Studi deskriptif problem-problem yang dihadapi para tuna wisma di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) dalam proses resosialisasi - USD Repository

  

STUDI DESKRIPTIF PROBLEM-PROBLEM YANG DIHADAPI PARA

TUNA WISMA DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT

YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) DALAM PROSES

RESOSIALISASI

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Emilius Kristiadi Cahyana

  NIM : 019114025

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

HALAMAN MOTTO

  

biasanya harus bersusah payah melaluinya, dengan tubuh yang penuh luka

goresan duri semak belukar

(Kamijyo akimine)

  walaupun begitu

  

akan kucintai dan kuhadapi apa yang sudah kupilih

  karena semua itu

  

Ad Maiorem Dei Gloriam

(Demi kemulian Allah yang lebih besar)

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi dengan Judul STUDI DESKRIPTIF PROBLEM-PROBLEM YANG DIHADAPI PARA

  TUNA WISMA DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) DALAM PROSES

  RESOSIALISASI Saya  persembahkan kepada  

  :

 

YESUS  KRISTUS DAN BUNDAKU MARIA 

BAPAK  V. WARTADI 

  

IBU  MG. SITI SUWARINI 

 PAULA KRISTIANI RAHAYU  ADIKKU

dan  

   KRISTINA WARTADI  CLARA

 

 

  

Serta  semua TEMAN dan SAHABAT yang terlibat di 

Perkampungan  Sosial Pingit Yayasan Sosial 

 

Soegiyapranata

  

 

 

 

 

  ABSTRAK

  Emilius Kristiadi Cahyana (2009), STUDY DESKRIPTIF PROBLEM-

  

PROBLEM YANG DIHADAPI PARA TUNA WISMA YANG TINGGAL

DI PERKAMPUNGAN SOCIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL

SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) DALAM PROSES RESOSIALISASI.

  Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Penelitain kualitatif ini bertujuan mengetahui konflik warga tuna wisma di PSP YSS yang merupakan problem di dalam menjalani proses resosialisasi. Penelitian ini juga akan memuat sikap-sikap keluarga jalanan dalam menghadapi problem terberatnya. Latar belakang permasalahan yang terjadi adalah banyaknya warga Pingit yang keluar dari PSP YSS dengan tidak menyelesaikan proses resosialisasi dengan baik.

  Responden penelitian ini adalah warga PSP YSS yang sedang menjalani proses resosialisasi. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah tiga keluarga yang merupakan pasangan suami-istri. Metode yang digunakan adalah mengunakan study deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumen hasil evaluasi para relawan PSP YSS divisi orang tua.

  Hasil penelitan memperlihatkan bahwa problem-problem yang dialami keluarga tuna wisma cukup beragam. Problem yang mereka alami mencakup konflik interpersonal, konflik intrapersonal dan konflik organisasi. Problem terberat yang dialami keluarga tunawisma di PSP YSS memiliki 2 ciri, yaitu keluarga-keluarga tuna wima memiliki kecenderungan munculnya konflik lanjutan dari konflik utama dan cenderung berlangsung lama atau tidak sebentar. Sikap keluarga-keluarga tuna wisma dalam menghadapi problem mengalami perubahan dari sikap negatif menuju sikap positif yang merupakan hasil dari proses belajar.

  Kata kunci : tuna wisma, resosialisasi, problem, konflik,

  ABSTRACT

  Emilius Kristiadi Cahyana (2009), A DESCRIPTION STUDY:

  

PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL

SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) HOMELESS COMMUNITY’S

PROBLEMS IN THEIR PROCESS OF RESOCIALITATION. Yogyakarta:

  Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma This qualitative research is aimed to know the conflict life of homeless people as the member of PSP Pingit community in their process of resocialization seen from the way they resolve their daily problems. This research also describes homeless people attitude when facing their difficult problem. The background of the problem is the increasing number of Pingit’s homeless community who are moving out from the community because they are not able to finish their process of resocialization.

  The respondent of the research is the member of Pingit’s community who still involves in the process of resocialization. The writer uses three couples in the community as the respondent. The method that is used in the research is the descriptive study. The writer takes interview as the technique of this research added by the data from the volunteer’s evaluation from adult division in the community.

  The result of this research shows that many problems are faced by the homeless family in PSP Pingit. The problems are interpersonal conflict, intrapersonal conflict, and organizational conflict. There are two characteristics that can be found in the most complicated organizational conflict. The conflict that arise from the main conflict and the conflict is happened in a sequenced of time, not in a short time. The homeless family has the change in their behavior towards the problems that they had, from being negative to be positive behavior due to the result from their learning process.

  Key words: homeless family, resocialization, problem, conflict.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Allah Yang Baik dan Bunda Suci Maria karena berkat kasih-Nya yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa bimbingan-Nya, tentulah skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

  Skripsi ini disusun selama lebih dari tiga setengah tahun. Sebuah proses yang panjang untuk sebuah penulisan skripsi. Selama itu pula penulis mengalami berbagai dinamika yang tentunya sangat berharga. Dinamika untuk mengalahkan diri sendiri, melatih fokus terhadap sebuah tujuan dan menghargai pentingnya arti sebuah kesetian akan pilihan. Semua tantangan dan hambatan itu sudah dilalui dan kini tiba saatnya bagi peneliti untuk mempertanggungjawabkannya. Meskipun demikian, peneliti menyadari berbagai kekurangan yang masih ada dalam skripsi ini, oleh karenanya berbagai masukan sangat diharapkan untuk menjadikannya semakin baik dan sempurna.

