RELEVANSI KONSEP HUMANISTIK DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK PADA PAGUYUBAN SUMARAH DI PERUM. DELTASARI INDAH SIDOARJO.

(1)

RELEVANSI KONSEP HUMANISTIK DENGAN PENDIDIKAN

AKHLAK PADA PAGUYUBAN SUMARAH DI PERUM.

DELTASARI INDAH SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

ILMIYAH NINGSIH NIM. D01212019

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(2)

RELEVANSI KONSEP HUMANISTIK DENGAN PENDIDIKAN

AKHLAK PADA PAGUYUBAN SUMARAH DI PERUM.

DELTASARI INDAH SIDOARJO

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

ILMIYAH NINGSIH NIM. D01212019

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(3)

(4)

(5)

(6)

vii ABSTRAK

Ilmiyah Ningsih (D01212019), Relevansi Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Key word: Konsep Humanistik, Pendidikan Akhlak, Paguyuban Sumarah, Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo.

Pembimbing: Prof. Dr. H. Ali Mas’ud, M.Ag. M.Pd.I

Indonesia merupakan salah satu negeri plural; yang diwarnai dengan banyak sekali budaya, suku, etnis, juga agama. Keanekaragaman ini selain menjadi kekayaan khazanah nusantara, juga menjadi pemicu lahirnya berbagai macam organisasi. Salah satu diantaranya adalah organisasi kebudayaan, seperti Paguyuban Sumarah. Paguyuban Sumarah merupakan organisasi kebudayaan yang berupaya menyatukan dan memberi wadah demi terciptanya kerukunan antar umat beragama untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Paguyuban sumarah juga merupakan salah satu organisasi kebudayaan yang memiliki pengaruh kuat terhadap masyarakat, khususnya masyarakat yang memeluk agama Islam. Karenanya, menjadi hal yang menarik untuk dibahas mengingat bahwa paguyuban sumarah adalah organisasi kebudayaan yang menyatukan antar berbagai umat beragama dan didominasi oleh masyaratak yang beragama Islam.

Paguyuban Sumarah yang terletak di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo merupakan kantor sekretariat kepengurusan DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur. Saat ini, Paguyuban Sumarah sudah berkembang di 18 DPC dengan anggota sebanyak ± 800 orang. Dan 90% dari anggotanya adalah masyarakat yang beragama Islam.

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan kegiatan dari paguyuban sumarah yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang obyek dan individu tersebut secara holistik (utuh). Dalam penelitian ini menggunakan teknik interview, observasi dan dokumentasi.

Dari penelitian yang dilakukan. mengahsilkan kesimpulan bahwa meskipun ada kemiripan antara konsep humanistik dalam paguyuban sumarah dengan pendidikan akhlak, maka tetap tidak dianggap relevan jika tidak sesuai dan memenuhi apa yang telah terpapar dalam dasar dan prinsip keIslaman (Al-Qur’an dan Al-Hadits) . Karena Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “Aku tinggalkan

pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Imam Malik).


(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Humanistik dapat dipahami sebagai rasa kemanusiaan atau yang berhubungan dengan kemanusiaan.1 Humanistik berasal dari kata human yang berarti manusia. Ahmad Tafsir mengutip pendapat Immanuel Kant tentang manusia, Immanuel Kant mengatakan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan pada moral, dan bukan hanya untuk dirinya sendiri,2 malainkan juga untuk orang lain. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia dan rasa kemanusiaan merupakan hal yang seharusnya tidak dapat dipisahkan. Namun, terkadang fakta yang berada dipapan tidak sejalan dengan teori yang ada. Oleh karena itu lah humanistik hadir untuk kembali memanusiakan manusia. Karenanya, humanistik menjadi penting dan menarik untuk dibahas.

Dalam hubungannya secara sosial, terkandung suatu makna tersirat bahwa manusia tidak bisa lepas (bergantung) dari manusia lain. Secara fitrah manusia akan selalu hidup dalam kebersamaan. Kehidupan bersama antar manusia berlangsung dalam beragam interaksi, baik interaksi dengan

1

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 234.

2

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Hemanusiakan Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 13


(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan Tuhannya. Karenanya, peraturan dan konsep pendidikan yang membahas tentang tatacara besosialisasi pun menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam.

Untuk menghasilkan output yang baik, pendidikan dirancang, diupayakan dan dievaluasi dengan sedemikian rupa demi mewujudkan hasil dari tujuan pendidikan yang telah dicita-citakan. Sehubungan dengan tujuan tersebut, Zakiah Darajat mengemukakan tujuan mulia pendidikan Islam adalah diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat nanti.3 Marimba menjelaskan tujuan akhir dari pendidikan Islam ialah terbentuknya kepribadian Muslim. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mencapai tujuan tersebut. Pendidikan dapat diusahakan oleh manusia tetapi penilai tertinggi mengenai hasilnya adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui.

Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa Pendidikan Akhlak berpegang teguh pada prinsip-prinsip pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan Islam menyiapkan

3


(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.4

Sejalan dengan konsep dan tujuan pendidikan islam dalam pembentukan kepribadian, terdapat sekumpulan masyarakat jawa yang berkepribadian yang sangat baik dan sesuai dengan tujuan pendidikan islam. Yaitu kelompok atau yang dalam masyarakat jawa lebih dikenal dengan istilah Paguyuban yang tergabung dalam aliran kebatinan. Atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Aliran Kepercayaan dan Kebatinan. Aliran kebatinan dan kepercayaan ini memiliki wujud secara konkrit di tengah-tengah masyarakat dalam beragaimacam organisasi.5

Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengenal paham kebatinan. Akan tetapi karena tidak adanya literatur sejarah yang mencatat tentang asal muasal aliran kebatinan jawa, maka tidak dapat diketahui secara pasti kapan dan dimana aliran kebatinan ini mulai muncul. Aliran kebatinan jawa terus berkembang dikalangan masyarakat Indonesia. Dewasa ini, aliran kebatinan kejawen telah bercampur dengan paham ajaran Islam, Hindu, Budha

4

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi ditengah Milenium III,

(Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 6 5

Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, (Semarang: Aneka Ilmu, 1999), hlm. 12


(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

(pengaruh Brahmanisme dan Budhisme), juga bercampur dengan ajaran agama Kristen.6

Islam merupakan sebuah agama yang mendominasi masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Akan tetapi, jika di lihat dan di cermati secara mendalam maka sebenarnya fakta riil yang berada dimasyarakat jawa adalah fakta bahwa Islam hanya merupakan sebuah warna yang mendominasi masyarakat jawa. Sebab, yang benar-benar menjalankan ibadah hanya minoritas saja. Bahkan ada pula yang secara jelas dan terang-terangan menyatakan bahwa dirinya menganut paham islam abangan, yang berarti bahwa dia berpaham Islam yang berada dalam batas pengakuan saja. Namun, kenyataan dilapangan menyatakan bahwa masyarajat islam dan abangan atau pun yang santri (rajin beribadah) pada umumnya juga masih banyak yang mengikuti nalurinya untuk mengikuti tradisi leluhurnya (kakek moyangnya). Seperti membakar kemenyan diacarara ritual keagamaan, memberikan sesajen di tempat bertuah atau yang dianggap angker, pengkramatan sebuah kuburan, dan sebagainya. Demikian ini yang dalam masyarakat disebut sebagai Islam Kejawen.7

