PERAN SERTIFIKASI CAFÉ PRACTICES PADA PERUBAHAN POLA MATA RANTAI NILAI LOKAL KOPI DI SULAWESI SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN SERTIFIKASI CAFÉ PRACTICES PADA PERUBAHAN POLA MATA RANTAI NILAI LOKAL KOPI DI SULAWESI SELATAN

(STUDI KASUS: KABUPATEN TORAJA UTARA, TANA TORAJA & ENREKANG)

SKRIPSI FATHIA HASHILAH 0906514866 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN SERTIFIKASI CAFÉ PRACTICES PADA PERUBAHAN POLA MATA RANTAI NILAI LOKAL KOPI DI SULAWESI SELATAN

(STUDI KASUS: KABUPATEN TORAJA UTARA, TANA TORAJA & ENREKANG)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains FATHIA HASHILAH 0906514866 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JUNI 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Fathia Hashilah

NPM

: 0906514866

Tanda tangan

Tanggal

: 08 Juli 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama

: Fathia Hashilah

NPM

Program Studi

: Geografi

Judul Skripsi : Peran Sertifikasi CAFÉ Practices pada Perubahan Pola Mata Rantai Nilai Lokal Kopi di Sulawesi Selatan (Studi Kasus : Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja & Enrekang)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada program studi Ilmu Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Univesitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang : Dra. M.H. Dewi Susilowati M.S. (………………………….) Pembimbing I : Hafid Setiadi S.Si., M. T.

(………………………….) Pembimbing II: Dra. Widyawati MSP

(………………………….) Penguji I

: Drs. Triarko Nurlambang, MA (………………………….) Penguji II

: Drs. Hari Kartono M.S. (………………………….)

Ditetapkan di : Depok, Jawa Barat

Tanggal : 08 Juli 2013

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Jurusan Geografi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Skripsi ini merupakan penelitian tentang peran sertifikasi CAFÉ Practices pada perubahan pola mata rantai nilai lokal kopi di Sulawesi Selatan.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, karena tanpa rahmat dan hidayah-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesiakan skripsi ini

2. Ibu dan Ayah yang tiada henti mendoakan, memberi semangat dan selalu mengingatkan untuk selalu berdoa dan berusaha

3. Uni Rani, Bang Ais, Bang Icat, Bang Abduh, Uni Dela, dan Uni Welly, yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis hingga akhir penyusunan skripsi

4. Mas Hafid, Ibu Widya dan Pak Jeff, yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mendapatkan pengalaman yang sangat berharga serta telah mendukung dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. Terimakasih juga atas berbagai bacaan dan tulisan yang diberikan sebagai pendukung penyusunan penelitian ini

5. Mas Arko, yang telah berbaik hati memberikan masukan dan bantuan terkait materi dan cara presentasi yang baik dan benar

6. Pak Hari dan Bu Dewi selaku penguji, yang telah memberi kritik, masukan dan saran yang sangat berharga demi menghasilkan skripsi yang lebih baik

7. Flick, yang telah membantu penulis berdiskusi terkait penelitiandan sangat

membantu dalam memberi gambaran bagaimana sebuah penelitian yang membantu dalam memberi gambaran bagaimana sebuah penelitian yang

8. Pak Sarjana, Pak Jabir, Ibu dan Bapak Ajeng, Ibu Nita, Ibu Margareth, Pak Burhan, Pak Lukas, Judith, Nita, Ajeng serta teman lain yang ada di Sulawesi Selatan yang telah banyak membantu baik terkait informasi,tempat tinggal selama penelitian, serta

keramahan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis merasa nyaman melakukan penelitian walaupun di tempat yang asing bagi penulis

9. Muti dan Tari yang telah membantu mengoreksi, bersedia menjadi pelatih presentasi serta bersedia memberi semangat pada penulis

10. Danny, Aulia, Mayang, Geografi 2009, Mbak Qiqi, serta teman-teman lain yang telah memberi semangat dan dukungannya

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat mengembangkan tulisan dan penelitian ini agar menjadi sumbangan bagi pengembangan ilmu Geografi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Depok, Juni 2013

Penulis

iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fathia Hashilah

NPM : 0906514866

Program Studi : S-1

Departemen : Geografi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberiikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Peran Sertifikasi CAFÉ Practices pada Perubahan Pola Mata Rantai Nilai Lokal Kopi di Sulawesi Selatan (Studi Kasus : Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja & Enrekang)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok Pada Tanggal : 08 Juli 2013

Yang menyatakan:

(FATHIA HASHILAH)

ABSTRAK

Nama

: Fathia Hashilah

Program Studi : Geografi Judul

: Peran Sertifikasi CAFÉ Practices pada Perubahan Pola Mata Rantai Nilai Lokal Kopi di Sulawesi Selatan (Studi Kasus : Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja & Enrekang)

Sertifikasi CAFÉ Practices merupakan standarisasi yang diterapkan oleh Starbucks Coffee agar mampu menciptakan suatu sistem perdagangan kopi yang berkelanjutan dan mampu memenuhi standar konsumen. Sertifikasi itu sendiri hanya akan efektif dan efisien diterapkan pada karakter wilayah dan petani tertentu. Di Sulawesi Selatan Terdapat beberapa wilayah penghasil kopi yang memiliki karakter berbeda-beda yang akibatnya setelah diterapkan sertifikasi CAFÉ Practices menghasilkan perubahan pola mata rantai nilai. Adanya ikatan yang kuat dengan tanah adat, penerapan sertifikasi menghasilkan perpanjangan pola mata rantai nilai kopi. Perpanjangn pola ditandai dengan munculnya simpul baru yang menandakan penerapan sertifikasi tidak efisien di wilayah yang ikatan dengan tanah adatnya masih kuat.

Kata Kunci : Aktor, pola mata rantai nilai, aktivitas, CAFÉ Practices, efisien

vi

ABSTRACT

Name

: Fathia Hashilah

Program Study : Geography Title

: The Role of CAFÉ Practices Certification in The Changing of Coffee Value Chain Pattern in South Sulawesi (Cases Study: Toraja Utara, Tana Toraja & Enrekang)

CAFÉ Practices certification is a standardization applied by Starbucks Coffee to create a sustainable coffee trade and to fulfill the consumers standards. Certification will be effective and efficient in a particular character of region and farmer. South Sulawesi has various characters of farmers and regions. Those characters influential to the changing of coffee value chain pattern after the assembling of CAFÉ Practices Certification. The tied of land custom is the strongest cause of the changing pattern. It makes the value chain become longer, it indentified by the appearance of a new node, which is mean a new actor of the chain. The appearance of a new node after applying CAFÉ Practices indicates inefficiency of that certification applied in a region which is has a strong tide of custom land.

