Kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif.

(1)

KEBUTUHAN ANAK DAMPINGAN YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) KAMPUNG PINGIT

YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF

Fransisca Indra Kristanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 5 anak yang memiliki kecenderungan agresif. Subjek penelitian dipilih berdasarkan penilaian pendamping YSS menurut teori agresi. Subjek merupakan anak yang dinilai sering berperilaku agresif di area belajar YSS. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit adalah kebutuhan afiliasi dengan figur teman, orang tua, dan adik, serta kebutuhan untuk bermain. Kecenderungan anak melakukan agresi bertujuan untuk mengurangi reduksi tegangan yang timbul akibat adanya kebutuhan.


(2)

THE NEEDS OF YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) CHILDREN AT PINGIT WHO HAVE A TENDENCY

TO BEHAVE AGGRESSSIVELY

Fransisca Indra Kristanti

ABSTRACT

This research aimed to describe the needs that were owned by the children of Yayasan Sosial Soegijopranoto (YSS) in Pingit who had a tendency to behave aggressively. The subjects in this research were consisted of five children who had aggressive tendencies. The researcher chose the subjects according to the volunteers’ assessment using aggression theory. The subjects were the children who were seen often did aggression in study area of YSS. This research was included in qualitative descriptive research and combined with thematic analysis. The research result showed that the needs that were owned by the children of YYS in Pingit was affiliation need with the figure of their friends, parents, and sisters or brothers, as well as they need to play. The

children’s tendency to do aggression aimed to reduce their stress reduction that arose from their need.


(3)

KEBUTUHAN ANAK DAMPINGAN YAYASAN SOSIAL

SOEGIJAPRANATA (YSS) KAMPUNG PINGIT

YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN

BERPERILAKU AGRESIF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Fransisca Indra Kristanti 089114139

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

(5)

(6)

iv

Hambatan dalam pengerjaan

skripsi bukan untuk ditakuti


(7)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk:

Bapak terkasih, Alm. F.X Mulyadi. Pak, udah jadi skripsinya

Emak tersayang, Julitte Indarini

Keluarga dan sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku

juga

Komunitas Perkampungan Sosial Pingit, Anak-anak Pingit, dan Pingiters


(8)

(9)

vii

KEBUTUHAN ANAK DAMPINGAN YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) KAMPUNG PINGIT

YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF

Fransisca Indra Kristanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 5 anak yang memiliki kecenderungan agresif. Subjek penelitian dipilih berdasarkan penilaian pendamping YSS menurut teori agresi. Subjek merupakan anak yang dinilai sering berperilaku agresif di area belajar YSS. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit adalah kebutuhan afiliasi dengan figur teman, orang tua, dan adik, serta kebutuhan untuk bermain. Kecenderungan anak melakukan agresi bertujuan untuk mengurangi reduksi tegangan yang timbul akibat adanya kebutuhan.


(10)

viii

THE NEEDS OF YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (YSS) CHILDREN AT PINGIT WHO HAVE A TENDENCY

TO BEHAVE AGGRESSSIVELY

Fransisca Indra Kristanti

ABSTRACT

This research aimed to describe the needs that were owned by the children of Yayasan Sosial Soegijopranoto (YSS) in Pingit who had a tendency to behave aggressively. The subjects in this research were consisted of five children who had aggressive tendencies. The researcher chose the subjects according to the volunteers’ assessment using aggression theory. The subjects were the children who were seen often did aggression in study area of YSS. This research was included in qualitative descriptive research and combined with thematic analysis. The research result showed that the needs that were owned by the children of YYS in Pingit was affiliation need with the figure of their friends, parents, and sisters or brothers, as well as they need to play. The children’s tendency to do aggression aimed to reduce their stress reduction that arose from their need.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Syukur pada Tuhan Allah yang selalu menyertai hari-hari galau selama mengerjakan skripsi. Penyertaan-Nya mantap sekali! Terima kasih, Tuhan, atas bimbingan dan lindunganMu untuk mental penulis agar tetap sehat selalu selama mengerjakan skripsi ini.

Terima kasih Emak Julitte dan Almarhum Bapak, orang tua yang selalu setia dan sabar menanti penulis menyelesaikan skripsi. Love you, Mak-Pak. Debora, kakakku sayang, terima kasih untuk semangat yang kau berikan selama ini. Andre, adikku yang pengertian, terima kasih atas perhatianmu, ya.

Terima kasih kepada Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi atas pengertian dan kepercayaannya kepada saya selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk bantuannya dalam membenahi

sistematika berpikir saya yang berantakan. Harap maklum, Pak. Hehe…

Terima kasih kepada Bu Sylvia Carolina MYM., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis dalam pengerjaan skripsi serta memberikan dukungan sosial yang begitu berarti bagi penulis. Makasih banget, Bu. 

Terima kasih Bu Agnes Indar Etikawati, M. Si dan Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si yang telah memberikan wejangan dan ilmu tentang metode penelitian yang penulis lakukan. Terima kasih juga kepada Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi selaku dekan yang sudah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.


(13)

xi

Komunitas Perkampungan Sosial Pingit yang telah memberikan sarana dan kemudahan-kemudahan bagi saya selama pengumpulan data. Terima kasih atas semua bantuan yang diberikan kepada saya.

Mbak Ayu dan Mbak Indira yang rela meluangkan waktu untuk melihat-lihat data cerita dari anak. Tengkyu. Acink, Cimeng, dan Sike yang sering memberikan tempat bagi penulis untuk numpang mengetik, mencucurkan air mata, dan berbagi tawa. Cik Anne yang suka jadi teman ngalur-ngidul, pendengar cerita-cerita yang menjadi distraksi pengerjaan skripsi. ATMW. Pujo dan Ninul yang pasti mendoakan saya di saat penulis berwajah kusam dan merasa galau. Terima kasih Onita yang selalu mengantarkan saya ke manapun saya mau. Ohh..

motorku…

Kokok dan Kojoy yang rela menyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan akademik dan membantu penulis dalam teknis penulisan skripsi yang sistematis. Terima kasih, ya. PARIAMSJ, kalian hiburanku selama bosan dengan skripsi yang nggak maju-maju. Pingiters!! Tim horee Pingit!! Anak-anak Pingit yang selalu menjadi semangatku dalam menyusun skripsi. Nyak demon kutti…

Flavi dan Ranum sebagai pihak pengecek hasil akhir. Terima kasih atas kritikan dan saran yang kalian berikan untukku. Kritikan dan saran dari kalian sangat berguna. Kakak Glo, terima kasih ya untuk terjemahan bahasa Inggrisnya.

Serta, terima kasih kepada semua teman yang membantu, mendukung, dan memberikan inspirasi untuk saya dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga Tuhan memberkati kalian.


(14)

xii

Penulis menyadari juga bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. AMIN.

Yogyakarta, 3 Oktober 2013


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………...

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN MOTTO………...

HALAMAN PERSEMBAHAN………...

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...

ABSTRAK………...

ABSTRACT………... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………...

KATA PENGANTAR………...

DAFTAR ISI………...

DAFTAR TABEL………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I : PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang ...…...………..……...

B. Rumusan Masalah……...………...………...

C. Tujuan Penelitian……….………..……....

D. Manfaat Penelitian………..

1. Manfaat Teoritis... 2. Manfaat Praktis...

I ii iii iv v vi vii viii ix x xiii xvii xviii 1 1 5 5 5 5 5


(16)

xiv

BAB II : LANDASAN TEORI………..

A. Kebutuhan………….………..………...

1. Pengertian Kebutuhan…...…………...……….

2. Tipe-tipe Kebutuhan………..……..………...

3. Daftar Kebutuhan Murray………….………...

B. Anak….………..

1. Kategori Usia……….……….

2. Perkembangan serta Tugas Perkembangan Anak Usia

Pertengahan dan Akhir……....………..

C. Agresi……...………...

1. Pengertian Agresi...………..

2. Jenis Perilaku Agresi………....……….

3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif………... 4. Teori Frustrasi-Agresi... D. Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)... E. Karakteristik Warga Kampung Pingit……….... F. Dinamika Kebutuhan Anak Dampingan Yayasan Sosial

Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang Memiliki Kecenderungan Berperilaku Agresif………...

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN………..

A. Jenis dan Metode Penelitian…………...

B. Subjek……….………

1. Kriteria Subjek………...………...

7 7 7 9 13 24 25 26 30 30 31 31 32 33 34 36 39 39 40 40


(17)

xv

2. Pemilihan Subjek………...………...

C. Fokus Penelitian….………....

D. Pengumpulan Data...………....………... 1. Persiapan Penelitian... 2. Pelaksanaan Penelitian...

E. Analisis Data………...…………...

F. Kredibilitas Penelitian………

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN.……….…….

A. Pelaksanaan Penelitian……….………...…

1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data...…...…………...

B. Analisis dan Pembahasan………...………

1. Deskripsi Subjek 1………...… 2. Deskripsi Subjek 2….……… 3. Deskripsi Subjek 3…………...……… 4. Deskripsi Subjek 4…...…....……… 5. Deskripsi Subjek 5……..……… C. Dinamika Kebutuhan Kelima Subjek (GDS, ANM, PWJ,

RI, dan OHP)………...…..………... BAB V : PENUTUP...…………..………...

A. Kesimpulan………

B. Saran………..

1. Bagi Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)

Kampung Pingit…………... 41 42 42 43 44 45 46 48 48 48 49 49 56 63 69 76 82 88 88 88 88


(18)

xvi

2. Bagi Orangtua…………..………..

3. Bagi Peneliti Selanjutnya………..

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN……… 89 90 91 92


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pelaksanaan Pengetesan... 44

Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan GDS……….... 52

Tabel 4.2 Daftar Kebutuhan ANM..………. 59

Tabel 4.3 Daftar Kebutuhan PWJ………. 65

Tabel 4.4 Daftar Kebutuhan RI………. 72

Tabel 4.5 Daftar Kebutuhan OHP……… 78

Tabel 4.6 Daftar Kebutuhan Seluruh Subjek……….………... 82 .