Para sejarawan atau yang biasa disebut dengan kaum antropolog memandang bahwa aliran kebatinan sebagai salah satu varian dari agama

6 Ma’ruf Al-Payamani,

Islam dan Kebatinan, Studi Kritis Tentang Perbandingan Filsafat Jawa dan Tasawuf, (Solo: CV. Ramadhani,1992), hlm. 219

7

Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masagung, 1985), hlm. 85


(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Islam. Sepertihalnya Koentjoroningrat yang membagi perwujudan Islam di Jawa kedalam dua Varian, yaitu agama Islam Jawa (kejawen yang sinkretis, yang menyatukan unsur-unsur agama hindu, pra-hindu, dan islam. Juga agama islam yang puritan (santri) yang taat dan rajin mengikuti ajaran agama Islam.8

Kebatinan merupakan hasil karya dari pemikiran dan angan-angan manusia yang menimbulkan suatu aliran kepercayaan dalam dada penganutnya dengan membawakan ritus tertentu, bertujuan untuk mengetahui hal-hal ghaib, bahkan untuk mencapai taraf persekutuan dengan apa yang mereka anggap Tuhan dalam perenungan batinnya, sehingga dengan demikian dapat mencapai budi luhur untuk kesempurnaan hidup kini dan mendatang sesuai dengan konsepsi individu.9

Aliran kebatinan juga merupakan suatu organisasi yang mengajarkan dan mendidik ketat anggotanya untuk berbudi luhur, berdasarkan cipta, rasa dan karsa manusia. Sepertihalnya Paguyuban Sumarah, paguyuban Sumarah menyelipkan konsep humanistiknya dalam dua ajaran, yaitu ajaran etika hidup sumarah dan ajaran tentang budi luhur. Dan begitu pula dalam pendidikan agama Islam, Islam juga mendidik dan mengajarkan para penganutnya untuk berbudi pekerti yang baik atau yang dalam ajaran agama Islam biasa dikenal dengan istilah Akhlaqul Karimah. Sebagaimana Muhammad Athiyah

8

Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islami Ke Mistik Jawa, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996), hlm. 58

9

Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1984), hlm.11


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Abrasyi yang menyatakan bahwa budi pekerti dan akhlak adalah Ruh (jiwa) pendidikan Islam, dan pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan Islam.10 Dalam pembahasan tentang keindahan dan keagungan budi pekerti masyarakat jawa dan masyarakat Islam, terdapat banyak sekali kesesuaian meski sebenarnya latar belakang dari masyarakat jawa tersebut bukan merupakan suatu perkumpulan (paguyuban) yang hanya berlandaskan pada poros dan dasar-dasar dalam islam saja.

Berangkat dari persamaan tersebut, juga karena banyaknya masyarakat yang mengikuti Paguyuban sumarah, khususnya masyarakat yang beragama Islam, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai konsep humanistik paguyuban sumarah, pendidikan akhlak, dan bagaimana relevansi konsep humanistik dengan pendidikan akhlak pada paguyuban sumarah khususnya paguyuban sumarah yang menjadi pusat kepemimpinan paguyuban sumarah provinsi Jawa Timur yang bersekretariat di Perum. Deltasari Indah BQ-40, Waru-Sidoarjo .

B. RUMUSAN MASALAH

Dari paparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa titik fokus rumusan masalah sebagai berikut :

10

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 13


(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

1. Bagaimanakah konsep humanistik pada paguyuban sumarah di perum. Deltasari indah Sidoarjo?

2. Bagaimana relevansi antara konsep humanistik dengan pendidikan akhlak pada paguyuban sumarah di perum. Deltasari indah Sidoarjo?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui konsep humanistik pada paguyuban sumarah di perum. Deltasari indah Sidoarjo?

2. Mengetahui relevansi konsep humanistik dengan pendidikan akhlak pada paguyuban sumarah di perum. Deltasari indah Sidoarjo

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Kajian tentang Relevansi konsep humanistik dengan pendidikan akhlak dalam paguyuban sumarah Provinsi Jawa Timur ini bermaksud memberikan sumbangsih pemikiran terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan islam yang berada dalam lingkup masyarakat jawa.

2. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhlak dan sumber daya manusia yang sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan budi pekerti luhur untuk kemaslahatan hidup dimasyarakat. Karena memang, pada hakekatnya pendidikan dirancang


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, sehingga sumberdaya manusia menjadi berkualitas, baik intelektualnya maupun emosionalnya. Sebagai upaya penumbuhan potensi peserta didik, maka diperlukan pengetahuan tentang konsep dan tatacara untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti dalam diri siswa. Terutama ketika berada dalam masyarakat jawa yang sangat menjaga ketat perilaku dan nilai-nilai budi pekertinya. Karena itu, penulisan ini diharapkan bisa menjadi acuan untuk pendidikan nilai moral dan budi pekerti dalam pendidikan islam khususnya di tanah Jawa.

E. BATASAN MASALAH

Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, maka dalam skripsi ini ditetapkan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Konsep Humanistik dalam skripsi ini, dibatasi dengan konsep humanistik yang hanya berada dalam Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo.

2. Pendidikan Akhlak dalam skripsi ini, dibatasi dengan ajaran pendidikan akhlak yang berada dalam perspektif Islam.


(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

F. DEFINISI OPERASIONAL

Agar penelitian ini lebih mudah dimengerti dan difahami, juga untuk menghindari adanya penafsiran yang tidak jelas terhadap pembahasan ini, maka penulis memandang perlu untuk menegaskan beberapa istilah yang terdapat pada judul :

1. Relevansi

Dalam kamus besar bahasa indonesia relevansi diartikan hubungan ; kaitan.11 Yang berarti bahwa dalam pembahasan nanti akan dibahas mengenai hubungan tentang konsepsi pemikiran humanistik dari paguyuban sumarah yang mengadopsi paham kejawen, dengan pemikiran tentang budi pekerti/akhlak yang berada dalam pendidikan agama Islam.

2. Humanistik

Humanistik dapat dipahami sebagai rasa kemanusiaan atau yang berhubungan dengan kemanusiaan.12 Dalam ilmu psikologi humanistik ialah suatu pendekatan yang menekankan usaha melihat orang sebagai makhluk-makhluk yang utuh, dengan memusatkan diri pada kesadaran subjektif, meneliti masalah-masalah manusiawi yang penting serta memperkaya kehidupan manusia.13

11

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 738

12

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 234.

