HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG.

(1)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA

KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Sulastri Muktiawarni Lubis 0800589

DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIG FIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN

RUMAH SAKIT X BANDUNG

oleh

SulastriMuktiawarniLubis 0800589

SebuahSkripsi yang

diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelarSarjanaPsikologipadaDe partemenPsikologiFakultasIlmuPendidikan

©SulastriMuktiawarniLubis

UniversitasPendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lain tanpa ijin dari peneliti.


(3)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG


(4)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG


(5)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sakit X Bandung. Skripsi. Departemen Psikologi FIP UPI. Bandung (2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan kepribadian big five, motivasi dan OCB pada karyawan RS X Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif-korelasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 104 karyawan di Bandung. Data diperoleh menggunakan instrumen pengukuran berupa kuesioner skala BFI, Theory Of Needs dan instrument OCB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas karyawan 61% memiliki kepribadian agreeableness, 43% memiliki motivasi sedang dan 46% memiliki OCB sedang. Hasil perhitungan korelasi antara kerpibadian big five dan OCB dengan menggunakan teknik Spearman Rank menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara kepribadian extraversion, agree, conscientiousness, openness dengan OCB dengan (r=0,295), (r=0,349), (r=0,251), (r=0,200), dan tidak terdapat hubungan antara kepribadian neuroticism dan OCB. Untuk motivasi dengan OCB terdapat hubungan yang rendah dan signifikan (r=0,245). Dan untuk kepribadian big five dengan motivasi terdapat hubungan rendah dan signifikan antara kepribadian extraversion, agree dan motivasi (r=0,396), (r=0,275), hubungan tingkat sedang dan signifikan antara openness dan motivasi (r=0,532) dan tidak terdapat hubungan antara conscientiousness,neuroticism dengan motivasi.


(6)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bandung. Department of Psychology, FIP UPI. Bandung (2015).

The Purpose of this research are to know description and relation big five personality, motivation and employee organizational citizenship behavior X Hospital Bandung. Quantitative approach is used in this study with descriptive correlational method. The research sample consisted of 104 employee in Bandung. The data was collected using measurement instruments Big Five Inventory (BFI) scale, Theory Of Needs and organizational citizenship behavior scale. The results showed that most of employe 61% have agreeableness personality, 43% have the motivation in moderate and 46% have OCB in moderate. The result of calculation correlation between big five personality and OCB using correlation Spearman Rank indicates that there is significant and low correlation between extraversion personality, extraversion, agreeableness, conscientiousness with OCB (r=0,259), (0,349), (0,251), (r=0,200), and there is no correlation between neuroticism personality and OCB. For motivation with OCB there is significant and low correlation (0=245). And for motivation and big five personality there is significant and low correlation between extraversion, agree with motivation (r=0,396), (0,275), significant and moderate correlation between openness and motivation (r=0,532), and there is no correlation between conscientiousness, neuroticism with motivation.


(7)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KATA PENGANTAR………...………... ii

UCAPAN TERIMAKASIH……...………..…….. ABSTRAK………... iii v DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR LAMPIRAN………... xi

BAB I PENDAHULUAN…………..………. 1

A. LatarBelakangPenelitian…..………... 1

B. RumusanMasalah………... 9

C. TujuanPenelitian………... 10

D. Manfaat Penelitian……….. 10

E. Struktur Organisasi Skripsi...………... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..………... 12

A. KepribadianBig Five ………... B. Motivasi………...……… 12 19 C. Organizational Citizenship Behavior……………... 29

D. KerangkaBerfikir………... E. Hipotesis ... 38 42 BAB III METODE PENELITIAN……… 43

A. MetodedanDesainPenelitian……… 43

B. Populasi, SampeldanTeknik Sampling………... 44

C. VariabelPenelitiandanDefinisiOperasional……… 44

D. InstrumenPenelitian………...… 47

E. PengembanganInstrumen….……….. 51


(8)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 58

A. HasilPenelitian………... 58

B. Pembahasan...………..……….. 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...……..………….….…… 135

A. Kesimpulan... 135

B. Saran………...……... 138

DAFTAR PUSTAKA………..………... 141 LAMPIRAN


(9)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.1 Koefisien Korelasi………... 43

3.2 SkoringSkalaBig Five Inventory.………... 48

3.3 SkoringSkalaMotivasi………... 50

3.4Skoring Skala Organizational Citizenship Behavior... 51

3.5 HasilAnalisis Item Instrumen BFI…………... 53

3.6 Sistem Penilaian Instrumen Kinerja Skala Likert... 53

3.7 ProporsiSkalaKepribadianBig Five... 55

3.8 KategorisasiSkalaMotivsi………... 56

4.1 Frekwensi Kepribadian Karyawan RS X Bandung... 59

4.2 HasilStatistik Deskriptif Variabel Motivasi... 60

4.3 GambaranUmum Tingkat Motivasi... 61

4.4 HasilStatistik Motivasi Prestasi... 62

4.5 Gambaran Umum Tingkat MotivasiPrestasi………. 63

4.6 Hasil Statistik Motivasi Afilias……….... 64

4.7 Gambaran Umum Tingkat MotivasiAfiliasi……... 65

4.8 Hasil Statistik Motivasi Berkuasa…... 66

4.9 GambaranUmum Tingkat MotivasiBerkuasa………... 67

4.10 Hasil Statistik Deskriptif OCB………... 68

4.11 GambaranUmum Tingkat OCB………... 69

4.12 HasilStatistikDeskriptifAspek OCB………... 70

4.13 GambaranUmumAspek OCB………... 71

4.14UjiKorelasiKepribadianExtraversion dengan OCB... 75

4.15UjiKorelasiKepribadianAgreeableness dengan OCB... 76

4.16 UjiKorelasiKepribadianConcientiousnessdengan OCB………...…… 77

4.17UjiKorelasiKepribadianNeuroticism dengan OCB………... 78

4.18UjiKorelasiKepribadianOpenness dengan OCB………... 79


(10)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.23 KorelasiKepribadianExtraversiondenganMotivasi………. 84

4.24KorelasiKepribadianAgreeableness denganMotivasi……..………...85

4.25 Korelasi Kepribadian ConcientiousnessdenganMotivasi………86

4.26 Korelasi Kepribadian Neuroticism denganMotivasi………..87

4.27 Korelasi Kepribadian Openness denganMotivasi………... 88

4.28KorelasiKepribadianExtraversiondanMotivasiPrestasi………... 89

4.29 Korelasi Kepribadian Agreeableness denganMotvasiBerprestasi…... ...90

4.30 Korelasi Kepribadian ConcientiousnessdenganMotivasiBerprestasi…..91

4.31 Korelasi Kepribadian Neuroticism denganMotivasiBerprestasi….... 92

4.32 Korelasi Kepribadian Openness denganMotivasiBerprestasi……….. 93

4.33 Korelasi Kepribadian Extraversion denganMotivasiAfiliasi... 94

4.34 Korelasi Kepribadian Agreeableness denganMotivasiAfiliasi... 95

4.35 Korelasi Kepribadian ConcintiousnessdenganMotivasiAfiliasi... 96

4.36 Korelasi Kepribadian Neuroticism denganMotivasiAfiliasi…... 97

4.37 Korelasi Kepribadian Openness denganMotivasiAfiliasi……... 98

4.38 Korelasi Kepribadian Extraversion denganMotivasiBerkuasa ... 99

4.39 Korelasi Kepribadian Agreeableness denganMotivasiBerkuasa... 100

4.40 Korelasi Kepribadian ConcientiousnessdenganMotivasiBerkuasa... 101

4.41 Korelasi Kepribadian Neuroticism denganMotivasiBerkuasa……... 102


(11)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen lampiran 4. InstrumenPenelitian

Lampiran 5. HasilSkoringKepribadianBig Five Lampiran 6. HasilSkoringMotivasi

Lampiran 7. HasilSkoringOrganizational Citizenship Behavior (OCB) Lampiran 8. KoefisienReliabilitas


(12)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejalan dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat menyebabkan persaingan yang terjadi antara perusahaan berlangsung semakin kuatsehingga dituntut sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu bersaing danmemberikan kontribusi berupa hasil kerja yang maksimal demi tercapainya tujuan yang diharapkan oleh perusahaan.

