HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN SKRIPSI

  

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN

DENGAN LOYALITAS KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Antony Evenly

  

NIM : 989114099

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2006

  

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN

DENGAN LOYALITAS KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Antony Evenly

  

NIM : 989114099

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2006

  

Kupersembahkan karya penuh cinta ini kepada:

Tuhan Yang Maha Segalanya I bunda tercinta Adik-adikku tercinta

  Keluarga tercinta Sahabat-sahabat tercinta

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 15 Desember 2006 Penulis

  Antony Evenly

  ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN Antony Evenly Universitas Sanata Dharma Jogjakarta 2006

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara persepsi kualitas pelayanan dengan loyalitas kons umen. Subyek penelitian ini adalah konsumen Dazzle Celluler Accessories, dengan 60 konsumen yang datang ke Dazzle minimal 3 kali.

  Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara persepsi kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki persepsi kualitas pelayanan yang tinggi. Begitu juga konsumen yang memiliki persepsi kualitas pelayanan yang tinggi akan memiliki loyalitas yang tinggi.

  Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu: 1) Skala Persepsi Kualitas Pelayanan untuk mengukur seberapa tinggi Persepsi Kualitas Pelayanan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan.

  2) Skala Loyalitas Konsumen untuk mengukur tingkat loyalitas yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan. Kedua skala telah diujicobakan. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa skala persepsi kualitas pelayanan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,943 skala loyalitas konsumen sebesar 0,894. Analisis data dilakukan dengan program SPSS versi 13.00 menggunakan analisis

  Product Moment Pearson. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan

  positif yang signifikan antara persepsi kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen sebesar 0,767 (r) dengan p<0.05 dan koefisien determinasi (r kuadrat) sebesar 0,589. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi loyalitas konsumen dapat dijelaskan dari variasi persepsi kualitas pelayanan dengan sumbangan efektif sebesar 59%, sedangkan sisanya dapat dijelaskan dengan varibel lain.

  

ABSTRACT

A Relation between Service Quality Perception with

Customer Loyalty

Antony Evenly

  

Sanata Dharma University

Jogjakarta

2006

  The research was aimed to know the positive relationship between service quality perception and customer loyalty. The subject of research was Dazzle Cellular Accessories customers. The subjects of this research were 60 customers who came 3 times to Dazzle Cellular Accessories.

  The hypothesis of this research is there is a relationship between quality service perception and customer loyalty. The higher customers perception about service quality. The higher loyalty will be.

  Method of summated rating is used to gather the data in this research, which consists of 2 scales, those are: 1) Quality service perception’s scale to measure quality service perception which is arranged with method of summated rating. 2) Customers loyalty scale to measure quality service perception which is arranged by method of summated rating. Those 2 scales have been tested. The result showed that quality perception scale has equal to 0,943 reliability coefficient, customers loyalty equal to 0,894. Data analysis was done with SPSS V.13 with Product Moment Pearson analysis. The result showed that there is a significant positive relationship between quality service perception with customers loyalty equal to 0,767 with p<0,05 and determination coefficient equal to 0,589. It can be concluded that customers loyalty variation can be explained from the quality service perception with effectivity degree equal to 59% and the rest can be explained by the other variable.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya yang jauh dari sempurna ini dengan judul “Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Konsumen”. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psiologi dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih secara khusus kepada:

  1. Dr. Ir. P. Wiryono P. S.J. sebagai Rektor Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta.

  2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. sebagai Dekan Fakultas Psikologi.

  3. Dr. T. Priyo Widiyanto,Msi, S.Psi sebagai Dosen Pembimbing, yang telah dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  4. Ratri Sunar, S.Psi sebagai Kepala Program Studi Fakultas Psikologi.

  5. Seluruh Dosen fakultas Psikologi ya ng telah dengan sabar memberikan ilmunya kepada penulis.

  6. Seluruh staff sekretariat Psikologi, terima kasih akan bantuannya.

  7. Keluarga tercinta, mama, adik-adik, dan semua saudara-saudaraku yang amat sangat sabar mendukungku.

  9. Sahabat-sahabat ’98: Panda yg Laknat, Dido yg Gudhel, Andi yg Gentho, Mita yg Bogel, Biru yg Bluluk, Biyik yg Bradut, dan seluruh sahabat ‘98 yang sudah memberikan dukungan.

  10. Teman-teman psikologi dari angkatan paling tua sampai yang paling muda..jangan nyerah ya..

  11. Spesia l ga pakai telor buat bang KONO telor…yang sempatin waktu- waktunya ‘kabar-kabar calon2 purnawirawan psikologi…’ thanks berat bro..kekekekeke….

  12. Sahabat-sahabat Tanjung-319..makasih waktu bermainnya. Toel..nuwun 13. Sahabat-sahabat Djoglo C-9..makasih untuk waktu-waktu bersamanya.