13


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Humanistik juga berarti bersifat tentang kemanusiaan14, Sebagaimana kata Humanis yang berarti Orang yg mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yangg lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama umat manusia.15

3. Paguyuban Sumarah

Paguyuban Merupakan sebuah perkumpulan atau organisasi kerukunan. Sumarah ; menyerahkan diri/pasrah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Paguyuban Sumarah berarti perkumpulan orang-orang yang menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa.16

Sumarah dalam bahasa Jawa memiliki arti pasrah atau berserah diri. Apabila dikaitkan dengan perilaku hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maka sikap sumarah mengandung arti sikap batin yang pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah).17 Sudah barang tentu sikap demikian tidak berarti apatis atau masa bodoh, akan tetapi lebih tepat jika diartikan sebagai sikap tunduk, takluk dan patuh (manut mbangun miturut) kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sikap batin yang demikian hanya akan terwujud pada manusia yang memiliki keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi

14

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 316

15 Ibid. 16

Petir Abimanyu, Buku Pintar Aliran kebatinan dan Ajarannya, (Jogjakarta: Laksana, 2014), hlm. 115

17

Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, (Semarang: Aneka Ilmu, 1999), hlm. 220


(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

kita hidup dan kehidupan, Tuhan yang menciptakan dunia raya seisinya. Tentu saja kadar ke-sumarah-an masing-masing orang akan berbeda satu sama lain, hal ini kiranya terjadi karena faktor tingkat keyakinan, tingkat kedewasaan jiwa, dan juga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh masing-masing pribadi. Demikian pula latar belakang kondisi lingkungan, tingkat intelegensinya serta keluasan wawasan juga ikut mempengaruhi kadar ke-sumarah-an tersebut disamping faktor-faktor yang lain. Jadi kalau kita mengacu makna sumarah seperti yang diatas, maka orang sumarah secara prinsipi adalah setiap manusia yang pasrah secara total kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

Jika dilihat dari pemaparan tersebut maka apapun keyakinannya, agamanya, etnisnya, apabila seseorang telah memiliki keyakinan seperti diatas maka dia disebut orang sumarah. Demikian pula tentang istilah kaum Sumarah predikat ini secara otomatis bisa diberikan kepada orang ataupun sekelompok orang yang batinnya telah bersikap pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa (yang tentu saja itu bisa tercermin dalam perilakunya setiap hari), walaupun tidak harus saling kenal ataupun terhimpun dalam suatu organisasi. Hanya saja, karena di Indonesia ini sejak tahun 1950 telah berdiri organisasi Paguyuban Sumarah yang inti kegiatannya tidak lain adalah mempelajari, mempraktekkan sekaligus memperdalam ke-sumarah-an bagi seluruh anggotanya melalui bentuk ritual peribadatan rohani dan secara bersama-sama, maka menurut hukum yang berlaku setiap orang yang menjadi


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

anggota Paguyuban Sumarah bisa mengklaim dirinya sebagai orang /kaum Sumarah. Adapun kalau kita bicara secara hakekat, kiranya belum satupun diantara sekian banyak anggota Paguyuban Sumarah yang merasa (berani menyatakan) dirinya telah menjadi orang Sumarah benar-benar. Karena semakin tinggi tingkat kesadaran kita maka terasa semakin banyak kekurangan yang ada pada diri kita.18

4. Pendidikan Akhlak

Pada tahun 1649, lembaga keilmuan peranis mendefinisikan

pendidikan sebagai pembentukan jiwa dan raga19, namun yang perlu digari bawahi disini adalah mereka mendefinisikan pendidikan dengan tanpa membedakan antara pengajaran dan pendidikan.

Definisi lain juga datang dari para filosof barat. Mereka memberikan definisi yang bervariasi. Mereka berpendapat bahwa pendidikan adalah pembentukan individu melalui pendidikan jiwanya, yaitu dengan membangkitkan kecenderungan-kecenderungannya yang bermacam-macam. Sebagian lain berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha untuk membuat seseorang menjadi unsur kebahagiaan bagi dirinya dan orang lain. Dan ada lagi yang berpendapat bahwa pendidikan adalah semua yang dilakukan oleh

18

Imam suarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dan BerbagaiAliran Kebatinan Jawa,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 211 19


(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

kita dan oleh orang lain untuk kepentingan kita agar mencapai karakteristik yang sempurna.20

Sedangkan Akhlak adalah Budi yang merupakan alat batin yang berpadu dengan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Pekerti ; tingkah laku; perangai; akhlak.21 Dalam Pendidikan Islam budi pekerti disebut dengan Akhlak. Dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Aminuddin mengutip pemikiran Ibnu Maskawaih yang mengartikan Akhlak sebagai keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan.22

Masawi mendefinisikan akhlak merupakan sekumpulan konsep dan pemahaman tentang mengendalikan perasaan dan emosi. Akhlak dapat dikatakan pula sebagai faktor paling berpengaruh terhadap aturan kehidupan umat manusia.23

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak untuk mendewasakannya dari segi tingkah laku sehingga terbentuk manusia yang berkepribadian muslim, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah.24

20 Ibid. 21

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 131

22

Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Ghalia Indonesia 2002). hlm. 152

23

Mujtaba Musawi, Roadmap To God : Meniti Kesempurnaan Akhlak Dan Kesucian Rohani, (Jakarta: Citra, 2013), hlm. 1

24


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

G. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang diharapkan kemudian juga tehnik analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara (interview), sekalipun jenis penelitian library research, akan tetapi karena kelompok (paguyuban) yang menjadi objek peneltian ada, sehingga untuk mendapatkan pandangan yang mendalam dan sempurna mengenai pemikiran dan konsep humanistik dalam paguyuban sumarah, selain merujuk pada buku-buku yang pernah ditulis, juga dengan melakukan interview atau wawancara.

a. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu teknik mengumpulkan data dengan cara mencari atau mengumpulkan data terkait dengan permasalahan yang diteliti, mulai dari buku, jurnal, majalah, internet dan sebagainya. Sebagaimana yang dijelaskan Suharsimi Arikunto bahwa dokumentasi merupakan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,


(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.25 Sugiyono juga menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.26

b. Interview (Wawancara)

Wawancara atau interview merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer). Metode ini dapat digunakan untuk menilai keadaan seseorang, mencari data tentang latar belakang siswa, orang tua, pendidikan, perhatian serta sikap terhadap sesuatu.27

Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur, yaitu kebalikan dari wawancara terstruktur, dimana jawaban dari pertanyaan yang diajukan peneliti sudah disiapkan.28 Wawancara terbuka ini tetap dilakukan menggunakan pedoman wawancara (interview guide), agar lebih sistematis serta memudahkan peneliti dalam mengarahkan pertanyaan yang diajukan.

25

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 274.

26

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung, Alfabeta: 2012), hlm. 329

27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 198 28

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 138-140


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Dalam konteks ini penulis melakukan interview terhadap salah satu pengurus Dewan Pimpinan Daerah Paguyuban Sumarah provinsi jawa timur secara mendalam mengenai konsep humanistik paguuyuban sumarah. Hal ini dilakukan untuk melengkapi serta menyempurnakan data primer yang sudah digunakan.

c. Observasi

Metode pengumpulan data yang merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan yang diinginkan, atau suatu studi yang sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan mengamati dan mencatat.29

2. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan, bentuk teknik dalam teknik Analisis Deskriptif. Metode analisis deskriptif yaitu usaha untuk mengumpulkandan menyususn suatu data, kemudian dilakukan analisis terhadapdata tersebut. Analisis deskriptif yakni data yang dikumpulkanadalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.