Menurut Hariandja & Hardiwati (2002) sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan di samping faktor yang lain seperti modal. Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik mmenjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk mampu bersaing dan mampu mencapai tujuan dari perusahaan.Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja kelompok dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisai secara keseluruhan.Kinerja yang baik menuntut “perilaku sesuai” pegawai yang diharapkan oleh organisasi (Nugroho, 2006).

Perilaku karyawan di tempat kerjanya dapat dikelompokkan kedalam dua jenis perilaku yaitu perilaku yang berkaitan dengan tugas resmi (in role behavior) dan perilaku yang berkaitan dengan luar peran kerja (extra role behavior).Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi ini bukan hanya berupa in-role tetapi juga extra-role.Perilaku extra role sangat penting artinya bagi keefektifan organisasi, yaitu dalam jangka panjang berdampak terhadap kelangsungan hidup organisasi. Perilaku extra role merupakan perilaku yang sangat dihargai ketika dilakukan oleh karyawan walau tidak terdeskripsi


(13)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

secara formal karena mampu meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi(Anindya, 2011).

Perilaku extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (selanjutnya disingkat menjadi OCB), dan orang yang menampilkan OCB disebut juga sebagai karyawan yang baik (good citizen) (Purba & Seniati, 2004). Organisasi tidakakan berhasil dengan baik atau tidak dapat bertahan tanpa ada anggotanya yang bertindak sebagai good citizenship (Markoczy dan Xin, 2001).

Menurut Robbins (2008), Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku positif bagi perusahaan yang sifatnya non-formal karena karyawan menolong dengan sukarela diluar dari pekerjaan formal yang telah diberikan oleh organisasi tanpa adanya reward.Contoh perilaku yang termasuk OCB adalah membantu individu dalam tim, mengajukan diri untuk melakukan pekerjaan ekstra, melindungi properti organisasi, menghidari konflik yang tidak perlu, menghormati semangat dan isi peraturan, memberikan saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta dengan besar hati menoleransi kerugian dan gangguan terkait pekerjaan yang kadang terjadi.

Menurut Lamidi (2008)bentuk perilaku ekstra peran (OCB) dapat diimplementasikan dalam bentuk perilaku yaitu: Altruism (perilaku membantu dengan segera terhadap orang lain), Conscientiousness (sikap berhati-hati/mendengarkan kata hati), Sportmanship (sikap sportif seperti toleransi terhadap ketidaknyamanan dalam bekerja yang tidak dapat dihindari tanpa adanya komplain),Courtesy (kesopanan seperti memberitahu yang lain dalam mencegah kejadian dalam kerja yang menimbulkan suatu masalah),Civic virtue (berpartisipasi dan memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan). Perilaku ekstra peran bagi para karyawan diperlukan karena mempunyai banyak manfaat dalam mendukung efektivitas fungsi-fungsi organisasi, mendorong terciptanya kualitas kehidupan kerja yang pada


(14)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akhirnya dapat menjamin kelangsungan hidup dan kinerja organisasi jangka panjang.

Berbagai manfaat OCB terhadap kinerja karyawan dalam perusahaan telah banyak digambarkan melalui berbagai penelitian, diantaranya menyebutkan bahwa manfaat OCB terhadap kinerja organisasi (diadaptasi dari Podsakoff dan Mackenzie oleh Podsakoff, dkk, 2000, dalam Elfina P, 2003), diantaranya adalah dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja dan manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok, dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja, meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi, dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Penelitian OCB sangat penting dilakukan di Indonesia karena akhir-akhir ini banyak organisasi di Indonesia menerapkan sistem team kerja. Di samping itu, sekarang ini terjadi banyak perubahan-perubahan dalam organisasi di Indonesia, seperti downsizing (perampingan organisasi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja). Kebijakan ini berdampak pada terjadinya banyak perubahan-perubahan, misalnya perubahan pada tugas dan kewajiban karyawan, harapan organisasi agar karyawan menjadi lebih kreatif mencari carabaru untuk memperbaiki efesiensi kerja, serta adanya perhatian serius terhadap ketidakhadiran dan keterlambatan di tempat kerja. Ketika organisasi mengurangi jumlah karyawan, maka organisasi lebih bergantung pada karyawan yang tetap tinggal untuk melakukan hal-hal melebihi yang ditugaskan mereka. Oleh karena itu, karyawan tersebut diharapkan menampilkan OCB (Anindya, 2011).

Praktek perilaku organizational citizenship behaviour di Indonesia sendiri secara keseluruhan belum mencapai tingkatan yang maksimal. Masih banyak ditemui sikap dan perilaku karyawan yang cenderung semaunya, sering membolos, hanya mencari keuntungan diri sendiri, meninggalkan jam kerja


(15)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk kepentingan diri sendiri, tidak patuh pada aturan kerja, dan lainnya yang tidak mencerminkan perilaku organizational citizenship behavior (Purnomo, 2006).

Umumnya karyawan kurang memiliki inisiatif sendiri untuk bekerja dengan baik. Diperlukan adanya tekanan dahulu dari pihak atasan baru kemudian mereka memperbaiki kinerjanya.Kebanyakan karyawan berpendapat, baik tidaknya pekerjaan mereka tidak berpengaruh pada imbalan yang mereka dapatkan (Dana&Hasanbasri, 2007). Seperti pada sebuah harian yang memuat mengenai seorang marketing manager sebuah perusahaan transportasi yang mendapat info dari kepala HRD bahwa banyak karyawan yang bersikap semaunya terhadap para konsumen maupun klien perusahaan yang menjadi pelanggan.Keluhan ini disampaikan oleh para konsumen/klien tersebut. Bentuk-bentuk perilaku karyawan yang semaunya itu antara lain adalah mulai dari cara menerima telepon yang tidak ramah, satpam berperilaku jenderal,hingga bagian administrasi yang selalu sibuk mengobrol

dengan temansendiri saatmelayani

pelanggan(http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/24/eko04.htm).

Beberapa kondisi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu kurangnya perilaku OCB pada karyawan yang telah melanda di berbagai perusahaan di Indonesia, termasuk salah satu diantaranya adalah industri yang bergerak di bidang kesehatan yaitu Rumah Sakit X Bandung yang telah berdiri sejak tahun 1921 dan terus berkembang hingga sampai saat ini.Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara non-sistematis dari lapangandengan beberapa karyawan di Rumah Sakit X Bandung, menunjukkan bahwa beberapa karyawan sudah memiliki dan memunculkan perilaku OCB, hal ini bisa dilihat diantaranya yaitusecurity menjawab dengan ramah pada saat ada pelanggan yang bertanya dan menjelaskan dengan sangat detail, berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh Rumah Sakit. Namun masih banyak sekali karyawan yang tidak memiliki dan memunculkan perilaku OCB, seperti informasi yang peneliti dapatkan dari salah satu staff biro P2diantaranyaadalah, karyawan


(16)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan jam kerja secara maksimal seperti penggunaan jam istirahat yang berlebihan, menghabiskan waktu untuk pembicaraan diluar jam pekerjaannya dan untuk jam lembur juga tidak semua pegawai mau berkorban lebih untuk pekerjaannya, tidak menggunakan seragam sesuai dengan hari yang telah ditetapkan seperti misalnya dihari jumat menggunakan batik,selanjutnya masih banyak pegawai yang tidak mengenakan hair net, kurangnya interaksi antar sesama karyawan terlebih dengan karyawan yang beda divisi, bersikap acuh dan kurang peka terhadap lingkungan sekitar terutama kepada klienseperti beberapa contoh yang peneliti lihatyaitu tidak adanya kesigapan karyawan untuk menanyakan terlebih dahulu kepada klien padahal klien sudah berdiri dihadapan karyawan tersebut, contoh lain yaitu kurang ramahnya karyawan hal ini peneliti temui dibeberapa devisi, terlihat ketika klien bertanya namun karyawan tersebut sibuk dengan kerjaannya dan tidak melakukan eye contact dengan klien padahal pelanggan tersebut masih mengajaknya berbicara.Semua perilaku OCB diatasbermanfaat bagi pencapaian tujuan organisasi dan berpengaruhterhadap produktivitas kinerja karyawan.