  14. Anton Kristianto (my bro) dan keluarga..om, tante, eyang, son..makasih buat semua atensinya.

  15. Keluarga Balikpapan…Budhe..om, rux, sen, ndoy..hormat saya..

  16. Bapak Yudo Satrianto dan Ibu Diana Riasari serta keluarga…untuk waktu, kepercayaan dan seluruh SUPPORT-nya.

  17. Seluruh karyawan dan staf Dazzle Celluler Accessories makasih buat dukungannya.

  18. Seluruh karyawan dan staf CV. Rakasindo Megatama terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan berulang kali kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi..

  19. IPDA Nug’iyanto sugendon matur nuwun buat waktunya...wah...pak pulisi..

  20. Mr & Mrs THD..thanks buat sempet2 nengokin temen..sahabat..sedulur..

  22. Mrs Ling dan Mrs Sri buat waktu yang selalu mefet buat sharing..

  23. Switihanibani…ehm..yang ngeyelan n selalu ngajarin buat yang namanya positip tingking;p

  24. Orang-orang yang ada di sekitarku dan segala sesuatu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah sangat banyak membantuku menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih atas segala masukan-masukan baik berupa saran maupun kritik yang sifatnya membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak.

  Jogjakarta, 15 Desember 2006 Antony Evenly

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................... v ABSTRAK .................................................................................................. vi ABSTRACT................................................................................................ vii KATA PENGANTAR................................................................................. viii DAFTAR ISI............................................................................................... xi DAFTAR TABEL...................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah .................................................

  1 B. Rumusan Masalah...........................................................

  6 C. Tujuan Penelitian.............................................................

  6 D. Manfaat Penelitian...........................................................

  6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................

  7 A. Persepsi Kualitas Pelayanan.............................................

  7

  2. Kualitas Pelayanan .......................................................

  10 3. Persepsi Kualitas Pelayanan.........................................

  14 B. Loyalitas Konsumen.........................................................

  17 1. Pengertian Loyalitas Konsumen .....................................

  17 2. Aspek-aspek Loyalitas .................................................

  22

  3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen

  24 C. Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Konsumen.........................................................

  25 D. Hipotesis Penelitian..........................................................

  28 BAB III METODE PENELITIAN .......................................................

  29 A. Identifikasi Variabel........................................................

  29 B. Defenisi Operasional.......................................................

  29 C. Subjek Penelitian.............................................................

  30 D. Prosedur Penelitian..........................................................

  31 E. Metode Pengumpulan Data .............................................

  31 F. Uji Kualitas Data .............................................................

  34 G. Metode Analisis Data......................................................

  36 BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................................................

  37 A. Persiapan Penelitian ........................................................

  37 1. Orientasi Kancah.........................................................

  37 2. Perijinan ......................................................................

  39

  4. Hasil Ujicoba Alat Penelitian......................................

  39 B. Pelaksanaan Penelitian....................................................

  43 C. Hasil Penelitian ...............................................................

  43 1. Deskripsi Data Penelitian............................................

  43 2. Deskripsi Kategorisasi Skala.......................................

  44 3. Hasil Uji Asumsi.........................................................

  45 4. Uji Hipotesis................................................................

  47 D. Pembahasan.....................................................................

  47 BAB V PENUTUP ................................................................................

  51 A. Kesimpulan.........................................................................

  51 B. Saran ..................................................................................

  51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1 Sebaran Aitem Skala Persepsi Kualitas Pelayanan Sebelum Diujicobakan ..............................................................................

  32 Tabel 2 Sebaran Item Skala Loyalitas Konsumen Sebelum Diujicobakan ..............................................................................

  33 Tabel 3 Sebaran item Skala Persepsi Kualitas Pelayanan Setelah Diujicobakan ..............................................................................

  40 Tabel 4 Sebaran Item- item Sahih Skala Persepsi Kualitas Pelayanan Setelah Diujicobakan..................................................................

  41 Tabel 5 Sebaran Item Skala Loyalitas Konsumen Setelah Diujicobakan ..............................................................................

  42 Tabel 6 Sebaran Item- item Sahih Skala Loyalitas Konsumen Setelah Diujicobakan ..............................................................................

  42 Tabel 7 Deskripsi Data Penelitian...........................................................

  43 Tabel 8 Deskripsi Kategorisasi Persepsi Kualitas Pelayanan .................

  44 Tabel 9 Deskripsi Kategorisasi Loyalitas Konsumen .............................

  45 Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Sebaran.....................................................

  46 Tabel 11 Hasil Uji Linearitas ....................................................................

  46

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Tabel 1 Proses Persepsi...........................................................................

