalsium (mg)

196

124

19

8

Fosfor (mg)

506

63

29

9

Zat besi (mg)

6,9

0,8

4

10

Vitamin A (mg)

29

0

0

11

Vitamin B (mg)

0.93

0,06

0,2

Sumber : (Suprapti, 2005)

B. Gum Xanthan

1. Definisi Gum Xanthan

Gum xanthan adalah polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil

fermentasi karbohidrat oleh

Xanthomonas campestris

yang dimurnikan,

dikeringkan dan digiling untuk pemanfaatannya lebih lanjut (Glicksman,

1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Meskipun

sejumlah

gum

biosintetik

telah

dinilai

untuk

diperdagangkan, sampai saat ini hanya satu produk yang memenuhi

kekentalan dan kekerasan untuk diproduksi secara komersil dalam skala

besar. Produk tersebut adalah gum xanthan yang dihasilkan dari

fermentasi glukosa oleh mikroorganisme

X.campestris

(Graham, 1977

didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Di antara sejumlah mikroba yang diteliti, bakteri X.campestris

(NRRL,

B-1459) telah menghasilkan produk-produk yang mempunyai nilai

komersil yang cukup potensial. Kelco Company pada tahun 1961

mengenalkan gum xanthan untuk diaplikasikan dalam bidang industri dan

mulai diproduksi secara komersil pada tahun 1964. Pada tahun 1969

“Food and Drug Administration” olahan pangan sebagai “food additive”.

Sejak saat itu, gum xanthan diterima dengan dukungan luas oleh industri

karena sifat-sifatnya yang khas, antara lain kestabilan tekstur, daya tarik


(20)

estetik dan beberapa kualitas yang diperlukan dalam pengolahan pangan

(Glicksman, 1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Dari beberapa hasil penelitian, dilaporkan bahwa banyak mikrobia

memiliki kemampuan mensintesis polimer eksopolisakarida. Salah satu

yang menarik adalah produksi polimer gum xanthan dan

polyester.

Penggunaan polisakarida mikrobia telah meluas digunakan untuk

menggantikan polisakarida dari bahan alam dan sintetik. Keuntungan

polimer mikrobia tersebut adalah sifat reologiknya yang cukup baik dan

keanekaragamannya yang memungkinkan untuk penggunaan yang lebih

khusus (Palennari dan Herlina, 2009).

Palennari dan Herlina (2009) menyatakan bahwa biokonversi limbah

padat menjadi gum xanthan diawali dengan proses hidrolisis limbah padat

untuk mendapatkan gula. Proses pembentukan gum xanthan secara

mikrobial dibutuhkan gula (glukosa) sebagai sumber karbon dalam proses

fermentasi gum xanthan oleh Xanthomonas campestris.

Menurut Palennari dan Herlina (2009), konversi substrat glukosa

menjadi gum xanthan sekitar 50 %. Selain itu konversi glukosa menjadi

gum xanthan memberikan nilai teoritis sekitar 85 % dan 70-80 % dari

glukosa jika proses fermentasi berjalan baik.

2. Struktur Gum Xanthan

Struktur molekul gum xanthan belum diketahui. Pendekatan yang

dilakukan adalah dengan menganalisis komponennya, kemudian diduga

struktur molekulnya. Gum xanthan merupakan polisakarida dengan berat

molekul beberapa juta. Molekul tersebut mengandung glukosa,

D-manosa dan asam D-glukoronik dengan perbandingan molar 2,8 : 3 : 2.

Molekul gum xanthan di perkirakan mengandung 4,7% asetil dan sekitar

3% piruvat. Piruvat terikat pada rantai tambahan glukosa tunggal oleh

ikatan dan juga oleh konfigurasi asam piruvat telah ditentukan (Graham,

1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Struktur molekul gum xanthan dapat dilihat pada Gambar 1. Secara

rinci, setiap molekul gum xanthan mengandung 5 unit yang terdiri dari 2

unit glukosa, 2 unit manosa, dan 1 unit asam glukoronik. Rantai utama

gum xanthan dibentuk oleh satuan ikatan ß-D-glukosa melalui posisi 1 &


(21)

4. Jadi, struktur kimia ikatan utama gum xanthan identik dengan struktur

kimia selulosa. Rantai tambahan terdiri dari 2 unit manosa dan satu unit

asam glukoronik (Gliksman, 1969), selanjutnya dijelaskan bahwa terminal

satuan ß-D-glukoronik, yaitu dalam belokan terikat secara glikosidik pada

posisi 3 pada setiap residu glukosa dalam rantai utama. Distribusi rantai

tambahan tidak diketahui. Diperkirakan setengah dari terminal residu

D-manosa membawa residu asam piruvat terikat secara ketalik (ketalically)

pada posisi 4 dan 6. Distribusi kelompok piruvat tidak diketahui.

Sedangkan yang bukan terminal satuan D-manosa dalam rantai

tambahan mengandung kelompok asetil pada posisi 6 (Graham, 1977

didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Ga

mbar 1.

Struktur molekul gum xanthan (Glicksman, 1980 didalam

Yudoamijoyo dkk, 1992)

Merupakan kenyataan bahwa rantai tambahan melindungi kekuatan

gum xanthan dan dapat dijadikan alasan yang kuat bahwa gum xanthan

memiliki resistensi enzimatik yang luar biasa. Juga kekhasan yang lain

adalah struktur kimia yang tidak berubah dan keseragaman sifat fisik dan

kimia (Graham, 1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

3. Biosintesis Gum Xanthan

Xanthan dibentuk dari sitoplasma gula neuklotida, asetil-CoA, dan

fosfoenol piruvat dengan membran dalam polyisoprenol fosfat sebagai

akseptor (Becker

et al, 1998). Uraian biosintesis sangat dibantu dengan


(22)

menggunakan sel-sel campestris.

X.campestris

dibekukan dan dicairkan

beberapa kali dengan EDTA.

Proses biosintesis gum xanthan dapat dijelaskan sebagai berikut :

substrat akan teserap dan masuk kedalam sel dan terjadi peristiwa

fosporilasi. Substrat akan digunakan untuk proses katabolik sebagai

penghasil energi dan proses anabolik. Selanjutnya substrat yang

terfosporilasi akan dikonversi menjadi gula-gula nekleotida (dengan

pertolongan enzim UDP-glukosa) fosporilase. Pembentukkan bertahap

dari proses polimerisasi pentasakarida yang berulang diselesaikan

dengan menginkubasi sel-sel permeabilitas dengan kombinasi

UDP-glukosa, GDP-manosa, dan UDP-asam glukopronik. Sintesis unit

berulang dimulai dengan transfer glukosa-1 P dari UDP-glukosa menjadi

polyisoprenol fosfat, diikuti dengan transfer berurutan dari residu gula lain

untuk membentuk unit berulang lengkap. Asetil dan residu piruvil

ditambahkan pada tingkat rantai pentasakarida lipid, disumbangkan oleh

masing-masing asetil-CoA dan fosfoenolpiruvat. Pemeriksaan proses

polimerisasi menunjukkan bahwa rantai xanthan tumbuh pada akhir

proses (Becker et al, 1998).


(23)

Glukosa

Glukosa 6-P Fruktosa-6P Manosa-6P

Glukosa 1-P Manosa 1-P

UDP-glukosa UDP-Asam Glukorinik GDP-manosa

UDP-Glukosa UDP-Glukosa GDP-Manosa UDP-Asam Glukoronik GDP-Manosa

Fosfat Polyisoprenol Glukosa Glukosa Manosa-Acetyl Asam Glukoronik Manosa-Acetyl

Piruvat

Gambar 2.

Biosintesis gum xanthan (Becker

et al

, 1998).