  Atas semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dalam penyusunan skripsi ini

  2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku pembimbing skripsi, yang dengan teliti memeriksa dan senantiasa memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

  3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si dan Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku dosen penguji. Terimakasih atas masukannya

  4. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik 5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Ibu MB.

  Rohaniwati, Mas Gandung Widiyantoro, Mas P. Mujiono, Mas Doni, dan Bpk Giyono yang dengan setia senantiasa melayani kami para mahasiswa.

  6. Fr. Vincent SJ sebagai koordinator PSP YSS yang selalu memberikan masukan dan menyediakan waktunya untuk kita berdiskusi sehingga tersusunlah skripsinya. Trimakasih atas sumbang sarannya dan kritiknya.

  7. Keluarga-keluarga di Pingit yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terimakasih, saya banyak belajar tentang hidup dari mereka semua. Mereka merupakan sahabat yang tak terlupakan bagi saya.

  8. Teman-teman frater Jesuit yang berada di Kolese Santo Ignatius di Kotabaru, terimakasih atas kesempatan bersama yang dapat kita jalani di kemping bersama dan obrolan-obrolan yang terjadi di refter. Ternyata itu semua berguna untuk meningkatkan asa saya lho.

  9. Buat teman-teman Volunteer PSP YSS: Gembong, Leo, Bu Sum, Lisa, Dina, Eko Sulistyo, Riri, Kreteng, Eko kodok dan teman-teman dari PBM

  10. Buat keluarga V. Wartadi yang setia selalu memberikan dukungan melalui senyuman dan sapaan-sapaan yang hangat dan mententramkan hati.

  11. Buat teman-teman yang ada di sering main ke rumahku: Eko, Baba, Kreteng, Oho, Leo, Gembong, Devi, Seno terimakasih atas kehadirannya datang di rumahku yang tidak hanya sekedar bermain tetapi juga mengerjakan tugas. Itu semua membantu mengingatkan bahwa masih ada tanggungjawab yang belum ku selesaikan.

  12. Theresia Dwi Susanti terimkasih atas cinta, dukungan, kesetiaan dan kesabarannya yang kamu limpahkan pada saya. Kamu salah satu motivatorku bahwa ini harus terselesaikan.

  13. Buat Silvanus Sri Bahagya, terimaksih atas waktunya yang telah kita lalui.

  Segala pengalaman bersama yang pernah kita lalui ternyata menyenangkan. Semoga persahabatan kita tetap terjalin.

  14. Buat Benedikta Dina Fibirani, terimakasih waktu dan ceritanya dan pengalaman memasak yang kamu ajarkan kepadaku. Itu sangat berguna.

  Terimaksih juga buat kedekatan sebagai sahabat yang pernah kita lalui bersama.

  15. Buat teman-teman SWB: Tomce, Firlan, Jempol, Acoy, Muber, Hosea, Ito, Lisong, Retta, Male, Wacu, Eko homo, dan semuanya, saya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan semangatnya walaupun kita berjauhan satu sama lain tetapi kedekatan tetap terjalin. Memang pengalaman muda hidup

  16. Terimakasih buat Adi Gendut dan Pati Bangsat yang selalu setia dengan SMS dan pesan-pesannya via Facebooknya yang intinya memberikan semangat dan celaan. Ha..ha..ha saya perlu itu juga.

  17. Buat teman-teman klub bakmi godog dan kopi tubruk, yang selalu menjadi teman dikala malam minggu. Terimakasih atas traktirannya yang membuatku tetap kenyang.

  18. Tidak terlupakan juga kepada semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD dan juga teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang senantiasa selalu menyemangati saya dengan cara mereka masing-masing yang unik.

  Akhirnya, saya sampaikan salam bangga kepada semua yang pernah memperkaya hidup saya. Karena merekalah, saya dapat menjadi pribadi yang semakin bertumbuh dari hari ke hari. Tuhan, mohon berkat bagi mereka semua.

  Yogyakarta,

  15 Mei 2009 Hormat saya, Emilius Kristiadi Cahyana

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL………………………...….......……………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii MOTTO............................................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN DATA............................................................. vi ABSTRAK........................................................................................................ vii ABSTRACT...................................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..................... ix KATA PENGANTAR...................................................................................... xii DAFTAR ISI..................................................................................................... xv DAFTAR TABEL............................................................................................. xviii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xix

  BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1 A. Latar Belakang....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.................................................................................. 8 C. Tujuan Penelitian....................................................................................8 D. Manfaat Penelitian................................................................................. 8 BAB II LANDASAN TEORI......................................................................... 10

  2. Nilai..................................................................................................12

  E. Resosialisasi Keluarga Jalanan............................................................... 26

  1. Wawancara....................................................................................... 41

  D. Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 41

  2. Subyek Penelitian..............................................................................40

  1. Lokasi Penelitian............................................................................... 38

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 35 A. Jenis Penelitian...................................................................................... 35 B. Fokus Penelitian..................................................................................... 36 C. Lokasi dan Subyek Penelitian................................................................ 38

  F. Problem-Problem Proses Resosialisasi Keluarga Jalanan di PSP YSS 29

  D. Keluarga-keluarga Jalanan di PSP YSS................................................. 24

  3. Kebiasaan......................................................................................... 13 B. Problem.................................................................................................. 13.

