Hubungan Antara Persepsi Risiko Kecelaka

Kerja Karyawan PT. Freeport Indonesia

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh : Tamara Evelyne Primartuti NIM : 119114117

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIBING

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO KECELAKAAN KERJA DAN

STRESS KERJA KARYAWAN PT. FREEPORT INDONESIA

Disusun oleh : Tamara Evelyne Primartuti 119114117

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Tanggal :

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO KECELAKAAN KERJA DAN STRESS KERJA KARYAWAN PT. FREEPORT INDONESIA

Dipersiapkan dan Disusun Oleh : Tamara Evelyne Primartuti 119114117

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal________________2016 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,

Dr. T.Priyo Widianto, M.Si

HALAMAN MOTTO

“Good things take time, hard times ain’t over until it’s over, so never lose your

guard and always be prepare to fight” -Tamara Evelyne

“If you remain in me and my words remain in you, ask whatever you wish

and it will be done for you” -John 15:7

“If you can’t fly then run. If you can’t run then walk. If you can’t walk then

crawl, but whatever you do you have to keep moving forward” -Martin Luther King Jr.

“Working hard is important but there is something that matters even more :

Believing in yourself” -Harry Potter

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kepada : Tuhan Yesus; sumber kekuatanku, Bunda Maria; pendengar setiaku, Romo Van Lith; tempat aku menjadi diri sendiri,

Mama, Papa, Darrel; alasan untukku menyelesaikan karya ini, Wila, Olga, Lindut, Delima, Ve, Della, Mitha, Maria, Tasia, Ayu, Gebi, Yuyus;

pendorong dan penolongku...

Skripsi ini kupersembahkan untuk kalian...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,18 April 2016

Tamara Evelyne Primartuti

Hubungan Antara Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja Karyawan PT. Freeport Indonesia

Tamara Evelyne Primartuti ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja karyawan PT. Freeport Indonesia dan stress kerjanya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Variabel bebas dari penelitian ini adalah persepsi risiko kecelakaan kerja, sedangkan variabel terikat dari penelitian ini adalah stress kerja. Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dengan stress kerja karyawan. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 235 orang karyawan PT. Freeport Indonesia yang dipilih berdasarkan metode incidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penyebaran skala yang dikembangkan oleh peneliti. Didapatkan reliabilitas sebesar α = 0,879 untuk skala persepsi risiko kecelakaan kerja dengan jumlah aitem sebanyak 27 aitem dan seb esar α = 0,868 untuk skala stres kerja dengan jumlah aitem sebanyak 24 aitem. Penyebaran data menunjukkan hasil yang tidak normal. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa persepsi risiko kecelakaan kerja (jumlah aitem = 27; mean = 79,62; SD = 6,452) tinggi, sedangkan stress kerja (jumlah aitem = 24; mean = 49,50; SD = 6,559) rendah. Hasil uji linearitas menunjukkan hasil yang tidak linear sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan. Hal tersebut menyebabkan hipotesis pada penelitian ini ditolak. Tidak adanya hubungan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dan stres kerja disebabkan oleh beberapa faktor.

Kata kunci : persepsi risiko kecelakaan kerja, stress kerja, karyawan, PT. Freeport Indonesia

CORRELATION BETWEEN PERCEPTION OF ACCIDENTAL RISK AND WORK STRESS ON EMPLOYEES OF PT. FREEPORT INDONESIA

Tamara Evelyne Primartuti ABSTRACT

The purpose of this study was to perceived correlation between perception of accidental risk and work stress on employees of PT. Freeport Indonesia. The method that used in this research was a quantitative correlation. The dependent variable of this research was perception of accidental risk, meanwhile the independent variable of this research was work stress. Hypothesis of this research that there was a significant correlation between perception of accidental risk and work stress on employees. There was 235 respondents that participated in this research who works in PT. Freeport Indonesia that had been chosen with incidental sampling method. The data were obtained by using scales which was developed by researcher. Reability of perception of accidental risk scales was α = 0,879 which had 27 items and reability of work stress scales was α = 0,868 which had 24 items. The distribution of the data showed an abnormal result. The result showed that perception of accidental risk (total items = 27; mean = 79,62; SD = 6,452) was highwhile work stress(total items = 24; mean = 49,50; SD = 6,559) was low. The result from linearity test showed that there was no correlation between perception of accidental risk and work stress. It meant that the hypothesis of this research was rejected. No correlation between perception of accidental risk and work stress was caused by some factors.

Keyword : perception of accidental risk, work stress, employees, PT. Freeport Indonesia

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama

: Tamara Evelyne Primartuti

Nomor Mahasiswa : 119114117 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Antara Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja Karyawan PT. Freeport Indonesia

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 18 April 2016 Yang menyatakan,

(Tamara Evelyne Primartuti)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua yang telah diberikan kepada penulis sehingga atas bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stress Kerja Karyawan PT. Freeport Indonesia” ini dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa banyak pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. T.Priyo Widianto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Debri Pristinella, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasinya selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma ini.

4. Bapak T.M Raditya Hernawa M.Psi selaku Dosen Pembibing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama pengerjaan skripsi

sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik.

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu kepada penulis.

6. Seluruh karyawan/staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas bantuan dan juga fasilitas yang disediakan.

7. Bapak Herwiyanto selaku General Superintendent Administration dan IH PT. Freeport Indonesia, Bapak Rusli Ali Mansyur selaku SHE Coorporate KPI, Bapak James Ticonuwu selaku Acting Superintendent, Occupational Health & Safety Training, dan Bapak Ray Herman selaku Crew Leader Dafety Training, Bapak Judo Widigdo selaku Safety Training Instructor, Bapak Triwiro Admojo selaku Staff Industrial Hygiene & Occupational Health Underground dan Bapak Yudo Arintoko selaku General Superintendent Mechanical Planning Undergroundyang sudah mau direpotkan dalam perizinan dan penyebaran kuesioner skripsi ini. Tak lupa juga kepada karyawan-karyawan PT. Freeport Indonesia yang mau menyediakan waktu untuk mengisi kuesioner.

8. Markus Mardius dan Sri Handayani Pujihastuti, selaku orang tua yang terbaik yang tidak pernah sedikitpun lupa untuk selalu mendoakan dan mendukung

penulis.

9. William Darrel Pathaligong, adik tersayang yang selalu terlihat cuek dan tidak peduli tapi dibalik itu semua dialah orang yang paling peduli dengan kakaknya.

10. Kakek (Alm.) Yohanes Codik dan nenek (Almh.) Kristina Maria Lime, Mbah Priyadi dan Mbah Sukarti, serta Pakde, Om-om, Tante-tante, dan seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendukung penulis.

11. Sahabat-sahabat tersayang Akwila Roma, Olga Sancaya, Bernadeta Erlinda, Vidre Delima, Veronica Ayu, Della Virlya, Paramitha Erlangga, Maria

Oktavina, Anastasia Marina, Ivana Ayu, Gabrielle Kunadi, dan Yustinus Adrian yang selalu ada disaat penulis senang maupun sedih, yang mau menerima apa adanya penulis. Sayang kalian semua.

12. Teman-teman coffee script Intan Riana, Adella Putri, Hilario Saktya, Antonius Mei, Yohanes Widiarso yang sudah mau berjuang bersama dalam

pengerjaan skripsi.

13. Keluarga besar Van Lith Angkatan XVIII yang tidak bisa disebutkan satu persatu, keluarga besar Androghini dancer, geng Going to be Mature,

kelompok KKN XXI Cuemekel, dan keluarga besar Psikologi Angkatan 2011, terima kasih sudah boleh mengenal kalian.

14. Romo Van Lith yang selalu mengingatkan untuk tetap mengobarkan api Van Lith di dada.

15. Juga semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah membantu juga sudah hadir dalam kehidupan penulis. Semoga Tuhan selalu memberkati !

Penulis

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Evaluasi Kecelakaan Tambang 2012-2015 Berdasarkan Penyebab Dasar. ...................................................................................................................... 7

GAMBAR 2. Scatterplot Stres Kerja. ................................................................... 57 GAMBAR 3. Scatterplot Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja. ............................... 57 GAMBAR 4. Scatterplot Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja. ..... 59

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu yang sudah bekerja pasti pernah mengalami stres kerja (Wong, Zainal, Onar, Mahmud, 2010). Stres kerja adalah suatu respon penyesuaian terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis dan tingkah laku bagi para partisipan organisasi (Luthans dalam Wijono, 2010).

Stres yang berlangsung lama dapat memberikan dampak negatif dalam kesehatan mental dan fisik individu (Health and Safety Executive, 2001; Cooper et al., 2001). Dikatakan pula bahwa meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan merupakan salah satu dari gejala fisiologis yang diakibatkan oleh stres kerja(Waluyo, 2013). Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi merupakan gejala psikologis yang disebabkan oleh stres kerja (Waluyo, 2013).

Paoli (1997) meneliti 15.800 karyawan yang tergabung dalam European Unions dan menemukan bahwa sebanyak 28 % karyawan mengajukan keluhan karena stres kerja yang mereka alami. Didalam 28% karyawan yang mengajukan keluhan karena stress kerja tersebut terdapat 20% diantaranya mengidap masalah kesehatan yang disebabkan pekerjaan mereka (Kompier, Cooper, Geurts, 2000).

Sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah perusahaan tambang batubara di Indonesia menemukan bahwa karyawan pada bidang produksi memiliki stres kerja yang lebih tinggi (34,17%) dibandingkan karyawan yang bekerja di bidang non-produksi (18,99%) (Annisa, 2013).

Stres memiliki peran khusus dalam hubungannya dengan kesehatan mental dan fisik (Adler & Mathews dalam Jeffrey, 2005). Robbins (1996) mengatakan bahwa individu yang mengalami stres kerja tingkat rendah akan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi terhadap pekerjaannya sehingga karyawan akan melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih cepat, dan lebih intensif. Robbins juga menyimpulkan bahwa individu dengan tingkat stres kerja tinggi akan memiliki kemampuan untuk bereaksi yang rendah terhadap pekerjaannya sehingga individu kurang berkonsentrasi untuk melakukan tugasnya dengan baik, cepat, dan juga intensif (Robbins, 1996).

Stres kerja merupakan salah satu faktor penyebab kondisi fisik dan mental yang lemah(Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004).Kondisi fisik dan mental yang lemah merupakan salah satu faktor manusia yang mempengaruhi rendahnya tingkat keselamatan kerja (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004). Karyawan dengan kondisi fisik dan mental yang lemah tidak dapat bekerja secara maksimal dalam menyelesaikan pekerjaannya (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004).

Kondisi fisik dan mental yang lemah dapat membuat hilangnya konsentrasi dari karyawan, dimana hilangnya konsentrasi karyawan tersebut dapat membuat karawan mengalami risiko kecelakaan kerja (efek domino) (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004). Bekerja dalam keadaan stres dalam lingkungan kerja tidak hanya meningkatkan risiko sakit secara fisik maupun mental namun juga meningkatkan kecelakaan di tempat kerja (Clarke dan Cooper, 2004).

Stres merupakan salah satu dari komponen penting dalam menjaga kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia, dimanakomponen tersebut merupakan alasan manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk menjaga aspek well-being dari karyawan (Glendon, Clarke, McKenna, 2006). Individu yang sedang dalam keadaan stres kerja yang tinggi memiliki performasi kerja yang kurang optimal dan stres dapat mempengaruhi produktifitas, kualitas, dan juga keselamatan kerja karyawan (Glendon, Clarke, McKenna, 2006).

A. Ian Glendon, Sharon G. Clarke, dan Eugene F. McKenna (2006) menyebutkan bahwa stress kerja menjadi salah satu penyebab dari

60 % hingga 80 % kecelakaan di tempat kerja. Mengalami stres di tempat kerja bisa jadi memiliki efek langsung dengan perfomansi seorang karyawan, yaitu, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, atau juga efek tidak langsung, misalnya saja dimediasi oleh kesehatan karyawan.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu pasti memiliki risiko dan individu harus memperhatikan keselamatan setiap hari karena individu Setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu pasti memiliki risiko dan individu harus memperhatikan keselamatan setiap hari karena individu

Salah satu akibat yang menunjukkan adanya stres kerja di sebuah perusahaan adalah dengan adanya kasus bunuh diri (Hazard Magazines, 2003). Samaritans mencatat setidaknya ada 23 % pekerja melakukan tindakan bunuh diri akibat dari stres kerja (Hazard Magazines, 2003). Dua belas pekerja di Jepang juga melakukan tindakan bunuh diri akibat dari stres kerja (tribunnews.com, 2015). Kasus bunuh diri juga terjadi di PT. Freeport Indonesia dimana seorang karyawan ditemukan gantung diri di tempat tinggalnya (suara.com, 2015). Perilaku bunuh diri karyawan tersebut diduga akibat adanya tekanan dari pekerjaan yang menyebabkan stres kerja (wawancara dengan MM, 2016). Behr dan Newman (dalam Rice, 1999) menyebutkan bahwa kecenderungan bunuh diri adalah salah satu dari gejala perilaku karyawan yang disebabkan oleh stres kerja.

Bekerja di sektor pertambangan mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan seperti misalnya terjadi kecelakaan kerja peledakan, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lainnya (Ramli, 2011). Ketika terjadi kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan, persepsi risiko terhadap kecelakan kerja pada karyawan kembali meningkat sehingga semua orang berbicara mengenai keselamatan (Ramli, 2011). Kewaspadaan dan perhatian mengenai keselamatan kembali meningkat sehingga peluang terjadinya kecelakaan berkurang (Ramli, 2011). Namun, seiring dengan waktu, jika keadaan telah normal kembali, persepsi tentang risiko Bekerja di sektor pertambangan mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan seperti misalnya terjadi kecelakaan kerja peledakan, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lainnya (Ramli, 2011). Ketika terjadi kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan, persepsi risiko terhadap kecelakan kerja pada karyawan kembali meningkat sehingga semua orang berbicara mengenai keselamatan (Ramli, 2011). Kewaspadaan dan perhatian mengenai keselamatan kembali meningkat sehingga peluang terjadinya kecelakaan berkurang (Ramli, 2011). Namun, seiring dengan waktu, jika keadaan telah normal kembali, persepsi tentang risiko

Persepsi risiko kecelakaan kerja merupakan kemampuan individu untuk melihat sebagaimana besar risiko dan toleransi individu terhadap risiko untuk menerima risiko tersebut (National Safety Council dari Campbell Institute, 2014).Persepsi risiko kecelakaan kerja merupakan asesmen subjektif dari kemungkinan akan terjadinya kecelakaan spesifik dan bagaimana individu peduli akan konsekuensinya (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004).

PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan, Amerika Serikat. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. PTFI sendiri beroperasi di daerah dataran tinggi Tembagapura di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia (PTFI.co.id).

Dewasa ini, program-program kesehatan, keselamatan, dan lingkungan kerja diterapkan oleh semua negara industri. Negara manapun di seluruh dunia sedang melakukan upaya untuk mengidentifikasi bahaya- bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaaan serta melakukan tindakan pencegahan supaya tidak terjadi kecelakaan kerja (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, 2004).PT. Freeport Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang mengutamakan tingkat keselamatan kerja bagi para karyawannya (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia,

Tembagapura, 2004). Kecelakaan kerja sering terjadi di PT. Freeport Indonesia. Hal ini

ditunjukkan dalam Daily Preliminary Incident Information yang mencatat bahwa dari awal tahun 2014 hingga 6 Oktober 2014, terdapat 98 kasus kecelakaan kerja, baik yang ringan, sedang maupun yang berat. Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Freeport diantaranya adalah sebuah truck yang membentur truck yang lain ketika akan memberi jalan yang mengakibatkan keretakan pada kaca dan kerusakan pada kanopi truck. Kasus lain yaitu sebuah truck yang kejatuhan boulder. Selain itu juga dikatakan bahwa terdapat 357 kasus kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman, atau sekitar 87 % pada tahun 2003 yang didapatkan dari hasil survei di PT. Freeport Indonesia ( Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di PT. Freeport Indonesia, disebutkan pula bahwa sebanyak 88 % penyebab kecelakaan kerja di perusahaan merupakan faktor manusia dimana didalamnya terdapat faktor kelelahan fisik dan lemahnya mental pada karyawan (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004 ). Data kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Freeport Indonesia sejak tahun 2012 hingga 2015 (18 Juni) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 1.

Evaluasi Kecelakaan Tambang 2012-2015 Berdasarkan Penyebab

Dasar

Kecelakaan kerja di PT. Freeport Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, kecelakaan kerja berat, kecelakaan kerja sedang dan kecelakaan kerja ringan, dimana kecelakaan kerja berat meliputi segala kegiatan yang menyebabkan kematian seperti tanah longsor, dll, sedangkan kecelakaan kerja sedang meliputi segala kegiatan yang menyebabkan patah tulang, dll, dan untuk kecelakaan kerja ringan merupakan segala kegiatan yang menyebabkan luka ringan seperti terjepit, dll (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004). Kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Freeport Indonesia antara lain terjadinya tanah longsor yang menyebabkan 28 karyawannya meninggal pada tahun 2013 (Satu Papua, 2013). Selain itu juga pernah terjadi tanah longsor yang Kecelakaan kerja di PT. Freeport Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, kecelakaan kerja berat, kecelakaan kerja sedang dan kecelakaan kerja ringan, dimana kecelakaan kerja berat meliputi segala kegiatan yang menyebabkan kematian seperti tanah longsor, dll, sedangkan kecelakaan kerja sedang meliputi segala kegiatan yang menyebabkan patah tulang, dll, dan untuk kecelakaan kerja ringan merupakan segala kegiatan yang menyebabkan luka ringan seperti terjepit, dll (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004). Kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Freeport Indonesia antara lain terjadinya tanah longsor yang menyebabkan 28 karyawannya meninggal pada tahun 2013 (Satu Papua, 2013). Selain itu juga pernah terjadi tanah longsor yang

Kepmen no. 555 tahun 1995 menyebutkan peraturan-peraturan ditujukan untuk mencegah karyawan dari risiko yang akan dihadapi oleh karyawan khususnya di bidang pertambangan seperti jenis-jenis bahan peledak yang jika tidak diperhatikan penggunaannya dapat menyebabkan kecelakaan kerja karyawan. Di dalam Kepmen no. 555 tahun 1995 itu disebutkan pula larangan-larangan memasuki wilayah pertambangan, cara kerja yang aman, pengoperasian sistem pengangkutan, dan lainnya (Kepmen no. 555 tahun 1995). Bagaimanapun, kecelakaan dan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan dapat meningkatkan angka kematian, mengurangi usia hidup yang diharapkan serta menurunkan kualitas hidup (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004).

Pengalaman dan pengetahuan mengenai konsekuensi akan risiko kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja karyawan dapat mengubah persepsi terhadap risiko kecelakaan kerja dimana karyawan akan lebih berhati-hati dan mengutamakan keselamatan kerjanya (Diaz dan Resnick, 2000). Disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kecelakaan kerja karyawan antara lain sifat dari karyawan itu sendiri, usia karyawan, pengalaman karyawan mengenai kecelakaan kerja yang pernah ia alami, pandangan karyawan akan risiko kecelakaan kerjanya, persepsi Pengalaman dan pengetahuan mengenai konsekuensi akan risiko kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja karyawan dapat mengubah persepsi terhadap risiko kecelakaan kerja dimana karyawan akan lebih berhati-hati dan mengutamakan keselamatan kerjanya (Diaz dan Resnick, 2000). Disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kecelakaan kerja karyawan antara lain sifat dari karyawan itu sendiri, usia karyawan, pengalaman karyawan mengenai kecelakaan kerja yang pernah ia alami, pandangan karyawan akan risiko kecelakaan kerjanya, persepsi

Persepsi risiko terkadang diukur dengan melihat kecemasan yang dihubungkan dengan stres (Sjoberg, 1998). Penelitian dan pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa bahwa stres kerja dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara persepsirisiko kecelakaan kerja dengan stres kerja karyawan khususnya di PT. Freeport Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat hubungan signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dengan stres kerja yang dialami oleh karyawan PT. Freeport Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan PT. Freeport Indonesia berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis :

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dimana dalam penelitian ini akan dibahas mengenai ada atau tidaknya hubungan antara persepsirisiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan.Penelitian ini dapat dijadikan kajian untuk psikologi industri organisasi.

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi karyawan : Apabila hipotesis dari penelitian ini diterima, karyawan PT.

Freeport Indonesia dapat mengerti bagaimana mengatasi stres kerja yang diakibatkan tekanan dari risiko kecelakaan kerja di tempat kerjanya.Sedangkan apabila hipotesis dari penelitian ini ditolak, karyawan PT. Freeport Indonesia dapat mempertahankan kewaspadaan karyawan terhadap resiko kecelakaan kerja yang dapat menghindarkan karyawan dari stres kerja.

b. Bagi perusahaan atau organisasi : Apabila hipotesis dari penelitian ini diterima, perusahaan

dapat menjadikan bahan acuan penelitian ini untuk pelatihan keselamatan kerja dan juga meningkatkan kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja di perusahaan. Selain itu juga dapat menjadi acuan bagi perusahaan membuat program dapat menjadikan bahan acuan penelitian ini untuk pelatihan keselamatan kerja dan juga meningkatkan kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja di perusahaan. Selain itu juga dapat menjadi acuan bagi perusahaan membuat program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun, proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito, 2010).

Persepsi adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris untuk memberikan makna. Persepsi juga merupakan proses menemukan pola-pola yang bermakna dari informasi sensoris (A. King, 2013).

Berdasarkan kedua definisi persepsi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan proses mengartikan informasi untuk memberikan makna dan menemukan pola-pola dari informasi sensoris yang didapatkan oleh alat indera.

2. Pengertian Risiko Kecelakaan Kerja

Risiko kecelakaan kerja diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerusakan yang muncul di tempat kerja. Selain itu, risiko kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kemungkinan seseorang dapat dirugikan atau menderita efek kesehatan apabila terkena bahaya (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004) .

Risiko kecelakaan kerja adalah risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktifitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja (Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004).

Risiko kecelakaan kerja merupakan perhitungan seberapa sering kejadian kecelakaan terjadi, bagaimana terjadinya kecelakaan tersebut, dan seperti apa konsekuensi dari kecelakaan tersebut (National Safety Council dari Campbell University, 2014)

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko kecelakaan kerja merupakan risiko yang dihadapi karyawan di tempat kerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja.

3. Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

Persepsi risiko kecelakaan kerja merupakan kemampuan Persepsi risiko kecelakaan kerja merupakan kemampuan

Persepsi risiko kecelakaan kerja adalah asesmen yang subjektif kemungkinan dari terjadinya kecelakaan kerja yang spesifik dan bagaimana kita peduli dengan konsekuensinya (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004).

Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi risiko kecelakaan kerja adalah proses mengatur dan mengartikan informasi mengenai suatu risiko yang dihadapi karyawan di tempat kerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja serta konsekuensi yang harus dihadapi setelahnya.

4. Aspek-aspek Persepsi dan Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

Woodworth dan Marquis (dalam Walagito, 2002) membagi aspek-aspek persepsi menjadi tiga, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Aspek-aspek tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif merupakan komponen sikap yang berisi kepercayaan individu terhadap objek sikap. Kepercayaan itu muncul karena adanya suatu bentuk yang telah

terpolakan dalam pikiran individu. Kepercayaan itu juga datang dari apa yang pernah individu lihat dan ketahui sehingga membentuk suatu ide atau gagasan tentang karakteristik objek. Kepercayaan ini dapat menjadi dasar pengetahuan bagi individu tentang suatu objek dan kepercayaan ini menyederhanakan fenomena dan konsep yang dilihat dan yang ditemui. Perlu juga dikemukakan bahwa kepercayaan tidak selamanya akurat, karena kepercayaan itu muncul juga disebabkan oleh kurangnya informasi tentang objek. Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja, aspek kognitif dapat ditunjukkan dengan bagaimana karyawan tahu dan memahami risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004). Selain itu aspek kognitif juga ditunjukkan dari bagaimana karyawan mengerti efek dari kecelakaan kerja yang dapat terjadi di tempat kerjanya (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004).

b. Aspek Afektif

Aspek afektif ini menyangkut kesan atau perasaan individu dalam menafsirkan stimulus sehingga stimulus tersebut disadari. Aspek afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif dari individu terhadap objek persepsi, berisi perasaan memihak atau Aspek afektif ini menyangkut kesan atau perasaan individu dalam menafsirkan stimulus sehingga stimulus tersebut disadari. Aspek afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif dari individu terhadap objek persepsi, berisi perasaan memihak atau

c. Aspek Konatif

Aspek konatif menunjukkan bagaimana perilaku dan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri individu berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Aspek konatif meliputi perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung, tetapi meliputi pula bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu objek yang dipersepsi. Aspek konatif dalam persepsi risiko kecelakaan kerja dapat ditunjukkan dengan bagaimana perilaku seseorang dalam menanggapi risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya, apakah harus ditanggapi dengan tenang atau menerima risiko tersebut sebagai suatu hal yang harus dilewati (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004).

5. Penyebab Risiko Kecelakaan Kerja

a. Terjadi secara kebetulan Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti yang

sebenarnya (genuine accident), sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di luar kendali manajeman perusahaan. Misalnya, seorang karyawan tepat berada di depan jendela kaca tiba-tiba seseorang melempar jendela kaca sehingga mengenainya.

b. Kondisi kerja yang tidak aman Kondisi kerja yang tidak aman meliputi faktor-faktor

sebagai berikut:

i. Peralatan yang tidak terlindungi secara benar

ii. Peralatan rusak

iii. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar mesin atau peralatan gudang yang tidak

aman (sumpek dan terlalu penuh). iv. Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang

penerangan v. Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara

tidak cukup, atau sumber udara tidak murni.

6. Faktor-faktor Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

National Safety Council dari Campbell Institute (2014) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan persepsi risiko kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi tiga level, yaitu :

a. Faktor macro-level :

Faktor ini mengacu pada budaya persepsi dan penjelasan lingkungan yang ada di sekitar individu. Faktor macro-level dapat ditunjukan dari kepemimpinan dalam keselamatan kerja, kepercayaan terhadap organisasi, dan risiko yang secara jelas menunjukan komitment terhadap sistem manajemen keselamatan kerja yang menghasilkan perilaku dalam mengambil risiko dan pengurangan tingkat kecelakaan. Karyawan yang bekerja di lingkungan kerja dengan budaya keselamatan kerja yang positif akan memiliki risiko kecelakaan kerja lebih rendah dibandingkan karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yangtidak memiliki budaya keselamatan kerja positif. Budaya keselamatan kerja yang positif tersebut ditunjukan dengan prosedur keselamatan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap

dan kesehatan karyawan.Kepercayaan terhadap organisasi berarti bahwa karyawan yang percaya terhadap manajemen/organisasi dengan komitmen kuat terhadap kesehatan dan keselamatan

keselamatan keselamatan

b. Faktor meso-level

Faktor ini menjelaskan bagaimana kelompok atau komunitas mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil risiko. Misalnya saja seseorang akan melakukan cara yang tidak baik dalam pelaksanaan tugas ketika melihat karyawan lain juga melakukannya.

c. Faktor micro-level

Faktor micro-level merupakan faktor yang menunjukkan bagaimana tingkat pengetahuan individu terhadap situasi yang terjadi. Karyawan yang memiliki informasi yang kurang terhadap suatu situasi akan lebih berisiko sedangkan karyawan yang memiliki banyak informasi akan memiliki toleransi terhadap risiko.

7. Jenis-Jenis Tempat Berisiko Kecelakaan Kerja

Dessler (2011) menyebutkan jenis tempat kerja yang memiliki risiko kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang didalam lingkungan kerjanya terdapat :

a. Materi kimia dan materi berisiko bahaya lainnya

b. Suara dan getaran yang berlebihan b. Suara dan getaran yang berlebihan

d. Risiko bahaya biologis termasuk yang umum terjadi (seperti jamur) dan buatan manusia (seperti anthrax)

e. Risiko bahaya ergonomis (seperti desain peralatan yang buruk yang mendorong para pekerja untuk melakukan pekerjaan mereka dalam posisi yang tidak natural)

f. Risiko bahaya familiar seperti lantai yang licin dan halan keluar yang tertutup.

B. Stres Kerja

1. Pengertian Stres

Stres didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subjek (Cooper, 1994). Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya (Hager, 1999). Menurut Anoraga (2001), stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasa mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Selye (dalam Landy dan Conte, 2010) menyatakan bahwa

stres merupakan respon non-spesifik dari tubuh manusia terhadap permintaan-permintaan yang ada di lingkungannya. Selye membedakan antara stres yang baik (eustres) dan stres yang buruk (distres). Eustres menyediakan motivasi terhadap individu untuk bekerja keras dan mencapai tujuan mereka. Sedangkan distres merupakan hasi dari situasi yang penuh dengan stres yang bertahan dari waktu ke waktu dan dapat membuat kesehatan individu berkurang.

2. Pengertian Stres Kerja

Luthans (dalam Minto 2010) mengatakan bahwa stres kerja merupakan suatu respon penyesuaian terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis dan tingkah laku bagi para partisipan organisasi. Van Harrison dan Pinneau (1975, dalam Minto, 2010) mendefinisikan stres kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja yang menjadi ancaman bagi individu. Stres kerja juga didefinisikan oleh French, Rogers, dan Cobb (dalam Minto, 2010) sebagai ketidakcocokan antara keterampilan, kemampuan, dan tuntutan-tuntutan seseorang di tempat kerja dengan kebutuhan seseorang yang disediakan oleh lingkungan kerja. Stres kerja yang begitu hebat yang melampaui batas-batas toleransi akan berkaitan langsung dengan gangguan psikis dan ketidakmampuan fisik (Anoraga, 2009).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan respon penyesuaian individu terhadap lingkungan kerjanya yang dianggap mengancam sehingga menyebabkan penyimpangan-penyimpangan psikologis, fisiologis, dan perilaku dari individu tersebut.

3. Penyebab Stres Kerja

Smith (1981, dalam Minto, 2010) mengemukakan bahwa penyebab dari stres kerja, meliputi :

a. Stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Misalnya saja keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik.

b. Stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi.

c. Stres kerja terjadi karena faktor kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang banyak

d. Stres kerja merupakan akibat dari waktu kerja yang

berlebihan.

e. Stres kerja disebabkan dari faktor tanggung jawab kerja

f. Stres kerja disebabkan oleh tantangan yang muncul dari

tugas

Luthans (1995, dalam Minto, 2010) menyebutkan Luthans (1995, dalam Minto, 2010) menyebutkan

a. Sumber dari luar organisasi, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan

keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

b. Sumber dari dalam organisasi, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi,

dan proses yang terjadi dalam organisasi..

c. Sumber dari dalam kelompok, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta

adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.

d. Sumber dari individu, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola

kepribadian Tipe A, control personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Riggio (2008) mengatakan ada dua tipe penyebab stres kerja, yaitu penyebab stres dari tugas pekerjaan dan penyebab stres dari peran di pekerjaan. Penyebab stres dari tugas pekerjaan adalah :

a. Kerja yang berlebihan dimana pekerjaan membutuhkan kecepatan waktu pekerjaan, hasil, atau konsentrasi.

b. Underutilization dimana muncul ketika pekerja merasa b. Underutilization dimana muncul ketika pekerja merasa

Sedangkan penyebab-penyebab stres dari peran di pekerjaan adalah sebagai berikut:

a. Pekerjaan yang ambigu, merupakan keraguan yang disebabkan oleh feedback yang kurang pada setiap performasi kerja atau kurangnya pekerja melakukan pekerjaan mereka.

b. Kurangnya kontrol, penelitian menemukan bahwa memberikan kontrol kepada kerja pada lingkungan kerja mereka, walaupun dengan cara seperti memberikan mereka suara dalam pembuatan keputusan atau memperbolehkan pekerja untuk merencanakan tugas pekerjaan mereka sendiri, mengurani stres kerja dan meningkatkan kepuasan kerja.

c. Kondisi fisik kerja, seperti bekerja lembur dapat mengganggu jam tidur dan jam bangun dan bisa membuat masalah- masalah seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja, dan kesalahan performasi.

d. Stres interpersonal, disebabkan oleh kesulitan dalam hubungan interpersonal.

e. Pelecehan, seperti pelecehan seksual, pelecehan karena e. Pelecehan, seperti pelecehan seksual, pelecehan karena

4. Gejala dari Stres Kerja

Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

a. Gejala psikologis

i. Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah

tersinggung

ii. Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam

(kebencian)

iii. Sensitif dan hyperreactivity

iv. Memendam perasaan, penarikan diri dan depresi

v. Komunikasi yang tidak efektif vi. Perasaan terkucil dan terasing vii. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja viii. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan

kehilangan konsentrasi ix. Kehilangan spontanitas dan kreativitas

x. Menurunnya rasa percaya diri x. Menurunnya rasa percaya diri

i. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular

ii. Meningkatnya sekresi dari hormon stres

iii. Gangguan gastrointestinal

iv. Meningkatnya frekuasi dari luka fisik dan

kecelakaan v. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami

sindrom kelelahan yang kronis vi. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari

kondisi yang ada vii. Gangguan pada kulit viii. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah,

ketegangan otot ix. Gangguan tidur

x. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi

kemungkinan terkena kanker

c. Gejala perilaku

i. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari

pekerjaan

ii. Menurunnya prestasi dan produktivitas ii. Menurunnya prestasi dan produktivitas

obatan iv. Perilaku sabotase dalam pekerjaan v. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan)

sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas. vi. Kecenderungan bunuh diri

5. Mengatasi Stres Kerja

Schultz dan Schultz (2010) mengatakan bahwa baik organisasi maupun individu sendiri dapat berperan aktif dalam mengatasi stres kerja. Berikut adalah cara mengatasi stres kerja yang dapat dilakukan dari pihak organisasi maupun pihak individu menurut Schultz dan Schultz (2010) :

a. Organisasi :

i. Mengkontrol iklim organisasi

Organisasi sebaiknya menyediakan dukungan yang cukup agar karyawan dapat beradaptasi dalam perubahan. Hal ini disebabkan dari salah satu penyebab stres kerja dalam kehidupan organisasi, yaitu perubahan rencana organisasi. Stres dapat dicegah atau dikurangi dengan mengizinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai perubahan di tempat kerja dan Organisasi sebaiknya menyediakan dukungan yang cukup agar karyawan dapat beradaptasi dalam perubahan. Hal ini disebabkan dari salah satu penyebab stres kerja dalam kehidupan organisasi, yaitu perubahan rencana organisasi. Stres dapat dicegah atau dikurangi dengan mengizinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai perubahan di tempat kerja dan

ii. Menyediakan kontrol

Karyawan percaya bahwa apabila karyawan dapat berlatih untuk mengontrol pekerjaan, stres kerja karyawan akan berkurang. Hal ini telah dibuktikan dalam survei dari 2048 pekerja di Amerika. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa karyawan yang tidak merasa dipaksa dalam pekerjaan dan baik dalam membuat keputusan, memiliki stres kerja yang rendah. Organisasi dapat meningkatkan sense of control karyawan dengan memperkaya, memperluas, dan mengembangkan pekerjaan agar karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab dan memiliki kekuasaan dalam pembuatan keputusan.

iii. Menjelaskan tugas karyawan

Untuk mengurangi stres kerja yang diakibatkan dari peran dalam pekerjaan yang Untuk mengurangi stres kerja yang diakibatkan dari peran dalam pekerjaan yang

iv. Menghilangkan pekerjaan yang berlebihan dan

kurang pekerjaan

Mengatasi stres kerja dapat dilakukan dengan mengadakan pemilihan karyawan yang baik dan program

keputusan untuk mempromosikan karyawan yang pantas, pembagian pekerjaan yang adil, dan penyesuaian penerimaan karyawaan berdasarkan kemampuan karyawan itu sendiri. Hal tersebut dianggap dapat membantu mengurangi stres kerja yang disebabkan oleh work overload dan work underload.

pelatihan,

v. Menyediakan dukungan sosial

dukungan sosial dapat megurangi kemungkinan karyawan mengalami stres kerja. Sebuah penelitian yang menelti 211 polisi lalu lintas menemukan bahwa burnout sangat rendah ditemukan pada mereka yang menerima dukungan sosial yang tinggi dari atasan dan keluarga mereka. Organisasi dapat meningkatkan dukungan sosial

Menyediakan Menyediakan

untuk menunjukkan empati dan kepedulian mereka terhadap kelompok-kelompok kerja.

vi. Mengizinkan hewan peliharaan di tempat kerja Dewasa ini banyak perusahaan yang mengizinkan karyawannya untuk membawa hewan peliharaan untuk bekerja bersama mereka. Sebuah penelitian menemukan bahwa karyawan yang membawa hewan peliharaan ke tempat kerja mereka memiliki stres kerja yang lebih rendah dibandingkan yang tidak membawa atau tidak memiliki hewan peliharaan.

vii. Menyediakan program mengatasi stres Organisasi dapat menyediakan program

mengatasi stres berupa konseling dalam mengatasi stres kerja. Konseling stres kerja tersebut berupa program relaksasi, biofeedback, dan cognitive restructuring. Penelitian membuktikan bahwa program-program tersebut dapat mengurangi masalah psikologis yang muncul akibat tingginya stres kerja.

viii. Menyediakan program fitness

Dengan meningkatkan well-being secara fisik dan mental karyawan, stres kerja karyawan dapat berkurang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah perilaku tidak sehat karyawan. Tujuh belas penelitian menemukan bahwa lebih dari 70 karyawan menemukan bahwa dengan adanya program fitness, stres kerja karyawan dapat berkurang dan dapat meningkatkan kepuasan kerja serta mengurangi absen dalam pekerjaan.

b. Individu :

i. Pelatihan relaksasi

Dalam pelatihan relaksasi ini karywan diajarkan untuk berkonsentrasi pada salah satu bagian tubuh satu persatu dan secara sistematis membuat tegang dan relax bagian tubuh tersebut. Dengan fokus terhadap bagian tubuh satu persatu dapat menghasilkan keadaan yang relax. Hal tersebut dapat mengurangi stres kerja yang dialami karyawan.

ii. Biofeedback

Biofeedback adalah teknik yang dipercaya dapat mengurangi stres kerja. Teknik ini menggunakan pengukuran elektronik dari proses

psikologis seperti detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan otot. Pengukuran tersebut diubah dalam sebuah sinyal seperti cahaya atau bunyi yang memberikan feedback dari bagaimana tubuh beroperasi. Dengan feedback tersebut karaywan belajar untuk mengendalikan keadaan dalam tubuh mereka. Dengan berlatih mengendalikan keadaan dalam tubuh secara terus menerus, tubuh akan menjadi lebih relax.

C. Dinamika Hubungan Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja Karyawan