Glukokinase

A T

ADP

U D P G U T

PPi

UDPG-deH

NAD+

NAD + H+ PGI

Ac-CoA

CoA-SH Ac-CoA

CoA-SH PEP

Pi

Gum Xanthan

GTP

P Pi


(24)

4. Sifat-Sifat Gum Xanthan

a. Kekentalan (Viscosity)

Gum xanthan mudah larut dalam air panas atau air dingin dengan

hanya menggunakan pengadukan mekanis yang memberikan larutan

dengan kekentalan tinggi pada konsentrasi rendah. Sifat inilah yang

jarang dimiliki oleh beberapa jenis gum lainnya. Pada konsentrasi 1%

memberikan kekentalan sekitar 1000 Cps ketika diukur pada kecepatan

pengadukan 60 rpm dengan menggunakan

Viscometer Brookfield Model

LVF

pada suhu 25

o

C (Whistler dan BeMiller, 1973 didalam Yudoamijoyo

dkk, 1992). Untuk lebih jelasnya, hubungan antara kekentalan dengan

konsentrasi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan gum xanthan

(Graham, 1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

b. Kekenyalan (Peudoplasticity)

Larutan gum xanthan dalam air memiliki kekenyalan semu yang tinggi

dan penurunan kekentalan semu yang tinggi dan penurunan kekentalan

dengan cepat dukur sebagai kenaikan laju ketegangan

(shear). Ini

merupakan reaksi seketika dan prosesnya bolak-balik. Larutan yang berisi

0.75% gum xanthan atau lebih mempunyai titik rheological yield, sehingga

kekenyalan semu larutan gum xanthan dapat digambarkan sebagai aksi

penurunan bolak-balik kekentalan dari larutan dengan peningkatan


(25)

kecepatan rotasional. Untuk lebih jelas lagi pada Gambar 4 disajikan

hubungan antara kekentalan dengan laju ketegangan.

Gambar 4.

Pengaruh laju ketegangan pada kekentalan larutan gum

xanthan (Graham, 1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

c. Pengaruh suhu pada kekentalan

Satu sifat gum xanthan yang paling baik adalah kekentalan larutan

pada konsentrasi rendah dan hampir tidak dipengaruhi oleh perubahan

suhu berlebihan pada selang suhu yang cukup besar. Pada suhu antara

10

o

C dan 70

o

C, larutan gum xanthan yang mempunyai kekentalan 1000

Cps akan berubah dalam kondisi yang tidak lebih dari 100 Cps (Whistler

dan BeMiller, 1973 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

d. Pengaruh pH pada kekentalan

Kekentalan larutan gum xanthan pada konsentrasi rendah hampir

tidak dipengaruhi oleh perubahan pH antara 6 sampai 9 dan terlihat

hanya sedikit berubah bila pH berada diluar 10 sampai 11. Pada pH 9

atau lebih, gum xanthan secara berangsur-angsur terdeasetil, tetapi

deasetilasi

” ini hanya berpengaruh sedikit pada sifat larutan (Whistler dan

BeMiller, 1973 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

e. Kekompakan (Compatibility)

Gum xanthan memiliki kekompakan yang lebih baik terhadap

beberapa garam yang berkonsentrasi tinggi dan akan segera larut dalam

konsentrasi sedang pada selang konsentrasi yang besar. Ketika garam


(26)

atau larutan garam ditambahkan pada gum xanthan, maka gum xanthan

tersebut akan segera melakukan penyesuaian. Sebagai contoh,

penyesuain terhadap 25% larutan aluminium sulfat, kalsium klorida, atau

seng

klorida

dan

15%

larutan

sodium

klorida.

Ada

sedikit

ketidakkompakan, di mana garam kalsium pada pH lebih besar dari 10.0

akan mengendapkan gum xanthan dan garam amonium yang bersusun

rantai panjang dengan lebih dari 8 atom karbon dalam rantai utama,

mungkin mengendapkan (Whistler dan BeMiller, 1973 didalam

Yudoamijoyo dkk, 1992).

f. Kestabilan pada panas

Gum xanthan sangat tahan terhadap proses degradasi oleh panas.

Lama pemanasan pada suhu 80

o

C kelihatannya sedikit memberikan

pengaruh pada larutan gum xanthan. Ketahanan terhadap proses

degradasi oleh panas didukung oleh adanya larutan garam. Sehingga

larutan gum xanthan yang mengandung sedikit garam seperti potasium

klorida dapat dipanaskan dengan menggunakan

autoclave

pada suhu

121

o

C selama 15-30 menit dengan hanya sedikit perubahan kekentalan

(Whistler dan BeMiller, 1973 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

g. Pengaruh enzim dan oksidan

Enzim seperti protease, sellulase, hemisellulase, pektinase dan

amilase tidak akan mendegradasi gum xanthan dalam keadaan terlarut.

Dalam keadaan biasa dengan beberapa polimer, gum xanthan

didegradasi dalam larutan bahan pengoksida kuat seperti peroksida,

persulfat dan hipoklorit melalui tingkat yang lebih tinggi (Glicksman, 1980

didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

5. Bahan Baku untuk Pembuatan Gum Xanthan

Untuk menghasilkan gum xanthan,

X.campestris

membutuhkan

beberapa nutrisi termasuk zat gizi mikro (misalnya kalium, zat besi, dan

garam kalsium) dan makronutrien (karbon dan nitrogen). D-glukosa,

sukrosa dan beberapa bentuk karbohidrat yang dapat digunakan sebagai

bahan baku substrat dan tergantung dari tingkat hasil yang diinginkan.


(27)

Konsentrasi sumber karbon mempengaruhi hasil xanthan, konsentrasi

yang lebih disukai + 2%-4% (Souw dan Demain, 1979). Konsentrasi

substrat yang tinggi akan menghambat pertumbuhan. Beberapa bahan

dasar yang mungkin dapat digunakan yang berasal dari limbah

pengolahan hasil pertanian adalah molase, onggok, pulp kopi dan coklat

(Prastiko, 2011).

Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum xanthan oleh

bakteri

Xanthomonas campestris. Kadar glukosa dan konsentrasi kultur

bakteri

Xanthomonas campestris

merupakan 2 faktor yang berpengaruh

terhadap gum xanthan yang dihasilkan. Untuk memfermentasi bahan

baku tersebut agar menghasilkan gum xanthan maka diperlukan bakteri

Xanthomonas campestris. Bakteri

Xanthomonas campestris

dapat

diisolasi dari berbagai varietas tanaman kubis yang banyak terdapat di

Indonesia. Bakteri

Xanthomonas campestris

diperbanyak pada media

tabung agar miring NA sebagai stok inokulum (media cair dicampur bahan

makanannya atau nutrisi) sedangkan untuk memperbanyak dan

menumbuhkan bakteri dilakukan dengan cara 1-2

ose

bakteri dari media

NA ditumbuhkan dalam media cair

Nutrient Broth

(Souw dan Demain,

1979).

Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi.

Bakteri untuk menghasilkan gum xanthan membutuhkan sumber karbon

bagi proses metabolismenya (Gomashe et al, 2013). Glukosa akan masuk

kedalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang dibutuhkan

dalam pengembangbiakkannya. Jumlah gula yang ditambahkan harus

diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukkan

partikel. Kebutuhan karbon untuk media umumnya diberikan oleh glukosa,

pati, dan laktosa (Souw dan Demain, 1979).

Nitrogen, nutrisi esensial, dapat diberikan baik sebagai senyawa

organik dan atau sebagai molekul anorganik. Protein dan nitrogen

inorganik adalah sumber nutrien tambahan yang sangat penting untuk

efisiensi produksi gum xanthan, fosfat dan magnesium juga di butuhkan

serta mineral (Rosalam

et al, 2008). Penelitian lebih lanjut menunjukkan

bahwa ketika karbon dan fosfor membatasi nutrisi xanthan gum,

produksinya justru meningkat. Sumber karbon yang terbaik adalah gula


(28)

(glukosa dan sukrosa) dan sumber nitrogen terbaik adalah glutamat pada

konsentrasi 15 mM (konsentrasi yang lebih tinggi menghambat

pertumbuhan) (Souw dan Demain, 1979).

