RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN DAN METODOLO

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN ISLAM AL-ZARNUJI DENGAN PENDIDIKAN MASA KINI

(Telaah Terhadap Kitab Ta’lim al-Muta’allim)

Mohamad Samsudin 

ABSTRACT This study aims of this research is the first, to know the concept of education and learning methodologies in the classic book Ta‟lim al- Muta'allim by al-Zarnûjî; second, to determine the relevance of the concept of education and learning methodologies in the classic book Ta‟lim al- Muta'allim by al-Zarnûjî with education today. To achieve these objectives, the authors used the library research technical that using materials written that have been published in books form. This study uses a philosophical approach, historical, and sociological. This is done because this study with respect to the educational concept of a character who lives in a certain period of time and circumstances. The results showed that al-Zarnûjî seems to try to provide a solution how to create an education that not only focused on earthly life, but also oriented to the afterlife. Thus, the concept of Islamic education in the Ta‟lim al- Muta'allim by al-Zarnûjî is still relevant applied in education today. It is based on the moisture content of the book which is based on the Qur'an and the Hadith based on religious morality (moral) values and education in general, while the Indonesian society is a religious society. In addition, many aspects of the character described by al- Zarnûjî in his book is a powerful therapy to dispel growing demoralization teens terrific result of modernization and globalization.

PENDAHULUAN

Persoalan pendidikan merupakan masalah manusia yang berhubungan dengan kehidupan. Selama manusia ada, maka selama itu pula persoalan pendidikan ditelaah dan direkonstruksi dari waktu ke waktu, baik dalam arti makro seperti kebijakan pendidikan, politik pendidikan, maupun dalam arti mikro, seperti tujuan, metode, pendidik dan pelajar, baik konsep filosofinya maupun tataran praktiknya. Perkembangan yang cepat sebagai dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi, bagaimanapun juga mempengaruhi terhadap banyaknya masalah dalam usaha dan proses peningkatan kualitas pendidikan baik pada tataran konsep maupun tataran praktiknya. Apalagi kalau dihubungkan dengan asumsi bahwa problem-problem pendidikan sebenarnya berpangkal dari kurang kokohnya landasan filosofis pendidikannya, sehingga kajian-kajian mengenai konsep pendidikan yang dilontarkan para ahli merupakan keharusan.

Pendidikan adalah sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Kedua pemetaan tersebut tidak terlepas dari permasalahan apabila dilihat dari realitas pendidikan itu sendiri. Begitu pula pendidikan nasional yang masih banyak memerlukan pembenahan, baik pada aspek internal maupun eksternal. Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah menjadikan pendidikan sebagai jasa komoditas yang dapat diakses oleh masyarakat (pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja. Di sisi lain, kehidupan sosial yang berlandaskan sekularisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh) dan materialistik ( money oriented ) sehingga mengakibatkan motif penyelenggara dan pengenyam pendidikan saat ini lebih bertujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak dikaitkan dengan tujuan membentuk akhlak mulia). Selain daripada itu, kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter politikus Machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam merumuskan kebijakan pendidikan di Indonesia.

Dalam kaitannya pendidikan sebagai suatu sistem, permasalahannya pun terus berkembang, seperti: 1). Keterbatasan eksesibilitas dan daya tampung; 2). Kerusakan sarana/prasarana ruang kelas; 3). Kekurangan jumlah tenaga guru; 4). Kinerja dan kesejahteraan guru belum optimal; 5). Proses

 Mohamad Samsudin, lahir di Kediri 18 Maret 1974. Lulus S1 dari STAI Darul Qalam Tangerang dan S2 dari Institut Ilmu Al- Qur‟an Jakarta. Sekarang sedang menempuh program doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sebagai dosen tetap di STAI Nurul Iman Parung Bogor.

pembelajaran yang konvensional; 6). Jumlah dan mutu buku yang belum memadai; 7). Otonomi pendidikan; 8). Keterbatasan anggaran; 9). Mutu SDM pengelola pendidikan; 10). Life skill yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan; 11). Pendidikan yang belum berbasis masyarakat dan lingkungan; dan 12). Kurangnya menjalin kemitraan dengan dunia industri. Permasalahan tersebut perlu mendapatkan solusi yang cepat apabila tidak ingin negara ini berkubang dalam keterpurukan mutu pendidikan. Ditambah lagi dengan pesatnya arus teknologi informasi, khususnya internet, yang ternyata mampu menggeser paradigma pendidikan. Selain itu, hal lain yang mempercepat pergeseran paradigma

pendidikan adalah kompetisi bebas, 1 free trade dan hilangnya monopoli. Beberapa konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem

pendidikan konvensional yang selama ini berjalan antara lain adalah sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Akan tetapi, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan.

Paradigma 2 ini dikenal sebagai distributed intelligence ( distributed knowledge ). Fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber pengetahuan menjadi mediator dari

ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama. Pemahaman akan sebuah konsep akan dilakukan secara bersama pula. Guru tidak lagi dapat memaksakan pandangan dan kehendaknya karena mungkin para murid memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Di sinilah peserta didik kehilangan figur panutan dan pembimbing dalam membentuk akhlak mulia.

Dalam amanat pembukaan UUD 1945 yang menerangkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya institusi Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sampai saat ini, pendidikan nasional masih belum bisa menciptakan pendidikan yang bisa menanamkan konsep- konsep pencerahan, kepekaan sosial, serta rasa memiliki terhadap tanah air. Konteks pendidikan saat ini masih didominasi oleh konstruksi pemikiran yang sangat pragmatis dari dunia pendidikan, dimana orientasi untuk belajar ialah untuk mencari sebuah pekerjaan yang layak. Sekolah dianggap sebagai sebuah formalitas dan rutinitas yang harus dipenuhi untuk mendapatkan secarik kertas yang dinamakan ijazah. Tujuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-undang Pendidikan tidak semua diukur menjadi indikator kesuksesannya. Contoh, pada salah satu tujuan pendidikan itu disebutkan bahwa kecerdasan spiritual itu harus dikembangkan, bahkan dalam hal itulah yang menjadi dasar dari semuanya. Akan tetapi, untuk naik kelas atau lulus ujian, kecerdasan spiritual itu tidak menjadi penentu sehingga salah satu indikator dalam tujuan pendidikan, yaitu kecerdasan spiritual tadi tidak dihitung. Yang dihitung malahan nilai hasil belajar matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dengan rata-rata tertentu. Berawal dari permasalahan pendidikan tersebut perlu kiranya adanya kajian tentang konsep pendidikan yang komprehensif yang telah ditulis oleh para pakar pendidikan Islam.