  9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

  di era globalisasi ini, menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang pesat pula di bidang sosial, ekonomi, politik, industri dan komunikasi serta dunia perdagangan. Perubahan yang terjadi di dunia perdagangan ditandai dengan menjamurnya bisnis-bisnis baru. Adanya pandangan bahwa “yang terkuat yang bertahan” menyebabkan terjadinya persaingan dalam dunia perdagangan menjadi semakin ketat, sehingga setiap perusahaan akan berusaha untuk memenangkan bisnis agar dapat bertahan.

  Untuk perusahaan yang memandang bahwa konsumen atau pelanggan adalah aset bagi perusahaan, “pelanggan adalah langka”, dan “tanpa pelanggan perusahaan akan punah”, banyak rencana yang harus dibuat untuk mendapatkan dan memelihara pelanggan. Berbagai macam cara dilakukan mulai dari melakukan promosi melalui media massa baik media cetak maupun media elektronik sampai dengan penawaran harga gila-gilaan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian konsumen..

  Drucker (Kotler, 1997, h.34), menyatakan bahwa tugas pertama sebuah perusahaan adalah untuk menciptakan pelanggan. Pelanggan mempunyai peran penting bagi perusahaan untuk dapat bertahan. Konsumen menginginkan nilai maksimal dari apa ya ng mereka cari. Mereka membentuk suatu harapan akan nilai tersebut dan akhirnya bertindak berdasarkan apa yang mereka ketahui.

  Perusahaan dituntut jeli untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan konsumennya. Perusahaan dapat memadukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan kepuasan konsumen. Segala kegiatan tersebut akan menarik konsumen untuk datang, sehingga pada akhirnya konsumen yang puas akan mendatangkan laba bagi perusahaan. Levitt (Kotler, 1997, h.18), menyatakan bahwa konsep penting dalam penjualan adalah tidak hanya menciptakan keunggulan produk atau harga. Atau dengan kata lain konsep penting dalam penjualan adalah tidak hanya menarik konsumen dengan tujuan mendatangkan laba bagi perusahaan saja.

  Menurut Kotler (1998) biaya untuk mendatangkan konsumen baru mencapai lima kali lipat lebih tinggi dibanding biaya untuk mempertahankan konsumennya. Reichhleld dan Sasser (dalam Kotler, 1998) menemukan adanya peningkatan keuntungan dari 25% sampai 85% dengan mengurangi kehilangan pelanggan 5%. Pendapat-pendapat tersebut juga didukung oleh pendiri Hampton Inn yaitu Schultz (dalam Knapp, 2001), yang mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang turun akan membuat kepuasan konsumen menurun, memperkecil loyalitas konsumen dan membuat pendapat yang negatif tentang perusahaan.

  Perusahaan harus menciptakan konsumen dan mempertahankan konsumen, dengan memperhatikan banyak aspek. Perusahaan tidak hanya sebatas memperhatikan penciptaan produk, kualitas produk, harga dan laba yang harus didapat dalam waktu singkat, tetapi perusahaan juga harus memperhatikan pentingnya kualitas jasa pelayanan bagi konsumen.

  Penilaian konsumen terhadap kualitas jasa pelayanan dibentuk dari hasil kesesuaian antara harapannya dengan hasil penilaiannya terhadap suatu jasa pelayanan. Kurtz (1998), mengatakan bahwa harapan konsumen terhadap mutu pelayanan adalah kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen sebelum mencoba suatu pelayanan yang digunakan sebagai standar dan referensi untuk menilai suatu pelayanan. Harapan ini yang nantinya akan dibandingkan dengan penilaiannya terhadap kinerja suatu pelayanan. Apabila penilaiannya sesuai dengan harapannya maka konsumen akan puas terhadap kinerja pelayanan tersebut dan menilai pelayanan yang diberikan berkualitas, sebaliknya jika penilaiannya di bawah harapannya maka konsumen merasa tidak puas dan menilai pelayanan yang diberikan tidak berkualitas.

  Robby Kusumaharta, Ketua Umum BP2JKY (dalam Kedaulatan Rakyat,

  23 Oktober 2003) pada kasus peremajaan bus sebagai sarana angkutan umum mengatakan bahwa bus sebagai sarana pelayanan publik dianggap penting dan sangat diperlukan oleh masyarakat, sehingga perlu dilakukan peremajaan dalam rangka memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen sangat mengkritisi hal ini dengan keras, karena masyarakat menilai bahwa bukan hanya kondisi fisik bus saja yang harus dinilai layak atau tidak, tetapi juga kinerja pelayanannya. Masyarakat mencermati keajegan kualitas pelayanan yang diberikan, karena hal tersebut adalah bagian dari hak mereka bahwa kedudukan konsumen adalah raja, yang seharusnya diperlakukan dan dilayani dengan sebaik-baiknya.