Peneliti tertarik mengadakan penelitian di Rumah Sakit X di bandung karena merupakan salah satu Rumah Sakit ternama dan banyak diminati oleh masyarakat di kota Bandung, hal ini adalah salah satunya yang mendorong peneliti ingin melakukan penelitian di RS X Bandung yaitu ingin melihat bagaimana gambaran kepribadian big five, motivasi dan organizational citizenship behavior karyawannya, karena peneliti yakin keberhasilan dan keberlangsungan kinerja karyawan Rumah Sakit X sampai saat ini yang mulai berdiri dari tahun 1921 tidak terlepas dari kinerja daripada karyawan guna mewujudkan visi dan misi perusahaan. Seperti yang di ungkapkan oleh Munandar (2011), karyawan merupakan ujung tombak keberhasilan suatu perusahaan. Ini disebabkan karena karyawan yang menjalankan apa yang harus dilakukan perusahaan dalam usaha melaksanakan tujuannya. Meskipun wewenang perintah berada pada pimpinan, namun jika karyawan tidak


(17)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

melaksanakan dengan baik maka tujuan dari apa yang harus diwujudkan tentu tidak akan tercapai dengan baik.

Untuk mencapai visi dan misi ini, dimana perusahaan juga ikut andil dalam persaingan yang terjadi dan tentunya perusahaan membutuhkan peran karyawan, membutuhkan semangat kerja yang mengarah pada good citizenship dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut karyawan yang baik (good citizen).Artinya good citizenship dapat terwujud manakala karyawan memiliki OCB(Purba & Seniati, 2004).

Menurut Podsakoff, dkk (2000), faktor yang mempengaruhi OCB adalah karakteristik individu (meliputi kepuasan kerja, komitmen, persepsi terhadap organisasi, motivasi dan kepribadian), karakteristik tugas dan karakteristik organisasi (meliputi budaya dan iklim organisasi, dukungan organisasional, kohesivitas kelompok), dan karakteristik kepemimpinan (meliputi dukungan dan perilaku kepemimpinan, kualitas hubungan atasan dengan bawahan).

Sementara Purba & Seniati (2004) mengatakan munculnya perilaku pada diri seseorang ditentukan oleh dua faktor. Pertama faktor dalam dirinya, misalnya kepribadian (antara lain traitkepribadianbig five) dan faktor ke dua adalah faktor diluar dirinya, yakni segala sesuatu yang ada dilingkungannya seperti sikap kerja antara lain komitmen organisasi.

Pada penelitian ini faktor internal yaitu karakteristik individu antara lainbig five personality diperkirakan memiliki hubungan yang signifikanterhadap OCB seseorang. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Purba & Seniati (2004) trait kepribadian big five menjadi faktor penentu dari dalam diri individu yang mampu memunculkan perilaku seseorang.Lima traitkepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experiences.Diantara kelima faktor tersebut, manusia cenderung memiliki salah satu faktor yang dominan (McCrae dan Costa, dalam Pervin, Cervone & John: 2005).

Selanjutnya, Kumar dkk (2009) menjelaskan bahwa kepribadian adalah kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar personal logical dari OCB.Dalam penelitiannya Kumar dkk, mengatakan bahwa big five personality


(18)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki pengaruh langsung terhadap OCB.Big Five Personality yaitu melihat kepribadian individual yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor (McCrae & Costa dalam Howard & Friedman, 2008).

Banyak penelitian terdahulu yang meneliti bahwa terdapat hubungan positif antara kepribadian dengan OCB.Seperti penelitian yang dilakukan Purba dan Seniati (2004) yangmembahas pengaruh kepribadian terhadap OCB pada karyawan yang bekerja team work.Dari analisis regresi berganda diketahui bahwa kelima trait dalamBig Five Personality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB dan dimensi-dimensinya. Hal ini disebabkan karena karyawan Indonesia lebih menjunjung tinggi nilai kebersamaan, lebih mementingkan rasa dibandingkan rasio dan menempatkan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi. Namun dalam hal ini trait kepribadian yang berpengaruh terhadap OCB total adalah traitextraversion, openness to experience dan conscientiousness. Karena semakin terikat karyawan tersebut secara emosional dengan perusahaan, maka semakin cenderung ia membantu rekan kerja dan atasan dalam hal penyelesaian tugas, pencegahan masalah dalam bekerja, dan pemberian semangat dan penguatan serta semakin cenderung ia membantu organisasi secara keseluruhan, dengan cara menolerir situasi yang kurang ideal dalam bekerja, peduli pada kelangsungan hidup perusahaan dan patuh pada peraturan dan tata tertib perusahaan.

Jika kepribadian merupakan salah satu peran dari sisi individunya yang memiliki hubungan dengan OCB, maka variabel lainyang mungkin saja memiliki hubungan dengan OCB adalah motivasi.

OCB ditentukan oleh banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasional dari kajian McClelland (1961) (dalam Jahangir, 2004) berpendapat bahwa OCB akan bisa paling baik dipahami ketika OCB ini dipandang sebagai suatu perilaku yang memiliki atau didasari atas motif tertentu. Motif-motif tersebut, yaitu terdiri dari motif berprestasi yaitu mendorong orang untuk menunjukkan suatu standar keistimewaan, mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau


(19)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kompetisi.OCB dianggap sebagai alat untuk pencapaian prestasi tugas.Ketika prestai menjadi motif, OCB muncul karena perilaku tersebut dipandang perlu untuk keberhasilan tugas. Yang selanjutnya adalah motif afiliasi, yaitu mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Seseorang yang berorientasi pada afiliasi menunjukkan OCB karena mereka menempatkan nilai orang lain dan hubungan kerjasama. Dan yang terakhir adalah motif kekuasaan yaitu mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.Orang yang berorientasi pada kekuasaan menganggap OCB merupakan alat untuk mendapatkan kekuasaan dan status dengan figur otoritas dalam organisasi.

Burhanuddin (2013) mengatakan faktor yang mempengaruhi OCB dan yang menjadi pembeda setiap individu termasuk sifat stabil yang dimiliki oleh setiap individu yang telah diperiksa sebagai prekursor untuk OCB salah satu diantaranya adalah motivasi.Menurut Hasibuan (2006) motivasi penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal.Jelaslah bahwa motivasi yang menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki berbagai organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan berbagai kebutuhannya, baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial dan berbagai kebutuhan lainnya yang semakin kompleks.Saat seseorang termotivasi dan puas, maka individu akan berusaha untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang lebih baik lagi, bahkan pekerjaan yang bukan menjadi tugas utamanya (Yuwono, Susanto, Ferdiana, 2014).

Banyak penelitian terdahulu yang meneliti bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi dengan OCB.Seperti penelitian yang dilakukan Djati dan Rini (2011)yang membahas tentang penerapan organizational citizenship behavior (OCB) dalam manajemen sumber daya manusia pada perguruan tinggi di Surabaya.Hasilnya menunjukkan bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap perilaku organizational citizenship behavior (OCB).Semakin besar motivasi dalam menjalankan tugasnya maka


(20)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

semakin meningkat juga OCB-nya, demikian juga sebaliknya apabila motivasinya rendah makan semakin rendah juga OCB dari karyawan tersebut. Motivasi yang diartikan juga sebagai motif manusia merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri individu, atau sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, atau menanggapi sesuatu.

Pada penelitian-penelitian tersebut, semakin memperkuat asumsi bahwa kepribadian big five dan motivasi memiliki hubungan terhadap organizational citizenship behavior.Perilaku OCB ini merupakan hal yang baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan, dimana perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan yang berkontribusi positif pula pada pencapaian tujuan perusahaan.Bagi karyawan sendiri OCB akan meningkatkan hubungan antar karyawan.