Dalam konteks Islam, salah satu misi sentral Nabi Muhammad SAW adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar utuh, tidak hanya secara jasmaniah tetapi juga secara batiniah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan misi profetis nabi, yakni untuk mendidik manusia, memimpin mereka ke jalan Allah SWT, dan mengajarkan kepada mereka untuk menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis, sejahtera secara material maupun spiritual. Nabi Muhammad SAW diutus untuk mengembangkan kualitas kehidupan manusia, menyucikan moral mereka, dan membekali mereka dengan bekal-bekal untuk menghadapi kehidupan di dunia dan di

akhirat kelak. 3 Amanat kenabian ini secara terus-menerus diemban oleh para sahabat Nabi sampai generasi berikutnya sebagai waratsatul anbiyâ‟ (pewaris para nabi).

Dari abad ke abad tidak satu masa pun yang kosong dari kehadiran para cendekiawan muslim yang memberikan penyegaran dan pembaharuan pemikiran keilmuan demi eksistensi manusia sebagai khalîfah

1 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 30-34. 2 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 48.

3 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999) h. 5.

fil ardh 4 . Sampailah pada masa keemasan Islam pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah pada abad ketujuh Masehi tepatnya di masa Khalifah al-Manshûr 5 (136-158 H./753-774 M.) dan sampai masa al- Ma‟mûn 6 (198-218 H./813-833 M.) hingga masa-masa sesudahnya sampai akhir abad kesepuluh Masehi.

Dengan penerjemahan buku-buku asing (Yunani dan Persia) secara besar-besaran sehingga ilmu pengetahuan semakin meluas di tangan kaum muslimin. 7 Hasan Langgulung dalam hal ini

menginformasikan seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa diantara ciri-ciri terpenting yang memberikan keunikan pendidikan Islam sepanjang periode ini adalah terlibatnya ulama-ulama Islam menulis tentang judul pendidikan dan pengajaran secara meluas dan mendalam yang menunjukkan

keprihatinan khusus dalam hal ini. 8 Pengarang yang pertama-tama sekali dalam hal ini adalah Ibn

9 Shahnûn 10 pada abad ketiga Hijriyah, al-Qâbisî pada abad keempat Hijriyah dan banyak lagi yang

11 lainnya, dan yang paling terkenal adalah Ibn Miskawaih 12 dan al-Ghazâlî pada abad keenam Hijriyah

serta al-Zarnûjî 14 (wafat 591 H.) yang telah menulis kitab

15 Ta‟lîm al - Muta‟allim Tharîq at-Ta'allum . Kemudian pada abad kedelapan Ibn Khaldûn dengan kitab al - Muqaddimah -nya.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengungkapkan kembali konsep pendidikan serta metodologi pembelajaran al-Zarnûjî dalam Kitab Ta‟lîm Al - Mut‟allim - nya, mengingat pendidikan tidak

4 Kata khalifah berasal dari fi‟il mâdhî khalafa yang berarti “mengganti dan melanjutkan”. Lihat Ibnu Manzur al-Anshari, Lisân al- „Arab, (Beirut-Libnan: Dâr at-Tâtsî al-„Arabî, 771 H.), Jilid IX, h. 171-172. Bila pengertian ini ditarik pada pengertian

khalifah, maka dalam konteks ini artinya adalah lebih cenderung pada pengertian mengganti, yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain.

5 Nama lengkapnya adalah Abû Ja‟far al-Manshûr, khalifah kedua setelah Abû al-„Abbâs as-Safah (pendiri Dinasti Abbasiyah). Lihat Badri Yatim, 6 Sejarah Peradaban Islam , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-14, h. 50-52.

Nama lengkapnya adalah „ Abdullâh Abû al- „ Abbâs al-Ma ‟ mûn Ibn Hârûn ar-Rasyîd . Ia lahir pada 15 Rabiul Awal tahun 170 H/786 M. Pemerintahannya menandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah Islam. Selama lebih kurang 21 tahun masa kepemimpinannya, ia mampu meninggalkan warisan kemajuan intelektual Islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi aspek ilmu pengetahuan, seperti matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat. Lihat Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran

Para Tokoh Pendidikan 7 , (Bandung: Angkasa, 2003), cet. ke-1, h. 57. 8 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam , (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), h. 105. Abuddin Nata,

Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ; Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3, h. 108. 9 Nama lengkapnya Muh ammad ibn „Abd as -Salâm ibn Shahnûn al-Tanâwukhî al-Qirâwanî lahir di Qairawan, Tunisia daerah Afrika Utara pada tahun 202 H/802 M. dan wafat pada tahun 256 H /856 M. Ia terkenal sebagai ulama pendidikan Islam dan menulis buku Adab al- Muta‟allimîn. Lihat Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan , (Bandung: Angkasa, 2003), cet. ke-1, h. 54.

10 Nama aslinya adalah Abû al-Hasan „ Alî ibn Muhammad ibn Khalaf al- Ma‟ârifî al-Qâbisî (324-403 H/936-1012 M.) lahir di Kairawan, Tunisia (wilayah Maghribi, Afrika Utara) pada hari Senin bulan Rajab, tahun 324 H. bertepatan dengan 13 Mei

936 M. sedangkan wafat pada tanggal 0 3 Rabi‟ul Awal 403 H. bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1012 M. Al- Qâbisî menjadi ulama ulung dalam bidang fikih dan hadits. Adapun dalam bidang ilmu pendidikan, ia mengarang kitab ar-Risâlah al-Mufâshalah li Ahwâl al- Muta‟allimîn wa Ahkam al- Mu‟allimîn wal Muta‟allimîn. Lihat Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan , (Bandung: Angkasa, 2003), cet. ke-1, h. 97.