  Berbagai macam keluhan muncul saat konsumen merasa tidak puas karena produk atau jasa yang mereka beli tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Padahal menurut Kotler (Hermawan, 1995) perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang dapat menyenangkan dan memuaskan konsumennya.

  Kualitas pelayanan dalam ISO 9000 adalah sebagai totalitas bentuk dan karakteristik dari produk dan jasa yang melekat pada kemampuannya untuk memuaskan keadaan ataupun kebutuhan yang terkait (Edvardsson dkk, 1994). Oleh karena itu, setiap perusahaan sangat perlu memperhatikan kepuasan konsumennya supaya konsumen tetap menggunakan jasa yang mereka tawarkan, karena konsumen yang merasa puas dengan jasa yang digunakan akan selalu menggunakan lagi jasa-jasa yang ditawarkan.

  Kualitas pelayanan mempunyai peranan untuk kelangsungan usaha yang membuat perusahaan-perusahaan ataupun pelaku-pelaku bisnis mulai memikirkan efisiensi dalam penjualan produknya, yang tidak hanya menekankan pada barang ataupun penyediaannya semata. Salah satu contoh yang jelas terlihat adalah banyak toko aksesoris hand phone di Yogyakarata ya ng menyediakan banyak alternatif pilihan barang yang dijual, tetapi tidak banyak konsumen mengenal karakter produk yang ditawarkan. Untuk itu peran seorang sales menjadi sangat penting terutama dalam berinteraksi dengan konsumen untuk membentuk kualitas produk dan pelayanan, walaupun pada akhirnya konsumen itu sendiri yang akan mendefinisikan kualitas dalam pikirannya.

  Jika pelayanan yang diperoleh konsumen dari pekerjaan kita adalah suatu pengalaman positif, maka berarti pelayanan yang berkualitas telah kita berikan.

  Kualitas pelayanan suatu perusahaan pun dianggap sebagai aktivitas yang menguntungkan dan diberikan oleh perusahaan pada konsumen sebelum, saat, maupun sesudah mengkonsumsi suatu produk ataupun jasa (Engel dkk, 1992). Kualitas pelayanan yang dilakukan oleh perusahaan membawa keuntungan tersendiri bagi perusahaan, dengan kualitas yang baik yang telah mereka berikan akan mempengaruhi terjadinya intensi untuk membeli atau menggunakan kembali produk ataupun jasa yang ditawarkan (Taylor dan Baker, 1994).

  Perusahaan dan konsumen mempunyai hubungan saling menguntungkan. Perusahaan harus dapat mengidentifikasi keinginan atau harapan-harapan konsumen untuk menciptakan pelanggan-pelanggannya (Kotler, 1997), salah satunya adalah terciptanya harapan kosumen pada kualitas pelayanan (Kurtz, 1998 ; 66). Pelayanan bukan merupakan suatu yang terlihat (Mills dan Margulies, 1980). Jika pelayanan yang diberikan perusahaan memenuhi standar yang diinginkan konsumen bahkan melebihi maka konsumen akan merasa puas dan akan membentuk loyalitas konsumen (Knapp, 2001; 196) dan akhirnya akan mempengaruhi intensi membeli atau memakai ulang produk atau jasa yang ditawarkan (Taylor dan Baker, 1994).

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah penelitia n ini adalah: apakah ada hubungan antara persepsi kualitas pelayanan dengan loyalitas konsumen?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Konsumen.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi bagi Ilmu Psikologi khususnya Psikologi Konsumen, serta dapat memacu penelitian lebih lanjut. Bagi para Psikolog, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam proses konsultasi Psikologi Konsumen.

  2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumber acuan bagi perusahaan dalam proses pengembangan usahanya khususnya dalam memberikan kualitas pelayanan dalam perusahaan sehingga diharapkan terbentuk loyalitas konsumen yang akan semakin meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan. Sedangkan manfaat untuk subjek penelitian adalah diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi konsumen bahwa loyalitas mereka terhadap tempat belanja terbentuk karena persepsi kualitas pelayanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Kualitas Pelayanan 1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

  Rahmat (1996) memberi pengertian persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan info rmasi dan menafsirkan pesan. Ahli lain, Moskowitz dan Orgel (1969), menyatakan bahwa persepsi merupakan kesan terhadap lingkungan situasi total, lebih dari hanya sekedar sensasi yang merupakan respon terhadap aspek-aspek spesifik atau pola stimulus, tetapi persepsi secara umum membutuhkan analisis kesadaran. Individu biasanya tidak menyadari sensasi individual yang telah menimbulkan persepsi. Jadi pengamatan terjadi secara keseluruhan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Davidoff dalam Walgito (1997) menga takan bahwa stimulus yang diindera oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan selanjutnya menghasilkan persepsi. Pendapat-pendapat tersebut memperluas pemahaman bahwa persepsi diartikan sebagai pendapat yang ada dalam diri yang akan mempengaruhi tingkah laku seseorang.