Kata Kunci : Actors, value chain pattern, activity, CAFÉ Practices, efficient

vii

Sertifikasi CAFÉ Practices (1997- 2007)…………………………....55

5.3.2 Pola Mata Rantai Nilai Lokal Kopi Setelah Penerapan

Sertifikasi CAFÉ Practices ( ≥ 2008)………………………………..61

5.3.3 Efisiensi Penerapan Sertifikasi CAFÉ Practices Dilihat dari

Perubahan Pola Mata Rantai Nilai Lokal ………………..…………...66

BAB 6

Kesimpulan …………………………………………………………………….....73

Daftar Pus taka…………………………………………………………………...xv

Lamp iran……………………………………………………………………......xvii

DAFTAR PETA

Peta 4.1 Wilayah Penghasil Kopi di Sulawesi Selata n………………………….25

Peta 4.2 Administrasi Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja & Enrekang ……..30

Peta 5.1 Lokasi pembelian dan penjualan kopi …………………………………46

xii

DAFTAR TABEL

Table 2.1 Berbagai Penelitian Terkait Rantai Nilai, Rantai Komoditas dan Upgrading ……………………………………………………................................16

Tabel 4.1 Asal pembelian kopi oleh Toarco dan KUD Sane, Sumber: Data administrasi KUD & Toarco 2008 ……………………………............................31

Tabel 5.1 Hubunganantar aktor dengan aspek spa sial…………………………....43

Tabel 5.2Aktifitas Utama dalam mata rantai nilai lokal kopi Sulawesi

Selatan sebelum penerapan sertifika si……………………………….....................58

Tabel 5.3 Aktifitas Utama mata rantai nilai lokal kopi Kabupaten

Setelah penerapan sertifika si…………………………………………...................64

Tabel 5.4 Aktifitas Utama mata rantai nilai lokal kopi Kabupaten Toraja

Utara & Tana Toraja Setelah penerapan sertifika si………………….....................65

xiii

DAFTAR SKETSA

Sketsa 5.1 Respon aktor terhadap penerapan aspek peningkatan kualitas produk ………………………………………………………..................................50

Sketsa 5.2 Respon aktor terhadap penerapan aspek jaminan jual beli antar aktor …………………………………………………………………......................53

Sketsa 5.3 Pola mata rantai saat awal KUD Sane masuk di Sulawesi

Selatan 1997- 2004………………………………………………….......................57

Sketsa 5.4 Pola mata rantai kopi di Sulawesi selatan 2005-2007 ………………..60

Sketsa 5.5 Pola mata rantai nilai setelah diterapkanya CAFÉ Practices

Sketsa 5.6Pola simpul (mata rantai) sebelum dan sesudah penerapan

CAFÉ Practice s…………………………………………………….......................72

xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, kopi asal Sulawesi Selatan khususnya yang berasal dari Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang bertanggung jawab memproduksi kopi unggulan untuk dijual ke pasar internasional. Peningkatan minat pasar internasional terhadap kopi unggulan membuat persaingan perdagangan kopi menjadi sangat ketat. Volume ekspor kopi Arabika asal Sulawesi Selatan semakin tinggi setiap tahunya yang menandakan permintaan terhadap kopi juga tinggi (Gambar 1.1). Selain itu, harga kopi Toraja juga lebih tinggi dibanding harga kopi rata-rata dunia. Terdapat beberapa aktor / perusahaan internasional yang berperan dalam pembelian kopi asal Sulawesi ini. Salah satunya adalah Starbucks Coffee yang berperan sebagai pembeli dalam jumlah terbesar, yaitu lebih dari 50% jumlah produksi kopi arabika di Sulawesi (Neilson, et al. 2007) .

Starbucks Coffee merupakan perusahaan kopi asal AS yang memiliki peran sangat penting dalam sistem perdagangan kopi internasional. Dalam upaya mencapai suatu sistem perdaganagan kopi yang berkelanjutan, Starbucks Coffee harus terus meningkatkan kualitas dan mengejar standar pasar yang terus meningkat. Akibat persaingan ketat yang disebabkan adanya pasar bebas, produsen berinovasi dengan cara meningkatkan kualitas dan standar keamanan produk yang dijadikan objek dalam siklus pemasaranaya (Dolan & Humprey, 2004). Cara yang digunakan Starbucks Coffee agar memiliki sifat kegiatan ekonomi yang berkelanjutan adalah terus mengikuti permintaan pasar yang diaplikasikan dalam bentuk pemberian sertifikasi pada satu sistem mata rantai nilai kopi Starbucks dan salah satunya adalah penerapan skema sertifikasi CAFÉ Parctices di sistem mata rantai nilai spesialiti kopi Sulawesi Selatan. CAFÉ Practices bertujuan untuk menilai, mendorong dan memberi penghargaan pada petani, prosesor dan suplayer untuk mengadopsi aktifitas pengusahaan kopi yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar aktor lokal dalam sistem mata rantai nilai Starbucks Coffee merupakan perusahaan kopi asal AS yang memiliki peran sangat penting dalam sistem perdagangan kopi internasional. Dalam upaya mencapai suatu sistem perdaganagan kopi yang berkelanjutan, Starbucks Coffee harus terus meningkatkan kualitas dan mengejar standar pasar yang terus meningkat. Akibat persaingan ketat yang disebabkan adanya pasar bebas, produsen berinovasi dengan cara meningkatkan kualitas dan standar keamanan produk yang dijadikan objek dalam siklus pemasaranaya (Dolan & Humprey, 2004). Cara yang digunakan Starbucks Coffee agar memiliki sifat kegiatan ekonomi yang berkelanjutan adalah terus mengikuti permintaan pasar yang diaplikasikan dalam bentuk pemberian sertifikasi pada satu sistem mata rantai nilai kopi Starbucks dan salah satunya adalah penerapan skema sertifikasi CAFÉ Parctices di sistem mata rantai nilai spesialiti kopi Sulawesi Selatan. CAFÉ Practices bertujuan untuk menilai, mendorong dan memberi penghargaan pada petani, prosesor dan suplayer untuk mengadopsi aktifitas pengusahaan kopi yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar aktor lokal dalam sistem mata rantai nilai

Sertifikasi sendiri dapat diaartikan sebagai dekomodifikasi suatu produk yang homogen (Blackmore & Keeley, 2012). Maksud dekomodifikasi produk adalah membuat sedemikian rupa suatu barang mentah hingga memiliki nilai tambah, agar dapat dijual ke pasar. Secara eksplisit, sertifikasi dapat meningkatkan nilai dari suatu produk karena diberlakukannya sistem standarisasi.