11 Nama lengkapnya adalah Abû „ Alî Ahmad ibn Muh ammad ibn Ya‟ qûb Miskawaih , lahir di Ray (sekarang Teheran), Iran pada tahun 325H./934 M. dan meninggal pada tahun 421 H./1030 M., ia terkenal sebagai ahli kimia, sejarah, filsafat, kedokteran,

dan sastra serta terkenal juga dengan gelar al-Kazin. Karya tulisnya tentang pendidikan akhlak (moral/etika) yang dimuat dalam kitabnya Tartîb as- Sa‟âdah, Jawîdan Khirâd, dan Tahdzîbul Akhlâq . Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam , (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), Cet. ke-3, h. 162. 12

Nama lengkapnya Abû Hâmid ibn Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî at-Thûsî , lahir di Thabiran, Khurasan pada 450 H./1058 M. Perjalanan ilmiahnya yang luas mengantarkannya menjadi seorang ahli fikih, theologi, filsafat dan tasawuf. Al- Ghazâlî wafat di Khurasan pada 505 H./1111 M. dengan meninggalkan sekitar 200 karya tulis yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu. Lihat Khairudin az-Ziriklî,

13 al- Beliau adalah A‟lâm , (Beirut: Dâr al-„Ilmi li al-Malâyîn, 1990), Jilid VII, h. 22. Burhân ad-Dîn Ibrâhîm al-Zarnûjî al-Hanafî . Wafat pada tahun 610 H. dan merupakan salah satu murid dari Syaikh Burhân ad-Dîn al-Farghânî pengarang kitab al-Hidâyah. Lihat Haji Khâlifah, Kasyf azh-Zhun nûn „An Asmâ‟i al -Kutub

wa al-Funûn , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994 M/1414 H.), Ji lid. 5, h. 15. Lihat juga „Umar Ridhâ Kahhalah, Mu‟jam al - Mu‟allifîn:Tarâjim Mushannif al 14 -Kutub al- „Arabiyyah, (Beirut:Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1957), Jilid 3, h. 43. Nama kitab Ta‟lîm al - Muta‟allim Thariq al -Ta'allum karya az-Zarnûji dan selanjutnya disebut Ta‟lîm al - Muta‟allim. Tentang perihal kitab ini dan latar belakang penyusunannya bisa dilihat pada bab selanjutnya dalam penelitian ini.

15 Nama lengkapnya adalah Abû Zaid „ Abdurrahmân ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Khaldûn Waliyyuddîn at-Tûnisî al-Hadzrâmî al-Asbilî al-Mâlikî , lahir di Tunisia (wilayah Maghribi, Afrika Utara) pada tahun 732 H./1334 M. dan wafat di Mesir

pada tahun 808 H./1406 M. Karya tulisnya yang terkenal adalah Muqaddimah Ibnu Khaldûn , kitab yang banyak mengulas tentang metode pengajaran. Lihat Busairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Islam , (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), h. 127.

diartikan mengubah potensi dasar manusia tetapi mengkondisikan agar pemberdayaan potensi dasar manusia dan masyarakat itu menjadi lebih mengalami peningkatan kualitas dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan. Potensi yang perlu dikembangkan adalah potensi metodologik yang lebih bermakna dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Dalam kitab Ta‟lîm al- Mut‟allim inilah konsep pendidikan dan metodologi pembelajaran dibahas secara komprehensif.

Kitab Ta‟lîm al - Mut‟allim, karya al-Zarnûjî merupakan kitab yang erat kaitannya dengan pendidikan. Di antara pembahasannya menguraikan tentang metodologi pembelajaran, yang menurut

syaikh Ibrâhîm ibn Ismâ‟îl 16 , telah dipelajari dan diterapkan dalam dunia pendidikan saat itu serta mendapat tempat yang cukup baik di kalangan para penuntut ilmu maupun para pendidik, yang tinggal di

17 lingkungan raja pada masa pemerintahan Murâd Khân ibn Salîm Khân 18 abad XIV Masehi di Turki. Menurut Nurcholish Madjid kitab Ta‟lîm al - Mut‟allim karya syaikh al-Zarnûjî merupakan salah satu kitab

dari sekian kitab yang sangat mengedepankan adab dan sikap yang harus dimiliki oleh santri sehingga

19 akan mempengaruhi dan melahirkan hubungan yang harmonis antara kiai 20 dan santri . Sehingga tidak diragukan lagi bahwa setiap santri diharapkan memenuhi tuntutan kitab itu dalam sikapnya terhadap kiai.

Hal ini karena dalam kitab tersebut mengajarkan tentang gambaran yang sangat ideal antara ketaatan murid terhadap gurunya. 21 Keistimewaan Kitab Ta‟lîm Al - Mut‟allim tersebut terletak pada materi yang

dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan metode belajar, namun sebenarnya kitab tersebut juga membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar, dan lain sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius. 22 S.M. Ziauddin Alavi mengatakan bahwa al-Zarnûjî dalam kitab Ta‟lîm al - Mut‟allim menganalisa secara jelas tentang pengertian dan cakupan pendidikan yang diikuti dengan pembahasan tentang hakekat ilmu pengetahuan, pemilihan ilmu pengetahuan, waktu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, garis-garis besar petunjuk bagi

pengajaran para siswa permulaan, hubungan dengan Tuhan dan tingkah laku (akhlak) yang baik. 23 Pergeseran waktu merupakan bagian yang ikut menentukan terjadinya perubahan. Perubahan

zaman, tanpa dapat dipungkiri ternyata memberikan pengaruh yang begitu besar bagi pola hidup dan kehidupan manusia yang berada pada putaran zaman itu sendiri. Di era globalisasi saat ini pernyataan tersebut tampak nyata ketika melihat sisi-sisi tertentu dalam kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan misalnya, secara nyata ikut menggambarkan adanya perubahan yang begitu pesat, dan itu mengarah kepada hal yang positif walaupun terkadang menyimpan dampak negatif apabila manusianya tidak mampu merespon perubahan tersebut dengan bijaksana. Globalisasi ternyata mengubah nilai, sikap, dan pandangan hidup manusia. Nilai kebendaan (materialistis) menjadi ukuran dalam mengambil sikap dan pandangan hidupnya. Segala sesuatu yang baru selalu disenangi karena menurut sebagian orang bahwa yang baru adalah modern, sementara yang lama akan segera ditinggalkan karena dianggap kolot dan ketinggalan zaman.