  Dari pendapat-pendapat para ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah proses mengindera stimulus yang masuk melalui alat indera kemudian diinterpretasikan sehingga bermakna dan menghasilkan penilaian, dimana penilaian yang ada dalam diri akan mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam memandang sesuatu, memecahkan permasalahan dan memaknai obyek tertentu.

b. Proses Terjadinya Persepsi

  Persepsi bersifat kompleks, proses persepsi dapat dijelaskan dengan tiga langkah atau tahap. Tahap-tahap ini tidak saling terpisah, namun kegiatan ketiganya kontinyu, bercampur baur dan bertumpang tindih satu sama lain. Tiga tahap tersebut adalah: 1) Terjadinya stimulus alat indera (sensor stimulation) pada tahap pertama alat-alat indera distimulus atau dirangsang.

  2) Tahap kedua, rangsangan terhadap alat-alat indra diatur menurut berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proksimitis (proximing) atau kemiripan dan prinsip kelengkapan (closure) dalam memandang atau mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. 3) Stimulus alat indra ditafsirkan/dievaluasi. Langkah ketiga dalam proses

  perceptual adalah penafsiran-evaluasi. Langkah ketiga ini merupakan proses

  subyektif yang melibatkan evaluasi di pihak penerima. Penafsiran-evaluasi tidak hanya didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga dipengaruhi tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu dan sebagainya yang ada pada kita (Joseph A. De Vito, 1997). Proses terjadinya persepsi dijelaskan dengan gambar di bawah ini :

  Stimulus Alat Terjadinya Stimulus indera stimulus alat indera

  dievaluasi/di

  diatur alat

  indera tafsirkan

  Sumber : Joseph A. De Vito, 1997 Gambar 1. Proses Persepsi

  Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar individu dapat mempersepsi yaitu adanya obyek yang dipersepsi, alat indera atau reseptor, dan adanya perhatian. Proses terjadinya persepsi dimulai dari adanya obyek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak, dan dinamai proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak dan sebagai akibat dari stimulus yang diterimanya, individu dapat menyadari apa yang ia terima dari reseptor itu. Proses yang terjadi dalam otak sebagai pusat kesadaran selanjutnya disebut proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi yang sebenarnya.

2. Kualitas Pelayanan

a. Pengertian Kualitas Pelayanan

  Pelayanan dengan kualitas yang baik adalah harapan konsumen dan merupakan keberhasilan sebuah perusahaan. Oleh karena itu perusahaan yang baik akan selalu menjaga kualitas pelayanannya yang menyebabkan konsumen merasa harapan-harapannya terpenuhi sehingga konsumen merasa puas dan akhirnya bersedia menggunakan kembali produk/jasa yang ditawarkan di masa yang akan datang. Kualitas pelayanan oleh subjek/konsumen dapat diartikan berbeda-beda, dan ini tergantung dari sudut pandang mana istilah pelayanan digunakan oleh konsumen.

  Pengertian kualitas menurut Kotler “Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersurat maupun yang tersirat” (Kotler, 1997). Goesth dan Davis (dalam Sugiarto, 2002) kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Berdasarkan pengertian diatas kualitas merupakan ciri dan sifat yang berhubungan dengan melebihi harapan dalam memuaskan kebutuhan terhadap barang atau jasa.

  Konsumen menganggap bahwa kualitas adalah fungsi hubungan antara harapan konsumen dalam pelayanan dan persepsinya terhadap pelayanan yang dirasakan. Kualitas adalah memenuhi harapan dan kebutuhan konsumen (Edvardsson dkk, 1994).

  Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas atau hasil yang dapat ditawarkan sebuah perusahaan/lembaga, yang biasanya tak kasat mata dan hasilnya tidak dapat dimiliki (Kotler, 1994).

  Rangkuti (2002) menyatakan, pelayanan/jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya pelayanan/jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.

  Kualitas pelayanan menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1994; Tjiptono, 2002) “Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi harapan pelanggan”. Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai penyampaian pelayanan yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan (Rangkuti, 2002).

  Dengan kata lain ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service) (Parasuraman et. al. 1985 dalam Tjiptono, 2002).

  Oleh Parasuraman dkk, kualitas pelayanan dinilai sebagai penilaian secara umum atau keunggulan dari suatu pelayanan. Lebih jauh lagi Spreng dan Mackoy mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan adalah kesimpulan dari perbandingan-perbandingan penampilan sebuah perusahaan dengan yang seharusnya mereka berikan yang dirasakan konsumen. Pendapat di atas juga didukung oleh Zeithaml yang me mberikan definisi bahwa kualitas pelayanan sebagai pengukuran konsumen terhadap kebaikan atau keunggulan dari pelayanan secara keseluruhan (Spreng & Mackoy, 1996; Bolton dan Drew, 1990).

  Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan kualitas jasa merupakan penilaian yang diberikan oleh konsumen terhadap pelayanan yang diterimanya.

b. Tiga Komponen Utama Kualitas Pelayanan

  Kualitas total suatu pelayanan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu (dalam Bojanic 1991; Tjiptono, 2002): 1) Technical quality, berkaitan dengan kualitas output atau keluaran yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et. al, technical quality dapat diperinci lagi menjadi:

  a) Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum menggunakan jasa pelayanan.

  b) Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah menggunakan pelayanan atau mengkonsumsi jasa.

  c) Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan.

  2) Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas penyampaian suatu pelayanan.

  3) Corporation Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

  Berdasarkan komponen di atas dapat disimpulkan bahwa output pelayanan dan cara penyampaian merupakan faktor-faktor yang digunakan dalam menilai kualitas pelayanan.

c. Dimensi Pokok Kualitas Pelayanan

  Dimensi pokok kualitas pelayanan adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan dan telah banyak dikembangkan oleh para ahli.

  Gronroos (dalam Edvardsson, et. al., 1994; Tjiptono, 2002) merumuskan dimensi atau indikator yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan. Gronroos menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok, yaitu

  outcome-related, process-related,

  dan image-related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu: 1) Profesionalisme dan ketrampilan (professionalisme and skills) dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa pelayanan (service provider), karyawan, sistem operasi, sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dapat memecahkan masalah pelanggan secara profesional. Kriteria ini berhubungan dengan hasil. 2) Sikap dan perilaku (attitudes and behavior), pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personnel) menaruh perhatian kepada mereka secara spontan dan senang hati. Kriteria ini berhubungan dengan proses.

  3) Mudah diakses dan fleksibel (accessibility and flexibility), pelanggan merasa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan. Kriteria ini berhubungan dengan proses.

  4) Keandalan dan sifat dapat dipercaya (reliability and trushworthiness), pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya. Kriteria ini juga termasuk dalam proses.

  5) Menemukan kembali (recovery), pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa pelayanan akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.

  6) Reputasi dan dapat dipercaya (reputation and credibility), pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya. (Tjiptono, 2002)

3. Persepsi Kualitas Pelayanan

  Pengertian persepsi kualitas pelayanan adalah pengukuran konsumen terhadap pengalamannya tentang suatu peristiwa maupun benda dengan menggunakan indranya untuk membuat kesimpulan tentang informasi dan menafsirkan pesan tentang keunggulan perusahaan dan karyawannya dilihat dari cara pelayanannya secara keseluruhan, dengan membandingkan apa yang mereka rasakan dengan apa yang menjadi harapan mereka.

  Harapan konsumen merupakan dasar untuk memberikan evaluasi apa yang diharapkan maka konsumen akan puas, demikian sebaliknya (Kurtz, 1998).

  Usaha kualitas harus dimulai dengan kebutuhan konsumen dan berakhir dengan persepsi konsumen (Kotler, 1997). Hal ini berarti kualitas merupakan penilaian yang diberikan konsumen dan citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa melainkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan, sehingga kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk (Tjiptono, 2002).

  Persepsi konsumen terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat kepentingan konsumen, kepuasan konsumen dan nilai. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen atas suatu jasa yaitu harga, citra, tahap pelayanan dan momen pelayanan (Rangkuti; 2002).

  Parasuraman dkk (1985), mengemukakan 3 hal yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas pelayanan, yaitu: 1) Kualitas jasa lebih sukar untuk diukur daripada mengukur kualitas produk. 2) Persepsi adalah kesenjangan antara harapan konsumen dengan apa yang mereka terima.

  3) Evaluasi terhadap kualitas pelayanan bukan hanya pada hasil jasa semata tetapi juga pada produksi dan pengiriman.

  Berdasarkan ketiga kriteria di atas, Parasuraman dkk (1985) menegaskan konsumen dan persepsi konsumen. Dengan adanya kesenjangan ini maka konsumen dapat menilai apakah kualitas dapat dinilai baik atau buruk, sedangkan oleh Oliver (dalam Qamari, 1998) kualitas pelayanan terbentuk dari perbandingan ideal dengan persepsi dari kinerja dimensi kualitas.

  Adapun untuk pengukuran kualitas suatu pelayanan Parasuraman dkk (1985) mengemukakan 5 dimensi kualitas pelayanan:

  1) Reliability (reliabilitas), kemampuan/keandalan untuk memberikan pelayanan yang disajikan secara segera, akurat dan memuaskan.