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Penilaian Atas Perilaku Agresif Anak Oleh

Pendamping YSS………. 95

Lampiran 2 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 1, GDS ………...………... 96

Lampiran 3 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 2, ANM………... 104

Lampiran 4 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 3, PWJ……….……... 112

Lampiran 5 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 4, RI… ………..………... 123

Lampiran 6 Verbatim Cerita dan Tabel Tema Utama CAT Subjek 5, OHP………...……….………... 132

Lampiran 7 Identitas Psikolog... 142

Lampiran 8 Hasil Observasi Perilaku Subjek... 145

Lampiran 9 Hasil Observasi Rapat Koordinasi Pendamping YSS... 146

Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Para Pendamping YSS... 147

Lampiran 11 Hasil Wawancara dengan Warga Kampung Pingit... 148


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ide penelitian ini berawal dari keprihatinan peneliti menilik perilaku anak-anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) di Kampung Pingit, Yogyakarta. Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) adalah suatu yayasan sosial yang terlibat untuk melayani warga tunawisma dalam proses resosialisasi secara khusus yang berlokasi di Kampung Pingit. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), resosialisasi adalah pemasyarakatan kembali. YSS mengajak para tunawisma tinggal di rumah petak kecil selama dua tahun untuk mempersiapkan kembali hadir di tengah masyarakat umum. Warga dampingan YSS itu diberi kesempatan untuk bekerja dan bersosialisasi dengan warga Kampung Pingit selama dua tahun agar dapat beradaptasi dengan masyarakat umum setelah masa dampingan YSS berakhir. Selain mendampingi orangtua, YSS membuka kelas belajar informal bagi anak-anak dari warga Kampung Pingit. Banyak anak meluangkan waktunya setiap Senin, Kamis malam, dan Sabtu sore untuk belajar dan bermain bersama anak-anak lain serta para pendamping.

Berdasarkan hasil observasi informal yang telah peneliti lakukan, terdapat fenomena yang menarik pada anak-anak yang didampingi. Sebagian anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit mempunyai kecenderungan perilaku membentak, berkata kasar dan tidak segan-segan menghina teman sebaya


(22)

maupun orang dewasa. Mayoritas anak-anak mudah marah jika keinginannya tidak tercapai. Ketika anak mengharapkan sesuatu dan harapannya tidak tercapai, anak menjadi marah dan kemudian kerap mengumpat.

Beberapa anak juga tampak tidak percaya diri saat belajar di kelas informal. Hal itu tampak pada perilaku tidak berani menjawab pertanyaan, menangis atau marah ketika dimintai keterangan mengapa tidak mau menjawab. Beberapa anak menolak tantangan akademis. Maksudnya, anak-anak menolak diberi tugas ataupun pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Jika anak sudah merasa tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, mereka memilih pergi dari ruang kelas. Banyak perilaku yang didominasi oleh kecenderungan agresi dalam komunikasi interpersonal mereka.

Bandura menyatakan bahwa agresi dapat disebabkan oleh usaha pemenuhan kebutuhan yang terhalangi (Atkinson, 1999). Maslow juga mengungkapkan bahwa sikap anak-anak yang mementingkan diri, merusak, agresif dan tak dapat bekerja sama tampak menonjol karena mereka merasa tidak aman, merasa terancam, dan kebutuhan-kebutuhan mereka tidak terpuaskan (Goble, 1987).

Selain pengamatan peneliti, peneliti mendapat data tambahan dari hasil rapat koordinasi (rakor) yang diadakan setiap awal semester. Rakor diadakan untuk membahas tentang evaluasi pembelajaran selama semester yang telah berlalu, masalah-masalah yang ditemui, pemecahan masalah, dan program pembelajaran semester yang akan datang. Selama beberapa kali terjadi rakor, beberapa pendamping mengungkapkan suatu masalah yang sama tiap semester,


(23)

yaitu urgensi keberadaan YSS di Kampung Pingit. Apakah YSS masih berguna dalam menjawab keprihatinan di Kampung Pingit? Berpuluh-puluh tahun didirikan namun tidak ada perubahan yang signifikan pada perilaku anak. Masalah tentang sebagian anak yang cenderung berperilaku agresif masih

menjadi sorotan utama. Lalu, timbul pertanyaan, “Para pendamping

mempunyai kebutuhan tertentu sehingga datang ke YSS namun apa kebutuhan

anak dampingan YSS sebenarnya?” Ada kekhawatiran bahwa apa yang

diberikan kepada anak-anak ternyata bukan merupakan kebutuhan mereka sehingga tidak tepat sasaran.

Murray menyatakan bahwa kebutuhan merupakan faktor-faktor penentu tingkah laku penting dalam pribadi (Hall & Lindzey, 1993). Selain itu, Maslow menyatakan bahwa kebutuhan dasar atau kebutuhan karena kekurangan yang belum terpuaskan memiliki pengaruh terbesar pada tingkah laku (Goble, 1987). Pernyatan-pernyataan ini semakin menguatkan peneliti untuk meneliti anak yang cenderung berperilaku agresif dibandingkan meneliti lingkungan sekitar anak. Murray mengungkapkan bahwa kebutuhan seringkali dibarengi oleh tindakan-tindakan instrumental tertentu yang efektif untuk menghasilkan keadaan akhir yang diinginkan. Murray juga mengungkapkan bahwa pemenuhan akan kebutuhan tertentu akan mereduksi tegangan akibat munculnya kebutuhan (Hall & Lindzey, 1993). Anak dimotivasi oleh kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut.

Pemenuhan kebutuhan adalah faktor penting dalam perkembangan anak karena menghasilkan perkembangan dan pertumbuhan yang mengarah pada


(24)

kesehatan mental (Goble, 1987). Informasi tentang kebutuhan anak menjadi penting untuk menindaklanjuti proses pemenuhannya.

Sebelumnya, telah ada penelitian mengenai perilaku agresif anak-anak dampingan YSS dengan hasil yang menunjukkan bahwa bahwa anak-anak di dampingan YSS di Kampung Pingit memiliki perilaku agresif yang sedang atau di atas rata-rata dan melakukan perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolik (Kristianto, 2009). Peneliti menemukan bahwa anak-anak dampingan YSS tidak hanya menyerang secara verbal namun juga secara non-verbal. Hal ini menjadi data tambahan bagi penelitian. Penelitian tentang kebutuhan juga sudah pernah dipublikasikan oleh Howard & Prince (2002) mengenai kebutuhan dasar anak. Penelitian ini menjelaskan tentang kebutuhan dasar anak yang mengalami kesulitan berupa kemiskinan. Penelitian ini menggunakan teori lima kebutuhan Maslow dan mengambil subjek dari negara Amerika Serikat.

Berdasarkan keprihatinan pribadi dari peneliti dan pengamatan informal yang telah dilakukan, peneliti terdorong untuk menggali informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS yang cenderung berperilaku agresif. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena informasi yang akan digali pada penelitian ini adalah kebutuhan dari anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif.


(25)

B.Rumusan Masalah

“Kebutuhan apa yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung

Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk mengetahui gambaran mengenai kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS yang sering berperilaku agresif. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah dan melengkapi literatur psikologi tentang kebutuhan-kebutuhan anak yang cenderung berperilaku agresif sehingga dapat menjadi data eksploratif yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)

Penelitian ini berguna untuk mengetahui jenis-jenis kebutuhan yang dimiliki anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit. Penelitian ini juga memberi gambaran untuk divisi anak mengenai kebutuhan anak-anak dampingan YSS di Kampung Pingit sebagai referensi


(26)

pendampingan anak. Manfaat yang dapat diperoleh untuk waktu jangka panjang adalah upaya untuk menurunkan tingkat agresi dapat terjadi karena adanya informasi mengenai kebutuhan yang pemenuhannya difasilitasi oleh pendamping anak.

b. Bagi orangtua

Penelitian ini memberi gambaran bagi orangtua mengenai kebutuhan anak-anak mereka.


(27)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kebutuhan

1. Pengertian Kebutuhan

Menurut APA Dictionary of Psychology (2006), kebutuhan adalah suatu kondisi ketegangan pada suatu organisme yang dihasilkan dari pencabutan sesuatu yang diperlukan untuk kelangsungan hidup, kesejahteraan, atau pemenuhan diri. Menurut Kamus Psikologi, kebutuhan adalah beberapa hal atau situasi hubungan yang jika ada, akan sanggup memperbaiki kesejahteraan organisme. Sebuah kebutuhan dalam pengertian ini bisa jadi bersifat mendasar dan biologis (contohnya makanan) atau melibatkan faktor-faktor sosial dan personal, serta berasal dari bentuk-bentuk kompleks pembelajaran, seperti pencapaian dan prestis (Reber & Reber, 2010).

Kebutuhan adalah konsep atau konstruksi logis yang mewakili suatu daya ... pada bagian otak … yang mengorganisasikan persepsi, apersepsi, intelektual, konasi, dan perilaku pada cara untuk mengubah arah tertentu yang ada, situasi yang tidak terpuaskan ( Murray, 1938).

Kebutuhan membuat seseorang menjadi aktif hingga situasi dan lingkungan diubah untuk mereduksi kebutuhan tersebut (Hall & Lindzey, 1993). Murray dalam Bherm (1996) juga menyatakan bahwa kebutuhan


(28)

adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha (Antariksi, 2004). Apabila kebutuhan muncul, seseorang akan berada dalam keadaan tegang. Pemuasan kebutuhan akan mereduksi tegangan (Hall & Lindzey, 1993).

Irwanto, dkk (1994) menegaskan bahwa kebutuhan akan menciptakan suatu keadaan tegang dan ini mendorong perilaku untuk memenuhi suatu kebutuhan (Mikha, 2007). Murray (dalam Prihantono, 2003) menuturkan bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan secara berbeda. Orang menggunakan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Kusumaningtyas, 2008).