29


(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.30

a. Analisis Isi (Content)

Dalam menganalisis data, maka penulis juga menggunakan analisis isi atau analisis konten, yaitu teknik penelitian yang digunakan untuk mengetahui simpulan dari sebuah teks/wacana, atau mengungkap gagasan penulis yang termanifestasi maupun yang laten. Hal ini seperti yang diungkapkan Klaus Krippendorf dalam bukunya Analisis Isi bahwa analisis isi merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel) dan sahih data dengan memperlihatkan konteksnya.31

Burhan Bungin menerangkan bahwa penggunaan analisis isi, pertama harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam artian peneliti telah merumuskan dengan tepat apa yang hendak diteliti dan setiap tindakan harus didasarkan pada tujuan tersebut. Langkah berikutnya, memilih unit analisis yang akan dikaji, memilih obyek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Jika obyek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan dalam suatu media, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap pesan dan

30

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya:2006) hlm. 11

31

Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 15


(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

media tersebut.32 Sugiyono juga mengartikan Metode analisis isi (Content) yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu. Berdasarkan pola hubungan tadi, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan.33

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Sistematika dari pembahasan penelitian ini terdiri dari beberapa bab antara lain: BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Batasan Masalah F. Definisi Operasional G. Metode Penelitian H. Sistematika Pembahasan BAB II : LANDASAN TEORI

A. Humanistik

32

Burhan Bungin,“Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam Penelitian Sosial”

dalam Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi Penelitian Kualitatif,

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001),hlm. 175 33

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung, Alfabeta: 2012) hlm. 335


(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

1. Pengertian Humanistik 2. Tujuan Humanistik 3. Ruang Lingkup 4. Konsep Humanistik B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak 2. Tujuan Pendidikan Akhlak

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

C. Relevansi Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak BAB III : METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Kehadiran Peneliti

C. Lokasi Penelitian D. Sumber Data

E. Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Analisis Data G. Tahap-tahap Penelitian

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Profil Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur

1. Pengertian Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur

2. Tujuan, Visi dan Misi Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur 3. Payung Hukum Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur


(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

4. Sejarah dan Perkembangan Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur

5. Program Kerja Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur 6. Susunan Pengurus Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur 7. Keadaan Anggota Paguyuban Sumarah Provisi Jawa Timur B. Penyajian Data

1. Penyajian Data Tentang Konsep Humanistik Paguyuban Sumarah Di Perum. Delta Sari Indah Sidoarjo

a. Penyajian Data Interview b. Penyajian Data Observasi

2. Penyajian Data Tentang Relevansi Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah Di Perum. Delta Sari Indah Waru Sidoarjo

C. Analisis Data

1. Analisis Data tentang Konsep Humanistik Paguyuban Sumarah Di Perum. Delta Sari Indah Sidoarjo

2. Analisis Data Tentang Relevansi Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah Di Perum. Delta Sari Indah Waru Sidoarjo

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran


(27)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii SURAT PERNYATAAN ... iii PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv MOTTO ... v PERSEMBAHAN ... vi ABSTRAK ... vii KATA PENGANTAR ... viii TRANSLITERASI ... xi DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. RUMUSAN MASALAH ... 6 C. TUJUAN PENELITIAN ... 7 D. MANFAAT PENELITIAN ... 7 E. BATASAN MASALAH ... 8 F. DEFINISI OPERASIONAL ... 9 G. METODE PENELITIAN ... 14 H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN ... 18

BAB II LANDASAN TEORI

A. PEMBAHASAN TENTANG HUMANISTIK ... 21 1. Pengertian Humanistik ... 21 2. Tujuan Humanistik ... 23 3. Ruang Lingkup Humanistik... 24


(28)

xv

4. Konsep Humanistik ... 26

B. PEMBAHASAN TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ... 30 1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 30 2. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 34 3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 36 a. Pembagian Akhlak ... 36 b. Objek/Sasaran Pendidikan Akhlak ... 37

C. PEMBAHASAN TENTANG RELEVANSI KONSEP HUMANISTIK

DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK PADA PAGUYUBAN SUMARAH . 41

BAB III METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 52 B. Lokasi Penelitian ... 54 C.Kehadiran Peneliti ... 54 D.Sumber Data ... 55 E. Teknik Pengumpulan Data ... 56 1. Interview ... 56 2. Observasi ... 57 3. Dokumentasi ... 57 F. Teknik Analisis Data ... 58 G. Pengecekan Keabsahan Data... 59 H. Tahap-tahap Penelitian ... 63

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. PROFIL PAGUYUBAN SUMARAH PROVINSI JAWA TIMUR ... 65 1. Sejarah dan Perkembangan Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa


(29)

xvi

2. Tujuan, Visi dan Misi Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur .... 74 3. Payung Hukum Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur... 76 4. Program Kerja Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur ... 77 5. Struktur Kepengurusan Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur ... 87 6. Keadaan Anggota Paguyuban Sumarah Provinsi Jawa Timur ... 88 B. PENYAJIAN DATA ... 90

1. Penyajian Data Tentang Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo ... 90 a. Penyajian Data Interview ... 90 b. Penyajian Data Observasi ... 98 2. Penyajian Data Tentang Relevansi Konsep Humanistik Dengan

Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo ... 103 C. ANALISIS DATA ... 109

1. Analisis Data Tentang Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo ... 108 2. Analisis Data Tentang Relevansi Konsep Humanistik Dengan

Pendidikan Akhlak Pada Paguyuban Sumarah di Perum. Deltasari Indah Sidoarjo... 120

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 123 B. Saran ... 125 DAFTAR PUSTAKA ... 126 LAMIRAN-LAMPIRAN ... 130


(30)

21 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Humanistik

1. Pengertian Humanistik

Konsep humanistik, dalam pengertiannya berasal dari kata Human1,

yang berarti manusiawi. Menurut Pius A Partanto dan Dahlan Al-Barry dalam kamus Ilmiah Populer menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia atau cara manusia.

Humanistik dapat dipahami sebagai rasa kemanusiaan atau yang berhubungan dengan kemanusiaan.2 Dalam ilmu psikologi humanistik diartikan sebagai suatu pendekatan yang menekankan usaha melihat orang sebagai makhluk-makhluk yang utuh, dengan memusatkan diri pada kesadaran subjektif, meneliti masalah-masalah manusiawi yang penting serta memperkaya kehidupan manusia.3

Humanistik juga berarti bersifat tentang kemanusiaan4, Sebagaimana kata Humanis yang berarti Orang yg mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yangg lebih baik, berdasarkan asas

1

John M. Echols dan Hassan Shadily, An Indonesian-Engglish Dictionary, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm. 362.

2

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 234.