6. Proses Pembuatan Gum Xanthan

Pada skala komersial, gum xanthan diproduksi melalui fermentasi

aerobik dengan menggunakan kultur murni

X.campestris

dalam media

fermentasi yang sesuai, yaitu mengandung karbohidrat. Setelah

fermentasi, gum xanthan dimurnikan dengan menggunakan

isopropil

alkohol. Kemudian diikuti dengan pengeringan dan penggilingan

(Graham, 1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992). Sedangkan menurut

(Glicksman, 1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992), kondisi optimal dalam

proses produksi gum memerlukan aerasi tinggi dan suhu konstan. Oleh

karena itu hasil fermentasi dengan cara tersebut jauh lebih banyak

dibanding produksi secara alami pada tanaman kubis.

Secara garis besar proses pembuatan gum xanthan dapat dilihat pada

Gambar 5. Kultur

X.campestris

murni, setelah diberikan inokulum untuk

“built-up” kemudian ditumbuhkan pada tempat pembiakan dan kemudian

digunakan fermentor untuk pembiakan selanjutnya. Media yang sama

terdiri dari karbohidrat dan beberapa nutrien lain. Nutrien tambahan yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme seperti yang dikemukakan oleh

(Glicksman, 1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992) adalah ion amonium,

buffer fosfat, ion magnesium dan sedikit unsur lain.


(29)

Gambar

5.

Diagram alir proses pembuatan gum xanthan

(Glicksman,1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992)

Penurunan pH

“broth”

(kaldu) selama fermentasi terjadi karena

pembentukan asam organik sebagai produk tambahan dan sebagai

bagian dari molekul polisakarida. Jika pH turun di bawah titik kritis

kira-kira 5, maka produksi gum akan turun dengan menyolok atau terhenti

sama sekali. Oleh karena itu dalam setiap fermentasi beberapa jenis

bakteri memerlukan penambahan bahan alkali yang sangat penting untuk

mempertahankan pH pada selang 6 sampai 7,5 dan suhu fermentasi yang

sesuai sekitar 28

o

C. Sedangkan glukosa, sukrosa dan pati semuanya

Kultur Murni

Xanthomonas campestris

Pemberian Inokulum

buils-up

Fermentasi

Pembibitan

(

seed tank

)


(30)

diperkirakan

ekuivalen

dengan

efesiensi

produksi

polisakarida

(Glicksman, 1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Pada saat proses akan berakhir,

“broth”

fermentasi perlu

dipasteurisasi pada suhu yang mendekati titik didih. Gum xanthan

diperoleh kembali melalui pengeringan dan penggilingan menurut

penyebaran ukuran partikel, kemudian dikemas serta siap dipasarkan.

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan gum xanthan (Glicksman,

1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Pada akhir fermentasi, substrat yang mengandung xanthan, sel-sel

bakteri, dan banyak bahan kimia lainnya. Untuk memulihkan xanthan,

sel-sel biasanya dilepas terlebih dahulu baik dengan penyaringan atau

sentrifugasi. Pemurnian lebih lanjut untuk pengendapan menggunakan

non-pelarut (isopropanol, etanol, aseton), penambahan garam tertentu,

dan penyesuaina pH. Peraturan FDA untuk proses pembuatan xanthan

gum menyarankan penggunakan isopropanol untuk pengendapan.

Setelah pengendapan, kaldu xanthan lalu dikeringkan. Produk kering

digiling dan dikemas ke dalam wadah dengan permeabilitas yang rendah

terhadap air (Kamal

et al

, 2003).

Kondisi Operasional Yang Dibutuhkan

a.

Inokulum Build-up

Proses produksi xanthan terkait dengan pertumbuhan bakteri.

Inokulum build-up bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi sel tetapi

meminimalkan produksi xanthan karena disekitar sel menghambat

transportasi massa nutrisi dan memperpanjang fase lag pertumbuhan

(Mabrouk

et al

, 2013).

Mikroorganisme tersebut dipindahkan dari medium padat kultur

kompleks (biasanya Yeast Mealt agar) untuk volume kecil (5 atau 7 ml)

dari medium cair kompleks (biasanya Yeast Mealt), tetapi inkubasi hanya

terbatas sampai 7 jam untuk mencegah produksi yang signifikan dari

xanthan (Kumara

et al

, 2012). Volume inokulum untuk fermentor produksi

adalah antara 5-10 % dari volume kaldu total dalam bejana. Jumlah

tahapan untuk menekan sementara sintetis xanthan dengan membangun

sel dan meningkatkan volume biorektor produksi (Ochoa

et al

, 2000).


(31)

b.

Suhu

Suhu yang digunakan untuk produksi xanthan berkisar 25

o

C-34

O

C,

tetapi keberadaan kultur pada suhu 28

o

C dan 30

o

C adalah cukup umum.

Pengaruh suhu pada produksi gum xanthan telah banyak dipelajari. Suhu

28

o

C adalah suhu produksi yang optimal. Suhu tinggi saat fermentasi

dapat meningkatkan produksi gum xanthan tetapi menurunkan kadar

piruvatnya. Suhu optimum produksi adalah 33

o

C, suhu 25

o

C untuk

pertumbuhan dan suhu 30

o

C untuk produksi. Suhu optimal tergantung

pada tujuan akhir. Untuk mendapatkan hasil gum xanthan yang baik,

disarankan menggunakan suhu 31

o

C dan 33

o

C tetapi fermentasi pada

suhu + 27

o

C-31

o

C lebih baik karena dapat meningkatkan kadar piruvat.

Selain itu, suhu optimal untuk produksi gum xanthan tergantung pada

media produksi yang digunakan (Ochoa et al, 2000).

c.

pH

Sebagaian besar peneliti terdahulu setuju bahwa pH netral adalah

nilai optimum untuk pertumbuhan

X.campestris. Selama produksi

xanthan, pH menurun dari pH netral mendekat pH 5 hal ini disebabkan

gugus asam hadir dalam xanthan. Beberapa peneliti terdahulu

menyarankan bahwa kontrol pada pH tidak diperlukan untuk proses ini

tetapi yang lain merekomendasikan kontrol pada pH netral menggunakan

alkali seperti KOH, NaOH, dan (NH)4OH. Sebuah studi tentang pengaruh

pH menunjukkan bahwa kontrol pH tidak meningkatkan pertumbuhan sel

tetapi tidak mempengaruhi proses produksi xanthan (Ochoa

et al, 2000).

Ketika pH dikontrol, produksi xanthan berhenti setelah fase pertumbuhan

stasioner dicapai dan pengaruh ini disebabkan dari jenis alkali yang

digunakan untuk mengontrol pH. Bila pH tidak terkontrol produksi xanthan

akan terus berada di fase pertumbuhan stasioner (Borges et al, 2007).

d.

Transfer Massa Oksigen

Tingkat perpindahan massa dipengaruhi oleh laju aliran udara dan

kecepatan pengaduk. Variasi kecepatan agitasi telah digunakan.

Beberapa peneliti terdahulu telah menggunakan kecepatan konstan tetapi

lainnya menggunakan variasi kecepatan saat fermentasi. Menggunakan


(32)

laju aliran konstan (1L/L min) dan diteliti pengaruh kecepatan bioreaktor

mempengaruhi fermentasi. Ketika kecepatan bioreaktor adalah konstan

pada <500 rpm, produksi gum xanthan berkurang karena perpindahan

massa oksigen menjadi pembatas dalam meningkatnya viskositas kaldu.

