Kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif
KEBUTUHAN ANAK DAMPINGAN YAYASAN SOSIAL
SOEGIJAPRANATA (YSS) KAMPUNG PINGIT
YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN
BERPERILAKU AGRESIF
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Fransisca Indra Kristanti 089114139
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
(3)
(4)
iv
Hambatan dalam pengerjaan
skripsi bukan untuk ditakuti
(5)
v
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk:
Bapak terkasih, Alm. F.X Mulyadi. Pak, udah jadi skripsinya
Emak tersayang, Julitte Indarini
Keluarga dan sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku
juga
Komunitas Perkampungan Sosial Pingit, Anak-anak Pingit, dan Pingiters
(6)
(7)
vii
KEBUTUHAN ANAK DAMPINGAN YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) KAMPUNG PINGIT
YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF
Fransisca Indra Kristanti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 5 anak yang memiliki kecenderungan agresif. Subjek penelitian dipilih berdasarkan penilaian pendamping YSS menurut teori agresi. Subjek merupakan anak yang dinilai sering berperilaku agresif di area belajar YSS. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit adalah kebutuhan afiliasi dengan figur teman, orang tua, dan adik, serta kebutuhan untuk bermain. Kecenderungan anak melakukan agresi bertujuan untuk mengurangi reduksi tegangan yang timbul akibat adanya kebutuhan.
(8)
viii
THE NEEDS OF YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) CHILDREN AT PINGIT WHO HAVE A TENDENCY
TO BEHAVE AGGRESSSIVELY
Fransisca Indra Kristanti
ABSTRACT
This research aimed to describe the needs that were owned by the children of Yayasan Sosial Soegijopranoto (YSS) in Pingit who had a tendency to behave aggressively. The subjects in this research were consisted of five children who had aggressive tendencies. The researcher chose
the subjects according to the volunteers’ assessment using aggression theory. The subjects were
the children who were seen often did aggression in study area of YSS. This research was included in qualitative descriptive research and combined with thematic analysis. The research result showed that the needs that were owned by the children of YYS in Pingit was affiliation need with the figure of their friends, parents, and sisters or brothers, as well as they need to play. The
children’s tendency to do aggression aimed to reduce their stress reduction that arose from their need.
(9)
(10)
x
KATA PENGANTAR
Syukur pada Tuhan Allah yang selalu menyertai hari-hari galau selama
mengerjakan skripsi. Penyertaan-Nya mantap sekali! Terima kasih, Tuhan, atas
bimbingan dan lindunganMu untuk mental penulis agar tetap sehat selalu selama
mengerjakan skripsi ini.
Terima kasih Emak Julitte dan Almarhum Bapak, orang tua yang selalu
setia dan sabar menanti penulis menyelesaikan skripsi. Love you, Mak-Pak. Debora, kakakku sayang, terima kasih untuk semangat yang kau berikan selama
ini. Andre, adikku yang pengertian, terima kasih atas perhatianmu, ya.
Terima kasih kepada Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen
pembimbing skripsi atas pengertian dan kepercayaannya kepada saya selama
pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk bantuannya dalam membenahi
sistematika berpikir saya yang berantakan. Harap maklum, Pak. Hehe…
Terima kasih kepada Bu Sylvia Carolina MYM., M.Si selaku dosen
pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis dalam pengerjaan skripsi
serta memberikan dukungan sosial yang begitu berarti bagi penulis. Makasih
banget, Bu.
Terima kasih Bu Agnes Indar Etikawati, M. Si dan Bapak V. Didik Suryo
Hartoko, M.Si yang telah memberikan wejangan dan ilmu tentang metode
penelitian yang penulis lakukan. Terima kasih juga kepada Bapak C. Siswa
Widyatmoko, M. Psi selaku dekan yang sudah membantu kelancaran dalam
(11)
xi
Komunitas Perkampungan Sosial Pingit yang telah memberikan sarana dan
kemudahan-kemudahan bagi saya selama pengumpulan data. Terima kasih atas
semua bantuan yang diberikan kepada saya.
Mbak Ayu dan Mbak Indira yang rela meluangkan waktu untuk
melihat-lihat data cerita dari anak. Tengkyu. Acink, Cimeng, dan Sike yang sering memberikan tempat bagi penulis untuk numpang mengetik, mencucurkan air mata, dan berbagi tawa. Cik Anne yang suka jadi teman ngalur-ngidul, pendengar cerita-cerita yang menjadi distraksi pengerjaan skripsi. ATMW. Pujo dan Ninul
yang pasti mendoakan saya di saat penulis berwajah kusam dan merasa galau.
Terima kasih Onita yang selalu mengantarkan saya ke manapun saya mau. Ohh..
motorku…
Kokok dan Kojoy yang rela menyediakan waktu untuk mendengarkan
keluhan akademik dan membantu penulis dalam teknis penulisan skripsi yang
sistematis. Terima kasih, ya. PARIAMSJ, kalian hiburanku selama bosan dengan
skripsi yang nggak maju-maju. Pingiters!! Tim horee Pingit!! Anak-anak Pingit yang selalu menjadi semangatku dalam menyusun skripsi. Nyak demon kutti…
Flavi dan Ranum sebagai pihak pengecek hasil akhir. Terima kasih atas
kritikan dan saran yang kalian berikan untukku. Kritikan dan saran dari kalian
sangat berguna. Kakak Glo, terima kasih ya untuk terjemahan bahasa Inggrisnya.
Serta, terima kasih kepada semua teman yang membantu, mendukung, dan
memberikan inspirasi untuk saya dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga Tuhan
(12)
xii
Penulis menyadari juga bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. AMIN.
Yogyakarta, 3 Oktober 2013
(13)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………...
HALAMAN PENGESAHAN...
HALAMAN MOTTO………...
HALAMAN PERSEMBAHAN………...
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...
ABSTRAK………...
ABSTRACT………...
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………...
KATA PENGANTAR………...
DAFTAR ISI………...
DAFTAR TABEL………...
DAFTAR LAMPIRAN………...
BAB I : PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang ...…...………..……... B. Rumusan Masalah……...………...………...
C. Tujuan Penelitian……….………..……....
D. Manfaat Penelitian………..
1. Manfaat Teoritis...
2. Manfaat Praktis...
I ii iii iv v vi vii viii ix x xiii xvii xviii 1 1 5 5 5 5 5
(14)
xiv
BAB II : LANDASAN TEORI………..
A. Kebutuhan………….………..………...
1. Pengertian Kebutuhan…...…………...……….
2. Tipe-tipe Kebutuhan………..……..………...
3. Daftar Kebutuhan Murray………….………...
B. Anak….………..
1. Kategori Usia……….……….
2. Perkembangan serta Tugas Perkembangan Anak Usia
Pertengahan dan Akhir……....………..
C. Agresi……...………...
1. Pengertian Agresi...………..
2. Jenis Perilaku Agresi………....……….
3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif………... 4. Teori Frustrasi-Agresi...
D. Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)...
E. Karakteristik Warga Kampung Pingit……….... F. Dinamika Kebutuhan Anak Dampingan Yayasan Sosial
Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang Memiliki
Kecenderungan Berperilaku Agresif………...
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN………..
A. Jenis dan Metode Penelitian…………...
B. Subjek……….………
1. Kriteria Subjek………...………...
7 7 7 9 13 24 25 26 30 30 31 31 32 33 34 36 39 39 40 40
(15)
xv
2. Pemilihan Subjek………...………...
C. Fokus Penelitian….………....
D. Pengumpulan Data...………....………... 1. Persiapan Penelitian...
2. Pelaksanaan Penelitian...
E. Analisis Data………...…………...
F. Kredibilitas Penelitian………
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN.……….…….
A. Pelaksanaan Penelitian……….………...…
1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data...…...…………...
B. Analisis dan Pembahasan………...………
1. Deskripsi Subjek 1………...… 2. Deskripsi Subjek 2….……… 3. Deskripsi Subjek 3…………...……… 4. Deskripsi Subjek 4…...…....……… 5. Deskripsi Subjek 5……..……… C. Dinamika Kebutuhan Kelima Subjek (GDS, ANM, PWJ,
RI, dan OHP)………...…..………... BAB V : PENUTUP...…………..………...
A. Kesimpulan………
B. Saran………..
1. Bagi Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)
Kampung Pingit…………... 41 42 42 43 44 45 46 48 48 48 49 49 56 63 69 76 82 88 88 88 88
(16)
xvi
2. Bagi Orangtua…………..………..
3. Bagi Peneliti Selanjutnya………..
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN……… 89
90
91
(17)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pelaksanaan Pengetesan... 44
Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan GDS……….... 52
Tabel 4.2 Daftar Kebutuhan ANM..………. 59
Tabel 4.3 Daftar Kebutuhan PWJ………. 65
Tabel 4.4 Daftar Kebutuhan RI………. 72
Tabel 4.5 Daftar Kebutuhan OHP……… 78
Tabel 4.6 Daftar Kebutuhan Seluruh Subjek……….………... 82 .
(18)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Penilaian Atas Perilaku Agresif Anak Oleh
Pendamping YSS………. 95
Lampiran 2 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 1, GDS ………...………... 96
Lampiran 3 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 2, ANM………... 104
Lampiran 4 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 3, PWJ……….……... 112
Lampiran 5 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 4, RI… ………..………... 123
Lampiran 6 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 5, OHP………...……….………... 132
Lampiran 7 Identitas Psikolog... 142
Lampiran 8 Hasil Observasi Perilaku Subjek... 145
Lampiran 9 Hasil Observasi Rapat Koordinasi Pendamping YSS... 146
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Para Pendamping YSS... 147
Lampiran 11 Hasil Wawancara dengan Warga Kampung Pingit... 148
(19)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ide penelitian ini berawal dari keprihatinan peneliti menilik perilaku
anak-anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) di Kampung
Pingit, Yogyakarta. Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) adalah suatu yayasan
sosial yang terlibat untuk melayani warga tunawisma dalam proses resosialisasi
secara khusus yang berlokasi di Kampung Pingit. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002), resosialisasi adalah pemasyarakatan kembali. YSS
mengajak para tunawisma tinggal di rumah petak kecil selama dua tahun untuk
mempersiapkan kembali hadir di tengah masyarakat umum. Warga dampingan
YSS itu diberi kesempatan untuk bekerja dan bersosialisasi dengan warga
Kampung Pingit selama dua tahun agar dapat beradaptasi dengan masyarakat
umum setelah masa dampingan YSS berakhir. Selain mendampingi orangtua,
YSS membuka kelas belajar informal bagi anak-anak dari warga Kampung
Pingit. Banyak anak meluangkan waktunya setiap Senin, Kamis malam, dan
Sabtu sore untuk belajar dan bermain bersama anak-anak lain serta para
pendamping.