3

Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya, 1987), hlm. 207. 4

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),hlm. 316


(31)

22

perikemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama umat manusia.5 Abraham Maslow mengungkapkan bahwa Humanistik merupakan gambaran dari manusia sebagai makhluk yang berkehendak bebas dan bermartabat serta selalu bergerak dengan mengungkapkan segenap potensi yang telah terdapat dalam diri ketika berada dalam keadaan dilingkungan yang memungkinkan.6

Humanistik merupakan teori menyeluruh tentang tingkah laku manusia yang bermanfaat besar bagi kepentingan dunia, sebuah cabang ilmu dari psikologi bagi kehidupan yang damai dan berlandaskan pada fakta-fakta nyata yang dapat diterima oleh segenap bangsa manusia.7

Pembahasan tentang Human ini tidak hanya berporos pada Humanistik saja. Humanistik erat hubungannya dengan Humanisme. Sebagaimana Humanisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan memang dibentuk sebagai dasar atas pemenuhan-pemenuhan kebutuhan pokok yang bertujuan sebagai pembentuk species manusia.8

Humanisme sendiri adalah suatu doktrin yang menekankan kepentingan kemanusiaan dan ideal (humanisme di zaman Renaissan didasarkan atas peradaban Yunani purba sedangkan humanisme modern

5 Ibid. 6

E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991), hlm. 109 7

Frank G. Goble, Madzhab Ketiga Psikologi Humanisme Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm.31

8Ali Syari’ati,

Humanisme Antara Islam Dan Madzhab Barat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 39


(32)

23

menempatkan manusia secara eksklusif).9 Pada tahap ini humanistik bisa dipahami sebagai rasa kemanusiaan atau yang berhubungan dengan kemanusiaan.10

Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia human diartikan bersifat manusiawi, (seperti manusia yang dibedakan dengan binatang, jin, dan malaikat) berperikemanusiaan, baik budi, budi luhur dan sebagainya. Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia, penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting.11

2. Tujuan Humanistik

Sebagaimana pengertian dan esensi dari humanistik sendiri maka dapat diketahui bahwa humanistik sangat mendambakan terciptanya suatu proses yang senantiasa menempatkan manusia sebagai manusia. Manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, baik potensi yang berupa fisik, psikis, maupun spiritual yang perlu untuk mendapatkan bimbingan. Tentu, disadari dengan beragamnya potensi yang dimiliki manusia, beragam pula dalam menyikapi dan memahaminya. Meski demikian, humanistik tidak memandang salah satu aspek dalam diri manusia saja. Humanistik mengatur segala sifat

9

Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arloka, 1994), hlm. 234.

10 Ibid.

11

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 361.


(33)

24

dan perilaku tentang kemanusiaan12 demi terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia, penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting.13 Ali syari’ati juga mengungkapkan bahwa himpunan-nimpunan mengenai dasar-dasar dari kemanusiaan yang telah disepakati oleh para pakar ilmuan juga menyatakan bahwa tujuan pokok humanistik adalah untuk terwujudnya keselamatan (kesejahteraan) dan kesempurnaan dalam kehidupan manusia.14

3. Ruang Lingkup Humanistik

Sejarah telah mencatat bahwa bapak pelopor dan penemu humanistik ini adalah Abraham Maslow.15 Pada awal kemunculannya, konsepsi dan teori humanistik hanya berkisar pada kritik tentang hasil penemuan dan penelitian ilmuwan-ilmuwan terdahulu yang hanya terfokus pada kejadian-kejadian (tingkah laku) manusia saja dengn tanpa memperdulikan aspek-aspek dasar dari kepribadian secara menyeluruh. Maslow juga mendebat tentang pendapat ilmuwan terdahulu mengenai relevansi hasil penyelidikan manusia dengan hewan. Maslow memandang bahwa sesungguhnya dalam diri manusia terdapat pembawaan bekal pribadi yang baik dan potensi yang

12

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),hlm. 316

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 361.

14Ali Syari’ati,

Humanisme Antara Islam Dan Madzhab Barat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 39

15

Helen Graham, Psikologi Humanistik: Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Sejarah,


(34)

25

kreatif16. Dengan keberadaan bekal kepribadian yang baik dan potensi kreatif tersebut diharapkan agar terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera dan berkembang.

Para pakar eksistensialisme dan humanistik telah sepakat dan membagi tentang konsepsi humanistik kedalam tiga lingkup. Lingkup pertama yaitu penolakan paham dari penemuan sebelumnya yang menyatakan bahwa manusia dan kepribadiannya semata-mata hanya hasil dari bawaan lingkungan. Sebaliknya, para pakar dan ahli humanistik dan eksistensialisme telah menetapkan dan percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih tindakan, menentukan nasib dan arah hidupnya sendiri, mereka meyakini bahwa sesungguhnya manusia mampu dan berdaya dalam menentukan tujuan, nasib, dan arah hidupnya, serta bertanggung jawab atas apa yang telah dipilihnya dalam jalan hidupnya. Lingkup yang kedua adalah penekanan pada suatu anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi segala perbuatan dan tindakan-tindakannya. Dalam humanistik, para ahli humanistik pun menekankan bahwa individu adalah penentu bagi tindakan, tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Humanistik memandang manusia sebagai agenyang sadar,bebas memilih dan menentukan sendiri setiap tindakan yang akan diambilnya. Pada intinya, filsafat eksistensialisme memberikan pengaruh besar dalam psikologi humanistik. Psikologi humanistik mengambil model dan dasar manusia

16


(35)

26

sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab. Lingkup yang ketiga adalah konsep kemenjadian (becoming). Dalam konsep yang terakhir ini memandang manusia sebagai makhluk yang tiudak pernah bisa diam, manusia selalu berada dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari apa yang telah dilakukan diwaktu yang lalu.17

Dari pemaparan mengenai konsepsi awal dari pakar humanistik yang menekankan dan meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mampu memilih nasib, tindakan dan tingkah lakunya sendiri, serta mambu bertanggung jawab dengan apa yang telah dipilih dan dilakukannya. Manusia juga merupakan makhluk yang selalu berada dalam proses untuk menjadi manusia yang berbeda dari apa yang telah dipilih dan dilakukan sebelumnya. Maka dari wujud kesadaran dan konsep becoming itu maka timbullah banyak aturan-aturan yang membatasi tingkah laku manusia agar konsepsi kemenjadian tersebut dapat diarahkan kedalam wujud kepribadian yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

4. Konsep Humanistik

Humanistik merupakan sebuah konsep keilmuan yang sangat masyhur sehingga hampir semua pihak, organisasi dan bahkan lembaga kemasyarakatan pun juga ikut serta dalam memberikan pandangan, dan telah merumuskan sendiri mengenai konsepsi dan teori dalam kajian humanistik.

17


(36)

27

Dalam hal ini, akan dibahas mengenai konsep humanistik yang telah dispesifikkan dalam perspektif Paguyuban Sumarah.

Konsep becoming dalam aliran humanistik yang menyatakan bahwa manusia selalu dalam proses untuk menjadi kepribadian yang berbeda dari sebelumnya ini kemudian diarahkan oleh paguyuban sumarah pada etika dan budi luhur dalam paguyuban sumarah agar terciptanya kepribadian yang berada dalam proses dan kemenjadian pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

a. Etika Hidup Sumarah

Mengenai tentang etika dan kepribadian dari paguyuban sumarah, paguyuban sumarah telah mengatur dan mengarahkan kepribadian para anggotanya dalam bersikap dan menentukan tindakan dikehidupan sehari-hari. Sumarah mengajarkan kepada anggotanya untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa memandang agama, ras, etnis, ataupun bangsa.18 Mereka meyakini bahwa berbuat baik kepada siapa saja berarti sama artinya dengan berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada Tuhan. Oleh karena itu, ajaran etika yang sekaligus menjadi keyakinan dari paguyuban sumarah ini adalah berupa buah dari amal perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri. Paguyuban sumarah biasa

18

Petir Abimanyu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, (Jogjakarta: Laksana, 2014), hlm. 142


(37)

28

menyebut hal tersebut dengan istilah karma. Karma tersebut berasal dari bahasa sansekerta yang berarti perbuatan dan pahala (hasil), akan didapat oleh setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Paguyuban sumarah juga meyakini bahwa hasil atau karma dari setiap perbuatan akan diterima oleh si pelaku bahkan sampai kepada para keturunannya nanti baik dalam kehidupan sekarang ataupun yang akan datang.19

b. Ajaran Tentang Budi Luhur

Paguyuban Sumarah di samping mengajarkan kepada anggotanya untuk tetap iman kepada Allah serta bersujud Sumarah kepada-Nya, juga mengajarkan tentang budi luhur, yaitu untuk membentuk jiwa agar memiliki sifat-sifat luhur dengan cara melatih segala perbuatan, perkataan, dan hati secara moralitas agar dapat mendekati dengan sifat-sifat Tuhan yang Maha Suci. Ajaran budi luhur tersebut adalah sebagai berikut20:

1) Bersikap sederhana dan menarik hati.