16 Beliau adalah salah seorang ulama yang mensyarah (memberikan komentar) terhadap kitab Ta‟lîm al - Muta‟allim al- Zarnûjî. 17

Murâd Khân (761-791 H./1360-1389 M.) adalah merupakan penguasa ke-3 dari dinasti Usmani dan merupakan penguasa pertama yan g menaklukkan daratan Eropa. Lihat J.H. Kramers “Murad I”, dalam C.E. Bosworth, dkk. (ed.), Ensiklopedia of Islam 18 , WebCD Edition, (Leiden: Brill Academic Publishers, 2003. J.H. Kramers “Murad I”, dalam C.E. Bosworth, dkk. (ed.), Ensiklopedia of Islam , WebCD Edition, (Leiden: Brill Academic Publishers, 2003). 19 Kata “ kiai ” berarti sebutan bagi alim ulama (khususnya dalam agama Islam) dan benda-benda bertuah. Kata “ kiai ” tidak saja berarti tua (yang kebetulan semakna dengan kata “ syaikh ” dalam bahasa Arab), tetapi juga berarti sakral, keramat, dan sakti. Lihat juga Nurcholish Madjid, 20 Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), cet. ke-1, h. 20. Kata “santri” berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji . Sumber lain menyebutkan bahwa kata “santri” berasal dari bahasa India “shastri‟ dari akar kata “shastra” yang berarti buku suci , buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini santri berarti pengikut kiai sebagai muridnya atau penuntut ilmu agam. Lihat Zamaksyari Dofier, Tradisi Pesantren , (Jakarta: LP3S, 1995), h. 18.

21 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), cet. ke-1, h. 24. 22 Muh. Abdul Mukti, Kualitas Hadits-hadit s dalam Kitab Ta‟lîm al - Muta‟allim Tharîq al -Ta'allum karya az-Zarnûji ,

(Jakarta: PPS UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 5. Merupakan tesis. 23 Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought In The Middle Ages , (terj.) Abuddin Nata, dkk., (Bandung: Angkasa,

2003.), h. 90.

Gejala-gejala tersebut dapat ditemukan tatkala melihat perilaku kehidupan anak-anak usia remaja yang notabene kondisi mentalnya masih labil sehingga amat mudah menerima pengaruh dan mengikuti perubahan tanpa mengadakan penyaringan terlebih dahulu. Pada akhirnya mereka sering mengikuti pola- pola kehidupan yang dibawa oleh arus informasi dan teknologi secara membabi buta tanpa memperhitungkan dampak yang diakibatkannya. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan sedikit demi sedikit mengarahkan mereka kepada sikap mengagungkan kecemerlangan rasio yang pada akhirnya merobek nilai idealisme-humanisme. Sikap materialistis yang mengarah kepada konsep hedonisme secara bertahap akan menghapus aspek-aspek etika religius dan mengikis dinding moralitas dan humanisme. Akibat dari semua itu akan muncul ragam demoralitas seperti: tawuran antar pelajar, seks bebas, kriminalisasi di berbagai lingkungan, kebohongan, korupsi, dan lain sebagainya. Dan yang lebih menyedihkan adalah apabila hal tersebut malah dijumpai di dunia pendidikan.

Jika demikian kondisinya, pendidikan kita selama ini gagal menampilkan fungsi-fungsi sosialnya saat dituntut membantu menyelesaikan berbagai persoalan moralitas bangsa ini. Walaupun perbaikan di dunia pendidikan semakin nyata, baik dalam aspek manajemen, kurikulum, metode pembelajaran maupun sarana dan prasarananya tetapi output yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, terutama aspek moralitas. Hal inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji konsep pendidikan yang terdapat dalam kitab Ta‟ lîm al- Muta‟allim, sekaligus menelusuri aspek mana yang masih relevan dengan pendidikan masa kini.

Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep pendidikan dan metodologi pembelajaran al-Zarnûjî yang terdapat dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim?

b. Adakah relevansi antara konsep pendidikan dan metodologi pembelajaran al-Zarnûjî yang terdapat dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim dengan pendidikan masa kini?

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam rumusan masalah sebelumnya adalah:

a. Untuk mengetahui konsep pendidikan dan metodologi pembelajaran al-Zarnûjî yang terdapat dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim

b. Untuk mengetahui relevansi antara konsep pendidikan dan metodologi pembelajaran al-Zarnûjî yang terdapat dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim dengan pendidikan masa kini

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Teknik pengambilan data penulis memfokuskan pada penelitian kepustakaan ( library risearch) dengan sumber data primer kitab Matn Ta‟lîm al - Muta‟allim karya al-Zarnûjî yang diterbitkan di Semarang oleh Maktabah al- „Alawiyyah tanpa tahun, dan sumber data sekunder terdiri dari berbagai literatur yang relevan dengan penelitian baik berupa kitab tafsir Al- Qur‟an, Hadits, kitab klasik, buku, tesis, dan lain- lain. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis, historis, dan sosiologis. Hal ini dilakukan mengingat studi ini berkenaan dengan konsep pendidikan dari seorang tokoh yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Melalui analisis filosofis akan dihasilkan inti gagasan, sedangkan melalui analisis historis dan sosiologis akan dihasilkan faktor-faktor penyebab munculnya gagasan tersebut, serta kemungkinan menghubungkannya dengan situasi lain di masa sekarang. Langkah- langkah dalam analisis filosofis dilakukan dengan cara mencari hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, menentukan titik persamaan dan perbedaannya, menganalisis dan menarik kesimpulan. Sedangkan dalam analisis historis langkah-langkahnya adalah menentukan masalah yang dibahas, mencari informasi tentang waktu, tempat, pelaku, dan latar belakang munculnya masalah tersebut. Sementara dalam analisis sosiologis langkah-langkahnya adalah menentukan masalah sosial yang mempengaruhi Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Teknik pengambilan data penulis memfokuskan pada penelitian kepustakaan ( library risearch) dengan sumber data primer kitab Matn Ta‟lîm al - Muta‟allim karya al-Zarnûjî yang diterbitkan di Semarang oleh Maktabah al- „Alawiyyah tanpa tahun, dan sumber data sekunder terdiri dari berbagai literatur yang relevan dengan penelitian baik berupa kitab tafsir Al- Qur‟an, Hadits, kitab klasik, buku, tesis, dan lain- lain. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis, historis, dan sosiologis. Hal ini dilakukan mengingat studi ini berkenaan dengan konsep pendidikan dari seorang tokoh yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Melalui analisis filosofis akan dihasilkan inti gagasan, sedangkan melalui analisis historis dan sosiologis akan dihasilkan faktor-faktor penyebab munculnya gagasan tersebut, serta kemungkinan menghubungkannya dengan situasi lain di masa sekarang. Langkah- langkah dalam analisis filosofis dilakukan dengan cara mencari hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, menentukan titik persamaan dan perbedaannya, menganalisis dan menarik kesimpulan. Sedangkan dalam analisis historis langkah-langkahnya adalah menentukan masalah yang dibahas, mencari informasi tentang waktu, tempat, pelaku, dan latar belakang munculnya masalah tersebut. Sementara dalam analisis sosiologis langkah-langkahnya adalah menentukan masalah sosial yang mempengaruhi