  2) Responsiveness (daya tanggap), keinginan staff untuk membantu konsumen, tanggap dalam memahami kebutuhan konsumen, cepat memberi respon terhadap permintaan konsumen. 3) Assurance (jaminan), adanya pengetahuan, kemampuan, sopan santun, tidak menimbulkan keraguan, menawarkan keyakinan yang obyektif dan sifat dapat dipercaya dari staff. 4) Emphaty (empati), kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan penuh perhatian dari para staff pada setiap pelanggan.

  5) Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, kebersihan, kerapian, keteraturan dan keharmonisan.

B. Loyalitas Konsumen

1. Pengertian Loyalitas Konsumen

  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian loyalitas berasal dari kata loyal yang berarti “patuh, setia, taat” (Depdikbud, 1998), sedangkan Tjiptono (2000) memberikan definisi loyalitas konsumen sama artinya dengan loyalitas pelanggan, yaitu “komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dari pembelian yang konsisten”.

  Dari kedua definisi di atas dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan loyalitas konsumen adalah kesetiaan konsumen terhadap produk maupun perusahaan. Hal ini ditegaskan oleh Kotler dan Andreasen (1995), yang mengemukakan bahwa “Menjadi setia berarti lebih memilih suatu barang tertentu meskipun banyak insentif- insentif untuk berpindah pada produk lain”.

  Engel dkk (1990), membedakan antara sikap loyal dengan perilaku loyal. Perilaku loyal didefinisikan sebagai perilaku membeli ulang yang selektif dan didasarkan pada proses evaluatif, sedangkan sikap loyal merupakan predisposisi untuk berperilaku. Berdasarkan analisis tersebut maka loyalitas didefinisikan sebagai pilihan sikap dan perilaku terhadap suatu merek adalah lebih selama periode waktu tertentu. Kebiasaan yang dipertahankan tanpa komitmen yang kuat akan rentan terhadap perubahan. Loyalitas harus dipelihara dan dipertahankan melalui komitmen yang berkesinambungan, karena loyalitas yang tinggi adalah salah satu aset yang paling besar bagi pihak perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya sikap yang saling mendukung dan menolak perubahan dari konsumen, sehingga membuat jalan masuk pesaing menjadi sulit dan mahal.

  Beberapa ahli, mendefinisikan loyalitas sebagai suatu perilaku konsumen yang melakukan pengulangan pembelian, seperti yang dikemukakan Peter dan Olson (1990) yang menggunakan pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif untuk mempelajari loyalitas. Loyalitas didefinisikan sebagai intensi dan perilaku pembelian berulang. Selain memfokuskan pada perilaku, maka proses kognitif juga diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku tersebut. Ditambahkan oleh Day (dalam Assael, 1992) yang mengemukakan bahwa disamping adanya pembelian secara berulang- ulang, konsumen dianggap loyal jika konsumen tersebut mempunyai sikap yang baik terhadap toko atau tempat perbelanjaan tertentu, karena ada kemungkinan konsumen mengulang pembelian dengan alasan karena harganya lebih murah dan meninggalkan tempat pembelanjaan ketika harganya mulai naik, Day menyebut ini sebagai loyalitas palsu. Oleh karena itu, pembelian berulang saja tidak dapat menunjukkan loyalitas.

  Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Halloway dan Hancock (1973) yang menyatakan “Loyalitas pada umumnya menunjuk pada pola perilaku pembelian berulang yang disertai komitmen pada suatu merek ataupun perusahaan dan komitmen ini akan bertahan lama. Walaupun terjadi banyak perubahan dalam diri individu namun bukti menunjukkan bahwa pemilihan terhadap suatu merek akan tetap hidup”. Laaksonen (1993), menambahkan bahwa keberadaan loyalitas ditunjukkan ketika konsumen Jacoby (dalam Engel dkk, 1992) menyatakan bahwa konsumen yang loyal ditunjukkan dengan pembelian berulang yang didasari oleh faktor- faktor, sebagai berikut:

  a. Faktor Kognitif Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu produk dilakukan oleh konsumen dengan mempertimbangkan harga, tempat, waktu dan sebagainya. Konsumen memerlukan pengetahua n sebagai bahan pertimbangan sehingga konsumen perlu pula mengaktifkan ingatannya.

  b. Faktor Afektif Dalam membeli suatu produk, konsumen akan lebih memakai perasaan suka atau tidak suka terhadap produk dan tempat pembelian produk tersebut.

  c. Faktor Evaluatif Evaluasi terhadap baik/buruk sesuai dengan keinginan atau tidak dilakukan konsumen sebelum membeli suatu produk.

  d. Faktor Kecenderungan Dalam hal ini konsumen telah memiliki kebiasaan untuk memilih suatu merek dan tempat pembelian tertentu.