Ton USD/Kg

Gambar 1.1 Grafik pertumbuhan ekspor kopi Arabica dari Makasar , nilai dalam Ton dan USD/Kg.

(Sumber: Neilson, et all. 2007)

Suatu skema sertifikasi hanya akan efektif pada karakter lokasi, lingkungan, kemampuan dan kapasitas petani tertentu (Blackmore & Keeley, 2012). Salah satu skema sertifikasi yang digunakan di Toraja dan sangat berpengaruh pada rantai perkopian di daerah tersebut adalah CAFÉ Practices ( Neilson, 2007). CAFÉ Practices merupakan skema sertifikasi yang hanya digunakan oleh Starbucks Coffee (TNC). Tujuan utama dari skema sertifikasi

CAFÉ Practices adalah menciptakan suatu sistem perdagangan kopi yang berkelanjutan, dengan cara:

1. Meningkatkan kualitas produk

2. Menciptakan transparansi transaksi jual beli agar tidak ada pihak yang dirugikan

3. Adanya tanggung jawab sosial yang terkait dalam satu rantai produksi

4. Serta terciptanya kegiatan produksi hingga konsumsi yang ramah lingkungan (C.A.F.E. Practices Generic Evaluation Guedlines 2.0, 2007).

Seperti disebutkan sebelumnya, sertifikasi digunakan sebagai cara meningkatkan kualitas dan suatu skema sertifikasi hanya akan efektif pada karakter lokasi, lingkungan, kemampuan dan kapasitas petani tertentu (Blackmore & Keeley, 2012). Dalam penelitian ini, penulis menjadikan skema sertifikasi CAFÉ Practices sebagai studi kasus, untuk melihat apakah sertifikasi CAFÉ Practices ini merubah pola mata rantai nilai kopi arabika di tiga karakter wilayah produksi yang berbeda (Studi kasus: Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang) sejak diterapkan pada tahun 2008.

1.2 Masalah Penelitian

1. Bagaimana pola mata rantai nilai lokal / local value chain kopi arabika sebelum dan sesudah diberlakukanya skema sertifikasi CAFÉ Practices di Sulawesi Selatan?

2. Bagaimana efisisensi penerapan sertifikasi CAFÉ Practices tersebut dilihat dari perubahan pola mata rantai nilai kopi arabika di Sulawesi Selatan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat efisiensi penerapan sertifikasi CAFÉ Practices dilihat dari perubahan pola mata rantai nilai kopi di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang.

1.4 Batasan Penelitian

a. Sertifikasi dalam penelitian ini diartikan sebagai sebuah skema yang digunakan untuk memberikan nilai tambah baik dalam peningkatan kualitas produk kopi maupun faktor eksternal dari produk kopi seperti lingkungan dan sosial petani. Dalam penelitian ini, skema sertifikasi yang digunakan sebagai studi kasus adalah sertifikasi CAFÉ Practices.

b. CAFÉ Practices merupakan skema sertifikasi yang bertujuan menciptakan kegiatan produksi kopi yang bersifat berkelanjutan yang diterapkan oleh Starbucks Coffee. Ada empat point penting yang menjadi fokus skema sertifikasi ini; kualitas produk, transparansi keuangan, tanggung jawab sosial dan menejemen lingkungan. Keempat point ini dimaksud agar mampu menciptakan suatu sistem yang bersifat berkelanjutan.

c. Rantai Nilai Lokal (Local Value chain) merupakan keseluruhan kegiatan produksi komoditas kopi mulai dari inbound logistic, operation hingga outbound logistic, yaitu komoditas kopi dalam bentuk biji hijau (green bean) yang siap ekspor (belum sampai konsumen langsung). Dalam dua tahapan inbound logistic dan operation terdiri dari tiga aktor (simpul) yang selalu terkait dengan faktor lokasi pada setiap perpindahan tangan kopi. Aktor yang terlibat dalam rantai nilai kopi ini adalah petani, tengkulak (supplier) dan eksportir.

d. Analisis Mata Rantai Nilai/VC pada penelitian ini digunakan untuk melihat bagaimana nilai tambah yang ada pada setiap aktor sebelum dan setelah penerapan CAFÉ Practices. Dengan melihat hal tersebut, dapat diketahui bagaimana respon/pengambilan keputusan yang dilakukan aktor dan apa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut yang nantinya berpengaruh pada pola mata rantai nilainya.

e. Inbound Logistic merupakan tahap awal dalam satu kegiatan utama sistem mata rantai nilai kopi yang terkait pada kegiatan mengusahakan kopi di perkebunan.

f. Operation merupakan tahapan pengolahan kopi hingga dapat didistribusikan ke aktor lain.

g. Outbound Logistic merupakan aktifitas utama yang terkait dengan kegiatan pergudangan dan ekspor (distribusi barang ke aktor lain).

h. Aspek Tanggung Jawab Sosial pada penelitian ini diartikan sebagai jaminan terjalinnya aktivitas jual beli kopi antara produsen dan pembeli yang berkelanjutan.

i. Rewarding diartikan sebagai perpanjangan kontrak jual beli oleh eksportir hasil dari kontinuitas penjualan pasokan kopi oleh tengkulak agar tercipta aktifitas jual beli kopi yang berkelanjutan.

j. Aksesibilitas merupakan kemampuan petani kopi menentukan kepada siapa kopi hasil panennya dijual serta biaya yang dikeluarkan agar mampu menyalurkan kopi ke tangan berikutnya. Aksesibilitas bisa juga dilihat dari biaya/ongkos yang dikeluarkan untuk bisa menjual kopi ke aktor/ordo lebih tinggi.

k. Efisiensi pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang masyarakat lokal di wilayah penghasil kopi.