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Islam dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Qur'an adalah kitab suci agama Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, berisikan pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam menata kehidupan mereka untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai fungsi tersebut, Al-Qur'an tidak hanya menyebutkan dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Tuhan sebagai khaliknya yang wajib disembah, maupun sebagai integrasinya dalam hubungan sesama manusia saja, akan tetapi lebih jauh lagi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan

teknologi. 24 Al-Qur'an merupakan kitab Allah SWT yang berisikan petunjuk dan pedoman keagamaan, namun kandungannya tidak hanya di bidang keagamaan saja, tetapi juga menghimpun bermacam-macam

25 26 27 persoalan kehidupan manusia, seperti persoalan pendidikan 28 , perekonomian , manusia , alam semesta ,

29 tumbuh-tumbuhan 30 , falaq , dan persoalan-persoalan lainnya tentang kehidupan manusia baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.

Al-Qur'an telah memberikan petunjuk yang sangat besar terhadap masalah pendidikan dan penemuan-penemuan para ahli serta pertumbuhan ilmu pengetahuan yang sangat pesat di dunia Islam, sehingga memungkinkan terciptanya penemuan-penemuan modern dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai aspek kebutuhan manusia. Sehingga Salih Abdullah Salih, sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, sampai pada kesimpulan bahwa Al- Qur'an adalah “Kitab Pendidikan”. Hal ini didasarkan

pada beberapa alasan sebagai berikut: 31 Pertama , dilihat dari segi surat pertama kali diturunkan, yaitu surat Al- „Alaq ayat 1-5, yang

berkaitan dengan pendidikan. Ayat pertama dari surat ini yang berbunyi “ iqra‟ ” yang berarti: bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri

sendiri, yang tertulis maupun tidak. 32 Arti dan kandungan dari kata tersebut sudah jelas bahwa manusia diperintah untuk banyak membaca (dalam arti yang luas). Kedua , dilihat dari segi asalnya, yaitu dari Allah

SWT. Dia dalam beberapa sifat-Nya memperkenalkan diri-Nya sebagai pendidik. Kata rabb dalam Al- Qur'an asal katanya tarbiyah berarti pendidikan, baik yang bersifat fisik keduniaan ( khalqiyah ) maupun yang bersifat mental spiritual atau akhlak ( khuluqiyah ). Allâh Rabb al- „Alamîn berarti mengandung pengertian bahwa Allah SWT yang memelihara (fisik, jiwa, dan akal) serta mendidik (agama dan akhlak)

seluruh makhluk semesta alam. 33 Ketiga , dilihat dari segi pembawanya, yaitu Nabi Muhammad SAW, juga tampil sebagai pendidik. Rasulullah SAW sebagai penerima Al-Qur'an bertugas untuk

menyampaikan petunjuk-petunjuknya dengan membacakan kepada umat manusia. 34 Keempat , dilihat dari segi namanya, terdapat sejumlah nama Al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan. Dia antara namanya

35 adalah 36 Al-Qur'ân dan Al-Kitâb . Kelima , dilihat dari segi misi utamanya. Misi utama Al-Qur'an adalah

25 Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam , (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), h. 14. 26 Q.S. Al- Baqarah [2]: 151, 129; Āli „Imrân [3]: 164; Luqmân [31]: 13; Al-Jumu‟ah [62]: 2; Al-Mulk [67]: 23. Q.S. Al-Baqarah [2]: 82; Thâhâ [20]: 18.

28 Q.S. Al- Mu‟minûn [13]: 12-14; Al-Hajj [22]: 5. 29 Q.S. Al- Anbiyâ‟ [21]: 30; Hûd [11]: 7. Q.S. Al-

30 An‟âm [6]: 95; An –Nur [24]: 45; Fâthir [35]: 27. 31 Q.S. Al-Ghâsyiyah [88]: 18-20; Al-Baqarah [2]: 189. 32 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Prespektif Al- Quraisy Shihab, Qur‟an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 2-4.

Membumikan Al- Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994) cet. I, h. 167. 33 Ar-Raghîb al-Ashfahânî,

Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h.189. Q.S. Al-Ghâsyiyah [88]: 18-20; Q.S. Al-Baqarah [2]: 189. 35 Secara etimologis, Al-Qur'an adalah mashdar dari qara‟a yang memiliki arti mengumpulkan atau menghimpun. Qirâ‟ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lainnya dalam satu ungkapan yang teratur. Al-Qur'an asalnya sama dengan qira‟ah. Yaitu akar kata ( mashdar /infinitif) dari qara‟a, qirâ‟atan wa qur‟ânan. Jadi kata qur‟ânan adalah mashdâr menurut wazan ( tashrif ) dari kata fu‟lân, seperti ghufrân dan syukrân yang berarti bacaan. Lihat Syaikh Manna‟ Khalîl

34 Mu‟jam al

-Mufradât Li Alfâdz Al- -Mufradât Li Alfâdz Al-

Dengan mengemukakan beberapa alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an adalah sebuah kitab suci yang sangat memperhatikan aspek pendidikan. Hampir seluruh ayat Al-Qur'an memberikan kandungan pendidikan, baik pendidikan yang berhubungan dengan aqîdah , syarî‟ah maupun mu‟âmalah. Di sisi lain, Allah SWT sangat memuji dan meletakkan ilmu serta ahlinya di atas yang lain. Betapa tingginya derajat ahli ilmu sehingga Allah SWT merangkaikan persaksian-Nya bersama para

malaikat 38 . Dalam surat Al-Mujâdilah ayat 11, Allah SWT berjanji akan mengangkat derajat orang yang beriman dan ahli ilmu melebihi yang lainnya dengan beberapa derajat. Dalam ayat lain Allah SWT

menerangkan bahwa barangsiapa yang diberi ilmu ( hikmah ), maka ia telah diberikan kebaikan yang banyak. 39 Dengan ilmu itulah manusia dibedakan kualitasnya di sisi Tuhan dengan makhluk lain bahkan

dengan malaikat sekalipun. Terbukti dengan Nabi Adam AS berhak dihormati oleh semua malaikat di langit karena ilmu yang telah Allah SWT ajarkan kepadanya. 40 Bahkan menurut Allah SWT orang yang

paling takut kepada-Nya adalah ulama (ahli ilmu), 41 karena dengan ilmu yang dimilikinya maka akan menambah keimanan. Dengan keimanan yang mantap maka akan bertambah ketakwaan seseorang.