Ketika kecepatan bioreaktor dibuat konstan pada >500 rpm, produksi gum

xanthan menurun karena kinerja sel-sel dipengaruhi oleh agitasi. Untuk

mengatasi masalah ini, kecepatan bioreaktor bervariasai selama

fermentasi dari nilai-nilai yang lebih rendah (Ochoa

et al

, 2000).

Suplai oksigen yang berkesinambungan di dalam erlenmeyer

beragitasi dapat meningkatkan produksi gum xanthan. Oksigen

merupakan

syarat

mutlak

untuk

pertumbuhan

mikroba

aerob.

Ketersediaan oksigen merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan

produksi gum xanthan, selain ketersediaaan substrat (glukosa) yang juga

merupakan faktor penting. Selain faktor oksigen dan substrat, faktor lain

yang berpengaruh adalah masih terdapatnya massa produk yang tidak

terlepas dari massa selnya pada saat proses pematian sel dan pada saat

sentrifugasi, akibatnya gum xanthan yang dihasilkan ikut terendapkan dan

terbuang (Palennari dan Rante, 2009).

7.

Penggunaan Gum Xanthan

Polisakarida merupakan salah satu jenis karbohidrat yang banyak

digunakan dalam berbagai industri. Dalam industri pangan, polisakarida

digunakan diantaranya untuk mengubah sifat kekentalan aliran, sebagai

penstabil suspensi, pengikat partikel dan pelapis bahan serta pengemulsi.

Selain itu digunakan pula sebagai bahan penukar ion, tapisan molekuler

dan dalam larutan induk digunakan sebagai molekul hidropobik. Dalam

industri farmasi banyak yang digunakan sebagai pelapis obat dan

pencampur kapsul. Meskipun demikian industri tersebut masih sebagian

besar mengandalkan kebutuhannya akan polisakarida dari sumber nabati,

hewani dan sintetik. Beberapa diantaranya yang berasal dari bahan alam

misalnya gum arab, gum tragakan, pekti, lesitin dan kasein (Palennari dan

Rante, 2009). Kelemahan penggunaan gum alami ini adalah sifat-sifatnya

yang tidak selalu memenuhi tujuan pemakaiannya. Selain itu atas

pertimbangan biaya dan umur tanaman yang relatif lama akan


(33)

membutuhkan lahan yang sangat luas (Mangunwijaya dan Suryani,

1994).

Sifat toksikologi dan keamanan xanthan untuk aplikasi makanan dan

farmasi telah banyak diteliti. Xanthan tidak beracun dan tidak

menghambat pertumbuhan. Xanthan ini

non-sensitize

dan tidak

menyebabkan iritasi kulit atau mata. Atas dasar ini, xanthan telah disetujui

oleh

United States Food and Drug Administration

(FDA) untuk

penggunaan zat aditif makanan tanpa ada pembatasan jumlah tertentu

(Ochoa

et al, 2000). Pada tahun 1980, masyarakat Eropa sudah

menggunakan xanthan sebagai emulsifier/stabilizer

makanan.

Penggunaan gum xanthan dalam industri pangan berkaitan erat

dengan sifat fisik yang dikemukakan sebelumnya. Sifat kekenyalan semu

(pseudoplastik), kestabilan terhadap perubahan panas dan pH serta

bersamaan dengan kekentalan tinggi dan daya larut yang baik semuanya

berperan pada penerimaan gum xanthan oleh industri pangan sebagai

bahan pengental, penstabil dan bahan pembantu pengolahan (Graham,

1977 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).

Dalam makanan, gum xanthan yang paling sering ditemukan pada

salad dressing

dan saus. Ini membantu untuk mencegah pemisahan

minyak dengan menstabilkan emulsi, meskipun bukan merupakan

pengemulsi. Gum xanthan juga membantu memperkuat partikel padat,

seperti rempah-rempah. Penggunaan juga pada makanan dan minuman

beku, gum xanthan membantu menciptakan tekstur lembut di es krim

pada umumnya, bersama dengan

guar gum

dan

locust bean gum. Gum

xanthan (bila terkadang tidak dibuat dari gandum) juga digunakan dalam

pengembang bebas gluten. Sejak gluten yang ditemukan dalam gandum

harus dihilangkan, gum xanthan digunakan untuk memberikan campuran

atau adonan “lengket” yang seharusnya dapat dicapai dengan

menggunakan gluten (Ochoa et al, 2000)..

Pada tingkat penggunaan yang lebih tinggi, gum xanthan merupakan

“suspending agent” yang baik sekali untuk menghilangkan pulp dan

bahan-bahan yang dapat membuat keruh dalam beberapa minuman.

Gum xanthan juga dipakai sebagai

stabilizer

untuk emulsi minyak flavor

(flavo oil emulsion) dalam beberapa minuman khusus. Konsentrasi gum


(34)

xanthan yang dapat digunakan dalam minuman berkisar antara 0,001%

sampai 0,15% (Ochoa et al, 2000).

Karena

kestabilan

terhadap

panas

yang

khas

dengan

menggabungkan sifat penstabil emulsi dan “suspending”, maka gum

xanthan sesungguhnya dapat digunakan dalam sistem pengalengan

pangan (Ochoa

et al, 2000). Kemudian ditambahkan bahwa mutu

pengalengan ikan tongkol, ayam, babi, selada makroni yang baik

diformulasi dengan bumbu kuah selada stabil terhadap panas yang

mengandung gum xanthan. Di samping itu, karena sifatnya yang khas,

gum xanthan dalam industri pangan yang lain dapat juga dipakai dalam

pembekuan pangan

(frozen food)

dan sebagai bahan pembuatan

“pudding” yang baik.

a. Manfaat gum xanthan sebagai bahan tambahan pangan :

1. Adonan Penekuk

Di dalam adonan basah, gum xanthan dapat mengurangi

pengendapan tepung, meningkatkan retensi (waktu tinggal) gas,

menanamkan enzim, kestabilan dari pencairan keadaan beku,

memberikan lapisan yang merata dan melekat dengan baik. Gum xanthan

juga dapat digunakan dalam adonan bahan beku seperti daging ayam,

udang, atau ikan.

2. Roti

Pada adonan untuk membuat kue, biskuit, dan roti. Gum xanthan

menimbulkan kelembutan, pengumpulan dan penyimpanan udara.

3. Produk susu

Campuran gum xanthan, karagenan, galacto, galactomonnans sangat

stabil untuk berbagai produk susu beku dan dingin srperti es krim, dan

susu kombinasi. Campuran yang ekonomis dapat disediakan dengan

memperhatikan viskositas optimal, peningkatan perpindahan kalor selama

proses, kestabilan jangka panjang, perlindungan dari perubahan panas

mendadak, serta adanya kontrol terhadap kristal es.


(35)

4. Saus

Kadar yang rendah dari gum xanthan menyediakan viskositas tinggi

dalam saus. Saus bersifat asam. Viskositasnya stabil pada perubahan

temperatur dan pada kondisi penyimpanan.

5. Sirup dan taburan

Gum xanthan memudahkan penuangan dan sangat melekat pada es

krim, buah-buahan dan adaonan penekuk. Di dalam refrigerator, sirup dan

taburan dapat stabil secara konsisten.

(Ariwulan, 2013)

b. Ciri-ciri dan keuntungan gum xanthan sebagai zat tambahan :

1. Tidak mempengaruhi warna pada bahan yang ditambahkan walaupun

dalam konsentrasi tinggi.

2. Larut dalam air panas dan air dingin.

3. Meningkatkan viskositas larutan. Pada range suhu yang besar, vikositas

larutan gum xanthan tetap.

(Ariwulan, 2013)

8. Standart Mutu Gum Xanthan

Pada tahun 1969,

Food and Drug Administration

(FDA) mengizinkan

gum xanthan digunakan sebagai food addtive

(Sulfi, 2012).