  2. Keluarga Jalanan.............................................................................. 21

  1. Keluarga........................................................................................... 21

  C. Keluarga Jalanan.................................................................................... 21

  3. Jenis-jenis Konflik........................................................................... 18

  2. Komponen-komponen konflik......................................................... 15

  1. Konflik............................................................................................. 14

  2. Dokumen......................................................................................... 42

  1. Organisasi data................................................................................. 45

  2. Pemilihan Teori................................................................................ 46

  3. Koding dan Kategorisasi.................................................................. 46

  4. Interpretasi....................................................................................... 48

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 51 A. Identitas dan Deskripsi Informan.......................................................... 51

  1. Identitas Informan............................................................................ 51

  2. Deskripsi Informan.......................................................................... 52

  B. Tahap Pengumpulan Data..................................................................... 61

  C. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan......................................... 63

  1. Keluarga pertama............................................................................. 63

  2. Keluarga kedua................................................................................ 68

  3. Keluarga ketiga................................................................................ 74

  D. Pembahasan...........................................................................................82

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 100 A. Kesimpulan........................................................................................... 100 B. Saran..................................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 104 LAMPIRAN ..................................................................................................... 107

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Identitas informan .............................................................................. 47 Tabel 2. Tahap pengumpulan data.................................................................... 62 Tabel 3. Konflik-konflik keluarga-keluarga jalanan yang mengalami proses resosialisasi....................................................................................................... 82 Tabel 4. Sikap-sikap keluarga jalanan dalam menghadapi konflik.................. 92

DAFTAR LAMPIRAN

  Tabel Ringkasan Verbatim Subyek…………………………………………. 107 Evaluasi Divisi Orang Tua Perkampungan Sosial Pingit……………………. 144 Denah Perkampungan Sosial Pingit…………………………………………. 147 Surat Keterangan Penelitian…………………………………………………. 148

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan orang jalanan dalam satu sisi terdapat kebebasan. Bersamamaan

  dengan itu juga terdapat suatu ketidakamanan. Kehidupan tanpa tuntutan dan tanpa batasan norma masyarakat yang mengatur merupakan salah satu kebebasan yang diterima dalam kehidupan jalanan. Kehidupan tanpa naungan atap, garukan dari pemerintah kota, keadaan tanpa identitas diri, kekerasan dan kejahatan hidup di jalanan merupakan sebagaian dari ancaman dari kehidupan di jalanan. Kehidupan jalanan tidak memberikan rasa nyaman kepada orang yang tinggal di dalamnya. Mereka yang tinggal di jalan tidak memiliki alamat yang jelas, tidak memiliki KTP. Ini membuat mereka tidak dapat mengakses berbagai fasilitas sosial. Sebuah peristiwa gelandangan sakit di Jakarta Timur, Jatinegara memberikan gambaran bagaimana tidak nyamannya kehidupan jalanan. Saat itu ada seorang tunawisma yg sedang sakit/sekarat terkapar di trotoar dekat rel tembok rel kereta. Dari kondisi memang mengenaskan, dikerubuti lalat karena BAB/BAK di celananya. diduga korban sudah tewas. Keadaannya memang sudah parah. Orang tersebut. tidak bisa makan lagi. Tak jauh ada seorang polantas yang sedang sibuk bekerja. Ada seseorang berinisiatif melaporkan kepada polantas dan minta pertolongan agar bisa dibawa ke panti jompo. Ternyata, sampai dengan keesokan harinya tunawisma tsersebut masih teronggok di tempat semula. Belum tampak dilakukan evakuasi terhadap korban (http://www.jakarta.go.id/forum/display_topic_threads). Peristiwa yang terjadi di atas menggambarkan betapa tidak ramahnya kehidupan jalanan, terlebih bagi mereka yang terpinggirkan dan hidup di jalan. Tidak ramahnya kehidupan jalanan menunjukkan bahwa tidak adanya perlakuan yang manusiawi terhadap korban. Peristiwa diatas menggambarkan segelintir dari pahitnya kehidupan jalanan. Kisah diatas dapat menggambarkan bahwa orang-orang yang menjalani kehidupan jalanan adalah orang yang tersingkir dari sesamanya. Orang-orang yang hidup menjalani kehidupan jalanan bukan merupakan bagian dari suatu masyarakat. Realitas diatas tampak jelas terdapat diskriminasi dalam kehidupan sesama manusia antara mereka yang hidup di masyarakat dan di luar masyarakat.

  Setiap orang berhak untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik orang perlu diakui sebagai bagian dari masyarakat. Oleh sebab itu kehidupan jalanan perlu diubah keadalam kehidupan yang merupakan bagian dari suatu masyarakat. Hidup di dalam suatu bagian masyarakat memberikan rasa aman karena dilindungi oleh masyarakat tersebut. Masyarakat tersebut mau melindungi karena diakui sebagai bagian dari masyarakat tersebut.

  Kehidupan jalanan tidak dapat memberikan jaminan orang dapat hidup secara manusiawi bagi mereka yang tinggal di dalamnya. Salah satu cara hidup yang manusiawi bisa didapat dengan adanya rasa aman dan diakui dalam bagian suatu masyarakat. Rasa aman dan rasa diakui bisa dicapai. Orang-orang yang hidup di jalanan bergabung kembali di dalam masyarakat agar mendapatkan rasa aman dan rasa diakui. Resosialisasi adalah salah satu cara untuk membuat bagaimana orang- orang yang hidup di jalanan dapat kembali ke masyarakat.