Berdasarkan hasil observasi informal yang telah peneliti lakukan,
terdapat fenomena yang menarik pada anak-anak yang didampingi. Sebagian
anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit mempunyai kecenderungan perilaku
(20)
maupun orang dewasa. Mayoritas anak-anak mudah marah jika keinginannya
tidak tercapai. Ketika anak mengharapkan sesuatu dan harapannya tidak
tercapai, anak menjadi marah dan kemudian kerap mengumpat.
Beberapa anak juga tampak tidak percaya diri saat belajar di kelas
informal. Hal itu tampak pada perilaku tidak berani menjawab pertanyaan,
menangis atau marah ketika dimintai keterangan mengapa tidak mau
menjawab. Beberapa anak menolak tantangan akademis. Maksudnya,
anak-anak menolak diberi tugas ataupun pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran
sekolah. Jika anak sudah merasa tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan
tersebut, mereka memilih pergi dari ruang kelas. Banyak perilaku yang
didominasi oleh kecenderungan agresi dalam komunikasi interpersonal mereka.
Bandura menyatakan bahwa agresi dapat disebabkan oleh usaha
pemenuhan kebutuhan yang terhalangi (Atkinson, 1999). Maslow juga
mengungkapkan bahwa sikap anak-anak yang mementingkan diri, merusak,
agresif dan tak dapat bekerja sama tampak menonjol karena mereka merasa
tidak aman, merasa terancam, dan kebutuhan-kebutuhan mereka tidak
terpuaskan (Goble, 1987).
Selain pengamatan peneliti, peneliti mendapat data tambahan dari hasil
rapat koordinasi (rakor) yang diadakan setiap awal semester. Rakor diadakan
untuk membahas tentang evaluasi pembelajaran selama semester yang telah
berlalu, masalah-masalah yang ditemui, pemecahan masalah, dan program
pembelajaran semester yang akan datang. Selama beberapa kali terjadi rakor,
(21)
yaitu urgensi keberadaan YSS di Kampung Pingit. Apakah YSS masih berguna
dalam menjawab keprihatinan di Kampung Pingit? Berpuluh-puluh tahun
didirikan namun tidak ada perubahan yang signifikan pada perilaku anak.
Masalah tentang sebagian anak yang cenderung berperilaku agresif masih
menjadi sorotan utama. Lalu, timbul pertanyaan, “Para pendamping
mempunyai kebutuhan tertentu sehingga datang ke YSS namun apa kebutuhan
anak dampingan YSS sebenarnya?” Ada kekhawatiran bahwa apa yang
diberikan kepada anak-anak ternyata bukan merupakan kebutuhan mereka
sehingga tidak tepat sasaran.
Murray menyatakan bahwa kebutuhan merupakan faktor-faktor penentu
tingkah laku penting dalam pribadi (Hall & Lindzey, 1993). Selain itu, Maslow
menyatakan bahwa kebutuhan dasar atau kebutuhan karena kekurangan yang
belum terpuaskan memiliki pengaruh terbesar pada tingkah laku (Goble, 1987).
Pernyatan-pernyataan ini semakin menguatkan peneliti untuk meneliti anak
yang cenderung berperilaku agresif dibandingkan meneliti lingkungan sekitar
anak. Murray mengungkapkan bahwa kebutuhan seringkali dibarengi oleh
tindakan-tindakan instrumental tertentu yang efektif untuk menghasilkan
keadaan akhir yang diinginkan. Murray juga mengungkapkan bahwa
pemenuhan akan kebutuhan tertentu akan mereduksi tegangan akibat
munculnya kebutuhan (Hall & Lindzey, 1993). Anak dimotivasi oleh
kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut.
Pemenuhan kebutuhan adalah faktor penting dalam perkembangan anak
(22)
kesehatan mental (Goble, 1987). Informasi tentang kebutuhan anak menjadi
penting untuk menindaklanjuti proses pemenuhannya.
Sebelumnya, telah ada penelitian mengenai perilaku agresif anak-anak
dampingan YSS dengan hasil yang menunjukkan bahwa bahwa anak-anak di
dampingan YSS di Kampung Pingit memiliki perilaku agresif yang sedang atau
di atas rata-rata dan melakukan perilaku agresif menyerang secara verbal atau
simbolik (Kristianto, 2009). Peneliti menemukan bahwa anak-anak dampingan
YSS tidak hanya menyerang secara verbal namun juga secara non-verbal. Hal
ini menjadi data tambahan bagi penelitian. Penelitian tentang kebutuhan juga
sudah pernah dipublikasikan oleh Howard & Prince (2002) mengenai
kebutuhan dasar anak. Penelitian ini menjelaskan tentang kebutuhan dasar anak
yang mengalami kesulitan berupa kemiskinan. Penelitian ini menggunakan
teori lima kebutuhan Maslow dan mengambil subjek dari negara Amerika
Serikat.
Berdasarkan keprihatinan pribadi dari peneliti dan pengamatan informal
yang telah dilakukan, peneliti terdorong untuk menggali informasi mengenai
kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS
yang cenderung berperilaku agresif. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya karena informasi yang akan digali pada penelitian ini adalah
kebutuhan dari anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki
(23)
B.Rumusan Masalah
“Kebutuhan apa yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung
Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif?”
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini mendeskripsikan berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh
anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk
berperilaku agresif.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk mengetahui
gambaran mengenai kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak
dampingan YSS yang sering berperilaku agresif. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah dan melengkapi literatur psikologi tentang
kebutuhan-kebutuhan anak yang cenderung berperilaku agresif sehingga
dapat menjadi data eksploratif yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)
Penelitian ini berguna untuk mengetahui jenis-jenis kebutuhan
yang dimiliki anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit. Penelitian
ini juga memberi gambaran untuk divisi anak mengenai kebutuhan
(24)
pendampingan anak. Manfaat yang dapat diperoleh untuk waktu jangka
panjang adalah upaya untuk menurunkan tingkat agresi dapat terjadi
karena adanya informasi mengenai kebutuhan yang pemenuhannya
difasilitasi oleh pendamping anak.
b. Bagi orangtua
Penelitian ini memberi gambaran bagi orangtua mengenai
(25)
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kebutuhan
1. Pengertian Kebutuhan
Menurut APA Dictionary of Psychology (2006), kebutuhan adalah suatu kondisi ketegangan pada suatu organisme yang dihasilkan dari
pencabutan sesuatu yang diperlukan untuk kelangsungan hidup,
kesejahteraan, atau pemenuhan diri. Menurut Kamus Psikologi, kebutuhan
adalah beberapa hal atau situasi hubungan yang jika ada, akan sanggup
memperbaiki kesejahteraan organisme. Sebuah kebutuhan dalam pengertian
ini bisa jadi bersifat mendasar dan biologis (contohnya makanan) atau
melibatkan faktor-faktor sosial dan personal, serta berasal dari
bentuk-bentuk kompleks pembelajaran, seperti pencapaian dan prestis (Reber &
Reber, 2010).
Kebutuhan adalah konsep atau konstruksi logis yang mewakili
suatu daya ... pada bagian otak … yang mengorganisasikan persepsi,
apersepsi, intelektual, konasi, dan perilaku pada cara untuk mengubah arah tertentu yang ada, situasi yang tidak terpuaskan ( Murray, 1938).
Kebutuhan membuat seseorang menjadi aktif hingga situasi dan
lingkungan diubah untuk mereduksi kebutuhan tersebut (Hall & Lindzey,
(26)
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin
memperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha (Antariksi,
2004). Apabila kebutuhan muncul, seseorang akan berada dalam keadaan
tegang. Pemuasan kebutuhan akan mereduksi tegangan (Hall & Lindzey,
1993).
Irwanto, dkk (1994) menegaskan bahwa kebutuhan akan
menciptakan suatu keadaan tegang dan ini mendorong perilaku untuk
memenuhi suatu kebutuhan (Mikha, 2007). Murray (dalam Prihantono,
2003) menuturkan bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk
memenuhi kebutuhan secara berbeda. Orang menggunakan berbagai cara
untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Kusumaningtyas, 2008).
Murray menyatakan bahwa adanya kebutuhan dapat disimpulkan
dari :
a) Akibat atau hasil akhir tingkah laku
b) Pola atau cara khusus tingkah laku yang bersangkutan
c) Perhatian dan respon selektif terhadap kelompok objek stimulus tertentu
d) Ungkapan emosi atau perasan tertentu
e) Ungkapan kepuasan apabila akibat tertentu dicapai atau kekecewaan
apabila akibat itu tidak tercapai
Murray (dalam Hall & Lindzey) menyatakan bahwa ada suatu
hierarki kebutuhan. Kecenderungan-kecenderungan tertentu harus
didahulukan daripada lainnya. Murray menggunakan konsep prepotency
(27)
sangat penting kalau tidak dipuaskan. Kebutuhan yang lebih kuat seperti
sakit, lapar, dan haus biasanya akan diwujudkan dalam tindakan karena
kebutuhan prepoten ini tidak dapat ditunda apabila timbul dua kebutuhan
atau lebih secara serempak dan menggerakkan respon yang bertentangan
(Mikha, 2007).
2. Tipe-tipe Kebutuhan
Murray merumuskan kebutuhan menjadi beberapa bagian.