Tabel 3. Standart Mutu Gum Xanthan

Syarat Mutu

Jumlah

Viskositas

Min 600 cps

Kadar air

< 15%

Kadar abu

6,5%-16%

Asam piruvat

>1,5%

Isopropilalkohol

<750 ppm

Arsenat

<3 ppm

Logam besar

< 30 ppm

Salmonella

Negatif

E.coli

Negatif


(36)

C. Xanthomonas campestris

Empat species

Xanthomonas

yang dapat digunakan untuk

memproduksi gum xanthan secara efisien adalah

X.campestris,

X.phasecli, X.malvacearum

dan X.caroae

(Anbuselvi et al, 2012).

Xanthomonas

adalah salah satu genus famili

Pseudomonadaceae

yang terdiri dari 60 species dan 3 species tambahan. Species-species ini

kebanyakan hidup sebagai parasit pada tanaman (Rottava et al, 2009).

Pemilihan mikroorganisme didasarkan pada bahan baku, teknik

proses, aspek ekonomis, aspek nutrisi dan memenuhi kriteria kesehatan.

Dengan demikian mikroorganisme yang digunakan tidak menghasilkan

senyawa-senyawa bersifat racun dan menimbulkan efek karsinogenik,

dapat memanfaatkan bahan baku yang digunakan sebagai sumber

energi, tumbuh cepat dan pemeliharaannya mudah serta murah (Ochoa

et al, 2000).

Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam pembuatan

gum xanthan adalah

X.campestris, karena gum xanthan yang diproduksi

dari

X.campestris

telah menunjukkan karakteristik produk komersialnya

(Kamal et al, 2003).

Xanthomonas campestris

adalah bakteri yang

terdapat secara alami, semula diisolasi dari tanaman kubis dan telah lama

diketahui serta dapat menghasilkan kekentalan atau koloni yang bergetah

(Gomashe et al, 2013).

Koloni induk

Xanthomonas campestris

secara normal akan

memproduksi banyak lendir pada nutrien yeast malt agar atau tripton

glukosa yeast agar. Keperluan stok kultur dapat dilakukan dengan

penyimpanan kultur pada agar miring yeast malt atau triptone glukosa

yeast. Stok kultur ini tahan selama 2 minggu yang disimpan dalam

refrigerator. Stelah dua minggu stok kultur ini harus diperbaharui,

sedangkan untuk keperluan produksi sebaiknya digunakan stok kultur

yang masih berusia kurang dari empat hari (Kamal et al, 2003).


(37)

Sel

Xanthomonas

berbentuk batang tunggal lurus yang memiliki

ukuran panjang + 0,7-1,8 mm dan lebar + 0,4-0,7 mm (Gambar 6).

Sel-selnya berkembang dengan cepat, gram negatif, dan memiliki flagel kutub

tunggal (panjang + 1,7-3 mm) (Gambar 6). Pigmen

Xanthomonas

campestris

berwarna kuning.

Xanthomonas campestris

memiliki kapsul

dengan polisakarida kapsuler yang sering kali lepas dengan sel.

Polisakarida kapsuler adalah gum xanthan.

Xanthomonas campestris

adalah mikroorganisme yang paling umum digunakan untuk produksi gum

xanthan. Mikroorganisme adalah

chemiorganotrophic

dan harus dalam

kondisi aerob yang kuat dengan jenis metabolisme yang membutuhkan

oksigen sebagai terminal elektron akseptor. Bakteri yang tidak memiliki

kemampuan reaksi reduksi itu terdiri dari katalase positif dan oksidasi

negatif. Biasanya koloninya berwarna kuning, halus, dan lengket (Ochoa

et al, 2000).

Teknik yang berbeda telah dirancang untuk konservasi jangka pendek

dan jangka panjang dari mikroorganisme, konservasi jangka panjang

adalah teknik konservasi non propagative yang menggunakan liphilization

dan membeku di 10% (v/v) padatan gliserin. Metode konservasi jangka

pendek memungkinkan adanya pertumbuhan beberapa mikroba. Sel-sel

yang tumbuh pada media padat yang kompleks (misalnya agar yeast

mealt) digores miring di petridish selama 18-20 jam pada suhu 25

o

C.

Kondisi di dalam petridish kemudian dipertahankan pada 4

o

C.

Pembudidayaan harus dipindahkan ke media baru setiap hari untuk

mencegah terjadi degradasi yang tinggi. Untuk memeriksa kelayakan

pembudidayaan, agar yeast mealt diinkubasikan pada 25

o

C selama 3

hari, sel yang kuat menghasilkan koloni berwarna kuning dan bulat terang

yang berukuran 4-5 mm (Ochoa et al, 2000).

1.

Media Pertumbuhan

Semua media yang digunakan untuk pertumbuhan

X.campestris

adalah media yang kompleks. Yang paling umum digunakan adalah yeast

mealt sedang dan varian semisintetik dari yeast mealt dalah yeast mealt-T

(Wadhai

et al, 2011). Pertumbuhan ini sangat mirip di kedua media dan

hasil biomassa maksimum yang diperoleh cukup mendekati dua media


(38)

tersebut namun karena dari dua sumber nitrogen ada di yeast mealt-T,

pola pertumbuhan diauxic

diperoleh di media ini (Ochoa et al, 2000).

2.

Suhu Pertumbuhan

X.campestris

telah dibudidayakan pada temperatur yang berbeda

mulai dari 25

o

C-30

o

C (Anbuselvi

et al, 2012). Pengaruh suhu terhadap

pertumbuhan

X.campestris

pada kisaran suhu 22

o

C-30

o

C, 28

o

C adalah

suhu pertumbuhan optimal media yang digunakan (Ochoa et al, 2000).

Gambar 7.

Pengaruh suhu pada parameter pertumbuhan

Xanthomonas

campestris

(Ochoa

et al, 2000).

Biosintesis polisakarida eksoseluler, termasuk biosintesis gum

xanthan dilakukan oleh bakteri

Xanthomonas campestris

melalui

tahap-tahap :

1.

Masuknya substrat, misalnya glukosa ke dalam sel mikroba. Pada

tahap ini biasanya terjadi fosforilasi.

2.

Terjadinya modifikasi substrat oleh serangkaian proses enzimatis.

Substrat yang masuk selain digunakan untuk proses katabolisme

mikroba, juga digunakan untuk sintesis polisakarida. Sintesis

polisakarida terjadi melalui proses penggabungan monosakarida yang

telah teraktifkan seperti glukosa nukleotida dengan urutan

streokimiawi yang sesuai melalui pembawa senyawa isoprenoid

alkohol fosfat dan senyawa isoprenoid lipid.

3.

Tahap akhir biosintesis ini adalah tergabungnya gugus asetil dan

ketal ke dalam struktur polisakarida. Polimer yang terbentuk akan

dikeluarkan dari tubuh sel mikroba lewat permukaan tubuhnya ke

dalam cairan fermentasi.

(Sutherland, 1977 didalam Rohajaten, 1989)

D. Landasan Teori

Gum xanthan adalah polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil

fermentasi karbohidrat oleh

Xanthomonas campestris

yang dimurnikan,

dikeringkan dan digiling untuk pemanfaatannya lebih lanjut (Glicksman,

1980 didalam Yudoamijoyo dkk, 1992).


(39)

Beberapa bahan dasar yang mungkin dapat digunakan yang berasal

dari limbah pengolahan hasil pertanian adalah molase, onggok, pulp kopi

dan coklat (Prastiko, 2011).

Ampas tahu mengandung zat gizi yang cukup banyak yaitu protein

18,12%, karbohidrat 26,84%, air 40,18%, dan serat 3,04%. Menurut para

ahli, kandungan protein rata-rata ampas tahu sekitar 5% (wet basis) atau

56% (dry basis) (Fara dkk, 2012).