2) Tepo sliro dan tenggang rasa terhadap sesama manusia, sesama golongan, aliran dan agama.

19

Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Dalam Sorotan, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1987), hlm. 17

20

Abdul Mutholib Ilyas dan Abdul Ghofur Imam, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, (Surabaya: CV. Amin Surabaya), hlm. 86


(38)

29

3) Berusaha mewujudkan kesehatan, ketentraman, dan kesucian rohani.

4) Memiliki tabiat luhur, tutur kata dan perilaku yang baik. 5) Mempererat persaudaraan berdasarkan cinta kasih dan suka

memaafkan kesalahan orang lain.

6) Tidak membeda-bedakan antara sesama manusia.

7) Berusaha untuk dapat melaksanakan kewajiban sebagai warga negara.

8) Berperilaku benar dengan memperhatikan dan mengutamakan kepentingan umum.

9) Sabar dan teliti dalam menerima sesuatu, tidak gegabah, tergesa-gesa, dan rajib dalam menuntut ilmu.

Tidak berbuat jahat, jahil, firnah, maksiat, dan segala tingkah laku tercela.

Disamping itu pula, Paguyuban Sumarah juga mengajarkan agar manusia memiliki sikap sebagai berikut21 :

a) Tidak berbuat apa-apa, artinya bahwa orang harus yakin bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Tuhan. Oleh karena itu seseorang tidak sepatutnya

21

Ridin Sofwan. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan: Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa, (Semarang: Aneka Ilmu, 1999), hlm. 230


(39)

30

bersikap sombong, takabur atau kumengsun (egoistis), tetapi hendaklah senantiasa rendah hati.

b) Tidak mempunyai apa-apa, artinya dalam bertindak hendaklah tidak disertai maksud untuk menguntungkan diri sendiri, atau dengan kata lainhendaklah “sepi ing pamrih rame ing gawe”. c) Menyerahkan jiwa raga, artinya bahwa seseorang hendaklah

yakin bahwa segala sesuatunya adalah milik Allah termasuk jiwa dan raga manusia itu sendiri. Sebab, segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia adalah titipan dari Allah, maka segala sesuatu hendaklah diserahkan pada kehendak Allah.

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak a. Pengertian Pendidikan

Pada tahun 1649, lembaga keilmuan peranis mendefinisikan

pendidikan sebagai pembentukan jiwa dan raga22, namun yang perlu digari bawahi disini adalah mereka mendefinisikan pendidikan dengan tanpa membedakan antara pengajaran dan pendidikan.

Definisi lain juga datang dari para filosof barat. Mereka memberikan definisi yang bervariasi. Mereka berpendapat bahwa pendidikan adalah pembentukan individu melalui pendidikan jiwanya, yaitu dengan

22


(40)

31

membangkitkan kecenderungan-kecenderungannya yang bermacam-macam. Sebagian lain berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha untuk membuat seseorang menjadi unsur kebahagiaan bagi dirinya dan orang lain. Dan ada lagi yang berpendapat bahwa pendidikan adalah semua yang dilakukan oleh kita dan oleh orang lain untuk kepentingan kita agar mencapai karakteristik yang sempurna.23

Sedangkan para pakar pendidikan Islam memiiki pengertian tersendiri mengenai pendidikan. Sebagaimana Ibnu Faris mendefinisikan pendidikan sebagai perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat yang sempurna yang sesuai dengan kemampuannya.24

Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa dalam Islam, Pendidikan diartikan sebagai pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.25

23 Ibid. 24

Ibid, hlm. 23 25

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi ditengah Milenium III,


(41)

32

Dalam pendidikan Islam dirumuskan sebagai proses transinternalisasi pengetahuan kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.26

b. Pengertian Akhlak

Mengenai tentang akhlak atau yang juga biasa dikenal dengan istilah Budi, merupakan alat batin yang memaduankan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Pekerti ; tingkah laku; perangai; akhlak.27 Dalam Pendidikan Islam budi pekerti disebut dengan Akhlak. Dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Aminuddin mengutip pemikiran Ibnu Maskawaih yang mengartikan Akhlak sebagai keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan.28

Masawi mendefinisikan akhlak merupakan sekumpulan konsep dan pemahaman tentang mengendalikan perasaan dan emosi. Akhlak

26

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 27-28

27

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 131

28

Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Ghalia Indonesia 2002). hlm. 152


(42)

33

dapat dikatakan pula sebagai faktor paling berpengaruh terhadap aturan kehidupan umat manusia.29

c. Pengertian Pendidikan Akhlak

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa pendidikan akhlak, pernyataan ini terdiri dari dua buah kata, yaitu kata pendidikan dan kata akhlak. Pada intinya pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.30

Sedang kata akhlak berarti salah satu bagian dari Pendidikan Agama Islam yang membahas tentang budi pekerti yang juga merupakan salah satu program Pendidikan Dasar Umum yang berfungsi sebagai dasar pembinaan seorang muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Jadi pendidikan akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak untuk mendewasakannya dari segi tingkah laku sehingga terbentuk manusia yang berkepribadian muslim, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah.31

29

Mujtaba Musawi, Roadmap To God : Meniti Kesempurnaan Akhlak Dan Kesucian Rohani, (Jakarta: Citra, 2013), hlm. 1

30

M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm. 11

31

DEPAG RI, Buku Pedoman Kurikulum Madrasah Tsanawiyah 1984, (Jakarta, 1989), hlm.57


(43)

34

2. Tujuan Pendidikan Akhlak

Dalam agama Islam diyakini bahwa segala perbuatan manusia adalah suatu hal yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.32 Karenanya, menjadi penting untuk mengenyam pendidikan akhlak sejak dini untuk mengetahui mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik. Dalam penumbuh kembangan akhlak manusia dapat ditempuh dengan pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu proses atau upaya dalam membantu peserta didik menemukan kedewasaan. Melalui pendidikan, diharapkan peserta didik dapat menjadi manusia yang memiliki pribadi yang bertanggung jawab, baik kepada Tuhannya, sesama ciptaan-Nya, maupun lingkungannya.