Pertama, adanya perbedaan antara kebutuhan primer dengan kebutuhan
sekunder. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan persitiwa-peristiwa organis tertentu yang khas dan berkenaan
dengan kepuasan fisik. Contoh, kebutuhan akan makanan, buang air, air,
udara, seks, dan untuk pasif. Kebutuhan untuk pasif terdiri dari relaksasi,
istirahat, dan tidur (Murray, 1938). Kebutuhan sekunder merupakan
kebutuhan yang dianggap berasal dari kebutuhan primer dan ditandai
dengan tidak adanya hubungan memusat dengan proses organis atau
kepuasan fisik. Contoh, kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, otonomi, dan
kehormatan.
Kedua, adanya perbedaan antara kebutuhan terbuka dengan
kebutuhan tertutup. Kebutuhan terbuka adalah kebutuhan nyata yang
tampak diungkapkan dalam tingkah laku motorik, sedangkan kebutuhan
(28)
Kebutuhan tertutup merupakan hasil internalisasi dari superego yang
menentukan perilaku yang pedapat diterima.
Ketiga, adanya kebutuhan-kebutuhan yang memusat dan kebutuhan
yang menyebar. Beberapa kebutuhan ada yang sifatnya berhubungan erat
dengan kelompok objek lingkungan yang terbatas, sedangkan kebutuhan
lainnya berlaku pada hampir setiap lingkungan objek.
Keempat, adanya kebutuhan proaktif dan kebutuhan reaktif.
Kebutuhan proaktif adalah kebutuhan yang bergerak secara spontan dan
sebagian besar ditentukan dari dalam diri seseorang bukan dari sesuatu di
lingkungan sebagai akibat. Kebutuhan reaktif digerakan sebagai akibat dari,
atau sebagai respon terhadap suatu peristiwa lingkungan.
Kelima, adanya perbedaan antara kegiatan proses, kebutuhan modal,
dan kebutuhan akibat. Kegiatan proses adalah operasi yang bersifat tanpa
tujuan, tidak terkoordinasi, dan tidak fungsional dari berbagai proses, seperti
penglihatan, pendengaran, pikiran, dan pembicaraan. Kebutuhan modal
menuntut seseorang melakukan sesuatu hal dengan taraf mutu tertentu,
sedangkan kebutuhan akibat merupakan kebutuhan yang mengarah pada
suatu keadaan yang diinginkan (Hall & Lindzey, 1993).
Selain Murray, Maslow juga mengemukakan suatu teori tentang
kebutuhan. Maslow menjelaskan tentang kebutuhan ke dalam
tingkatan-tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut mengikat, maksudnya kebutuhan
yang lebih rendah harus terpuaskan lebih dahulu sebelum menyadari ada
(29)
rendah hanya sedikit terpenuhi dan sudah melewati tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi, seseorang akan kembali kepada kebutuhan yang di tingkatan
rendah hingga terpuaskan (Alwisol, 2004).
Tingkatan kebutuhan yang lazim dikatakan sebagai hierarki
kebutuhan ini dibagi menjadi tujuh bagian. Ketujuh kebutuhan tersebut
adalah kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa cinta
dan memiliki, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri,
kebutuhan estetik, serta kebutuhan akan pertumbuhan.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar,
paling kuat dan paling jelas di antara kebutuhan-kebutuhan lain. Kebutuhan
ini berkaitan dengan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya
secara fisik (Goble, 1987).
Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan lain, yaitu
kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini menurut Elton
(1996) terdiri dari keamanan, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan
kebebasan dari rasa takut, dan kekacauan (Prince, Howard, 2002).
Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan Memiliki. Kebutuhan ini muncul
ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman sudah terpenuhi.
Kebutuhan ini tampak ketika orang mulai merasa membutuhkan teman,
kekasih, anak, dan bentuk hubungan berdasarkan perasaan. Jika kebutuhan
ini tidak terpenuhi, maka orang akan merasa kesepian (Boeree, 1997).
Kebutuhan akan penghargaan muncul jika kebutuhan akan rasa cinta
(30)
yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri mencakup
kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,
prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Sedangkan, pengharagaan
dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian,
kedudukan, nama baik, serta penghargaan (Goble, 1987).
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan di tingkat paling
tinggi pada hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan aktualisasi diri ini
mencakup kebutuhan untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan
kemampuan (Goble, 1987).
Kebutuhan akan keindahan akan membuat seseorang menjadi lebih
sehat. Kebutuhan estetik berhubungan dengan gambaran diri seseorang.
Orang yang tidak terpengaruh oleh keindahan merupakan orang yang
memiliki gambaran diri yang rendah. Orang tersebut akan merasa tidak
layak jika berada di suatu tempat yang menekankan pada keindahan (Goble,
1987).
Setelah serangkaian kebutuhan dasar telah terpuaskan, seseorang
akan beralih ke taraf kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan
pertumbuhan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dikategorikan
lebih tinggi dan berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan dasar atau kebutuhan
karena kekurangan (Goble, 1987). Terdapat beberapa daftar mengenai
kebutuhan ini, yaitu sifat menyeluruh, kesempurnaan, penyelesaian,
(31)
keunikan, sifat tanpa kesukaran, sifat penuh permainan, kebenaran,
kejujuran, kenyataan, dan sifat merasa cukup.
Teori kebutuhan Maslow menekankan pada hierarki kebutuhan.
Kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi apabila kebutuhan-kebutuhan di
hierarki bawahnya sudah terpenuhi. Pada kenyataannya, tidak jarang orang
yang berhasil mengaktualisasikan diri walaupun kebutuhan dasar ada yang
tidak tercukupi (Boeree, 1997).
Berdasarkan ulasan kedua teori di atas, peneliti memilih untuk
menggunakan teori kebutuhan Murray dengan alasan bahwa teori kebutuhan
Murray merupakan landasan yang tepat dalam menggambarkan dinamika
antara hubungan kebutuhan dan perilaku agresi. Teori Murray dapat
membantu untuk menjelaskan dinamika kebutuhan anak dampingan YSS di
Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif.
Selain itu, teori kebutuhan Murray juga menjadi teori dasar dalam
menginterpretasi data hasil pengetesan CAT, metode yang peneliti gunakan
untuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan anak yang cenderung
memiliki perilaku agresif.
3. Daftar Kebutuhan Murray
Menurut Murray, terdapat 20 kebutuhan sekunder yang dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Sikap merendah Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar.
(32)
kritik, hukuman. Menyerah Menerima nasib
Mengakui kekurangan, kekeliruan, perbuatan salah, atau kesalahan.
Mengakui dan memperbaiki kesalahan.
Menyalahkan, meremehkan, merusakkan diri sendiri.
Mencari dan menikmati penderitaan, hukuman, penyakit, dan kemalangan.
Prestasi Menyelesaikan sesuatu yang sulit.
Menguasai, memanipulasi atau mengatur benda-benda fisik, manusia, atau ide-ide.
Melakukan hal-hal tersebut secepatnya dan semandiri mungkin.
Mengatasi rintangan-rintangan dan mencapai standar yang tinggi.
Mengunggulkan diri.
Menyaingi dan mengungguli orang lain.
Meningkatkan harga diri dengan menyalurkan bakat.
Afiliasi Mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang lain yang bersekutu.
Membuat senang dn mencari afeksi dari objek yang disukai. Patuh dan tetap setia kepada seorang kawan.
Agresi Menghadapi perlawanan dengan kekerasan.
Melawan.
Membalas perbuatan yang tidak adil.
(33)
Melawan dengan kekerasan atau menghukum orang lain.
Otonomi Menjadi bebas, menghilangkan kekangan, melepaskan diri
dari kungkungan.
Menolak paksaan dan larangan.
Menghindari atau emninggalkan kegiatan-kegiatan yang ditentukan oleh autoritas yang menguasai.
Tidak tergantung dan bebas bertindak menurut impuls. Tidak terikat, tidak bertanggung jawab.
Menentang arus.
Counteraction Menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berjuang lagi. Menghilangkan pelecehan dengan memulai lagi tindakan Mengatasi kelemahan, menekan perasaan takut.
Mengembalikan nama baik dengan tindakan.
Mencari rintangan-rintangan dan kesulitan-kesulitan untuk diatasi.
Mempertahankan harga diri dan kebanggaan pada taraf yang tinggi.
Membela diri Mempertahankan diri terhadp serangan, kritik, dan celaan. Menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, kegagalan, atau penghinaan.
Mempertahankan diri.
Tunduk Mengagumi dan menyokong atasan.
Memuji, menghormati, atau menyanjung.
Tunduk pada pengaruh orang lain yang dikenal dengan senang hati.
Menyontoh seorang teladan. Menyesuaikan dengan kebiasaan.
(34)
Dominasi Memiliki kendali atas lingkungan manusiawi.
Mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lian dengan saran, bujukan, imbauan, atau perintah. Mencegah, menghambat, atau melarang.
Ekshibisi Menciptakan kesan.
Senang dilihat dan didengar.
Membuat orang lain bergairah, kagum, terpesona, terhbur, terkejut, tergelitik untuk tahu, senang, atau terpikat.
Menghindari bahaya Menghindai rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Melarikan diri dari situasi yang berbahaya.
Mengambil tindakan-tindakan pencegahan. Menghindari rasa hina Menghindari penghinaan.
Meninggalkan situasi yang memalukan, atau menghindai kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan : caci maki, ejekan, atau sikap masa bodoh orang lain.
Menahan diri untuk bertindak karena takut gagal.
Menolong Memberi simpati dan memuakan kebutuhan objek yang tak berdaya ; bayi atau setiap objek yang lemah, cacat, lelah, kurang berpengalaman, ragu-ragu, kalah, dihina, kesepian,patah hati, sakit, dan bingung.
Membantu objek yang berada dalam bahaya.
Memberi makanan, membantu, menyokong, menghibur, melindungi, menyenangkan, merawat, dan menyembuhkan.
Ketertiban Mengatur barang-barang.
Menjaga kebersihan, susunan, organisasi, keseimbangan, kerapian, keteraturan, ketelitian.
(35)
Suka tertawa dan membuat lelucon.