Banyak sekali ayat Al-Qur'an yang menerangkan keutamaan ilmu dan ahli ilmu. Ayat-ayat tersebut dikaji oleh ahli pendidikan dengan memahami beberapa istilah yang menunjukkan arti pendidik.

42 43 44 Istilah-istilah tersebut antara lain: 45 „ulamâ‟ , ar-râsikhûna fi al- „ilm , ahl adz-dzikr , al-Murabbî ,

46 47 al-muzakkî 48 , ulul al-bâb , dan al- muwa‟idz. Dengan demikian terlihat jelas bahwa seorang guru

al-Qaththân, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an , (Terj.) H. Aunur Rafiq El Mazni dari judul asli Mabâh its fî „Ulûm Al - Qur‟ân, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. V, h.16.

36 Secara etimologis, Al-Kitâb adalah mashdar dari kataba yang memiliki arti menulis, menakdirkan, dan memerintahkan. Kitab berarti tulisan atau yang ditulis. Dinamakan Al-Kitab karena ia ditulis dengan pena. Lihat Syaikh Manna‟ Khalîl al-

Qaththân, Pengantar Studi Ilmu Al- Qur‟ an , (Terj.) H. Aunur Rafiq El Mazni dari judul asli Mabâhits fî „Ulûm Al - Qur‟ân, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. V, h.20. 37

38 Fazlur Rahman, Islam Lihat , (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), h. 49. 39 Q.S. Āli „Imrân [3]: 18 40 Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 31. Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 269. 41 Lihat Q.S. Fâthir [35]: 28. 42 Lihat Q.S. Fâthir [35]: 28, dan Q.S. Asy- Syu‟arâ‟ [26]: 196-197. Istilah ulama adalah bentuk jamak dari kata „âlim yang

artinya orang yang memiliki ilmu pengetahuan di atas rata-rata kemampuan orang lain. Kata ‟ulamâ‟ dan „âlim kemudian diartikan sebagai orang yang tahu yang memiliki pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan kealaman, yang dengan pengetahuannya tersebut menjadikan dirinya dan orang lain memiliki rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT. Lihat Ar-Raghîb al-Ashfahânî,

43 Mu‟jam al -Mufradât Li Alfâdz Al- Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 356. Lihat Q.S. Āli „Imrân [3]: 7. Kata ar-râsikhûna berasal dari kata rasakha, yarsukhu, rusukhan yang berarti tetap dan

lekat. Orang yang ar-râsikhûna fi al- „ilm adalah orang yang mempunyai keimanan yang kuat dan selalu berdoa agar keimanan tersebut selalu melekat kokoh di dalam hati. Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia , (Jakarta: Hidakarya Agung. t.t.), h. 141.

44 Lihat Q.S. An-Nahl [16]: 43. Imam al- Marâghî dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud adz-dzikr adalah Al-Qur'an, sedangkan ahl adz-dzikr adalah orang yang memahami dan mampu menjelaskan kepada manusia apa yang

tersembunyi dari rahasia kandungan ajaran agama yang terdapat dalam kitab-kitab Allah SWT. Lihat Imâm al-Marâghî, Tafsîr al- Marâghî 45 , Jld V, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 87. Lihat Q.S. al-Fatihah [1]: 2. Kata al- Murabbî berasal dari kata

ar-rabb yang secara harfiyah berarti insyâu as- syai‟i hâlan fahâlan ilâ hadd at-tammâm , artinya mengembangkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai tingkat kesempurnaan. Lihat Ar-Raghîb al-Ashfahânî, 46 Mu‟jam al -Mufradât Li Alfâdz Al- Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h.189. Lihat Q.S. Al- Baqarah [02]: 151), lihat juga Q.S. Āli „Imrân [03]: 164, Q.S. Al-Jumu‟ah [62]: 02. Kata al-muzakkî berarti oranga yang berusaha membersihkan jiwa orang yang dididiknya agar bersih dari sifat-sifat tercela kemudian ditumbuhkan dengan sifat-sifat yang terpuji. Lihat Abu Hâmid ibn Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ‟ „Ulûm ad -Dîn , (Semarang: Maktabah wa Matba‟ah, t.t.), h. 97 47

48 Lihat Q.S. Ibrâhîm [14]: 52. Kata ulul al-bâb dapat diartikan orang yang berakal. Lihat Q.S Luqmân [31]: 13. Kata al- muwa‟idz berasal dari kata wa‟dz yang secara harfiah berarti peringatan yang

disertai dengan menakut-nakuti. Lihat Ar-Raghîb al-Ashfahânî, Mu‟jam al -Mufradât Li Alfâdz Al- Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h.564.

dalam perspektif Al-Qur'an memiliki tugas yang amat luas dan beragam. Di samping itu seorang guru tidak hanya diasumsikan memiliki ilmu pengetahuan agama saja melainkan juga dituntut memiliki ilmu pengetahuan umum serta mampu mengimplementasikan antara keduanya dalam kehidupan nyata. Sehingga menempati derajat insan kamil dan berfungsi sebagai khalîfah fi al-ardh . Konsep insan kamil (manusia seutuhnya) dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertakwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya secara baik, positif , dan konstruktif.