Kongres Pendidikan Islam Sedunia tahun 1980 di Islamabad menetapkan pendidikan sebagai berikut:

“Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui rasio, perasaan dan pancaindra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistic, baik secara individu maupun kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan.” 33

Secara umum, akhlak mulia adalah tujuan utama dalam pendidikan akhlak.34 Sejalan dengan itu, Heri Gunawan mengutip pendapat Athiyah Al-Ibrasy dalam bukunya Ruh al-Tarbiyah wa Ta’lim menyatakan bahwa inti

32

Abd. Haris, Pengantar Etika Islam, (Sidoarjo: Al-Afkar Press, 2007), hlm.132 33

M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 132 34


(44)

35

dari tujuan pendidikan adalah pendidikan akhlak.35 Jika melihat pola tujuan dari paparan pendidikan yang dikutip di atas, nampak bahwa pendidikan dapat ditempuh melalui lembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal maupun nonformal. Dapat diartikan bahwa untuk memperoleh pendidikan tidak hanya dari sekolah saja atau waktu sekolah saja, tetapi pendidikan dapat diperoleh kapan saja dan di mana saja, dengan syarat pengaruh yang didapat harus memiliki nilai manfaat dan bernilai positif bagi peserta didik dalam perkembangannya menuju kedewasaan.

Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor atau komponen, baik yang bersifat internal maupun yang sifatnya eksternal yaitu komponen-komponen pendidikan yang ada pada lingkungan pendidikan maupun pribadi pendidik atau peserta didik. Salah satu di antara komponen-komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan adalah media pendidikan.36 Masyarakat yang berada disekitar lingkungan tempat tinggal dari peserta didik pun juga memberikan peran dan pengaruh penting bagi perkembangan pendidikan akhlaknya. Karenanya, maka tidak bisa dianggap remeh tentang tempat dan lingkungan dari pertumbuhan akhlak peserta didik.

35

Heri Gunawan, Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2014), hlm.10

36

Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan; Pengertian dan Penerapannya di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 99-101


(45)

36

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa agama Islam adalah agama kemanusiaan.37 Karenanya Islam mendidik ketat umatnya dalam berperilaku. (berakhlak). Dalam garis besarnya, akhlak dapat dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu38:

a. Pembagian Akhlak

1) Akhlak Yang Terpuji (Akhlakul Karimah/Mahmudah)

Akhlak yang terpuji (Akhlakul Karimah/Mahmudah) merupakan akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif dalam masyarakat dan kemaslahatan umat. Seperti sifat jujur, sabar, amanah, ikhlas, tawakal, tawadlu (rendah hati), optimis, suka menolong, sukabekerja keras. Khusnudzon (berbaik sangka), dan lain-lain. Allah berfirman dalam surat

قلخب س نلا قل خ حمت ةنسحلا ة يسلا عبتأ ،تنك م ثيح ه قتا

نسح

“Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Muadz bin Jabal

rodhiallahuanhum, Rosulullah Shalallahu „Alaihi Wasallam

bersabda : Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaulah

37

Moh. Amin, Sepuluh Induk Akhlak Terpuji, (Jakarta: Kalam Mulia, 1997), hlm.5 38

Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 153


(46)

37

dengan manusia dengan akhlak yang baik.39 (HR. Imam Tirmidzi)

2) Akhlak Yang Tercela (Akhlak Madzmumah)

Akhlak Yang Tercela (Akhlak Madzmumah) yaitu akhlak yang tidak berada dalam kontrol Ilahiyah, atau berasal darihawa nafsu yang berada dalam lingkar syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat manusia. Seperti sifat acuh tak acuh, takabbur (sombong), tamak, pesimis, bohong/dusta, malas,

berkhianat, kufur, su’udzon (berburuk sangka), dan lain-lain.

a. Objek/sasaran Pendidikan Akhlak

Mengenai objek atau sasaran dalam pendidikan akhlak digolongkan dalam tiga bagian, yaitu40:

1) Akhlak Terhadap Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap/perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhannya. Dalam nerakhlak kepada Allah ini dapat diwujudkan dengan sikap taat, tawadhuk dan tawakal. Karena Allah menciptakan manusia tidak lain adalah untuk menyembah kepada-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 :

39

http://indonesiaindonesia.com/f/82475-hadits-hadits-rasulullah-share/index10.html. diakses pada tanggal 18 Januari 2016

40

M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.352


(47)

38







56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.41

2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Dalam lingkup pembahasan akhlak terhadap sesama manusia ini dapat dispesifikkan dalam manusia-manusia atau orang-orang yang paling dekat dan melekat dalam keseharian. Seperti Rasulullah, orang tua (ayah dan ibu), guru, tetangga, dan masyarakat di lingkungan sekitar.

a) Akhlak Terhadap Rasulullah

Taat kepada Rasulullah dapat diartikan dengan menjauhi segala apa yang dilarangnya dan menjalankan apa yang telah diperintahkannya. Sebagaimana yang telah beliau sampaikan dalam hadits (sunnah), yang terwujud dalam sikap, perbuatan dan penetapannya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 80 :













80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari

41


(48)

39

ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka[321].

[321] Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan.42

b) Akhlak Terhadap Orang Tua (Ayah dan Ibu)

Akhlak Terhadap kedua orang tua ini dapat diwujudkan dengan penghormatan atau menghormati kedua orang tua. Penghormatan tersebut dapat direlisasikan dengan berbagai macam sikap, seperti mentaati segala perintahnya selama perintah itu baik, berbakti kepada keduanya, berbuat baik pada keluarganya dan juga berbicara dengan perkataan-perkaaan yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 23 :













23.

Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].

42


(49)

40

[850] mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.43

c) Akhlak Terhadap Tetangga dan Masyarakat

Pentingnya akhlak tidak hanya terbatas pada perorangan saja. Akhlak juga berperan penting dalam bertetangga, bermasyarakat, dan untuk kemanusiaan seluruhnya. Diantara akhlak terhadap tetangga dan masyarakat adalah perwujudan sikap saling tolong menolong, menghormatiberkata sopan, berlaku adil, bermurah hati, menepati janji, penyantun, dan lain-lain. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 :























2. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.44

a. Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baikitu berupa binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda yang tidak bernyawa.

43

Ibid., hlm. 284 44


(50)

41

Binatang, tumbuhan dan benda-benda mati yang tidak bernayawa pada dasarnya semuanya adalah milik Allah dan semuanya memiliki ketergantungan besar kepada Allah. Karenanya, harus memelihara, menjaga dan menggunakannya secara wajar dan tidak berlebihan. Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 38 :















38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan

burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

[472] sebahagian Mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu Telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.45

C. Relevansi Konsep Humanistik Dengan Pendidikan Akhlak

Pada dasarnya, semua agama dan semua organisasi keagamaan telahmengajarkan para pengikutnya (para anggotanya) untuk menjadi human

(orang) yang baik. Begitu pula dengan salah satu organisasi dari aliran kebatinan yang bertempat di Perum. deltasari Indah yang dikenal dengan sebutan Paguyuban Sumarah dan menjadi pusat dari kepemimpinan organisasi Paguyuban Sumarah di Provinsi Jawa Timur ini.

45


(51)

42

Sumarah memang bukan sebuah agama, melainkan hanya sebuah organisasi kebudayaan yang menghimpun masyarakat-masyarakat beragama untuk tetap hidup dalam kerukunan dan kesejahteraan, atau yang biasa mereka sebut dengan istilah guyub. Untuk menciptakan keguyuban tersebut, paguyuban sumarah merumuskan beberapa konsep humanistik yang mungkin bisa dianggap relevan dengan apa yang diajarkan dalam pendidikan akhlak. Dan hal yang paling menarik adalah bahwa paguyuban ini berusaha untuk menyatukan semua umat beragama dengan tetap memberi kebebasan kepada anggotanya untuk memeluk agamanya masing-masing, bahkan organisasi paguyuban sumarah ini mewajibkan para anggotanya untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya.