Berusaha meredakan tekanan secara menyenangkan.
Mengambil bagian dalam permainan,olahraga, joget, pesta-pesta, bermain kartu.
Penolakan Memisahkan diri dari objek yang tidak disenangi.
Mengucilkan, melepaskan, mengusir, atau bersikap masa bodoh terhadap objek yang lebih rendah.
Menghina atau memutuskan hubungan cinta dengan objek.
Keharuan Mencari dan menikmati kesan-kesan yang menyentuh
perasaan.
Seks Menjalin dan meningkatkan hubungan erotik.
Mengadakan hubungan seksual.
Ditolong Memuaskan kebutuhan dengan bantuan simpatik dari objek yang dikenal.
Dirawat, disokong, didukung, dikelilingi, dilindungi, dicintai, dinasehati, dibimbing, diampuni, dihibur.
Menempel pada seorang pelindung setia. Selalu memiliki seorang pendukung.
Pemahaman Menanyakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan umum.
Tertarik pada teori.
Memikirkan, merumuskan, menganalisis, dan
menggeneralisasikan.
Sikap merendah Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar.
Menerima perlakuan yang tidak adil, pengkambing-hitaman, kritik, hukuman.
Menyerah Menerima nasib
(36)
Mengakui kekurangan, kekeliruan, perbuatan salah, atau kesalahan.
Mengakui dan memperbaiki kesalahan.
Menyalahkan, meremehkan, merusakkan diri sendiri.
Mencari dan menikmati penderitaan, hukuman, penyakit, dan kemalangan.
Prestasi Menyelesaikan sesuatu yang sulit.
Menguasai, memanipulasi atau mengatur benda-benda fisik, manusia, atau ide-ide.
Melakukan hal-hal tersebut secepatnya dan semandiri mungkin.
Mengatasi rintangan-rintangan dan mencapai standar yang tinggi.
Mengunggulkan diri.
Menyaingi dan mengungguli orang lain.
Meningkatkan harga diri dengan menyalurkan bakat.
Afiliasi Mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang lain yang bersekutu.
Membuat senang dn mencari afeksi dari objek yang disukai. Patuh dan tetap setia kepada seorang kawan.
Agresi Menghadapi perlawanan dengan kekerasan.
Melawan.
Membalas perbuatan yang tidak adil.
Menyerang, melukai, atau membunuh orang lain. Melawan dengan kekerasan atau menghukum orang lain.
Otonomi Menjadi bebas, menghilangkan kekangan, melepaskan diri
(37)
Menolak paksaan dan larangan.
Menghindari atau emninggalkan kegiatan-kegiatan yang ditentukan oleh autoritas yang menguasai.
Tidak tergantung dan bebas bertindak menurut impuls. Tidak terikat, tidak bertanggung jawab. Menentang arus.
Counteraction Menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berjuang lagi. Menghilangkan pelecehan dengan memulai lagi tindakan Mengatasi kelemahan, menekan perasaan takut.
Mengembalikan nama baik dengan tindakan.
Mencari rintangan-rintangan dan kesulitan-kesulitan untuk diatasi.
Mempertahankan harga diri dan kebanggaan pada taraf yang tinggi.
Membela diri Mempertahankan diri terhadp serangan, kritik, dan celaan. Menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, kegagalan, atau penghinaan.
Mempertahankan diri.
Sikap hormat Mengagumi dan menyokong atasan.
Memuji, menghormati, atau menyanjung.
Tunduk pada pengaruh orang lain yang dikenal dengan senang hati.
Menyontoh seorang teladan. Menyesuaikan dengan kebiasaan.
Dominasi Memiliki kendali atas lingkungan manusiawi.
Mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lian dengan saran, bujukan, imbauan, atau perintah. Mencegah, menghambat, atau melarang.
(38)
Ekshibisi Menciptakan kesan. Senang dilihat dan didengar.
Membuat orang lain bergairah, kagum, terpesona, terhbur, terkejut, tergelitik untuk tahu, senang, atau terpikat.
Menghindari bahaya Menghindai rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Melarikan diri dari situasi yang berbahaya.
Mengambil tindakan-tindakan pencegahan. Menghindari rasa hina Menghindari penghinaan.
Meninggalkan situasi yang memalukan, atau menghindai kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan : caci maki, ejekan, atau sikap masa bodoh orang lain.
Menahan diri untuk bertindak karena takut gagal.
Sikap memelihara Memberi simpati dan memuakan kebutuhan objek yang tak berdaya ; bayi atau setiap objek yang lemah, cacat, lelah, kurang berpengalaman, ragu-ragu, kalah, dihina, kesepian,patah hati, sakit, dan bingung.
Membantu objek yang berada dalam bahaya.
Memberi makanan, membantu, menyokong, menghibur, melindungi, menyenangkan, merawat, dan menyembuhkan.
Ketertiban Mengatur barang-barang.
Menjaga kebersihan, susunan, organisasi, keseimbangan, kerapian, keteraturan, ketelitian.
Permainan Berbuat untuk kesenangan tanpa tuuan lebih lanjut.
Suka tertawa dan membuat lelucon.
Berusaha meredakan tekanan secara menyenangkan.
Mengambil bagian dalam permainan,olahraga, joget, pesta-pesta, bermain kartu.
(39)
Penolakan Memisahkan diri dari objek yang tidak disenangi.
Mengucilkan, melepaskan, mengusir, atau bersikap masa bodoh terhadap objek yang lebih rendah.
Menghina atau memutuskan hubungan cinta dengan objek.
Keharuan Mencari dan menikmati kesan-kesan yang menyentuh
perasaan.
Seks Menjalin dan meningkatkan hubungan erotik.
Mengadakan hubungan seksual.
Menolong Memuaskan kebutuhan dengan bantuan simpatik dari objek yang dikenal.
Dirawat, disokong, didukung, dikelilingi, dilindungi, dicintai, dinasehati, dibimbing, diampuni, dihibur.
Menempel pada seorang pelindung setia. Selalu memiliki seorang pendukung.
Pemahaman Menanyakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan umum.
Tertarik pada teori.
Memikirkan, merumuskan, menganalisis, dan
menggeneralisasikan.
*Disadur dari Murray, 1938
Murray meyakini adanya hierarki kebutuhan di mana
kecenderungan-kecenderungan tertentu harus didahulukan lebih dulu.
Menurut teori prepotensi yang dikemukakan oleh Murray menyatakan
bahwa kebutuhan-kebutuhan yang menjadi regnan karena sangat urgen
kalau tidak dipuaskan. Apabila terdapat situasi-situasi munculnya dua
kebutuhan atau lebih yang timbul serempak dan menggerakkan
(40)
lapar, dan haus biasanya akan terwujud dalam tindakan karena
kebutuhan-kebutuhan yang prepoten ini tidak dapat ditunda. Pemuasan secara minimal
atas kebutuhan-kebutuhan itu perlu sebelum kebutuhan lain muncul (Hall &
Lindzey, 1993).
Jenis-jenis kebutuhan yang ada pada setiap individu dapat diketahui
melalui instrumen tes proyektif yang dikembangkan oleh Murray, yaitu
Thematic Apperception Test (TAT). TAT sebagai tes proyektif dengan subjek yang bercerita tentang suatu gambar yang merupakan suatu proyeksi
dari sebab suatu perasaan dan kebutuhan yang diperoleh dari materi-materi
stimulus gambar. Setiap gambar memberikan data tentang otoritas hubungan
subjek terhadap figur laki-laki atau perempuan, figur sebaya, dan hubungan
dengan keluarga (Edwin & Bellack, 1959).
Tes proyektif yang meneliti kepribadian individual ini digunakan
pada individu yang berusia di atas usia remaja. Kemudian, Bellak
mengembangkan suatu metode proyektif turunan dari TAT yang dapat
digunakan pada anak-anak dikenal dengan Children’s Apperception Test
(CAT).
Children’s Apperception Test (CAT) adalah suatu metode apersepsi dari penelitian kepribadian melalui pembelajaran dinamika perbedaan
individual dalam persepsi stimuli norma. CAT merupakan suatu metode
proyektif yang diciptakan dari turunan TAT karena TAT tidak cocok
digunakan oleh anak-anak (Abrams & Bellak, 1997). CAT digunakan bagi
(41)
dapat menentukan faktor-faktor dinamika yang dihubungkan dengan
perilaku anak dalam grup, di sekolah, atau di setiap kejadian di rumah.
Terdapat penemuan berdasarkan penemuan klinis tentang penggunaan
CAT-H bahwa terkadang anak yang memiliki usia antara 7-10 tahun, khususunya
jika memiliki IQ tinggi menggunakan CAT-H. CAT-H adalah tes yang
dikembangkan dari CAT, hanya saja gambar yang digunakan adalah gambar
manusia. CAT-H digunakan karena stimuli gambar hewan tidak setara
dengan kemampuan anak (Bellak & Abrams, 1997).
CAT dirancang untuk memfasilitasi pemahaman pada hubungan
anak dengan figur penting dan dorongan-dorongan (Witherspoon & Byrd,
1954). Gambar-gambar dibuat untuk meneliti masalah persaingan antar
saudara, menjelaskan perilaku terhadap figur orangtua dan bagaimana figur
tersebut diapersepsi, serta mempelajari hubungan anak dengan orangtua.
Setiap cerita dianalisis berdasarkan seluruh kebutuhan dan tiap
kebutuhan dapat ditabulasikan. Kebutuhan dianggap berasal tidak dari tokoh
utama cerita (hero) saja, tetapi dari figur lainnya juga (Edwin &Bellack, 1959).
Kebutuhan pada tokoh cerita yang tampak pada perilaku-perilaku
yang diceritakan kemungkinan merupakan kebutuhan perilaku dari subjek
pencerita. CAT dapat mengungkapkan fantasy needs dan behavioral needs.