Untuk menghasilkan gum xanthan,

X.campestris

membutuhkan

beberapa nutrisi termasuk zat gizi mikro (misalnya kalium, zat besi, dan

garam kalsium) dan makronutrien (karbon dan nitrogen). D-glukosa,

sukrosa dan beberapa bentuk karbohidrat yang dapat digunakan sebagai

bahan baku substrat dan tergantung dari tingkat hasil yang diinginkan.

Konsentrasi sumber karbon mempengaruhi hasil xanthan, konsentrasi

yang lebih disukai + 2%-4% (Souw dan Demain, 1979). Konsentrasi

substrat yang tinggi akan menghambat pertumbuhan.

Volume inokulum untuk fermentor produksi adalah antara 5-10 % dari

volume kaldu total dalam bejana. Jumlah tahapan untuk menekan

sementara sintetis xanthan dengan membangun sel dan meningkatkan

volume biorektor produksi (Ochoa et al, 2000).

Fase pertumbuhan yang berbeda dan perubahan dari media

pertumbuhan, misalnya dengan menggunakan substrat yang berbeda dan

yang dapat membatasi nutrisi pertumbuhan. Hal tersebut tidak

mempengaruhi struktur primer tetapi mempengaruhi massa molekul dan

hasil xanthan. Untuk mempercepat pertumbuhan awal maka diperlukan

glukosa sebagai energi untuk menambah nutrisi pada xanthan (Ochoa et

al, 2000).

Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum xanthan

oleh bakteri

Xanthomonas campestris. Kadar glukosa dan konsentrasi

kultur bakteri

Xanthomonas campestris

merupakan 2 faktor yang

berpengaruh

terhadap

gum

xanthan

yang

dihasilkan.Untuk

memfermentasi bahan baku tersebut agar menghasilkan gum xanthan

maka diperlukan bakteri

Xanthomonas campestris

(Souw dan Demain,

1979).


(40)

Xanthan dibentuk dari sitoplasma gula neuklotida, asetil-CoA, dan

fosfoenol piruvat dengan membran dalam polyisoprenol fosfat sebagai

akseptor (Becker

et al

, 1998).

Substrat akan digunakan untuk proses katabolik sebagai penghasil

energi dan proses anabolik. Selanjutnya substrat yang terfosporilasi akan

dikonversi menjadi gula-gula nekleotida (dengan pertolongan enzim

UDP-glukosa) fosporilase. Pembentukan bertahap dari proses polimerisasi

pentasakarida yang berulang diselesaikan dengan menginkubasi sel-sel

permeabilitas dengan kombinasi glukosa , GDP-manosa, dan

UDP-asam glukuronik. Sintesis unit berulang dimulai dengan transfer glukosa-1

P dari UDP-glukosa menjadi polyisoprenol fosfat, diikuti dengan transfer

berurutan dari residu gula lain untuk membentuk unit berulang lengkap.

Asetil dan residu piruvil ditambahkan pada tingkat rantai pentasakarida

lipid, disumbangkan oleh masing-masing asetil-CoA dan fosfoenolpiruvat.

Pemeriksaan proses polimerisasi menunjukkan bahwa rantai xanthan

tumbuh pada akhir proses (Becker

et al

, 1998).

E. Hipotesa

Diduga konsentrasi kultur dan penambahan gula berpengaruh terhadap

kualitas gum xanthan.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2014 di Laboratorium

Mikrobiologi, Teknologi Pengolahan Pangan, Analisa Pangan, Biokimia,

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Industri Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur. Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil

Pertanian Universitas Gadjah Mada.

B. Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan adalah kultur

Xanthomonas campestris

yang

digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas

Brawijaya Malang, ampas tahu yang diperoleh dari pabrik tahu “Tiga Berlian”,

gula dan urea yang diperoleh di Labotarium Mikrobiologi Program Studi

Teknologi Pangan Fakultas Industri Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur, isopropil alkohol yang diperoleh dari toko kimia

“Brataco”. Bahan–bahan untuk analisis kimia antara lain aquades, alkohol,

reagensia Nelson, reagensia Arsenomolybdat serta kertas saring.

C. Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan untuk pembuatan gum xanthan adalah blender,

timbangan, ayakan 80 mesh, pompa aerasi, autoklaf,

cabinet dryer,

inkubator, sentrifius, gelas ukur, beker glas, pipet, pengaduk dan tabung

reaksi. Peralatan untuk analisis adalah desikator, neraca analitik,

furnace,

kurs, visikometer Ostwald,

tensile strength, pengaduk, pipet volume,

erlenmeyer, oven, gelas ukur, tabung reaksi, dan botol timbang.

D. Metodelogi Penelitian

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

disusun secara faktorial dengan dua faktorial dimana faktor pertama terdiri

dari 3 level dan faktor kedua terdiri 3 level. Masing–masing level diulang


(42)

sebanyak 3 kali. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan annova untuk

mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan.

Faktor I : Konsentrasi gula

A1 = 2% (b/v)

A2 = 3% (b/v)

A3 = 4% (b/v)

Faktor II : Konsentrasi kultur

B1 = 5% (v/v)

B2 = 7% (v/v)

B3 = 9% (v/v)

B

A

B1

B2

B3

A1

A1B1

A1B2

A1B3

A2

A2B1

A2B2

A2B3

A3

A3B1

A3B2

A3B3

Dari kedua faktor tersebut diatas, maka akan didapat 9 kombinasi

perlakuan yaitu :

-

A1B1 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 2 % : 5 %

-

A1B2 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 2 % : 7 %

-

A1B3 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 2 % : 9 %

-

A2B1 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 3 % : 5 %

-

A2B2 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 3 % : 7 %

-

A2B3 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 3 % : 9 %

-

A3B1 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 4 % : 5 %

-

A3B2 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 4 % : 7 %

-

A3B3 = Konsentrasi gula : konsentrasi kultur = 4 % : 9 %


(43)

Menurut Gasperz (1994), model statistika untuk percobaan faktorial

yang terdiri dari dua faktor yang menggunakan Rancangan Acak

Lengkap adalah sebagai berikut :

Y

ijk

=

µ + αi + βi + ( αβ )ij + €ijk

Keterangan :

Yijk

= Nilai pengamatan pada suatu percobaan ke – K yang

memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke –i dari faktor 1 ke –j dari

faktor II).

µ

= Nilai tengah umum ( rata – rata yang sesungguhnya)

αi

= Pengaruh perlakuan ke – i dari faktor I

βj

= Pengaruh perlakuan ke – i dari faktor II

( αβ )ij

= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor I dan taraf ke-j faktor II

€ijk

= Galat dari satuan percobaan ke-K yang memperoleh

kombinasi perlakuan ke-ij.

2. Peubah Penelitian

Peubah yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Peubah Tetap

Berat ampas tahu kering = 2500 gr

HCL 0,2 N = 5000 ml

Urea = 1% (b/v)

2.

Peubah berubah

Konsentrasi kultur = 5 %, 7 %, 9 % (v/v)

Konsentrasi gula = 2 %, 3 %, 4 % (b/v)

3. Parameter yang diamati

a.

Analisa awal meliputi :

1.

Total Xanthomonas campestris

(Fardiaz, 1992)

2.

Kadar glukosa ampas tahu (Sprektofotometri, Metoda Nelson

Somogyi)

b.

Analisa untuk gum xanthan meliputi :

1.

Rendemen (Fischer, 1981)


(44)

2.

Kadar air (Sudarmadji dkk, 1996)

3.

Kadar abu (Sudarmadji dkk, 1996)

4.

Viskositas Ostwald (Winarti, 2013)

5.