  Proses resosialisasi adalah proses yang memberikan suatu pemahaman baru. Resosialisasi adalah pembelajaran tentang sikap, nilai, dan kebiasaan yang baru yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang (Abarca, 2005; Lonsdale, 2005; Schaefer, 2001). Proses ini membutuhkan pengalaman langsung yang perlu dijalani oleh mereka yang menjalani proses resosialisasi untuk merasakan manfaatnya. Oleh sebab itu proses ini bukanlah proses yang mudah dan cepat, karena proses ini lebih menekankan bagaimana mengubah kebiasaan lama.

  Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Sogiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta adalah suatu gerakan sosial yang membantu kehidupan keluarga jalanan.

  YSS berdiri pada tahun 1967, yang didirikan oleh seorang frater Jesuit, sekarang ini telah menjadi Romo. PSP YSS adalah suatu lembaga di bawah SPM (Seksi Pengabdian Masyarakat) Realino. YSS memiliki lahan sebagai tempat relokasi para keluarga jalanan, yaitu PSP YSS di bantaran Kali Winongo, Kampung Pingit, Yogyakarta. Proses resosialisasi adalah salah satu cara yang digunakan PSP YSS untuk memperbaiki kehidupan keluarga-keluarga yang hidup di jalanan.

  Keluarga-keluarga yang hidup dijalan tinggal di PSP YSS selama kurang lebih 2 tahun. Mereka akan mengalami proses resosialisasi sebagai salah satu program di PSP YSS. Mereka adalah keluarga-keluarga yang tidak memiliki rumah dan hanya tinggal di emperan toko dan selalu berpindah tempat. Selama program proses resosialisasi mereka akan mengalami proses bersama dengan masyarakat sekitar atau beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam kegiatan bersama masyarakat seperti kliwonan, kerja bakti. Selain itu terdapat proses resosialisasi yang sifatnya lebih di dalam keluarga yang bertujuan menciptakan suatu kebiasaan dan pemahaman bahwa mereka yang berproses dalam program resosialisasi adalah bagian dari masyarakat. Proses yang sifatnya lebih di dalam keluarga diterapkan dalam bentuk bagaimana menciptakan kebiasaan hidup sehat, kebiasaan menabung dan memberikan pemahaman pentingnya tabungan, pentingnya pendidikan anak, dan pemahaman perlunya sebuah piranti identitas yang legal seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Nikah, Kartu Kelahiran, Akte Kelahiran Anak. Tujuan program proses resosialisasi yang dibuat PSP YSS agar para keluarga-keluarga jalanan dapat mengalami kehidupan yang lebih baik, aman, dan merasa sebagai bagian dari anggota masyarakat. Adanya pencapaian ini semua keluarga-keluarga jalanan nantinya akan dapat menggunakan fasilitas sosial yang ada di masyarakat.

  Keluarga yang dimaksud adalah pasangan yang memiliki sejarah anak secara biologis atau dua generasi yang memiliki garis keturunan secara langsung (Earl W.

  Morris Winker 1978:46). Keluarga-keluarga yang tinggal di PSP YSS merupakan pasangan sudah menikah ataupun pasangan hanya hidup bersama dan memiliki anak dari hubungan mereka. . Keluarga jalanan yang tinggal di PSP YSS terdiri dari ayah, ibu dan anak yang tinggal di jalanan. Keluarga jalanan yang tinggal di PSP YSS karena mereka merupakan pasangan yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka tidur di jalanan dan selalu berpindah-pindah tempat agar mendapatkan penghasilan.

  Di PSP YSS saat ini terdapat 6 keluarga yang sedang menjalani program proses resosialisasi. Kehidupan 6 keluarga jalanan sebelum mengalami proses resosialisasi adalah kehidupan yang jauh dari kehidupan masyarakat dan kehidupan yang sangat minim dalam pemenuhan kebutuhan sandang, papan, dan pangan.

  Tuntutan untuk belajar kembali dalam proses resosialisasi keluarga jalanan tidaklah sedikit. Realitas-realitas keluarga jalanan di dalam program resosialisasi tidak sedikit.

  Banyaknya realitas yang harus mereka jalani dalam program resosialisasi berarti besar tantangan yang harus mereka hadapi. Realitas-realitas ini adalah interaksi keluarga jalanan dengan dunia yang baru di PSP YSS. Interaksi dengan lingkungan terjadi antara keluarga jalanan dengan sesama keluarga jalanan yang juga menjalani proses resosialisasi, penduduk sekitar PSP YSS, pihak administratif pemerintahan paling terkecil (RT/RW), otoritas PSP YSS. Interaksi juga dapat terjadi di dalam keluarga jalanan sendiri. Interaksi keluarga jalanan dengan lingkungan baru di dalam proses resosialisasi memunculkan problem-problem. Problem-problem dan hambatan-hambatan harus dihadapi oleh para keluarga jalanan selama di dalam proses resosialisasi.

  Problem adalah segala sesuatu permasalahan yang membutuhkan suatu jawaban dan keputusan (Neumeyer 1953:20). Dalam konteks PSP YSS, problem- problem dilihat sebagai segala masalah-masalah yang sifatnya menghambat dalam bentuk konflik-konflik, yang dihadapi oleh keluarga jalanan dalam menjalani proses resosialisasi. Konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (Pruitt 1986:21). Konflik-konflik yang dihadapi dan diselesaikan para keluarga jalanan yang menjalani proses resosialisasi di PSP YSS merupakan bagian dari proses belajar untuk merubah dari kehidupan kehidupan jalanan menjadi bermasyarakat.