Sanford (1943) mengemukakan bahwa penting untuk mengetahui hubungan
antara fantasy needs dengan behavioral needs. Tingkat kebutuhan-kebutuhan tertentu biasanya tinggi saat berada dalam imajinasi dan rendah
(42)
dalam perilaku kongkrit. Hal ini terjadi karena adanya hambatan dan
larangan yang berasal dari tekanan budaya untuk menyatakan perilaku
secara kongkrit. Selain itu, beberapa kebutuhan yang termanifestasi dapat
disebabkan oleh permintaan realitas, contoh need for order, for avoiding social blame, dan for learning (Abrams & Bellak, 1997).
Pada CAT, perilaku tertentu dalam cerita terealisasikan pada realitas
atau tidak, dapat diketahui saat akhir cerita. Apabila perilaku tertentu
tersebut dikontrol, kemungkinan perilaku itu tidak diekspresikan ke realitas,
hanya sampai pada tahap fantasi saja.
Berdasarkan penjelasan di atas, kebutuhan disimpulkan sebagai
keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin memperoleh
sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha untuk mereduksi
kebutuhan dan mengubah situasi yang tidak terpuaskan. Setiap jenis
kebutuhan yang ada pada anak dapat diketahui melalui tes CAT.
B.Anak
Banyak hal yang berkaitan dengan anak. Pada bagian ini akan
dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan anak dan kebutuhan secara
mendalam. Menurut Konvensi Hak-hak Anak yang telah disetujui oleh Majelis
Umum PBB pada 20 Nopember 1989, anak adalah setiap orang yang berusia di
bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak
(43)
1. Kategori Usia
Santrock (2002) membagi masa anak-anak menjadi dua periode,
yaitu :
a. Masa awal anak-anak (early childhood) atau akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5-6 tahun
1. Perkembangan fisik anak pada masa ini ditandai dengan keterampilan
gerakan psikomotorik kasar dan psikomotorik halus berkembang
sangat pesat (Santrock, 1995). Pada usia 4-5 tahun, anak sudah dapat
bermain dengan gerakan yang dinamis namun belum dapat mengikuti
peraturan-peraturan (Nurihsan & Agustin, 2011).
2. Perkembangan kognitif anak pada masa ini konsep tentang dunia yang
stabil mulai dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai
kuat dan kemudian lemah. Selain itu, keyakinan mengenai hal yang
magis mulai terbentuk. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah tahap
praoperasional menurut Piaget (Santrock, 1995).
3. Perkembangan sosioemosi pada masa awal anak-anak ditandai dengan
anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktu luang dengan
teman sebaya. Anak-anak mulai melihat dunia yang luas dan
menemukan orang-orang lain sebagi tempa perlindungan meskipun
orangtua tetap menjadi agen utama dalam perkembangan mereka
(Santrock, 1995).
b. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau tahun-tahun sekolah dasar usia 6-12 tahun. Santrock menyebutkan bahwa
(44)
pada masa ini anak-anak lebih siap untuk belajar daripada selama periode
akhir dari masa awal anak-anak di mana imajinasi anak begitu
berkembang (Santrock, 1995).
2. Perkembangan serta Tugas Perkembangan Anak Usia Pertengahan
dan Akhir
Setiap orang memiliki usaha menuju peningkatan dalam unsur
kehidupan untuk maju, berubah, dan berkembang. Pada setiap perjalanan
hidup untuk berkembang, orang memiliki keyakinan bahwa ia dapat
membuat pilihan dan rasa keputusan sendiri yang menimbulkan rasa
bangga, senang, dan bahagia. Hal tersebut membawa orang untuk
menumbuhkan tanggung jawab agar dapat maju dalam melaksanakan
tugas-tugas perkembangannya (Ahmadi & Sholeh, 2005).
Menurut Havighurst dikutip dari Hurlock (1980), tugas
perkembangan adalah tugas yang muncul saat periode tertentu dalam
kehidupan seseorang. Jika tugas tersebut berhasil dilakukan maka akan
menimbulkan rasa bahagia dan mengarahkan pada keberhasilan dalam
menjalankan tugas-tugas berikutnya. Namun, jika gagal maka akan
menghasilkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi
(45)
Berikut merupakan perkembangan anak di setiap aspek beserta tugas
perkembangannya:
a) Perkembangan Fisik
Pada masa ini, berat tubuh anak sudah mengalami perubahan.
Berat tubuh meningkat karena bertambahnya sistem otot dan rangka,
serta ukuran beberapa organ tubuh. Koordinasi motorik halus
berkembang dengan ciri tulisan anak menjadi lebih kecil dan rata. Anak
sudah dapat menampilkan keterampilan-keterampilan yang rumit, seperti
menghasilkan kerajinan tangan dan memainkan alat musik. Anak belajar
untuk berolahraga, seperti berenang, lompat tali, memanjat, dan
bersepeda. Pada masa ini, anak-anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan
yang memerlukan koordinasi motorik kasar dan halus (Santrock, 1995).
Tugas perkembangan anak usia pertengahan dan akhir yang
berdasarkan pada perkembangan fisik adalah belajar keterampilan fisik
untuk permaianan sehari-hari dan membentuk sikap yang sehat mengenai
diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh (Agusin & Nurihsan,
2011).
b) Perkembangan Kognitif
Pada umumnya anak-anak pada tahap operasional kongkrit ini
telah memahami operasi logis tentang peristiwa konkrit dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk berbeda.
Ingatan jangka panjang berkembang pada masa ini sehingga
(46)
aktif, ingin mengetahui dan memahami, serta senang belajar (Santrock,
1995).
Pada masa berkembangnya kognisi, anak usia pertengahan dan
akhir memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan keterampilan
dasar, dalam membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, tugas untuk
mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan bagi kehidupan
sehari-hari (Nurihsan & Agustin, 2011).
c) Perkembangan Sosio-emosi
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak jarang
berinteraksi dengan keluarga. Mereka cenderung lebih sering berinteraksi
dengan teman-teman sebaya (Nurihsan & Agustin, 2011). Dunia teman
sebaya memisahkan diri dari orangtua meskipun begitu tidak menampik
bahwa orangtua juga berperan menentukan pergaulan anak
(Broffenbrenner, 1999).
Pada masa berkembangnya sosio-emosi, anak usia pertengahan
dan akhir memiliki tugas perkembangan untuk belajar menyesuaikan diri
dengan teman sebaya, mulai mengembangkan peran sosial yang sesuai
sebagai pria atau wanita, mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu
skala nilai-nilai, serta mencapai kebebasan pribadi (Nurihsan & Agustin,
2011).
Menurut Kenneth Dodge (1983), anak memproses informasi
tentang dunia sosial melalui pembacaan isyarat, penginterpretasian,
(47)
kognisi sosial pada anak-anak agresif adalah kurang efisien, respon cepat,
dan kurang reflektif dibandingkan anak-anak yang tidak agresif.
Anak-anak agresif cenderung melihat perilaku orang lain sebagai permusuhan
jika maksud atau tujuan orang tersebut tidak jelas.
Selain berbagai aspek perkembangan anak yang sudah
dijelaskan di atas, Freud memiliki teori mengenai psikoseksual pada
anak. Freud menyatakan bahwa anak usia 6-12 tahun berada pada tahap
laten. Pada tahap ini, anak mengembangkan kemampuan sublimasi,
yaitu mengganti kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual,
khusunya bidang intelektual, keterampilan, dan hubungan dengan
teman sebaya (Alwisol,2008).
Menurut Erikson dalam psikososialnya, anak pada usia 6-12
tahun sedang berada pada tahap tekun dan rendah diri. Anak pada masa
ini mengarahkan energi untuk pengembangan keterampilan dan
pengetahuan. Krisis pada masa usia awal sekolah adalah
berkembangnya rasa rendah diri. Rasa rendah diri ditandai dengan
perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif (Alwisol,2008).
Berdasarkan hal yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
anak-anak adalah orang yang berusia di bawah usia 18 tahun.
Anak-anak dibagi menjadi dua periode menurut Santrock, yaitu awal masa
anak-anak serta pertengahan dan akhir anak-anak. Setiap individu yang
berkembang secara fisik, kognitif, dan sosiemosi memiliki tugas yang
(48)
dan berhasil menjalankan tugas-tugas perkembangan selanjutnya jika
tugas perkembangan pada tahap sebelumnya telah terpenuhi.
Anak-anak pada masa pertengahan dan akhir anak-anak telah
berkembang pesat dalam segi kognitif. Pada masa ini anak-anak
menjadi aktif, ingin mengetahui dan memahami, serta senang belajar.
Anak sudah dapat mengembangkan berbagai keterampilan,
mengembangkan peran sosial, konsep-konsep dalam kehidupan
sehari-hari, dan mulai mencari kebebasan. Pada masa ini anak menjadi aktif
dan serba ingin tahu. Anak mengalami perkembangan dalam
pengetahuan, keterampilan, dan interaksi dengan teman sebaya.
Berdasarkan hal-hal itu, penelitian ini dilakukan terhadap subjek pada
usia masa pertengahan dan akhir anak-anak atau saat usia anak 6 hingga
12 tahun.
C.Agresi
1. Pengertian Agresi
Agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk
menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental (Berkowitz, 1995).
Menurut Robert Baron (1977), agresi adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron
(49)
individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, serta
ketidakinginan si korban menerima perilaku si pelaku (Koeswara, 1988).
2. Jenis Perilaku Agresif
Myers (1966) dalam Wirawan (2002) yang dikutip kembali oleh
Kristianto (2009) membagi agresi ke dalam dua jenis berdasarkan tujuan
yang mendasarinya, yaitu :
a) Agresi emosi (hostile aggression), yaitu merupakan ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang tinggi dan perilaku agresif dalam agresi
emosi ini adalah tujuan dari agresi tersebut.
b) Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression), yaitu agresi hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain dan pada umumnya tidak disertai dengan emosi.