Kekuatan gel (Winarti, 2013)

4. Prosedur Penelitian

a)

Persiapan kultur Xanthomonas campestris

Kultur murni yang didapat dari Fakultas Pertanian Universitas

Brawijaya diperbanyak menjadi kultur stok dan disimpan pada

suhu 4

o

C. Setiap akan digunakan maka dibuat kultur kerja

dengan cara menginokulasikan 9 ose kultur stok ke dalam 200

ml Nutrient Broth kemudian diinkubasi pada suhu 30

o

C selama

24 jam lalu di bagi 5 % (15 ml), 7 % (21 ml), 9 % (27 ml) sesuai

perlakuan.

b) Persiapan Substrat

Limbah padat ampas tahu kering ditimbang 2500 gr untuk sekali

ulangan, kemudian dihidrolisis HCl 0,2 N sebanyak 5000 ml

untuk sekali ulangan lalu diaduk. Sterilisasi dilakukan dalam

autoklaf pada suhu 121

o

C tekanan 1 atm selama 15 menit lalu

disaring.

c) Pembuatan Gum Xanthan

Tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan–bahan

antara lain: substrat (300 ml), kultur

Xanthomonas campestris

5 % (15 ml), 7 % (21 ml), 9 % (27 ml) dan gula 2 % (6 gr), 3 %

(9 gr), 4 % (12 gr) serta urea 1% (3 gr).

Fermentasi : difermentasikan selama 4 x 24 jam dengan

aerasi.

Pasteurisasi : pemanasan mencapai titik didih sekitar 80

o

C

selama 15 menit.

Sentrifius : pemisahan supernatant dengan endapan selama

15 menit dengan kecepatan 1400 rpm.

Pengendapan : supernatant yang diperoleh ditambahkan

isoprofil alkohol sebanyak 2x volume filtrat. Kemudian

didiamkan 1 x 24 jam pada suhu 30

o

C.


(45)

Penyaringan : endapan kemudian disaring menggunakan

kertas saring yang telah dikeringkan.

Pengeringan : endapan yang didapat dikeringan di kabinet

drayer 1x24 jam.

Penggilingan : endapan yang sudah kering digiling dengan

blender.


(46)

Gambar 8

. Persiapan kultur Xanthomonas campestris

Gambar 9

. Persiapan substrat

Nutrient Agar

Stok Kultur

200 ml

menginokulasikan 9 ose

kultur stok di Nutrient

Broth

Inkubasi pada

t = 30

o

C, 24 jam

Ampas tahu kering ditimbang 2500 gr

Hidrolisis dengan 5000 ml HCL 0,2 N

Sterilisasi di dalam autoklaf pada

suhu 121

o

C tekanan 1 atm

selama 15 menit

Di saring menggunakan kain

saring

Filtrat substrat

Analisa :

Total Xanthomonas campestris

Analisa :


(47)

Fermentasi

T = 30

o

C, 4x24 jam

Sentrifius

300 rpm, 15 menit

Konsentrasi kultur

B1 =5% (15 ml) (v/v)

B2 = 7% (21ml) (v/v)

B3 = 9% (27 ml) (v/v)

Gum

Xanthan

Analisa :

Rendemen

Kadar air

Kadar abu

Viskositas

Kekuatan gel

Pengeringan

T = 70

o

C, 1 x24 jam

Pengayakan 80 mesh

Penggilingan

(blender)

Penyaringan

(kertas saring)

Filtrat Substrat 300 ml

Urea 1%

Penambahan gula

A1 = 2% (6 gr) (b/v)

A2 = 3% (9 gr) (b/v)

A3 = 4% (12 gr) (b/v)

Pasteurisasi

T = 80

o

C, 15 menit

Endapan

Filtrat

Pengendapan dengan

isopropil alkohol 2x

volume filtrat


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku

yaitu kadar glukosa dan total bakteri

Xanthomonas campestris

. Analisa produk

gum xanthan meliputi analisa fisik yaitu rendemen, kadar air, kadar abu,

viskositas dan kekuatan gel.

A. Hasil Analisa Bahan Baku

1. Analisa Substrat

Biokonversi limbah padat ampas tahu menjadi gum xanthan diawali

dengan hidrolisis limbah padat ampas tahu untuk mendapatkan gula.

Proses pembentukkan gum xanthan secara mikrobial dibutuhkan gula

(glukosa) sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi gum xanthan

oleh

Xanthomonas campestris

. Hasil hidrolisis limbah padat ampas tahu

dapat di lihat pada tabel 4.

Tabel 4.

Hasil analisa glukosa pada ampas tahu

Sample

Kadar Glukosa

Ampas Tahu

1,9 %

Hidrolisis limbah padat ampas tahu ini merupakan hidrolisis asam

yang menggunakan HCL. Menurut kinetika hidrolisis asam pada

konsentrasi tinggi tidak tergantung pada struktur kristal selulosa sehingga

lebih 90% gula dapat dihasilkan (Greithlein, 1978 didalam Adi 1994).

Konsentrasi gula substrat yang didapat untuk biokonversi menjadi gum

xanthan masih dalam kisaran konsentrasi pertumbuhan mikroba. Menurut

Palennari dan Rante (2009) konsentrasi awal substrat yang sesuai untuk

produksi gum xanthan berkisar 1-5%. Pengaturan konsentrasi gula

substrat sebesar 5% bertujuan agar optimalisasi proses fermentasi dapat

tercapai. Diketahui bahwa konsentrasi gula substrar dibawah 1% tidak

cukup untuk menunjang pertumbuhan mikroba sedangkan diatas 5%

menyebabkan tingkat konversi gula menjadi gum xanthan kurang optimal.


(49)

2. Analisa Total Bakteri Xanthomonas campestris

Analisa total bakteri awal dilakukan pada kultur yang akan digunakan

pada fermentasi substrat gum xanthan. Analisa ini dilakukan untuk

mengetahui total bakteri yang dimasukkan pada substrat. Hasil analis

terhadap total bakteri

Xanthomonas campestris

dapat dilihat pada Tabel

5.

Tabel 5. Hasil analisa total bakteri Xanthomonas campestris

Kultur

Ulangan

Total Bakteri

(log CFU/ml)

(CFU/ml)

Xanthomonas

campestris

1

9,09

1,24 x10

9

2

9,06

1,17 x10

9

3

9,03

1,09 x10

9

Rata-Rata

9,06

1,17 x10

9

Hasil analisis total bakteri

Xanthomonas campestris

awal sebesar

9,06 log CFU/ml atau 1,17x10

9

CFU/ml. Pada penelitian Rottava

et al

(2009), menggunakan inokulum

Xanthomonas

dengan konsentrasai 10

11

CFU/ml untuk menghasilkan gum xanthan dari beberapa strain

Xanthomonas

yang berbeda.

3. Hasil Kualitas Produk

Analisis terhadap kualitas produk meliputi rendemen, kadar air, kadar

abu, viskositas, dan kekuatan gel.

1. Rendemen

Berdasarkan hasil analisis ragam

rendemen (Lampiran 2)

menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi kultur dan

penambahan gula menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p

0,05). Nilai rata-rata rendemen gum xanthan di peroleh sekitar 5,241

%-7,506%.

Nilai rata-rata rendemen gum xanthan dari perbedaan konsentrasi

kultur dan penambahan gula selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

6.


(50)

Tabel 6.

Nilai rata-rata rendemen gum xanthan perlakuan konsentrasi

kultur dan penambahan gula.

Perlakuan

Nilai rata-rata

rendemen (%)

Penambahan

gula

Konsentrasi

kultur

2%

5 %

6,013 + 0,092

c

7 %

5,666 + 0,140

d

9 %

5,520 + 0,069

de

3%

5 %

7,506 + 0,333

a

7 %

6,906 + 0,161

b

9 %

6,213 + 0,140

c

4%

5 %

5,493 + 0,128

def

7 %

5,360 + 0,040

ef

9 %

5,241 + 0,042

f

Keterangan : angka yang didampingi oleh huruf yang berbeda

menunjukkan perbedaan yang nyata (p

≤0.05).