B. Pendidikan dalam Perspektif Hadits

Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Allah SWT yang menyempurnakan ajaran sebelumnya serta memberantas kebatilan yang terjadi dalam masyarakat jahiliyah. Sebagai pewaris para nabi sebelumnya dengan misi li utammima makârima al-akhlâq (untuk menyempurnakan akhlak yang

mulia), 49 Rasulullah SAW memperjuangkan demi tercapainya misi tersebut melalui pendidikan. Nabi Muhammad SAW tampil sebagai guru sekaligus suri tauladan ( uswah al hasanah ) bagi umatnya dalam

berbagai aspek kehidupan. Beliau mengajarkan Al-Qur'an kepada pengikutnya dan menjelaskan hal-hal yang penting dari ayat-ayat Al-Qur'an serta membimbing mereka agar memiliki kehidupan sebagai muslim yang benar dan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an. Nabi Muhammad SAW mendengarkan berbagai masalah keagamaan dan sosial di masyarakat dan berupaya memecahkannya sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Di sisi lain, Rasulullah SAW tidak hanya sebatas mengajarkan isi kandungan Al-Qur'an saja, melainkan beliau adalah orang pertama dan paling sempurna dalam mengaplikasikan Al-Qur'an. Maka pantas ketika Aisyah ditanya oleh para sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW, maka ia menjawab akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur'an. 50

Rasulullah SAW sangat memberikan perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Perhatian tersebut ditunjukkan dalam berbagai didikan beliau sendiri terhadap umatnya. Dengan berbagai sunnahnya, beliau mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa sebaik-baiknya ilmu pengetahuan adalah ilmu yang dapat menghantarkan seseorang menggapai hidayah, derajat ketakwaan, dan keimanan di sisi Allah SWT. Ilmu juga sebagai indikator keselamatan dan kebaikan seseorang yang memilikinya serta mengamalkannya. Sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah,

ma 51 ka ia dikaruniai kepahaman agama.” (H.R. al-Bukhari). Pendidikan yang di dalamnya terdapat unsur pendidik dan peserta didik, mendapat perhatian khusus dari Rasulullah SAW. Seseorang yang memiliki

ilmu kemudian menyembunyikan ilmu pengetahuannya saat ditanya orang lain, maka akan diancam dengan siksa neraka. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa ditanya tentang ilmu yang ia ketahui kemudian ia menyembunyikannya, maka ia akan dibelenggu di hari kiamat dengan belenggu dari api

neraka.” (H.R. Ibn Mâjah). 52 Sebagai manusia teladan dengan fungsinya uswah al-hasanah (suri tauladan yang baik), Rasulullah

SAW benar-benar berperan sebagai pendidik yang ideal. Hal ini dapat dilihat dari profil Rasulullah SAW

53 54 55 56 57 58 sebagai 59 murabbî , mu‟allim , mu‟addib , mudarris , mursyid , mutlî , dan muzakkî . Semua

50 Lihat hadis Al-Baihaqy, As - Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ , (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), Juz II, h. 472. Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Imâm Ahmad ibn Hanbal , (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), Jld VI, Bâb H adîts Sayyidah „Āisyah,

h. 447. 51 Abu „Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Matn al-Bukhârî bi Hâsyiyah as-Sindî , Jld I, (Indonesia: Syirkah al-

Ma‟ârif, t.t.), 52 Kitâb al- „Ilm, Bâb Fadhl al - „Ilm, h. 24. Im âm Abû „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd ibn Mâjah ar-Râbi'î al-Qazwinî, Syurûh Sunan Ibn Mâjah , ditahqiq oleh

Raid ibn Shabrî Abî „Alafah, Juz I, (Jordan: Bait al-Afkâr ad-Dauliyyah, 2007), h. 175. 53 Murabbi adalah orang yang mendidik, mengembangkan dan menumbuhkan potensi anak didik ke arah yang lebih baik. Lihat Ar-Raghîb al-Ashfahânî,

54 Mu‟jam al -Mufradât Li Alfâdz Al- Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h.189. Mu‟allim berarti orang yang mengajar atau orang yang terlebih dahulu memiliki pengetahuan kemudian memberikan

pengetahuannya kepada orang lain. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 965.

Mu‟addib berarti memberi adab, mendidik. Dengan demikian, secara terminologi mu‟ addib adalah seorang pendidik yang bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berperilaku atau beradab sesuai

dengan norma-norma, tata susila dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir Kamus Arab-Indonesia , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 13.

konsep pendidik tersebut diperankan dengan nyata oleh Rasulullah SAW, sehingga menghasilkan output yang berkualitas. Hal ini terbukti dengan keberhasilan beliau dalam waktu singkat mengubah bangsa Arab yang pada mulanya hidup dalam kejahiliyahan dan kegelapan menjadi negara yang berdaulat, berperadaban tinggi, bahkan menjadi bangsa adikuasa terutama pada fase pemerintahan Bani Abbasiyah.

Sosok panutan seperti Rasulullah SAW dalam mendidik umat serta anjurannya untuk menuntut ilmu merupakan inspirasi dan motivasi terbesar bagi pengikutnya, mulai dari generasi sahabat hingga generasi sekarang. Perhatiannya diungkapkan dalam berbagai sabdanya tentang keutamaan ilmu pengetahuan serta pentingnya menuntut ilmu. Sabda Rasul SAW: “Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan antar saya dengan orang yang paling rendah di antara kamu. Kemudian bersabda Rasulullah SAW, “ Sesungguhnya Allah SWT, malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut yang berada pada batu dan sampai ikan; mereka bersalawat kepada seorang pendidik yang mengajarkan

kebaikan kepada manusia.” 60 (H.R. at-Tirmidzi). Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, Rasulullah SAW menyatakan: “Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan

jalan baginya menuju surga.” 61 (H.R. at-Tirmidzi). Sabda Rasul yang lain: “Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, mak 62 a ia berada di jalan Allah hinga ia pulang.” (H.R. at-Tirmidzi).

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut hemat penulis, perhatian Rasulullah SAW terhadap pendidikan sangat besar sehingga jumhur (mayoritas) ulama sepakat bahwa menuntut ilmu hukumnya fardhu „ain.

TEMUAN PENELITIAN Biografi Pengarang dan Profil Kitab Ta’lîm Al-Muta’allim

Al-Zarnûjî memiliki nama lengkap Syaikh Burhânuddîn Ibrâhîm al-Zarnûjî al-Hanafî. 63 Kata “syaikh” merupakan panggilan kehormatan bagi seorang ulama, seperti “kiai” dalam bahasa Jawa.