Murray menyatakan bahwa adanya kebutuhan dapat disimpulkan dari :

a) Akibat atau hasil akhir tingkah laku

b) Pola atau cara khusus tingkah laku yang bersangkutan

c) Perhatian dan respon selektif terhadap kelompok objek stimulus tertentu d) Ungkapan emosi atau perasan tertentu

e) Ungkapan kepuasan apabila akibat tertentu dicapai atau kekecewaan apabila akibat itu tidak tercapai

Murray (dalam Hall & Lindzey) menyatakan bahwa ada suatu hierarki kebutuhan. Kecenderungan-kecenderungan tertentu harus didahulukan daripada lainnya. Murray menggunakan konsep prepotency untuk menyebutkan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi regnan karena


(29)

sangat penting kalau tidak dipuaskan. Kebutuhan yang lebih kuat seperti sakit, lapar, dan haus biasanya akan diwujudkan dalam tindakan karena kebutuhan prepoten ini tidak dapat ditunda apabila timbul dua kebutuhan atau lebih secara serempak dan menggerakkan respon yang bertentangan (Mikha, 2007).

2. Tipe-tipe Kebutuhan

Murray merumuskan kebutuhan menjadi beberapa bagian. Pertama, adanya perbedaan antara kebutuhan primer dengan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan persitiwa-peristiwa organis tertentu yang khas dan berkenaan dengan kepuasan fisik. Contoh, kebutuhan akan makanan, buang air, air, udara, seks, dan untuk pasif. Kebutuhan untuk pasif terdiri dari relaksasi, istirahat, dan tidur (Murray, 1938). Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang dianggap berasal dari kebutuhan primer dan ditandai dengan tidak adanya hubungan memusat dengan proses organis atau kepuasan fisik. Contoh, kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, otonomi, dan kehormatan.

Kedua, adanya perbedaan antara kebutuhan terbuka dengan kebutuhan tertutup. Kebutuhan terbuka adalah kebutuhan nyata yang tampak diungkapkan dalam tingkah laku motorik, sedangkan kebutuhan tertutup adalah kebutuhan tersembunyi yang berada dalam fantasi.


(30)

Kebutuhan tertutup merupakan hasil internalisasi dari superego yang menentukan perilaku yang pedapat diterima.

Ketiga, adanya kebutuhan-kebutuhan yang memusat dan kebutuhan yang menyebar. Beberapa kebutuhan ada yang sifatnya berhubungan erat dengan kelompok objek lingkungan yang terbatas, sedangkan kebutuhan lainnya berlaku pada hampir setiap lingkungan objek.

Keempat, adanya kebutuhan proaktif dan kebutuhan reaktif. Kebutuhan proaktif adalah kebutuhan yang bergerak secara spontan dan sebagian besar ditentukan dari dalam diri seseorang bukan dari sesuatu di lingkungan sebagai akibat. Kebutuhan reaktif digerakan sebagai akibat dari, atau sebagai respon terhadap suatu peristiwa lingkungan.

Kelima, adanya perbedaan antara kegiatan proses, kebutuhan modal, dan kebutuhan akibat. Kegiatan proses adalah operasi yang bersifat tanpa tujuan, tidak terkoordinasi, dan tidak fungsional dari berbagai proses, seperti penglihatan, pendengaran, pikiran, dan pembicaraan. Kebutuhan modal menuntut seseorang melakukan sesuatu hal dengan taraf mutu tertentu, sedangkan kebutuhan akibat merupakan kebutuhan yang mengarah pada suatu keadaan yang diinginkan (Hall & Lindzey, 1993).

Selain Murray, Maslow juga mengemukakan suatu teori tentang kebutuhan. Maslow menjelaskan tentang kebutuhan ke dalam tingkatan-tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut mengikat, maksudnya kebutuhan yang lebih rendah harus terpuaskan lebih dahulu sebelum menyadari ada kebutuhan yang lebih tinggi. Jika kebutuhan pada tingkatan yang lebih


(31)

rendah hanya sedikit terpenuhi dan sudah melewati tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, seseorang akan kembali kepada kebutuhan yang di tingkatan rendah hingga terpuaskan (Alwisol, 2004).

Tingkatan kebutuhan yang lazim dikatakan sebagai hierarki kebutuhan ini dibagi menjadi tujuh bagian. Ketujuh kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa cinta dan memiliki, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan estetik, serta kebutuhan akan pertumbuhan.

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas di antara kebutuhan-kebutuhan lain. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya secara fisik (Goble, 1987).

Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan lain, yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini menurut Elton (1996) terdiri dari keamanan, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari rasa takut, dan kekacauan (Prince, Howard, 2002).

Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan Memiliki. Kebutuhan ini muncul ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman sudah terpenuhi. Kebutuhan ini tampak ketika orang mulai merasa membutuhkan teman, kekasih, anak, dan bentuk hubungan berdasarkan perasaan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka orang akan merasa kesepian (Boeree, 1997).

Kebutuhan akan penghargaan muncul jika kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki telah terpenuhi. Kebutuhan ini terbagi menjadi dua kategori,


(32)

yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri mencakup kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Sedangkan, pengharagaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik, serta penghargaan (Goble, 1987).

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan di tingkat paling tinggi pada hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan aktualisasi diri ini mencakup kebutuhan untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuan (Goble, 1987).

Kebutuhan akan keindahan akan membuat seseorang menjadi lebih sehat. Kebutuhan estetik berhubungan dengan gambaran diri seseorang. Orang yang tidak terpengaruh oleh keindahan merupakan orang yang memiliki gambaran diri yang rendah. Orang tersebut akan merasa tidak layak jika berada di suatu tempat yang menekankan pada keindahan (Goble, 1987).

Setelah serangkaian kebutuhan dasar telah terpuaskan, seseorang akan beralih ke taraf kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan pertumbuhan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dikategorikan lebih tinggi dan berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan dasar atau kebutuhan karena kekurangan (Goble, 1987). Terdapat beberapa daftar mengenai kebutuhan ini, yaitu sifat menyeluruh, kesempurnaan, penyelesaian, keadilan, sifat hidup, sifat kaya, kesederhanaan, keindahan, kebaikan,


(33)

keunikan, sifat tanpa kesukaran, sifat penuh permainan, kebenaran, kejujuran, kenyataan, dan sifat merasa cukup.

Teori kebutuhan Maslow menekankan pada hierarki kebutuhan. Kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi apabila kebutuhan-kebutuhan di hierarki bawahnya sudah terpenuhi. Pada kenyataannya, tidak jarang orang yang berhasil mengaktualisasikan diri walaupun kebutuhan dasar ada yang tidak tercukupi (Boeree, 1997).

Berdasarkan ulasan kedua teori di atas, peneliti memilih untuk menggunakan teori kebutuhan Murray dengan alasan bahwa teori kebutuhan Murray merupakan landasan yang tepat dalam menggambarkan dinamika antara hubungan kebutuhan dan perilaku agresi. Teori Murray dapat membantu untuk menjelaskan dinamika kebutuhan anak dampingan YSS di Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif.

Selain itu, teori kebutuhan Murray juga menjadi teori dasar dalam menginterpretasi data hasil pengetesan CAT, metode yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan anak yang cenderung memiliki perilaku agresif.

3. Daftar Kebutuhan Murray

Menurut Murray, terdapat 20 kebutuhan sekunder yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

Sikap merendah Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar.


(34)

kritik, hukuman.

Menyerah

Menerima nasib

Mengakui kekurangan, kekeliruan, perbuatan salah, atau

kesalahan.

Mengakui dan memperbaiki kesalahan.

Menyalahkan, meremehkan, merusakkan diri sendiri.

Mencari dan menikmati penderitaan, hukuman, penyakit, dan

kemalangan.

Prestasi Menyelesaikan sesuatu yang sulit.

Menguasai, memanipulasi atau mengatur benda-benda fisik,

manusia, atau ide-ide.

Melakukan hal-hal tersebut secepatnya dan semandiri

mungkin.

Mengatasi rintangan-rintangan dan mencapai standar yang

tinggi.

Mengunggulkan diri.

Menyaingi dan mengungguli orang lain.

Meningkatkan harga diri dengan menyalurkan bakat.

Afiliasi Mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang

lain yang bersekutu.

Membuat senang dn mencari afeksi dari objek yang disukai.

Patuh dan tetap setia kepada seorang kawan.

Agresi Menghadapi perlawanan dengan kekerasan.

Melawan.

Membalas perbuatan yang tidak adil.


(35)

Melawan dengan kekerasan atau menghukum orang lain.

Otonomi Menjadi bebas, menghilangkan kekangan, melepaskan diri

dari kungkungan.

Menolak paksaan dan larangan.

Menghindari atau emninggalkan kegiatan-kegiatan yang

ditentukan oleh autoritas yang menguasai.

Tidak tergantung dan bebas bertindak menurut impuls.

Tidak terikat, tidak bertanggung jawab.

Menentang arus.

Counteraction Menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berjuang lagi. Menghilangkan pelecehan dengan memulai lagi tindakan

Mengatasi kelemahan, menekan perasaan takut.

Mengembalikan nama baik dengan tindakan.

Mencari rintangan-rintangan dan kesulitan-kesulitan untuk

diatasi.

Mempertahankan harga diri dan kebanggaan pada taraf yang

tinggi.

Membela diri Mempertahankan diri terhadp serangan, kritik, dan celaan.

Menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela,

kegagalan, atau penghinaan.

Mempertahankan diri.

Tunduk Mengagumi dan menyokong atasan.

Memuji, menghormati, atau menyanjung.

Tunduk pada pengaruh orang lain yang dikenal dengan senang

hati.

Menyontoh seorang teladan.


(36)

Dominasi Memiliki kendali atas lingkungan manusiawi.

Mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lian

dengan saran, bujukan, imbauan, atau perintah. Mencegah,

menghambat, atau melarang.

Ekshibisi Menciptakan kesan.

Senang dilihat dan didengar.

Membuat orang lain bergairah, kagum, terpesona, terhbur,

terkejut, tergelitik untuk tahu, senang, atau terpikat.

Menghindari bahaya Menghindai rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian.

Melarikan diri dari situasi yang berbahaya.

Mengambil tindakan-tindakan pencegahan.

Menghindari rasa hina Menghindari penghinaan.