  Dalam tulisannya Sowondo dalam Studi Kancah YSS dan Gelandangan:

  

Sebuah kerja Pemanusian (Widiastyo 1985:71) mengatakan bahwa keluarga jalanan

  setelah dimukimkan, diharapkan mereka dapat membantu kampungnya yang baru dan belajar bersama masyarakat dan menjadi bagian masyarakat. Selain itu juga Suwondo mengatakan lagi bahwa satu tahun seseorang menjadi keluarga jalanan, mungkin 10 tahun baru bisa diharapkan perubahan yang nyata kalau pendekatan dan penyuluhan dilakukan secara terus-menerus. Merubah kehidupan keluarga jalanan yang bebas tanpa harus bepikir pajak, bisa tidur di mana saja, kerja mencari uang hanya pada saat lapar tidaklah mudah. Problem-problem muncul pada saat keluarga jalanan memulai belajar kembali kehidupan yang baru di masyarakat. Problem ini muncul akibat interaksi para keluarga jalanan dengan lingkungan sekitarnya di dalam proses resosialisasi. Problem selama proses program resosialisasi dapat saja terjadi di dalam keluarga sampai, problem yang berbenturan dengan kehidupan bertetangga, problem yang terjadi dengan antara pihak PSP YSS ataupun pihak administratif suatu wilayah ataupun dengan lingkungan di luar PSP YSS ataupun pihak administratif suatu wilayah.

  Keluarga-keluarga jalanan yang pernah menjalani proses resosialisasi di PSP YSS tidaklah semuanya akan menjadi keluarga yang berhasil. Berhasil yang dimaksud di sini adalah dapat meninggalkan kehidupan jalanan dan kembali hidup bermasyarakat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses mereka dalam proses resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS. Pada saat keluarga-keluarga jalanan dalam proses belajarnya menciptakan keberhasilan kembali kepada kehidupan yang merupakan bagian dari masyarakat, maka seiring dengan itu berbagai problem muncul. Problem-problem muncul dapat terjadi dalam bentuk konflik. Hasil penelitian A. Eko Widyantyo (2007:67)menyatakan bahwa mampu mengatasi tiap konflik dalam proses resosialisasi merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan proses resosialisasi di PSP YSS. Keberhasilan menyelesaikan konflik merupakan salah satu tahapan yang harus dipenuhi untuk berhasil dalam proses resosialisasi PSP YSS. Dalam penelitian Eko Widyantyo tidak menjelaskan secara detil konflik apa sajakah yang dialami keluarga jalanan dalam proses resosialisasi. Salah satu dari hasil penelitiannya lebih menceritakan bagaimana keluarga jalanan bersikap dalam menghadapi konflik sebagai suatu akibat dalam membaur dengan masyarakat dan persinggungan budaya yang berbeda. Oleh sebab itu penelitian ini berusaha mendeskripsikan problem di dalam proses resosialisasi yang belum terungkap dalam penelitian Eko Widyantyo. Problem dalam proses resosialisasi yang dimaksud adalah konflik apa sajakah yang dialami keluarga jalanan, konflik yang manakah yang merupakan problem terberat yang dialami keluarga jalanan, bagaimana sikap keluarga jalanan dalam menghadapi problem terberat di dalam proses resosialisasi di PSP YSS.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut :

  1. Problem-problem apa sajakah yang dialami keluarga-keluarga jalanan yang mengalami proses resosialisasi PSP YSS?

  2. Konflik-konflik apa yang menjadi problem terberat yang dialami keluarga- keluarga jalanan yang mengalami proses resosialisasi di PSP YSS?

  3. Bagaimana para keluarga jalanan yang mengalami proses resosialisasi menyikapi problem-problem terberat yang mereka alami dalam proses resosialisasi di PSP YSS?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang problem-problem dalam bentuk konflik-konflik yang terjadi pada keluarga jalanan di dalam proses resosialisasi di PSP YSS dan dinamika sikap-sikap dalam menghadapi konflik terberatnya.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan sumbangan manfaat dalam dua bentuk manfaat.

  Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

  Penelitian ini memberikan sumbangan kepada perkembangan Psikologi Sosial, lebih spesifik lagi mengenai problem-problem yang terjadi di keluarga jalanan.

2. Manfaat Praktis

  a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan langsung kepada YSS mengenai problem-problem keluarga jalanan yang terjadi, sehingga dapat menganalisa kebutuhan-kebutuhan pendampingan keluarga- keluarga jalanan dalam proses resosialisasi..

  b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada para relawan YSS, agar dapat menentukan langkah-langkah pendampingan kepada keluarga-keluarga jalanan yang disesuaikan dengan latar belakang dan problem-problem yang dihadapi dari tiap keluarga jalanan dalam proses resosialisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Resosialisasi Sosialisasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1991) adalah proses belajar

  seseorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat lingkungannya. Resosialisaasi merupakan salah satu bentuk dari sosialisasi sekunder. Sosialisasi sekunder merupakan proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor baru dari dunia obyektif masyarakat (Berger dan Luckman, 1967:130).