3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) merumuskan agresi menjadi
tiga bentuk, yaitu :
a) Emosional verbal, contoh sikap membenci (baik yang diekspresikan
dalam kata-kata maupun tidak), marah, terlibat dalam pertengkaran,
mengkritik di depan umum, mencemooh, mencaci maki, menghina,
menyalahkan, menertawakan dan menuduh secara jahat
b) Fisik bersifat sosial, contoh perbuatan berkelahi atau membunuh dalam
(50)
terhadap penghinaan, berjuang dan berkelahi untuk mempertahankan
negara, dan membalas orang yang melakukan penyerangan
c) Fisik bersifat antisosial atau fisik asosial, contoh perbuatan perampokan,
menyerang, melukai, membunuh orang, berkelahi tanpa alasan,
menentang otoritas resmi melawan atau mengkhianati negara dan
perilaku kekerasan secara seksual (Hartini, 2009).
4. Teori Frustrasi-Agresi
Pada teori agresi, terdapat pula teori frustrasi-agresi yang
dipopulerkan oleh Dollard dan kelompoknya. Menurut Dollard dkk,
frustrasi adalah suatu kondisi ketika respon dalam memperoleh tujuan tidak
tercapai (Grey, Triggs, & Haworth, 1989). Dollard dkk menyatakan bahwa
frustrasi terjadi apabila kesenangan yang diinginkan tidak diperoleh.
Kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan membuat seseorang
kecewa karena telah mengharapkan kesenangan yang besar. Orang yang
tidak memperoleh sesuatu yang diharapkan memiliki kecenderungan untuk
melakukan agresi (Berkowitz, 1995). Frustrasi dapat menyebabkan
kecenderungan untuk agresi (Grey, Triggs, & Haworth, 1989). Frustrasi
karena tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar akan menimbulkan
gejala-gejala psikopatologis (Goble, 1987).
Kesimpulan dari uraian di atas, agresi adalah segala bentuk
(51)
maupun mental (Berkowitz, 1995). Agresi dibagi menjadi dua jenis, yang
terdiri dari agresi emosi dan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
lain. Selain itu, agresi juga dibagi menjadi empat bentuk yang
termanifestasi pada perilaku seseorang. Orang yang tidak memperoleh
sesuatu yang diharapkan mengalami frustrasi yang dapat menimbulkan
kecenderungan agresi.
D.Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)
Perkampungan Sosial Pingit (PSP) adalah sebuah komunitas yang
bergerak dalam bidang community development di daerah Pingit, Yogyakarta. Gerakan ini dirintis mulai tahun 1965, oleh Benhard Kieser, seorang frater
Yesuit Kolese St. Ignatius yang sekarang telah menjadi pastor. Tujuannya
adalah memberi penghidupan layak sederhana bagi keluarga-keluarga
tunawisma yang pada waktu krisis ekonomi berat pasca 1965 menjadi
fenomena mencolok di Yogyakarta.
Berkat bantuan Bapak Soebarjo, gerakan sederhana ini mendapat
sebidang tanah di tepi Sungai Winongo yang terus digunakan sebagai pusat
kegiatan PSP sampai saat ini. Pada tahun 1968, aktivitas sosial para frater
Kolese St. Ignatius ini mendapat payung hukum oleh lembaga Yayasan Sosial
Soegijapranata dari Komisi Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Semarang.
Komunitas Pingit memanfaatkan ruangan-ruangan di Perkampungan
Sosial Pingit untuk membuka sekolah informal bagi anak-anak di Kampung
(52)
pukul 19.00 WIB, sedangkan hari Sabtu diadakan sekolah alam bagi anak-anak
yang berminat. Kelas terdiri dari kelas TK, SD 1-3, SD 1-4, dan kelas khusus
bagi anak-anak yang memiliki minat tertentu, seperti kelas manga.
YSS Kampung Pingit mempunyai tiga divisi, yaitu divisi orangtua,
divisi anak, dan remaja. Divisi orangtua mengurusi hal-hal yang berkaitan
dengan kesejahteraan keluarga dan hal-hal yang berkaitan dengan resosialisasi
warga dampingan. Pengurus divisi orangtua bertugas mencari tuna wisma di
sekitar Yogyakarta untuk diajak tinggal di Kampung Pingit selama dua tahun.
Selama dua tahun, warga dampingan diberi tempat tinggal gratis dan
kesempatan mengumpulkan uang. Divisi remaja baru saja dibentuk karena ada
beberapa anak dampingan yang telah menjadi siswa SMP. Anak-anak SMP ini
tidak dapat digabungkan dengan kelas SD besar mengingat materi pelajaran
yang sangat berbeda. Sedangkan, divisi anak mengurusi hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan anak. Selain prestasi akademik, divisi anak juga
mengembangkan soft skill anak, seperti menggambar dan menjahit. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan-perubahan kecil di mana prioritas untuk
menanamkan nilai-nilai kehidupan (living values) kepada anak-anak dampingan menjadi yang utama.
E.Karakteristik Warga Kampung Pingit
Kampung Pingit yang terletak di tepi Sungai Winongo ini terdiri dari
(53)
Pingit tinggal di rumah petak kecil yang saling berdempetan. Rumah kecil
dengan satu atau dua kamar diisi oleh lebih dari 4 orang.
Tingkat pendidikan warga Kampung Pingit mayoritas rendah. Tingkat
pendidikan berpengaruh pada jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan warga.
Rata-rata kepala keluarga di Kampung Pingit mempunyai pekerjaan tidak tetap,
seperti memulung ataupun mengamen. Sebagian besar warga Pingit bekerja
dari pagi hingga sore hari. Anak-anak yang orangtuanya bekerja dan tidak ada
di rumah, menghabiskan waktu mereka dari sepulang sekolah hingga sore hari
dengan bermain bersama teman-teman sebaya di balai YSS. Ada sebagian kecil
jumlah anak yang dipekerjakan oleh orangtuanya, maupun anak yang
berinisiatif mencari uang sendiri karena tidak mempunyai orangtua sebagai
pengamen dan pengemis.
Sebagian besar warga Kampung Pingit bersaudara. Hal ini disebabkan
karena pada masa-masa awal resosialisasi warga yang diadakan YSS di
Kampung Pingit, ada beberapa warga yang sudah cukup berhasil
mengumpulkan dana dapat membangun rumah di sekitar lahan YSS.
Berpuluh-puluh tahun warga di Kampung Pingit menjalin relasi antar warga hingga
(54)
F. Dinamika Kebutuhan Anak Dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata
(YSS) Kampung Pingit yang Memiliki Kecenderungan Berperilaku
Agresif
Setiap individu memiliki satu atau beberapa kebutuhan.
Kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki jika tidak dipenuhi akan menyebabkan seseorang
merasa tegang. Pemenuhan kebutuhan dilakukan dalam rangka untuk
mengurangi ketegangan, mewujudkan kelangsungan hidup dan kesejahteraan
diri.
Menurut Murray, pemenuhan akan kebutuhan tertentu akan mereduksi
tegangan akibat munculnya kebutuhan (Hall & Lindzey, 1993). Seseorang
yang memiliki kebutuhan seringkali memiliki perilaku-perilaku yang efektif
untuk menghasilkan keadaan akhir yang diinginkan (Hall & Lindzey, 1993).
Perilaku-perilaku efektif ini melepaskan tegangan-tegangan yang terjadi akibat
adanya kebutuhan dan pada akhirnya menghentikan perilaku tersebut (Murray,
1938).
Pemenuhan kebutuhan merupakan tujuan seseorang dalam usaha untuk
mereduksi tegangan akibat munculnya kebutuhan. Apabila kebutuhan yang
muncul tidak mendapatkan pemenuhan akan menimbulkan frustrasi akibat
tidak tercapainya tujuan. Frustrasi yang muncul dapat menimbulkan suatu
kecenderungan berperilaku, yaitu agresi (Grey, Triggs, & Haworth, 1989).
Pernyataan di atas dapat dijelaskan oleh suatu kejadian yang pernah
terjadi pada anak Kampung Pingit. Dua anak sedang berkelahi dan ketika
(55)
berebut makanan akibat lapar. Hal ini menegaskan bahwa adanya kebutuhan
anak terhadap makanan yang ternyata tidak dapat terpenuhi sehingga anak
menjadi frustrasi sehingga munculnya suatu kecenderungan berperilaku
agresif, yaitu berkelahi. Perilaku agresif ini dilakukan untuk memperoleh
makanan untuk mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan akan makanan.
Sejauh pengamatan yang telah dilakukan, banyak sekali perilaku agresif
yang telah dilakukan oleh sebagian anak dampingan YSS di Kampung Pingit.
Sebagian anak cenderung melakukan agresi kepada teman sebaya maupun
pendamping anak. Pada saat permainan, anak-anak kerap melakukan tindakan agresi secara fisik, seperti memukul, melempar batu, menusuk tubuh orang lain
dengan pensil dan saling menabrakkan tubuh. Selain agresi secara fisik,
anak-anak juga melakukan agresi verbal dengan mengumpat dan memaki orang lain.
Berdasarkan rumusan yang telah diungkapkan, perilaku anak-anak yang agresif
ini terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang terhambat pada proses
(56)
Keterangan:
Adanya kebutuhan yang terpenuhi menimbulkan rasa puas sehingga
cenderung tidak menimbulkan agresi, sedangkan kebutuhan yang tidak
terpenuhi menimbulkan frustrasi yang menyebabkan kecenderungan untuk
melakukan agresi.
Terpenuhi Puas Cenderung tidak menimbulkan agresi Kebutuhan
Tidak terpenuhi Frustrasi Cenderung Agresi
(57)
39 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis dan Metode Penelitian
Pemilihan metode penelitian yang tepat merupakan hal yang sangat
penting di dalam penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bersifat naratif dengan tujuan menangkap kompleksitas
permasalahan yang diteliti (Poerwandari, 2001), sedangkan metode kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,
2009). Peneliti mendeskripsikan dan memahami proses dinamis yang terjadi
berkaitan dengan perilaku agresi yang didasari oleh kebutuhan anak.
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti ingin
menggali informasi mengenai kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak
dampingan YSS yang agresif. Penelitian kualitatif dapat membantu peneliti
untuk menerjemahkan realitas sosial yang sifatnya subjektif yang menciptakan
rangkaian pemahaman makna kehidupan sosial. Penelitian kualitatif deskriptif
menekankan pentingnya kedekatan peneliti dengan subjek penelitian yang
bertujuan agar diperoleh pemahaman yang jelas tentang realitas yang nyata.