Meninggalkan situasi yang memalukan, atau menghindai

kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan : caci maki, ejekan,

atau sikap masa bodoh orang lain.

Menahan diri untuk bertindak karena takut gagal.

Menolong Memberi simpati dan memuakan kebutuhan objek yang tak

berdaya ; bayi atau setiap objek yang lemah, cacat, lelah,

kurang berpengalaman, ragu-ragu, kalah, dihina,

kesepian,patah hati, sakit, dan bingung.

Membantu objek yang berada dalam bahaya.

Memberi makanan, membantu, menyokong, menghibur,

melindungi, menyenangkan, merawat, dan menyembuhkan.

Ketertiban Mengatur barang-barang.

Menjaga kebersihan, susunan, organisasi, keseimbangan,

kerapian, keteraturan, ketelitian.


(37)

Suka tertawa dan membuat lelucon.

Berusaha meredakan tekanan secara menyenangkan.

Mengambil bagian dalam permainan,olahraga, joget,

pesta-pesta, bermain kartu.

Penolakan Memisahkan diri dari objek yang tidak disenangi.

Mengucilkan, melepaskan, mengusir, atau bersikap masa

bodoh terhadap objek yang lebih rendah.

Menghina atau memutuskan hubungan cinta dengan objek.

Keharuan Mencari dan menikmati kesan-kesan yang menyentuh

perasaan.

Seks Menjalin dan meningkatkan hubungan erotik.

Mengadakan hubungan seksual.

Ditolong Memuaskan kebutuhan dengan bantuan simpatik dari objek

yang dikenal.

Dirawat, disokong, didukung, dikelilingi, dilindungi, dicintai,

dinasehati, dibimbing, diampuni, dihibur.

Menempel pada seorang pelindung setia.

Selalu memiliki seorang pendukung.

Pemahaman Menanyakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan umum.

Tertarik pada teori.

Memikirkan, merumuskan, menganalisis, dan

menggeneralisasikan.

Sikap merendah Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar.

Menerima perlakuan yang tidak adil, pengkambing-hitaman,

kritik, hukuman.

Menyerah


(38)

Mengakui kekurangan, kekeliruan, perbuatan salah, atau

kesalahan.

Mengakui dan memperbaiki kesalahan.

Menyalahkan, meremehkan, merusakkan diri sendiri.

Mencari dan menikmati penderitaan, hukuman, penyakit, dan

kemalangan.

Prestasi Menyelesaikan sesuatu yang sulit.

Menguasai, memanipulasi atau mengatur benda-benda fisik,

manusia, atau ide-ide.

Melakukan hal-hal tersebut secepatnya dan semandiri

mungkin.

Mengatasi rintangan-rintangan dan mencapai standar yang

tinggi.

Mengunggulkan diri.

Menyaingi dan mengungguli orang lain.

Meningkatkan harga diri dengan menyalurkan bakat.

Afiliasi Mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang

lain yang bersekutu.

Membuat senang dn mencari afeksi dari objek yang disukai.

Patuh dan tetap setia kepada seorang kawan.

Agresi Menghadapi perlawanan dengan kekerasan.

Melawan.

Membalas perbuatan yang tidak adil.

Menyerang, melukai, atau membunuh orang lain.

Melawan dengan kekerasan atau menghukum orang lain.

Otonomi Menjadi bebas, menghilangkan kekangan, melepaskan diri


(39)

Menolak paksaan dan larangan.

Menghindari atau emninggalkan kegiatan-kegiatan yang

ditentukan oleh autoritas yang menguasai.

Tidak tergantung dan bebas bertindak menurut impuls.

Tidak terikat, tidak bertanggung jawab. Menentang arus.

Counteraction Menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berjuang lagi. Menghilangkan pelecehan dengan memulai lagi tindakan

Mengatasi kelemahan, menekan perasaan takut.

Mengembalikan nama baik dengan tindakan.

Mencari rintangan-rintangan dan kesulitan-kesulitan untuk

diatasi.

Mempertahankan harga diri dan kebanggaan pada taraf yang

tinggi.

Membela diri Mempertahankan diri terhadp serangan, kritik, dan celaan.

Menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela,

kegagalan, atau penghinaan.

Mempertahankan diri.

Sikap hormat Mengagumi dan menyokong atasan.

Memuji, menghormati, atau menyanjung.

Tunduk pada pengaruh orang lain yang dikenal dengan senang

hati.

Menyontoh seorang teladan.

Menyesuaikan dengan kebiasaan.

Dominasi Memiliki kendali atas lingkungan manusiawi.

Mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lian

dengan saran, bujukan, imbauan, atau perintah. Mencegah,


(40)

Ekshibisi Menciptakan kesan.

Senang dilihat dan didengar.

Membuat orang lain bergairah, kagum, terpesona, terhbur,

terkejut, tergelitik untuk tahu, senang, atau terpikat.

Menghindari bahaya Menghindai rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian.

Melarikan diri dari situasi yang berbahaya.

Mengambil tindakan-tindakan pencegahan.

Menghindari rasa hina Menghindari penghinaan.

Meninggalkan situasi yang memalukan, atau menghindai

kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan : caci maki, ejekan,

atau sikap masa bodoh orang lain.

Menahan diri untuk bertindak karena takut gagal.

Sikap memelihara Memberi simpati dan memuakan kebutuhan objek yang tak

berdaya ; bayi atau setiap objek yang lemah, cacat, lelah,

kurang berpengalaman, ragu-ragu, kalah, dihina,

kesepian,patah hati, sakit, dan bingung.

Membantu objek yang berada dalam bahaya.

Memberi makanan, membantu, menyokong, menghibur,

melindungi, menyenangkan, merawat, dan menyembuhkan.

Ketertiban Mengatur barang-barang.

Menjaga kebersihan, susunan, organisasi, keseimbangan,

kerapian, keteraturan, ketelitian.

Permainan Berbuat untuk kesenangan tanpa tuuan lebih lanjut.

Suka tertawa dan membuat lelucon.

Berusaha meredakan tekanan secara menyenangkan.

Mengambil bagian dalam permainan,olahraga, joget,


(41)

Penolakan Memisahkan diri dari objek yang tidak disenangi.

Mengucilkan, melepaskan, mengusir, atau bersikap masa

bodoh terhadap objek yang lebih rendah.

Menghina atau memutuskan hubungan cinta dengan objek.

Keharuan Mencari dan menikmati kesan-kesan yang menyentuh

perasaan.

Seks Menjalin dan meningkatkan hubungan erotik.

Mengadakan hubungan seksual.

Menolong Memuaskan kebutuhan dengan bantuan simpatik dari objek

yang dikenal.

Dirawat, disokong, didukung, dikelilingi, dilindungi, dicintai,

dinasehati, dibimbing, diampuni, dihibur.

Menempel pada seorang pelindung setia.

Selalu memiliki seorang pendukung.

Pemahaman Menanyakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan umum.

Tertarik pada teori.

Memikirkan, merumuskan, menganalisis, dan

menggeneralisasikan.

*Disadur dari Murray, 1938

Murray meyakini adanya hierarki kebutuhan di mana kecenderungan-kecenderungan tertentu harus didahulukan lebih dulu. Menurut teori prepotensi yang dikemukakan oleh Murray menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang menjadi regnan karena sangat urgen kalau tidak dipuaskan. Apabila terdapat situasi-situasi munculnya dua kebutuhan atau lebih yang timbul serempak dan menggerakkan respon-respon yang bertentangan, maka kebutuhan yang lebih kuat, seperti: sakit,


(42)

lapar, dan haus biasanya akan terwujud dalam tindakan karena kebutuhan-kebutuhan yang prepoten ini tidak dapat ditunda. Pemuasan secara minimal atas kebutuhan-kebutuhan itu perlu sebelum kebutuhan lain muncul (Hall & Lindzey, 1993).

Jenis-jenis kebutuhan yang ada pada setiap individu dapat diketahui melalui instrumen tes proyektif yang dikembangkan oleh Murray, yaitu

Thematic Apperception Test (TAT). TAT sebagai tes proyektif dengan

subjek yang bercerita tentang suatu gambar yang merupakan suatu proyeksi dari sebab suatu perasaan dan kebutuhan yang diperoleh dari materi-materi stimulus gambar. Setiap gambar memberikan data tentang otoritas hubungan subjek terhadap figur laki-laki atau perempuan, figur sebaya, dan hubungan dengan keluarga (Edwin & Bellack, 1959).

Tes proyektif yang meneliti kepribadian individual ini digunakan pada individu yang berusia di atas usia remaja. Kemudian, Bellak mengembangkan suatu metode proyektif turunan dari TAT yang dapat digunakan pada anak-anak dikenal dengan Children’s Apperception Test (CAT).

Children’s Apperception Test (CAT) adalah suatu metode apersepsi dari penelitian kepribadian melalui pembelajaran dinamika perbedaan individual dalam persepsi stimuli norma. CAT merupakan suatu metode proyektif yang diciptakan dari turunan TAT karena TAT tidak cocok digunakan oleh anak-anak (Abrams & Bellak, 1997). CAT digunakan bagi anak usia 3-10 tahun (Semeneoff, 1975). Bellak mengatakan bahwa CAT


(43)

dapat menentukan faktor-faktor dinamika yang dihubungkan dengan perilaku anak dalam grup, di sekolah, atau di setiap kejadian di rumah. Terdapat penemuan berdasarkan penemuan klinis tentang penggunaan CAT-H bahwa terkadang anak yang memiliki usia antara 7-10 tahun, khususunya jika memiliki IQ tinggi menggunakan CAT-H. CAT-H adalah tes yang dikembangkan dari CAT, hanya saja gambar yang digunakan adalah gambar manusia. CAT-H digunakan karena stimuli gambar hewan tidak setara dengan kemampuan anak (Bellak & Abrams, 1997).

CAT dirancang untuk memfasilitasi pemahaman pada hubungan anak dengan figur penting dan dorongan-dorongan (Witherspoon & Byrd, 1954). Gambar-gambar dibuat untuk meneliti masalah persaingan antar saudara, menjelaskan perilaku terhadap figur orangtua dan bagaimana figur tersebut diapersepsi, serta mempelajari hubungan anak dengan orangtua.