Sedangkan kata “Burhânuddîn” (bukti kebenaran agama) merupakan gelar yang diberikan kepadanya. 64 Selain dari itu, al-Zarnûjî 65 juga bergelar “ Burhân al - Islâm “ (bukti kebenaran Islam). Adapun al-Zarnûjî

56 Mudarris artinya guru, pengajar.Yaitu orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan

mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir Kamus Arab-Indonesia , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 335 57

Mursyid adalah salah satu sebutan pendidik/guru dalam pendidikan Islam yang bertugas untuk membimbing peserta didik agar ia mampu menggunakan akal pikirannya secara tepat, sehingga ia mencapai keinsafan dan kesadaran tentang hakekat sesuatu atau mencapai kedewasaan berpikir. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 535. 58

Mutlî artinya adalah pendidik yang mengajarkan kepada peserta didik ketrampilan membaca. Lihat juga Ibnu Manzhûr, Lisân al- 59 „Arab, (Beirut-Libnan: Dâr at-Tatsî al-„Arabî, 771 H), Jld IX, h. 47. Muzakkî artinya pendidik yang bertanggung jawab untuk memelihara, membimbing, dan mengembangkan fitrah peserta didik, agar ia selalu berada dalam kondisi suci dalam keadaan ta‟at kepada Allah SWT agar terhindar dari perbuatan tercela. Lihat Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah ,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. ke-2, , h. 132-134. 60

Al-Imâm al-Hâfizh Ibn al- „Arabî al-Mâlikî, „Āridzah al -Ahwadzî bi Syarhi Shahih at-Tirmidzî, Juz X, (Beirut: Dâr al- Kutub al- 61 „Ilmiyyah, t.t.), Bâb Mâ jâ‟a fî Fadhl al - Ilm „alâ al - „Ibâdah, h. 157. Al-Imâm al-Hâfizh Ibn al- „Arabî al-Mâlikî, „Āridzah al -Ahwadzî bi Syarhi Shahih at-Tirmidzî, Juz X, (Beirut: Dâr al- Kutub al-

62 „Ilmiyyah, t.t.), Bâb Fadhl al-„Ilm , h. 115. Al-Imâm al-Hâfizh Ibn al- „Arabî al-Mâlikî, „Āridzah al -Ahwadzî bi Syarhi Shahih at-Tirmidzî, Juz X, (Beirut: Dâr al-

Kutub al- 63 „Ilmiyyah, t.t.), Bâb Fadhl al-„Ilm , h. 116. Haji Khalîfah, Kasyf azh- Zhunûn „An Asmâi al -Kutub wa al-Funûn , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), Jilid 5, h. 15. Lihat juga M. Plessner dan J.P. Berkey “az-Zarnûji”, dalam C.E. Bosworth, dkk. (ed.), Encylopedia of Islam, WebCD Edition (Leiden: Brill Academic Publishers, 2003).

64 „Umar Ridhâ Kahhâlah, Mu‟jam al - Mu‟allifîn: Tarâjim Mushannif al -Kutub al- „Arabiyyah (Beirut: Dâr Ihya‟ at-Turâts al- „Arabî, 1957), Jilid 3, h. 43 65

Di antara ulama yang memberikan gelar Burhân al-Islâm kepada az- Zarnûji adalah „Abd „Azîz Syâhîn Saqar, „Abd al- Ghanî asy-Syarâjî, Sayyid Ah mad „Utsmân, Marwân al-Qibbânî dan lain-lain. Lihat Muhyiddîn „Atiyah, al-Fikr at-Tarbawî al- Islami: Qâ‟imah Biblio ghrafiyah, (Kairo: al- Ma‟had al-„Alamî Li al-Fikr al-Islâmî, 1994). Cet. ke-3, h. 95 Di antara ulama yang memberikan gelar Burhân al-Islâm kepada az- Zarnûji adalah „Abd „Azîz Syâhîn Saqar, „Abd al- Ghanî asy-Syarâjî, Sayyid Ah mad „Utsmân, Marwân al-Qibbânî dan lain-lain. Lihat Muhyiddîn „Atiyah, al-Fikr at-Tarbawî al- Islami: Qâ‟imah Biblio ghrafiyah, (Kairo: al- Ma‟had al-„Alamî Li al-Fikr al-Islâmî, 1994). Cet. ke-3, h. 95

Di kalangan ulama belum diketahui tanggal kelahirannya. Adapun mengenai masa hidup dan wafatnya ada beberapa pendapat, yaitu: 67 pertama , al-Zarnûjî wafat pada tahun 591 H./1195 M.; kedua ,

al-Zarnûjî wafat pada tahun 640 H./1243 M.. Hal ini diduga karena al-Zarnûjî penulis kitab Ta'lî al- Muta'allim ini hidup dalam satu zaman dengan al-Zarnûjî lain, yaitu Tâjjuddîn Nu‟mân ibn Ibrâhîm

al-Zarnûjî yang hidup pada tahun 640 H./1243 M.; 68 ketiga , al-Zarnûjî hidup sezaman dengan Ridhâ‟uddîn an-Naisâbûrî yaitu antara tahun 500-600 H. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Grunebaum dan Abel,

sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, menyatakan bahwa al-Zarnûjî adalah “ toward the end of

th

12 69 and beginning of 13 century AD ”. Demikian pula mengenai daerah tempat kelahirannya tidak ada keterangan yang pasti. Adapun

th

mengenai nama al-Zarnûjî itu sendiri dinisbatkan pada nama sebuah tempat yaitu Zurnûj, yang menurut al-Qurâsyî adalah sebuah nama tempat yang terletak di wilayah Irak. 70 Lain halnya dengan Yâqût ibn

„Abdullâh al-Hamâwî yang mengatakan bahwa Zurnûj adalah sebuah tempat yang sangat masyhur di “ Mâ warâ‟ an -Nahr ” yang termasuk dalam wilayah Turkistan (kini Afghanistan) karena ia berada di dekat kota 71

Khoujandâ. Sedangkan nama al-Hanafî menurut Haji Khalîfah dinisbatkan pada nama madzhab yang dianutnya yaitu madzhab Imam Hanafî. 72

Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari keterangan yang dikemukakan para peneliti. Bukhara dan Samarkand adalah kota-kota yang dikunjungi az-Zarnûjî. Hal ini beliau lakukan karena kedua kota tersebut dinilai sebagai pusat kegiatan keilmuan, pengajaran, dan lain sebagainya. Masjid- masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran yang diasuh antara lain oleh: Burhânuddîn al-Marghînânî (w. 593 H./ 1197 M.), Syamsuddîn „Abd al-Wajdi Muhammad ibn Muh ammad ibn „Abd al-Sattâr al-„Amidî dan lain-lainnya. Selain itu al-Zarnûjî juga belajar pada Ruknuddîn al-Farghînânî, seorang ahli fikih, sastra, dan seorang penyair yang wafat pada tahun 594 H./1170 M. dan juga pada Rukn al-Islâm Muhammad ibn Abî Bakar, yang terkenal dengan nama Khawâhir Zâdâ, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fikih, sastra, dan syair yang wafat pada