Hal ini menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan kontak langsung dengan
(58)
B.Subjek
1. Kriteria Subjek
Subjek dalam penelitian ini telah dipilih berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya. Kriteria yang digunakan sebagai acuan
pemilihan subjek, yaitu :
a) Anak usia pertengahan dan akhir atau anak-anak usia 6 sampai 12 tahun.
Kriteria ini digunakan karena mayoritas anak yang memiliki
kecenderungan berperilaku agresif adalah anak usia sekolah dasar, yaitu
usia 6-12 tahun.
b) Subjek merupakan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata
c) Anak berperilaku agresif yang dikenali dengan ciri-ciri perilaku menurut
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) merumuskan agresi menjadi tiga
bentuk, yaitu :
Emosional verbal, contoh sikap membenci (baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak), marah, terlibat dalam pertengkaran,
mengkritik di depan umum, mencemooh, mencaci maki, menghina,
menyalahkan, menertawakan dan menuduh secara jahat
Fisik bersifat sosial, contoh perbuatan berkelahi atau membunuh dalam rangka mempertahankan diri atau objek cinta, membalas
dendam terhadap penghinaan, berjuang dan berkelahi untuk
mempertahankan negara, dan membalas orang yang melakukan
(59)
Fisik bersifat antisosial atau fisik asosial, contoh perbuatan perampokan, menyerang, melukai, membunuh orang, berkelahi tanpa
alasan, menentang otoritas resmi melawan atau mengkhianati negara
dan perilaku kekerasan secara seksual (Hartini, 2009).
2. Pemilihan Subjek
Pemilihan subjek melalui proses penilaian dari para pendamping
YSS. Para pendamping YSS diminta untuk menilai dua puluh dua anak
yang memiliki kriteria sebagai subjek penelitian, yaitu berperilaku agresif,
berusia 6-12 tahun, dan tinggal di Kampung Pingit selama minimal dua
tahun. Lima pendamping yang telah berkarya di YSS selama minimal satu
tahun diberi lembar penilaian yang berisi nama-nama anak dampingan YSS
usia sekolah dasar. Pendamping yang telah berkarya selama minimal satu
tahun diasumsikan sudah mengenal anak dan mengetahui perilaku anak
ketika berada di tempat pendampingan.
Pada lembar penilaian itu, para pendamping menilai dua puluh dua
anak dampingan tersebut. Para pendamping memberikan urutan angka 1-22
sesuai dengan tingkat agresivitas yang dilakukan oleh anak. Urutan dengan
angka yang lebih kecil menunjukkan bahwa anak cenderung melakukan
agresi dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan anak yang
(60)
Setelah setiap nama anak mendapat nilai dari para pendamping, nilai
setiap anak dijumlahkan. Peneliti memilih lima nama anak dengan jumlah
angka terkecil sebagai subjek penelitian.
C.Fokus Penelitian
Peneliti ingin mengungkap kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial
Soegijapranata (YSS) Yogyakarta. Fokus penelitian ini adalah pengungkapan
kebutuhan apa saja yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS yang
memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Peneliti berfokus pada penggalian
informasi-informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan anak saat ini berdasarkan
pada hasil tes CAT. Teori kebutuhan yang digunakan sebagai acuan untuk
menginterpretasi hasil tes CAT pada penelitian ini adalah teori kebutuhan
Murray. Kebutuhan dapat diidentifikasi dari perilaku dalam cerita.
D.Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah
Children’s Apperception Test (C.A.T). C.A.T digunakan pada penelitian ini karena kebutuhan tidak dapat diteliti melalui observasi. Selain itu, sulit bagi
anak-anak untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhannya dalam wawancara
dengan peneliti. Anak sulit menangkap konsep-konsep abstrak, sulit bercerita,
dan cerita anak tidak terstruktur sehingga tes proyektif bercerita merupakan
metode pilihan yang tepat dalam mengungkapkan kebutuhan anak. Tes CAT
(61)
permainan. Instrumen CAT terdiri dari 10 kartu bergambar. Administrasi CAT
dilakukan secara individual oleh peneliti.
Budoff (1960) serta Joelson & Foster (1962) menemukan bahwa
beberapa anak dapat melakukan tes dengan rangsangan gambar binatang dan
sebagian lainnya dengan rangsangan gambar orang. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh variabel kepribadian, seperti tipe kepribadian, umur, dan IQ (Bellak
&Abrams, 1997).
Ada 3 subjek berusia di atas 6 tahun yang menggunakan CAT karena
berdasarkan pengamatan peneliti di kelas belajar informal, ketiga subjek masih
kesulitan menjalankan tugas perkembangan pada aspek kogntif sesuai usianya,
seperti membaca dan menulis. Hal ini menjadi pertimbangan bagi peneliti
untuk menggunakan CAT pada ketiga subjek.
Gambar-gambar yang disediakan disajikan dalam bentuk permainan di
mana anak diajak untuk bercerita mengenai setiap gambar yang diberikan.
Setiap cerita yang diberikan oleh subjek direkam sebagai data penelitian.
1. Persiapan Penelitian
Proses pengumpulan data dimulai dengan menghubungi subjek yang
telah ditentukan sebelumnya dan orang tua subjek untuk membicarakan
tentang kesediaan subjek terlibat dalam penelitian ini. Peneliti meminta ijin
kepada orangtua untuk mengajak subjek melaksanakan CAT di Kampus III
Sanata Dharma. Setelah mendapat ijin, pengumpulan data dapat dilakukan.
(62)
mengalami kesulitan dalam proses rapport dan diharapkan partisipan akan lebih leluasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
Pada saat pengetesan, subjek diminta untuk bercerita mengenai kartu
bergambar yang dilihatnya. Proses pengetesan diatur seolah-olah sedang
dalam situasi berdongeng. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin subjek
dapat bercerita dengan lebih leluasa dan mendapatkan data cerita yang
otentik.
2. Pelaksanaan Penelitian
Peneliti melakukan tes pada waktu yang telah disepakati sebelumnya
dengan subjek dan orang tua subjek. Peneliti melakukan rapport untuk menjelaskan tujuan dari pengetesan dan membuat subjek merasa nyaman
dengan pengetesan yang akan dilakukan. Waktu dari pengetesan ini pada
umumnya berdurasi enam puluh menit, dan dilakukan satu kali untuk setiap
subjek. Peneliti menggunakan alat perekam sebagai sarana pengumpulan
data, yang kemudian diubah menjadi transkrip cerita. Berikut adalah
gambaran pelaksanaan CAT.
Tabel 3.1
Pelaksanaan Pengetesan
No. Partisipan
Pelaksanaan Pengetesan Tanggal dan
Waktu Lokasi 1 GDS (Perempuan,
12 tahun)
18 Maret 2013
14.25 – 15.05 Ruang Observasi 2 2 ANM (Perempuan,
9 tahun)
19 Maret 2013
14. 05 – 15.20 Ruang Observasi 2 3 PWJ (Laki-laki,
7 tahun)
20 Maret 2013
(63)
4 RI (Laki-laki, 7 tahun)
21 Maret 2013
13.55 – 14. 55 Ruang Observasi 2 5 OHP (Laki-laki,
9 tahun)
21 Maret 2013
13.21 – 14.12 Ruang Observasi 2
E.Analisis Data
Menurut Bogdan & Biklen (1982), analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2012).
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis tematik.
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi yang menghasilkan
daftar tema. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan suatu
fenomena dan secara maksimal menghasilkan interpretasi fenomena yang
terjadi (Poerwandari, 2005). Analisis dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
1. Membaca transkrip cerita
Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan tema-tema yang
muncul (Poerwandari, 2005). Respon berupa cerita tentang perilaku yang
dipaparkan subjek dianalisis berdasarkan teori kebutuhan Murray. Bagian
cerita yang kemungkinan memiliki tema kebutuhan dituliskan kembali
(64)
2. Membaca transkrip secara berulang sebelum melakukan koding untuk
memperoleh ide umum tentang tema (Poerwandari, 2005). Ini dilakukan
untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus atau masalah.
3. Peneliti mendaftar tema-tema yang muncul (Poerwandari, 2005).
Tema-tema kebutuhan yang muncul dalam bentuk cerita mengenai perilaku tokoh
cerita pada bagian tema deskriptif didaftar pada bagian tema diagnostik.
Dalam analisis ini, ditemukan tema-tema kebutuhan yang sama maupun
tema-tema yang khas dalam tiap kasusnya. Tema kebutuhan yang telah
peneliti analisis dibandingkan dengan analisis kebutuhan yang dilakukan
oleh penyidik lain, yaitu psikolog. Tema kebutuhan yang peneliti gunakan
adalah hasil analisis yang sama antara peneliti dengan psikolog tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tema kebutuhan yang valid.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip, peneliti
dapat menyusun catatan menyeluruh yang berisikan daftar tema-tema yang
dapat menampilkan pola-pola hubungan antar tema (Poerwandari, 2005).
Hasil CAT dikaitkan dengan data yang telah peneliti dapatkan berupa
informasi latar belakang subjek mengenai pengalaman-pengalaman subjek.
F. Kredibilitas Penelitian
Kredibilitas penelitian dapat dilihat dari keberhasilan suatu penelitian
mencapai maksud untuk mengeksplorasi masalah, mendiskripsikan setting,
proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari,
(65)
Validitas argumentatif dicapai apabila presentasi temuan dan kesimpulan
merupakan hal yang rasional, serta dapat dibuktikan kembali dengan melihat
data mentah.
Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
triangulasi. Moleong (2002) menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Patton (dalam Moleong, 2002) membedakan triangulasi sebagai
triangulasi sumber, triangulasi peyidik, triangulasi teori, dan triangulasi
metode.
Penelitian ini menggunakan triangulasi penyidik karena hasil dari
pengumpulan data dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti dibandingkan
oleh analis lain, yaitu seorang psikolog, Ayuk Rahadhian Subekti, M.Psi, Psi.