Berdasarkan paparan yang berada di atas, dapat diketahui bahwa paguyuban sumarah telah merumuskan konsep atau ajaran humanistiknya yang telah mereka tuangkan dalam istilah ajaran etika hidup dan ajaran budi luhur.

Jika dilihat lebih dalam tentang ajaran tersebut dan disejajarkan dengan apa yang telah Allah firmankan dalam kitab suci Al-Qur’an maka tidak ada yang bertentangan dari ayat-ayat Al-Quran dan dengan konsep humanistik dalam paguyuban sumarah. Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Etika Hidup Sumarah

Mengenai tentang etika dan kepribadian dari paguyuban sumarah, paguyuban sumarah telah mengatur dan mengarahkan kepribadian para anggotanya dalam bersikap dan menentukan tindakan dikehidupan


(52)

sehari-43

hari. Sumarah mengajarkan kepada anggotanya untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa memandang agama, ras, etnis, ataupun bangsa.46

Ada banyak sekaliayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tentang perintah berbuat baik kepada sesama. Salah satunya adalah firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 90 :











90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.47

Mereka juga meyakini bahwa berbuat baik kepada siapa saja berarti sama artinya dengan berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada Tuhan. Oleh karena itu, ajaran etika yang sekaligus menjadi keyakinan dari paguyuban sumarah ini adalah berupa buah dari amal perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri. Paguyuban sumarah biasa menyebut hal tersebut dengan istilah karma. Karma tersebut berasal dari bahasa sansekerta yang berarti perbuatan dan pahala (hasil), akan didapat oleh setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Paguyuban sumarah juga meyakini bahwa hasil atau karma dari setiap perbuatan akan diterima oleh

46

Petir Abimanyu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, (Jogjakarta: Laksana, 2014), hlm. 142

47


(1)

Dalam beberapa ajaran tersebut, jauh berbeda dengan apa yang telah diajarkan dalam Islam dan tidak dilandaskan pada Al-Qur’an ataupun hadits Nabi. Karenanya, meski terdapat kesamaan dalam hal humanistik paguyuban sumarah dengan apa yang menjadi tujuan dan kepribadian yang diharapkan dalam pendidikan akhlak, maka tetap tidak bisa dianggap relevan jika tidak sesuai dengan dasar dan prinsip keislaman. Karena, secara jelas Rasulullah bersabda:

ت ْنل نْيرْمأ ْمكْيف تْكرت

.هيبن ةنس ه تك ، م ب ْمتْكسمت م اْ لض

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Imam Malik)

B. Saran

Saran ini ditujukan untuk masyarakat secara umum. Sebagaimana dalam masyarakat, banyak sekali dijumpai berbagai macam organisasi budaya yang telah ada bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Organisasi-organisasi tersebut memiliki arti yang sangat besar dalam sejarah Indonesia, juga memiliki tujuan jelas untuk membangun persatuan dan kesejahteraan dalam mayarakat. Namun, tidak semua organisasi menerapkan tentang apa yang ditetapkan dalam Al-Qur’an, dan tidak semua organisasi mengarahkan dan membimbing anggotanya untuk bertauhid secara benar menurut Islam. Karenanya, menjadi suatu hal yang penting untuk mengetahui isi ajaran, tujuan dan prinsip suatu organisasi sebelum benar-benar memutuskan untuk menjadi bagian dari suatu organisasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Mahmud, Ali. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Abdul Mutholib Ilyas dan Abdul Ghofur Imam. Aliran Kepercayaan dan Kebatinan

di Indonesia. Surabaya: CV. Amin Surabaya.

Abimanyu, Petir. 2014. Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya. Jogjakarta: Laksana.

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. Al-Payamani, Ma’ruf. 1992. Islam dan Kebatinan, Studi Kritis Tentang

Perbandingan Filsafat Jawa dan Tasawuf. Solo: CV. Ramadhani. Amin, Moh. 1997. Sepuluh Induk Akhlak Terpuji. Jakarta: Kalam Mulia.

Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Arifin, M. 1991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Azra, Azyumardi. 2014. Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi ditengah Milenium III. Jakarta: Kencana.

Bakri, Masykuri. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang.

Bungin, Burhan. 2001. “Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam Penelitian Sosial” dalam Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(3)

Darajat, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Bumi Aksara.

Daud Ali, M. 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. DEPAG RI. 1989. Buku Pedoman Kurikulum Madrasah Tsanawiyah 1984. Jakarta. Fadjar, Malik. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Faisal, Sanapiah. 1998. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. G. Goble, Frank. 1987. Madzhab Ketiga Psikologi Humanisme Abraham Maslow.

Yogyakarta: Kanisius.

Graham, Helen. 2005. Psikologi Humanistik: Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Reserch. Yogyakarta; Fak. Psikologi UGM. Haris, Abd. 2007. Pengantar Etika Islam. Sidoarjo: Al-Afkar Press.

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkhutbah&id=279, diakses pada tanggal 3 Januari 2016.

http://indonesiaindonesia.com/f/82475-hadits-hadits-rasulullah-share/index10.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2016.

J. Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

John M. Echols dan Hassan Shadily. 1998. An Indonesian-Engglish Dictionary. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kartapradja, Kamil. 1985. Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.

Kartini Kartono dan Dali Gulo. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Kementerian Agama RI. 2014. Mushaf An-Nazhif. Solo: Tiga Serangkai.


(4)

Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresco.

Krippendorff, Klaus. 1993. Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mas’ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media. Miarso, Yusufhadi. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan; Pengertian dan

Penerapannya di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.

Musawi, Mujtaba. 2013. Roadmap To God : Meniti Kesempurnaan Akhlak Dan Kesucian Rohani. Jakarta: Citra.

Mustofa, A. 1997. Akhlak Tasawuf Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: Pustaka Setia.

Nashori, Fuad. 2003. Potensi-potensi Manusia: Seri Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ngalim Purwanto, M. 1987. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Karya.

Pedoman Kaderisasi Pengemban Tugas Sumarah: Berdasarkan Tuntunan Sistem Kesadaran Tersalur Melalui Pengemban Tugas Bapak Arymurthy, SE. September 1996 s/d April 1997. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Paguyuban Sumarah.

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Rahnip. 1987. Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Dalam Sorotan. Surabaya: Pustaka Progresif.

Simuh. 1996. Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islami Ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.


(5)

Sofwan, Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan: Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa. Semarang: Aneka Ilmu.

Sou’yb, Joesoef. 1996. Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta: Al-Husna Zikra. Stange, Paul. 2009. Kejawen Modern: Hakikat Dalam Penghayatan Sumarah.

Yogyakarta: Lkis.

Suarno, Imam. 2005. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dan BerbagaiAliran Kebatinan Jawa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta.

Sumarah V : Sejarah Paguyuban Sumarah 1935-1970, diterbitkan oleh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tahun 1980.

Surachmad, Winarno. 1994. Dasar-dasar dan Teknik Research. Bandung: Tarsito. Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syari’ati, Ali. 1996. Humanisme Antara Islam Dan Madzhab Barat. Bandung:

Pustaka Hidayah.

Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Hemanusiakan Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


(6)