  Sedangkan Hadipranata (1997) berpendapat bahwa “loyalitas merupakan kebiasaan berulang secara konsisten yang muncul sebagai kebiasaan yang disadari dengan pertimbangan-pertimbangan, baik secara emosional maupun rasional sehingga sulit untuk berubah. Loyalitas ini berdasarkan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi”.

  Menurut Solomon (1992) “Loyalitas adalah suatu pembelian berulang periode waktu tertentu. Pola-pola pembelian berulang dalam loyalitas tersebut dapat dicapai berdasarkan sikap yang positif terhadap suatu tempat pembelian.

  Loyalitas diawali pada proses pemilihan dengan alasan obyektif. Setelah beberapa waktu pilihan tersebut menimbulkan ikatan emosional dengan konsumen. Konsumen yang loyal secara aktif akan mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan pilihan tersebut”.

  Selain itu, suatu pembelian dapat diulang karena konsumen belajar dari pengalaman masa lalu yaitu pada sesuatu yang telah memberikan kepuasan. Dalam hal ini, proses pengambilan keputusan yang kompleks tidak akan terjadi pada setiap kali pembelian. Kepuasan konsumen menjadi hal yang sangat penting dalam membangun loyalitas konsumen. Kepuasan sendiri diartikan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif setidaknya atau melebihi harapan konsumen. Kepuasan ini akan mempengaruhi niat untuk melakukan pembelian ulang (Engel dkk, 1990)

  Hal tersebut dipertegas oleh Peter dan Olson (1990), yang menyatakan bahwa loyal paling tidak harus ada minat dan kepuasan yang mempengaruhi perilaku loyal. Bila konsumen tidak puas, maka sikap dan keinginan tidak akan terbentuk. Hal itu disebabkan karena konsumen akan cenderung memberikan citra yang negatif.

  Dengan demikian loyalitas dapat diartikan hasil dari kepuasan dan komitmen yang kuat sehingga pencarian informasi dan evaluasi akan sedikit dilakukan atau tidak dilakukan sama sekali ketika konsumen memutuskan untuk pembelian berikutnya (Assael, 1992).

  Loyalitas konsumen pada suatu toko adalah kecenderungan konsumen untuk berlangganan pada suatu toko selama periode waktu tertentu. Loyalitas toko merupakan faktor penting yang mempengaruhi keuntungan perusahaan. Konsumen yang loyal cenderung untuk mengkonsentrasikan pembelian pada suatu toko. Oleh karena itu, akan menguntungkan apabila mereka dapat diidentifikasikan sebelumnya (Loudon dan Bitta, 1993).

  Pola-pola berlangganan pada suatu toko merupakan hasil dari loyalitas toko yang didasarkan pada komitmen konsumen yang meliputi kebiasaan dan pilihan yang kuat (Spiggle dan Sewall, 1987).

  Ernis dan Paul membuat indeks loyalitas yang terdiri dari pengukuran- pengukuran: a. Prosentase anggaran belanja yang dialokasikan pada suatu toko.

  b. Jumlah toko yang menjadi langganan selama periode penelitian c. Jumlah pengalihan atau perubahan pada toko.

  Menurut Laaksonen (1993), hanya ada beberapa pengukuran loyalitas toko yang mengkombinasikan data-data mengenai sikap dan perilaku. Salah satunya menggunakan 3 tingkat loyalitas yang terdiri dari faktor pengukuran: a. Perkiraan subyektif mengenai prosentase berbelanja pada suatu toko.

  b. Peringkat toko di antara pesaing dengan kriteria seperti: produk, jarak, sikap penjual, dan lain- lain.

  c. Kecenderungan untuk berbelanja pada suatu toko ketika konsumen membutuhkan suatu barang.

  Loyalitas adalah hal yang sangat penting mengingat persaingan bermanfaat bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Memelihara pelanggan pada umumnya merupakan strategi yang lebih efisien daripada mencari pelanggan yang baru. Mencari pelanggan yang baru membutuhkan biaya 6 kali lebih mahal bila dibandingkan dengan memelihara pelanggan yang loyal (Peter dan Olson, 1990).

  Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa loyalitas konsumen bukan sekedar pembelian ulang yang terjadi secara konsisten namun merupakan suatu kebiasaan yang disadari dan melibatkan pertimbangan-pertimbangan, baik secara rasional maupun emosional sehingga sulit untuk diubah. Loyalitas konsumen yang dalam hal ini adalah loyalitas terhadap suatu tempat perbelanjaan mengandung suatu komitmen yang kuat untuk memilih suatu tempat perbelanjaan dibanding konsumen untuk membeli berulang dan pembelian berulang pada suatu tempat perbelanjaan.