Triangulasi model ini memiliki kelemahan, yaitu mendapat tema
kebutuhan yang kurang lengkap karena ada data yang terbuang akibat ada data
(66)
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.Pelaksanaan Penelitian
1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara langsung yang dilakukan oleh
subjek sehingga terjadi interaksi antara peneliti dan subjek. Pengumpulan
data dilakukan sebanyak lima kali dalam waktu yang berbeda.
a) Pengetesan CAT Subjek 1
Hari, tanggal : Senin, 18 Maret 2013
Waktu : Pukul 14.25 – 15. 05 WIB Tempat : Ruang Observasi 2
b) Pengetesan CAT Subjek 2
Hari, tanggal : Senin, 19 Maret 2013
Waktu : Pukul 14.00 – 15. 25 WIB Tempat : Ruang Observasi 2
c) Pengetesan CAT Subjek 3
Hari, tanggal : Senin, 20 Maret 2013
Waktu : Pukul 13.40 – 14.40 WIB Tempat : Ruang Observasi 2
(67)
d)Pengetesan CAT Subjek 4
Hari, tanggal : Senin, 18 Maret 2013
Waktu : Pukul 13.55 – 14. 55 WIB Tempat : Ruang Observasi 2
e) Pengetesan CAT Subjek 5
Hari, tanggal : Senin, 22 Maret 2013
Waktu : Pukul 14.21 – 15. 12 WIB Tempat : Ruang Observasi 2
B.Analisis dan Pembahasan
1. Deskripsi Subjek 1
a) Identitas Subjek
Nama : GDS
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 12 tahun
Pendidikan : Kelas 5 SD
Urutan kelahiran : Anak ke-1 dari 2 bersaudara
Alamat rumah : Pingit
b)Latar Belakang GDS
Subjek adalah siswa SD Kyai Maja kelas 5. Subjek adalah anak
(68)
ada tugas yang sulit, subjek minta tolong Pak Dhe. Subjek mau belajar
jika ada yang menemani. Subjek juga merupakan orang yang cekatan saat
bekerja atau berkegiatan. Selain itu, subjek merupakan anak yang
ngeyelan. Contoh kejadian, subjek disuruh ibu mandi tetapi subjek mengiyakan saja tanpa beranjak mandi.
Subjek memiliki hobi bermain kasti dan menggambar. Subjek
pernah mendapat ranking 8 saat duduk di kelas 5 semester 1. Subjek
bercita-cita menjadi seorang polwan. Subjek menyukai pelajaran IPS.
Kegiatan subjek setelah pulang sekolah adalah bermain di bale YSS
hingga adzan magrib memanggil. Lalu, subjek berada di rumah untuk
menonton televisi. Kadang, subjek duduk-duduk di depan rumah
temannya untuk sekedar mengobrol. Setiap Senin-Kamis malam, subjek
mengikuti pembelajaran di YSS dan setiap Sabtu sore, subjek aktif
mengikuti kegiatan sekolah alam di YSS.
Subjek merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Subjek
tinggal bersama Nenek dan Pak Dhenya di Kampung Pingit. Ibunya
bekerja di Magelang dan dua minggu sekali pulang ke Kampung Pingit,
Jogja. Ibu subjek berpisah dengan ayahnya semenjak dua tahun lalu
seiring lahirnya anak kedua. Sejak umur tiga tahun, subjek sudah sering
ditinggal oleh ayahnya dalam jangka waktu lama untuk bekerja. Adik
subjek dirawat oleh Bu Dhe yang berada di Tasik. Tiap Idul Fitri, adik
datang ke Jogja namun Idul Fitri kali ini, subjek yang aan datang ke
(69)
Ketika terjadi perpisahan, subjek lebih memilih untuk tinggal
dengan ibu. Subjek setiap hari mengirim SMS menanyakan kabar kepada ibunya. Subjek senang jalan-jalan dengan ibu, biasanya jalan-jalan ke
Magelang. Ada suatu kejadian yang diingat subjek tentang ibu. Waktu
itu, subjek ingin meminta dibelikan es teh oleh ibunya namun tidak
dibelikan. Subjek melempar ibunya dengan kerikil lalu ibu
membelikannya. Jika ada waktu liburan, subjek menyempatkan diri
mengunjungi ayahnya. Subjek pernah naik bus sendirian ke Magelang
untuk bertemu ayahnya. Saat bertemu ayahnya, subjek diajak jalan-jalan
dan berbelanja di mall. Subjek biasanya dibelikan tas dan sepatu. Ketika subjek akan pulang ke Jogja, ayah memberikan uang saku yang cukup
banyak.
Subjek dan Pak Dhe memiliki hubungan yang baik. Subjek
menurut kepada Pak Dhe. Apabila subjek membantah perkataan ibu, Pak
Dhe memarahi subjek. Subjek tinggal bersama neneknya sudah sejak
lama. Nenek yang menyiapkan makan untuk subjek. Subjek tidak
diperbolehkan nenek untuk masak sendiri. Saat TK, ada kenangan
tentang suatu kejadian membekas antara subjek dengan nenek. Waktu itu,
subjek ingin bermain dengan temannya namun tidak diperbolehkan oleh
nenek. Subjek menangis, nenek memukul subjek lalu subjek menggigit
tangan nenek hingga berdarah.Subjek memiliki banyak teman.
Subjek sering bermain kasti, gobak sodor, atau petak umpet
(70)
yang masih batita. Menurut penuturan pendamping YSS, subjek sering
berkata kasar kepada teman maupun kepada para pendamping ketika
pembelajaran. Subjek juga pernah membuat temannya menangis karena
perkataannya.
c) Penyajian Data
Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan GDS
No. Subjek
Kebutuhan yang Muncul
Dari Kartu 1-10
Kemunculan Tema
Kebutuhan
1.
GDS
Kebutuhan afiliasi 9 (figur teman 4, ayah 2,
ibu 1, adik 1, orang
dewasa 1)
2. Kebutuhan untuk bermain 5
3. Kebutuhan untuk makan 2
4. Kebutuhan untuk menolong 1 (figur adik)
5. Kebutuhan untuk agresi 1
6. Kebutuhan untuk menghindar
dari bahaya
1
7. Kebutuhan untuk pasif 2
8. Kebutuhan untuk buang air 1
9. Kebutuhan untuk prestasi 1
10. Kebutuhan untuk ditolong 2 (oleh figur ibu 1,
(71)
11. Kebutuhan untuk ketertiban 1
12. Kebutuhan untuk
menghindar dari rasa hina 1
13. Kebutuhan untuk menolak
kegiatan
1
d)Dinamika Kebutuhan GDS Menurut CAT
Hasil pengetesan CAT menunjukkan bahwa subjek memiliki
kebutuhan yang bervariasi. Hasil pengetesan menggambarkan bahwa
subjek memiliki dua kebutuhan yang dominan, yaitu kebutuhan afiliasi
(dengan figur teman, ayah, ibu, adik, dan orang dewasa) serta kebutuhan
untuk bermain. Subjek membutuhkan afiliasi dengan teman yang
termanifestasi berupa perilaku mengobrol dengan teman-temannya di
waktu luang. Selain itu, sepulang sekolah subjek sering berinteraksi
dengan teman-teman di sekitar balai YSS. Menurut Nurihsan & Agustin
(2011), anak-anak cenderung lebih sering berinteraksi dengan
teman-teman sebaya. Pernyataan ini sejalan dengan hasil temuan dari tes CAT
bahwa subjek memiliki kebutuhan yang cukup besar untuk berafiliasi
dengan teman-teman sebaya.
Subjek membutuhkan afiliasi dengan figur ayah. Hal ini terjadi
karena subjek tinggal jauh dari ayah yang telah berpisah dengan ibu
subjek. Subjek menyempatkan diri untuk bertemu dengan ayahnya
(72)
Subjek juga membutuhkan afiliasi dengan figur ibu. Subjek merasa
senang ketika berjalan-berjalan dengan ibu di Magelang. Ibu subjek yang
bekerja di Magelang dan pulang setiap dua minggu sekali menyebabkan
subjek sering mengirimkan SMS sekedar untuk menanyakan kabar ibu. Selain itu, subjek memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dengan figur adik.
Subjek telah berpisah dengan adiknya semenjak adiknya lahir sehingga
subjek sering memomong anak tetangga yang seumuran dengan adiknya
dan diajak bermain di area balai YSS. Subjek juga memiliki kebutuhan
untuk berafiliasi dengan figur orang dewasa, pak dhe yang akrab dengan subjek.
Pada masa anak usia pertengahan dan akhir, orangtua tetap
menjadi agen sosialisasi yang penting bagi kehidupan anak meski
interaksi antara orangtua dan anak berkurang (Santrock, 1995).
Kebutuhan subjek akan afiliasi dengan figur orangtua dan adik ada
kaitannya dengan hubungan subjek dengan orangtua serta adik yang
terpisah oleh jarak. Keadaan orangtua, adik yang berpisah serta ibu yang
bekerja menyebabkan anak memiliki kebutuhan afiliasi dengan figur
orangtua dan adik yang cukup besar. Kebutuhan subjek untuk berafiliasi
dengan figur orang dewasa diwujudkan dengan terjalinnya hubungan
baik antara subjek dan Pak Dhe.
Selain kebutuhan afiliasi, subjek memiliki kebutuhan untuk
bermain. Subjek sering bermain kasti, gobak sodor, dan petak umpet
(1)
Lampiran 12. Lembar Informed Concent
Dengan hormat, Bersama ini saya,
Nama : Fransisca Indra Kristanti NIM : 089114139
Fakultas : Psikologi Universitas Sanata Dharma
Memohon izin kepada Bapak/Ibu untuk melakukan pengambilan data pada anak Bapak/Ibu yang bernama ……… demi kepentingan skripsi. Pengambilan data ini akan dilakukan pada,
Hari, tanggal : Pukul :
Atas izin dan perhatian Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Mengetahui, Hormat saya,
Orangtua/wali
(2)
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
(4)
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
(6)
154