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen gum

xanthan dengan penambahan gula 3% : konsentrasi kultur 5%

menunjukkan rendemen tertinggi yaitu 7,506 % sedangkan nilai

rata-rata rendemen gum xanthan dengan penambahan gula 4% :

konsentrasi kultur 9% menunjukkan rendemen terendah yaitu 5,24 %.

Hubungan antara perlakuan konsentrasi kultur dan penambahan gula

pada rendemen gum xanthan ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11.

Hubungan antara konsenterasi gula dan konsentrasi

kultur terhadap rendemen gum xanthan.


(1)

Lampiran 4

Kadar Abu

PERLAKUAN

ULANGAN I

ULANGAN II

ULANGAN III

JUMLAH

RATA-RATA

A1B1

6,67

6,15

6,64

19,46

6,49

A1B2

7,40

7,39

8,56

23,35

7,78

A1B3

8,59

7,53

8,79

24,91

8,30

A2B1

7,95

7,27

6,33

21,55

7,18

A2B2

8,20

8,61

8,47

25,28

8,43

A2B3

8,46

8,74

8,60

25,80

8,60

A3B1

8,15

8,84

8,24

25,23

8,41

A3B2

9,23

9,21

9,58

28,02

9,34

A3B3

9,27

9,96

9,63

28,86

9,62

TOTAL

73,92

73,70

74,84

222,46

RATA-RATA

8,21

8,19

8,32

24,72

Two-way ANOVA: Kadar Abu versus A; B

Source DF SS MS F P A 2 11,8908 5,94538 26,44 0,000 B 2 10,9105 5,45525 24,26 0,000 Interaction 4 0,3318 0,08295 0,37 0,828 Error 18 4,0481 0,22490

Total 26 27,1812

S = 0,4742 R-Sq = 85,11% R-Sq(adj) = 78,49%

One-way ANOVA: Kadar Abu versus A

Source DF SS MS F P A 2 11,891 5,945 9,33 0,001 Error 24 15,290 0,637

Total 26 27,181

S = 0,7982 R-Sq = 43,75% R-Sq(adj) = 39,06%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev +---+---+---+---A1 9 7,5244 0,9516 (---*---)

A2 9 8,0700 0,7931 (---*---)

A3 9 9,1233 0,6138 (---*---) 7,00 7,70 8,40 9,10

Pooled StDev = 0,7982

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

A N Mean Grouping A3 9 9,1233 A

A2 9 8,0700 B A1 9 7,5244 B

One-way ANOVA: Kadar Abu versus B

Source DF SS MS F P B 2 10,910 5,455 8,05 0,002 Error 24 16,271 0,678

Total 26 27,181

S = 0,8234 R-Sq = 40,14% R-Sq(adj) = 35,15%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+---B1 9 7,3600 0,9660 (---*---)

B2 9 8,5167 0,7705 (---*---) B3 9 8,8411 0,7121 (---*---) 7,00 7,70 8,40 9,10

Pooled StDev = 0,8234

Grouping Information Using Fisher Method

B N Mean Grouping B3 9 8,8411 A

B2 9 8,5167 A B1 9 7,3600 B


(3)

Lampiran 5

Viskositas

PERLAKUAN

ULANGAN I

ULANGAN II

JUMLAH

RATA-RATA

A1B1

180

180

360

180

A1B2

174

175

349

175

A1B3

160

159

319

160

A2B1

195

195

390

195

A2B2

170

169

339

170

A2B3

157

155

312

156

A3B1

170

171

341

171

A3B2

144

169

313

157

A3B3

101

101

202

101

TOTAL

1451

1474

2925

RATA-RATA

161

164

325

Two-way ANOVA: viskositas versus A; B

Source DF SS MS F P A 2 3554,3 1777,17 30,26 0,000 B 2 4832,3 2416,17 41,15 0,000 Interaction 4 2379,3 594,83 10,13 0,002 Error 9 528,5 58,72

Total 17 11294,5

S = 7,663 R-Sq = 95,32% R-Sq(adj) = 91,16%

One-way ANOVA: viskositas versus AB

Source DF SS MS F P AB 8 10766,0 1345,8 22,92 0,000 Error 9 528,5 58,7

Total 17 11294,5

S = 7,663 R-Sq = 95,32% R-Sq(adj) = 91,16%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev +---+---+---+---A1B1 2 177,50 3,54 (---*---) A1B2 2 177,00 4,24 (---*---) A1B3 2 159,50 0,71 (---*---)

A2B1 2 195,00 0,00 (---*---) A2B2 2 162,50 10,61 (---*---)

A2B3 2 163,00 8,49 (---*---) A3B1 2 170,50 0,71 (---*---) A3B2 2 156,50 17,68 (---*---) A3B3 2 101,00 0,00 (---*---)

90 120 150 180

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

Grouping Information Using Fisher Method

AB N Mean Grouping A2B1 2 195,00 A

A1B1 2 177,50 B A1B2 2 177,00 B A3B1 2 170,50 B C A2B3 2 163,00 B C A2B2 2 162,50 B C A1B3 2 159,50 C A3B2 2 156,50 C A3B3 2 101,00 D


(5)

Lampiran 6

Kekuatan Gel

PERLAKUAN

ULANGAN I

ULANGAN II

JUMLAH

RATA-RATA

A1B1

0,2426

0,2561

0,4987

0,2494

A1B2

0,2419

0,2426

0,4845

0,2423

A1B3

0,1752

0,1840

0,3592

0,1796

A2B1

0,2231

0,2096

0,4327

0,2164

A2B2

0,2129

0,2197

0,4326

0,2163

A2B3

0,1826

0,1954

0,3780

0,1890

A3B1

0,1766

0,1867

0,3633

0,1817

A3B2

0,1698

0,1691

0,3389

0,1695

A3B3

0,1294

0,1213

0,2507

0,1254

TOTAL

1,7541

1,7845

3,5386

RATA-RATA

0,1949

0,1983

0,3932

Two-way ANOVA: kekuatan gel versus A; B

Source DF SS MS F P A 2 0,0136591 0,0068295 149,80 0,000 B 2 0,0093056 0,0046528 102,06 0,000 Interaction 4 0,0010925 0,0002731 5,99 0,012 Error 9 0,0004103 0,0000456

Total 17 0,0244675

S = 0,006752 R-Sq = 98,32% R-Sq(adj) = 96,83%

One-way ANOVA: kekuatan gel versus A

Source DF SS MS F P A 2 0,013659 0,006830 9,48 0,002 Error 15 0,010808 0,000721

Total 17 0,024467

S = 0,02684 R-Sq = 55,83% R-Sq(adj) = 49,94%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+----A1 6 0,22373 0,03471 (---*---) A2 6 0,20722 0,01544 (---*---) A3 6 0,15882 0,02681 (---*---)

0,150 0,180 0,210 0,240

Pooled StDev = 0,02684

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

A N Mean Grouping A1 6 0,22373 A

A2 6 0,20722 A A3 6 0,15882 B

One-way ANOVA: kekuatan gel versus B

Source DF SS MS F P B 2 0,00931 0,00465 4,60 0,028 Error 15 0,01516 0,00101

Total 17 0,02447

S = 0,03179 R-Sq = 38,03% R-Sq(adj) = 29,77%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ----+---+---+---+---B1 6 0,21578 0,03104 (---*---) B2 6 0,20933 0,03307 (---*---) B3 6 0,16465 0,03123 (---*---)

0,150 0,180 0,210 0,240

Pooled StDev = 0,03179

Grouping Information Using Fisher Method

B N Mean Grouping B1 6 0,21578 A

B2 6 0,20933 A B3 6 0,16465 B