Setiap cerita dianalisis berdasarkan seluruh kebutuhan dan tiap kebutuhan dapat ditabulasikan. Kebutuhan dianggap berasal tidak dari tokoh utama cerita (hero) saja, tetapi dari figur lainnya juga (Edwin &Bellack, 1959).

Kebutuhan pada tokoh cerita yang tampak pada perilaku-perilaku yang diceritakan kemungkinan merupakan kebutuhan perilaku dari subjek pencerita. CAT dapat mengungkapkan fantasy needs dan behavioral needs. Sanford (1943) mengemukakan bahwa penting untuk mengetahui hubungan antara fantasy needs dengan behavioral needs. Tingkat kebutuhan-kebutuhan tertentu biasanya tinggi saat berada dalam imajinasi dan rendah


(44)

dalam perilaku kongkrit. Hal ini terjadi karena adanya hambatan dan larangan yang berasal dari tekanan budaya untuk menyatakan perilaku secara kongkrit. Selain itu, beberapa kebutuhan yang termanifestasi dapat disebabkan oleh permintaan realitas, contoh need for order, for avoiding

social blame, dan for learning (Abrams & Bellak, 1997).

Pada CAT, perilaku tertentu dalam cerita terealisasikan pada realitas atau tidak, dapat diketahui saat akhir cerita. Apabila perilaku tertentu tersebut dikontrol, kemungkinan perilaku itu tidak diekspresikan ke realitas, hanya sampai pada tahap fantasi saja.

Berdasarkan penjelasan di atas, kebutuhan disimpulkan sebagai keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha untuk mereduksi kebutuhan dan mengubah situasi yang tidak terpuaskan. Setiap jenis kebutuhan yang ada pada anak dapat diketahui melalui tes CAT.

B.Anak

Banyak hal yang berkaitan dengan anak. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan anak dan kebutuhan secara mendalam. Menurut Konvensi Hak-hak Anak yang telah disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 20 Nopember 1989, anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (www.unicef.org).


(45)

1. Kategori Usia

Santrock (2002) membagi masa anak-anak menjadi dua periode, yaitu :

a. Masa awal anak-anak (early childhood) atau akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5-6 tahun

1. Perkembangan fisik anak pada masa ini ditandai dengan keterampilan gerakan psikomotorik kasar dan psikomotorik halus berkembang sangat pesat (Santrock, 1995). Pada usia 4-5 tahun, anak sudah dapat bermain dengan gerakan yang dinamis namun belum dapat mengikuti peraturan-peraturan (Nurihsan & Agustin, 2011).

2. Perkembangan kognitif anak pada masa ini konsep tentang dunia yang stabil mulai dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian lemah. Selain itu, keyakinan mengenai hal yang magis mulai terbentuk. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah tahap praoperasional menurut Piaget (Santrock, 1995).

3. Perkembangan sosioemosi pada masa awal anak-anak ditandai dengan anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktu luang dengan teman sebaya. Anak-anak mulai melihat dunia yang luas dan menemukan orang-orang lain sebagi tempa perlindungan meskipun orangtua tetap menjadi agen utama dalam perkembangan mereka (Santrock, 1995).

b. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau tahun-tahun sekolah dasar usia 6-12 tahun. Santrock menyebutkan bahwa


(46)

pada masa ini anak-anak lebih siap untuk belajar daripada selama periode akhir dari masa awal anak-anak di mana imajinasi anak begitu berkembang (Santrock, 1995).

2. Perkembangan serta Tugas Perkembangan Anak Usia Pertengahan dan Akhir

Setiap orang memiliki usaha menuju peningkatan dalam unsur kehidupan untuk maju, berubah, dan berkembang. Pada setiap perjalanan hidup untuk berkembang, orang memiliki keyakinan bahwa ia dapat membuat pilihan dan rasa keputusan sendiri yang menimbulkan rasa bangga, senang, dan bahagia. Hal tersebut membawa orang untuk menumbuhkan tanggung jawab agar dapat maju dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya (Ahmadi & Sholeh, 2005).

Menurut Havighurst dikutip dari Hurlock (1980), tugas perkembangan adalah tugas yang muncul saat periode tertentu dalam kehidupan seseorang. Jika tugas tersebut berhasil dilakukan maka akan menimbulkan rasa bahagia dan mengarahkan pada keberhasilan dalam menjalankan tugas-tugas berikutnya. Namun, jika gagal maka akan menghasilkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya (Nurihsan & Agustin, 2011).


(47)

Berikut merupakan perkembangan anak di setiap aspek beserta tugas perkembangannya:

a) Perkembangan Fisik

Pada masa ini, berat tubuh anak sudah mengalami perubahan. Berat tubuh meningkat karena bertambahnya sistem otot dan rangka, serta ukuran beberapa organ tubuh. Koordinasi motorik halus berkembang dengan ciri tulisan anak menjadi lebih kecil dan rata. Anak sudah dapat menampilkan keterampilan-keterampilan yang rumit, seperti menghasilkan kerajinan tangan dan memainkan alat musik. Anak belajar untuk berolahraga, seperti berenang, lompat tali, memanjat, dan bersepeda. Pada masa ini, anak-anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi motorik kasar dan halus (Santrock, 1995).

Tugas perkembangan anak usia pertengahan dan akhir yang berdasarkan pada perkembangan fisik adalah belajar keterampilan fisik untuk permaianan sehari-hari dan membentuk sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh (Agusin & Nurihsan, 2011).

b) Perkembangan Kognitif

Pada umumnya anak-anak pada tahap operasional kongkrit ini telah memahami operasi logis tentang peristiwa konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk berbeda. Ingatan jangka panjang berkembang pada masa ini sehingga mempengaruhi juga pengetahuan anak. Pada masa ini anak-anak menjadi


(48)

aktif, ingin mengetahui dan memahami, serta senang belajar (Santrock, 1995).

Pada masa berkembangnya kognisi, anak usia pertengahan dan akhir memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan keterampilan dasar, dalam membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, tugas untuk mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari (Nurihsan & Agustin, 2011).

c) Perkembangan Sosio-emosi

Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak jarang berinteraksi dengan keluarga. Mereka cenderung lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya (Nurihsan & Agustin, 2011). Dunia teman sebaya memisahkan diri dari orangtua meskipun begitu tidak menampik bahwa orangtua juga berperan menentukan pergaulan anak (Broffenbrenner, 1999).

Pada masa berkembangnya sosio-emosi, anak usia pertengahan dan akhir memiliki tugas perkembangan untuk belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya, mulai mengembangkan peran sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita, mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai, serta mencapai kebebasan pribadi (Nurihsan & Agustin, 2011).

Menurut Kenneth Dodge (1983), anak memproses informasi tentang dunia sosial melalui pembacaan isyarat, penginterpretasian, pencarian suatu respon, pemilihan respon, dan bertindak. Proses kerja


(49)

kognisi sosial pada anak-anak agresif adalah kurang efisien, respon cepat, dan kurang reflektif dibandingkan anak-anak yang tidak agresif. Anak-anak agresif cenderung melihat perilaku orang lain sebagai permusuhan jika maksud atau tujuan orang tersebut tidak jelas.

Selain berbagai aspek perkembangan anak yang sudah dijelaskan di atas, Freud memiliki teori mengenai psikoseksual pada anak. Freud menyatakan bahwa anak usia 6-12 tahun berada pada tahap laten. Pada tahap ini, anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yaitu mengganti kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual, khusunya bidang intelektual, keterampilan, dan hubungan dengan teman sebaya (Alwisol,2008).

Menurut Erikson dalam psikososialnya, anak pada usia 6-12 tahun sedang berada pada tahap tekun dan rendah diri. Anak pada masa ini mengarahkan energi untuk pengembangan keterampilan dan pengetahuan. Krisis pada masa usia awal sekolah adalah berkembangnya rasa rendah diri. Rasa rendah diri ditandai dengan perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif (Alwisol,2008).

Berdasarkan hal yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa anak-anak adalah orang yang berusia di bawah usia 18 tahun. Anak-anak dibagi menjadi dua periode menurut Santrock, yaitu awal masa anak-anak serta pertengahan dan akhir anak-anak. Setiap individu yang berkembang secara fisik, kognitif, dan sosiemosi memiliki tugas yang berbeda di setiap tahap perkembangannya. Individu dapat berkembang


(50)

dan berhasil menjalankan tugas-tugas perkembangan selanjutnya jika tugas perkembangan pada tahap sebelumnya telah terpenuhi.

Anak-anak pada masa pertengahan dan akhir anak-anak telah berkembang pesat dalam segi kognitif. Pada masa ini anak-anak menjadi aktif, ingin mengetahui dan memahami, serta senang belajar. Anak sudah dapat mengembangkan berbagai keterampilan, mengembangkan peran sosial, konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari, dan mulai mencari kebebasan. Pada masa ini anak menjadi aktif dan serba ingin tahu. Anak mengalami perkembangan dalam pengetahuan, keterampilan, dan interaksi dengan teman sebaya. Berdasarkan hal-hal itu, penelitian ini dilakukan terhadap subjek pada usia masa pertengahan dan akhir anak-anak atau saat usia anak 6 hingga 12 tahun.

C.Agresi

1. Pengertian Agresi

Agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental (Berkowitz, 1995). Menurut Robert Baron (1977), agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini meliputi empat faktor, yaitu perilaku, tujuan untuk mencelakakan,


(51)

individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, serta ketidakinginan si korban menerima perilaku si pelaku (Koeswara, 1988).

2. Jenis Perilaku Agresif

Myers (1966) dalam Wirawan (2002) yang dikutip kembali oleh Kristianto (2009) membagi agresi ke dalam dua jenis berdasarkan tujuan yang mendasarinya, yaitu :

a) Agresi emosi (hostile aggression), yaitu merupakan ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang tinggi dan perilaku agresif dalam agresi emosi ini adalah tujuan dari agresi tersebut.

b) Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental

aggression), yaitu agresi hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan

lain dan pada umumnya tidak disertai dengan emosi.