  Resosialisasi adalah pembelajaran tentang sikap, nilai, dan kebiasaan yang baru yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang (Abarca, 2005; Lonsdale, 2005; Schaefer, 2001). Lonsdale (2005) mengkategorisasikan resosialisasi menjadi dua: (1) resosialisasi sukarela yang terjadi dimana seorang individu dengan sukarela memilih untuk mengubah sikap dan kebiasaannya, (2) resosialisasi paksaan yaitu resosialisasi yang terjadi melawan sikap bebas seseorang dan pada umumnya berlangsung pada suatu institusi. Berdasarkan definisi di atas, resosialisasi sukarela lebih didasarkan kepada pilihan dan kesadaran dari individu untuk melakukan perubahan atas dirinya. Resosialisasi paksaan lebih didasarkan pada pemaksaan terhadap individu. Resosialisasi ini lebih dikenal di dalam kalangan ilmuwan sosial sebagai praktek cuci otak

  Proses belajar adalah proses perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, sebagai hasil dari praktek atau hasil pengalaman (Chaplin 1981:272). Tidak jauh berbeda dengan Winkel (1987: 59) yang merumuskan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan dalam belajar yang dirumuskan oleh Winkel bersifat relatif konstan dan berbekas. Resosialisasi menuntut adanya suatu proses belajar dalam belajar bermasyarakat. Belajar bermasyarakat adalah bentuk belajar yang bertujuan mengekang dorongan spontan, demi kehidupan bersama dan memberikan kelonggaran kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini mencakup cara-cara kehidupan bersama untuk saling menjaga sopan-santun, penghargaan dan kerukunan terhadap yang lain. Jadi problem proses belajar dapat diartikan sebagai suatu masalah-masalah yang menghambat dalam proses perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai- sikap di dalam interaksi dengan lingkungan atau pengalaman dengan lingkungan.

  Jadi proses resosialisasi adalah proses-proses belajar untuk menanamkan sikap, nilai, dan kebiasaan baru yang digunakan untuk menginterpretasikan dan menghadapi dunia di sekeliling mereka yang baru.

  1. Sikap bertingkah-laku atau untuk mereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu (J.P Chaplin, 2002:43). Sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familial, dan personal. Yaitu, cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam kebudayaan selaku tempat kita dibesarkan akan tetapi beberapa dari tingkah laku juga dikembangkan selaku orang dewasa, berdasarkan pengalaman kita sendiri. Sumber-sumber penting dari sikap-sikap orang dewasa adalah propaganda dan sugesti dari penguasa, kaum usahawan, lembaga pendidikan dan agensi lainnya, yang berusaha mempengaruhi tingkah laku orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak berkenaan dengan objek tertentu. Sikap bukanlah tindakan nyata (overt) melainkan masih bersifat tertutup (covert behavior). Sikap dapat dikatakan sebagai arah tindakan seseorang yang berkenaan dengan suatu objek. Arah tersebut dapat mendekati atau menjauhi. Tindakan mendekati atau menjauhi suatu objek (orang, benda, ide, lingkungan, dan lain-lain), dilandasi oleh rasa penilaian individu yang bersangkutan terhadap objek tersebut (Djaali 2007:115).

  2. Nilai Nilai adalah suatu sasaran sosial atau tujuan sosial atau insentif sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (J.P Chaplin, 2002:527). Klinger (1977) mengatakan bahwa insentif adalah objek atau kejadian yang memiliki nilai dalam individu. Sedangkan tujuan adalah objek, kejadian atau pengalaman yang organisme yang hidup dan terpisah dari tujuan-tujuannya, sebab dalam kehidupan organisme, tujuan-tujaun itu memiliki nilai (Koeswara 1989:97).

  3. Kebiasaan Menurut J.P Chaplin (1981:219) kebiasaan adalah suatu kegiatan atau prilaku yang relatif otomatis setelah melewati praktek yang panjang (J.P Chaplin,

  1981:219). Andi Mappiare (1983:34) mengartikan tidak jauh berbeda dengan Chaplin, yaitu sebagai cara bertindak yang diperoleh melalui belajar berulang- ulang, yang akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Kebiasaan sebagai perilaku yang relatif otomatis akibat proses belajar berulang-ulang dapat berjalan terus tanpa konsentrasi perhatian dan pikiran yang intensif dalam melakukannya.

  Kebiasaan dapat berjalan terus sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain

B. Problem

  Problem-problem dalam proses resosialisasi menuntut adanya proses pembelajaran dari nilai, kebiasaan, dan sikap yang lama menjadi yang baru.

  Menurut J.P. Chaplin (2002: 387) dalam Kamus lengkap Psikologi, problem didefinisikan sebagai sebarang situasi yang mengandung sifat khusus yang tidak diketahui atau yang baru untuk diketahui secara pasti. Sifat khusus yang tidak diketahui dapat dikatakan sebagai suatu permasalahan. Ini semua terlihat dalam definisi bahwa problem adalah segala sesuatu permasalahan yang membutuhkan

  Konflik melibatkan adanya tindakan atau cara tertentu untuk mengatasinya (Pruitt dan Rubin 1986:4). Konflik dan problem memiliki sifat yang sama yaitu membutuhkan adanya suatu penyelesaian. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik merupakan bagian dari problem.

  1. Konflik Pruitt dan Rubin (1986:28-39) menjelaskan konflik sebagai perbedaan persepsi kepentingan. Pruit dan Rubin menambahkan pula bahwa kepentingan dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau kebutuhan-kebutuhan.