Hal ini tentunya diharapkan oleh Rumah Sakit X Bandung pada setiap karyawannya, yaitu memiliki kepribadian big five, motivasi dan OCB yang tinggi. Lembaga yang berhubungan langsung dengan masyarakat tersebut membutuhkan karyawan dengan OCB yang tinggi, sehingga karyawan bertindak melebihi tugas umum pekerjaan mereka, yang akan memberikan kinerja yang melampaui perkiraan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, pada penelitian ini peneliti sangat tertarik untuk meneliti sejauh mana korelasi atau hubungan kepribadian big five, motivasi dan organizational citizenship behavior pada KaryawanRumah Sakit X Bandung.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diturunkan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu:

1) Bagaimanakah gambaran umum kepribadian big five, motivasi dan organizational citizenship behaviorpada karyawanRumah Sakit X Bandung.


(21)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Bagaimanakahhubungan aspek kepribadian big fivedan organizational citizenship behaviorpada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

3) Bagaimanakah hubungan aspek motivasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Rumah Sakit X Bandung. 4) Bagaimanakah hubungan aspek kepribadian big five dan aspek

motivasi pada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, didapatkan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1) Memperoleh gambaran umum kepribadian big five, motivasi dan Organizational citizenship Behavior (OCB)pada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

2) Memperoleh hubungan aspek kepribadian big five dan organizational citizenship behaviorpada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

3) Memperoleh hubungan aspek motivasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB)pada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

4) Memperoleh hubungan aspekbig five dan aspek motivasi pada karyawan Rumah Sakit X Bandung.

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis.Manfaat secara teoritis yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah memperkaya temuan empirik dalam ilmu psikologi, khususnya cabang ilmu psikologi industri dan organisasi mengenai antara kepribadian big five, motivasi danOCB pada karyawan.

Manfaat secara praktis yang didapatkan dari penelitian ini bagi pihak perusahaan dan peneliti selanjutnya.

1. Pihak Perusahaan

Penelitian ini dapat menambah refrensi mengenai bagaimana profil kepribadian big five, motivasidan Organizational Citizenship Behavior


(22)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(OCB) pada karyawan Rumah Sakit X Bandung, serta keterkaitan hubungan ketiga variabel tersebut. Sehingga pihak perusahaan dapat menerapkan kebijakan-kebijakan dan cara yang efektif untuk memunculkan dan meningkatkan kepribadian big five, motivasi kerja dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) karyawannya.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti ini dapat memberikan data-data empiric mengenai bagaimana profil kepribadian big five karyawan, kemudian motivasi dan OCB serta bagaimana keterkaitan diantara kedua variabel tersebut.

E. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam babini berisi tentang kajian pustaka yang akan memaparkan teori kepribadian big five, motivasi dan Organizational citizenship behavior yang menjadi landasan penelitian. Kerangka berfikir, hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN

Dalam babini berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitin. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam babini berisi pengolahan data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian serta pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan dan saran untuk pihak terkait.


(23)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kepribadian Big Five

1. Pengertian Kepribadian Big Five

Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum, yaitu The Big Five Personality.Diantara ketiga tokoh pendekatan trait (sifat), Allport, Eysenck dan Cattel, terdapat pandangan mengenai penggunaan faktor analisis, mengenai jumlah dan dimensi sifat dasar yang diperlukan untuk mampu mendeskripsikan kepribadian.Perbedaan ini masih diperdebatkan selama bertahun-tahun.Namun sejak 1980, setahap demi setahap telah ada kemufakatan terutama dalam faktor analisis. Sekarang banyak peneliti yang setuju bahwa perbedaan individu dapat terorganisir dalam istilah lima perluasan yang terkenal dengan sebutan “Big Five” dimensi sifat karena keluasan dan tingkat keabstrakan yang luar biasa (Dwijayanti, 2013).

Big five personality adalah kepribadian individual yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi pada The Big Five Personality memiliki hubungan langsung dengan faktor keturunan biologis.Dasar biologis dari kelima faktor ini sangat kuat.Faktor biologis atau alam yang menentukan kepribadian dan pengalaman sosial hanya memiliki sedikit pengaruh (McCrae & Costa dalam Cervone dan Pervin, 2012).

J.Feist dan G.J Feist (2009) menyatakan bahwa big five adalah satu kepribadian yang dapat baik memprediksi dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian


(24)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experiences.Semua orang dapat digambarkan dengan kelima dimensi Big Five; tetapi beberapa orang dicirikan dengan nilai ekstrem pada salah satu dari dimensi tersebut, dengan kata lain diantara kelima faktor tersebut, manusia cenderung memiliki salah satu faktor yang dominan (McCrae dan Costa, dalam Friedman & Schustack, 2008).

Selanjutnya teori lima faktor didesain untuk menangkap trai-trait kepribadian yang dipandang oleh manusia sebagai hal paling penting dalam kepibadian. Goldberg telah menyebutkan sisi rasional dari pendekatan ini dalam istilah hipotesis leksikal yang fundamental (fundamental lexical hypothesis), perbedaan individu yang paling penting dalam transaksi manusia akan disingkap sebagai istilah-istilah tunggal pada beberapa atau keseluruhan bahasa di dunia (Goldbert, dalam Cervone dan Pervin, 2012).

2. Trait-trait dalam Big Five Personality

Faktor kepribadian The Big Five merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih sederhana dan deskriptif dalam menggambarkan kepribadian manusia (Pervin, Cervone & John, 2005). Menurut McCrae & Costa (Cervone & Pervin, 2012)ada beberapa istilah yang digunakan untuk menggolongkan trait (sifat), yaitu:

a. Extraversion (E)

Dimensi ini merupakan taksiran kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, tingkat atau level aktivitasnya, kebutuhan untuk mendapat stimulasi dan kemampuan untuk berbahagia. Dimensi extraversion terdiri dari subdimensi atau faset-faset sebagai berikut :

1) Warmth (kehangatan)

2) Gregariousness (suka berkumpul) 3) Assertiveness (asertivitas)


(25)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Activity level (tingkat aktivitas)

5) Excitement seeking (pencarian kesenangan) 6) Positive emotions (emosi positif)

Subfaktor dalam extraversion dapat dibagi kembali ke dalam 2 ciri interpersonal dan temperamental.Subfaktor kehangatan (warmth) merujuk pada interaksi personal yang bersahabat, suka bersosialisasi dan tulus.Sebaliknya individu yang dingin cenderung kaku, pendiam dan tidak dekat dengan orang kebanyakan.Kehangatan (warmth) dan sifat suka berkumpul (gregariousness) biasanya muncul pada individu yang mudah berkumpul.Individu yang suka berkumpul cenderung menyukai keramaian dan dorongan sosial.Asertivitas adalah subfaktor ketiga dalam dimensi Extraversion. Individu yang asertif biasanya memiliki kemampuan untuk memimpin, bertanggung jawab akan suatu tugas dan mampu mengungkapkan perasaan atau keinginan dengan mudah.

Tiga subfaktor lain dari extraversion termasuk dalam ciri temperamental yakni level aktivitas (activity level), pencarian kesenangan (excitement seeking), dan emosi yang positif (positive emotion). Individu dengan tipe kepribadianextraversion biasanya suka menyibukkan diri cenderung bertindak dengan penuh semangat serta berbicara dengan cepat sehingga terkesan energik.Mereka lebih menyukai lingkungan yang dapat menstimulasi mereka dalam upaya pencarian kesenangan, contohnya mobil berkecepatan tinggi dan pakaian yang mencolok.Kehidupan yang aktif dan menyenangkan dari seorang individu dengan tipe kepribadian extraversion mencerminkan pengalaman emosi yang positif.Kesenangan, semangat dan kelucuan menjadi tema utama dari tipe kepribadian extraversion.Semua disposisi ini bersifat sinergis, bersama-sama membentuk tipe kepribadian.

b. Agreeableness (A)

Dimensi ini mendeskripsikan kualitas orientasi interpersonal seseorang secara berkesinambungan dari perasaan terharu sampai perasaan menentang dalam pikiran, perasaan dan tindakan. Dimensi agreeableness terdiri dari subdimensi atau faset-faset sebagai berikut :


(26)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Trust (kepercayaan)

2) Straightforwardness(berterusterang/langsung pada pokok permasalahan)

3) Altruism (pengorbanan /mendahulukan kepentingan orang lain) 4) Compliance (kerelaan)

5) Modesty (rendah hati)

6) Tendermindedness (berhati lembut)

Individu dengan tipe kepribadian agreeablenessmempercayai orang lain dan jarang mencurigai niat yang tersembunyi. Percaya (trust) adalah perkembangan psikososial utama yang paling mendasar menurut teori Erikson. Menurutnya individu yang tidak mengembangkan rasa percaya tidakakan pernah menguasai tahap industry, identity, dan intimacy. Saat individu yang agreeableness mempercayai orang lain, maka ia pun akan menjadi individu yang dipercayai orang lain, ini ditandai oleh kejujuran serta keterusterangan (straightforwardness).