3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) merumuskan agresi menjadi tiga bentuk, yaitu :

a) Emosional verbal, contoh sikap membenci (baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak), marah, terlibat dalam pertengkaran, mengkritik di depan umum, mencemooh, mencaci maki, menghina, menyalahkan, menertawakan dan menuduh secara jahat

b) Fisik bersifat sosial, contoh perbuatan berkelahi atau membunuh dalam rangka mempertahankan diri atau objek cinta, membalas dendam


(52)

terhadap penghinaan, berjuang dan berkelahi untuk mempertahankan negara, dan membalas orang yang melakukan penyerangan

c) Fisik bersifat antisosial atau fisik asosial, contoh perbuatan perampokan, menyerang, melukai, membunuh orang, berkelahi tanpa alasan, menentang otoritas resmi melawan atau mengkhianati negara dan perilaku kekerasan secara seksual (Hartini, 2009).

4. Teori Frustrasi-Agresi

Pada teori agresi, terdapat pula teori frustrasi-agresi yang dipopulerkan oleh Dollard dan kelompoknya. Menurut Dollard dkk, frustrasi adalah suatu kondisi ketika respon dalam memperoleh tujuan tidak tercapai (Grey, Triggs, & Haworth, 1989). Dollard dkk menyatakan bahwa frustrasi terjadi apabila kesenangan yang diinginkan tidak diperoleh. Kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan membuat seseorang kecewa karena telah mengharapkan kesenangan yang besar. Orang yang tidak memperoleh sesuatu yang diharapkan memiliki kecenderungan untuk melakukan agresi (Berkowitz, 1995). Frustrasi dapat menyebabkan kecenderungan untuk agresi (Grey, Triggs, & Haworth, 1989). Frustrasi karena tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar akan menimbulkan gejala-gejala psikopatologis (Goble, 1987).

Kesimpulan dari uraian di atas, agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik


(53)

maupun mental (Berkowitz, 1995). Agresi dibagi menjadi dua jenis, yang terdiri dari agresi emosi dan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain. Selain itu, agresi juga dibagi menjadi empat bentuk yang termanifestasi pada perilaku seseorang. Orang yang tidak memperoleh sesuatu yang diharapkan mengalami frustrasi yang dapat menimbulkan kecenderungan agresi.

D.Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS)

Perkampungan Sosial Pingit (PSP) adalah sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang community development di daerah Pingit, Yogyakarta. Gerakan ini dirintis mulai tahun 1965, oleh Benhard Kieser, seorang frater Yesuit Kolese St. Ignatius yang sekarang telah menjadi pastor. Tujuannya adalah memberi penghidupan layak sederhana bagi keluarga-keluarga tunawisma yang pada waktu krisis ekonomi berat pasca 1965 menjadi fenomena mencolok di Yogyakarta.

Berkat bantuan Bapak Soebarjo, gerakan sederhana ini mendapat sebidang tanah di tepi Sungai Winongo yang terus digunakan sebagai pusat kegiatan PSP sampai saat ini. Pada tahun 1968, aktivitas sosial para frater Kolese St. Ignatius ini mendapat payung hukum oleh lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Semarang.

Komunitas Pingit memanfaatkan ruangan-ruangan di Perkampungan Sosial Pingit untuk membuka sekolah informal bagi anak-anak di Kampung Pingit. Sekolah informal tersebut dibuka setiap hari Senin dan Kamis pada


(54)

pukul 19.00 WIB, sedangkan hari Sabtu diadakan sekolah alam bagi anak-anak yang berminat. Kelas terdiri dari kelas TK, SD 1-3, SD 1-4, dan kelas khusus bagi anak-anak yang memiliki minat tertentu, seperti kelas manga.

YSS Kampung Pingit mempunyai tiga divisi, yaitu divisi orangtua, divisi anak, dan remaja. Divisi orangtua mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga dan hal-hal yang berkaitan dengan resosialisasi warga dampingan. Pengurus divisi orangtua bertugas mencari tuna wisma di sekitar Yogyakarta untuk diajak tinggal di Kampung Pingit selama dua tahun. Selama dua tahun, warga dampingan diberi tempat tinggal gratis dan kesempatan mengumpulkan uang. Divisi remaja baru saja dibentuk karena ada beberapa anak dampingan yang telah menjadi siswa SMP. Anak-anak SMP ini tidak dapat digabungkan dengan kelas SD besar mengingat materi pelajaran yang sangat berbeda. Sedangkan, divisi anak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak. Selain prestasi akademik, divisi anak juga mengembangkan soft skill anak, seperti menggambar dan menjahit. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan-perubahan kecil di mana prioritas untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan (living values) kepada anak-anak dampingan menjadi yang utama.

E.Karakteristik Warga Kampung Pingit

Kampung Pingit yang terletak di tepi Sungai Winongo ini terdiri dari keluarga kecil yang juga tinggal di rumah berlahan sempit. Warga Kampung


(55)

Pingit tinggal di rumah petak kecil yang saling berdempetan. Rumah kecil dengan satu atau dua kamar diisi oleh lebih dari 4 orang.

Tingkat pendidikan warga Kampung Pingit mayoritas rendah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan warga. Rata-rata kepala keluarga di Kampung Pingit mempunyai pekerjaan tidak tetap, seperti memulung ataupun mengamen. Sebagian besar warga Pingit bekerja dari pagi hingga sore hari. Anak-anak yang orangtuanya bekerja dan tidak ada di rumah, menghabiskan waktu mereka dari sepulang sekolah hingga sore hari dengan bermain bersama teman-teman sebaya di balai YSS. Ada sebagian kecil jumlah anak yang dipekerjakan oleh orangtuanya, maupun anak yang berinisiatif mencari uang sendiri karena tidak mempunyai orangtua sebagai pengamen dan pengemis.

Sebagian besar warga Kampung Pingit bersaudara. Hal ini disebabkan karena pada masa-masa awal resosialisasi warga yang diadakan YSS di Kampung Pingit, ada beberapa warga yang sudah cukup berhasil mengumpulkan dana dapat membangun rumah di sekitar lahan YSS. Berpuluh-puluh tahun warga di Kampung Pingit menjalin relasi antar warga hingga mempunyai anak, seperti sekarang ini.


(56)

F. Dinamika Kebutuhan Anak Dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang Memiliki Kecenderungan Berperilaku Agresif

Setiap individu memiliki satu atau beberapa kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki jika tidak dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasa tegang. Pemenuhan kebutuhan dilakukan dalam rangka untuk mengurangi ketegangan, mewujudkan kelangsungan hidup dan kesejahteraan diri.

Menurut Murray, pemenuhan akan kebutuhan tertentu akan mereduksi tegangan akibat munculnya kebutuhan (Hall & Lindzey, 1993). Seseorang yang memiliki kebutuhan seringkali memiliki perilaku-perilaku yang efektif untuk menghasilkan keadaan akhir yang diinginkan (Hall & Lindzey, 1993). Perilaku-perilaku efektif ini melepaskan tegangan-tegangan yang terjadi akibat adanya kebutuhan dan pada akhirnya menghentikan perilaku tersebut (Murray, 1938).

Pemenuhan kebutuhan merupakan tujuan seseorang dalam usaha untuk mereduksi tegangan akibat munculnya kebutuhan. Apabila kebutuhan yang muncul tidak mendapatkan pemenuhan akan menimbulkan frustrasi akibat tidak tercapainya tujuan. Frustrasi yang muncul dapat menimbulkan suatu kecenderungan berperilaku, yaitu agresi (Grey, Triggs, & Haworth, 1989).

Pernyataan di atas dapat dijelaskan oleh suatu kejadian yang pernah terjadi pada anak Kampung Pingit. Dua anak sedang berkelahi dan ketika ditanya lebih lanjut, peneliti mendapat keterangan bahwa kedua anak tersebut


(57)

berebut makanan akibat lapar. Hal ini menegaskan bahwa adanya kebutuhan anak terhadap makanan yang ternyata tidak dapat terpenuhi sehingga anak menjadi frustrasi sehingga munculnya suatu kecenderungan berperilaku agresif, yaitu berkelahi. Perilaku agresif ini dilakukan untuk memperoleh makanan untuk mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan akan makanan.

Sejauh pengamatan yang telah dilakukan, banyak sekali perilaku agresif yang telah dilakukan oleh sebagian anak dampingan YSS di Kampung Pingit. Sebagian anak cenderung melakukan agresi kepada teman sebaya maupun pendamping anak. Pada saat permainan, anak-anak kerap melakukan tindakan agresi secara fisik, seperti memukul, melempar batu, menusuk tubuh orang lain dengan pensil dan saling menabrakkan tubuh. Selain agresi secara fisik, anak-anak juga melakukan agresi verbal dengan mengumpat dan memaki orang lain. Berdasarkan rumusan yang telah diungkapkan, perilaku anak-anak yang agresif ini terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang terhambat pada proses pemenuhannya yang menimbulkan frustrasi.


(58)

Keterangan:

Adanya kebutuhan yang terpenuhi menimbulkan rasa puas sehingga cenderung tidak menimbulkan agresi, sedangkan kebutuhan yang tidak terpenuhi menimbulkan frustrasi yang menyebabkan kecenderungan untuk melakukan agresi.

Terpenuhi Puas Cenderung tidak menimbulkan agresi Kebutuhan

Tidak terpenuhi Frustrasi Cenderung Agresi


(59)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Metode Penelitian

Pemilihan metode penelitian yang tepat merupakan hal yang sangat penting di dalam penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat naratif dengan tujuan menangkap kompleksitas permasalahan yang diteliti (Poerwandari, 2001), sedangkan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009). Peneliti mendeskripsikan dan memahami proses dinamis yang terjadi berkaitan dengan perilaku agresi yang didasari oleh kebutuhan anak.