  Pruitt dan Rubin (1984:148) menambahkan bahwa konflik merupakan suatu yang bersifat abnormal karena yang normal berupa keselarasan. Konflik dianggap sebagai gangguan akan kestabilitasan sehingga perlu dilakukan penanganan sesegera mungkin apapun penyebabnya.

  Budiharjo (1992:65) mengemukakan pendapat bahwa konflik merupakan keadaan yang terjadi karena dua bentuk keinginan atau lebih secara acak memiliki kekuatan yang sama dan saling berlawanan. Konflik yang terjadi dapat bersumber dari tuntutan yang terjadi dalam diri sendiri dan juga berasal dari norma-norma yang terjadi di masyarakat. Kedua hal ini dapat muncul bersamaan. Hal ini membuat seseorang di dalam konflik harus memilih salah satu dari yang muncul bersamaan.

  Pruitt dan Rubin (1986:28-39) mendefinisikan konflik dalam dua hal. Kedua hal itu adalah: akan kestabilitasan sehingga perlu dilakukan penanganan sesegera mungkin apapun penyebabnya.

  Konflik sebagai suatu perbedaan atau kesalahpahaman. Terjadinya b. sebuah konflik dikarenakan kegagalan dalam berkomunikasi. Adanya konflik hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh orang yang bersangkutan. Konflik dalam artian ini tidak dapat dipahami maksud dan keinginan dari orang yang mengajak berkomunikasi (orang yang mengalami konflik).

  Pada dasarnya konflik terjadi karena perbedaan pandangan terhadap suatu hal mengenai suatu kepentingan, kebutuhan dan tuntutan, saat masing-masing tuntutan memiliki kekuatan yang sama untuk mencapai sebuah pemenuhan dari tuntutan-tuntutan yang berbeda tersebut.

  2. Komponen-Komponen Konflik Reaksi dalam menanggapi konflik memunculkan berbagai bentuk respon.

  Bentuk-bentuk respon dapat berbentuk emosi-emosi yang tinggi yang dapat menimbulkan perilaku tidak beralasan dan terkadang pemikiran-pemikiran yang tidak logis. Ungkapan perasaan pun muncul sebagai sentimen-sentimen terhadap lawan konfliknya (Winardi 1994:25). Inilah yang dimaksud sebagai komponen- komponen konflik. Komponen-komponen yang dimaksud dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu: komponen kognitif, komponen emosional, komponen perilaku.

  Definisi dari setiap komponen yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  Komponen kognitif berupa pemikiran-pemikiran bersifat positif maupun negatif, keyakinan, harapan-harapan yang bisa merubah. (Huffman 1997:386), persepsi-persepsi, nilai-nilai. Ada yang secara lebih matang mengolah konflik dengan pemikiran-pemikiran jernih. Orang yang mengolah dengan pemikiran jernih berusaha menempatkan diri ke dalam perspektif yang tepat dengan masalahnya (Winardi 1994:26). Sebagian orang lainnya yang tidak mampu mengolahnya secara baik menjadikan frustrasi dan strees

b. Komponen emosional

  Komponen emosional yang dimaksud adalah berbagai perasaan-perasaan yang muncul dalam menghadapi konflik. Perasaan tersebut dapat berbentuk ungkapan kemarahan, ketakutan, sedang merasa cemas, kebingungan, bimbang atau bahkan menjadi sangat gembira (Winardi 1994:25). Keadaan emosional dapat terlihat melalui ungkapan yang muncul secara verbal maupun non verbal. Ungkapan verbal adalah keadaan perasaan tidak ditutupi dan disampaikan secara secara spontan. Keadaan emosi yang terungkap melalui perubahan fisik (fisiologis) adalah ungkapan emosi yang disampaikan secara non verbal. Misalnya kemarahan akan memunculkan perubahan fisik seperti warna mata menjadi merah serta keruh, wajah menjadi dingin, detak jatung meningkat, nafas menjadi cepat, dan suara menjadi berat (Huffman 1997:386) c. Komponen prilaku Bila seseorang mengalami konflik maka akan langsung terlihat dalam sikap dan perilakunya. Seseorang akan menjadi agresif atau cenderung berdiam diri. Reaksinya sikap bermusuhan, agresi dan penyerangan secara verbal atau fisikal; ataupun reaksinya beralih yang lain yang menarik diri, bungkam seribu bahasa. Reaksi-reaksi perilaku yang muncul dan timbul dalam menghadapi konflik dapat dipengaruhi perasaan saat berkonflik (Winardi 1994:25). Misalnya, orang yang cenderung berperilaku menarik diri dan bungkam atau cenderung pasif menghadapi konflik bisa saja perilaku tersebut karena dipengaruhi perasaan takut atau cemas. Semakin kompleks konfliknya, maka kecenderungan perilaku seseorang semakin dipengaruhi emosi semakin tampak dalam setiap tindakannya (Winardi 1994:24-25).

  Hardjana (1994:62) mengemukakan bahwa perlu adanya sikap-sikap yang positif dalam mengolah konflik. Sikap-sikap positif tersebut, seperti: pandangan yang sehat, perasaan positif, itikad yang baik untuk menyelesaikan konflik dan prilaku yang konstruktif.

  a. Pandangan yang sehat Dalam mengolah konflik orang atau pihak yang terlibat di dalam konflik harus memandang bahwa konflik yang terjadi bukan merupakan suatu malapetaka melainkan sebagai suatu tantangan.

  Konflik yang terjadi bukan sebagai suatu yang jahat dan merugikan tetapi memandang bahwa konflik sebagai sebuah pengalaman yang positif sehingga tidak takut untuk menghadapi konflik.

  c. Itikad yang baik Sikap yang cenderung tidak memiliki itikad baik dan berencana buruk seperti merusak, menghancurkan, menyingkirkan, memusnahkan dapat berubah menjadi kecenderungan yang positif dengan memiliki niat untuk meperbaiki dan menjaga kebaikan, tidak terprovokass, dan berencana menciptakan kebahagian dan kemajuan bersama.

  d. Perilaku konstruktif Orang yang terlibat konflik cenderung berusaha membangun, membentuk dan memelihara hubungan baik. Orang yang terlibat konflik cenderung tidak mengambil tindakan yang semakin merusak kepentingan dan mempertahankan hubungan baik yang telah terjalin.

  3. Jenis-Jenis Konflik Winardi (1994) mengungkapkan bahwa jenis konflik dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu konflik peran, konflik organisasi, dan konflik antar pribadi. Jenis-jenis konflik adalah sebagai berikut:

  a. Konflik Intrapersonal Konflik yang terjadi karena ketidakkonsistenan seseorang. Menurut Winardi (1994) bahwa keyakinan yang selalu berubah-ubah akan membuat mengambil peran tersebut akibat terlalu banyaknya tanggung jawab. Resksohardiprojo (2001:228-229) juga menyatakan konflik peran (personal konflik) terjadi karena diri seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan dirinya berkaitan status sosial. Konflik intrapersonal juga terjadi karena adanya konflik nilai (Hardjana, 1994:36), dimana seseorang memandang suatu nilai tertentu memiliki kapasitas yang tinggi dan di sisi lain pada saat yang bersamaan harus menangani sesuatu yang juga memiliki nilai tinggi juga. Hal ini menimbulkan bentrokan dua nilai yang tinggi dari bidang tertentu. Konflik peran dapat disimpulkan konflik peran, dimana terdapat ketidak konsistenan elemen-elemen kognitif, bentrokkan dua nilai yang memerlukan sebuah keputusan yang cepat dan tepat, dan juga konflik bagaimana dapat memenuhi peran dirinya di lingkungan sosial.

b. Konflik Organisasi

  Konflik prilaku antar kelompok-kelompok dalam organisasi. Kelompok yang satu menunjukkan ‘keakuan kelompok’ dan membandingkan kelompok lain yang dianggap sebagai pengganggu. Winardi (1994:4) mengungkapkan idenya bahwa konflik yang terjadi dalam organisasi terdiri dari dua hal, yaitu:

  Konflik Substantif. Konflik ini meliputi ketidaksesuaian atau 1. kesalahpahaman tentang hal-hal yang terkait dengan kegiatan seperti pengalokasian sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan serta prosedur.

  Konflik emosional. Konflik ini timbul karena adanya perasaan 2. marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut, sikap menentang.

c. Konflik Antar Pribadi (Interpersonal).

  Konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan yang lain. Konflik ini terjadi antara dua orang atau lebih yang memiliki kepentingan sama tetapi memiliki cara pandang yang berbeda untuk memenuhi keperntingan tersebut. Konflik ini dapat juga berarti terjadi karena kesalahpahaman antar individu dalam menanggapi sesuatu. Konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan yang lain. Konflik antar pribadi dapat terjadi antara individu dengan rekan-rekan bermain, bekerja atau seprofesi, bahkan anggota keluarga. (Reksohadiprojo, 2001:237).

  Konflik pribadi, konflik organisasi dan konflik antar pribadi merupakan jenis-jenis konflik yang dapat terjadi. Konflik pribadi merupakan konflik yang terjadi karena adanya dua atau tiga bahkan lebih keinginan yang muncul secara bersamaan dan harus menentukan dan memutuskan salah satu di antaranya.

  Konflik organisasi timbul karena adanya pertentangan yang melibatkan suatu pihak dengan kelompok lain, yang mengakibatkan ketidakcocokkan pada kedua kelompok tersebut. Konflik antara pribadi terjadi antara dua orang atau lebih yang

C. Keluarga Jalanan

  1. Keluarga Keluarga adalah pasangan yang memiliki sejarah untuk menghasilkan anak atau dua generasi yang memiliki garis keturunan secara langsung baik secara nyata maupun legal (Earl W Morris 1978:20). Keluarga dapat terdiri dari pasangan yang menikah, pasangan yang hidup bersama, keluarga dapat juga terdiri dari ibu dan anak, ayah dan anak, nenek dan cucu atau kakek dan cucunya. Keluarga didefinisikan sebagai institusi paling mendasar dalam semua kelompok masyarakat (Rodney Stark, 1988). Jadi dari definisi di atas keluarga dapat disimpulkan, terdiri dari pasangan pria (ayah) dan wanita (ibu) dan anak-anaknya. Menurut H. Heumeyer (1953:184) terdapat enam fungsi keluarga, yaitu: a. Fungsi biologis dari reproduksi dan memiliki anak.

  b. Fungsi pendidikan informal dan melatih anak-anak, termasuk transfer kebudayaan.

  c. Fungsi sosial kontrol dan perlindungan.

  d. Fungsi ekonomi di dalam keluarga.

  e. Fungsi Faktor psikologi sosial yang memberi peranan dalam mengembangkan pribadi yang bersosialisasi, seperti persahabatan, pertemanan, aktivitas rekreasi, dan beragam faktor sosial psikologis lainnya.