Individu yang agreeableness cenderung tidak mementingkan diri sendiri, sebagaimana yang tercermin dalam kebijaksanaan serta keinginan mereka untuk membantu orang lain (Altruism). Individu yang agreeableness pada dasarnya lembut dan mau mengalah demi orang lain. Subfaktor ini dikenal sebagai compliance.Individu yang agreeableness menunjukkan kerendahan hati (modesty) dalam menilai kemampuan dirinya.Skor yang rendah pada subfaktor ini mungkin menunjukkan kecenderungan naristik.Selain itu, individu yang agreeableness biasanya menunjukkan kebaikan hati (tedermindedness), sentimental dan mudah tersentuh.

c. Conscientiousness (C)

Mendeskripsikan perilaku tugas dan arah tujuan, menilai kemampuan individu dalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi, dan secara


(27)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sosial membutuhkan impuls kontrol. Dimensi conscientiousness terdiri dari subdimensi atau faset-faset sebagai berikut :

1) Competence (kompeten) 2) Order (teratur)

3) Dutifulness (kepatuhan terhadap tugas)

4) Achievement stiving (pencapaian prestasi / pencapaian kesuksesan) 5) Self-Discipline (disiplin diri)

6) Deliberation (pemikir)

Individu dengan tipe kepribadian conscientiousness menunjukkan ciri rasional dan berfikir bahwa diri mereka mempunyai kompetensi yang tinggi (competence).Sebagian dari kesuksesan mereka berasal dari kemampuan mereka dalam organisasi yang baik serta keteraturan yang tinggi (order).Kedua hal ini yang membuat mereka bekerja dengan efisien. Individu yang conscientiousness memegang teguh tugas (dutifulness), memiliki kebutuhan akan pencapaian prestasi yang tinggi (achievement striving), dan menggapai kesempurnaan dalam segala sesuatu hal yang mereka lakukan demi pencapaian prestasi, memiliki displin diri yang tinggi sehingga mampu mencapai tujuan mereka (self-discipline), mereka umumnya menunjukkan ciri pertimbangan (deliberation), berpikir penuh dengan kehati-hatian sebelum bertindak dan membuat rencana di awal bukan dengan cara yang tiba-tiba.

d. Neuroticism (N)

Dimensi ini merupakan penyesuaian diri dengan ketidakstabilan emosi. Dari dimensi ini dapat diidentifikasi kecenderungan individu, apakah mudah tertekan tertekan secara psikologis, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, keinginan atau dorongan yang berlebihan, dan kegagalan untuk memberikan respons-respons yang tepat. Dimensi neuroticism terdiri dari subdimensi atau faset-faset sebagai berikut :

1) Anxiety (kecemasan) 2) Angry hostility (amarah) 3) Depression (depresi)


(28)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Self – consciousness (kesadaran diri) 5) Impulsiveness (menuruti kata hati) 6) Vulnerability (kerentanan)

Keenam subfaktor dari neuroticism menggambarkan tingkat kecemasan dan ketidakmampuannya mengontrol dorongan dalam dirinya.Dua subfaktor dari neuroticism yaitu kecemasan (anxiety) dan permusuhan (angry) yang terbentuk dari 2 kondisi emosi dasar individu yaitu takut dan marah.Setiap individu pasti pernah merasakan kedua emosi dari waktu ke waktu, namun intensitas emosi yang mereka rasakan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.Individu dengan sifat cemas cenderung gugup dan tegang.Mereka mudah khawatir dan merenungkan hal-hal yang tidak berjalan semestinya.Individu dengan rasa permusuhan yang tinggi menunjukkan kecenderungan mudah marah, kebencian, penolakan dan sulit memaafkan dan rukun dengan individu lainnya.

Dua emosi lain yang membentuk subfaktor depresi (depression) dan kesadaran diri (self-consciousnes) adalah sedih dan malu. Sebagai sebuah sifat, depresi adalah suatu kecenderungan individu mengalami kesedihan, putus asa dan kesepian.Individu yang depresi sering memiliki perasaan bersalah yang berlebih dan merendahkan dirinya sendiri.Individu dengan kesadaran diri (self-consciousnes) yang tinggi cenderung merasakan malu yang berlebihan. Biasanya mereka peka terhadap ejekan dan cemoohan, karena sering merasa inferior terhadap orang lain.

Dua faset lain darineuroticism lebih sering muncul dalam bentuk perilaku daripada keadaan emosional. Impulsif adalah suatu kecenderungan untuk dikuasai oleh dorongan dan keinginan yang besar karena mereka memiliki kontrol yang lemah. Subfaktor vulnerability merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menangani stress dan kecenderungan memiliki emosi negatif, individu dengan sifat ini cenderung panik saat dihadapkan pada keadaan darurat, dan menjadi tergantung kepada bantuan dari orang lain. Sebagian


(29)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang mungkin merasakan cemas namun tidak menunjukkan permusuhan, sadar akan dirinya tapi tidak Impulsif. Individu yang memiliki tipe kepribadian Neuroticism cenderung memiliki skor yang tinggi pada tiap subfaktor lainnya. Mereka cenderung memiliki emosi yang negatif sehingga mempengaruhi kemampuan mereka dalam menangani masalah dan menjalin hubungan dengan orang lain.

e. Openness to experience (O)

Dimensi ini mendeskripsikan luas, kedalaman, kerumitan mental individu

dan pengalaman hidup. Dimensi ini menilai individu dari usahanya secara

proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya

sendiri dan bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Dimensi

ini mengelompokkan individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya

terhadap hal-hal baru dan inovasi ia akan cenderung menjadi imajinatif,

cenderung kreatif, ingin tahu dan sensitive terhadap hal-hal yang bersifat seni.

Sebaliknya, mereka yang sifat keterbukaannya kurang cenderung memiliki

sifat konvensional, merasa nyaman dengan hal-hal yang ada, dan memiliki

minat yang sempit. Dimensi openness to experience terdiri dari subdimensi atau faset-faset sebagai berikut adalah :

1) Fantasy (fantasi)

2) Aesthetics (estetika/keindahan) 3) Feelings (perasaan)

4) Actions (perbuatan-perbuatan) 5) Ideas (ide-ide)


(30)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diketerbukaan terhadap pengalaman (openness to experience) diukur melalui 6 area yang berbeda. Keterbukaan dalam fantasi atau khayalan artinya individu memiliki imajinasi yang tinggi dan angan-angan yang luas. Subfaktor keindahan (aesthetics) teramati dari sensitivitas terhadap seni dan keindahan.Pengalaman aesthetics mungkin merupakan inti dari keterbukaan.Individu yang memiliki kesenangan terhadap aktivitas aesthetics umumnya adalah orang-orang yang terbuka.Keterbukaan terhadap tindakan (actions) merupakan lawan dari kekakuan.Individu yang terbuka mempunyai keinginan untuk mencoba hal-hal baru.Keterbukaan terhadap ide (ideas), perasaan (feelings) dan nilai (values) juga merupakan subfaktor dari kepribadian ini. Individu yang terbuka cenderung mempunyai rasa ingin tahu dan menghargai pengetahuan dan pendapat dari orang lain. Mereka cenderung bebas dalam menganut nilai-nilai, mengakui bahwa benar atau salahnya suatu hal bagi satu orang mungkin akan berbeda jika diterapkan pada orang lain yang menghadapi kondisi berbeda.