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti ingin menggali informasi mengenai kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak

dampingan YSS yang agresif. Penelitian kualitatif dapat membantu peneliti untuk menerjemahkan realitas sosial yang sifatnya subjektif yang menciptakan

rangkaian pemahaman makna kehidupan sosial. Penelitian kualitatif deskriptif menekankan pentingnya kedekatan peneliti dengan subjek penelitian yang bertujuan agar diperoleh pemahaman yang jelas tentang realitas yang nyata. Hal ini menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan kontak langsung dengan subjek (Poerwandari, 2005).


(60)

B.Subjek

1. Kriteria Subjek

Subjek dalam penelitian ini telah dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria yang digunakan sebagai acuan pemilihan subjek, yaitu :

a) Anak usia pertengahan dan akhir atau anak-anak usia 6 sampai 12 tahun. Kriteria ini digunakan karena mayoritas anak yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif adalah anak usia sekolah dasar, yaitu usia 6-12 tahun.

b) Subjek merupakan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata c) Anak berperilaku agresif yang dikenali dengan ciri-ciri perilaku menurut

Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) merumuskan agresi menjadi tiga bentuk, yaitu :

 Emosional verbal, contoh sikap membenci (baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak), marah, terlibat dalam pertengkaran, mengkritik di depan umum, mencemooh, mencaci maki, menghina, menyalahkan, menertawakan dan menuduh secara jahat

 Fisik bersifat sosial, contoh perbuatan berkelahi atau membunuh dalam rangka mempertahankan diri atau objek cinta, membalas dendam terhadap penghinaan, berjuang dan berkelahi untuk mempertahankan negara, dan membalas orang yang melakukan penyerangan


(61)

 Fisik bersifat antisosial atau fisik asosial, contoh perbuatan perampokan, menyerang, melukai, membunuh orang, berkelahi tanpa alasan, menentang otoritas resmi melawan atau mengkhianati negara dan perilaku kekerasan secara seksual (Hartini, 2009).

2. Pemilihan Subjek

Pemilihan subjek melalui proses penilaian dari para pendamping YSS. Para pendamping YSS diminta untuk menilai dua puluh dua anak yang memiliki kriteria sebagai subjek penelitian, yaitu berperilaku agresif, berusia 6-12 tahun, dan tinggal di Kampung Pingit selama minimal dua tahun. Lima pendamping yang telah berkarya di YSS selama minimal satu tahun diberi lembar penilaian yang berisi nama-nama anak dampingan YSS usia sekolah dasar. Pendamping yang telah berkarya selama minimal satu tahun diasumsikan sudah mengenal anak dan mengetahui perilaku anak ketika berada di tempat pendampingan.

Pada lembar penilaian itu, para pendamping menilai dua puluh dua anak dampingan tersebut. Para pendamping memberikan urutan angka 1-22 sesuai dengan tingkat agresivitas yang dilakukan oleh anak. Urutan dengan angka yang lebih kecil menunjukkan bahwa anak cenderung melakukan agresi dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan anak yang mendapat urutan angka lebih besar.


(62)

Setelah setiap nama anak mendapat nilai dari para pendamping, nilai setiap anak dijumlahkan. Peneliti memilih lima nama anak dengan jumlah angka terkecil sebagai subjek penelitian.

C.Fokus Penelitian

Peneliti ingin mengungkap kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Yogyakarta. Fokus penelitian ini adalah pengungkapan kebutuhan apa saja yang dimiliki oleh anak-anak dampingan YSS yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Peneliti berfokus pada penggalian informasi-informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan anak saat ini berdasarkan pada hasil tes CAT. Teori kebutuhan yang digunakan sebagai acuan untuk menginterpretasi hasil tes CAT pada penelitian ini adalah teori kebutuhan Murray. Kebutuhan dapat diidentifikasi dari perilaku dalam cerita.

D.Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah Children’s Apperception Test (C.A.T). C.A.T digunakan pada penelitian ini karena kebutuhan tidak dapat diteliti melalui observasi. Selain itu, sulit bagi anak-anak untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhannya dalam wawancara dengan peneliti. Anak sulit menangkap konsep-konsep abstrak, sulit bercerita, dan cerita anak tidak terstruktur sehingga tes proyektif bercerita merupakan metode pilihan yang tepat dalam mengungkapkan kebutuhan anak. Tes CAT menarik karena disajikan dengan fasilitas kertas bergambar dan diatur suatu


(63)

permainan. Instrumen CAT terdiri dari 10 kartu bergambar. Administrasi CAT dilakukan secara individual oleh peneliti.

Budoff (1960) serta Joelson & Foster (1962) menemukan bahwa beberapa anak dapat melakukan tes dengan rangsangan gambar binatang dan sebagian lainnya dengan rangsangan gambar orang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh variabel kepribadian, seperti tipe kepribadian, umur, dan IQ (Bellak &Abrams, 1997).

Ada 3 subjek berusia di atas 6 tahun yang menggunakan CAT karena berdasarkan pengamatan peneliti di kelas belajar informal, ketiga subjek masih kesulitan menjalankan tugas perkembangan pada aspek kogntif sesuai usianya, seperti membaca dan menulis. Hal ini menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk menggunakan CAT pada ketiga subjek.

Gambar-gambar yang disediakan disajikan dalam bentuk permainan di mana anak diajak untuk bercerita mengenai setiap gambar yang diberikan. Setiap cerita yang diberikan oleh subjek direkam sebagai data penelitian.

1. Persiapan Penelitian

Proses pengumpulan data dimulai dengan menghubungi subjek yang telah ditentukan sebelumnya dan orang tua subjek untuk membicarakan tentang kesediaan subjek terlibat dalam penelitian ini. Peneliti meminta ijin kepada orangtua untuk mengajak subjek melaksanakan CAT di Kampus III Sanata Dharma. Setelah mendapat ijin, pengumpulan data dapat dilakukan. Peneliti telah mengenal kelima subjek dengan baik sehingga tidak


(64)

mengalami kesulitan dalam proses rapport dan diharapkan partisipan akan lebih leluasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

Pada saat pengetesan, subjek diminta untuk bercerita mengenai kartu bergambar yang dilihatnya. Proses pengetesan diatur seolah-olah sedang dalam situasi berdongeng. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin subjek dapat bercerita dengan lebih leluasa dan mendapatkan data cerita yang otentik.

2. Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan tes pada waktu yang telah disepakati sebelumnya dengan subjek dan orang tua subjek. Peneliti melakukan rapport untuk menjelaskan tujuan dari pengetesan dan membuat subjek merasa nyaman dengan pengetesan yang akan dilakukan. Waktu dari pengetesan ini pada umumnya berdurasi enam puluh menit, dan dilakukan satu kali untuk setiap subjek. Peneliti menggunakan alat perekam sebagai sarana pengumpulan data, yang kemudian diubah menjadi transkrip cerita. Berikut adalah gambaran pelaksanaan CAT.

Tabel 3.1

Pelaksanaan Pengetesan

No. Partisipan

Pelaksanaan Pengetesan Tanggal dan

Waktu Lokasi

1 GDS (Perempuan, 12 tahun)

18 Maret 2013

14.25 – 15.05 Ruang Observasi 2 2 ANM (Perempuan,

9 tahun)

19 Maret 2013

14. 05 – 15.20 Ruang Observasi 2 3 PWJ (Laki-laki,

7 tahun)

20 Maret 2013


(65)

4 RI (Laki-laki, 7 tahun)

21 Maret 2013

13.55 – 14. 55 Ruang Observasi 2 5 OHP (Laki-laki,

9 tahun)

21 Maret 2013

13.21 – 14.12 Ruang Observasi 2

E.Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen (1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2012).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi yang menghasilkan daftar tema. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan suatu fenomena dan secara maksimal menghasilkan interpretasi fenomena yang terjadi (Poerwandari, 2005). Analisis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Membaca transkrip cerita

Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan tema-tema yang muncul (Poerwandari, 2005). Respon berupa cerita tentang perilaku yang dipaparkan subjek dianalisis berdasarkan teori kebutuhan Murray. Bagian cerita yang kemungkinan memiliki tema kebutuhan dituliskan kembali dalam tabel di bagian tema deskriptif.


(66)

2. Membaca transkrip secara berulang sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum tentang tema (Poerwandari, 2005). Ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus atau masalah.

3. Peneliti mendaftar tema-tema yang muncul (Poerwandari, 2005). Tema-tema kebutuhan yang muncul dalam bentuk cerita mengenai perilaku tokoh cerita pada bagian tema deskriptif didaftar pada bagian tema diagnostik. Dalam analisis ini, ditemukan tema-tema kebutuhan yang sama maupun tema-tema yang khas dalam tiap kasusnya. Tema kebutuhan yang telah peneliti analisis dibandingkan dengan analisis kebutuhan yang dilakukan oleh penyidik lain, yaitu psikolog. Tema kebutuhan yang peneliti gunakan adalah hasil analisis yang sama antara peneliti dengan psikolog tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tema kebutuhan yang valid.

4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip, peneliti dapat menyusun catatan menyeluruh yang berisikan daftar tema-tema yang dapat menampilkan pola-pola hubungan antar tema (Poerwandari, 2005). Hasil CAT dikaitkan dengan data yang telah peneliti dapatkan berupa informasi latar belakang subjek mengenai pengalaman-pengalaman subjek.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas penelitian dapat dilihat dari keberhasilan suatu penelitian mencapai maksud untuk mengeksplorasi masalah, mendiskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005). Kredibilitas penelitian ini dicapai melalui validitas argumentatif.


(67)

Validitas argumentatif dicapai apabila presentasi temuan dan kesimpulan merupakan hal yang rasional, serta dapat dibuktikan kembali dengan melihat data mentah.

Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulasi. Moleong (2002) menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Patton (dalam Moleong, 2002) membedakan triangulasi sebagai triangulasi sumber, triangulasi peyidik, triangulasi teori, dan triangulasi metode.

Penelitian ini menggunakan triangulasi penyidik karena hasil dari pengumpulan data dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti dibandingkan oleh analis lain, yaitu seorang psikolog, Ayuk Rahadhian Subekti, M.Psi, Psi.