Efisien

≈ ∑ mr t2 ≤ mr t1

Tidak Efisien ≈ ∑ mr t2 > mr t1

mr = mata rantai (simpul) t1= sebelum penerapan CAFÉ Practices t2= setelah penerapan CAFÉ Practices

l. Petani kopi (produsen) diartikan sebagai seorang yang memiliki pekerjaan mengusahakan kopi mulai dari menanam, pemetikan buah ceri kopi hingga pengolahan menjadi kopi kulit tanduk.

m. Tengkulak /Supplier adalah seorang yang berperan membeli kopi dari petani. Tengkulak membeli kopi dari petani dalam bentuk kopi kulit tanduk.

n. Eksportir merupakan sebuah instansi / badan usaha yang berperan membeli kopi dalam bentuk kopi tanduk, kemudian melakukan pengupasan menjadi kopi biji hijau yang siap diekspor.

o. Kopi Kulit Tanduk merupakan hasil pengupasan tahap satu dari buah kopi. p. Kopi Biji Hijau merupakan hasil pengusahaan tahap dua dari buah kopi atau hasil pengupasan dari kopi kulit tanduk. q. Liter Buco merupakan satuan liter yang digunakan tengkulak ketika membeli kopi dari petani. Liter buco memiliki spesifikasi liter memunjung.

r. Liter Perez merupakan satuan liter yang digunakan ekportir ketika membeli kopi dari tengkulak. Liter perez memiliki kuantitas lebih sedikit dibandingkan liter Buco.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemasaran Terkait Perdagangan Internasional

Konsep pemasaran adalah mengetahui dan memahami konsumen dengan baik sehingga dapat menghasilkan produk maupun jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (Kotler, 2002). Tugas dari pemasar adalah membuat suatu kebutuhan menjadi sebuah keinginan dan akhirnya menjadi sebuah permintaan. Produk yang menjadi sebuah permintaan harus dapat memuaskan konsumen. Untuk menganalisis hal tersebut, pemasar harus mengidentifikasi segmen pasar yang diinginkan (Perreault et al, 2010), berdasarkan kondisi demografi, psikografi, dan kebiasaan yang berbeda antar tiap pembeli.

Ketika suatu perusahaan telah memiliki konsumen, perusahaan harus tetap membangun hubungan dengan konsumen tersebut agar tercipta suatu keberlanjutan transaksi. Caranya adalah dengan melakukan inovasi dan peningkatan kualitas agar konsumen merasa puas dan tercipta suatu keberlanjutan transaksi (Kotler, 2002). Dalam penelitian ini, inovasi dan standarisasi yang diaplikasikan Starbucks Coffee adalah dalam bentuk skema sertifikasi CAFÉ Practices.

Transformasi sistem perekonomian dunia setelah perang dunia dua telah memberikan dampak yang luar biasa hingga saat ini. Dampak yang sangat signifikan terasa adalah munculnya perusahaan internasional / Trans Nasional Corporations (TNC) yang mendominasi sistem perekonomian dunia. Proses produksi yang tadinya hanya terikat di satu wilayah, berubah melintasi batas Negara (Golledge et al, 1997). Inilah yang disebut era globalisasi dimana batas Negara tidak lagi menjadi hambatan dalam setiap kegiatan, terutama kegiatan ekonomi.

2.1.1 Pemahaman TNC (Trans National Corporation)

TNC (Trans National Corporation) merupakan perusahan yang memproduksi dan mendagangkan suatu produk dengan melewati batas nasional (Waitt et al, 2000). TNC ini sendiri memiliki peran paling besar dalam satu sistem TNC (Trans National Corporation) merupakan perusahan yang memproduksi dan mendagangkan suatu produk dengan melewati batas nasional (Waitt et al, 2000). TNC ini sendiri memiliki peran paling besar dalam satu sistem

2.2 Konsep Sertifikasi

2.2.1 Latar Belakang Munculnya Sertifikasi

Dasar munculnya sertifikasi tidak lepas dari konsep dasar pemasaran, yaitu mengetahui dan memahami konsumen dengan baik sehingga suatu produk maupun jasa dapat sesuai dengan kebutuhan konsumen (Kotler, 2002). Tugas dari pemasar adalah membuat suatu kebutuhan menjadi sebuah keinginan dan akhirnya menjadi sebuah permintaan. Untuk menganalisis hal tersebut, pemasar harus mengidentifikasi segmen pasar yang diinginkan (Perreault et al, 2010), berdasarkan kondisi demografi, psikografi, dan kebiasaan yang berbeda antar tiap pembeli.

Ketika suatu perusahaan telah memiliki konsumen, perusahaan harus tetap membangun hubungan dengan konsumen tersebut agar tercipta suatu keberlanjutan transaksi. Caranya adalah dengan melakukan inovasi dan peningkatan kualitas agar konsumen merasa puas dan tercipta suatu keberlanjutan transaksi (Kotler, 2002).

Di era globalisasi ini, segala jenis informasi dengan mudah didapat oleh konsumen, mulai dari sumber produk, bagaimana produk diolah, bagaimana perusahaan bertanggung jawab atas tenaga kerja, mulai dari bahan mentah hingga barang jadi, bahkan bagaimana tanggung jawab perusahaan dengan ekosistem terkait dengan kegiatan produksi. Mudahnya informasi didapat oleh konsumen menjadi tantangan tersendiri bagi para perusahaan.

Selain kepuasan yang didapat dari suatu produk, konsumen yang telah memiliki cara pandang lebih tinggi seperti kesadaran atas keseluruhan sistem Selain kepuasan yang didapat dari suatu produk, konsumen yang telah memiliki cara pandang lebih tinggi seperti kesadaran atas keseluruhan sistem

Terdapat berbagai jenis sertifikasi yang dipakai oleh perusahaan kopi tergantung target konsumen mereka. Ada yang orientasinya khusus pada keberlanjutan ekosistem sekitar perkebunan kopi, yaitu sertifikasi Rain Forest Alliance. Khusus Starbucks Coffee, skema sertifikasi yang digunakan adalah CAFÉ Practices yang bertujuan menciptakan suatu sistem mata rantai nilai kopi yang berkelanjutan.

Sertifikasi dapat diartikan sebagai dekomodifikasi suatu produk yang homogen. Secara eksplisit, Sertifikasi dapat meningkatkan nilai dari suatu produk, contohnya adalah kopi, komoditas yang akan menjadi bahasan utama dalam penelitian ini. Terkait dengan konsep pemasaran, sertifikasi ini diartikan sebagai inovasi dan peningkatan kualitas agar dapat memuaskan konsumen. Sertifikasi itu sendiri hanya akan efektif tergantung karakter tempat, lingkungan, kemampuan dan kapasitas petani yang sesuai. Jika dikaitkan dengan modal bantuan yang dikeluarkan untuk menciptakan suatu produk kopi dengan tujuan meningkatkan minat beli konsumen, maka sertifikasi disini dapat dikatakan sebagai bentuk baru dari monopoli perdagangan (private regulation) dimana perusahaan mengambil alih suatu keputusan dari permintaan pasar (Blackmore & Keeley, 2012).

2.2.2 CAFÉ 1 Practices

CAFÉ Practices merupakan skema sertifikasi yang bertujuan menciptakan kegiatan produksi kopi yang bersifat berkelanjutan. Ada empat point penting yang menjadi fokus skema sertifikasi ini, kualitas produk, transparansi keuangan, tanggung jawab sosial dan menejemen lingkungan. Keempat poin ini dimaksud agar mampu menciptakan suatu sistem perdagangan kopi yang bersifat

1 Coffee and Farmer Equity 1 Coffee and Farmer Equity

2.3 Konsep Rantai Nilai (Value Chain)

Value chain dapat diartikan sebagai keseluruhan aktivitas yang akan menghasilkan sebuah produk ataupun servis yang terdiri dari beberapa proses, yang hasil akhirnya akan diantarkan kepada konsumen (Hellin & Meijer, 2006). Tujuan utama dari value chain adalah untuk menciptakan produk atau layanan yang memiliki nilai tambah untuk pasar dengan cara mengolah sumber daya dengan menggunakan sarana yang tersedia. Dalam implementasinya, selain ada peluang juga terdapat hambatan terkait lingkungan di dalam sistem tersebut. Hambatan yang terkait pengembangan sistem ini adalah sudut pandang yang terkait dengan akses pasarnya, baik lokal, regional maupun internasional. Selain akses ke pasar, hambatan yang termasuk dalam sistem ini adalah orientasi pasar (Grunert et al. 2005), ketersediaan sumber daya, infrastruktur fisik (Porter 1998: factor conditions ) serta institusi terkait (Regulative, Cognitive and Normative; Scott 1995).

Value chain itu sendiri terdiri dari dua aktifitas, yaitu aktifitas utama dan pendukung (Porter, 1998). Yang termasuk dalam aktifitas utama pada mata rantai nilai:

a. Inbound Logistic: Proses kegiatan dari menerima, menggudangkan komoditas mentah dan mendistribusikanya ke tempat pengolahan pertama

b. Operation: proses merubah produk mentah menjadi barang jadi serta adanya adanya pemberian servis

c. Outbond logistic: pergudangan dan pendistribusian barang jadi

d. Marketing: kegiatan mengidentifikasi kebutuhan konsumen untuk peningkatan penjualan

e. Sales: Kegiatan pendukung (pelayanan) pada konsumen setelah produk dan servis telah terjual pada konsumen

Gambar 2.1 Konsep dasar sistem mata rantai nilai (Porter, 1998)

Sedangkan yang termasuk kegiatan pendukung:

a. Infrastruktur perusahaan: struktur organisasi, sistem pengontrolan, budaya dalam dalam perusahaan

b. Menejemen sumber daya manusia: perekrutan tenaga kerja, penerimaan, pelatihan, pengembangan dan pembayaran gaji

c. Pengembangan teknologi: teknologi yang dipakai untuk mendukung kegiatan dalam memberi nilai tambah

d. Procurement: proses pembayaran/transaksi dalam usaha memperoleh material, supplai dan peralatan yang terkait

Semua yang masuk dalam kegiatan pendukung ada pada setiap tingkat kegiatan utama.

Terkait dengan mata rantai nilai, adanya standarisasi yang diaplikasikan dalam bentuk sertifikasi seharusnya memeiliki dampak yang positif untuk kegiatan produksi dan jual beli antar aktor. Sertifikasi (standarisasi) seharusnya mampu meningkatkan efisiensi Terkait dengan mata rantai nilai, adanya standarisasi yang diaplikasikan dalam bentuk sertifikasi seharusnya memeiliki dampak yang positif untuk kegiatan produksi dan jual beli antar aktor. Sertifikasi (standarisasi) seharusnya mampu meningkatkan efisiensi

2.3.1 Linkages

Biaya dalam setiap aktivitas penambahan nilai tidak akan pernah lepas dari aktifitas lain yang ada dalam satu sistem mata rantai nilai. Kaitan selalu muncul antar tiap aktifitas menjadikan munculnya dua tipe keterkaitan (linkage) (Porter, 1998):

1. Kaitan (linkage) dalam satu mata rantai nilai

Keterkaitan dalam setiap aktivitas penambahan nilai selalu masuk dalam satu sistem mata rantai nilai. Secara umum, keterkaitan ini terjadi antar aktifitas utama. Seperti keterkaitan antara inbound logistic dengan operation ataupun outbound logistic. Dalam keperluannya untuk meminimalisir biaya, maka butuh dilakukan analisis, dengan pertanyaan apa saja yang akan terpengaruh dalam melakukan suatu aktifitas? Jika telah menemukan kunci keterkaitan antar aktifitas, maka sebuah perusahaan akan dapat mengambil suatu tindakan yang bertujuan meminimalisisr biaya mulai dari produksi hingga pemasaran (Porter, 1998).

2. Kaitan (linkage) antar aktor dalam rantai nilai dan kaitannya dengan efisiensi

Keterkaitan lain dalam sitem mata rantai nilai adalah keterkaitan antar aktor. Keterkaitan antar aktor juga sangat berperan dalam pengeluaran biaya suatu perusahaan. Keterkaitan antar aktor ini dapat dicontohkan sebagai keterkaitan antara penyaluran barang mentah hingga ke perusahaan pengolah. Dengan adanya hubungan antar aktor, perusahaan berpeluang meminimalisisr biaya penyaluran dari lokasi produksi barang mentah (Porter, 1998). Terkait dengan penelitian pola mata rantai nilai kopi di Sulawesi Selatan, keterkaitan antar aktor ini akan sangat Keterkaitan lain dalam sitem mata rantai nilai adalah keterkaitan antar aktor. Keterkaitan antar aktor juga sangat berperan dalam pengeluaran biaya suatu perusahaan. Keterkaitan antar aktor ini dapat dicontohkan sebagai keterkaitan antara penyaluran barang mentah hingga ke perusahaan pengolah. Dengan adanya hubungan antar aktor, perusahaan berpeluang meminimalisisr biaya penyaluran dari lokasi produksi barang mentah (Porter, 1998). Terkait dengan penelitian pola mata rantai nilai kopi di Sulawesi Selatan, keterkaitan antar aktor ini akan sangat

2.4 Jaringan Komoditas (Commodity Network)

Dalam membahas rantai nilai suatu komoditas tidak akan lepas dari berbagai proses produksi hingga konsumsi. Hubungan antara produksi hingga konsumsi dapat diaplikasikan dalam bentuk jaringan / network concept (Hughes, 2004). Jadi, secara utuh, konsep jaringan digunakan untuk menyederhanakan koneksi antara berbagai pemeran dalam rantai nilai, seperti manusia, perusahaan, organisasi dll (Dicken et al., 2001; Thrift dan Olds, 1996). Analisis netwok dapat dikembangkan dengan pendekatan teori actor-network (ANT). ANT (Actor Network Theory) merupakan konseptualisasi spasial dari sebuah jaringan. Secara singkat, ANT menyatakan bahwa jaringan komoditas selalu berada pada suatu lokasi, bekerja pada suatu tempat dan waktu yang sudah jelas (Hughes, 2004).

2.5 Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan proses tingkah laku manusia yang memiliki peran signifikan dalam konsep geografi. Terdapat berbagai aspek yang mempengaruhi seorang individu dalam mengambil suatu keputusan, beberapa diantaranya adalah aspek lingkungan, sosial, politik dan budaya (Golledge et al, 1997). Pembuktian aspek tersebut sebagai hal yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dapat dilihat dari variabel struktural dan fungsional individu seperti pekerjaan, agama, umur, status pernikahan. Sedangkan dari variabel sosial/ budaya/politik adalah seperti pendapatan, kelas sosial, tingkat pendidikan, etnis, kependudukan. Dari variabel spasial terdapat lokasi, kepadatan dan distribusi karakter lokasi.

Sedangkan dalam penelitian ini, variabel yang dijadikan alat penentu pengambilan keputusan oleh aktor mata rantai nilai kopi Sulawesi Selatan adalah tingkat pendidikan, pendapatan, budaya dan karakter fisik (ketinggian dan aksesibilitas). Pengambilan keputusan dalam sistem mata rantai nilai kopi menjadi hal penting karena dalam setiap pergantian aktor terdapat aspek yang mendasarinya yang terlihat diwakili oleh variabel tersebut.

2.6 Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan kemudahan suatu tempat dicapai dari tempat lain. Aksesibilitas dapat diukur dari unsur jarak, waktu ataupun biaya yang terkait infrastruktur. Selain ketiga tolok ukur aksesibilitas yang telah disebutkan, ada tolok ukur non fisik yang menjadi tolok ukur akses ke suatu tempat, yaitu kelas sosial atau etnis tertentu (Pacione, 2009). Kondisi jalan, ongkos dan relasi menjadi variabel karena dirasa akan sangat signifikan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh aktor.

2.7 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai peran sertifikasi CAFÉ Practices terhadap perubahan pola mata rantai nilai kopi di Sulawesi Selatan ini didasari oleh beberapa penelitian ilmiah. Terdapat sekitar tiga penelitian yang terkait dengan mata rantai nilai dan upgrading. Penelitian yang pertama adalah “Mempertahankan Profitabilitas Industri Kopi Toraja”, (2007). Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini tentunya mengakibatkan banyak tenaga kerja yang terikat dalam sistem produksi ini. Penelitian ini bertujuan memberikan solusi dan saran agar sistem produksi kopi ini terus berjalan dan dapat menghasilkan keuntungan bagi keseluruhan aktor dalam sistem.

Penelitian kedua adalah “Agricultural Value Chains in Developing Countries A Framework for Analysis”, (2011). Globalisasi memberikan peluang pada Negara berkembang untuk berkontribusi dalam pasar nasional maupun internasional. Adanya kegiatan perdagangan internasional di Negara berkembang Penelitian kedua adalah “Agricultural Value Chains in Developing Countries A Framework for Analysis”, (2011). Globalisasi memberikan peluang pada Negara berkembang untuk berkontribusi dalam pasar nasional maupun internasional. Adanya kegiatan perdagangan internasional di Negara berkembang

Penelitian berikutnya yang terkait dengan mata rantai dan upgrading adalah “From farm to super market: The trade in fresh horticultural produce from sub-Saharan Africa to the United Kingdom”, (2004). Dalam dua puluh tahun terakhir, produksi hortikultural segar telah ikut dalam perdagangan internasional. Negara-negara berkembang seperti Kenya, Mexico dan Brazil merupakan

penghasil produk tersebut yang nantinya akan dijual ke Negara-negara berkembang, seperti Negara di Eropa dan Amerika Utara (Barret et al, 2004). Tingginya permintaan konsumen terhadap buah-buahan dan sayur seperti stroberi dan kacang-kacangan juga berpengaruh terhadap tingginya angka impor komoditas tersebut ke Negara-negara di Eropa, salah satunya adalah United Kingdom. Negara-negara di sub-sahara merupakan produsen buah-buahan dan sayuran yang dikirim ke United Kingdom. Menganalisis fenomena ini sebagai evaluasi dari perdagangan bebas akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan perdagangan di era globalisasi ini. Dalam penelitian, Pendekatan jaringan digunakan untuk menganalisis bagaimana sistem rantai perdagangan produk hortikultural. Studi kasus pada penelitian ini difokuskan pada Negara Kenya dan Gambia yang mengekspor buah dan sayuran segar ke United Kingdom.

Table 2.1 Berbagai Penelitian Terkait Rantai Nilai, Rantai Komoditas dan Upgrading

Judul, Tahun Wilayah Hasil Penelitian / Rekomendasi Penelitian

Ide Dasar

Tujuan Penelitian

Mempertahankan Profitabilitas

 Melakukan kemitraan Industri Kopi Toraja, 2007,

 Kopi memiliki peran

 Mengidentifikasi dan

industry Toraja-Sulawesi Selatan Oleh

penting sebagai

memprioritaskan

 Pengkajian sosial Jeff neilson & Tony Marsh

komoditas ekspor

hambatan-hambatan yang

Sulawesi Selatan

mempengaruhi

ekonomi atas proses

profitabilitas komoditas

pengambilan keputusan

kopi di Toraja

yang dimiliki oleh petani

 Mengetahui kapasitas

 Peningkatan praktik

industry dan lembaga-

pertanian yang baik serta

lembaga pendukung

praktik yang mendukung

dalam berkontribusi

kelestarian lingkungan

terhadap pembangunan

 Pembentukan mutu fisik

daerah di Toraja untuk

di Sulawesi

kesejahteraan petani

 Perlindungan terhadap

rakyat

merek dagang regional

 Memberikan rekomendasi

dan kekhasan geografis

bagaimana hambatan-

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

 Mengidentifikasi para kolaborator potensial di Indonesia dan Australia

untuk proyek-proyek masa depan SADI di KTI

Agricultural Value Chains in

 Terdapat tiga elemen Developing Countries A

 Globalisasi memeberikan

 Menunjukan kerangka

utama dalam analisis Framework for Analysis, 2011,

peluang pada Negara

analisis rantai nilai

rantai nilai: Struktur Negara-negara berkembang Oleh

berkembang untuk

pertanian di Negara

jaringan, Nilai tambah Jacques H. Trienekens

berkontribusi dalam pasar

berkembang

nasional maupun

 Mengidentifikasi

dan Penguasaan

internasional

hambatan utama

(termasuk susunan

 Produsen butuh

upgrading dalam sistem

organisasi antar aktor

meningkatkan kontrol

rantai nilai

rantai nilai)

dalam kegiatan produksi,

 Setiap aktor dalam rantai

perdagangan dan

nilai akan termotivasi

distribusi dalam

untuk meningkatkan

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

posisi dalam rantai

nilai tambah suatu produk

dengan memberikan nilai tambah

From farm to super market: The

 Akses terhadap trade in fresh horticultural

 Dalam 20 tahun terakhir,

 Meninjau ulang berbagai

pendidikan, teknologi dan produce from sub-Saharan Africa

hortikultural segar telah

pendekatan studi

inovasi menjadi faktor to the United Kingdom Oleh

diperdagangkan secara

mengenai jaringan

penting dalam kesuksesan Hazel R. Barret et al dalam

global

komoditas global

ekonomis jaringan global Geographie Of Commodity

 Negara-negara sub-sahara

horticultural segar

komoditas hortikultura Chain, 2004

di Afrika merupakan

menggunakan pendekatan

pengekspor hortikultural

jaringan

segar ke Eropa, khususnya United Kingdom

Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Pikir Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran sertifikasi CAFÉ Practices pada perubahan pola mata rantai nilai lokal kopi dan melihat efisiensi penerapan sertifikasi CAFÉ Practices dilihat dari perubahan pola mata rantai nilai lokal kopi itu sendiri di tiga karakter lokasi yang berbeda, yaitu Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang. Tujuan dari penelitian ini didasari oleh kutipan pernyatanan “Suatu skema sertifikasi hanya akan efektif pada karakter lokasi, lingkungan, kemampuan dan kapasitas petani tertentu” (Blackmore & Keeley, 2012).

Dalam penelitian ini, unsur yang akan dikaji adalah bagaimana respon dari penerapan skema sertifikasi CAFÉ Practices pada aktor yang berperan dalam keseluruhan mata rantai nilai lokal kopi arabika, yaitu dimulai dari petani, supplier/tengkulak dan eksportir. Selain aktor yang berperan dalam mata rantai nilai kopi ini, karakter fisik lokasi yaitu ketinggian sebagai dasar penentu lokasi perkebunan, kondisi sosial petani, yaitu pendidikan, ekonomi yang dilihat dalam mata pencaharian utama serta karakter budaya yang dilihat dari status kepemilikan tanah atas dasar adat akan menjadi unsur yang unik dan berbeda di tiga lokasi sebagai penentu pengambilan keputusan oleh petani.

Aksesibilitas berupa ongkos kirim dan kedekatan sosial serta ikatan kontrak dengan eksportir juga akan menjadi bahan analisis penentu pengambilan keputusan oleh para aktor yang terlibat dalam mata rantai nilai lokal di wilayah penelitian. Hasil dari penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana sertifikasi berdampak pada pola mata rantai nilai dan bagaimana efisiensi penerapan sertifikasi dilihat dari dampak yang dihasilkan pada pola mata rantai nilai.

Gambar 3.1. Alur Pikir Penelitian

3.2 Alur Kerja

Alur kerja penelitian dibagi kedalam empat poin, titik awal, kegiatan, hasil kegiatan dan titik akhir. Agar lebih mudah dipahami, alur kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan (Gambar 3.2). Penentuan informan dilakukan dengan metode purposive sampling (Yunus, 2010), yaitu mencari informan yang dianggap mewakili untuk memberikan informasi dalam satu sistem mata rantai nilai lokal kopi Sulawesi Selatan.

3.3 Pengolahan Data

Data diolah dengan pembuatan matriks dari data primer berdasarkan variabel yang mempengaruhi perubahan mata rantai terkait penerapan sertifikasi CAFÉ Practices. Karakter lokasi, kondisi sosial masyarakat, kondisi ekonomi, kondisi budaya dan skala ekonomi merupakan unsur yang disesuaikan untuk memahami alasan dari respon aktor dalam sistem mata rantai nilai setelah penerapan sertifikasi CAFÉ Practices. Setelah data dikategorisasi dengan matriks, maka dilakukan konstruksi bentuk respon penerapan sertifikasi CAFÉ Practices yang menghasilkan sketsa pola respon aktor terhadap penerapan sertifikasi CAFÉ Practices. Foto hasil lapang juga dikategorisasi, disesuaikan dengan kategori yang telah dibentuk pada data hasil observasi dengan informan.

3.4 Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis temporal, analisis interaksi keruangan dan analisis komparasi keruangan. Analisis temporal dilakukan karena ingin melihat fenomena di dua dimensi waktu berbeda, yaitu pola mata rantai nilai sebelum dan setelah diterapkannya sertifikasi CAFÉ Practices. Alasan mengapa dilakukan analisis interaksi keruangan adalah karena pada penelitian ini setiap lokasi memiliki peran yang berbeda dalam aktifitas mata rantai nilai kopi. Ada yang berperan sebagai lokasi produksi, ada yang berperan sebagai lokasi jual beli dan ada pula yang berperan sebagai lokasi pengolahan. Berbedanya aktifitas di setiap lokasi menyebabkan terciptanya arus distribusi komoditas kopi.

Selain analisis interaksi keruangan, analisis komparasi keruangan juga digunakan untuk melihat bagaimana fenomena distribusi komoditas kopi tersebut di tiga daerah kajian yang berbeda. Analisis pada penelitian ini dilakukan setelah dihasilkan 3 sketsa dari pengolahan data. Analisis pada penelitian ini bersifat deskriptif yang mengacu pada :

a. Sketsa pola respon aktor terhadap penerapan skema sertifikasi CAFÉ Practices dalam mata rantai nilai lokal kopi Sulawesi Selatan a. Sketsa pola respon aktor terhadap penerapan skema sertifikasi CAFÉ Practices dalam mata rantai nilai lokal kopi Sulawesi Selatan

c. Sketsa pola mata rantai nilai lokal kopi setelah diterapkan skema sertifikasi

Setelah melakukan analisis data, maka dilakukan pengambilan kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah dan dianalisis sehingga didapat informasi mengenai dampak penerapan sertifikasi CAFÉ Practices pada pola mata rantai nilai kopi dan bagaimana efisiensi penerapan sertifikasi dilihat dari pola mata rantai nilai tersebut. Kesimpulan diambil berdasarkan relevansi antara masalah penelitian dengan hasil analisis data.

Gambar 3.1. Alur Kerja Penelitian Universitas Indonesia

BAB 4

PENGUSAHAAN KOPI DI SULAWESI SELATAN 4.1 Karakteristik Wilayah Penghasil Kopi

Dalam budidaya penanamanya, wilayah penghasil kopi di Sulawesi Selatan terbagi ke dalam tiga daerah administrasi berbeda (Peta 4.1). Tiga daerah administrasi tersebut, yaitu Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang dan memiliki karakter fisik yang berbeda pula.

4.1.1 Kabupaten Toraja Utara

Kabupaten Toraja Utara beribukota di Rantepao, terletak antara 2°35’ - 3°09’ Lintang Selatan dan 119°36’ - 120°18’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara dan Sulawesi Barat di sebelah Utara, pada sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Palopo dan Luwu serta pada sebelah Barat berbatasan dengan Sulawesi Barat (Peta 4.2). Kabupaten Toraja ini sendiri juga baru diresmikan pada tahun 2008 setelah adanya pemekaran wilayah. Awalnya Toraja Utara ini merupakan bagian dari kabupaten Tana Toraja.

Luas wilayah Kabupaten Toraja Utara tercatat 1.151,47 km 2 yang meliputi 21 Kecamatan. Kecamatan Baruppu dan Kecamatan Buntu Pepasan merupakan dua Kecamatan terluas dengan luas masing-masing 162,17 km 2 dan 131,72 km 2 atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan 25,52 % dari seluruh

wilayah Toraja Utara (BPS Torut, 2010). Secara umum, wilayah penghasil kopi yang terdapat di Toraja Utara

terletak pada ketinggian ≥ 1500 mdpl. Bentang alam Toraja Utara terdiri dari tiga buah dataran tinggi berlembah yang sejajar (Neilson, 2007).

Universitas Indonesia

Peta 4.1 Wilayah Penghasil Kopi di Sulawesi Selatan (Sumber: Pengolahan data 2013)

Universitas Indonesia

Bentang alam perke m perkebunan kopi di Toraja Utara yang terjal dan rjal dan kondisi fisik jalan yang buruk me buruk mengakibatkan wilayah penghasil kopi di Toraja oraja Utara ini sulit diakses (Gambar 4.1) bar 4.1). Umumnya, untuk mencapai ke perkebuna rkebunan kopi, petani menggunakan mot n motor besar agar mampu melewati jalan yang sanga ng sangat terjal. Tidak heran sering terjadi ng terjadi longsor di wilayah ini mengakibatkan jalan n jalan menjadi rusak (Gambar 4.2).

Gambar 4.1 Bentang alam Bentang alam perkebunan kopi Toraja Utara, (Sumber: Survey lapang 2012) ng 2012)

Terkait kualitas litas kopi, Toraja Utara sangat terkenal dengan dengan kualitas premium hasil produk kopi produk kopinya (kopi kulit tanduk asal Toraja Utara dalam dalam Gambar 4.3). Bukan karena baga bagaimana perlakuan yang diberikan kepada tanam tanaman kopi, melainkan faktor alamia alamiah dari lokasi tersebut yang para ahli kopi kopi katakan membuat kualitas kopi di kopi di Toraja Utara memiliki kualitas premium. S um. Salah satu faktor yang berpengaruh ngaruh adalah ketinggian lokasi penanaman kopi yang kopi yang berada ≥ 1500 mdpl. Sappan merupa n merupakan salah satu desa penghasil kopi yang terke ng terkenal bagus kualitas kopinya (Sarjana arjana, Kepala KUD Sane).

Universitas itas Indonesia

Gambar 4.2 Kondisi jalan menuju perkebunan kopi Gambar 4.3 Kopi tanduk asal Toraja Utara. Toraja Utara. (Sumber: Survey lapang 2012)

(Sumber: Survey lapang 2012)

4.1.2 Kabupaten Tana Toraja

Kabupaten Tana Toraja yang beribukota di Makale terletak antara 2°39’ - 3°24’ Lintang Selatan dan 119°21’ - 120°03’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kabupaten Toraja Utara dan Propinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang di Selatan, serta pada sebelah Timur dan Barat masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Propinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Tana Toraja dilewati oleh salah satu sungai terpanjang yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu Sungai Saddang (Peta 4.2).

Sebelum adanya pemekaran wilayah, Luas wilayah Tana Toraja tercatat 3.205,77 km 2 yang terdiri dari 40 kecamatan. Setelah adanya pemekaran wilayah,

luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 2.054,30 km 2 yang meliputi 19 Kecamatan. Kecamatan Malimbong Balepe dan Kecamatan Bonggakaradeng merupakan dua Kecamatan terluas dengan luas masing-masing 211,47 km 2 dan 206,76 km 2 atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan 20,35 persen dari