B. Motivasi

1. Definisi Motivasi

Peranan manusia sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan dari dalam diri manusia, daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Kata “movere” yang dalam bahasa inggris sering disepadankan dengan “motivation” yang berarti pemberian motif.


(31)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Notoatmodjo (2009), banyak pengertian mengenai motivasi, antara lain adalah sebagai berikut:

a) Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry G. (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku). b) Sedangkan Stooner (1992) mendefenisikan bahwa motivasi adalah

sesuatu hal yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang.

c) Dalam konteks pengembangan organisasi, Flippo (1984) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerjasama dalam mencapai keinginan para pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi. d) Hasibuan (1995) berpendapat bahwa motivasi adalah suatu

perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Ia menambahkan bahwa semua motif mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Robbins dan Judge (2007) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Samsudin (2005) motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi dapat diartikan juga sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan.

Menurut Greenberg & Baron (dalam Yuwono, 2005), “motivation as a set of process that arouse, direct, and maintain human behaviour toward attaining some goal”. Defenisi ini memberi kita pengertian bahwa motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga/memelihara perilaku manusia agar terarah pada tujuan. Berdasarkan defenisi tersebut, diketahui motivasi mempunyai 3 komponen.Komponen


(32)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertama adalah arousal, sesuatu yang membangkitkan.Hal ini berkaitan dengan dorongan (drive) atau energi dibalik perilaku. Misalnya seseorang yang telah lulus sarjana ingin mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini dapat menstimulasi orang tersebut melakukan berbagai hal untuk mencapai keinginanya.Namun hal itu belum sepenuhnya menggambarkan motivasi, karena motivasi juga berkaitan dengan pilihan (choice) yang dibuat oleh orang tersebut. Oleh karena itu komponen kedua adalah direction, arah tindakan yang diambil dalam contoh diatas, orang tersebut dapat memilih tindakan berupa mencari pekerjaan seperti memasukkan lamaran ke perusahaan dengan mencari dari internet, menanyakan teman-temannya info lowongan kerja atau mengikuti beberapa job fair dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan. Komponen ketiga adalah maintenance, seberapa lama seseorang akan bertahan pada pilihan yang dibuatnya untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Tujuan-tujuan Motivasi

Tujuan dan manfaat dari motivasi menurut Hasibuan (2007) adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2) Meningkatkan produktivitas karyawan

3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4) Meningkatkan kedisplinan karyawan

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10)Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.


(33)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ada dua metode motivasi menurut Hasibuan( 2007) yaitu sebagai berikut 1) Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi (materil dan nonmateril) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memebuhi kebutuhan serta kepuasannya.Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.

2) Metode Tak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.Misalnya, kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat.Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktivitas kerja meningkat.

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Gibson (Hasibuan, 2005) adalah sebagai berikut:

1) Usaha (effort), merupakan tenaga yang dikeluarkan orang pada saat melakukan pekerjaan.

2) Kemampuan (ability), menunjukkan kemampuan seseorang seperti kecerdasan dan keterampilan.

3) Variabel keorganisasian, yaitu pola pekerjaan, rentang kendali, gaya kepemimpinan, afiliasi kelompok dari orang itu, dan teknologi.

4) Kepuasan (satisfaction), seperti imbalan dan ganjaran yang berhubungan dengan prestasi kerja yang lalu.


(34)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5) Kebutuhan pribadi, merupakan tujuan dan persepsi individu atau kelompok, cara untuk mewujudkan kebutuhan, tujuan dan persepsi.

5) Bentuk Motivasi

Menurut Suwatno (2011), terdapat dua bentuk motivasi, yaitu sebagai berikut:

a) Motivasi Intrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah: 1) Minat, yaitu seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan jika kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai minatnya.

2) Sikap positif, yaitu seseorang yang mempunyai sifat positif terhadap suatu kegiatan dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.

3) Kebutuhan, yaitu setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bisa memenuhi kebutuhannya.

b) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal.Misalnya, berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormast atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman, dan lain-lain.


(35)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut F. Hezberg (Suwatno, 2011), terdapat dua faktor utama di dalam organisasi atau perusahaan yang membuat karyawan merasa puas terhadap pekerjaan yang dilakukan, dan kepuasaan tersebut akan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik. Kedua faktor tersebut antara lain:

1) Motivator, yaitu prestasi kerja, penghargaan, tanggung jawab yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri dan pekerjaannya itu sendiri.

2) Kesehatan kerja, merupakan kebijakan dan administrasi perusahaan yang baik, supervise teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi kerja yang baik dan keselamatan kerja.

6) Teori Motivasi McClelland

David C. McClelland bersama asosiasinya dari Harvard University di Amerika Serikat melakukan penelitian mengenai dorongan prestasi karyawan selama 20 tahun. McClelland menekankan pentingnya kebutuhan akan prestasi, karena kebutuhan akan prestasi merupakan cadangan energi potensial yang sangat besar dan orang yang berhasil dalam bisnis dan industri adalah orang yang berhasil menyelesaikan sesuatu. Teori ini berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain (Thoha, 2009).

McClelland (Notoatmodjo, 2009) mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi atau motif, yakni motif primer atau motif yang tidak dipelajari, dan motif sekunder (motif sosial) atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Motif primer atau motif yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada manusia secara biologis. Motif ini mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologisnya seperti


(36)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

makan, minum, seks, dan kebutuhan-kebutuhan biologis lain. Sedangkan motif sekunder adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan dari luar akibat interaksi dengan orang lain atau interaksi sosial.

Menurut McClelland (Yuwono, 2005), individu memperoleh sejumlah kebutuhan dari budaya masyarakat yang dipelajari melalui sesuatu yang mereka alami, khususnya di masa awal kehidupan. Ada 3 (tiga) kebutuhan yang dipelajari seseorang dari lingkungan, yaitu:

a) Kebutuhan Berprestasi (Need for Achievement)

Menurut Notoatmodjo (2009), berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal. Secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari sebelumnya, dan bila mungkin lebih baik dari orang lain. Kebutuhan berprestasi ini tercermin dalam dunia kerja, antara lain berani mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya, selalu mencari umpan balik terhadap keputusan atau tindakan-tindakannya yang berkaitan dengan tugas-tugasnya, selalu berusaha melaksanakan pekerjaannya atau tugasnya dengan cara-cara baru atau inovatif dan kreatif, senantiasa tidak atau belum puas terhadap setiap pencapaian kerja atau tugas, dan sebagainya.

Walandouw dkk. (1988) mendefenisikan kebutuhan akan prestasi merupakan keinginan untuk berprestasi lebih baik atau menganggap berprestasi lebih baik itu adalah penting. Ukuran keberhasilan disini didasarkan standard yang ada dalam diri individu yang dimaksud dengan keinginan berprestasi adalah apabila seseorang mengarahkan pikiran dan tingkah lakunya untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik, disadari atau tidak. Keinginan yang timbul secara spontan ini akan membuat seseorang menjadi aktif, dia akan selalu mencari hal-hal yang dirasakan menantang,


(37)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ingin mendapatkan umpan balik, tidak mau menerima pengarahan dari orang lain. Menurut Walandow dkk, orang yang mempunyai dorongan berprestasi yang tinggi akan memperlihatkan ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut :

1) Bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatan-perbuatannya. 2) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru.

3) Mencari hasil penilaian dari apa yang telah dikerjakannya. 4) Memilih resiko yang sedang didalam perbuatannya.

Sedangkan Usman (2010) mendefinisikan kebutuhanberprestasi sebagai dorongan dari dalam diri untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Menurut Usman, orang yang kebutuhan berprestasinya tinggi mempunyai ciri-ciri:

1) Berusaha mencari umpan balik atas segala perbuatannya, selalu bersedia mendengarkan pendapat orang lain sebagai masukan dalam memperbaiki dirinya.

2) Berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan (menantang dan terwujud) melebihi orang lain, lebih unggul, ingin menciptakan yang terbaik.

3) Berusaha melakukan sesuatu secara inovatif dan kreatif (sesuatu yang baru, sesuatu yang tiada duanya), banyak gagasan, dan mampu mewujudkan sistem yang membatasi geraknya kearah yang lebih positif.

4) Merasa dikejar-kejar waktu, pandai mengatur waktunya, yang dapat dikerjakan sekarang jangan ditunda hari esok.

5) Bekerja kerasa dan bangga atas hasil yang telah dicapai.

b) Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affliation)

Kebutuhan untuk berafiliasi didefenisikan McClelland (Yuwono, 2005) sebagai suatu ketertarikan pada orang lain yang bertujuan untuk


(38)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

meyakinkan perasaan bahwa dirinya dapat diterimaoleh mereka. Menurut Walandouw dkk. (1988), kebutuhan untuk berafiliasi ini didefenisikan sebagai suatu keinginan bersahabat atau berada bersama orang lain. Orang yang kebutuhan untuk berafiliasinya tinggi memperlihatkan ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut :

1) Lebih suka bersama orang lain dari pada sendirian.

2) Sering berhubungan dengan orang lain, misalnya bercakap-cakap lewat telepon.

3) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi dalam pekerjaan daripada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu.

4) Melakukan pekerjaannya lebih giat apabila bekerja bersama-sama dengan orang lain. Menjalin “pertemanan” atau persahabatan dengan orang lain terutama dengan peer group-nya, dalam melakukan pekerjaan atau tugas lebih mementingkan team work daripada kerja sendiri, dalam melakukan tugas atau pekerjaaan lebih merasa efektif bekerja sama dengan orang lain daripada sendiri, setiap pengambilan keputusan berhubungan dengan tugas cenderung meminta persetujuan atau kesepakatan orang lain atau kawan sekerjanya, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Usman (2010) kebutuhan untuk berafiliasi ini didefenisikan sebagai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atau dorongan untuk memiliki sahabat sebanyak-banyaknya. Orang yang kebutuhan berafiliasinya tinggi bercirikan sebagai berikut:

1) Lebih suka berkomunikasi dan bersama dengan orang lain. 2) Lebih mengutamakan hubungan pribadi dari pada tugas kerja. 3) Selalu bermusyawarah untuk mufakat dengan orang lain. 4) Lebih efektif apabila bekerja sama dengan orang lain.


(39)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kebutuhan untuk berkuasa didefenisikan McClelland (Yuwono, 2005) sebagai kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan, mempengaruhi perilaku orang lain dan mengambil tanggung jawab atas mereka. Menurut Walandouw dkk. (1988) ada beberapa indikasi yang menunjukkan tindakan yang bermotif kekuasaan, antara lain: melakukan tindakan-tindakan yang bersifat keras (misalnya menyerang), berusaha menimbulkan kesan pada orang lain (misalnya berusaha menang dalam suatu pemilihan), berusaha mengendalikan orang lain (misalnya mengatur cara tingkah laku orang lain). Selanjutnya, menurut McClelland (Walandouw, 1988) mengemukakan bahwa motivasi kekuasaan mempunyai “two faces” (dua muka), yaitu :

1) Kekuasaan Sosial (Socialized Power)

Motivasi ini muncul dalam bentuk pikiran untuk menggunakan kekuasaan demi kepentingan orang lain. Dalam hal kegiatan, orang yang memiliki kekuasaan sosial suka berorganisasi dan biasanya menjadi salah satu pengurus.

2) Kekuasaan Pribadi (Personalized Power)

Motivasi ini muncul dalam bentuk pikiran, menggunakan kekuasaan untuk menaklukkan lawan, untuk memperoleh kemenangan atas lawan, hidup ini ditandai oleh perasaan kalah menang.Dalam hal kegiatan, kekuatan pribadi ini dimanifestasikan misalnya dengan mengumpulkan barang-barang yang menunjukkan prestise, minum-minuman keras secara berlebihan.

Menurut Usman (2010), kebutuhan untuk berkuasa merupakan dorongan untuk mempengaruhi orang lain agar tunduk pada kehendaknya. Orang yang kebutuhann berkuasanya tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sangat aktif menentukan arah organisasi


(40)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Mengutamakan prestise

4) Mengutaakan tugas kerja daripada hubungan pribadi 5) Suka memerintah dan mengancam dengan sanksi

Menurut Walandouw dkk. (1988),seseorang yang mempunyai dorongan kekuasaan yang tinggi akan memperlihatkan ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut :

1) Sangat aktif dalam menentukan tujuan kegiatan dari organisasi dimana ia berada

2) Mudah tergerak oleh bentuk pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi

3) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan harga diri

4) Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta.

Ketiga jenis kebutuhan motivasi yang melatarbelakangi seseorang ini menurut McClelland merupakan motivasi sosial yang mendasari tingkah laku individu sehari-hari, hanya saja derajat kekuatannya tidak sama. Pada satu situasi, mungkin kebutuhan akan persahabatan lebih kuat, namun pada situasi lain mungkin kebutuhan akan kekuasaan yang lebih berperan. Jadi kebutuhan mana yang lebih mendominasi seseorang untuk bertingkahlaku sangat dipengaruhi oleh situasi dimana tingkah laku tersebut akan muncul (Walandouw dkk., 1988)

C. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Setiap organisasi sudah seharusnya mengukur kinerja karyawan tidak hanya sebatas tugas-tugas sebagaimana tercantum dalam deskripsi


(41)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pekerjaannya saja yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam deskripsi pekerjaan mereka ini disebut sebagaiin-role behavior. Perilaku yang sudah seharusnya diukur adalah perilaku karyawan yang tidak hanya bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan saja namun juga melakukan kegiatan-kegiatan di luar deskripsi tugas karyawan (extra-role).Kontribusi pekerja lebih dari kerja formal inilah yang disebut dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Sena, 2011).

1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Organizational Citizenship Behavior menurut Van Dyne et al. (1995)adalah perilaku-perilaku yang dilakukan oleh karyawan yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari system reward formal dan merupakan faktor pendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Selain itu OCB sifatnya sukarela dikarenakan tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan dan merupakan pilihan personal.

Kumar et al. (2009) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang memberikan kontribusi pada terciptanya efektifitas organisasi dan tidak berkaitan langsung dengan sistem reward organisasi.

Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) menurut Organ (2005) adalah perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi.


(42)

Sulastri Muktiawarni Lubis, 2015

HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku positif berupa kontribusi individu yang mendalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dilakukan tanpa ada paksaan dari siapapun. Atau dengan kata lain perilaku ini ditunjukkan karyawan atas inisiatif sendiri dalam melakukan pekerjaan diluar uraian tugasnya tanpa mengaharpkan reward dari perusahaan namun dapat meningkatkan efektifitas dan fungsi organisasi. Dilihat dari definisinya, OCB sangat baik untuk perusahaan maupun karyawannya sendiri, karena selain meningkatkan produktivitas kinerja tetapi juga dapat meningkatkan hubungan positif antar karyawan.

Ditinjau dari definisi OCB sendiri, sepertinya sangat sulit untuk memunculkan OCB pada suatu organisasi.Dalam menciptakan OCB dibutuhkan kontribusi dari semua pihak dalam organisasi tersebut yaitu dari pemimpin, karyawan, dan organisasinya itu sendiri.Organisasi harus mampu menciptakan karyawan dapat lebih produktif.

2. Aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ (2005) mengemukakan lima dimensi primer dari OCB yaitu altruism, civic virtue (proaktif), concientiousness (ketaatan), courtesy (kesopanan), sportsmanship (toleransi).

1) Altruism/Helping, yaitu perilaku pegawai dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain.

2) Civic Virtue, yaitu perilaku mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil insiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi), mengarah pada


(1)

Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Universitas Gadjah Mada ,Yogyakarta.

Djati, S.P. dan Rini, W.A. (2011). Penerapan organizational citizenship behaviourdalam manajemen sumber daya manusia pada perguruan tinggi.

Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.2, No. 2, hlm.259-272. Dwijayanti, R.D. (2013). Perbedaan minat menonton program tayangan televise

ditinjau dari tipe kepribadian the big five (Studi Deskriptif Komparatif pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung). Skripsi Departemen Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Feist, Jess. & Feist , J. Gregory. (2009). Theories of Personality. New York: McGraw-Hill.

Friedman, H.S. dan Schustack, M.W. (2008) Kepribadian teori klasik dan riset modern. Jakarta: Erlangga.

Garay, H.D.V. (2006). Kinerja extra role dan kebijakan kompensasi. Sinergi Kajian Bisnis Manajemen, Vol. 8, No. 1, hlm. 33-42.

Hardaningtyas, D. (2004). Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap Pada Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Pegawai PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. (Tesis). Program Pasca Sarjana, Universitas Airlangga, Surabaya.

Hariandja, M.T.E dan Hardiwati, Y. (2002) Manajemen sumber daya manusia: pengadaan, pengembangan, pengkompensasian, dan peningkatan produktivitas pegawai. Jakarta: Grasindo.

Hasibuan, Malayu (2006). Manajemen dasar, pengertian, dan masalah, Edisi Revisi. Jakarta: PT Bumi Aksara.


(2)

Hasibuan, Malayu S.P. (2007). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Herwanto (2005).Perekat komunitas Jawa Tengah. [Online]. Tersedia di:

http://www.suaramerdeka.com/ harian/0511/24/eko04.htm. Diakses 28 September 2014.

Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bandung : Belum Diterbitkan. Jahangir, N., Akba, M. M., & Haq, M. (2004). Organizational citizenship

behavior: Is Nature and antecedents. BRAC University Journal.

Jumaera, R. (2007). Hubungan Tipe Kepribadian Lima Faktor Dengan Motivasi Berwirausaha Pada Mahasiswa Minang. Skripsi Sarjana Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kumar, K.,Bakhshi, A., & Rani, E. (2009). Linking the „big five‟ personality

domains to Organizational Citizenship Behavior. International Journal of Psychological Studies, 1 (2), hlm. 73-81.

Lamidi (2008). Pengaruh kepemimpin transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior: dengan variabel intervening komitmen organisasional. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1, hlm. 25-37.

Markoczy, L & Xin., K. (2002) The Virtues of Omission in Organizational Citizenship Behavior.

Melinda Risky (2014). Hubungan Antara Adversity Quotient Dengan Motivasi Pada Agen Prudential Cabang Achmad Yani Bandung.Skripsi Departemen Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Morrison, E.W. (1994). “Role definitions and organizational citizenship


(3)

McClelland, D.C., 1987, Human Motivation, New York : Cambridge University Press

McCrae, R. R., & Costa, P. T, (1991). Adding liebe and arbeit : The full five-factor model and well-being. Personality and Social Psychology Bulletin, 17, 227-232.

McCrae, R. R., (1996). The Big Five Personality, Psychological Bulletin.

Nugroho, A.H. (2006). Pengaruh Konflik Peran dan Perilaku Anggota Organisasi terhadap Kinerja Kerja Pegawai pada Kepolisian Republik Indonesia Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang. (Thesis). Program

Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

Notoatmodjo, S. 2009. Pengembangan sumber daya manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Novliadi, F. 2007. Organizational citizenship behavior karyawan ditinjau dari persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dan persepsi terhadap dukungan organisasional. Universitas Sumatera Utara Medan. [on-line]. Tersedia pada http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 24 September 2014.

Organ, D.W., and Ryan, K. (1995) “A meta-analytic review of attitudinal and

dispositional predictors of organizational citizenship behavior” Personnel

Psychology, vol 48 pp 775-800.

Organ, D.W. & Lingl, A, (1995). Personalit, satisfaction, and organizational citizenship behavior. Journal of Social Psychology, 135, 339-350

Organ, D.W., Podsakoff. P. M & Mackenzie, S.B. (2005). Organization Citizenship Behavior : Its Nature, Antencedents, and Consequence. United States of America : SAGE publications, inc.


(4)

Pervin, L.A., Cervone, D., Jhon, O.P. (2005). Personality: Theory and Research. Hoboken. NJ: Wiley.

Pervin, L.A., Cervone, D., Jhon, O.P. (2012). Psikologi Kepribadian. Edisi Kesembilan.Jakarta: Kencana Pranada Media Group.

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B. and Bachrach, D.G. (2000)

Organizational citizenship behaviors: acritical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of

Management, Vol.26 No.3, pp. 513-563.

Podsakoff, M. Philip., Michael Ahearne, and Scott B. Mackenzie. (1997).

“Citizenship behavior and the quantity and quality of work group

performance”. Journal of Applied Psychology. 82 (2).

Purba, D. E. & Seniati, A. N. L. (2004) Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).

Makara, Sosial Humaniora, 8 (3), hlm. 105-111.

Pintresia, A., Tesavrita, C., Praktiko, F.R. (2011). Analisis pengaruh faktor

kepribadian dan motivasi terhadap performansi kerja sebagai dasar kriteria penempatan perawat. Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purnomo, M.E. (2006). Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan

Organizational Citizenship Behaviors (OCB) Pada Guru TK Kec. Kasihan Kab.Bantul Yogyakarta. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Rammstedt, Beatrice & John, Oliver P. (2007). Measuring Personality in One Minute or Less: A 10-item Short Version of the Big Five Inventory in English and German. Journal of Research in Personality, 41, 203-212. Reza, Alwin Muhammad. (2015). Pengaruh Tipe Kepribadian dan Harapan


(5)

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas IIA Tanggerang. Skripsi Departemen Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Robbins, S.P. (2003) Perilaku OrganisasiJilid 2. Jakarta: PT Indeks Kelompok

Gramedia.

Robbins dan Judge. (2007) Perilaku Organisasi. Buku 1 dan 2. Jakarta : Salemba Empat.

Robbins, S.P. dan Timothy, A.J. (2008). Perilaku Organisasi Jilid 1. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.

Santosa, T. E. C. (2009). Komitmen organisasi, kepuasan kerja, keterlibatan karyawan, keadilan manajerial dan dampaknya terhadap Organizational Citizenship Behavior. Proposal penelitian individu yang tidak

dipublikasikan, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Sugiyono, (2011) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Surodilogo. L. Bintoro. (2010). Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan motivasi kerja terhadap kepuasan Kerja Karyawan PT. Sumber Sehat Semarang. Suwatno & Priansa, Donni J. (2011). Manajemen SDM dalam organisasi public

dan bisnis. Bandung: Alfabeta.

Swagler, M, A., & Jome, L. M, (2005) The effects of personality and

Acculturation on the adjustment of North American sojourners in Taiwan.

Journal o Counseling Psychology, 52 (4), 527 – 536.

Thoha, M. (2009). Perilaku organisasi: konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


(6)

Usman, Husaini. (2008). Manajemen : teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Utami, Shadry Nur A.,(2013) Hubungan antara Resiliensi Dengan Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Outsourcing PT. Telekomunikasi Indonesia.Tbk. Skripsi Departemen Psikologi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Van Dyne., Cummings, L. L., & Parks, J.M. (1955). “Extra role behaviours : In

pursuit of construct and definitional clarity a bridge over muddied waters”.

Research in organizational behaviour. 17,215-285.

Walandouw, C.H. dkk. (1988). Materi pokok psikologi industri. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

William, L.J., & Anderson, S.E. (1991). “Job Satisfaction and organizational

commitment as predictors of organizational citizenship and in-role

behaviours”. Journal of Management. 170, 601-617.

Wijayanti, V. & Budiharto, S. (2008) Hubungan Antara Motif Berprestasi dengan

Organizational Citizenship Behaviors (OCB) pada Karyawan PT.Ge Lighting Indonesia. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Yuwono, Ino & friends. 2005. Psikologi industri dan organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Yuwono, S., Susanto, K.P., Ferdiana, V. (2014). Hubungan antara Motivasi Kerja dan Kepuasaan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).

Prosiding Seminar Nasional Research Methods and Organizational Studie Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta, hlm. 444-451