Triangulasi model ini memiliki kelemahan, yaitu mendapat tema kebutuhan yang kurang lengkap karena ada data yang terbuang akibat ada data kebutuhan yang tidak sama antar dua analis.


(68)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A.Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara langsung yang dilakukan oleh subjek sehingga terjadi interaksi antara peneliti dan subjek. Pengumpulan data dilakukan sebanyak lima kali dalam waktu yang berbeda.

a) Pengetesan CAT Subjek 1

Hari, tanggal : Senin, 18 Maret 2013 Waktu : Pukul 14.25 – 15. 05 WIB Tempat : Ruang Observasi 2

b) Pengetesan CAT Subjek 2

Hari, tanggal : Senin, 19 Maret 2013 Waktu : Pukul 14.00 – 15. 25 WIB Tempat : Ruang Observasi 2

c) Pengetesan CAT Subjek 3

Hari, tanggal : Senin, 20 Maret 2013 Waktu : Pukul 13.40 – 14.40 WIB Tempat : Ruang Observasi 2


(69)

d)Pengetesan CAT Subjek 4

Hari, tanggal : Senin, 18 Maret 2013 Waktu : Pukul 13.55 – 14. 55 WIB Tempat : Ruang Observasi 2

e) Pengetesan CAT Subjek 5

Hari, tanggal : Senin, 22 Maret 2013 Waktu : Pukul 14.21 – 15. 12 WIB Tempat : Ruang Observasi 2

B.Analisis dan Pembahasan 1. Deskripsi Subjek 1

a) Identitas Subjek

Nama : GDS Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 12 tahun Pendidikan : Kelas 5 SD

Urutan kelahiran : Anak ke-1 dari 2 bersaudara Alamat rumah : Pingit

b)Latar Belakang GDS

Subjek adalah siswa SD Kyai Maja kelas 5. Subjek adalah anak yang mandiri. Apabila ada tugas, subjek mengerjakan sendiri. Apabila


(70)

ada tugas yang sulit, subjek minta tolong Pak Dhe. Subjek mau belajar jika ada yang menemani. Subjek juga merupakan orang yang cekatan saat bekerja atau berkegiatan. Selain itu, subjek merupakan anak yang

ngeyelan. Contoh kejadian, subjek disuruh ibu mandi tetapi subjek

mengiyakan saja tanpa beranjak mandi.

Subjek memiliki hobi bermain kasti dan menggambar. Subjek pernah mendapat ranking 8 saat duduk di kelas 5 semester 1. Subjek bercita-cita menjadi seorang polwan. Subjek menyukai pelajaran IPS. Kegiatan subjek setelah pulang sekolah adalah bermain di bale YSS hingga adzan magrib memanggil. Lalu, subjek berada di rumah untuk menonton televisi. Kadang, subjek duduk-duduk di depan rumah temannya untuk sekedar mengobrol. Setiap Senin-Kamis malam, subjek mengikuti pembelajaran di YSS dan setiap Sabtu sore, subjek aktif mengikuti kegiatan sekolah alam di YSS.

Subjek merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Subjek tinggal bersama Nenek dan Pak Dhenya di Kampung Pingit. Ibunya bekerja di Magelang dan dua minggu sekali pulang ke Kampung Pingit, Jogja. Ibu subjek berpisah dengan ayahnya semenjak dua tahun lalu seiring lahirnya anak kedua. Sejak umur tiga tahun, subjek sudah sering ditinggal oleh ayahnya dalam jangka waktu lama untuk bekerja. Adik subjek dirawat oleh Bu Dhe yang berada di Tasik. Tiap Idul Fitri, adik datang ke Jogja namun Idul Fitri kali ini, subjek yang aan datang ke Tasik.


(71)

Ketika terjadi perpisahan, subjek lebih memilih untuk tinggal dengan ibu. Subjek setiap hari mengirim SMS menanyakan kabar kepada ibunya. Subjek senang jalan-jalan dengan ibu, biasanya jalan-jalan ke Magelang. Ada suatu kejadian yang diingat subjek tentang ibu. Waktu itu, subjek ingin meminta dibelikan es teh oleh ibunya namun tidak dibelikan. Subjek melempar ibunya dengan kerikil lalu ibu membelikannya. Jika ada waktu liburan, subjek menyempatkan diri mengunjungi ayahnya. Subjek pernah naik bus sendirian ke Magelang untuk bertemu ayahnya. Saat bertemu ayahnya, subjek diajak jalan-jalan dan berbelanja di mall. Subjek biasanya dibelikan tas dan sepatu. Ketika subjek akan pulang ke Jogja, ayah memberikan uang saku yang cukup banyak.

Subjek dan Pak Dhe memiliki hubungan yang baik. Subjek menurut kepada Pak Dhe. Apabila subjek membantah perkataan ibu, Pak Dhe memarahi subjek. Subjek tinggal bersama neneknya sudah sejak lama. Nenek yang menyiapkan makan untuk subjek. Subjek tidak diperbolehkan nenek untuk masak sendiri. Saat TK, ada kenangan tentang suatu kejadian membekas antara subjek dengan nenek. Waktu itu, subjek ingin bermain dengan temannya namun tidak diperbolehkan oleh nenek. Subjek menangis, nenek memukul subjek lalu subjek menggigit tangan nenek hingga berdarah.Subjek memiliki banyak teman.

Subjek sering bermain kasti, gobak sodor, atau petak umpet bersama teman-temannya. Subjek juga senang memomong anak tetangga


(72)

yang masih batita. Menurut penuturan pendamping YSS, subjek sering berkata kasar kepada teman maupun kepada para pendamping ketika pembelajaran. Subjek juga pernah membuat temannya menangis karena perkataannya.

c) Penyajian Data

Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan GDS

No. Subjek

Kebutuhan yang Muncul Dari Kartu 1-10

Kemunculan Tema Kebutuhan

1.

GDS

Kebutuhan afiliasi 9 (figur teman 4, ayah 2, ibu 1, adik 1, orang dewasa 1)

2. Kebutuhan untuk bermain 5 3. Kebutuhan untuk makan 2

4. Kebutuhan untuk menolong 1 (figur adik) 5. Kebutuhan untuk agresi 1

6. Kebutuhan untuk menghindar dari bahaya

1

7. Kebutuhan untuk pasif 2 8. Kebutuhan untuk buang air 1 9. Kebutuhan untuk prestasi 1

10. Kebutuhan untuk ditolong 2 (oleh figur ibu 1, ditolong orang lain 1)


(73)

11. Kebutuhan untuk ketertiban 1 12. Kebutuhan untuk

menghindar dari rasa hina 1

13. Kebutuhan untuk menolak kegiatan

1

d)Dinamika Kebutuhan GDS Menurut CAT

Hasil pengetesan CAT menunjukkan bahwa subjek memiliki kebutuhan yang bervariasi. Hasil pengetesan menggambarkan bahwa subjek memiliki dua kebutuhan yang dominan, yaitu kebutuhan afiliasi (dengan figur teman, ayah, ibu, adik, dan orang dewasa) serta kebutuhan untuk bermain. Subjek membutuhkan afiliasi dengan teman yang termanifestasi berupa perilaku mengobrol dengan teman-temannya di waktu luang. Selain itu, sepulang sekolah subjek sering berinteraksi dengan teman-teman di sekitar balai YSS. Menurut Nurihsan & Agustin (2011), anak-anak cenderung lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya. Pernyataan ini sejalan dengan hasil temuan dari tes CAT bahwa subjek memiliki kebutuhan yang cukup besar untuk berafiliasi dengan teman-teman sebaya.

Subjek membutuhkan afiliasi dengan figur ayah. Hal ini terjadi karena subjek tinggal jauh dari ayah yang telah berpisah dengan ibu subjek. Subjek menyempatkan diri untuk bertemu dengan ayahnya apabila hari libur tiba bahkan pergi sendirian ke Magelang dengan bus.


(74)

Subjek juga membutuhkan afiliasi dengan figur ibu. Subjek merasa senang ketika berjalan-berjalan dengan ibu di Magelang. Ibu subjek yang bekerja di Magelang dan pulang setiap dua minggu sekali menyebabkan subjek sering mengirimkan SMS sekedar untuk menanyakan kabar ibu. Selain itu, subjek memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dengan figur adik. Subjek telah berpisah dengan adiknya semenjak adiknya lahir sehingga subjek sering memomong anak tetangga yang seumuran dengan adiknya dan diajak bermain di area balai YSS. Subjek juga memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dengan figur orang dewasa, pak dhe yang akrab dengan subjek.

Pada masa anak usia pertengahan dan akhir, orangtua tetap menjadi agen sosialisasi yang penting bagi kehidupan anak meski interaksi antara orangtua dan anak berkurang (Santrock, 1995). Kebutuhan subjek akan afiliasi dengan figur orangtua dan adik ada kaitannya dengan hubungan subjek dengan orangtua serta adik yang terpisah oleh jarak. Keadaan orangtua, adik yang berpisah serta ibu yang bekerja menyebabkan anak memiliki kebutuhan afiliasi dengan figur orangtua dan adik yang cukup besar. Kebutuhan subjek untuk berafiliasi dengan figur orang dewasa diwujudkan dengan terjalinnya hubungan baik antara subjek dan Pak Dhe.

Selain kebutuhan afiliasi, subjek memiliki kebutuhan untuk bermain. Subjek sering bermain kasti, gobak sodor, dan petak umpet dengan teman-temannya di area balai YSS. Subjek paling senang


(1)

Lampiran 12. Lembar Informed Concent

Dengan hormat, Bersama ini saya,

Nama : Fransisca Indra Kristanti NIM : 089114139

Fakultas : Psikologi Universitas Sanata Dharma

Memohon izin kepada Bapak/Ibu untuk melakukan pengambilan data pada anak Bapak/Ibu yang bernama ……… demi kepentingan skripsi. Pengambilan data ini akan dilakukan pada,

Hari, tanggal : Pukul :

Atas izin dan perhatian Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Mengetahui, Hormat saya,

Orangtua/wali


(2)

150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

152

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

154

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI